BAB III SISTEM PIDANA MINIMUM KHUSUS DALAM
PERUNDANG-UNDANGAN DI LUAR KUHP DAN DI DALAM RANCANGAN KUHP INDONESIA
A. Pidana Minimum Khusus dalam Perundang- undangan di luar KUHP .......................................
51 B. Pidana Minimum Khusus dalam Rancangan KUHP
Nasional di Masa Mendatang ............................... 56
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................... 67
B. Saran ...................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 70
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas
hukum rechtsstaat, maka kedudukan hukum harus ditempatkan di atas segala- galanya. Setiap perbuatan harus sesuai dengan aturan hukum tanpa kecuali.Usaha
pembaharuan hukum pidana sampai saat ini terus dilakukan, dengan satu tujuan utama yakni menciptakan suatu kodifikasi hukum pidana nasional untuk
menggantikan kodifikasi hukum pidana yang merupakan warisan kolonial. Dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia, terlebih dahulu haruslah diketahui
permasalahan pokok dalam hukum pidana. Masalah tersebut adalah adanya ketidakpuasan dari masyarakat maupun pelaku kejahatan terpidana terhadap
penjatuhan jenis pidana strafsoor yang dikehendaki dan penentuan berat ringannya pidana yang dijatuhkan strafmaat.
Untuk mengantisipasi
perkembangan masyarakat dalam kaitannya dengan perubahan kejahatan, maka dapat dilakukan usaha perencanaan pembuatan hukum pidana yang menampung
segala dinamika masyarakat, hal ini merupakan masalah kebijakan yaitu mengenai pemilihan sarana dalam mengatur kehidupan bermasyarakat.
Dalam kehidupan sosial masyarakat, pemberian pidana dirasa tidak seimbang dengan beratnya kejahatan yang dilakukan karena tidak adanya
perangkat peraturan yang mengatur secara jelas mengenai beratnya hukuman pidana yang diberikan oleh penegak hukum. Maka dari itu, ketentuan mengenai
pidana minimum dirasa perlu untuk dicantumkan dalam Rancangan KUHP, agar tidak terjadi disparatis pidana dan juga meningkatkan prevensi general terhadap
delik-delik tertentu yang dianggap sangat serius bagi kehidupan masyarakat dengan sedapat mungkin menghindari penjatuhan pidana penjara jangka pendek
yang dapat memberikan efek negatif terhadap pelaku tindak pidana.
Pembahasan dalam tulisan ini bertitik tolak pada pembahasan mengenai keberadaan pidana minimum khusus yang ada dalam rancangan KUHP ataupun
yang berada diluar KUHP. Keberadaan pidana minimum khusus di dalam rancangan KUHP sudah mulai dicantumkan dalam beberapa pasal, sedangkan
pengaturan mengenai pidana minimum khusus dalam perundang-undangan di luar KUHP, tidak mencakup secara keseluruhan undang-undang yang ada.
Pencantuman pidana khusus ini pun tidak disertai dengan aturan pemidanaannya. Tidak adanya aturan pemidanaan ini dalam prakteknya menyulitkan hakim jika
ada kondisi-kondisi yang meringankan terdakwa. Dengan demikian untuk mengatasi hal tersebut, setiap peraturan perundang-undangan yang mencantumkan
pidana minimum harus disertai dengan aturan pemidanaannya. Aturan ini dapat berupa pengecualian yang berisi tentang peringanan dan pemberatan terhadap
pidana minimum khusus ini.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas
hukum rechtsstaat, maka kedudukan hukum harus ditempatkan di atas segala- galanya. Setiap perbuatan harus sesuai dengan aturan hukum tanpa kecuali.Usaha
pembaharuan hukum pidana sampai saat ini terus dilakukan, dengan satu tujuan utama yakni menciptakan suatu kodifikasi hukum pidana nasional untuk
menggantikan kodifikasi hukum pidana yang merupakan warisan kolonial. Dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia, terlebih dahulu haruslah diketahui
permasalahan pokok dalam hukum pidana. Masalah tersebut adalah adanya ketidakpuasan dari masyarakat maupun pelaku kejahatan terpidana terhadap
penjatuhan jenis pidana strafsoor yang dikehendaki dan penentuan berat ringannya pidana yang dijatuhkan strafmaat.
Untuk mengantisipasi
perkembangan masyarakat dalam kaitannya dengan perubahan kejahatan, maka dapat dilakukan usaha perencanaan pembuatan hukum pidana yang menampung
segala dinamika masyarakat, hal ini merupakan masalah kebijakan yaitu mengenai pemilihan sarana dalam mengatur kehidupan bermasyarakat.
Dalam kehidupan sosial masyarakat, pemberian pidana dirasa tidak seimbang dengan beratnya kejahatan yang dilakukan karena tidak adanya
perangkat peraturan yang mengatur secara jelas mengenai beratnya hukuman pidana yang diberikan oleh penegak hukum. Maka dari itu, ketentuan mengenai
pidana minimum dirasa perlu untuk dicantumkan dalam Rancangan KUHP, agar tidak terjadi disparatis pidana dan juga meningkatkan prevensi general terhadap
delik-delik tertentu yang dianggap sangat serius bagi kehidupan masyarakat dengan sedapat mungkin menghindari penjatuhan pidana penjara jangka pendek
yang dapat memberikan efek negatif terhadap pelaku tindak pidana.
Pembahasan dalam tulisan ini bertitik tolak pada pembahasan mengenai keberadaan pidana minimum khusus yang ada dalam rancangan KUHP ataupun
yang berada diluar KUHP. Keberadaan pidana minimum khusus di dalam rancangan KUHP sudah mulai dicantumkan dalam beberapa pasal, sedangkan
pengaturan mengenai pidana minimum khusus dalam perundang-undangan di luar KUHP, tidak mencakup secara keseluruhan undang-undang yang ada.
Pencantuman pidana khusus ini pun tidak disertai dengan aturan pemidanaannya. Tidak adanya aturan pemidanaan ini dalam prakteknya menyulitkan hakim jika
ada kondisi-kondisi yang meringankan terdakwa. Dengan demikian untuk mengatasi hal tersebut, setiap peraturan perundang-undangan yang mencantumkan
pidana minimum harus disertai dengan aturan pemidanaannya. Aturan ini dapat berupa pengecualian yang berisi tentang peringanan dan pemberatan terhadap
pidana minimum khusus ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN