ANCAMAN NON TRADISIONAL Paper Semnas Boy Salamudin

menjadi korban trafficking in persons atau human trafficking.Meningkatnya konflik kekerasan berbanding linier dengan meningkatnya migrasi dan korban sindikat kejahatan transnasional. Pemerintah kita baru saja menunjukan kebesaran jiwa dengan menampung warga Rohingya dan Bangladesh yang terapung dan terkatung-katung di lautan. Kejadian ini bukanlah yang pertama menimbulkan keprihatinan dunia dan mendorong respons Indonesia, Malaysia dan Thailand untuk mengambil langkah-langkah politik dan kemanusiaan terhadap para boat people tersebut. Pertanyaan kita adalah: mengapa mereka melintasi alur laut kepulauan di Indonesia? Apakah selat Malaka termasuk laut yang relatif amanuntuk pelayaran?Apakah akses lintasan di alur-alur kepulauan di Indonesia relatif “aman” dari pengawasan, patroli dan penegakan hukum negara-negara pantai di selat Malaka? Apakah kebijakan pemerintah Indonesia dianggap lunak dan toleran terhadap migran? Sejauh mana efektifitas penegakan hukum di Indonesia terhadap pelaku dan sindikat kejahatan transnasional ? Kesemua pertanyaan, kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap aksi-aksi sindikat kejahatan transnasional terkait dengan kemaritiman harus terakomodasi dalam kebijakan dan strategi nasional yang berhulu pada cetak birukomitmen Konferensi Asia Afrika 2015, “ National Maritime Defense and Security.”

II. ANCAMAN NON TRADISIONAL

Menurut Montratama, 1 dari berbagai diskusi ilmiah, telah mengemuka 3 tiga kelompok konsep definisi Poros Maritim Dunia, terutama tentang definisi dari kata ’poros.’ Kelompok pertama memaknai poros sebagai pusat atau sumbu, yang mengartikan PMD sebagai visi untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat dari aktivitas kelautan dunia. Bagi kelompok pertama, PMD lebih cenderung diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai Global Maritime Fulcrum atau GMF. Kelompok kedua memaknai poros sebagai alignment seperti dahulu ada poros Beijing-Pyongyang-Jakarta. Bagi kelompok kedua, PMD 1 Montratama, Ian. 2015. Poros Maritim Dunia: Suatu Geostrategi Presiden Jokowi?. Paper untuk Jurnal Unhan edisi 2015. cenderung diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Global Maritime Axis atau GMA. Bagi kelompok kedua, ada alignment yang ingin dibangun antara Indonesia dengan kekuatan lain di kawasan regional yang dapat menunjang posisi strategis dan kepentingan nasional Indonesia. Namun ada juga yang kelompok ketiga yang memaknai poros maritim sebagai jalur pelayaran maritim, sehingga PMD dimaksudkan adalah visi Indonesia untuk menguasai jalur pelayaran maritim dunia. Kelompok ini cenderung menerjemahkan PMD menjadi Global Maritime Nexus atau GMN. Poros maritim dunia hakikatnya adalah jalur atau lajur dimana terjadi dan berlangsungnya lalu lintas manusia, barang, jasa, investasi diantara satu titik pelabuhan ke pelabuhan lainnya, didalam wilayah negara atau melintasi yurisdiksi negara cross border. Lalu lintas ini melintasi atau meliwati tol laut yang tidak bebas kepentingan atau bebas dari ancaman potensial dan eksistensial, dengan kata lain kita bangsa Indonesia dan negara- negara lain yang menggunakan poros maritim ini harus memiliki kebijakan dan strategi kerja sama keamanan serta keselamatan maritim yang komprehensif, integral dan efektif. Lalu lintas diatas dan dibawah laut adalah potensi dan peluang pembangunan kesejahteraan bagi masyarakat bangsa Indonesia, namun kita juga juga tidak boleh menafikan, menegasikan atau lengah bahwa dibalik peluang yang indah dan manis itu, terkandung juga potensi besar ancaman terhadap keamanan dan keselamatan bangsa. Selama ini penulis memandang bahwa porsi atensi kita terperangkap oleh persepsi terhadap keamanan tradisional. Ancaman klasikal berupa intervensi, invasi negara asing atau perang terbuka dengan negara-negara lain. Persepsi tersebut tidaklah keliru, karena sejatinya kaum realis lebih banyak dianut oleh pemerintahan- pemerintahan di berbagai belahan