Analisis Perbandingan Harga Pembelian Dan Kelangkaan Pupuk Bersubsidi Di Kabupaten Karo
ANALISIS PERBEDAAN HARGA PEMBELIAN DAN
KELANGKAAN PUPUK BERSUBSIDI
DI KABUPATEN KARO
SKRIPSI
OLEH :
RIKKI ANDRI YANTO.S 060309012
SEP-PKP
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
ANALISIS PERBEDAAN HARGA PEMBELIAN DAN
KELANGKAAN PUPUK BERSUBSIDI
DI KABUPATEN KARO
SKRIPSI
OLEH :
RIKKI ANDRI YANTO.S 060309012
SEP-PKP
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Ir.Luhut Sihombing,MP)
NIP:196510081992031001 NIP:196509261993031002 (Ir.Sinar Indra Kesuma, M.Si)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
ABSTRAK
RIKKI ANDRI YANTO.S (060309012/ Penyuluhan & Komunikasi Pertanian) dengan judul skripsi ANALISIS PERBANDINGAN HARGA
PEMBELIAN DAN KELANGKAAN PUPUK BERSUBSIDI DI
KABUPATEN KARO Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2012 sampai bulan Desember 2012 dan dibimbing oleh Bapak Ir.Luhut Sihombing.MP dan
BapakIr.Sinar Indra Kesuma.M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan menjelaskan perbandingan harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pengecer dan membandingkan dengan Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan pemerintah, dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kenaikan harga pupuk bersubsidi daerah penelitian dan mengetahui faktor-faktor penyebab kelangkaan pupuk bersubsidi di Kabupaten Karo.
Metode penentuan daerah secara purposive, yaitu secara sengaja berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu, Sampel dalam penelitian ini adalah pedagang pengecer. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Metode Simple Random Sampling yaitu melakukan pengambilan sampel secara acak. Sampel pedagang pengecer dipilih secara langsung sebanyak 30 orang. Sampel pedagang pengecer yang diambil adalah 6 orang yang pilih secara random dari kelima kecamatan yaitu Kecamatan Tiga Panah,Kecamatan Barus jahe,Kecamatan Kabanjahe,Kecamatan Munte yang diteliti., metode pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder, metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan uji Beda rata-rata dengan tingkat signifikansi α0,05 untuk melihat
faktor-faktor yang memiliki perbedaan nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Terdapat perbedaan harga jual pupuk bersubsidi di tingkat antar pedagang pengecer, Harga jual pupuk bersubsidi di tingkat antar pedagang pengecer) berada di atas HET dengan kenaikan berkisar antara 12, % hingga 36 %; 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan harga dalam pemasaran pupuk: Pada pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer adalah biaya transportasi, biaya sewa gudang, biaya plastik dan goni, biaya pajak SIUD, penyusutan timbangan3), Faktor-faktor yang mempengaruhi kelangkaan pupuk bersubsidi di Kabupaten Karo Pengecer: Masalah RDKK : pupuk yang sudah disalurkan oleh distributor tidak ditebus oleh petani, Adanya permintaan pupuk dari petani namun tidak melalui mekanisme (RDKK), Kesulitan penjualan untuk pupuk kemasan/bocor (5-10 karung dalam 1 truk) selama proses pengangkutan, Kendala penjadwalan alokasi kepada Kelompok Tani ,pupuk yang diperoleh dari distributor.Kelompok Tani: Kekurangan jumlah pupuk UREA karena musim tanam tiba Prosedur RDKK yang tidak sesuai,Prosedur realokasi masih sangat kurang baik. Petani:Kendala kemampuan finansial dalam pembelian pupuk,Penyaluran pupuk masih belum tepat sasaran (belum sesuai RDKK).
Kata Kunci: Perbandingan Harga, Pupuk, Faktor yang Memiliki Perbedaan Nyata
i
(4)
RIWAYAT HIDUP
RIKKI ANDRI YANTO, lahir di Medan pada tanggal 23 Mei 1987 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, anak dari Bapak H.Simanjuntak dan ibu M.Br.Sianipar (+).
Penulis telah menempuh jenjang pendidikan formal sebagai berikut.
1. Jenjang pendidikan tingkat dasar di SD Negeri 104186 Tanjung Selamat, Kecamatan Sunggal, Medan, masuk tahun 1994 dan tamat tahun 2000.
2. Jenjang pendidikan tingkat menengah pertama di SLTP Swasta Katolik Santo Yoseph Medan, masuk tahun 2000 dan tamat tahun 2003.
3. Jenjang pendidikan tingkat menengah atas di SMA Negeri 15 Medan, masuk tahun 2003 dan tamat tahun 2006.
4. Tahun 2006, melalui Jalur SPMB diterima di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Penyuluhan & Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Selama perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi IMASEP (Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian), dan POPMASEPI (Perhimpunan Organisasi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia).
Penulis melaksanakan penelitian Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Tupak Raja, Kecamatan Gunung Sitember, Kabupaten Dairi dari tanggal 30 Juni 2010 sampai 30 Juli 2010. Dan melaksanakan penelitian skripsi di Kabupaten Karo.
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan masa perkuliahan dengan skripsi yang berjudul ANALISIS PERBANDINGAN HARGA PEMBELIAN DAN KELANGKAAN PUPUK BERSUBSIDI DI
KABUPATEN KARO. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
1. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S, sebagai ketua Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah memimpin dan mengelola institusi pendidikan di tingkat departemen.
2. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.S, sebagai sekretaris Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu dalam mengelola institusi pendidikan di tingkat departemen.
3. Bapak Ir.Luhut Sihombing, MP, sebagai ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan kepada Penulis.
4. Bapak Ir,Sinar Indra kesuma,M.Si sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan kepada Penulis. 5. Dosen penguji skripsi Ibu Dr.Ir. Salmiah, M.S, dan Bapak Ir.M.Jupri. M.Si
yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan.
6. Seluruh staf pengajar di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmunya kepada Penulis selama Penulis menjadi mahasiswa.
(6)
7. Seluruh staf akademik dan pegawai di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu seluruh proses administrasi.
8. Seluruh instansi dan petani yang terkait dengan penelitian Penulis.
Secara khusus, Penulis mengucapkan terima kasih, atas segala bantuan, doa, dan semangat, kepada ayahanda tercinta Bapak H.Simanjuntak, ibunda tercinta Ibu M.Br.Sianipar (+), adik saya, Vera Simamora.S.Pd,Siska Lorensia Simanjuntak,Yudi Simanjuntak dan Teman yang sudah banyak memberi dukungan dan Motivasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Penulis yang telah banyak membantu Penulis selama masa penyusunan skripsi, yaitu Candra Butar-Butar SP,Rudi Hutagalung SP,Glen Simanjuntak SP ,Binsar Sitompul,Ifnall, Ramli Voler Sibarani, Gibson Ginting SP dan semua rekan-rekan di Departemen Agribisnis Stambuk 2006 yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.
Sebagai sebuah karya ilmiah, skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan yang disebabkan keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki Penulis. Masukan dan saran akan sangat berarti agar skripsi ini dapat dikembangkan dengan penelitian-penelitian selanjutnya. Akhir kata, Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Medan, Februari 2013
(7)
DAFTAR ISI
ABSTRAK... i
RIWAYAT HIDUP...i
KATA PENGANTAR...iii
DAFTAR ISI...iv
DAFTAR TABEL...viii
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ………..1
Identifikasi Masalah ... 5
Tujuan Penelitian ... 6
Kegunaan Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka ... 7
Landasan Teori...13
Kerangka Pemikiran ...17
Hipotesis Penelitian ...19
BAB III METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ...20
Metode Penentuan Sampel ...20
Metode Pengambilan Data ...21
Metode Analisis Data ...21
Defenisi dan Batasan Operasional... 23
Defenisi ...23
Batasan Operasional ...24
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL Deskripsi Daerah Penelitian ...25
Letak Geografis, Batas, dan Luas Wilayah ...25
Keadaan Penduduk ...26
Sosial Ekonomi ...27
Karakteristik Sampel ...28
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbandingan Harga Jual Pupuk Bersubsidi Antar pedagang Pengecer,Perbandingan Harga jual Pupuk Bersubsidi dengan Harga Eceran
(8)
Tertinggi (HET) di Kecamatan Tiga Panah,Kecamatan Barusjahe,Kecamatan Simpang IV,Kecamatan Munte ...29
Perbandingan Harga Jual Pupuk Bersubsidi Antar pedagang Pengecer 29 Perbandingan Harga jual Pupuk Bersubsidi dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) di Kecamatan Tiga Panah,Kecamatan Barusjahe,Kecamatan Simpang IV,Kecamatan Munte ………...33 Faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan harga pupuk bersubsidi 36 Faktor-faktor yang menyebabkan kelangkaan pupuk bersubsidi di
Kabupaten Karo ………...39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan...42 Saran...43 DAFTAR PUSTAKA
(9)
DAFTAR TABEL
No
Tabel. Judul Hal
1. Rencana Kebutuhan pupuk per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Tahun 2011 ... 4 2. Jumlah sampel pedagang pengecer didaerah penelitian ... 21 3. Jumlah penduduk Kabupaten Karo berdasarkan kelompok umur
dan jenis kelamin Tahun 2010 ... 26
4. Jumlah penduduk menurut jenis angkatan kerja dan bukan
angkatan kerja Tahun 2010 ... 27
5. Penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha ... 27
6. Kareteristik sampel pedagang pupuk bersubsidi ... 28 Di Kabupaten Karo
7. Perbandingan Rata-rata harga jual antar pedagang pengecer
pupuk bersubsidi di daerah penelitian ... 29
8. Perbandingan selisih harga jual pupuk bersubsidi antar pedagang
pengecer dengan HET di daerah penelitian ... 33 9. Perbedaan secara nyata faktor-faktor ... 36
(10)
DAFTAR GAMBAR
No
Gambar. Judul Hal
1. Kebijakan harga dasar ... 13 2. Kebijakan harga maksimum ... 14 3. Skema kerangka pemikiran ... 18 4. Grafik perbandingan rata-rata harga jual antar pedagang pengecer pupuk
bersubsidi didaerah penelitian ... 30 5. Grafik perbandingan selisih harga jual pupuk bersubsidi antar pedagang
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
No
Tabel. Judul
1. Data sampel pedagang pengecer pupuk di Kecamatan Tiga Panah,Barus jahe,Simpang IV,Munte, dan Kabanjahe
2. Jumlah Kelompok Tani di Kabupaten Karo
3. Selisih Harga jual di setiap kecamatan dengan Harga eceran Tertinggi
4. Hasil Uji Beda Rata-rata faktor-faktor yang mempengaruhi Kenaikan Harga Pupuk bersubsidi
(12)
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan pupuk pada tanah pertanian terutama pupuk kandang telah di mulai berabad–abad yang silam sesuai dengan sejarah pertanian. Penggunaan senyawa kimia sebagai pupuk untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi telah pula di kenal lebih kurang seratus tahun yang silam. Sekarang hal ini telah menjadi suatu
keharusan untuk mempertahankan produksi yang konstan dan tinggi (Hakim dkk, 1986).
