Dasar Dasar Elektronika

  komponen penyusunnya ditambah dengan rangkaian penghubungnya dimana disusun dengan cara-cara tertentu dan minimal memiliki satu lintasan tertutup. Lintasan tertutup (close loop) adalah suatu lintasan yang dimulai dari titik awal dan akan kembali lagi ke titik tersebut tanpa terputus dan tidak memandang seberapa jauh atau dekat lintasan yang kita tempuh.

  Elemen rangkaian listrik terbagi dua yaitu: Aktif dan Pasif. Elemen aktif adalah elemen yang menghasilkan energi (sumber tegangan dan sumber arus) sedangkan elemen pasif adalah elemen yang tidak dapat menghasilkan energi (R, L, C).

  R : menyerap energi (resistor, tahanan atau hambatan, satuannya Ohm : Ω) L: menyerap energi, dapat menyimpan energi dalam bentuk medan magnet (induktor, lilitan, belitan atau kumparan) C: menyerap energi, dapat menyimpan energi dalam bentuk medan listrik

  (kapasitor, kondensator) Dalam makalah ini akan dipelajari lebih lanjut mengenai dasar-dasar elektonika. Semoga dapat menambah pengetahuan dari pembaca maupun penulis. macam komponen elektronika yang dirangkai sedemikian rupa sehingga membentuk suatu sistem rangkaian elektronika yang terpadu.

  Dalam bidang elektronik, komponen elektronika dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :

  1. Komponen pasif dan,

  2. Komponen aktif

  1. Komponen Pasif Komponen pasif adalah komponen – komponen elektronika yang tidak menghasilkan energi listrik atau mengubah bentuk gelombang pada energi listrik seperti perubahan fasa / pembalikan fasa, penguatan dan lain – lain.

  Komponen elektronika yang termasuk dalam komponen pasif diantaranya adalah :

  1.1. Resistor atau tahanan / hambatan

  1.2. Kapasitor atau kondensator

  1.3. Induktor

  1.4. Saklar / switch

  1.5. Relay, dan lain-lain

  1.1. Resistor Resistor biasa juga disebut sebagai hambatan, tahanan, pelawan, werstand (Belanda) digunakan pada hampir semua rangkaian elektronika.

  Fungsi resistor dalam suatu rangkaian elektronika dapat saja berbeda misalnya sebagai penghambat arus listrik / memperkecil arus listrik atau sebagai pembagi tegangan dan lain – lain.

  Resistor dapat terbuat dari berbagai bahan antara lain dari batu (resistor batu), karbon (resistor karbon), keramik (resistor keramik) dan lain

  • lain.

  Resistor biasa disingkat dengan notasi huruf R. Satuan yang dipakai untuk menentukan besar kecilnya nilai suatu resistor adalah ohm yang disingkat dengan huruf Yunani Omega (Ω). Nama ohm diberikan atas penghargaan kepada yang menemukannya yaitu seorang bangsa Jerman yang bernama George Simon Ohm (1787 – 1854).

  Besar kecilnya nilai suatu resistor disebut resistansi. Untuk nilai resistor yang besar biasa dipakai KΩ atau MΩ, dimana :

  1 K Ω (Kilo ohm) = 1.000 ohm

  1 M Ω (Mega ohm) = 1.000.000 ohm Nilai resistansi dari resistor, ada yang dapat diatur dan ada yang tetap sehingga berdasarkan hai ini resistor dapa dikelompokkan menjadi :

  1.1.1. Resistor tetap (fixed resistor)

  1.1.2. Resistor variable (variable resistor)

  1.1.1. Resistor Tetap ( fixed resistor ) Resistor tetap (fixed resistor) adalah resistor yang nilai resistansinya tetap dan tidak dapat diubah – ubah.

  Simbol dari resistor tetap adalah : atau

Gambar 2.1 : Simbol resistor tetap

  Nilai resistansi resistor tetap biasanya dicantumkan pada badannya berupa angka atau biasa pula berupa kode warna. Adapun jenis – jenis warna yang dipakai beserta maknanya diperlihatkan pada tabel 1 di bawah :

  Warna Angka Tolenransi Hitam

  • Coklat

  1 ± 1 % Merah 2 ± 5 %

  3 - Orange (Jingga) Kuning

  • 4

  Hijau 5 ± 0,5 % Biru 6 - Ungu (violet) -

  7 Abu – abu

  8 - Putih 9 ± 10 % Emas

  ± 15% -

  • Perak

  ± 1 0% Tanpa Gelang ± 20% -

  Tabel 1 : Kode warna resistor beserta maknanya Sebagai contoh, suatu resistor dengan warna - warna yang diperlihatkan pada badannya seperti pada gambar 2.2.

  Gelang 1 : Hijau Gelang 2 : Biru Gelang 3 : Orange

  

Gelang 4

Gelang 1

  Gelang 4 : Perak

  Gelang 2 Gelang 3

Gambar 2.2 . Resistor dengan kode warna pada badannya

  Nilai resistansi resistor di atas adalah : Gelang ke-1, hijau = 5 (angka pertama) Gelang ke-2, biru = 6 (angka kedua) Gelang ke-3, orange = 3 (banyaknya angka nol Gelang ke-4, perak = ± 10 % (toleransi atau kelonggaran) Jadi nilai resistansinya = 56000 ± 10 % Ω atau 56 ± 10 % KΩ

  Dengan toleransi 10%, resistor tersebut masih baik bila bernilai : (56.000 – 5.600) s/d (56.000 + 5.600) = 50.400 Ω s/d 61.600 Ω Kerusakan resistor dapat berupa :

  a. Berubah harganya, (karena panas, umur dan sebagainya)

  b. Putus. Berarti nilai tahanannya menjadi sangat besar atau bahkan tak berhingga.

  c. Bocor atau terhubung singkat, berarti harga tahanannya menjadi sangat kecil atau bahkan nol. Nilai tahanan / resistansi yang diproduksi oleh pabrik dan dijual di pasaran sudah mempunyai nilai yang baku. Tabel 2 di bawah ini memperlihatkan tabel harga – harga resistansi standar untuk toleransi ±5 %.

