commit to user
22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu pada proses pembuatan produk pangan sangat penting, karena merupakan kegiatan pengawasan dan pemantauan
terhadap setiap tahapan proses produksi untuk mencegah penurunan atau kerusakan mutu. Pengendalian mutu menurut Kadarisman 1994, adalah
teknik-teknik dan kegiatan-kegiatan operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu. Pengendalian mutu meliputi monitoring
suatu proses, melakukan tindakan koreksi bila ada ketidaksesuaian dan menghilangkan penyebab timbulnya hasil yang kurang baik pada tahapan
rangkaian mutu yang relevan untuk mencapai efektivitas yang ekonomis. 1.
Pengawasan dan pengendalian mutu bahan baku a
Bahan Baku Utama Bahan baku merupakan faktor yang menentukan dalam proses
produksi atau pembuatan bahan makanan. Jika bahan baku yang digunakan mutunya baik maka diharapkan produk yang dihasilkan
juga berkualitas. Bahan baku dalam pembuatan Rambak Kulit Sapi adalah kulit sapi split. Spesifikasi bahan baku yang digunakan
dalam pembuatan Rambak Kulit Sapi pada UKM tersebut yaitu penampakan kulit yang bersih, tidak ada bulu yang tersisa dikulit,
berwujud kulit kering, warna normal kulit. Sedangkan kulit yang berkualitas menurut SNI 06-2736-1992 yaitu berbau khas sapi, warna
merata, segarcerah, bersih dan tidak ada warna yang mencurigakan dan bersih, bulu tidak rontok.
Untuk menjaga kualitas yang baik pada bahan baku kulit sapi mentah ini perlu diadakan pengendalian mutu serta pengawasan mutu.
Pengawasan mutu ini bertujuan untuk mengevaluasi serta mengawasi bahan baku yang digunakan sedangkan pengendalian bertujuan untuk
mengendalikan bahan baku tersebut supaya kualitas dapat
commit to user
dipertahankan. Pada produk Rambak Kulit Sapi ini pengawasan mutu dapat dilakukan dengan cara pengecekan secara manual dari
kenampakan fisik. Perbandingan spesifikasi kulit yang digunakan di UKM Bapak Budi dengan Standar dapat dilihat pada
tabel 4.2.
Pengendalian mutu bahan baku yaitu dengan cara pemilihan bahan baku dengan tepat, apabila bahan baku yang didapatkan tidak sesuai
dengan Standar maka kulit ditolak. Spesifikasi dan pengendalian mutu
pada bahan baku kulit sapi mentah dapat dilihat pada tabel.4.1. Tabel 4.1. Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Kulit Sapi
Uraian Parameter
Batas Kritis Prosedur
Pengendalian Tindakan
pengendalian
Bahan Baku : Kulit sapi
- Kenampakan
dan kebersihan
- Tidak
berlubang, tidak kotor
pasir, warna
merata, berbau
kulit khas kulit sapi
- Dilakukan
sortasi, pengecekan
secara manual
- Dilakukan
sortasi kembali,
dilakukan pengecekan
keadaan fisik secara
manual
- Apabila
tidak sesuai maka ditolak
Tabel 4.2. Perbandingan Kulit Sapi UKM dengan Standar SNI
Kriteria Pengujian
SNI 06-2736-1992 Bau
Khas kulit sapi Khas kulit sapi
Warna Cerah
Cerah
Kebersihan Bersih
Bersih
Bulu Tidak berbulu
Tidak rontok
b Bahan Tambahan Pangan
Bahan baku dan bahan tambahan makanan yang digunakan perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian mutu. Hal ini perlu dilakukan
supaya produk yang dihasilkan berkualitas. Tindakan pengawasan mutu serta tindakan pengendalian pada bahan tambahan makanan
dapat dilihat pada tabel. 4.3.
commit to user
Tabel 4.3. Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Bahan Tambahan Makanan Uraian
Parameter Batas Kritis
Prosedur Pengendalian
Tindakan Pengendalian
Bahan tambahan:
- Garam
- Bawang putih
- Penyedap rasa
- Kenampa
kan, rasa dan
kebersiha n
- Kenampa
kan fisik, kekompak
an
- Kenampa
kan fisik, dan
keadaan kemasan
- Bersih tidak
kotor, berwarna
putih, tidak ber air, rasa
asin
- Kompak, tidak
terlalu kering, tidak bertunas,
- Bewarna putih
bersih, cerah, kemasan tidak
rusak -
Melakukan pemilihan
bahan baku yang baik
sortasi
- Memilih
bawang yang berkualitas
sortasi
- Memilih
penyedap rasa yang
berkualitas sortasi
- Melakukan
pengecekan fisik secara manual
- Apabila garam
tidak sesuai maka ditolak
- Melakukan
pengecekan secara
organoleptik
- Apabila bawang
putih tidak sesuai maka ditolak
- Melakukan
pengecekan secara manual
kenampakan fisik dan
kemasan
- Apabila
penyedap rasa tidak sesuai maka
ditolak
- Minyak
goreng
- Air sumur
- Kenampa
kan fisik, keadaan
wadah
- Tidak
berbau, berasa,
bewarna kotor
- Warna kuning
keemasan, tidak kotor,
bau khas minyak
goreng, dirigen dalam
keadaan tertutup rapat
- Tidak berbau,
berasa, bewarna
kotor -
Dilakukan sortasi,
pemilihan suplier
- Sebelum
digunakan diberi
perlakuan dahulu
- Melakukan
pengecekan secara
organoleptik warna, bau, dan
kenampakan
- Apabila minyak
goreng tidak sesuai maka
ditolak
- Dilakukan filtrasi
dan pengendapan kotoran.