Pada saat ini umumnya petani/ konsumen lebih suka memilih pupuk kimia di banding dengan pupuk kandang atau pupuk organik lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman lebih cepat berpengaruh.Di dalam praktek,cukup banyak di jumapai pemupukan – pemupukan yang tidak efektif. Walaupun ke potensi produksi dan kualitas masih sangat panjang,tanaman sama sekali tidak berespon terhadap pemupukan yang tidak efektif. Pemupukan yang efisien lebih jarang lagi terjadi, karena yang dipandang bukan hanya pencapaian hasil, akan tetapi perbandingan antara keluaran dan masukan yang biasanya diukur nilai ekonominya.
Pemakaian pupuk di Indonesia dari tahun ke tahun selalu meningkat, karena pemakaian pupuk secara langsung dapat menaikkan produksi tanaman. Dalam
(13)
mengingat produksi produksi juga selalu meningkat karena banyak pabrik didirikan maupun karena peningkatan kapasitas pabrik yang telah ada (Rosmarkam dan Nasih, 2002: 26).
Dampak dari pemberian subsidi tersebut telah mendorong penggunaan pupuk secara nasional yang cukup pesat, dari 0,63 juta ton tahun 1975 menjadi 5,5 juta ton tahun 2009.Pada saat yang sama produksi padi meningkat dari 18 juta ton tahun 1970 menjadi 60,2 juta ton pada tahun 2008.
(Kementerian Pertanian, 2009: 25).
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
22/Permentan/SR.130/4/2011 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 06/Permentan/SR.130/2/2011 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran (HET) Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2011 menetapkan harga eceran tertinggi untuk pupuk bersubsidi sebagai berikut:
- Pupuk Urea = Rp. 1.600/ kg; - Pupuk SP-36 = Rp. 2.000/ kg;
- Pupuk ZA = Rp. 1.400/ kg;
- Pupuk NPK Phonska (15 : 15 : 15) = Rp. 2.300/ kg; - Pupuk Organik = Rp. 500/ kg.
Agar pupuk yang diperlukan petani dapat memenuhi azas 6 (enam) tepat (tepat jumlah, jenis, waktu, tempat, mutu, dan harga) serta sebagai upaya untuk meningkatkan efektifitas penyaluran pupuk bersubsidi, maka penyusunan kebutuhan bersubsidi diajukan oleh petani, pekebun, peternak, dan pembudidaya
(14)
ikan atau udang berdasarkan RDKK yang disetujui oleh petugas teknis, penyuluh atau Kepala Cabang Dinas (KCD) setempat (Kementerian Pertanian, 2011: 1). Menurut Kementerian Pertanian (2011: 2), tujuan penyusunan RDKK adalah: 1. Merencanakan kebutuhan riil pupuk bersubsidi untuk usahatani tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan rakyat/ kecil, tanaman hijauan makanan ternak, dan pembudidaya ikan/ udang sesuai azas 6 (enam) tepat yaitu tepat jumlah, tepat jenis, tepat waktu, tepat tempat, tepat mutu, dan tepat harga. 2. Menyalurkan pupuk bersubsidi sesuai dengan peruntukannya
3. Membina petani untuk berusaha secara terencana.
Pupuk berperan penting dalam peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pertanian. Kisaran kontribusi biaya pupuk terhadap total biaya produksi padi berkisar antara 15-30%, sehingga pupuk merupakan sarana produksi yang strategis. Kebijakan subsidi dan sistem distribusi pupuk dinilai komprehensif, mulai dari tahap perencanaan kebutuhan, penetapan harga eceran tertinggi (HET), besaran subsidi sampai distribusi ke pengguna. Namun, hal itu belum menjamin pupuk tersedia di tingkat petani, khususnya pupuk bersubsidi, sesuai dengan HET yang ditetapkan (Maulana dan Benny, 2009: 57).
Sumatera Utara sebagai salah satu provinsi yang sektor pertaniannya cukup besar perlu diperhatikan jumlah kebutuhan dan tersedianya pupuk bagi petani. Berikut data kebutuhan pupuk di Sumatera Utara berdasarkan kabupaten/ kota:
(15)
Tabel 1. Rencana Kebutuhan Pupuk per Kabupaten/ Kota di Provinsi SSumatera Utara Tahun 2011
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011
Dari Tabel 1, dapat dilihat rencana jumlah kebutuhan pupuk per kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara. Salah satu kabupaten/ kota dengan kebutuhan pupuk terbesar adalah Kabupaten Karo yaitu sebesar 12,34% dari kebutuhan pupuk Provinsi Sumatera Utara.
No. Kabupaten/ Kota Jumlah Kebutuhan Pupuk
(Ton)
Persentase (%)
1. Sibolga 0 0
2. Tanjung Balai 690,11 0,03
3. Gunung Sitoli 1389,30 0,06
4. Tebing Tinggi 1491,45 0,06
5. Medan 3921,90 0.17
6. Pakpak Bharat 3968,84 0,17
7. Nias 4043,27 0,17
8. P.Siantar 5339,95 0,23
9. Nias Barat 8157,19 0,35
10. Nias Selatan 19012,31 0,83
11. Binjai 24110,75 1,06
12. Nias Utara 27013,03 1,19
13. Asahan 32309,88 1,42
14. Tapanuli Utara 33482,55 1,47
15. P. Lawas Utara 41901,65 1,84
16. Batubara 43344,68 1,91
17. P. Sidempuan 47197,41 2,08
18. Padang Lawas 47230,74 2,08
19. Samosir 49977,40 2,20
20. Tapanuli Selatan 51643,97 2,27
21. Labuhan Batu 52841,79 2,33
22. Toba Samosir 64666,17 2,85
23. Dairi 72683,64 3,20
24. H. Hasundutan 78641,75 3,46
25. Serdang Bedagai 85308,86 3,76
26. Langkat 92720,75 4,08
27. Mandailing Natal 102416,22 4,51
28. Lab. Batu Selatan 104442,35 4,60
29. Lab. Batu Utara 106171,00 4,68
30. Tapanuli Tengah 217484,55 9,59
31. Deli Serdang 246229,02 10,86
32. Tanah Karo 279793,83 12,34
33. Simalungun 317471,86 14,00
(16)
Karena pupuk merupakan sarana produksi pertanian yang sangat penting dalam peningkatan produksi, maka perlu dilakukan penelitian mengenai perbedaan harga jual antara pupuk bersubsidi, faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan harga pembelian pupuk bersubsidi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kelangkaan pupuk bersubsidi di daerah penelitian.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu diteliti:
1. Bagaimana perbandingan harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer di Kabupaten Karo dan apakah harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer di Kabupaten Karo sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kenaikan harga pembelian pupuk bersubsidi di Kabupaten Karo?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kelangkaan pupuk bersubsidi di Kabupaten Karo?
(17)
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Menjelaskan perbandingan harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pedagang
pengecer di Kabupaten Karo dan menjelaskan perbandingan harga jual pupuk subsidi di tingkat pengecer di Karo dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan harga pembelian pupuk bersubsidi di Kabupaten Karo.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelangkaan pupuk bersubsidi di Kabupaten Karo.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bahan informasi bagi pemerintah sehingga dapat membantu dalam perumusan kebijakan mengenai pemasaran pupuk.
2. Bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
(18)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka
Pupuk adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik maupun yang anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman dalam keadaan lingkungan yang baik (Indranada, H.K. 1989)
Berdasarkan atas pembentukannya, pupuk dapat dibedakan menjadi pupuk alam dan pupuk buatan. Pupuk alam adalah pupuk yang langsung di dapat dari alam misalnya pupuk organik (pupuk kandang dan kompos) dan sebagainya. Jumlah dan jenis unsur hara dalam pupuk alam terdapat secara alami. Pupuk buatan adalah pupuk yang di buat di pabrik dengan jenis dan kadar unsur hara sengaja di tambahkan kedalam pupuk tersebut dalam jumlah tertentu. Pupuk anorganik misalnya: Pupuk N (Urea), P (TSP), KCL dan lain-lain (Harjowigeno, 1995).
Pupuk memiliki peranan penting sebagai salah satu faktor dalam peningkatan produksi komoditas pertanian. Hal ini menjadikan pupuk sebagai sarana produksi yang strategis. Untuk menyediakan pupuk ditingkat petani diupayakan memenuhi azas 6 tepat yaitu: Tempat, jenis, waktu, jumlah, mutu, dan harga yang layak sehingga petani dapat menggunakan pupuk sesuai kebutuhan (Lingga, Pinus, dan Marsono. 2001).
(19)
Lian (2003) dalam Moenandir (2004: 39) menyatakan bahwa pemberian pupuk buatan yang terus-menerus tanpa bahan organik yang ditambahkan akan dapat menyebabkan kerusakan lahan tanah dan mengurangi produktivitas tanah. Pupuk organik mempunyai kadar nutrisi rendah dan melepaskan N lambat sedangkan pupuk anorganik sebaliknya. Karena itu perlu adanya kombinasi perlakuan antara kedua jenis pupuk tersebut sehingga interaksi kedua jenis pupuk itu dan seberapa jauh bahan organik dapat membantu mempertahankan kesuburan tanah.
Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai. Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah (Novizan, 2005: 66).
Seperti halnya pupuk anorganik, jenis pupuk organik sangat beragam. Kalau jenis pupuk anorganik ditentukan oleh kadar haranya maka jenis pupuk organik ini ditentukan oleh asal bahan terbentuknya. Dari sinilah lahir sebutan pupuk kandang, kompos, pupuk hijau, humus, dan pupuk burung atau guano.
1. Pupuk kandang
Pupuk kandang ialah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (feses) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urine). Itulah sebabnya pupuk kandang terdiri dari dua jenis, yaitu padat dan cair.
(20)
2. Pupuk kompos
Kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa dedaunan, jerami, alang-alang, rumput, kotoran hewan, sampah kota, dan sebagainya. Proses pelapukan bahan-bahan tersebut dapat dipercepat melalui bantuan manusia. Oleh karena itu, siapa pun dapat membuat kompos asalkan tahu caranya.
3. Pupuk hijau
Disebut pupuk hijau karena yang dimanfaatkan sebagai pupuk adalah hijauan, yaitu bagian-bagian seperti daun, tangkai, dan batang tanaman tertentu yang masih muda. Tujuannya, untuk menambah bahan organik dan unsur-unsur lainnya ke dalam tanah, terutama nitrogen.
4. Humus
Humus adalah sisa tumbuhan berupa daun, akar, cabang, dan batang yang sudah membusuk secara alami lewat bantuan mikro-organisme (di dakam tanah) dan cuaca (di atas tanah). Lapisan atas tanah di hutan banyak terbentuk humus.