  Ω Ω Ω KΩ KΩ KΩ MΩ MΩ 1,0 10 100 1,0 10 100 1,0

  10 1,1 11 110 1,1 11 110 1,1 1,2 12 120 1,2 12 120 1,2 1,3 13 130 1,3 13 130 1,3 1,5 15 150 1,5 15 150 1,5 1,6 16 160 1,6 16 160 1,6 1,8 18 180 1,8 18 180 1,8 2,0 20 200 2,0 20 200 2,0 2,2 22 220 2,2 22 220 2,2 2,4 24 240 2,4 24 240 2,4 2,7 27 270 2,7 27 270 2,7 3,0 30 300 3,0 30 300 3,0 3,3 33 330 3,3 33 330 3,3 3,6 36 360 3,6 36 360 3,6

  Ω Ω Ω KΩ KΩ KΩ MΩ MΩ 3,9 39 390 3,9 390 390 3,9 4,3 43 430 4,3 43 430 4,3 4,7 47 470 4,7 47 470 4,7 5,1 51 510 5,1 51 510 5,1

  5,6 56 560 5,6 56 560 5,6 6,2 62 620 6,2 62 620 6,2 6,8 68 680 6,8 68 680 6,8 7,5 75 750 7,5 75 750 7,5 8,2 82 820 8,2 82 820 8,2 9,1 91 910 9,1 91 910 9,1

  Selain memiliki nilai resistansi, resistor juga mempunyai rating daya (batas daya yang diperkenankan) yang harus diperhatikan dalam penggunaannya. Rating daya ini ada yang dicantumkan pada badan resistor dan ada yang tidak tercantum. Untuk resistor yang rating dayanya tidak dicantumkan, kita dapat mengetahui dari ukuran sisiknya. Semakin besar ukurannya maka rating dayanya semakin besar pula.

  1.1.2. Resistor Variabel (variable resistor) Resistor variabel atau resistor tidak tetap adalah resistor yang nilai resistansinya dapat diubah – ubah sesuai dengan keperluannya. Perubahan nilai resistor variabel dapat dilakukan dengan memutar atau menggeser pengaturnya.

  Perubahan nilai resistansi resistor variabel dapat dilakukan secara manual, ataupun melalui besaran – besaran fisika lain seperti cahaya, suhu, dan lain – lain.

  Untuk pengaturan secara manual dikenal dua jenis resistor, yaitu :

  a. Potensiometer

  b. Trimpot Simbol resistor variabel :

  a. Potensimeter atau

  b. Trimpot atau

Gambar 2.3. Simbol resistor variabe l a. Potensiometer.

  Simbol potensimeter diperlihatkan pada gambar 2.3.a di atas. Potensiometer pada umumnya terbuat dari bahan kawat atau carbon (arang). Potensiometer yang terbuat dari bahan kawat memiliki ukuran sisik dan daya yag besar dibanding dengan potensiometer yang terbuat dari material carbon.

  Pengaturan nilai resistansi potensiometer dapat bersifat logaritmis atau linier. Untik petensiometer logaritmis, pada badannya terdapat kode A sedangkan pada potensiometer linier terdapat kode B pada badannya. Yang dimaksud dengan potensiometer linier adalah porensiometer yang perubahan nilai tahananya sebanding dengan putaran pengaturannya, sedangkan potensiometer logaritmis adalah porensiometer yang perubahan nilali tahanannya berdasarkan perhitungan logaritma.

  Selain kode huruf A dan B, pada badan potensiometer juga terdapat nilai resistansi maksimal potensiometer. Sebagai contoh, pada badan suau potensiometer terdapat tulisan A dan 10K, hal ini berarti :  Pengaturan nilai resistansi potensiometer bersifat logaritmik dengan putaran pengaturannya.  Potensiometer tersebut dapat diatur untuk interval nilai resistansi 0 s/d 10 KΩ. Terdapat tiga jenis potensiometer yang sering dipakai dalam peralatan elektronika / peralatan listrik yaitu :  Potensiometer yang dilengkapi denagn saklar. Saklar pada potensiometer ini sering berfungsi sebagai saklar on – off, biasanya terdapat pada peralatan elektronika seperti radio portable atau pada peralatan listrik seperti AC (air conditioning).  Potensiometer yang tidak dilengkapi dengan saklar. Potensiometer jenis ini sering digunakan sebagai pengatur nada (tone control) pada amplifier seperti pengatur nada tinggi (treble), pengatur nada rendah (bass) dan lain – lain.

   Petensiometer ganda atau potensiometer stereo. Potensiometer ini terdiri dari dua buah potensiometer yang dihubungkan sedemikian rupa sehinga berada dalam satu poros. Potensiometer jenis ini biasanya digunakan dalam rangkaian – rangkaian stereo.

   Potensiometer geser. Pengaturan resistansi untuk ketiga jenis potensiometer di atas dilakukan dengan memutar pengatur yang terdapat pada potensiometer tersebut. Pada potensiometer geser, pengaturan nilai resistansi dilakukan dengan menggeser tangkai pengatur yang terdapat di atas badannya. Potensiometer geser sering digunakan dalam rangkaian equalizer untuk mengatur tinggi rendahya nada. Kerusakan yang sering terjadi pada potensiometer adalah :  Untuk potensiometer yang terbuat dari material kawat, kerusakan biasanya terjadi pada putusnya kawat yang melilit badan potensiometer.

   Untuk potensiometer yang terbuat dari material cabon (arang), biasanya terjadi keausan pada carbonnya sehingga nilai resistansinya tidak dapat diatur. Kerusakan biasa pula terjadi pada poros pengatur yang keras bila diputar. Hal ini disebabkan adanya kotoran pada bagian dalam potensiometer.

  b. Trimpot Trimpot atau trimmer potensiometerr adalah salah satu jenis resistor variabel yang nilai resistansinya dapat pula diatur seperti halnya potensiometer. Yang membedakan adalah :

  Penghantar/konduktor Penyekat/isolator

   Pada potensiometer pengaturan nilai resistansi dilakukan dengan memutar (menggunakan tangan) poros pengaturnya, sedangkan pada trimpot nilai resistansi diatur dengan memutar (menggunakan obeng trim) lubang pengaturnya.