- Pengecekan
ulang
commit to user
1 Garam beryodium
Garam yang digunakan dalam proses pembuatan rambak kulit sapi adalah jenis garam dapur yang beryodium. Garam yang
digunakan dibeli dari pasar, berwarna putih bersih, rasanya asin, dan berbentuk balok, akan tetapi sebelum digunakan harus
dihaluskan terlebih dahulu. Garam berfungsi sebagai pembentuk flavour pada rambak kulit sapi, sehingga rasa rambak lebih disukai
konsumen. Garam adalah bahan yang sangat penting dalam
pengawetan bahan pangan, yang berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme Purnomo, 1987. Garam konsumsi
beryodium adalah produk makanan yang komponen utamanya natrium klorida NaCl dengan penambahan kalium yodat KIO
3
SNI 01-3556-2000Rev.9. Syarat mutu garam beryodium dapat
dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Standar Mutu Garam Beryodium
No. Kiteria uji
Satuan Persyaratan mutu
1 Kadar air
bb Maks 7
2 Jumlah klorida
bb adbk Maks 94,7
3 Yodium dihitung
sebagai kalium yodat Mgkg
Min 30 4
Cemaran logam Timbal
Mgkg Maks 10
Tembaga Mgkg
Maks 10 Raksa
Mgkg Maks 0,1
Arsen Mgkg
Maks 0,1
Sumber : SNI 01-3556-2000Rev. 9
Pengawasan mutu garam dilakukan dengan cara pengecekan secara manual. Garam yang digunakan harus berwarna putih bersih,
tidak kotor dan tidak berair. Sebaiknya untuk mempertahankan mutu dari garam, maka garam harus disimpan pada tempat yang
tidak lembab, hindarkan dari panas matahari, garam disimpan pada keadaan masih terbungkus kemasan dan diberi alas papan. Apabila
garam tidak sesuia dengan spesifikasi maka garam harus ditolak.
Garam yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.1
commit to user
Gambar 4.1. Garam
2 Bawang Putih
Bawang putih merupakan salah satu bumbu penyedap yang digunakan oleh hampir semua masakan di Indonesia. Tiap
100 gram bawang putih kandungan airnya mencapai 60,9-67,8, kandungan energinya sebesar 122 kalori, protein 3,5-7, lemak
0,3 dan karbohidrat 24-27 Wibowo, 1991. Bawang putih digunakan untuk pelengkap bumbu dan memberikan rasa gurih
dan sedap pada kerupuk rambak Sutejo, 2000. Bawang putih yang digunakan pada UKM rambak kulit sapi
yaitu bawang yang dibeli dari pasar, masih berkelompok, dan tidak muncul tunas. Bawang putih harus memiliki spesifikasi tidak tua,
terlalu kering sehingga kulit terkelupas, tidak berkayu seperti
terlihat pada gambar 4.2.
Pengawasan mutu bawang putih yaitu dengan melakukan pengecekan secara manual tentang keadaan fisik bawang putih
serta penyimpanannya. Penyimpanan yang baik yaitu dengan meletakkan bawang putih pada wadah anyaman bambu yang
beralaskan kayu. Pengendalian mutu dilakukan dengan cara pemilihan bawang putih yang baik, yang sesuai dengan SNI 01-
3610-1992 dapat dilihat pada Tabel 4.5. Apabila bawang putih
tidak sesuai dengan standar yang berlaku maka bawang putih ditolak.
commit to user
Tabel 4.5. Syarat Mutu Bawang Putih
Karakteristik Syarat Mutu I
Syarat Mutu II Cara Pengujian
kesamaan sifat varietas tingkat
ketuaan Seragam tua
Seragam tua Organoleptik
Kekompakan siung
Kompak Kurang kompak
Organoleptik Kebernasan siung
Bernas Kurang bernas
Organoleptik Kekeringan
Kering simpan Kering simpan
Organoleptik Kulit luar
pembungkus umbi Sempurna
menutup umbi Kurang sempurna
menutup umbi Organoleptik
Kerusakan, bobot-bobot
Maks. 5
8 SP-SMP-310-
1981 Busuk,
bobotbobot Maks.
1 2
SP-SMP-311- 1981
Diameter minimum, cm.
3,0 2,5
SP-SMP-309- 1981
Kotoran Tidak ada
Tidak ada Organoleptik
Sumber : SNI 01-3610-1992
Gambar 4.2. Bawang Putih
3 Penyedap rasa
Penyedap rasa yang digunakan dalam proses pembuatan rambak kulit sapi yaitu monosodium glutamate MSG. MSG
dalam pembuatan rambak kulit yaitu sebagai pembentuk rasa, supaya rambak mempunyai rasa lebih disukai oleh konsumen.