dunia, tidak membedakan bentuk negara dan sistem pemerintahannya. Mereka yang sejalan dengan perspektif atau pendekatan Morgenthaumeyakini bahwa manusia pada hakikatnya adalah mahluk yang berkonflik, yang dilandasi oleh oleh adanya persaingan dan kepentingan untuk merebut dan menguasai kekuasaan dan kekuatan pada berbagai dimensi ruang, waktu dan tempat serta kesempatan atau peluang, sekecil apapun untuk sebesar-besarnya kepentingan nasional. Burgess 2008 dalam artikelnya Non Military Security Challenges mengungkapkan : “new forms of nationalism, ethnic conflict and civil war, infomation technology, biological and chemical warfare, resource conflict, pandemics, mass migrations, transnational terrorism and enviromental dangers challenge the conventional means of understanding threat and of assuring the security of all.” Ada ancaman lain selain ancaman perang, yaitu ancaman non tradisional seperti yang disampaikan Burges. Dalam penanganan ancaman non tradisional yang berdimensi lintas batas, Indonesia perlu menata instansi mana saja dilibatkan serta pembagian tugas dan kewenangannya. Dalam politik internasional modern, negara-negara yang memiliki kekuatan ekonomi dan militer yang besar memiliki pengaruh yang signifikan dalam mengendalikan akses atas sumber daya yang penting bagi negaranya, seperti : energi minyak bumi, gas alam, batubara; dan jalur transportasi komoditas yang dibutuhkannya alur laut, pipa gas, pipa minyak, saluran listrik, saluran komunikasi. Pada bulan tahun 2011 Presiden Barack Obama mencanangkan kebijakan Pivot to the Pacific yang direvisi menjadi Rebalancing toward Asia 2 sebagai respon atas kebangkitan Tiongkok sebagai kekuatan besar di Asia Pasific. Wujud dari kebijakan ini adalah memprioritaskan kawasan Asia Pasifik dalam perencanaan militer AS, kebijakan luar negeri, dan kebijakan ekonomi. Rebalance dimaksudkan dengan penarikan pasukan AS di Irak dan juga di Afghanistan, serta menambah perhatian ke Asia Pasifik untuk mengantisipasi tantangan dan peluang di masa depan. Pada bulan November 2011, 3 Presiden Obama menyampaikan pidato di depan parlemen Australia bahwa Amerika Serikat akan memainkan peran yang lebih besar dan untuk jangka panjang di Asia Pasifik. Tujuan utamanya adalah turut membentuk norma dan aturan di Asia Pasifik agar hukum dan norma internasional ditegakkan, freedom of navigation tidak terganggu, kekuatan- kekuatan besar membangun kepercayaan dengan negara-negara tetangganya dan persengketaan diselesaikan secara damai tanpa menggunakan kekerasan. 2 Manyin, M.E. et al. NA. Pivot to the Pacific? The Obama Administration’s “Rebalancing” Toward Asia. Washington D.C.: Congressional Research Sevice. 3 http:www.theguardian.comworld2011nov17obama-asia-pacific-address-australia-parliament diunduh pada tanggal 21 Maret 2015 Mantan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton pada tahun 2011 menyatakan bahwa di Asia Tenggara pivot dimaksudkan untuk menjaga jalur laut dari Samudera Hindia melalui Selat Sunda ke Pasifik yang dilalui rute perdagangan dan energi yang paling dinamis. 4 Tow berpendapat bahwa kepentingan utama AS di Asia Tenggara adalah : pengamanan alur laut, pasar, dan sumber daya alam. 5 Sedangkan untuk Tiongkok, menurut think tank CIIS, konsep Jalur Sutra Maritim 6 dimaksudkan untuk mengamankan jalur maritim dari Tiongkok, ke Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Selat Lombok dan Selat Sunda serta kemudian sepanjang Samudera Hindia Utara ke Teluk Persia, Laut Merah dan Teluk Aden. Dengan kata lain, jalur maritim akan menghubungkan Asia ke Timur Tengah, Afrika Timur dan Eropa. Kebijakan Rebalancing AS juga dapat disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu : pertama, fakta bahwa pertumbuhan ekonomi dan militer tercepat di dunia pada saat ini berada di Asia Timur dan Tenggara, sehingga Amerika Serikat perlu memprioritaskan wilayah ini, mengubah kebijakan lamanya yang dianggap terlalu terfokus kepada masalah-masalah di Eropa dan TImur Tengah; dan kedua, fakta bahwa Tiongkok pada saat ini merupakan salah satu negara terkuat secara ekonomi di dunia, anggaran untuk persenjataannya meningkat drastis, dan Tiongkok juga mulai bertindak agresif, terutama dalam masalah sengketa perbatasan dengan Jepang dan negara-negara Asia Tenggara, seperti Fiilipina dan Vietnam. 