   Bentuk fisik trimpot lebih kecil dibandingkan potensiometer.  Trimpot digunakan pada rangkaian dengan daya – daya kecil, sedangkan potensiometer utnuk daya – daya besar.

   Harga potensiometer lebih mahal disbanding trimpot.  Simbol trimpot diperlihatkan pada gambar 3.b . seperti halnya dengan potensiometer, trimpot juga diberi kode huruf A atau B pada badannya untuk menunjukkan jenis logaritmis atau linier.

  1.2. Kapasitor Kapasitor atau kondensator termasuk salah satu komponen pasif yang banyak dipakai dalam rangkaian elektronika. Suatu kondensator terdiri dari dua lempengan penghantar yang saling tersekat oleh bahan isolasi. Bahan isolasi diantara kedua lempengan penghantar tersebut disebut dielektrikum atau dielektrika.

  Terdapat beberapa jenis kondensator menurut bahan dielektrikumnya, bila dielektrikumnya dari bahan keramik maka disebut kondensator keramik begitupula bila dielektrikumnya dari bahan kertas maka disebut kondensator kertas, dan seterusnya.

  

Gbr. 2.4. Kondensator terdiri dari dua lempengan penghantar yang saling tersekat.

  Kondensator mempunyai sifat menyimpan muatan – muatan listrik. Kemampuan menyimpan berapa banyak muatan listrik ini disebut kapasitas kondensator atau kapasitansi. Satuan kapasitansi adalah Farad (F), kondensator biasa disingkat dengan notasi huruf C.

  Apabila padda lempengan – lempengan kondensator deeri tegangan 1 volt sehingga mampu menyimpan muatan listrik sebesar 1 coulomb maka kapasitansinya adalah 1 Farad. Dalam kenyataannya, satuan farad untuk kapasitansi kondensator sangat besar, untuk itu dipakailah satuan – satuan pecahannya, yaitu :

  • 6

  1 µF (Mikro farad) = 10

  F 1 nF (Nano farad) = 10

  • 9

  F 1 pF (Piko farad) = 10

  • 12

  F Harga kapasitansi suatu kondensator tertera pada badannya dengan angka – angka atau kode warna. Warna – warna yang dipakai sama seperti yang dipakai dalam kode warna resistor, hanya pada kondensator ada tambahan kode warna untuk menyatakan tegangan kerja maximum atau Working Voltage (WV).

  Pemberian kode warna pada kondensator dapat dilihat pada tabel 3 di bawah : Warna Angka Toleransi Tegangan Kerja

  Hitam ±20 % - Coklat 1 ±1 % 100 V Merah 2 ±2 % 250 V

  Orange 3 ±2,5 % - Kuning 4 ±5 % 400 V

  Hijau 5 - - Biru 6 - 630 V

  Ungu 7 - - Abu – abu 8 - -

  Putih 9 ±10 % - Berikut ini diberikan beberapa contoh cara membaca nilai kapasitansi dari beberapa jenis kondensator :  Pada sebuah kondensator polyester tercantum kode warna sebagai berikut

  : coklat, Hijau, Orange, Putih, Merah. Maka nilai kapasitansi kondensator tersebut adalah : Warna ke-1 : Coklat = 1 (angka pertama) Warna ke-2 : Hijau = 5 (angka kedua) Warna ke-3 : Orange = 3 (banyaknya angka nol) Warna ke-4 : Putih = ±10 % (toleransi) Warna ke-5 : Merah = 250 V (tegangan kerja) Jadi nilai kapasitansi kondensator tersebut adalah 15.000 pF atau 15 nF dengan toleransi ±10 % dan tegangan kerja maximum 250 Volt.  Pada sebuah kondensator keramik tertera tulisan angka 102, arti kode angka tersebut adalah : Angka pertama : 1 Angka kedua : 0 Angka ketiga : 2 (banyaknya angka nol) Jadi kepasitansi kondensator tersebut adalah 1000 pF atau 1 nF.

   Pada badan suatu kondensator keramik tertera tulisan 0,001, hal in berarti bahwa nilai kapasitansi kondensator tersebut adalah 0,001 µF atau 1 nF.

   Pada badan suatu kondensator elektrolit (elco) terdapat tulisan 47 µF, 16 V, hal ini berarti bahwa nilai kapasitansi kondensator tersebut adalah 47 µF dan tegangan kerja maximumnya 16 Volt.

  Sama halnya dengan resistor, pada kondensator juga terdapat jenis kondensator yang dapat diubah – ubah nilai kapasitansinya. Kondensator semacam ini disebut kondensator variabel atau variable condensator (Varco). Kondensator jenis ini biasa digunakan pada pesawat penerima radio untuk mengubah – ubah frekwensi penerima radio guna mencari frekwensi pemancar radio. Faktor - faktor yang menentukan nilai kapasitansi kondensator adalah :

  a. Luas lempengan / keeping penghantar

  b. Tebal dielektrika atau jarak antara lempengan penghantar

  c. Jenis dielektrika yang dipakai Dalam bentuk rumus :

  ε A C 

  , dimana :

  d

  C = Kapasitansi Kondensator ( F ) Ε = Konstanta dielektrika ( F/m )

  2 A = Luas lempengan penghantar ( m )

  D = Jarak antara lempengan penghantar ( m ) Nilai kapasitansi kondensator yang diproduksi oleh pabrik dan dijual di pasaran sudah mempunyai nilai yang baku / standart. Tabel 4 di bawah ini memperlihatkan nlai – nilai kapasitansi standart yang beredar di pasaran. pF µF µF µF µF 10 0,001 0,1