Bahan ini dibeli dari pasar dengan merk dagang ajinomoto. Penyedap rasa harus mempunyai spesifikasi berwarna putih bersih,
tidak terdapat kotoran, kemasan tidak rusak dan terbungkus rapat.
commit to user
Pengawasan mutu bahan baku yaitu dengan pengecekan secara manual dari kenampakan warna, keadan fisik dan keadaan
kemasan. Pengendalian mutu dari bahan penyedap rasa yaitu dengan memilih penyedap rasa yang terkemas secara utuh dan
kemasan tidak rusak, apabila tidak memenuhi syarat maka penyedap rasa ditolak. Syarat mutu bumbu penyedap rasa menurut
SNI 01-4273-1996 dapat dilihat pada Tabel 4.6 Tabel 4.6. Syarat Mutu Bumbu Penyedap Rasa Ayam SNI 01
4273-1996
No. Jenis Uji
Satuan Persyaratan Bumbu
Penyedap rasa 1
. Air Max 4
2 Protein
Min 7
3 NaCl
Max 65
4 Angka Lempeng
Total Kol g
Max 10
4
5 Coliform
APM g Max 3
6 Kapang dan khamir
Kol g Max 103
Sumber : SNI 01-4273-1996
4 Minyak Goreng
Minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng sebaiknya mempunyai mutu yang baik. Jenis minyak yang digunakan
sebaiknya yang berwarna kuning jernih, sehingga dapat menghasilkan warna yang bagus dan tidak mengkilap. Minyak
goreng selain memberikan rasa lezat dan teksturnya menjadi lembut serta gurih Sutejo, 2000.
Minyak goreng yang digunakan pada proses produksi rambak kulit menggunakan minyak goreng super yaitu merupakan minyak
kelapa. Spesifikasi minyak goreng yang digunakan yaitu warna kuning kemasan, tidak kotor, wadah tertutup, bau khas minyak
goreng. Penggunaan minyak goreng super ini dimaksudkan karena minyak goreng super tidak cepat rusak selama penggorengan
dibandingkan dengan minyak goreng curah. Pengawasan mutu minyak goreng yaitu dengan melakukan
pengecekan secara manual dari keadaan wadah dirigen bersih,
commit to user
kenampakan minyak jernih, tidak kotor. Penyimpanan minyak goreng harus dijauhkan dari sinar matahari, tutup harus tertutup
rapat, hal ini dilakukan supaya minyak tidak teroksidasi sebelum digunakan. Menurut SNI 01-3741-2002, minyak goreng memiliki
beberapa persyaratan mutu. Persyaratan mutu minyak goreng dapat
dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Parameter Syarat Mutu Minyak Goreng
No Jenis Uji Satuan
Persyaratan Mutu I
Mutu II 1
1.1 Bau -
Normal Normal
1.2 Rasa -
Norma Norma
1.3 Warna -
Putih, kuning sampai pucat
kuning Putih, kuning
sampai pucat kuning
2 Kadar air
bb Maks 2
Maks 0.3 3
Bilangan asam Mg KOHg Maks 0.6
Maks 2 4
Asam Linolenat dalam komposisi asam lemak
miyak Maks 0.1
Maks 2 5
Cemaran logam : 5.1 Timbal Pb
Mgkg Maks 0.1
Maks 0.1 5.2 Timah Sn
Mgkg Maks
40.0250 Maks
40.0250 5.3 Raksa Hg
Mgkg Maks 0.05
Maks 0.05 5.4 Tembaga Cu
Mgkg Maks 0.1
Maks 0.1 6
Cemaran arsen As Mgkg
Maks 0.1 Maks 0.1
7 Minyak pelikan
Negatif Negatif
Sumber : SNI 01-3741-2002
5 Air
Air yang digunakan dalam proses pembuatan rambak kulit sapi yaitu saat perendaman air kapur dan proses perebusan adalah
air sumur. Karena air mempunyai komponen yang penting pada bahan pangan
karena air dapat mempengaruhi tekstur,
penampakan. Air sumur yang digunakan pada proses rambak kulit sapi tidak dilakukan perlakuan khusus, hal ini sangat berbahaya
karena dalam air sumur kemungkinan besar tercemar oleh bakteri E.coli dan kotoran. Air yang baik digunakan harus mempunyai
commit to user
spesifikasi tidak berbau, berasa dan berwarna dan dilakukan filtrasi dan pengendapat kotoran terlebih dahulu sebelum air digunakan.
Hal ini dimaksudkan supaya bakteri dan kotoran pada air dapat ditekan atau dihilangkan supaya mutu produk bisa dipertahankan.
Pengawasan mutu air sumur yaitu dengan melakukan pengecekan secara visual. pengendalian mutu air sumur yaitu dengan
melakukan filtrasi terlebih dahulu sebelum air sumur digunakan.