5. Kotoran burung liar (guano)
Pupuk kotoran burung yang lazim disebut guano merupakan kotoran dari berbagai jenis burung liar (bukan burung piaraan). Pupuk ini terhitung pupuk yang tidak kalah dibanding pupuk lainnya. Salah satu kotoran burung yang hingga kini sangat terkenal kehebatannya sebagai pupuk adalah kotoran kelelawar.
(21)
6. Pupuk organik buatan
Kelebihan dari pupuk organik buatan ini di antaranya ialah kadar haranya tepat untuk kebutuhan tanaman, penggunaannya lebih efektif dan efisien seperti halnya pupuk kimia serta kemampuannya setara dengan pupuk organik murni walaupun kuantitasnya sangat sedikit (Lingga dan Marsono, 2001:58).
Pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk melindungi konsumen. Pabrik pupuk yang sebagaian besar adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini sedang bersiap melaksanakan tugas pemerintah tentang konsep distribusi pupuk kepada petani. Pemerintah sendiri kini memperkenalkan Konsep Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dalam distribusi pupuk bersubsidi. Konsep baru ini diyakini mampu mengatasi kelangkaan pupuk di tingkat petani yang kerap terjadi pada setiap musim panen tiba, karena seharusnya petani menerima pupuk bersubsidi tersebut sebulan sebelum musim tanam tiba (Anonimus, 2010).
Pupuk telah menjadi kebutuhan pokok bagi petani dalam produksi usahataninya. Tetapi penggunaan pupuk memerlukan biaya dan biaya tersebut merupakan beban bagi petani dalam proses produksi. Karena itu pada satu sisi pemerintah bermaksud membantu beban biaya pupuk petani dan mendorong peningkatan produksi mereka. Sementara pada sisi lain pemerintah menganggap pupuk memiliki peran sangat penting didalam peningkatan produktivitas dan produksi komoditas pertanian untuk mewujudkan Program Ketahanan Pangan Nasional. Dengan demikian pemerintah merasa perlu mensubsidi pupuk (Amang, 1995).
(22)
Pengadaan penyaluran pupuk bersubsidi (Urea, SP-36, ZA dan NPK) di Indonesia telah diterbitkan Peraturan Mentri Perdagangan No.03/M-DAG/PER/2/2006 pada tanggal 16 Februari 2006 memutuskan bahwa: Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah di sektor pertanian dan produsen, distributor dan pengecer yang bertanggung jawab atas pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sesuai dengan 6 tepat yaitu jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu sesuai dengan tugas dan kewajiban masing masing (PT. PUSRI, 2009).
Perlu diketahui bahwa sistem distribusi pupuk bersubsidi yang berlaku terdahulu adalah bersifat terbuka dan pasif. Yang dimaksud bersifat pasif adalah bahwa penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan oleh produsen mulai dari pabrik sampai ketingkat pengecer yang selanjutnya dijual dipasar secara pasif dalam arti siapapun baik petani yang berhak maupun bukan secara sendiri-sendiri maupun kelompok dapat membeli pupuk dengan datang ke kios pengecer yang berlokasi di kecamatan ataupun desa. Yang dimaksud bersifat terbuka adalah sistem distribusi hanya memiliki delivery system (sistem distribusi dari produsen sampai pengecer) dan tidak memiliki receiving system (sistem penerimaaan oleh petani). Sistem distibusi pupuk bersubsidi diatur dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 tahun 2008 mulai dari tingkat produsen sampai ke tingkat pengecer dan dalam kondisi tertentu bila distributor dan pengecer tidak dapat menyalurkan pupuk bersubsidi penyalurannya dapat dapat dilakukan langsung dari produsen ke petani.
(23)
Pengecer juga hanya bisa melayani petani atau kelompok tani yang terdaftar dalam RDKK (Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok) (Sinar Tani, 2008).
Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 03/M-DAG/PER/2/2010 tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian menetapkan bahwa penanggungjawab pengadaan pupuk bersubsidi di Sumatera Utara dilakukan oleh PT. PUSRI untuk jenis pupuk urea dan PT. Petro Kimia Gresik untuk pupuk ZA, SP-36 dan Phonska (Anonimous, 2010).
Kelangkaan dan mahalnya pupuk bersubsidi dirasakan para petani hampir di semua tempat sepanjang tahun 2009 hingga awal 2010. Petani di Kabupaten Kerinci kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi jenis SP-36, NPK, dan ZA. Di daerah pertanian pinggiran Surabaya tidak hanya mengalami kelangkaan, tapi juga harga urea melambung tinggi. Di beberapa daerah di Jatim, seperti Bojonegoro, ditemukan distributor yang menjual pupuk ke kios-kios, dan tidak langsung ke petani akibatnya harga pupuk melonjak. Para petani di wilayah Kalimantan Selatan mengalami kesulitan mendapatkan pupuk SP-36 dan NPK Phonsha bersubsidi karena kelangkaan stok di kios-kios resmi yang ditunjuk menyediakan dua jenis pupuk tersebut. Sedangkan di Kabupaten Malang penyebab terjadinya kelangkaan pupuk urea dan ZA karena Dinas Pertanian dan Perkebunan Pemerintah Kabupaten Malang lambat membuat data alokasi kebutuhan pupuk. Di pihak lain, distributor biasanya belum berani memasok pupuk bila data kebutuhan pupuk belum ada (Anonimous, 2010).
(24)
Landasan Teori
Harga keseimbangan adalah harga dimana baik konsumen maupun produsen sama-sama tidak ingin menambah atau mengurangi jumlah yang dikonsumsi atau dijual. Permintaan sama dengan penawaran. Jika harga di bawah harga keseimbangan, terjadi kelebihan permintaan. Sebab permintaan akan meningkat, dan penawaran menjadi berkurang. Sebaliknya, jika harga melebihi harga keseimbangan, terjadi kelebihan penawaran. Jumlah penawaran meningkat, jumlah permintaan menurun.
Pemerintah menetapkan suatu harga minimum bagi barang atau jasa tertentu, yang disebut harga dasar (price floor). Harga dasar yang efektif mengakibatkan kelebihan penawaran. Akan muncul surplus yang tak terjual atau seseorang harus melibatkan diri dan membeli kelebihan produksi (excess production).
Harga
Kelebihan S
Penawaran
P1 Harga Dasar
P0 E
D
Kuantitas 0 Q1 Q0 Q2
(25)
Bila harga dasar lebih tinggi dari pada harga ekuilibrium, jumlah yang ditawarkan akan melebihi jumlah yang diminta. Titik ekuilibrium dalam pasar bebas terletak pada E, dengan harga P0 dan kuantitas Q0. Jika pemerintah melarang turunnya
harga sampai dibawah P1, terciptalah harga dasar yang efektif. Jumlah yang
ditawarkan akan melebihi jumlah yang diminta sebanyak Q1Q2 (Lipsey dkk,
1993: 103).
Price ceiling adalah adalah intervensi pemerintah dalam menentuan harga suatu komoditas yang ditujukan untuk melindungi konsumen dengan cara menentukan batas atas harga suatu komoditas. Dengan menentukan harga yang lebih rendah daripada harga yang seharusnya terjadi akan lebih banyak anggota masyarakat yang mampu membeli komoditas tersebut. Namun demikian dampak dari price ceiling adalah:
1. Meningkatkan jumlah komoditas yang diminta 2. Jumlah komoditas yang ditawarkan menurun
3. Menimbulkan shortage (kekurangan di pasar) (Sugiarto, dkk, 2005: 74) Ciri-ciri kebijakan harga maksimum:
Harga
S
P1 B
P E
Pm
A
D
Kuantitas 0 Q2 Q Q1
(26)
Tanpa adanya campur tangan pemerintah, keseimbangan akan tercapai pada E, dimana harga dalam pasar bebas adalah sebesar P, dan barang yang diperjual belikan sebesar Q. Harga sebesar P dianggap pemerintah terlalu tinggi dan mendorong pemerintah melaksanakan kebijakan harga maksimum. Misalkan harga maksimum tersebut ditetapkan di Pm, dan pada harga tersebut jumlah yang
ditawarkan para penjual adalah Q2 sedangkan jumlah yang diminta para pembeli
adalah Q1. Dengan demikian kebijakan harga maksimum menimbulkan kelebihan
permintaan sebanyak Q2Q1 (Sukirno, 2005: 138).
Subsidi adalah pemberian pemerintah kepada para produsen dengan maksud meringankan beban pengeluaran (biaya operasional) produsen. Dampak dari subsidi adalah kebalikan dari pengenaan pajak, karena subsidi akan menurunkan harga. Pengenaan subsidi akan berdampak pada keseimbangan pasar (Sugiarto, dkk, 2005: 75-76).
Keputusan-keputusan penetapan harga dipengaruhi oleh faktor-faktor internal maupun faktor-faktor lingkungan eksternal perusahaan. Faktor-faktor internal mempengaruhi penetapan harga mencakup tujuan pemasaran, strategi bauran pemasaran, biaya, dan pertimbangan keorganisasian suatu perusahaan. Sedangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi keputusan penetapan harga meliputi sifat pasar dan permintaan, persaingan dan unsur-unsur lingkungan lain;
(27)
Ada beberapa metode yang digunakan sebagai rancangan dan variasi dalam penetapan harga yang terdiri:
1. Harga didasarkan pada biaya total ditambah laba yang diinginkan
Produsen menetapkan harga jual untuk satu barang yang besarnya sama dengan jumlah biaya per unit ditambah dengan suatu jumlah untuk laba yang diinginkan (margin) pada tiap-tiap unit tersebut. Metode ini mempertimbangkan bermacam-macam jenis biaya dan jenis biaya ini dipengaruhi secara berbeda oleh kenaikan atau penurunan keluaran (output). 2. Harga didasarkan pada keseimbangan antara perkiraan permintaan pasar
dengan suplai (biaya produksi dan pemasaran).
Metode ini menentukan harga terbaik demi tercapainya laba yang optimal melalui keseimbangan antara biaya dengan permintaan pasar.
3. Harga didasarkan pada kondisi-kondisi pasar yang bersaing.
Penetapan harga yang ditetapkan atas dasar kekuatan pasar adalah suatu metode penetapan harga yang berorientasi pada kekuatan pasar di mana harga jual dapat ditetapkan sama dengan harga jual pesaing, di atas harga pesaing atau di bawah harga pesaing (Angipora, 1999: 181-184).
(28)
Kerangka Pemikiran
Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang merupakan masyarakat petani kelompok miskin yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah di sektor pertanian.
Pemerintah menyalurkan Pupuk bersubsidi kebeberapa Kabupaten adalah melalui distributor yang telah ditunjuk pemerintah, salah satu nya adalah Kabupaten Karo yang mendapat distribusi pupuk yang paling besar.
