BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanasan global saat ini menjadi isu lingkungan internasional karena mengancam kehidupan bumi. Houghton et al. 2001 melaporkan bahwa rata-rata
suhu udara global telah meningkat 0,6°C sejak 1860 sampai dengan abad 20. World Conservation CongressWCC yang diselenggarakan oleh International
Union for Conservation of Nature and Natural ResourcesIUCN mencanangkan abad 21 sebagai abad konservasi dengan meluncurkan program Millennium
Development GoalsMDGs. Salah satu program MDGs adalah mengurangi emisi untuk menghindari perubahan iklim yang berbahaya McNeely Mainka, 2009.
Fenomena alam akibat dampak pemanasan global sudah dapat dirasakan, seperti, mencairnya es di kutub, naiknya permukaan air laut, meningkatnya
intensitas fenomena cuaca yang ekstrem, mempengaruhi reproduksi tanaman, hilangya gletser, punahnya berbagai jenis hewan, kekurangan air tawar,
pemutihan terumbu karang, penyebaran penyakit di daerah tropis, peningkatan insiden malaria, dan penyebaran penyakit menular McNeely Mainka, 2009;
Liu et al., 2012; Hansen et al., 2006; Brown, 1995; Nabi Qader, 2009; Kurane,
1
2010. Pemanasan global dianggap sebagai ancaman yang menakutkan bagi manusia abad 21 pada milenium ke-3 ini.
Setiap orang bertanggung jawab bersikap dan bertindak untuk mengurangi dampak pemanasan global, dengan menerapkan tindakan-tindakan yang
bernuansa konservasi seperti, 1 merawat tanaman, 2 menghemat kertas, 3 menghemat air, 4 mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, 5 menanam
pohon, 6 hemat listrik, dan 7 penggunaan benda yang bisa dipakai ulang. Sikap
dan tindakan nyata ini, bila dilakukan secara bersama dan penuh kesadaran, dapat
mengurangi dampak pemanasan global. Sekolah memegang peran penting dalam penumbuhan kesadaran atau semangat konservasi ini.
Penanaman tindakan konservasi dapat dilakukan melalui pendidikan konservasi. Pendidikan konservasi diharapkan mampu mengubah perilaku siswa
dan mendorong keinginan untuk melestarikan dan mengelola alam secara berkelanjutan. Penanaman nilai-nilai konservasi berpengaruh terhadap karakter
peduli lingkungan, keinginan melestarikan keanekaragaman hayati, dan mengurangi kebutuhan air Wakhidah, 2014; Caro et al., 2003; Kwarteng et al.,
2009; Roccaro et al., 2011. Hasil penelitian tersebut menegaskan bahwa terdapat hubungan antara kesadaran lingkungan dengan perilaku nyata melindungi
lingkungan.
Pelaksanaan pendidikan konservasi di sekolah membutuhkan bahan ajar yang sesuai. Pengembangan bahan ajar dapat dilakukan jika terdapat isu yang
tidak tersedia dalam bahan ajar pokok Groves, 2004:9. Pengembangan bahan ajar dalam bentuk tertulis atau tidak tertulis, baik berupa teaching materials dan
atau learning materials yang bersifat sebagai bahan ajar pokok atau suplementer merupakan tuntutan bagi guru Chanda et al, I998:1 dan Depdiknas, 2008a:8.
Bahan ajar konvensional yang sudah ada, belum memuat wawasan konservasi, sehingga diperlukan suplemen bahan ajar berwawasan konservasi
untuk melengkapinya. Berdasarkan hasil survei terhadap 8 bahan ajar konvensional, 100 telah memuat penyebab pemanasan global, 100 telah
memuat dampak pemanasan global, 37,5 telah memuat cara mengatasi dampak pemanasan global, dan belum ada yang memuat tindakan konservasi yang dapat
dilakukan oleh setiap individu untuk mengurangi dampak pemanasan global. Buku-buku ajar tersebut secara eksplisit belum mendorong kesadaran dan
perilaku nyata melindungi lingkungan. Buku umumnya cenderung menekankan pengetahuan tentang lingkungan education about tetapi kurang pada aksi nyata
education for. Penggunaan bahan ajar berwawasan konservasi dapat menginspirasi orang untuk mempelajari lingkungan dan mengambil tindakan bijak
dan berpengaruh terhadap tingkat kognitif dan sikap siswa Dimopoulos et al., 2009.