Syarat mutu air yang baik dapat dilihat pada tabel 4.8. Tabel 4.8. Standar Mutu Air berdasarkan SNI-01-3553-1994
No Kriteria Mutu
Persyaratan 1
2 3
4 Bau
Rasa pH
Kekeruhan Tidak berbau
Normal 6,5-9
Max 5 NTU
Sumber : Dewan Standarisasi Nasional 1994
2. Pengendalian Mutu dan Pengawasan Mutu Proses
Pengendalian mutu dan pengawasan mutu dilakukan pada setiap proses produksi rambak kulit sapi, hal ini dimaksudkan supaya setiap
tahapan proses dapat terkontrol dan dikendalikan. Tahapan proses produksi di UKM rambak kulit sapi Bapak Budi dapat dilihat pada
tabel 4.9. Tabel 4.9. Tahapan proses Rambak kulit
Tahapan proses UKM Keterangan
- Perendaman air kapur
- Direndam selama 7 jam
- Perebusan
- Direbus selama 3 jam
- Sortasi
- Disortir
menurut ketebalan
kulit -
Perajangan -
Dipotong ukuran 3 x 5 cm -
Penjemuran -
Dijemur selama 2 hari dengan panas matahari
commit to user
Tahapan proses UKM Keterangan
- Penggorengan 1
- Digoreng selama 12 jam
dengan nyala api sedang dan pemberian bumbu dengan suhu
± 65 C
- Penggorengan 2
- Digoreng dengan suhu diatas
160 C selama ± 2 menit
- Penirisan
- Dengan menggunakan tampah
dari bambu -
Pengemasan -
Dengan plastik PP, dengan penutup hanya disteples
a Perendaman Air Kapur Sirih
Kulit sapi split direndam dengan air kapur sirih CaOH
2
, perendaman ini dilakukan selama kurang lebih 7 jam. Kapur yang
digunakan dalam perendaman kulit sapi ini adalah kapur sirih. Air kapur yang digunakan mempunyai takaran yaitu kapur sebanyak 30 kg
dan air ±8.000 liter. Hal ini bertujuan untuk menawarkan atau menghilangkan bau khas dari kulit sapi dan untuk memudahkan
perebusan kulit sapi. Pada proses perendaman air kapur ini dihasilkan semula kulit yang kaku menjadi elastis seperti gel dan tidak mudah
putus dan berwarna agak pucat. Mekanisme perendaman kulit dengan air kapur yaitu ion-ion Ca
++
yang masuk dalam jaringan kulit sehingga dinding sel menjadi kokoh dan air dapat tertarik keluar dari jaringan sel
Bryant dan Hamaker, 1997. Pengendalian mutu proses perendaman dilakukan dengan cara
pengontrolan waktu pada saat perendaman air kapur. Perendaman air kapur ini dilakukan selama 7 jam supaya dihasilkan kulit yang elastis,
jika kurang dari 7 jam maka kulit akan masih mempunyai bau busuk dan lembek, tapi jika lebih dari 7 jam maka kulit akan menjadi lebih
kaku. Menurut Judoamidjojo 1981 menyatakan perendaman air kapur yang baik yaitu selama 3 hari. Hal ini dilakukan supaya kadar air yang
commit to user
terkandung dalam kulit sapi bisa turun. Perendaman air kapur yang
dilakukan pada UKM dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Perendaman Air Kapur
Perendaman air kapur ini dilakukan selama 7 jam, hasil kulit setelah direndam yaitu kulit menjadi agak kaku, warna kulit menjadi
pucat dan mudah dipotong. b
Perebusan Setelah perendaman selesai kulit sapi langsung direbus dengan
menggunakan air sumur. Proses perebusan ini dilakukan selam 3 jam dengan menggunakan wadah potongan tong. Dalam proses perebusan
ini dimaksudkan supaya kulit sapi mudah dipotong, selain itu juga bertujuan untuk mematikan bakteri yang hidup di kulit sapi tersebut,
karena kebanyakan bakteri patogen tidak tahan pada suhu yang panas. Bakteri tersebut mati pada suhu diatas 100°C. Pada proses perebusan ini
dihasilkan kulit yang tampak transparan dan tekstur kulit menjadi kenyal.
Pengendalian proses perebusan dilakukan dengan pengontrolan waktu perebusan. Waktu perebusan yang terlalu lama maka akan
membuat kulit menjadi lembek dan menjadi rusak, sedangkan waktu perebusan yang terlalu singkat maka akan membuat kulit sulit untuk
dipotong dan mikroba yang ada pada kulit tidak sepenuhnya akan mati semua. Perebusan kulit sapi yang dilakukan selama 3 jam menghasilkan
kulit yaitu mudah dipotong, tidak kaku dan bewarna cerah transparan. Proses perendaman jika dilakukan kurang dari 3 jam maka kulit kurang
matang, atau masih belum lunak, sehingga pada saat dipotong kulit
commit to user
akan masih ulet, jika lebih dari 3 jam maka kulit akan terlalu lembek.
