lesi yang akut dan lebih solid, sedangkan burr hole dilakukan pada lesi kronis dan liquid. Sebagai tambahan, pembedahan dapat pula memiliki peran diagnostik, misalnya pada biopsi
yang dikerjakan pada perdarahan intraserebral akibat vaskulitis. Pada Guideline Stroke 2007 oleh Perdossi dikatakan guideline pengelolaan
perdarahan intraserebral dengan pembedahan masih kontroversial. Pasien bukan kandidiat operasi bila: 1 pasien dengan perdarahan kecil 10cm
3
atau defisit neurologis minimal kelas II-IV, tingkat evidensi B, 2 pasien dengan GCS
4 , kecuali pada perdarahan serebelar yang disertai kompresi batang otak, untuk menyelamatkan nyawa.
Sedangkan kandidat dioperasi adalah: 1 pasien dengan perdarahan serebelar 3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus akibat obstruksi
ventrikel, 2 perdarahan intraserebral dengan lesi struktural seperti aneurisma, arteriovena malformasi, atau angioma kavernosa dibedah jika mempunyai harapan luaran yang baik dan
lesi strukturnya terjangkau kelas III-IV, tingkat evidensi C, 3 pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang-besar yang memburuk kelas II-IV, tingkat evidensi B, 4
pembedahan untuk mengevakuasi hematom pada pasien usia muda dengan perdarahan lobar yang luas
50 cm3 masih menguntungkan kelas II-IV, tingkat evidensi B. Indikasi pembedahan pada perdarahan intraserebral supra tentorial kurang nyata. Broderick dkk,
1999.
2.2 Perdarahan Subaraknoid
Penyebab tersering adalah ruptur aneurisma arteri serebri atau malformasi vaskular. Aneurisma terbentuk akibat respon terhadap tekanan-aliran pada dinding arteri yang
mengalami degenerasi, inflamasi atau trauma, membentuk balon menjadi aneurisma berisakular,aneurisma fusiform aterosklerotik, aneurisma diseksi, atau aneurisma mikotik.
McDonnel, 2006. Terapi utama untuk aneurisma intrakranial sebelum atau setelah ruptur adalah
pemasangan klip dan coiling endovaskular. Pendekatan perlu disesuaikan per kasus pasien dan memperhatikan umur, kesehatan pasien secara umum, letak aneurisma dan morfologi
neurovaskular dari lesi. Saat ini trend terapi mengarah pada intervensi dini, dalam waktu 24- 72 jam, karena perdarahan ulang meningkatkan angka mortalitas, selain itu dikhawatirkan
terapi tripel-H meningkatkan risiko perdarahan akibat aneurisma yang belum diamankan.
a. Klipping neurosurgikal. Standar terapi aneurisma adalah klipping neurosurgical.
Aliran darah ke aneurisma dihentikan dengan memasang klip sementara pada bagian proksimal arteri feeding dan atau cabang-cabangnya, sebuah teknik yang dinamakan
jebakan aneurisma. Cara ini membuat aneurisma tidak terlalu pulsatil untuk persiapan klip permanen dan mengendalikan perdarahan yang mungkin bisa terjadi akibat ruptur
aneurisma prematur intraoperasi. b.
Pembedahan endovaskular. International Subarachnoid Aneurysm Trial ISAT
tahun 2002 membandingkan pasien dengan aneurisma yang diterapi dengan klipping dan yang diterapi dengan coiling endovaskular. Hasilnya, dalam 1 tahun paska terapi,
rerata kematian dan angka ketergantungan secara signifikan menurun pada kelompok pasien dengan coiling. Prosedur coiling dengan kateter yang kurang invasif
dibandingkan klipping neurosurgical, menurunkan angka morbiditas terutama pada pasien tua. Coiling endovaskular telah menjadi standar terapi pada lesi vertebrobasilar
yang sulit di operasi, terutama pada apeks a.basilaris.
Hal ini juga direkomendasi AHA dalam guideline untuk terapi pembedahan dan endovaskular pada ruptur aneurisma serebral Connolly, 2012.
2.3 Pengalihan aliran likuor serebrospinal.