  10 1000

  • 12 0,0012 - - 13 0,0013
  • 15 0,0015 0,15

  15 - 18 0,0018

  • 20 0,002
  • 22 0,0022 0,22

  22 2200

  24

  27 - - - -

  30

  • 33 0,0033 0,33

  33 3300

  36 - - - -

  43

  (a) (c) (b) 47 0,0047 0,47 47 4700 51 - - - -

  56 - - - - 62 - - - - 68 0,0068 0,68 68 6800 75 - - - - 82 - - - - 100 0,01 1,0 100 10000

  110 - - - - 120 - - - - 130 - - - - 150 0,015 1,5 - -

  Simbol kapasitor diperlihatkan pada gambar 5 di bawah :

  1.2.2. Kondensator pada Rangkaian DC

  Gambar. 2.5. Simbol Kapasitor

  

a. Kapasitor Non Polar

  b. Kapasitor Bipolar (Elco)

  c. Variable Kapasitor (Varco)

  R S2 S1 R

C

E S

  Perhatikan gambar rankaian RC seri di bawah ini :  Pada saat saklar S ditutup, akan mengalir arus pada rangkaian . arus ini akan menuati kondensator sehingga disebut arus pemuatan. Arus pemuatan hanya mengalir sebentar, sehingga kondensator sudah termuati.

   Pada kejadian ini terlihat bahwa arus terlebih dahulu mengalir mengisi kondensator hingga penuh. Dengan kondensator yang sudah penuh oleh muatan listrik, tegangan pada kondensator menjadi maximum atau VC = E. Kejadian ini disebut arus mendahului tegangan atau tegangan tertinggal oleh arus.

   Setelah pemuatan kondensator, tidak ada lagi arus yang mengalir sehingga : I = 0, VR = 0, VC = ε Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa :  Kondensator menghambat jalannya arus listrik.  Kondensator memblokir tegangan searah.  Bagi arus searah, kondensator merupakan hambatan yang nilainya sangat tinggi.  Pada kapasitor, tegangan tertinggal oleh arus atau arus mendahului tegangan.

  Perhatikan gambar rangkaian di bawah ini :

  Gambar. 2.6. Rangkaian RC seri di hubungkan dengan sumber tegangan DC.

Gambar 2.7. RC paralel di hubungkan dengan sumber tegangan DC, E.

   Pada saat saklar S1 ditutup dan S2 terbuka, kondensator C dimuati oleh sumber tegangan ε. Hal ini berarti pada saat tersebut mengalir arus pemuatan dari sumber tegangan ε menuju kondensator C.

   Setelah kondensator C penuh oleh muatan listrik, arus pemuatan tidak mengalir lagi.

   Dalam kondisi kondensator penuh oleh muatan listrik, saklar S1 dibuka dan S2 ditutup, akan mengalir arus pada resistor R. arus ini berasal dari kondensator C yang membuang muatannya. Arus ini disebut arus buang muatan atau arus pembuangan. Pada kondisi ini, muatan listrik pada kondensator akan berangsur – angsur menipis hingga akhirnya habis.

   Dengan nilai R dan C yang sama, waktu yang dibutuhkan untuk pemuatan dan pembuangan muatan listrik adalah sama besar.

  1.2.2. Kondensator pada rangkaian AC Perhatikan gambar rangkaian di bawah ini :

  C

Gambar 2.8. Kondensator C di hubungkan dengan sumber tegangan AC.

   Mula – mula terminal atas sumber tegangan berpotensial positif (terminal bawah negatif), arus pemuatan akan mengalir. Pada kondisi ini, keeping atas kondensator bermuatan positif, koping bawah bermuatan negative.

   Pada kondisi berikutnya, terminal atas sumber tegangan berpotensial negative (terminal bawah positif). Dengan demikian keping atas kondensator bermuatan negative, keeping bwah positif. Arus pemuatan mengalir berlawanan arah dengan kondisi sebelumnya.

   Kedua kejadian di atas berlangsung terus menerus dan menimbulkan kesan, seakan – akan ada arus yang mengalir terus menerus. Kejadian sebenarnya adalah arus pemuatan yang berbolak –balik arah. Walaupun demikian kita katakana bahwa kondensator mgnalirkan arus bolak – balik.

   Perlu diperhatikan untuk tidak memasang kondensator elektrolit pada rangkaian yang hanya mengandung arus bolak –balik saja. Sebab akan ada saat – saat dimana terminal – terminal kondensator dikenai polaritas yang tidak benar. Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kondensator yang dihubungkan dengan tegangan bolak – balik akan mengalirkan arus. Besanya arus yang mengalir dapat dihitung menurut persamaan :

  tegangan pada kondensato r Arus  Reaktansi kapasitif kondensato r

  Reaktansi kapasitif kondensator merupakan hambatan kondensator bagi arus bolak – balik, diberi notasi Xc. Jadi rumus di atas dapat ditulis :

  Vc i  Xc

  Sedangkan besarnya Xc diperoleh dari persamaan :

  1 Xc  2  f C

  Dimana : Π = 3,14 F = Frekuensi ( Hz ) C = Kapasitansi ( F )

  • Bocor ( terhubung singkat )
  • Putus ( kondensator kering )

  atau

  Gbr. 2.9. Simbol Induktor

  Kerusakan yang sering terjadi pada kondensator :

  1.3. Kumparan / Induktor Induktor atau induktansi adalah suatu elemen pasif dari rangkaian listrik yang berupa kawat dari suatu kumparan yang dapat menyimpan energi listrik selama beberapa periode dan melepaskannya selama periode lainnya, sehingga daya rata – ratanya menjadi nol.

  Besarnya induktansi dinyatakan sebagai :

  i N L 

  

  Dimana : L = induktansi ( henry ) Φ = fluks magnet (weber ) N = jumlah lilitan i = arus pada induktor ( ampere ).

  Sama halnya dengan resistor, induktor dapat juga dihubung seri, paralel maupun seri – paralel. Besarnya induktansi total dalam suatu rangkaian dapat dihitung dengan metode yang sama dengan menghitung besarnya tahanan total.