Proses perebusan dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4. Perebusan
c Sortasi
Sortasi adalah proses pertama yang dilakukan untuk mendapatkan bahan yang terbaik dan memilih bahan yang tidak rusak. Menurut
Kartasapoetra 1989, sortasi ini merupakan awal dari penentuan mutu dari produk sehingga dari diadakan sortasi akan didapatkan kulit sapi
yang berkualitas, sehingga produk yang dihasilkan juga berkualitas baik. Dalam proses penyortiran ini kulit akan dibagi menjadi 3 kriteria
yaitu kualitas 1, 2, dan 3. Kualitas 1 adalah kulit yang paling tebal, kualitas 2 mempunyai tingkat ketebalan sedang, dan kualitas ke 3
adalah yang paling tipis. Pada tahap sortasi ini yang digunakan untuk membuat rambak kulit sapi yaitu kulit yang paling tebal dan untuk kulit
yang tipis atau sisa hasil sortasi dijadikan rambak sayur. Pengendalian mutu yang dilakukan yaitu dengan melakukan
pengecekan secara manual. Pengecekan manual ini dilakukan dengan memilih memisahkan kulit sapi yang baik, sedang, dan jelek. Sortasi
dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Sortasi
commit to user
d Perajangan
Perajangan ini bertujuan untuk menghasilkan potongan dengan jumlah maksimal dan luas yang cukup sehingga dapat mempermudah
proses pengeringan dan penggorengan. Proses perajangan ini mempunyai ukuran perajangan yaitu 3 cm x 5 cm. Proses perajangan
dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau, maka dari itu dihasilkan potongan yang tidak sesuai dengan ukuran. Hasil dari
perajangan ini kulit menjadi berbentuk balok panjang. Pengendalian mutu perajangan kulit yaitu pada ukuran perajangan yang seragam, bila
perajangan terlalu tebal maka pengeringan produk akan membutuhkan waktu yang lama. Pada proses ini perlu juga memperhatikan sanitasi
alat dan pekerja karena dilakukan secara manual, sehingga tingkat terkontaminasi silang kulit sangat besar.
e Penjemuran
Fungsi dari pengeringan ini yaitu untuk menghilangkan kadar air yang terkandung dalam kulit sapi tersebut supaya dalam proses
penggorengan mudah mengembang. Proses pengeringan dilakukan setelah perajanggan, produk langsung dijemur pada lantai beton dan
produk langsung diratakan dengan menggunakan tangan, perataan ini dimaksudkan supaya produk cepat kering. Pengeringan kulit sapi
memerlukan waktu 2 hari, jika cuacanya panas. Hal ini dikarenakan pada proses pengeringan ini UKM hanya mengandalkan sinar matahari.
Sehingga apabila cuaca tidak mendukung proses pengeringannya memerlukan waktu yang lama. Hal ini dapat menimbulkan kontaminasi
pada kulit sapi. Pengendalian mutu pada proses pengeringan ini dengan melakukan pengecekan keadaan kulit sudah kering atau belum dan
membolak-balikan produk supaya kering merata. Pada proses pengeringan ini hanya mengandalkan panas dari sinar matahari, jika
terjadi cuaca yang tidak mendukung maka produk memerlukan waktu lama untuk kering. Jika terjadi hal seperti itu sebaiknya proses
pengeringan dilakukan dengan menggunakan mesin pengering atau
commit to user
cabinet dryer, sehingga mutu dari produk dapat terjaga. Proses
penjemuran dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Penjemuran
f Penggorengan 1
Penggorengan pertama dilakukan dengan menggunakan minyak dingin sampai panas yaitu suhu ±65ºC. Produk dimasukkan pada wajan
bersama minyak goreng, kemudian dipanaskan dengan api sedang setelah kurang lebih 1-2 jam dimasukkan bumbu cair kemudian diaduk
terus sampai rata selama ± 7 jam. Hal ini dilakukan supaya bumbu tidak menggumpal dan bertujuan supaya kadar air dalam produk berkurang
dan produk mudah mengembang pada penggorengan kedua. Pada proses penggorengan pertama ini menghasilkan kulit yang setengah
matang, bewarna coklat dan berbalut dengan bumbu yang bewarna putih. Sebelum masuk ke tahap penggorengan kedua, produk harus
didiamkan minimal 2 jam. Hal ini dilakukan supaya minyak dalam produk berkurang dan bumbu dapat lebih meresap.
Pengawasan mutu tahap penggorengan pertama yaitu nyala api dan pengadukan. Pengendalian mutu yang harus diperhatikan pada
tahap ini yaitu pengadukan yang dilakukan secara kontinyu dan mengendalikan api supaya nyala api tetap kecil. Jika api terlalu besar
dan tidak diaduk secara merata, maka pada penggorengan ke 2 produk tidak dapat mengembang secara sempurna. Proses penggorengan
pertama dapat dilihat pada Gambar 4.7.
commit to user
Gambar 4.7. Penggorengan 1
g Penggorengan 2
Penggorengan kedua ini dilakukan dengan cara minyak dipanaskan sampai mencapai suhu ±160
C. Kemudian produk dimasukkan atau digoreng. Pada proses ini bertujuan untuk
mematangkan dan untuk mengembang sempurnakan produk sehingga mudah untuk dikonsumsi. Pada setiap proses yang dilakukan pada
UKM ini tidak mengganti minyak goreng yang digunakan, akan tetapi dengan menambahkan minyak goreng. Penggunaan minyak goreng
dalam sehari yaitu 42 kg dengan bahan yang digoreng sebanyak 120 kg. Pada penggorengan kedua ini dihasilkan produk rambak yang siap
konsumsi, kulit yang mengembang sempurna, bewarna kuning kemasan, dan juga renyah. Pengawasan mutu pada tahap penggorengan
ke 2 yaitu penggantian minyak goreng selama penggorengan. Pengendalian mutu pada tahap ini harus memperhatikan nyala api,
panas minyak goreng, minyak goreng yang digunakan dan pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena nyala api dan panas minyak
goreng sangat berpengaruh pada kematangan atau daya kembang rambak, sedangakan jenis minyak goreng yang digunakan dan
pemakaiannya berpengaruh pada ketengikan pada produk. Minyak goreng yang baik akan membuat produk menjadi lebih awet karena
susah tengik.. Proses penggorengan 2 dapat dilihat pada Gambar 4.8.
commit to user
Gambar 4.9. Penggorengan 2
h Penirisan
Penirisan ini dilakukan setelah penggorengan kedua, wadah yang digunakan untuk penirisan yaitu tampah besar yang terbuat dari bambu.
