TANTANGAN DAN PROSPEK KEDAULATAN ENERJI DAN MARITIM INDONESIA DALAM MENGHADAPI
ASEAN COMMUNITY 2015 Peran
International Policing Polri
BOY SALAMUDDIN
I. POLITIK INTERNASIONAL
Dalam setahun belakangan ini pemerintah Indonesia, para pakar, perguruan tinggi dan lembaga non pemerintah dalam dan
luar negeri disibukkan dengan isu baru, yang sebenarnya tidak juga baru. Dalam konteks sejarah kerajaan-kerajaan lokal
nusantara, kita dibanggakan dengan kejayaan kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Presiden Djokowi hadir menghidupkan kembali
asa kita tentang kejayaan negara maritim Indonesia baru, yang kita pahami sebagai Poros Maritim Dunia. Suatu poros yang,
yang saya percaya berada diantara poros-poros dunia lainnya. Kita pahami bahwa banyak negara secara individual unilateral
atau secara kolektif multilateral mengklaim dirinya juga sebagai poros dunia. China atau Tiongkok dengan Jalur Sutera
Maritim
Maritime Silk Road abad XI.Rusia yang kian kokoh secara politik, ekonomi dan militer menggagas
Trans Siberia Lines yang membentang dari Moskow dan melintasi kawasan
Eropa di barat sampai ke Asia Timur di Beiing atau Vladivostok. Kita juga memahami perjanjian
Trans Pasific Partnership TPPyang dimotori oleh Amerika Serikat. Suatu perjanjian kerja
sama yang “melengkapi” berbagai perjanjian kerja sama ekonomi yang sudah hadir sebelumnya.TPP kemudian ditandingi
dengan Regional Economic Cooperation Partnership RECP yang dimotori oleh Tiongkok. Di kawasan benua Amerika Utara ada
NAFTA. Bahkan APEC yang juga beda-beda tipis dengan TPP.Isu dan kepentingan utama kerja sama kawasan dan antar kawasan
ini , utamanya adalah kerja sama ekonomi dan perdagangan.
Dalam konteks Ke-ASEAN-an ada AFTA dan AFTA plus, secara invidual maupun dengan multilateral, seperti
East Asia Summit EAS. Kesepuluh negara anggota ASEAN juga
bersepakat untuk membentuk pasar terbuka dalam kerangka
Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA yang akan efektif pada akhir tahun 2015. Selain itu ada pula Komunitas Politik dan Keamanan
ASEAN Political and Security Community.
Tiongkok kini menjadi poros dan magnet hubungan dan kerja sama regional serta internasional. Kejayaan, kemasyuran
dan kesuksesan Tiongkok, tetap saja menyisakan residu-residu sosial dan mendorong berkembangnya sindikat-sindikat
transnasional. Beragam bentuk dan jenis kejahatan transnasional yang terjadi sebagai dampak globalisasi dan kerjasama antara
aktor negara dan aktor non negara. Satu contoh yang masih sangat aktual dan faktual adalah keberhasilan Polda Metrojaya
tangal 26 Mei 2015 menangkap dan mengungkap sindikat penipuan transnasional melalui fasilitas internet. Pengungkapan
ini bukan yang pertama dilakukan oleh Polri, beberapa kasus sebelumnya sudah pernah terungkap oleh Bareskrim Polri melalui
kerjasama
police to police. Tiongkok menggeliat dengan cepat dan mengembangkan
poros baru kerja sama, sebagai rivalitas keberadaan dan peran NATO yang selama ini terkesan pemain tunggal global.
Keanggotan 6 enam Shanghai Cooperation OrganizationSCO
disepakati tahun 2011. Bidang pokok kerja sama mencakup militer, ekonomi dan budaya. Kerja sama inter-regional ini kian
eksis dan menguat dengan dukungan kepemimpinan Tiongkokdan
Rusia yang
cenderung agresif.
Re- alignmentnegara-negara besar great powersdiabad XXI
ini yang berpotensi mendorong terjadinya proxy wars di berbagai
belahan benua. Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa negara maju cenderung tidak ingin terlibat langsung dalam konflik.
Sehingga dalam mengamankan kepentingan nasionalnya, negara-negara maju cenderung untuk menggunakan negara
ketiga yang berada dalam lingkaran pengaruhnya
sphere of influence untuk dijadikan proxy atau bemper. Negara ketiga ini
yang akan menjadi tempat dari konflik antara negara-negara besar.
Konflik atau perang sipil di Ukrania, Suriah, Sudan dan Yaman belakangan ini membuktikan hipotesa tersebut. Dampak
konflik yang terjadi sangat beragam, satu diantaranya adalah migrasi terpaksa dengan berbagai motif dan mencari berbagai
akses untuk dapat menghindar dari konflik. Masyarakat sipil
non- combatant di daerah konflik ini yang potensial dan rentan
menjadi korban trafficking in
persons atau human trafficking.Meningkatnya konflik kekerasan berbanding linier
dengan meningkatnya migrasi dan korban sindikat kejahatan transnasional.
Pemerintah kita baru saja menunjukan kebesaran jiwa dengan menampung warga Rohingya dan Bangladesh yang
terapung dan terkatung-katung di lautan. Kejadian ini bukanlah yang pertama menimbulkan keprihatinan dunia dan mendorong
respons Indonesia, Malaysia dan Thailand untuk mengambil langkah-langkah politik dan kemanusiaan terhadap para
boat people tersebut. Pertanyaan kita adalah: mengapa mereka
melintasi alur laut kepulauan di Indonesia? Apakah selat Malaka termasuk laut yang relatif amanuntuk pelayaran?Apakah akses
lintasan di alur-alur kepulauan di Indonesia relatif “aman” dari pengawasan, patroli dan penegakan hukum negara-negara
pantai di selat Malaka? Apakah kebijakan pemerintah Indonesia dianggap lunak dan toleran terhadap migran? Sejauh mana
efektifitas penegakan hukum di Indonesia terhadap pelaku dan sindikat kejahatan transnasional ?
Kesemua pertanyaan, kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap aksi-aksi sindikat kejahatan transnasional
terkait dengan kemaritiman harus terakomodasi dalam kebijakan dan strategi nasional yang berhulu pada cetak birukomitmen
Konferensi Asia Afrika 2015, “
National Maritime Defense and Security.”
II. ANCAMAN NON TRADISIONAL