Masyarakat Desa Pelemkerep Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara selama ini dikenal sebagai masyarakat yang religius dan fanatik dalam beragama
serta warga negara yang baik ternyata bersedia melakukan kawin kontrak. Padahal kawin kontrak sangat bertentangan dengan hukum agama Islam,
Undang-Undang Perkawinan, dan dianggap buruk oleh masyarakat secara umum. Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengambil skripsi dengan judul
“STUDI KASUS KAWIN KONTRAK DI DESA PELEMKEREP KECAMATAN MAYONG KABUPATEN JEPARA”.
B. IDENTIFIKASI DAN PEMBATASAN MASALAH
1. Identifikasi Masalah
Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan hukum
antara seorang laki-laki dengan seorang wanita. Perkawinan adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh dua orang, dalam hal ini perjanjian antara
seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan material, yakni membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal tersebut
haruslah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai asas pertama dalam Pancasila K. Wantijk Saleh dalam Soimin, 2002:6.
Perkawinan merupakan suatu kegiatan yang pokok dan utama untuk mengatur kehidupan rumah tangga, selanjutnya diharapkan adanya
keturunan yang merupakan susunan masyarakat kecil dan nantinya akan menjadi anggota masyarakat yang luas. Perkawinan bertujuan untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Di Indonesia perkawinan adalah sah apabila dilakukan sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. UU No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan dan hukum islam memandang bahwa perkawinan itu tidak hanya dilihat dari aspek formalnya semata-mata, tetapi juga dilihat dari aspek
agama dan sosial. Aspek agama menetapkan tentang keabsahan perkawinan sedangkan aspek formal adalah menyangkut aspek administratif, yaitu
pencatatan di KUA atau catatan sipil. Dalam perkembangan masyarakat sekarang ini munculah istilah
kawin kontrak. Terkenal dengan istilah kawin kontrak, karena perkawinan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu, dan adanya imbalan materi bagi
salah satu pihak, serta ketentuan-ketentuan lain, yang diatur dalam suatu kontrak atau kesepakatan tertentu, jadi dalam kawin kontrak yang menonjol
hanyalah keuntungan dan nilai ekonomi dari adanya perkawinan tersebut. Adanya kontrak atau kesepakatan tersebut yang menyebabkan kawin kontrak
berbeda dengan perkawinan pada umumnya, sehingga kawin kontrak dianggap menyimpang dari tujuan perkawinan yang mulia.
Pelaksanaan perkawinan yang didasarkan pada kontrak tentu saja bertentangan dengan UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Untuk
membangun sebuah perkawinan harus didasari adanya kasih sayang diantara keduanya, dan adanya niat tulus untuk membangun rumah tangga yang
sakinah, mawaddah, rahmah dan kekal selama-lamanya. Walaupun dalam
kawin kontrak juga didasari adanya rasa kasih sayang, tetapi tidak ada niat yang tulus untuk membangun perkawinan yang mulia, dan tidak bertujuan
untuk membangun rumah tangga yang kekal dan selama-lamanya tetapi hanya bersifat sementara. Perbedaan-perbedaan tersebut yang menyebabkan
kawin kontrak disebut sebagai perkawinan yang terlarang, karena kawin kontrak sangat bertentangan dengan tujuan perkawinan yang sangat mulia.
Dalam hukum islam kawin kontrak atau dalam istilah lain disebut nikah mut’ah tidak diperbolehkan karena melanggar aturan agama, karena
sifatnya yang dibatasi. Kawin kontrak bertujuan hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis saja, sedang dalam islam perkawinan tidak hanya untuk
kebutuhan dunia saja, tetapi juga untuk akhirat. Fenomena kawin kontrak ini semakin lama semakin banyak,
walaupun pelaksanaannya sangat bertentangan dengan UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan hukum agama islam. Setiap orang yang menjadi
bagian di dalamnya pastinya memiliki latar belakang yang berbeda-beda dan juga memiliki pandangan yang berbeda terhadap permasalahan kawin
kontrak tersebut.
2. Pembatasan Masalah