Proses ini dimaksudkan untuk mengurangi minyak yang ada dalam rambak kulit sapi, supaya rambak yang dihasilkan lebih tahan awet.
Pengawasan mutu pada tahap ini yaitu kebersihan wadah yang digunakan. Pengendalian mutu yang dilakukan yaitu membersihkan
wadah ketika mau digunakan dan sebaiknya dalam proses penirisan ini akan lebih maksimal menggunakan alat spiner.
i Pengemasan
Pengemasan dilakukan untuk menjaga kualitas rambak kulit sapi supaya terhindar dari kontaminasi luar dan dapat menjaga kerenyahan
hingga batas waktu tertentu. Kemasan yang rapat dan baik akan membuat masa simpan produk lebih lama, akan tetapi jika kemasan
tidak rapat maka masa simpan produk akan berkurang. Hal ini dikarenakan jika produk terkena udara gas O
2
maka akan teroksidasi minyak yang masih tersisa pada produk sehingga menyebabkan
ketengikan. Apabila produk terkontaminasi luar maka produk akan mudah berjamur.
Pada tahap pengemasan ini dilakukan setelah penggorengan ke 2. Sebelum dikemas produk harus didinginkan terlebih dahulu, kemudian
produk dikemas dengan menggunakan plastik berjenis Polypropilen PP. pada proses ini sebelum produk dimasukkan di dasar plastik diberi
commit to user
alas kertas, baru kemudian produk dimasukkan. Setelah kemasan terisi penuh maka kemasan ditutup dengan cara disteples. Produk dikemas
dengan kemasan 1 kg dengan harga Rp.70.000. Pengawasan mutu tahap pengemasan yaitu pendinginan produk dan jenis pengemas yang
digunakan dan penirisan minyak. Jika produk dikemas pada keadaan panas maka akan timbul uap air pada pengemas sehingga produk tidak
awet dan jika penirisan minyak tidak sempurna maka minyak yang ada pada produk masih banyak, hal ini akan membuat produk mudak tengik.
Jenis kemasan yang baik yaitu jenis pengemas yang tidak tembus uap air atau yang mempunyai permeabilitas rendah dan aman untuk bahan
pangan dan sebaiknya dalam penutupan kemasan produk menggunakan mesin sealer tidak hanya disteples. Hal ini perlu dilakukan karena jika
tutup kemasan disealer produk akan lebih terjaga keamanannya.
Pengemasan dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9. Pengemasan
Tahapan proses produksi rambak kulit sapi perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian mutu. Hal ini perlu dilakukan supaya
produk yang dihasilkan berkualitas. Tindakan pengawasan mutu serta tindakan pengendalian pada bahan tambahan makanan dapat dilihat
pada tabel. 4.10.
commit to user
Tabel 4.10. Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Proses Produksi
Uraian Proses Parameter
Batas kritis Tindakan Pengendalian
Perendaman air kapur
Lama perendaman
dan formulasi pencampuran
Waktu pengapuran
7 jam,
perbandingan kapur
dengan air
yaitu 1
kolam ukuran 2x4
m ditambahkan
kapur 6 ember Pengontrolan waktu perendaman
dan takaran air kapur Dilakukan pengamatan setiap
proses, dan pengecekan takaran kapur dengan air 8000 L air +
30 kg kapur
Perebusan Lama
perebusan Lama
perebusan harus 3 jam
Pengontrolan waktu Dilakukan pemantauan setiap
proses Pengecekan secara manual
Dilakukan pengamatan Penghilangan sisa kapur dan sisa
daging yang masih menempel pada kulit
pembersihan
dengan menggunakan pisau
Pengecekan secara manual Dilakkukan pengamatan setiap
proses Pengontrolan waktu
Dilakkukan pengamatan setiap proses
Pengecekan nyala api, waktu dan pengadukan
Dilakkukan pengamatan setiap proses
Dilakukan pengecekan manual dan pengamatan setiap proses
Dilakukan pengecekan manual dan pengamatan setiap proses
Penyortiran ketebalan dan
kebersihan Ketebalan kulit
yang kecil,
sedang dan tebal dan
kulit harus
bersih dari sisa kapur
dan daging
Perajangan Ukuran
dan kebersihan
Ukuran rambak kulit yaitu 3x5
cm dan kulit harus
bersih dari kotoran
Pengeringan Lama waktu
pengeringan Dilakukan
selama 2 hari Penggorengan
1 Lama waktu
penggorengan dan
pengadukan Dilakukan
selam 7 jam dengan diaduk
terus
Penggorengan 2
Nyala api dan daya
kembang Nyala api harus
besar dan
rambak mengembang
sempurna Pengemasan
Kebersihan, jenis kemasan
Pekerja dan
kemasan harus bersih
dan menggunakan
kemasan berjenis PP
commit to user
3. Pengendalian Mutu Produk Akhir
Pengendalian mutu produk rambak kulit sapi dapat dilakukan dengan melakukan pengujian produk yang telah dihasilkan. Hasil
