iii
RINGKASAN BAB I Pendahuluan
Majapahit dahulu merupakan kerajaan yang besar dengan penguasaan wilayah hingga mancanegara memiliki tinggalan budaya yang beragam. Keragaman budaya
tersebut sangat terlihat di Situs Trowulan yang diperkirakan sebagai pusat Kerajaan Majapahit pada msaa lalu. Tinggalan yang dapat ditemukan di Situs Trowulan antara
lain candi, arca, keramik, terakota, kolam, struktur bangunan, mata uang, serta lainnya. Kemelimpahan tinggalan tersebut juga tersebar hampir seluruh wilayah Jawa
Timur yang kaya tentang tinggalan-tinggalan candi pada masa Majapahit. Kompleks Candi Panataran merupakan salah satu candi kerajaan yang telah
dibangun dan dihormati oleh kerajaan Kediri, Singasari, dan majapahit sehingga Candi Panataran memiliki kedudukan yang penting. Candi tersebut ternyata memiliki
keragaman motif hias dan cerita yang kemungkinan dapat dijadikan ide pembuatan desain batik. Memperhatikan kondisi ini maka perlu adanya identifikasi motif dan
desain yang pernah berkembang pada periode Majapahit khususnya di Kompleks Candi Panataran sehingga
nantinya dapat dimanfaatkan sebagai desain
pengembangan usaha batik yang bercorak khas Majapahit di Panataran Kabupaten Blitar.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pemanfaatan warisan budaya benda cagar budaya dapat dilihat berdasarkan nilai kegunaan use value yang lebih menekankan pada pemanfaatan benda cagar
budya sebagai objek penelitian arkeologi atau ilmu lain, sumber ilham karya seni, pendidikan, pembentukan citra, memperkuat jatidiri dan solidaritas komunitas, atau
ilham produksi kerajinan, dan sumber ekonomi kreatif Tanudirjo, 2011: 242-243.
iv
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan penelitian ini yaitu mengklasifikasi motif hias dan pola-pola yang berkembang periode Majapahit pada benda-benda arkeologi yang ditinggalkannya
khususnya di Kompleks Candi Pantaran sehingga dapat dikembangkan dalam desain batik.
Penelitian ini ingin memberikan kontribusi langsung terhadap masyarakat Indonesia dan pengangkatan citra Nusantara khususnya penghormatan kekayaan lokal
yang berkembang pada masa lalu dan merupakan hasil budaya leluhur Bangsa Indonesia.
BAB IV METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan yaitu pengumpulan data dan pengolahan data. Metode pengumpulan data meiputi observasi, wawancara dan studi pustaka,
sedangkan metode pengolahan datanya menggunakan analisis stilistik, tipologi, fungsional, dan simbolik.
Kedua metode tersebut digunakan secara bertahap untuk memecahkan permasalahan yang ada dalam penelitian ini.
BAB IV HASIL YANG DICAPAI
Merunut batik khas Blitar ternyata menemui banyak kendala yaitu sedikitnya pengusaha batik, tidak adanya individukelompok yang menyimpan, minimnya
penanaman filosofi batik dalam masyarakat sehingga masyarakat kurang memedulikan keberadaan batik Blitar serta Kabupaten Blitar mengembangkan pola-
pola batik yang berkarakter kekinian. Berdasarkan sejarahnya, batik Blitar tertua yang masih dapat dilihat yaitu
batik koleksi Musuem Laiden yang diperkirakan dibuat sekitar tahun 1902 yang memiliki desain yang berbeda dengan lainnya yaitu menggambarkan bentuk-bentuk
binatang tetapi distorsi ukurannya atau dapat dikatakan bentuknya distilir menjadi
v bentuk yang berbeda walaupun sebenarnya masih dapat menangkap pesan jenis
binatang yang disampaikan antara lain kuda terbang, alam, serta singa dengan wajah kupu-kupu. Kemungkinan batik tersebut memiliki maksud dan makna tertentu dalam
pembuatannya. Menelusuri tentang ragam hias yang terdapat di Kompleks Candi Panataran
antara lain dapat dibagi menjadi: a.
Motif Medalion Motif ini merupakan hiasan yang paling banyak terdapat di Kompleks
Candi Panataran selain relief yang bercerita tentang Ramayana. Medalion tersebut dapat diklasifikasi menjadi dua yaitu medalion sulur-suluran dan
medalion binatang. Terdapat 88 buah yang terdiri atas 80 medalion di Candi Induk dan 8 medalion di Candi Naga yang dibuat menembus
dinding. Terdapat 44 jenis binatang yang dipahatkan dan 24 binatang berhubungan dengan dewa-dewi atau cerita Tantri.
b. Motif Geometris
Motif ini yang paling banyak yaitu motif tumpal yang dalam pembahasan dipisahkan tersendiri, motif meander, untaian mutiara, jajaran genjang,
dan kawung yang dikenakan pada arca dwarapala Candi Induk. c.
Motif Flora Hiasan flora dapat dibagi berdasarkan bentuknya yaitu lung-lungan, sulur-
suluran, ukel-ukelan, padma, antefik, dan sulur-suluran serupa makhluk. d.
Motif Fauna Motif ini hampir sama dengan motif yang dipahatkan di medalion tetapi
motif ini lebih memiliki makna filosofis dan nilai nasehat terutama yang bersumber dari cerita Tantri Kamandaka atau Hikayat Kalila dan Damina.
Keduanya banyak dirujuk dalam cerita fabel di Nusantara. Walaupun demikian masih terdapat binatang yang tidak diketahui ceritanya misalnya
badak dan bunglon. e.
Motif Manusia serta arca penjaga di Candi Panataran.
vi Motif ini lebih menonjolkan pada bentuk-bentuk kala atau kedok yang
dijadikan penolak bala dan diletakkan paa ambang pintu candi ataupun ambang pintu semu pada miniatur candi. Berbagai bentuk kala dapat
dijumpai di Kompleks Candi Panataran ini selain motif manusia dalam cerita di relief dinding candi.
Berdasarkan pada penelusuran terhadap motifgayalanggam kesenian yang berkembang di Candi Panataran pada masa Majapahit maka dapat diketahui jika
hampir sebagian besar hiasan sangat terinspirasi pada cerita binatang atau fabel sehingga menghiasi hampir setiap bagian candi. Selain itu juga cerita tentang Panji
dan Ramayana juga menjadi cerita inspirasi bagi seniman Majapahit sebagai unsur lokal dan India yang terpahatkan pada relief-relif candi di Kompleks Candi
Panataran. Motif, pola, dan unsur-unsur yang terdapat dalam bangunan maupun fragmen
lepas tersebut kemudian didata kembali dan diolah sehingga dapat dikembangkan menjadi beberapa motif batik yang sangat indah.
BAB V PENUTUP