Dari perbedaan ini, yang akan diteliti adalah perbandingan harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pengecer, harga jual di (tingkat pengecer) dibandingkan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.
Di masing-masing lini penjualan pupuk diduga terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan harga dan faktor – faktor yang menyebabkan kelangkaan daerah penelitian. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan harga adalah biaya pemasaran (bongkar muat, transportasi, upah tenaga kerja, pajak SIUD, sewa gudang, goni dan plastik, penyusutan timbangan.
(29)
Secara skematis, kerangka pemikirannya dapat digambarkan sebagai berikut:
Ket.: : menyatakan hubungan : menyatakan pengaruh : menyatakan perbandingan
Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran
Faktor-faktor yang
Memepengaruhi Faktor-faktor yang
Memepengaruhi HET
Pupuk Bersubsidi
Kabupaten Karo
Kelangkaan Pupuk Kenaikan Harga
Pembelian
Perbedaan Harga Jual Pupuk diTingkat Pengecer
(30)
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pemikiran dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Perbandingan harga jual pupuk subsidi:
- Terdapat perbedaan harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer.
- Harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
2. Faktor-faktor yang kenaikan harga pembelian pupuk bersubsidi tingkat pedagang pengecer di daerah penelitian adalah biaya bongkar muat, biaya transportasi, upah tenaga kerja, sewa gudang, pajak SIUD dan biaya goni dan plastik.
3. sikap fanatisme petani terhadap satu jenis pupuk, lemahnya sistem pengawasan pupuk bersubsidi, distributor yang ditunjuk tidak mempunyai gudang penyimpanan dan keterlambatan pasokan merupakan faktor–faktor
(31)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja), yaitu Kabupaten Karo dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Karo merupakan Kabupaten yang mendapatkan distribusi pupuk bersubsidi terbesar di Sumatera Utara dibandingkan dengan kabupaten lainnya serta keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti. Di Kabupaten Karo dipilih Kecamatan Tigapanah, Barusjahe, Simpang IV, Munte dan Kabanjahe dengan alasan bahwa kelima kabupaten tersebut merupakan kecamatan yang memiliki jumlah kelompok tani yang paling besar dan Kecamatan Kabanjahe dipilih karena merupakan awal pendistribusian pupuk bersubsidi. (lampiran 2 )
Metode Penentuan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah pedagang pengecer. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Metode Simple Random Sampling yaitu melakukan pengambilan sampel secara acak. Sampel pedagang pengecer dipilih secara langsung sebanyak 30 orang. Sampel pedagang pengecer yang diambil adalah 6 orang yang pilih secara random dari kelima kecamatan yang diteliti. Adapun jumlah sampel pedagang pengecer dapat dilihat di tabel berikut:
(32)
Tabel 2. Jumlah Sampel Pedagang pengecer di Daerah Penelitian
No Kecamatan Populasi Sampel
1 Tigapanah 22 6
2 Barusjahe 20 6
3 Simpang IV 17 6
4 Munte 22 6
5 Kabanjahe 12 6
Total 93 30
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo Tahun 2011
Keterangan:
Sampel pedagang pengecer terdiri dari 30 sampel yaitu 6 pedagang pengecer dari kelima kecamatan yang diteliti mewakili Kabupaten Karo.
Metode Pengambilan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan melakukan wawancara langsung dengan responden yaitu pedagang pengecer pupuk. Data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga terkait seperti Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian Kabupaten Karo.
Metode Analisis Data
Untuk menjelaskan perbandingan harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer dan untuk menjelaskan perbandingan harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer di daerah penelitian dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) digunakan analisis deskriptif berdasarkan survey di daerah penelitian dan dengan cara membandingkannya dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
(33)
Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan harga pembelian di daerah penelitian dianalisis dengan menggunakan uji beda rata-rata. Untuk mengolah data, digunakan Program SPSS Statistics 17.0.
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika th <
Jika th >t(α;n-2); Ho ditolak, H1 diterima, (α=0,005) t(α;n-2); Ho diterima, H1 ditolak, (α=0,005)
Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Ho:D= 0 (Perbedaan anatara dua pengamatan adalah 0)
2. H1:D≠0(Perbedaan antara dua pengamatan tidak sama dengan 0) (Irianto,2004)
Dengan menggunakan nilai signifikansi α0,05, maka dapat diketahui apakah dua
sampel independen berasal dari populasi-populasi dengan mean yang sama atau tidak. Apabila nilai signifikansi output < α0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima:
artinya dua sampel independen berasal dari populasi-populasi yang dengan mean yang tidak sama. Dan sebaliknya, apabila nilai signifikansi output > α0,05, maka
H0 diterima dan H1 ditolak: artinya dua sampel independen berasal dari
populasi-populasi yang dengan mean yang sama.
Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelangkaan di daerah penelitian digunakan analisis deskriptif berdasarkan survey di daerah penelitian
(34)
Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan penelitian maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:
Definisi Operasional
1. Pupuk adalah bahan kimia organik atau anorganik yang ditambahkan ke dalam tanah atau jaringan tanaman dengan maksud untuk meningkatkan kadar unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman.
2. Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah di sektor pertanian.
3. Pengecer adalah perorangan, kelompok tani, dan badan usaha yang berkedudukan di kecamatan atau desa yang ditunjuk oleh distributor dengan kegiatan pokok melakukan penjualan pupuk di wilayah tanggungjawabnya. 4. Harga Eceran Tertinggi (HET) dalam Rp/ kg adalah harga pupuk bersubsidi
di kios penyalur pupuk di tingkat desa/ kecamatan) yang dibeli oleh petani/ kelompok tani yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian untuk penjualan pupuk urea (dalam kemasan 50 kg), SP-36 (dalam kemasan 50 kg), NPK (dalam kemasan 50 kg atau 20 kg), ZA (dalam kemasan 50 kg), dan organik (dalam kemasan 40 kg atau 20 kg).
(35)
Batasan Operasional
1. Daerah penelitian adalah Kabupaten Karo yaitu pada Kecamatan Tiga Panah, Kabanjahe,Simpang IV,Barusjahe,dan Berastagi.
2. Pupuk bersubsidi yang diteliti adalah urea, SP-36, ZA, NPK-Phonska, dan organik.
(36)
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK SAMPEL
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1. Letak Geografis, Batas, dan Luas Wilayah
Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan dan merupakan Daerah Hulu Sungai. Luas wilayah Kabupaten Karo adalah 2.127,25 Km2 atau 212.725 Ha atau 2,97 persen dari luas Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, dan secara geografis terletak diantara 2°50’–3°19’ Lintang Utara dan 97°55’–98°38’ Bujur Timur. Batas-batas wilayah Kabupaten Karo adalah:
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Toba Samosir • Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten
Simalungun
• Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Propinsi Nangroe Aceh Darusalam).
Ibu kota Kabupaten Karo adalah Kabanjahe yang terletak sekitar 76 km sebelah selatan kota Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara.
(37)
Kabupaten Karo terkenal sebagai daerah penghasil berbagai buah-buahan dan bunga-bungaan, dan mata pencaharian penduduk yang terutama adalah usaha pertanian pangan, hasil hortikultura dan perkebunan rakyat. Keadaan hutan cukup luas yaitu mencapai 129.749 Ha atau 60,99 persen dari luas Kabupaten Karo.
4.1.2. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Karo menurut kelompok umur disajikan pada tabel berikut :
Tabel 3 Jumlah Penduduk Kabupaten Karo Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2010
No.
Golongan Umur
Jenis Kelamin Jumlah
(orang) Persentase (%)
Laki-laki Perempuan
1 0 – 15 62,021 59,350 121,371 32.75
2 16 – 60 108,673 113,353 222,026 59.90
3 > 61 11,803 15,419 27,222 7.35
Jumlah 182,497 188,122 370,619 100
Sumber: Profil Kabupaten Karo 2010
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Karo
adalah 370.619 orang. Penduduk yang berusia 0 – 15 tahun sebanyak 121.371 orang (32,75%). Penduduk dengan usia 16 – 60 tahun sebanyak 222.026
orang (59,90%). Dan penduduk dengan usia diatas 60 tahun sebanyak 27.222 orang (7,35%). Dengan demikian dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk di Kabupaten Karo merupakan penduduk dalam usia produktif.
(38)
4.1.3. Sosial Ekonomi
Jumlah Penduduk menurut jenis angkatan kerja dan bukan angkatan kerja disajikan dalam Tabel berikut:
Tabel 4 Jumlah Penduduk menurut jenis angkatan kerja dan bukan angkatan kerja 2010
No. Jenis Kegiatan utama Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Bekerja 218.202 84.14
2. Pengangguran 3 .444 1.33
3. Bukan Angkatan Kerja/ (Sekolah, Mengurus Rumah tangga, dan Lainnya)
37 .683 14.53
Jumlah 259.329 100
Sumber: Profil Kabupaten Karo 2010
Dari Tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa di Kabupaten Karo yang terbanyak adalah Jumlah angkatan kerja dengan jumlah 218.202 orang (84,14%). Penduduk yang pengangguran berjumlah 3.444 orang (1,33%). Penduduk yang bukan angkatan kerja berjumlah 37.683 orang (14,53%).
Jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 5. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010
No. Lapangan Usaha Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Pertanian 159 .241 72,98
2. Industri 5 .979 2,74
3. Jasa-Jasa 52. 982 24,28
Jumlah 218. 202 100
Sumber: Profil Kabupaten Karo 2010
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah Penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha pertanian 159.241 orang (72,98%) lapangan usaha industri sebanyak 5.979 orang (2,74%); dan lapangan usaha di bidang jasa 52.982 orang (24,28%).
(39)
Dengan demikian dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Karo memiliki lapangan usaha pertanian yang paling besar di bandingkan lapangan usaha lainnya.
4.2. Karakteristik Sampel
Karakteristik pedagang yang menjadi sampel dalam penelitian ini meliputi , umur (tahun), dan pengalaman berdagang (tahun),Volume Pembelian dan harga beli. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 6.Karakteristik Sampel Pedagang Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Karo
No. Karakteristik
Petani
Satuan Range Rerata
1. Umur Tahun 32 - 60 42,30
3. Pengalaman Tahun 1 - 12 5,47
4. Volume Beli Kg 51 - 98 75,68
5. Harga beli Rp 7.585 7.585
Sumber: Diolah dari Lampiran 1
Umur Pedagang sampel berkisar antara 32-60 tahun dengan rerataan 42,30 tahun. Pengalaman berkisar antara 1-12 tahun dengan rerataan 5,47 tahun.
Volume pembelian pupuk bersubsidi berkisar antara 51-98 Kg dengan rataan 75,68,Harga beli pupuk bersubsidi Rp.7.585 .
(40)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Perbandingan Harga Jual Pupuk Bersubsidi Antar Pedagang Pengecer dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) di Kecamatan Tigapanah, Kecamatan Barusjahe, Kecamatan Simpang IV, Kecamatan Munte dan Kecamatan Kabanjahe.