  Simbol induktor diperlihatkatkan pada gambar 5 di bawah :

  2. Komponen Aktif Yang dimaksud dengan komponen aktif dalam bidang elektronika adalah komponen – komponen elektronika yang menghasilkan energi listrik atau dapat juga berupa komponen elektronika yang mengatur aliran listrik seperti perubahan bentuk gelombang, pembalikan fasa, penguatan, pengolahan data dll.

  Komponen elektronika yang termasuk komponen aktif diantaranya adalah :

  2.1. Dioda

  2.2. Transistor

  2.3. Thyristor

  2.4. Triac

  2.5. Diac

  2.6. Integrated circuit Sebagian besar komponen aktif dalam bidang elektronika terbuat dari bahan semikonduktor, yaitu silikon & germanium. Pada tulisan ini hanya akan diuraikan komponen aktif yang terbuat dari bahan semikonduktor tersebut.

  2.1. Dioda Dioda adalah sebuah kata majemuk yang berarti dua elektroda dimana “ di “ berarti dua dan “ oda “ berasal dari kata elektroda. Jadi dioda adalah komponen semikonduktor yang terdiri dari dua elektroda anoda dan katoda.

  Anoda bersifat positif ( kekurangan elektron ) sedangkan katoda bersifat negatif ( kelebihan elektron ).

  Simbol dioda diperlihatkan pada gambar 3.1 di bawah. :

  

K A

Gbr. 3.1. Simbol dioda, menyerupai anak panah yang menunjukkan bahwa arus hanya mengalir dari arah anoda ke katoda

  Pada umumnya, katoda diberi tanda berupa bintik / titik atau gelang. Untuk dioda dengan daya besar, katoda biasanya berulir. Dioda terbuat dari bahan semikonduktor silikon atau germanium.

  2.1.1. Pemberian Tegangan pada Dioda.

  a. Forward Bias.

Gambar 3.2. memperlihatkan suatu dioda yang dihubungkan pada sumber tegangan DC. Pada gambar tersebut, katoda dihubungkan dengan

  kutub negative sumber tegangan sedangkan anoda dihubungkan dengan kutub positif melalui hambatan R. Pada hubungan ini arus listrik akan mengalir melalui dioda dan hambatan R. Hubungan ini disebut Forwart bias atau panjar maju.

  Gbr. 3.2. Dioda diberi forward bias (panjar maju). Arus I mengalir dalam rangkaian, dioda ibarat saklar yang tertutup bila diberi forward bias.

  Pada gambar diatas, terdapat tegangan pada dioda ( Vd ) sebesar 0,6 s/d 0,7 volt untuk dioda silikon atau 0,2 s/d 0,3 volt untuk dioda germanium, tegangan ini disebut tegangan lutut atau tegangan offset. Sedangkan tegangan pada hambatan R ( VR ) sebesar VR = Vs – Vd. Dengan demikian, dapat diketahui besarnya arus listrik yang mengalir pada rangkaian yaitu :

  V R i  R

  b. Reverse Bias Selain pemberian tegangan dengan cara forward bias, dikenal pula pemberian tegangan dengan cara reverse bias ( panjar mundur ).

  Pemberian tegangan dengan cara ini dilakukan dengan menghubungkan anoda dengan kutub negatif sumber tegangan dengan katoda kutub positif, seperti diperlihatkan pada gambar 3.3. di bawah.

Gambar 3.4. memperlihatkan kurva dioda. Kurva semacam ini disertakan oleh pabrik bersamaan type dioda yang diproduksinya.

  Pada pemberian tegangan dengan cara reverse bias, hanya ada arus listrik yang sangat kecil mengalir pada rangkaian. Arus ini adalah arus bocoran, karena nilainya yang sangat kecil maka diabaikan saja dan dianggap tidak ada arus listrik yang mengalir. Karena tidak ada arus listrik yang mengalir pada rangkaian, maka :

  Gbr. 3.3. Dioda diberi reverse bias (panjar mundur). Tidak ada arus listrik yang mengalir pada rangkaian. Dioda ibarat saklar yang terbuka bila diberi reverse bias.

  • Tegangan pada hambatan R, VR = 0
  • Tegangan pada dioda D, VD = 0 2.1.2. Karakteristik Dioda.

  Gbr. 3.1. Kurva Dioda Dari gambar di atas terlihat bahwa :  Pada daerah forward ( dioda diberi forward bias ) arus listrik akan membesar secara drastis pada saat tegangan melampaui tegangan offset. Tegangan offset untuk dioda silikon sebesar 0,6 V s/d 0,7 V, sedangkan untuk dioda germanium sebesar 0,2 s/d 0,3 Volt. Untuk tulisan selanjutnya kita tetapkan tegangan offset untuk dioda silikon adalah 0,7 Volt sedangkan untuk dioda germanium sebesar 0,3 Volt.

   Pada daerah reverse ( dioda diberi forward bias ) arus listrik yang mengalir sangat kecil, arus ini disebut arus bocor. Bila tegangan dinaikkan terus hingga melampaui tegangan Breakdown ( BV ), maka arus listrik akan mengalir secara drastis. Pada keadaan ini dioda sudah mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut terjadi karena dioda diberi tegangan melampaui tegangan breakdownnya. Selain kurva dioda, pabrik pembuat juga mencantumkan nilai batas daya dioda atau arus maksimum yang dapat dilewati dioda.

  Sebagai contoh : dioda dengan type 1N914 mempunyai batas daya maksimum 250 mw ; pada dioda dengan type 1N4003 mempunyai arus forward dc maksimum 1A. Jadi dioda 1N914 akan rusak bila daya yang dikenakan padanya melebihi 250 mw, demikian pula pada dioda 1N4003 bila diberi arus melewati 1A akan merusak dioda tersebut.