pengujian produk
kemudian dibandingkan
dengan parameter
pembanding hasil uji. Dalam hal ini parameter pembanding hasil uji adalah SNI nomor 01-4308-1996 tentang Kerupuk Kulit. Beberapa
parameter pengujian yang dijadikan patokan mutu produk rambak kulit sapi antara lain kadar air, kadar abu, asam lemak bebas FFA, angka
lempeng total ALT, keutuhan, dan kerenyahan. Hal ini dilakukan karena dari beberapa pengujian itu bisa disimpulkan bahwa produk
tersebut bermutu baik atau tidak. Hasil analisis uji mutu rambak kulit
sapi dapat dilihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11. Hasil Uji Mutu Rambak Kulit Sapi
No. Uraian
Menurut SNI 01 – 4308 – 1996
Hasil Uji 1
2 Keutuhan
Kerenyahan Min 90
Renyah 98,86
Renyah 3
Kadar Air Maks 6
4,81 4
Kadar Abu Maks 1
3,18 5
Asam Lemak Bebas FFA
Maks 0,5 0,212
6 ALT Angka
Lempeng Total semua
mikroorganisme yang tumbuh
Maks 5 x 10
4
kolonig 1,23 x 10
4
kolonig
1. Keutuhan
Pada uji keutuhan ini menggunakan metode pada SNI 01– 4308–1996. Prinsip dari uji keutuhan ini adalah memilih rambak
kulit sapi yang utuh dari jumlah keseluruhan rambak kulit sapi. Rambak kulit sapi bisa dikatakan utuh yaitu bila rambak tidak cacat
atau keadaan rambak utuh sempurna sesuai bentuk, bila rambak cacat atau tidak utuh yaitu bentuh rambak tidak sempurna atau pecah
dikatakan tidak utuh. Hal ini dikarenakan rambak rusak pada ssaat
commit to user
pengemasan yang tidak hati-hati dan terlalu banyak isi rambak dalam setiap kemasan. Sebaiknya waktu pengemasan rambak dimasukkan
satu persatu, ditata yang rapi dan dalam pengisian rambak dalam kemasan tidak melebihi kapasitas. Keutuhan ini sangat penting bagi
parameter mutu produk, karena bila rambak tidak utuh maka minat konsumen untuk membelinya juga akan berkurang. Persen keutuhan
dihitung dengan cara rambak kulit sapi diambil secara sampling sebanyak 250 gram. Kemudian dari rambak kulit sapi tersebut dipilih
rambak kulit sapi yang tidak utuh dan menimbangnya. Berat rambak kulit sapi keseluruhan dikurangi berat rambak kulit sapi yang tidak
utuh kemudian dibagi dengan berat rambak kulit sapi keseluruhan merupakan presentase keutuhan. Berdasarkan hasil uji Rambak Kulit
Sapi Bapak Budi, didapat hasil presentase keutuhan rambak kulit sapi sebesar 98,86. Hasil ini memenuhi standar SNI yang minimal
90. 2.
Kerenyahan Kerenyahan suatu makanan tergantung pada kekompakan
partikel-partikel penyusun, ukuran, bentuk, kekukuhan dan keseragaman partikel serta kemudahan terpecahnya partikel-partikel
penyusun bila produk dikunyah Supartono, 2000. Menurut Sudarminto dkk 2000, kerenyahan dipengaruhi oleh daya
kembang, makin tinggi daya kembang maka makin tinggi pula kerenyahannya. Pada produk Rambak Kulit Sapi milik bapak budi
memenuhi syarat organoleptik, bahwa tingkat kerenyahan rambak tersebut renyah. Karena rambak kulit sapi tersebut mudah terpecah
ketika produk dikunyah.Selain itu kerenyahan juga ditentukan oleh kandungan air Soekarto, 1997. Pada pengujian tingkat kerenyahan
pada produk yaitu produk renyah dan ini sesuai dengan SNI yang menyatakan kerenyahan kerupuk kulit adalah renyah. Penilaian
kerenyahan dilakukan dengan cara uji organoleptik atau analisis sensori dengan ketukan.
commit to user
3. Kadar air
Pada pengujian kadar air kulit sapi menggunakan metode oven menurut SNI 01-2891-1992. Prinsipnya menguapkan air yang
ada dalam bahan dengan cara pemanasan dengan memakai oven. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti
semua air dalam bahan sudah diuapkan. Berat konstan artinya selisih penimbangan berturut – turut 0,02 mg. Berdasarkan hasil pengujian
didapatkan hasil kadar air rambak kulit sapi adalah 4,81, artinya yaitu bahwa sampel rambak kulit sapi mempunyai kadar air sebesar
4,81. Hasil pengujian kadar air masih dibawah Standar SNI, yaitu kadar air rambak kulit maksimal 6 . Sehingga kadar air dari produk
kulit sapi masih aman, karena produk yang mempunyai kadar air yang rendah tidak mudah terkena bakteri dan dapat diterima. Kadar
air suatu bahan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu penyimpanan, pengeringan, pengolahan dan pengemasan.