Harga pupuk bersubsidi di setiap kecamatan di Kabupaten Karo berbeda-beda sesuai dengan jarak antar setiap kecamatan dengan Kecamatan Kabanjahe yang merupakan ibu kota Kabupaten Karo. Pembagian dan pendistribusian pupuk bersubsidi diawali di kecamatan tersebut. Semakin jauh jarak suatu kecamatan dengan Kecamatan Kabanjahe, maka harga jual pupuk bersubsidi di kecamatan tersebut akan semakin tinggi.
5.1.1 Perbandingan Harga Jual Pupuk Urea,SP-36, ZA, NPK Phonska, dan Organik Bersubsidi Antar Pedagang Pengecer
Perbandingan rata-rata harga jual semua pupuk bersubsidi antar pedagang pengecer di Kecamatan Tigapanah, Kecamatan Barusjahe, Kecamatan Simpang IV, Kecamatan Munte dan Kecamatan Kabanjahe adalah sebagai berikut.
Tabel 7. Perbandingan Rata-rata Harga Jual Per Kg Antar Pedagang Pengecer Pupuk bBersubsidi di Daerah Penelitian
No.
Pedagang Pengecer di Kecamatan
Rerata Harga Jual Pengecer per Kg (Rp)
Urea SP-36 ZA NPK
Phonska
Organik
1 Kec. Tigapanah 2.060 2.460 1.850 2.700 600
2 Kec. Barusjahe 1.740 2.150 1.550 2.400 550
3 Kec. Simpang IV 1.850 2.250 1.660 2.550 575
4 Kec. Munte 2.160 2.540 1.940 2.850 625
5 Kec. Kabanjahe 1.650 2.050 1.460 2.340 525
(41)
Gambar 4.Grafik Perbandingan Rata-rata Harga Jual Antar Pedagang Pengecer Pupuk bBersubsidi di Daerah Penelitian
Dari Tabel 7, dapat dijelaskan bahwa Perbandingan rata- rata harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pengecer di beberapa kecamatan berbeda-beda.. Perbedaan harga dapat di lihat dari beberapa kecamatan yang menjual harga pupuk bersubsidi diatas rata- rata harga eceran tertinggi.
Pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi untuk pupuk urea dengan harga Rp.1600/Kg, sementara dari tabel 7 dapat kita lihat Pedagang pengecer dibeberapa kecamatan rata-rata menjual pupuk urea sekitar Rp.1.892/Kg dengan demikian Para pedagang menjual pupuk lebih besar dari Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan pemerintah. Dapat kita lihat pada tabel 7 bahwa Harga jual tertinggi
(42)
untuk beberapa kecamatan adalah terdapat di Kecamatan Munte yaitu dengan harga Rp.2160/Kg. Sedangkan yang paling rendah harga jual untuk pupuk urea terdapat di Kecamatan Kabanjahe yaitu Rp.1.650/Kg,dari perbandingan tersebut dapat kita jelaskan bahwa semakin jauh jarak kecamatan dari tempat pusat pendistribusian maka akan menjual pupuk diatas rata-rata harga eceran tertinggi,karena banyaknya biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer
Untuk jenis pupuk SP-36 pedagang pengecer rata-rata menjual Rp.2.290/Kg,sementara harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sekitar Rp.2000/Kg dengan demikian para pedagang pengecer menjual harga diatas harga eceran tertinggi,dari tabel 7 dapat kita lihat bahwa harga jual pupuk tertinggi terdapat pada Kecamatan Munte yaitu Rp 2.540/kg dan harga terendah terdapat pada Kecamatan Kabanjahe yaitu Rp.2.050/Kg.
Untuk jenis pupuk ZA menjual dengan harga rata-rata Rp.1.692/Kg,sedangkan harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah Rp.1400/Kg,jadi para pedagang menaikan harga diatas harga eceran tertinggi,pada tabel 7 dapat kita lihat Kecamatan yang paling tinggi menjual pupuk ZA terdapat di Kecamatan Munte yaitu dengan harga Rp.1.940/kg dan Kecamatan yang menjual pupuk ZA paling rendah terdapat di Kabanjahe yaitu Rp.1.460/Kg.
Untuk jenis pupuk NPK menjual dengan harga rata-rata Rp.2.590/Kg,sedangkan harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah Rp.2.300/Kg,jadi para pedagang menaikan harga diatas harga eceran tertinggi,pada tabel 7 dapat kita lihat Kecamatan yang paling tinggi menjual pupuk NPK terdapat di Kecamatan
(43)
Munte yaitu dengan harga Rp.2.850/kg dan Kecamatan yang menjual pupuk NPK paling rendah terdapat di Kabanjahe dengan harga Rp.2.340
Untuk jenis Organik pengecer menjual dengan harga Rp.575/Kg,dimana harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sekitar Rp 500/Kg, pada tabel 7 dapat kita lihat Kecamatan yang paling tinggi menjual pupuk Organik terdapat di Kecamatan Munte yaitu dengan harga Rp.625/kg dan Kecamatan yang menjual pupuk Organik paling rendah terdapat di Kabanjahe dengan harga Rp.525/kg
Dari keterangan diatas dijelaskan bahwa, petani harus membeli pupuk bersubsidi dengan harga diatas rata-rata yang ditetapkan pemerintah. Adapun kondisi dilapangan yang menyebabkan para pedagang harus menjual pupuk diatas harga eceran tertinggi oleh karena ada berbagai macam faktor yaitu jarak pendistribusian pupuk yang cukup jauh sehingga para pedagang harus mengeluarkan biaya lebih,sehingga para petani harus membeli pupuk bersubsidi diatas harga yang ditetapkan oleh pemerintah,belum lagi jarak rumah petani yang jauh dari kios pupuk bersubsidi sehingga para petani harus mengeluarkan biaya lebih seperti baiaya pengangkutan.
Dengan demikian hipotesis 1 yang menyatakan “Ada perbedaan harga jual pupuk bersubsidi di masing-masing tingkat penjual pengecer di Kecamatan Tigapanah, Kecamatan Barusjahe, Kecamatan Simpang IV, Kecamatan Munte dan Kecamatan Kabanjahe”.Hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi salah satunya adalah jarak tempuh distribusi pupuk yang cukup jauh, semakin jauh jarak distribusi maka para pedagang pengecer harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pengangkutan pupuk bersubsidi,sehingga dengan demikian hipotesis 1 dapat diterima.
(44)
5.1.2 Perbandingan Harga Jual Pupuk Bersubsidi Antar Pedagang Pengecer di Kecamatan Tigapanah, Kecamatan Barusjahe, Kecamatan Simpang IV, Kecamatan Munte dan Kecamatan Kabanjahe Dengan Harga Eceran Tertinggi (HET)
Berdasarkan Permentan No: 22/Permentan/SR.130/4/2011, pemerintah melalui Menteri Pertanian telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi untuk pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer. Harga eceran tertinggi tersebut adalah:
- Pupuk Urea = Rp. 1.600/ kg; - Pupuk SP-36 = Rp. 2.000/ kg; - Pupuk ZA = Rp. 1.400/ kg; - Pupuk NPK Phonska (15 : 15 : 15) = Rp. 2.300/ kg; - Pupuk Organik = Rp. 500/ kg.
Berdasarkan ketetapan diatas, selisih perbandingan harga jual pupuk bersubsidi yang terdapat di daerah penelitian dengan harga eceran tersebut adalah:
Tabel 8. Perbandingan Selisih Harga Jual Pupuk BersubsidiaAntar Pedagang Pengecer dengan HET di DaerahpPenelitian
No.
Pedagang Pengecer Kecamatan
Selisih Rerata Harga Jual Pedagang Pengecer per Kg dengan HET (Rp)
Urea SP-36 ZA
NPK-Phonska
Organik
Rp % Rp % Rp % Rp % Rp %
1 Kec.
Tigapanah 460 +28.7 460 +23.0 450 +32.1 400 +17.4 100 +20.0 2 Kec.
Barusjahe 140 +8.7 150 +7.5 150 +10.7 160 +7.0 50 +10.0 3 Kec.
Simpang IV 250 +15.6 250 +12.5 260 +18.6 250 +10.9 75 +15.0 4 Kec. Munte 560 +35.0 540 +27.0 540 +38.6 550 +23.9 125 +25.0
5 Kec.
Kabanjahe 50 +3.1 50 +2.5 60 +4.3 60 +2.6 25 +5.0 Rata-rata 292 18,22 290 14,5 292 20,86 284 12,36 75 15
(45)
Gambar 5.Grafik Perbandingan Selisih Harga Jual Pupuk BersubsidiaAntar Pedagang Pengecer dengan HET di DaerahpPenelitian
Dari Tabel ( 8 ) , dijelaskan bahwa Untuk pupuk Urea Pedagang pengecer dibeberapa kecamatan hampir rata-rata menjual pupuk urea sekitar Rp.1.892/Kg, para pedagang menjual pupuk diatas dari Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan pemerintah untuk urea dengan harga Rp.1.600/Kg , dengan demikian selisih harga penjualan pedagang pengecer dengan harga eceran tertinggi per Kg sekitar Rp.292 dengan harga eceran tertinggi,atau mengalami kenaikan sekitar 18,22% dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.
Untuk jenis pupuk SP-36 pedagang pengecer rata-rata menjual Rp.2.290/Kg,sementara harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sekitar Rp.2000/Kg dengan demikian selisih harga jual pedagang pengecer dengan harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sekitar Rp.290/kg atau mengalami kenaikan sekitar 14,5% dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.
(46)
Untuk jenis pupuk ZA menjual dengan harga rata-rata Rp.1.692/Kg,sedangkan harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah Rp.1400/Kg,jadi selisih harga jual antara pedagang pengecer dengan harga eceran yang ditetapkan pemerintah untuk jenis ZA sekitar Rp.292/Kg atau mengalami kenaikan sekitar 20,86% dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.
Untuk jenis NPK-Phonska pedagang menjual dengan harga rata-rata Rp.2.590/kg, harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah Rp.2.300/Kg,dengan demikian selisih harga jual pengecer dengan harga eceran tertinggi pemerintah sekitar Rp.290/Kg atau mengalami kenaikan sekitar 12,36% dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan oleh pemerintah.
Untuk jenis Organik pengecer menjual dengan harga Rp.575/Kg,dimana harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sekitar Rp 500/Kg,dengan demikian selisih harga jual pengecer dengan HET sekitar Rp.75/kg atau sekitar mengalami kenaikan 15% dari harga dasar eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.