  2.1.3. Tahanan Pembatas Arus Perhatikan gambar 3.5. dibawah, tahanan Rs pada gambar tersebut disebut tahanan pembatas arus yang berfungsi untuk membatasi arus listrik yang mengalir pada dioda. +V S Rs Gbr. 3.1. Tahanan Pembatas Arus dihubungkan seri dengan dioda

  Pemilihan nilai Rs didasarkan pada nilai batas arus forward maksimum dari dioda.

  2.1.4. Garis Beban Garis beban digunakan untuk mennentukan nilai arus dan tegangan yang bekerja pada dioda.

  Pada gambar 3.5. Vs adalah sumber tegangan de variable. Dengan memperhatikan gambar 3.5 , diperoleh arus yang mengalir pada rangkaian, sebesar :

  Vs D

  V iR

  Dengan Vs dan Rs di ketahui, terlihat bahwa persamaan diatas merupakan persamaan linier / persamaan garis lurus. Bila persamaan ini di gambar, akan diperoleh sebuah garis lurus. Garis lurus tersebut digambar pada kurva karakteristik dioda, sehingga antara garis lurus dengan kurva karakteristik dioda berpotongan. Titik potong ini disebut titik kerja atau titik operasi yang biasa diberi notasi Q.

  2.2. Transistor Nama transistor berasal dari kata transfer dan resistor. Sama halnya dengan komponen semikonduktor lainnya transistor juga dibuat dari bahan germanium dan silikon. Dalam bidang elektronika komponen transistor banyak sekali macam ragamnya, antara lain Transistor Efek Medan ( Field Effect Transistor, FET ), Uni Junction Transistor ( UJT ), Metal Oxide Semiconduktor Field Effect Transistor ( MOSFET ), Bipolar Junction Transistor ( BJT ), dan lain – lain. Pada tulisan ini hanya dibahas transistor yang paling umum digunakan dalam bidang elektronika yaitu Bipolar – Junction Transistor ( BJT ) atau disebut transistor sambungan – bipolar atau transistor pertemuan. Untuk tulisan selanjutnya bila terdapat kata transistor maka yang dimaksud adalah transistor pertemuan atau transistor bipolar.

  Dalam operasinya penggunaan transistor kebanyakan diterapkan sebagai penguat, saklar elektronik dan lain – lain. Transistor bipolar memiliki 3 buah terminal atau kaki, yaitu :

   Kaki emitor diberi notasi e

   Kaki basis diberi notasi b  Kaki kolektor diberi notasi k atau c

  2.2.1. Jenis Transistor Dalam bidang elektronika dikenal 2 macam jenis transistor, yaitu :

   Transistor PNP ( Positif Negatif Positif )  Transistor NPN ( Negatif Positif Negatif )

  Simbol transistor diperlihatkan pada gambar 3.7. di bawah :

  C C Gbr. 3.7. Lambang/symbol transistor :

  B B

  a. NPN

  b. PNP E E (a)

  (b)

  2.2.2. Membias Transistor Sebelum transistor dioperasikan untuk sesuatu fungsi , maka terlebih dahulu elektroda – elektrodanya harus diberi potensial panjaran ( dibias ).

  Cara memberi tegangan / potensial pada transistor diperlihatkan pada

gambar 3.8 di bawah :

  Gbr. 3.8. Cara membias transistor :

  c. Untuk transistor PNP

  d. Untuk transistor NPN

  Pada gambar di atas terlihat bahwa :

  Dioda basis – emitor diberi panjar maju  Dioda basis – kolektor diberi panjar terbalik . 

  Hal ini berarti : Pada transistor PNP :

  • Basis adalah negatif terhadap emitor atau basis lebih negatif dari emitor.

   Basis adalah positif terhadap koleketor atau basis lebih positif dari kolektor.

  Pada transistor NPN :   Basis adalah positif terhadap emitor atau basis lebih positif dari emitor.

   Basis adalah negatif terhadap koleketor atau basis lebih negatif dari kolektor. Bila elektroda – elektroda transistor sudah diberi panjaran menurut aturan di atas, maka akan mengalir arus listrik pada rangkaian dengan arah seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.9 di bawah :

  

Gbr. 3.9. Arah arus listrik saat transistor dibias

(diberi panjaran) : e. Untuk transistor PNP

  f. Untuk transistor NPN

  Dari gambar di atas terlihat bahwa : yaitu battery

  E

   Arus listrik sebagian besar dibangkitkan oleh battery V yang memberi panjaran maju kepada dioda basis – emitor.

   Sebagian besar arus listrik yang dibangkitkan oleh battery V

  C

  maka dapat dikatakan semakin besar V B semakin besar pula I C .

  B

  ditentukan oleh V

  B

  . Karena I

  C

  makin besar pula I

  B

  , makin besar I

  B

  ditentukan oleh kuat arus I

  , demikian pula kolektor lebih negatif terhadap basis ( Tegangan V CC lebih besar dari tegangan V B ).  Kuat arus I

  E mengalir ke kolektor ( Ic ) lalu kembali ke battery V E lewat battery V C .

  B

  Pada gambar di atas terlihat bahwa :  Jenis transistor adalah PNP maka basis harus lebih negatif terhadap emitor hal ini dipenuhi oleh battery V

  Selain pemberian panjaran transistor seperti yang diuraikan di atas, dapat pula dilakukan pemberian panjaran seperti pada gambar 3.10 di bawah :

   Dengan mengalirnya arus listrik pada rangkaian seperti yang diuraikan di atas maka dikatakan transistor menghantar.

  E .

  ≈ I

  C

  kecil sekali sehingga dianggap : I

  B

   Dalam kenyataannya arus I

   Sebagian lagi dari arus tersebut mengalir ke basis dan kembali ke battery V E .  Dengan menganggap transistor adalah suatu titik simpul pada gambar di atas dan dengan menggunakan hukum arus Kirchhoff di peroleh : I C = I E + I B .

  Gbr. 3.10. Cara lain pemberian panjaran kepada transistor Dari uraian tentang cara pemberian panjar ( pembiasan ) transistor di atas, maka dapat disimpulkan bahwa syarat yang harus dipenuhi untuk mengoperasikan transistor adalah :

   Dioda emitor harus di bias maju  Dioda kolektor harus di bias balik.