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu
parameter yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi mutu rambak kulit sapi yaitu dari penampakan,
tekstur, dan citarasa, karena jika kadar air tinggi produk yang dihasilkan tidak renyah dan rasanya juga tidak enak, penampakan
produk juga tidak cerah. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar
air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan
pada bahan pangan Winarno, 1997. Semakin tinggi kadar air pangan, semakin cepat rusaknya produk tersebut, baik akibat adanya
aktivitas biologis internal metabolisme maupun masuknya mikroba perusak.
commit to user
4. Kadar abu
Berdasarkan hasil analisis kadar abu pada rambak kulit sapi sebesar 3,18, hal ini tidak sesuai dengan standar rambak kulit sapi
pada SNI yaitu kadar abu rambak kulit maksimal 1. Ketidaksesuaian hasil kadar abu ini disebabkan karena terikutnya bahan lain yang
tidak mudah terabukan atau terurai seperti Ca yang terikut dalam produk dalam kosentrasi yang besar sehingga membuat berat abu
menjadi bertambah. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik. Zat anorganik yaitu merupakan suatu senyawa yang tidak dapat diuraikan lagi. Kandungan abu dan komposisinya tergatung
pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat
pada suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik antara lain garam-
garam asam malat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida,
sulfat, nitrat Sudarmadji, dkk, 1984. 5.
Angka Lempeng Total ALT Angka Lempeng Total merupakan salah satu cemaran
mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi bahan makanan. Angka Lempeng Total ini didefinisikan jumlah total mikroba yang
dapat mengkontaminasi bahan makanan baik bakteri, khamir maupun kapang. Prinsip yang digunakan dalam pengujian Angka
Lempeng Total ini yaitu pertumbuhan semua mikroorganisme kapang, jamur dan bakteri setelah sampel diinkubasi selama 48 jam
pada suhu 37
o
C. Menurut SNI batas maksimal dari cemaran mikroba ini yaitu maksimal 5x10
4
kolonig sedangkan pada pengujian sampel kerupuk kulit ini yaitu 1,2x 10
4
kolonig cemaran mikroba ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kadar air produk yang terlalu
tinggi, menurut Ella, dkk 2008, a
w
kerupuk opak ikan sebesar 0,64,
commit to user
selain itu cemaran mikroba juga disebabkan karena kemasan yang tidak tertutup rapat dan kontaminasai silang waktu proses
pengemasan. Cemaran mikroba berakibat menurunnya mutu dan berdampak pada keamanan pangan rambak kulit sapi. Hal ini
dikarenakan, jika cemaran mikroba melebihi standar, maka bila dikonsumsi akan menyebabkan gangguan kesehatan dan produk
lebih cepat berjamur. Pengendalian mutu produk dari cemaran mikroba dapat dilakukan dengan cara pengontrolan proses produksi
dalam setiap tahapan. 6.
Asam Lemak Bebas FFA Berdasarkan hasil pengujian didapatkan hasil kadar asam
lemak bebas rambak kulit sapi adalah 0,212 . Menurut Ketaren 1986 diketahui bahwa apabila asam lemak bebas dari suatu bahan
lebih dari 0,2 maka akan mengakibatkan flavor yang tidak diinginkan atau tengik. Hubungan ketengikan dengan asam lemak
bebas FFA yaitu apabila FFA tinggi maka bau tengik akan cepat muncul dan akan semakin tengik. Pada produk rambak kulit sapi
UKM bapak Budi dapat bertahan 3 bulan dalam keadan tertutup rapat dan dalam keadan terbuka kurang lebih 1 bulan bau tengik baru
muncul. Berdasarkan hasil uji diketahui asam lemak bebas rambak kulit sapi lebih dari 0,2. Sehingga rambak kulit sapi tersebut rentan
terhadap kerusakan karena mengandung asam lemak bebas yang cukup tinggi. Minyak dapat tengik karena melakukan oksidasi
minyak yaitu asam lemak tak jenuh pada minyak mendapatkan energi panas atau sinar maka akan menjadi radikal yang
mempunyai atom hidrogen yang labil, karena adanya oksigen yang masuk maka radikal akan mengikat oksigen menjadi peroksida.
Ketengikan bisa dicegah dengan adanya antioksidan alami yang terdapat pada minyak, karena antioksidan dapat mencegah terjadinya
oksidasi minyak.
commit to user
Menurut Winarno 2007 reaksi oksidasi merupakan salah satu penyabab kerusakan lemak yang utama yaitu timbulnya bau dan
rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tak jenuh dalam lemak. Otooksidasi
dimulai dengan pembentukan radikal–radikal bebas yang disebabkan oleh faktor–faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya,
panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam–logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin,
hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan enzim–enzim lipoksidase. Asam lemak bebas terbentuk pada proses oksidasi dan
hidrolisis enzim selama pengolahan dan penyimpanan bahan pangan dengan FFA labih dari 0,2 dari massa lemak akan
mengakibatkan flavour yang tidak diinginkan dan dapat bersifat toksik. Dengan proses netralisasi minyak sebelum digunakan dalam
bahan pangan, maka jumlah asam lemak bebas dalam lemak dapat dikurangi sampai kadar maksimum 0,2 Ketaren, 1986.
B. Hazard Analysis Critical Control Point