Dari keterangan diatas, dengan demikian hipotesis 1 yang menyatakan “Harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer di Kecamatan Tigapanah, Kecamatan Barusjahe, Kecamatan Simpang IV, Kecamatan Munte dan Kecamatan Kabanjahe lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang sangat berpengaruh dimana para pedagang pengecer harus mengeluarkan banyak biaya tambahan yaitu seperti biaya transportasi, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan,biaya bongkar muat, sehingga para petani dengan terpaksa harus
(47)
5.1.3Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenaikan Harga Pembelian Pupuk Bersubsidi di Kecamatan Tigapanah, Kecamatan Barusjahe, Kecamatan Simpang IV, Kecamatan Munte dan Kecamatan Kabanjahe
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan harga pembelian pupuk bersubsidi ditingkat pedagang pengecer yaitu biaya bongkar muat, biaya transportasi, biaya tenaga kerja, biaya sewa gudang, biaya plastik dan goni, biaya pajak SIUD, biaya penyusutan timbangan, yang memiliki perbedaan yang nyata diantara kelima daerah penelitian.
Tabel 9. Perbedaan secara nyata Faktor-faktor dalam Pemasaran Pupuk Bersubsidi Berdasarkan Daerah Penelitian
No.
Faktor-faktor yang Berpengaruh
Nilai Signifikansi Hasil Uji Beda Rata-rata
Tigapanah-Barusjahe
Tigapanah-Simpang
IV
Tigapanah-Munte
Tigapanah-Kabanjahe
Barusjahe-Simpang
IV
1
Biaya Bongkar
Muat
0,682 0,007 0,060 0,827 0,016
tidak nyata nyata tidak nyata tidak nyata nyata
2 Biaya
Transportasi
0,005 0,001 0,052 0,000 0,666
nyata nyata tidak nyata nyata tidak nyata 3 Biaya Tenaga
Kerja
0,129 0,775 0,097 0,243 0,012
tidak nyata tidak nyata tidak nyata tidak nyata nyata 4 Biaya Sewa
Gudang
0,024 1 0,121 0,363 0,005
nyata tidak nyata tidak nyata tidak nyata nyata 5 Biaya Plastik
dan Goni
0,800 0,208 0,010 0,245 0,068
tidak nyata tidak nyata nyata tidak nyata tidak nyata 6 Biaya Pajak
SIUD
0,137 0,067 0,289 0,849 0,001
tidak nyata tidak nyata tidak nyata tidak nyata nyata 7 Penyusutan
Timbangan
0,191 0,695 0,048 0,842 0,048
(48)
No.
Faktor-faktor yang Berpengaruh
Nilai Signifikansi Hasil Uji Beda Rata-rata
Barusjahe-Munte
Barusjahe-Kabanjahe
Simpang IV-Munte
Simpang IV-Kabanjahe
Munte-Kabanjahe
1
Biaya Bongkar
Muat
0,284 0,596 0,000 0,005 0,052
tidak nyata tidak nyata Nyata nyata tidak nyata
2 Biaya
Transportasi
0,000 0,001 0 0 0
nyata nyata Nyata nyata nyata
3 Biaya Tenaga Kerja
0,497 0,204 0,004 0,272 0,321
tidak nyata tidak nyata Nyata tidak nyata tidak nyata 4 Biaya Sewa
Gudang
0,005 0,185 0,026 0,025 0,611
nyata tidak nyata Nyata nyata tidak nyata 5 Biaya Plastik
dan Goni
0,005 0,383 0,001 0,009 0,150
nyata tidak nyata Nyata nyata tidak nyata 6 Biaya Pajak
SIUD
0,328 0,054 0,002 0,060 0,346
tidak nyata tidak nyata Nyata tidak nyata tidak nyata 7 Penyusutan
Timbangan
0,638 0,235 0,015 0,611 0,153
tidak nyata tidak nyata Nyata tidak nyata tidak nyata
Sumber: Data Primer Diolah (Lampiran 4)
Untuk faktor biaya bongkar muat pada pendistribusian pupuk bersubsidi, ada perbedaan yang nyata pada biaya bongkar muat untuk perbandingan antara Kecamatan Tigapanah-Simpang IV, Barusjahe-Simpang IV, Simpang IV-Munte dan Simpang IV kabanjahe. Hal ini disebabkan oleh biaya bongkar muat yang dibebankan kepada pedagang pengecer.
Untuk faktor biaya transportasi pada pendistribusian pupuk bersubsidi, ada perbedaan yang nyata pada biaya transportasi untuk perbandingan antara Kecamatan Tigapanah-Barusjahe, Tigapanah-Simpang IV, Tigapanah-Kabanjahe, Barusjahe-Munte, Barusjahe-Kabanjahe, SimpangMunte, Simpang IV-Kabanjahe dan Munte-IV-Kabanjahe.
(49)
Untuk faktor biaya tenaga kerja pada pendistribusian pupuk bersubsidi, ada perbedaan yang nyata pada biaya tenaga kerja untuk perbandingan antara Kecamatan Barusjahe-Simpang IV dan Simpang IV-Munte.
Untuk faktor biaya sewa gudang dan kios pada pendistribusian pupuk bersubsidi, ada perbedaan yang nyata pada biaya sewa gudang dan kios untuk perbandingan antara Kecamatan Tigapanah-Kabanjahe, Simpang IV, Barusjahe-Munte, Simpang IV-Munte dan Simpang IV-Kabanjahe.
Untuk faktor biaya plastik dan goni pada pendistribusian pupuk bersubsidi, ada perbedaan yang nyata pada biaya plastik dan goni untuk perbandingan antara Kecamatan Tigapanah-Munte, Barusjahe-Munte, Simpang IV-Munte dan Simpang IV-Kabanjahe. Untuk faktor biaya pajak SIUD pada pendistribusian pupuk bersubsidi, ada perbedaan yang nyata pada biaya pajak SIUD untuk perbandingan antara Kecamatan Barusjahe-Simpang IV dan Simpang IV-Munte.
Untuk faktor penyusutan timbangan pada pendistribusian pupuk bersubsidi, ada perbedaan yang nyata pada biaya penyusutan timbangan untuk perbandingan antara Kecamatan Tigapanah-Munte, Barusjahe-Simpang IV dan Simpang IV-Munte.
(50)
5.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelangkaan Pupuk Bersubsidi di Kecamatan Tigapanah, Kecamatan Barusjahe, Kecamatan Simpang IV, Kecamatan Munte dan Kecamatan Kabanjahe
Kabupaten Karo sebagai salah satu daerah percontohan pertanian pastilah tidak lepas dari berbagai macam permasalahan yang ada akibat distribusi pupuk yang kurang baik. Penyediaan bahan baku produksi yang baik seperti pupuk dan benih tentunya akan membuahkan hasil yang baik pula, oleh karena itu pemerintah daerah Kabupaten Karo selalu berusaha untuk mengatasi segala kendala dalam pertanian untuk meningkatkan produktivitas terutama segala permasalahan tentang kelangkaan pupuk Bersubsidi.
Dalam sistem distribusi pengadaan dan penyaluran pupuk, titik rawan yang sering menjadi masalah adalah titik pada rantai pasok terakhir, dimana pada setiap rantai pasok terdapat berbagai permasalahan yang akhirnya permasalahan tersebut menumpuk dan harus ditanggung oleh rantai yang terakhir.
Sistem pendistribusian pupuk bersubsidi dilakukan dua kali dalam satu tahun (per semester). Di Kabupaten Karo, pupuk bersubsidi akan datang pada bulan Juni dan bulan Januari.
Dalam pendistribusiannya, kios pupuk memberikan tenggang waktu pembelian kepada seluruh petani yang ada pada desa tersebut untuk membeli pupuk bersubsidi sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam RDKK. Apabila petani tidak membeli pupuk tersebut dalam masa waktu yang ditentukan oleh kios pengecer, maka petani tidak dibenarkan lagi membeli pupuk tersebut setelahnya.
(51)
Sistem pembelian pupuk bersubsidi yang diterapkan oleh pedagang pengecer yaitu dengan membeli seluruh jatah pupuk dalam satu pembelian. Untuk setiap rumah tangga, diberi jatah pupuk bersubsidi sebesar 250 Kg yaitu dengan rincian 50 Kg Urea (1 sak), 50 Kg ZA (1 sak), 50 Kg NPK- Phonska (1sak), 50 Kg SP-36 (1 sak) dan 50 Kg pupuk organik.
jumlah pupuk bersubsidi yang diterima oleh petani tidak tergantung pada luas lahan usahataninya. Jumlah yang mereka terima sama besar untuk setiap petani yang terdaftar dalam RDKK yaitu 250 Kg pupuk. Hal ini menyebabkan, jumlah pupuk bersubsidi yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan kebutuhan pupuk untuk usahatani. Maka dengan demikian, untuk memenuhi kebuhan pupuk maka petani akan membeli pupuk non-subsidi dengan harga yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada beberapa tempat di Kabupaten Karo didapatkan bahwa masalah umum penyaluran dan pengadaan pupuk
bersubsidi yang sering terjadi antara lain :
1. Ketepatan peramalan kebutuhan pupuk bersubsidi yang digunakan petani. 2. Efektifitas pengawasan penyaluran pupuk oleh pemerintah daerah.
3. Perbedaan penyerapan pupuk bersubsidi di setiap daerah. 4. Alokasi pupuk bersubsidi.
5. Dosis pemupukan oleh petani.
Permasalahan tentang distribusi pengadaan dan penyaluran pupuk bisa ditinjau dari prinsip enam tepat seperti yang dijelaskan pada Permendag No 07/M-DAG/PER/2/2009.
(52)
Namun pada bagian berikut akan dijabarkan masalah yang diperkirakan mampu menyebabkan kelangkaan pupuk bersubsidi pemerintah di Kabupaten Karo berdasarkan pelaku yang beroperasi di tingkat kabupaten :
1.Pengecer
• Masalah RDKK : pupuk yang sudah disalurkan oleh distributor tidak ditebus oleh petani.
• Adanya permintaan pupuk dari petani namun tidak melalui mekanisme (RDKK).
• Kesulitan penjualan untuk pupuk yang rusak kemasan/bocor (5-10 karung dalam 1 truk) selama proses pengangkutan.
• Kendala penjadwalan alokasi kepada Kelompok Tani ,pupuk yang diperoleh dari distributor.
2.Kelompok Tani
• Kekurangan jumlah pupuk UREA karena musim tanam tiba Prosedur RDKK yang tidak sesuai.
• Prosedur realokasi masih sangat kurang baik.
3.Petani
• Kendala kemampuan finansial dalam pembelian pupuk,Penyaluran pupuk masih belum tepat sasaran (belum sesuai RDKK).
Selain masalah-masalah di atas, mungkin masih banyak permasalahan lain yang dapat menyebabkan kelangkaan pupuk dan mengganggu proses distribusi pupuk bersubsidi. Hal inilah yang akan selalu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Kabupaten Karo.
(53)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
4. Perbandingan harga jual pupuk bersubsidi di Kabupaten Karo
- Terdapat perbedaan harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer.