  2.2.3. Karakteristik Transistor Salah satu cara untuk membayangkan bagaimana sebuah transistor bekerja yaitu dengan membuat grafik yang menghubungkan arus dan tegangan transistor. Grafik ini biasanya sudah dikeluarkan oleh pabrik pembuat transistor yang dikenal sebagai kurva V – I transistor.

  Dibandingkan dengan kurva V – I dioda, kurva V – I transistor lebih rumit karena adanya pengaruh dari arus basis yang harus di masukkan dalam kurva.

Gambar 3.11 di bawah memperlihatkan rangkaian dasar untuk melihat / mempelajari karakteristik transistor dimana tegangan V diubah – ubah

  B untuk mengubah arus basis I B .

  Gbr. 3.11. Rangkaian dasar guna mempelajari karakterisitik transistor. Tegangan V B diubah- ubah untuk mengubah I B.

  Prinsip kerja rangkaian di atas :

  BE = 0, maka I B = , I C = 0. kondisi ini disebut

   Kalau tegangan V transistor menyumbat. Tegangan V BE dapat diatur dengan mengatur sumber tegangan V . Sumber tegangan V memberi panjaran maju

  B B kepada dioda basis emitor.

  Gbr. 3.12. Rangkaian dasar guna mempelajari karakterisitik transistor. Tegangan V B diubah-ubah untuk mengubah I B.

  I C .  Perbandingan antara arus kolektor I

  dibuat konstan dan tegangan V CC diubah- ubah . Kurva kolektor juga dikeluarkan oleh pabrik pembuat transistor bersamaan dengan transistor yang diproduksinya ( akan tetapi tidak semua transistor mempunyai kurva ini namun kita juga dapat membuat kurva tersebut dengan menggunakan rangkaian seperti pada gambar 3.12 berikut :

  B

  dengan tegangan kolektor – emitor dimana arus basis I

  C

  Kurva kolektor adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara arus kolektor I

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa transistor merupakan hambatan yang harganya tidak tetap melainkan dapat berubah - ubah. Semakin besar arus kolektor maka transistor dapat dianggap sebagai hambatan yang nilainya kecil, demikian sebaliknya ( sifat setengah penghantar ).

  disebut penguatan arus dc atau β dc atau h FE.  Dalam keadaan transistor menghantar pada gambar 3.11 berlaku persamaan : V CC = I C . R C + V CE .

  B

  dengan arus basis I

  C

  juga semakin besar demikian pula dengan arus kolektor I C . Jadi kenaikan I B menyebabkan kenaikan

  _

  B

  maka arus basis I

  BE

   Semakin besar V

  BE dinaikkan dengan mengatur V B maka akan mengalir arus I B dan arus kolektor I C . Kondisi ini disebut transistor menghantar.

   Kalau V

  I B

  I E

  I C

  • V CC R B
  • R C

  V B

  _

  I C

  sebesar 0,5 Volt atau interval tegangan tertentu. Jangan melampaui tegangan break down transistor.

  berubah, hingga pada suatu nilai tegangan V CE membuat arus kolektor I C melonjak

  C

  tidak membuat arus kolektor I

  CE

  Pertambahan tegangan V

  V CE = 0 dioda kolektor tidak terbias balik, arus yang mengalir pada kolektor sangat kecil sehingga dapat diabaian. Untuk V CE antara 0 s/d IV arus kolektor naik dengan cepat dan kemudian menjadi hampir konstan.

  Dengan melakukan percobaan di atas akan diperoleh kurva kolektor seperti pada gambar 3.13 berikut : Kurva tersebut di atas menjelaskan tentang kerja transistor . Jika

  

B

= 20 µA, 30 µA, & 50 µA.

  6. Ulangi langkah 1 s/d 5 untuk I

  5. Ambil data sebanyak 8 s/d 10 kali kemudian gambar hasilnya.

  CE

  V CE

  4. Lakukan langkah 3 untuk setiap kenaikan V

  3. Naikkan tegangan V CC hingga V CE = 0,5 Volt, ukur kembali arus I C .

  = 0 . kemudian ukur arus kolektor I C.

  CC

  hingga V

  CC

  2. Atur tegangan V

  1. Tetapkan nilai arus basis, misalnya 10 µA.

  Untuk membuat kurva kolektor, langkah kerja yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

  I CEO 1 mA 2 mA 3 mA

  

I

B = 0

  1

  2

  3

  Gbr. 3.13. Kurva kolektor untuk beberapa nilai arus basis. menjadi besar secara tiba – tiba. Nilai tegangan ini disebut tegangan breakdown. Bila suatu transistor sudah dikenai tegangan breakdownnya maka transistor tersebut sudah rusak.

  Pada gambar 3.13 juga terlihat bahwa tegangan breakdown menjadi lebih kecil pada arus basis yang besar. Bentuk kurva kolektor untuk semua type transistor adalah sama hanya nilai – nilainya yang berbeda seperti tegangan breakdown, Knee Voltage, arus kolektor dan lain – lain.

  b. Tegangan Saturasi Kolektor Pada dasarnya kurva kolektor dibagi menjadi 3 daerah yaitu : daerah saturasi, aktif & breakdown, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.14. di bawah :

  Gbr. 3.14. Pembagian daerah kurva

  Bagian awal dari kurva disebut daerah saturasi yang terletak pada titik pusat & knee dari kurva. Bagian yang datar dari kurva disebut daerah aktif. Pada daerah ini transistor akan beraplikasi jika diinginkan bekerja sebagai pengendali sumber arus. Bagian akhir dari kurva disebut daerah breakdown yang selalu dihindari dalam bekerjanya suatu transistor karena akan merusak transistor tersebut.

  Pada daerah saturasi, transistor bertingkah sebagai hambatan dengan nilai resistansi yang kecil. Tegangan kolektor – emitor ( VCE ) pada daerah adalah kecil hanya perpuluhan volt saja.