Bahan ajar dikembangkan karena pengetahuan siswa dan guru tentang konservasi belum lengkap. Berdasarkan hasil survei, 23,53 siswa memahami
konservasi sebagai tindakan pelestarian lingkungan hidup melalui kegiatan menjaga lingkungan, menjaga hutan, melestarikan tumbuhan dan alam sekitar,
dan reboisasi. Hasil survei terhadap guru-guru menunjukkan, 75 guru memahami konservasi sebagai tindakan pelestarian dan perlindungan terhadap
alamekosistem melalui kegiatan reboisasi, penggemburan tanah, pelestarian hutan, pelestarian laut, dilarang berburu hewan yang dilindungi, dilarang
melakukan penebangan hutan secara liar, hewan langka dilindungi dalam suaka margasatwa, penggunaan bahan bakar ramah lingkungan, dan pelestarian hutan
mangrove. Pemahaman siswa dan guru tentang konservasi baru mencakup 2 dua dari 3 tiga macam tindakan konservasi, yaitu perlindungan sistem penyangga
kehidupan dan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, sedangkan tindakan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya belum dipahami guru. Hasil survei yang dilakukan senada dengan hasil penelitian Leksono et al. 2013 yang menyimpulkan 76
guru memaknai konservasi sebagai tindakan perlindungan saja. Pengetahuan tentang konservasi yang belum lengkap menyebabkan 100
guru dan 82,35 siswa mendukung pengembangan bahan ajar berwawasan konservasi. Alasan guru mendukung pengembangan bahan ajar berwawasan
konservasi adalah 1 mengembangkan kurikulum, 2 bahan pembelajaran perlindungan alam, 3 bekal siswa dalam melangsungkan kehidupannya, 4
generasi mudapelajar memiliki pengetahuan dan budaya menciptakan wawasan konservasi, 5 menambah wawasan, 6 mengetahui cara mengatasi pemanasan
global, 7 bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, 8 menambah ilmu dan menyelamatkan dunia dan 9 mengetahui tentang konservasi. Alasan siswa
mendukung pengembangan bahan ajar yang berwawasan konservasi adalah 1 mempermudah belajar, 2 menambah wawasan tentang lingkungan, 3
mengetahui tentang konservasi dan 4 memperoleh ilmu lebih. Alasan-alasan tersebut muncul karena guru dan siswa tidak memperoleh wawasan konservasi
pada bahan ajar konvensional. Hasil survei yang dilakukan selaras dengan hasil penelitian Summers et al. 2001 dan Leksono et al 2013 yang menyimpulkan
bahwa, bahan ajar berwawasan konservasi dubutuhkan oleh guru dan siswa untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan pendidikan lingkungan.
Pendidikan konservasi mencakup ranah pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mengelola sumber daya alam dan manusia Kassas et al.,
1980 dan Domroese Sterling, 1999. Kelas sebagai miniatur masyarakat yang berisi siswa, harus diperkenalkan dengan pengetahuan konservasi, supaya di masa
depan timbul minat dan semangat untuk melestarikan dan melindungi lingkungan. Konservasi sangat berhubungan dengan dunia pendidikan sebagai upaya untuk
memberikan dan menyampaikan pemahaman, pesan, dan informasi. Pemahaman dan pengetahuan seseorang mempengaruhi keputusan atau sikap dalam
melakukan suatu kegiatan. Pembelajaran berwawasan konservasi perlu dilaksanakan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran siswa agar turut
berperan serta dalam upaya konservasi. Melalui bahan ajar berwawasan konservasi, efektivitas dan efisiensi untuk mencetak generasi muda sadar
lingkungan dapat dicapai. Pelaksanaan pendidikan konservasi diharapkan membawa perubahan terhadap tingkah laku, sikap, dan cara berfikir ke arah yang
lebih positif mengenai lingkungan. SMP Negeri 2 Subah mempunyai visi dan misi yang mendukung program
konservasi, yaitu “Meraih Prestasi Tinggi dan Berbudi Pekerti Mulia” yang disingkat dengan akronim MERPATI BELIA. Salah satu progam yang telah
dijalankan adalah penghijauan lingkungan sekolah. Program konservasi yang telah berjalan perlu ditingkatkan baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar
lingkungan sekolah. Berdasarkan hasil survei awal, kesadaran lingkungan siswa perlu ditingkatkan karena rata-rata nilai kesadaran lingkungan siswa adalah 48,80
dengan jumlah kategori baik dan sangat baik 32. Berdasarkan hasil observasi, diantara indikator kesadaran lingkungan, merawat tanaman mendapat nilai paling
rendah, padahal fungsi tanaman sangat penting yaitu untuk menyerap polutan penyebab efek rumah kaca.
Sejalan dengan pelaksanaan tindakan ramah lingkungan di atas, kemampuan kognitif siswa juga perlu ditingkatkan, karena pendidikan konservasi dapat
berjalan dengan baik apabila siswa juga mempunyai kemampuan kognitif yang baik. Hasil Ulangan Harian Konversi Suhu, rata-rata nilai siswa adalah 54, dengan
KKM 70 baru 56 siswa tuntas belajar. Hasil survei diketahui nilai aktivitas siswa terhadap bahan ajar rata-rata 41,78, dengan jumlah kriteria baik dan sangat
baik 16. Hasil belajar dan aktivitas belajar yang belum optimal disebabkan karena bahan ajar yang kurang baik.
1.2 Identifikasi Masalah