- Harga jual pupuk bersubsidi ditingkat pedagang pengecer tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, dimana harga jual semua jenis pupuk bersubsidi berada di atas HET dengan kenaikan harga rata-rata berkisar antara 12 % hingga 20,86 %. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan harga secara nyata dalam
pemasaran pupuk bersubsidi di Kabupaten Karo
- Pada pemasaran pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer di daerah penelitian adalah biaya transportasi, biaya sewa gudang, biaya plastik dan goni, biaya pajak SIUD, penyusutan timbangan.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelangkaan pupuk bersubsidi di Kabupaten Karo
Pengecer: Masalah RDKK : pupuk yang sudah disalurkan oleh distributor tidak ditebus oleh petani, Adanya permintaan pupuk dari petani namun tidak melalui mekanisme (RDKK), Kesulitan penjualan untuk pupuk yang rusak kemasan/bocor (5-10 karung dalam 1 truk) selama proses pengangkutan, Kendala penjadwalan alokasi kepada Kelompok Tani ,pupuk yang diperoleh dari distributor.
(54)
Kelompok Tani: Kekurangan jumlah pupuk UREA karena musim tanam tiba Prosedur RDKK yang tidak sesuai, , Prosedur realokasi masih sangat kurang baik.
Petani :Kendala kemampuan finansial dalam pembelian
pupuk,Penyaluran pupuk masih belum tepat sasaran (belum sesuai RDKK).
Saran
1. Kepada Pedagang
Diharapkan pedagang dapat memperhatikan biaya pemasaran seperti biaya transportasi atau bongkar muat, misalnya dengan membuat pengangkutan bersama untuk pedagang dalam satu wilayah yang akan memperkecil biaya. 2. Kepada Pemerintah
- Pemerintah sebaiknya menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sesuai dengan kenyataan harga yang terbentuk di lapangan (sekitar ± 30%).
- Agar pemerintah lebih mengawasi sistem pemasaran pupuk bersubsidi agar sesuai dengan peraturan yang telah dibuat.
3. Kepada Peneliti Selanjutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya meneliti tentang saluran dan analisis pemasaran pupuk bersubsidi dari produsen hingga ke konsumen di daerah lainnya.
(55)
DAFTAR PUSTAKA
Amang, B. 1995. Kebijaksanaan Pangan Nasional Anonimous. 2010. PT. Darma Karsa Utama. Jakarta
Secara Teoritis Konsep Pupuk Bersubsidi Lebih Baik
Angipora, Marius P. 1999. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
. Http:www.Suara karya – online.com/news
Hakim,N. M. Y. dkk. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Hardjowigeno, S. 1995.
. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Ilmu Tanah Indranada, H.K. 1989.
. Akademika Pressindo. Jakarta. Pengolahan Kesuburan Tanah
Irianto,A.2004.Statistik Konsep Dasar Dan Aplikasinya.Kencana.Jakarta. . Bina Aksara. Jakarta. Kementerian Pertanian. 2009. Kebijakan Subsidi Pupuk dan HPP Gabah Tahun
2010 dalam Publikasi Hasil Penelitian Kementerian Pertanian Volume 3 Tahun 2009
Kementerian Pertanian. 2011. Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK) Pupuk Bersubsidi.
Kotler, Philip dan Gary Armstrong. 2004. Dasar-dasar Pemasaran. Jilid I. Jakarta: Indeks.
Lingga, Pinus, dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya.
Lipsey, Richard G, dkk. 1993. Pengantar Mikro Ekonomi. Jakarta: Erlangga. Maulana, Ahmad dan Benny Rachman. 2009. Evaluasi Kebijakan Sistem
Distribusi dan Efektifitas Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk di Tingkat Petani. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Moenandir, Jody. 2004. Prinsip-prinsip Utama Cara Menyukseskan Produksi
Pertanian: Dasar-dasar Budidaya Pertanian. Malang: Bayumedia Publishing.
Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta: Agromedia Pustaka. PT. PUSRI. 2009. Profil Pemasaran Pola Penjualan Pupuk
Rosmarkam, Afandie, dan Nasih Widya Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta: Kanisius.
. Pusri Keluarga Petani. Palembang.
Sinar Tani. 2008. Agar Pupuk Bersubsidi Lebih Tepat Sasaran.
Sugiarto, dkk. 2005. Ekonomi Mikro: Sebuah Kajian Komprehensif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yayasan Pengembangan Sinar Tani. Jakarta.
(56)
Lampiran 1. Data Sampel Pedagang Pengecer Pupuk di Kecamatan Tigapanah, Barusjahe, Simpang IV, Munte dan Kabanjahe, 2012
No. Umur
(tahun)
Pengalaman
(tahun) Domisili Jenis Pupuk
Volume
Beli Beli Harga per Kg (Rp)
Harga Jual per Kg (Rp) (kg)
1 38 6
Kecamatan Tigapanah
Urea 32,500 1,565 2,000
SP-36 7,500 1,955 2,500
ZA 11,250 1,355 2,000
NPK Phonska 7,500 2,255 3,000
Organik 2,250 455 700
2 60 8
Kecamatan Tigapanah
Urea 35,000 1,565 2,000
SP-36 10,000 1,955 2,500
ZA 15,000 1,355 2,000
NPK Phonska 10,000 2,255 2,800
Organik 4,000 455 675
3 45 7
Kecamatan Tigapanah
Urea 40,000 1,565 2,000
SP-36 12,500 1,955 2,200
ZA 15,000 1,355 1,800
NPK Phonska 12,500 2,255 2,700
Organik 6,000 455 650
4 42 7
Kecamatan Tigapanah
Urea 45,000 1,565 2,000
SP-36 13,000 1,955 2,500
ZA 17,000 1,355 2,000
NPK Phonska 12,000 2,255 3,000
Organik 2,000 455 675
5 48 4
Kecamatan Tigapanah
Urea 32,000 1,565 2,000
SP-36 10,000 1,955 2,500
ZA 15,000 1,355 2,000
NPK Phonska 10,000 2,255 2,800
Organik 3,000 455 650
6 42 6
Kecamatan Tigapanah
Urea 36,000 1,565 2,000
SP-36 12,500 1,955 2,500
ZA 15,000 1,355 1,800
NPK Phonska 12,500 2,255 2,800
(57)
Lanjutan lampiran 1
7 41 12
Kecamatan Barusjahe
Urea 32,500 1,565 2,000
SP-36 11,000 1,955 2,500
ZA 12,500 1,355 1,800
NPK Phonska 11,000 2,255 2,700
Organik 4,000 455 500
8 38 2
Kecamatan Barusjahe
Urea 35,000 1,565 1,900
SP-36 12,500 1,955 2,200
ZA 15,000 1,355 1,800
NPK Phonska 12,500 2,255 2,800
Organik 4,000 455 600
9 37 1
Kecamatan Barusjahe
Urea 30,000 1,600 2,500
SP-36 5,000 2,000 2,800
ZA 10,000 1,400 2,200
NPK Phonska 5,000 2,300 3,000
Organik 1,000 500 675
10 35 5
Kecamatan Barusjahe
Urea 30,000 1,565 2,000
SP-36 7,500 1,955 2,200
ZA 10,000 1,355 1,800
NPK Phonska 7,500 2,255 2,800
Organik 3,000 455 600
11 38 7
Kecamatan Barusjahe
Urea 33,000 1,565 2,000
SP-36 7,500 1,955 2,500
ZA 11,500 1,355 2,000
NPK Phonska 7,500 2,255 3,000
Organik 2,500 455 700
12 45 3
Kecamatan Barusjahe
Urea 35,000 1,565 2,000
SP-36 10,000 1,955 2,500
ZA 15,000 1,355 2,000
NPK Phonska 10,000 2,255 2,800
(58)
Lanjutan lampiran 1
13 39 7
Kecamatan Simpang IV
Urea 46,000 1,565 2,000
SP-36 13,000 1,955 2,200
ZA 17,500 1,355 1,800
NPK Phonska 13,000 2,255 2,700
Organik 4,500 455 650
14 42 5
Kecamatan Simpang IV
Urea 40,000 1,565 2,000
SP-36 12,500 1,955 2,500
ZA 15,000 1,355 2,000
NPK Phonska 12,500 2,255 3,000
Organik 6,000 455 675
15 43 3
Kecamatan Simpang IV
Urea 45,000 1,565 2,000
SP-36 13,000 1,955 2,500
ZA 17,000 1,355 2,000
NPK Phonska 12,000 2,255 2,800
Organik 2,000 455 650
16 32 7
Kecamatan Simpang IV
Urea 45,000 1,565 2,000
SP-36 13,000 1,955 2,500
ZA 17,000 1,355 1,800
NPK Phonska 12,000 2,255 2,800
Organik 3,000 455 500
17 39 8
Kecamatan Simpang IV
Urea 36,000 1,565 2,000
SP-36 12,500 1,955 2,500
ZA 15,000 1,355 1,800
NPK Phonska 12,500 2,255 2,700
Organik 6,000 455 500
18 38 4
Kecamatan Simpang IV
Urea 40,000 1,565 1,900
SP-36 12,500 1,955 2,200
ZA 15,000 1,355 1,800
NPK Phonska 12,500 2,255 2,800
(59)
Lanjutan lampiran 1
19 41 6
Kecamatan Munte
Urea 32,500 1,600 2,500
SP-36 11,500 2,000 2,800
ZA 12,500 1,400 2,200
NPK Phonska 11,500 2,300 3,000
Organik 4,000 500 675
20 40 4
Kecamatan Munte
Urea 33,000 1,565 2,000
SP-36 7,500 1,955 2,200
ZA 12,500 1,355 1,800
NPK Phonska 7,500 2,255 2,800
Organik 3,500 455 600
21 38 2
Kecamatan Munte
Urea 32,500 1,565 2,000
SP-36 10,000 1,955 2,500
ZA 12,500 1,355 2,000
NPK Phonska 10,000 2,255 3,000
Organik 3,000 455 700
22 54 3
Kecamatan Munte
Urea 35,000 1,565 2,000
SP-36 11,500 1,955 2,500
ZA 15,000 1,355 2,000
NPK Phonska 11,500 2,255 2,800
Organik 4,000 455 675
23 42 7
Kecamatan Munte
Urea 32,500 1,565 2,000
SP-36 7,500 1,955 2,200
ZA 12,000 1,355 1,800
NPK Phonska 7,500 2,255 2,700