  • Transistor termasuk jenis transistor sinyal kecil karena P

  D

  = 120 mW. Nilai ini lebih kecil dari rating daya transistor, 300 mW.

  D

  Jika dalam suatu rangkaian digunakan transistor BC108, arus kolektor yang mengalir pada rangkaian sebesar 10 mA dan tegangan kolektor – emitor 12 Volt maka disipasi daya transistor : P

  C .

  . I

  

CE

  = V

  kurang dari ½ watt

  D

  Sebagai contoh, pada lembaran data transistor untuk transistor type BC108 tertulis : P D = 300 mw, I C = 100 mA. Hal ini berarti bahwa :

  D ) dari transistor.

  c. Rating transistor Transistor sinyal kecil dapat mendisipasi daya ½ watt atau lebih kecil, transistor daya ( transistor sinyal besar ) mendisipasi daya lebih besar dari ½ watt. Pada lembaran data transistor di cantumkan banyak parameter – parameter dari suatu type transistor tertentu, namun yang paling sering harus diperlihatkan adalah arus kolektor maximum ( IC ) dan disipasi daya maksimum ( P

  yang lebih besar dari V CE ( sat ).

  CE

  Agar transistor bekerja pada daerah aktif, dibutuhkan V CE lebih besar dari 1 Volt. Sebagai pedoman, pada lembar data transistor dituliskan V CE ( sat ) artinya tegangan kolektor – emitor maximal dalam keadaan saturasi. Jadi untuk membuat transistor bekerja di daerah aktif dibutuhkan V

  • Disipasi daya maximum transistor = 300 mw
  • Arus kolektor maximum = 100 mA
  • Disipasi daya transistor dalam suatu rangkaian dapat dihitung dengan persamaan : P

  2.2.4. Garis Beban DC Transistor Garis beban dapat digambarkan pada kurva kolektor untuk memberikan pandangan tentang bagaimana transistor bekerja dan pada daerah mana transistor bekerja.

  • Tegangan pada hambatan R C ( V RC ) :
    • V

  • Arus pada hambatan R C ( I C ) :

  CC

  Titik – titik tersebut digambar pada kurva kolektor dan dihubungkan sehingga diperoleh suatu garis yang memotong kurva kolektor, seperti diperlihatkan pada gambar 3.16 berikut :

  Maka :  Dengan V CE = 0, maka I C = 2 mA diperoleh titik ( 0,2 ).

  = 20 volt R B = 47 kΩ R C = 10 kΩ

  CC

  V BB = 10 volt V

  ( ini adalah persamaan garis beban dc) Sebagai contoh, jika nilai – nilai hambatan dan tegangan pada gambar 3.15 diketahui :

  CE

  V RC = V

  Perhatikan gambar 3.15 berikut :

  V I  

  1 2 CE c

  I  

  V V

  R

  C CE CC c

  Gbr. 3.15. Contoh rangkaian untuk menggambar garis beban dc Gbr. 3.16. Garis beban dc

  • Dengan I C = 0, maka V CE = 20 volt diperoleh titik ( 20,0 ).
  • – 0. pada kondisi ini V

  C CC sat C

  saturasi ( I

  Jika transistor beroperasi pada tititk saturasi ( disebut transistor dalam keadaan saturasi atau jenuh ), transistor tersebut ibarat sebuah saklar yang tertutup dari kolektor ke emitor. Jika transistor beroperasi pada titik sumbat ( disebut transistor menyumbat ), transistor ibarat sebuah saklar yang terbuka pada kolektor – emitor.

  2.2.5. Transistor sebagai Saklar Transistor yang bekerja sebagai saklar berarti mengoperasikan transistor pada titik saturasi dan titik sumbat, dan tidak ditempat – tempat sepanjang garis beban.

  CE diketahui, dititik inilah transistor beroperasi.

  dan V

  C

  maka nilai I

  CE

  dan V

  C

  Titik Q pada gambar 3.16 disebut titik operasi, dimana dengan menarik garis dari titik Q ke sumbu I

  ). Pada kondisi ini arus kolektor I C berada pada kondisi maximum, disebut I C (sat) dan nilainya :

  B(sat)

  B

  R

  yang dipotong disebut I

  B

  terbesar disebut titik saturasi, nilai I

  B

  Titik dimana garis beban memotong nilai I

  CC , V CE ≈ V CC.

  dianggap sama dengan V

  CE

  C

  sangat kecil dan seringkali diabaikan sehingga titik sumbat juga dapat berada pada I

  C

  Titik dimana garis beban memotong I B = 0 disebut titik sumbat, pada titik ini I

  V I  ) (

Gambar 3.17 berikut memperlihatkan ilustrasi transistor yang bekerja sebagai saklar . Gbr. 3.17. Illustrasi transistor yang bekerja sebagai saklar.

  a. Transistor menyumbat ibarat saklar yang sedang membuka.

  b. Transistor saturasi ibarat saklar yang menutup.

  Pada gambar 3.17 di atas : Transistor menyumbat maka : 

  I C = 0

   V CE = V CC

   V = 0

  RC

   Transistor saturasi maka :  I = maximum

   C

  V CE = 0

   V = V  RC CC.

Gambar 3.18. berikut memperlihatkan suatu rangkaian transistor yang bekerja sebagai saklar (switching transistor).

  Gbr. 3.18. Transistor yang bekerja sebagai saklar mengontrol/mengendalikan LED

  Pada gambar 3.18. tegangan input (biasa juga disebut sinyal input) berupa tegangan step yang diumpankan ke basis transistor . Jika tegangan input nol, transistor tersumbat. Pada kondisi ini transistor ibarat saklar yang membuka sehingga tidak ada arus listrik yang mengalir pada kolektor (I = 0), LED padam.

  C Jika tegangan input berubah menjadi 5 volt, maka besarnya arus basis yang mengalir (I B ) :

  5   ,

  7 I   B 1 , 43 mA 1