Organik 2,500 455 650
24 47 9
Kecamatan Munte
Urea 40,000 1,565 2,000
SP-36 12,500 1,955 2,500
ZA 15,000 1,355 2,000
NPK Phonska 12,500 2,255 3,000
(60)
Lanjutan lampiran 1
25 49 10
Kecamatan Kabanjahe
Urea 35,000 1,565 2,000
SP-36 10,500 1,955 2,500
ZA 15,000 1,355 2,000
NPK Phonska 10,500 2,255 2,800
Organik 4,000 455 650
26 44 5
Kecamatan Kabanjahe
Urea 46,000 1,565 2,000
SP-36 15,000 1,955 2,500
ZA 17,500 1,355 1,800
NPK Phonska 15,000 2,255 2,800
Organik 4,500 455 500
27 41 8
Kecamatan Kabanjahe
Urea 38,000 1,565 2,000
SP-36 12,500 1,955 2,500
ZA 15,000 1,355 1,800
NPK Phonska 12,500 2,255 2,700
Organik 6,000 455 500
28 38 1
Kecamatan Kabanjahe
Urea 51,000 1,565 1,900
SP-36 30,000 1,955 2,200
ZA 30,000 1,355 1,800
NPK Phonska 30,000 2,255 2,800
Organik 6,000 455 600
29 50 5
Kecamatan Kabanjahe
Urea 2,600 1,600 2,500
SP-36 2,600 2,000 2,800
ZA 2,600 1,400 2,200
NPK Phonska 2,600 2,300 3,000
Organik 1,040 500 675
30 43 2
Kecamatan Kabanjahe
Urea 31,000 1,565 2,000
SP-36 10,000 1,955 2,200
ZA 15,000 1,355 1,800
NPK Phonska 10,000 2,255 2,800
(61)
Lampiran 2. Jumlah Kelompok Tani di Kabupaten Karo
No Kecamatan
Jumlah Kelompok
Tani
Jumlah Anggota
Jumlah Luas Lahan
1 Barusjahe 234 6,786 9,180
2 Tigapanah 284 9,650 12,760
3 Kabanjahe 89 3,651 7,400
4 Simpang IV 220 6,750 6,703
5 Payung 65 4,395 3,471
6 Munte 214 9,391 12,895
7 Tigabinanga 163 7,063 12,263
8 Juhar 213 6,662 7,920
9 Kutabuluh 132 4,812 9,261 10 Mardinding 175 5,893 13,213 11 Berastagi 77 2,888 2,623
12 Merek 134 3,996 5,623
13 Lau Baleng 287 7,672 15,140 14 Dolat Rakyat 72 2,371 2,325 15 Naman Teran 87 3,721 4,112
16 Merdeka 97 2,641 2,123
(62)
Lampiran 3. Selisih Harga Jual di Setiap Kecamatan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET)
No
Kecamatan
Selisih Harga
Jual Urea
Selisih Harga
jual SP-36
Selisih Harga Jual
ZA
Selisih Harga
Jual NPK-Phonska
Selisih Harga Jual Organik
Persentase Kenaikan
Harga Urea
Persentase Kenaikan Harga
SP-36
Persentase Kenaikan Harga ZA
Persentase Kenaikan
Harga NPK-Phonska
Persentase Kenaikan
Harga Organik 1 Tigapanah 460 460 450 400 100 28.75 23.00 32.14 17.39 20.00
2 Barusjahe 140 150 150 160 50 8.75 7.50 10.71 6.96 10.00
3 Simpang IV 250 250 260 250 75 15.63 12.50 18.57 10.87 15.00
4 Munte 560 540 540 550 125 35.00 27.00 38.57 23.91 25.00
(1)
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 platik.1 - plastik.2
41666.666
67 382644.30829
156213.88 472
-359893.90 785
443227.24
119 .267 5 .800
Pair 2 platik.1 - plastik.3 -216666.66 667
366969.57185 149814.70036
-601777.61 412
168444.28
079 -1.446 5 .208 Pair 3 platik.1 - plastik.4 463333.33
333 282252.84173
115229.24 012
167127.14 176
759539.52
491 4.021 5 .010 Pair 4 platik.1 - plastik.5
208333.33
333 387835.87594
158333.33 333
-198675.45 731
615342.12
397 1.316 5 .245 Pair 5 plastik.2 - plastik.3
-258333.33 333
272794.18371 111367.75 915
-544613.27 207
27946.605
41 -2.320 5 .068 Pair 6 plastik.2 - plastik.4 421666.66
667 216833.26928
88521.811 50
194114.10 597
649219.22
736 4.763 5 .005 Pair 7 plastik.2 - plastik.5
166666.66
667 427395.21133
174483.36 438
-281857.10 042
615190.43
375 .955 5 .383
Pair 8 plastik.3 - plastik.4 680000.00
000 228035.08502
93094.933 63
440691.85 464
919308.14
536 7.304 5 .001 Pair 9 plastik.3 - plastik.5 425000.00
000 248495.47280
101447.85 196
164219.99 450
685780.00
550 4.189 5 .009 Pair 10 plastik.4 - plastik.5
-255000.00 000
367083.09686 149861.04 675
-640230.08 464
130230.08
464 -1.702 5 .150
(2)
Pair 1 pajak.1 333333.33
33 6 81649.65809
33333.333 33 pajak.2 258333.33
33 6 37638.63264
15365.907 43 Pair 2 pajak.1 333333.33
33 6 81649.65809
33333.333 33 pajak.3 416666.66
67 6 25819.88897
10540.925 53 Pair 3 pajak.1 333333.33
33 6 81649.65809
33333.333 33 pajak.4 291666.66
67 6 49159.60401
20069.324 30 Pair 4 pajak.1 333333.33
33 6 81649.65809
33333.333 33 pajak.5 341666.66
67 6 73598.00722
30046.260 63 Pair 5 pajak.2 258333.33
33 6 37638.63264
15365.907 43 pajak.3 416666.66
67 6 25819.88897
10540.925 53 Pair 6 pajak.2 258333.33
33 6 37638.63264
15365.907 43 pajak.4 291666.66
67 6 49159.60401
20069.324 30 Pair 7 pajak.2 258333.33
33 6 37638.63264
15365.907 43 pajak.5 341666.66
67 6 73598.00722
30046.260 63 Pair 8 pajak.3 416666.66
67 6 25819.88897
10540.925 53 pajak.4 291666.66
67 6 49159.60401
20069.324 30 Pair 9 pajak.3 416666.66
67 6 25819.88897
10540.925 53 pajak.5 341666.66
67 6 73598.00722
30046.260 63 Pair
10
pajak.4 291666.66
67 6 49159.60401
20069.324 30 pajak.5 341666.66
67 6 73598.00722
30046.260 63
(3)
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 pajak.1 - pajak.2
75000.000
00 103682.20677
42328.083 66
-33807.803 00
183807.80
300 1.772 5 .137 Pair 2 pajak.1 - pajak.3
-83333.333 33
87559.50358 35746.01765
-175221.39 700
8554.7303
3 -2.331 5 .067 Pair 3 pajak.1 - pajak.4
41666.666
67 86120.07122
35158.371 85
-48710.805 38
132044.13
871 1.185 5 .289 Pair 4 pajak.1 - pajak.5
-8333.3333 3
102062.07262 41666.666 67
-115440.90 982
98774.243
15 -.200 5 .849 Pair 5 pajak.2 - pajak.3
-158333.33 333
49159.60401 20069.324 30
-209923.17 383
-106743.49 284
-7.889 5 .001 Pair 6 pajak.2 - pajak.4
-33333.333 33
75277.26527 30731.814 86
-112331.97 838
45665.311
72 -1.085 5 .328 Pair 7 pajak.2 - pajak.5
-83333.333 33
81649.65809 33333.33333
-169019.39 452
2352.7278
5 -2.500 5 .054 Pair 8 pajak.3 - pajak.4 125000.00
000 52440.44241
21408.720 96
69967.130 77
180032.86
923 5.839 5 .002 Pair 9 pajak.3 - pajak.5
75000.000
00 75828.75444
30956.959 37
-4577.3974 4
154577.39
744 2.423 5 .060 Pair 10 pajak.4 - pajak.5
-50000.000 00
118321.59566 48304.58915
-174170.89 946
74170.899
46 -1.035 5 .348
(4)
Pair 1 susut.1 216666.66
67 6 40824.82905
16666.666 67 susut.2 179166.66
67 6 29226.12986
11931.517 55 Pair 2 susut.1 216666.66
67 6 40824.82905
16666.666 67 susut.3 225000.00
00 6 27386.12788
11180.339 89 Pair 3 susut.1 216666.66
67 6 40824.82905
16666.666 67 susut.4 170833.33
33 6 18819.31632
7682.9537 1 Pair 4 susut.1 216666.66
67 6 40824.82905
16666.666 67 susut.5 212500.00
00 6 46770.71733
19094.065 40 Pair 5 susut.2 179166.66
67 6 29226.12986
11931.517 55 susut.3 225000.00
00 6 27386.12788
11180.339 89 Pair 6 susut.2 179166.66
67 6 29226.12986
11931.517 55 susut.4 170833.33
33 6 18819.31632
7682.9537 1 Pair 7 susut.2 179166.66
67 6 29226.12986
11931.517 55 susut.5 212500.00
00 6 46770.71733
19094.065 40 Pair 8 susut.3 225000.00
00 6 27386.12788
11180.339 89 susut.4 170833.33
33 6 18819.31632
7682.9537 1 Pair 9 susut.3 225000.00
00 6 27386.12788
11180.339 89 susut.5 212500.00
00 6 46770.71733
19094.065 40 Pair
10
susut.4 170833.33
33 6 18819.31632
7682.9537 1 susut.5 212500.00
00 6 46770.71733
19094.065 40
(5)
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 susut.1 - susut.2
37500.000
00 60724.78901
24790.791 30
-26226.757 81
101226.75
781 1.513 5 .191 Pair 2 susut.1 - susut.3
-8333.3333 3
49159.60401 20069.32430
-59923.173 83
43256.507
16 -.415 5 .695 Pair 3 susut.1 - susut.4 45833.333
33 43060.03561
17579.185
92 644.59731
91022.069
36 2.607 5 .048 Pair 4 susut.1 - susut.5
4166.6666
7 48519.75543
19808.107 21
-46751.693 92
55085.027
25 .210 5 .842
Pair 5 susut.2 - susut.3 -45833.333 33
43060.03561 17579.185 92
-91022.069 36
-644.59731 -2.607 5 .048 Pair 6 susut.2 - susut.4
8333.3333
3 40824.82905
16666.666 67
-34509.697 26
51176.363
93 .500 5 .638
Pair 7 susut.2 - susut.5 -33333.333 33
60553.00708 24720.661 62
-96879.817 07
30213.150
40 -1.348 5 .235 Pair 8 susut.3 - susut.4 54166.666
67 36799.00361
15023.130 31
15548.480 77
92784.852
57 3.606 5 .015 Pair 9 susut.3 - susut.5
12500.000
00 56457.94895
23048.861 14
-46748.983 79
71748.983
79 .542 5 .611
Pair 10 susut.4 - susut.5 -41666.666 67
60553.00708 24720.661 62
-105213.15 040
21879.817
07 -1.685 5 .153
(6)