7 Sebagai negara terkuat di dunia dan satu-satunya negara yang mampu mengimbangi Tiongkok, Amerika Serikat pun menjadi tempat bagi negara- negara yang terlibat konflik dengan Tiongkok untuk meminta bantuannya. Akibatnya, pengaruh Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara pun masih diiginkan untuk tetap besar. Dari Harian Tiongkok Daily, 8 dua tahun setelahnya, tepatnya pada tanggal 3 Oktober 2013 Presiden Tiongkok Xi Jinping mencanangan visi Jalan Sutra Maritim JSM abad ke- 4 Tow, W. 2012. The Eagle Returns: resurgent US strategy in Southeast Asia and its policy implications. Policy Analysis. Barton : Australian Strategic Policy Institute ASPI pp.1 5 Ibid, pp. 2-3 6 http:www.ciis.org.cnenglish2014-0915content_7231376.htm diunduh pada tanggal 12 Maret 2015 7 http:carnegieendowment.org20110309rebalancing-growth-in-asia-economic-dimensions-for- china1z7 diunduh pada tanggal 21 Maret 2015 8 http:usa.chinadaily.com.cnchina2013-1004content_17008940.htm diunduh pada tanggal 12 Maret 2015 21 di hadapan parlemen Indonesia Inti dari visi ini adalah pembangunan prasarana transportasi laut dari Tiongkok melintasi Asia Tenggara ke Asia Selatan, Timur Tengah, Eropa dan Afrika yang disponsori Tiongkok. Mirip dengan Marshall Plan setelah Perang Dunia ke-2, Tiongkok berkomitmen untuk menyediakan dana hingga 40 Milyar untuk pembangunan pelabuhan laut dalam deep sea port di lokasi-lokasi strategis di rute Jalan sutra maritim JSM Tiongkok. Tiongkok pun berusaha meningkatkan pengaruhnya di Asia Tenggara, terutama melalui kekuatan ekonominya. Tiongkok banyak menawarkan proyek-proyek infrastruktur yang didanai dengan pinjaman yang lunak. Akibatnya, banyak negara yang cenderung berorientasi ke Tiongkok, seperti Kamboja dan Laos, yang sangat bergantung kepada Tiongkok secara ekonomi. Walaupun hubungan Amerika Serikat dan Tiongkok sampai sekarang masih cukup bagus terutama di sektor ekonomi dan kemungkinan terjadinya perang masih sangat jauh, namun kedua negara sudah bersiap-siap dan bermanuver untuk memperkuat posisi mereka jika ada kemungkinan perang akan terjadi. Misalnya Tiongkok tahu bahwa Amerika Serikat mampu memutus jalur perdagangan Tiongkok dengan memblokade Selat Malaka dengan menggunakan sekutunya, Singapura. Karena itulah Tiongkok terus mendesak Thailand untuk mempertimbangkan konstruksi Terusan Kra Isthmus, 9 sebagai alternatif bagi jalur pelayaran. Selain itu, Tiongkok pun mendorong kerja sama ekonomi, seperti dengan didirikannya Asian Infrastructure Investment Bank AIIB 10 sebagai alternatif dari World Bank yang dikuasai Amerika Serikat, serta Tiongkok pun mendorong terbentuknya ‘Jalan Sutera’ modern, yang semakin meningkatkan pengaruh ekonomi Tiongkok ke negara-negara lainnya. Dalam kebijakan luar negerinya, Amerika Serikat berupaya agar Tiongkok tidak mampu menjadi ancaman bagi dominasi Amerika Serikat, misalnya dengan menempatkan marinirnya di Darwin, Australia. Juga mempererat hubungan dengan negara- negara ASEAN yang terlibat konflik dengan Tiongkok seperti Philipina dan Vietnam. Amerika Serikat juga berusaha untuk menarik negara-negara keluar dari orbit Tiongkok, misalnya 9 http:thediplomat.com201312how-a-thai-canal-could-transform-southeast-asia diunduh pada tanggal 21 Maret 2015 10 http:www.aiibank.org diunduh pada tanggal 21 Maret 2015 dengan memberikan tanggapan positif kepada usaha Myanmar untuk keluar dari isolasinya serta usahanya menentang pendirian Asian Infrastructure Investment Bank yang gagal. Dari ulasan geostrategi di atas, dapat ditarik kesamaan bahwa kelima kekuatan besar AS, Tiongkok, India, Jepang dan Australia berupaya untuk mengamankan : 1 rute pelayaran; 2 akses ke pasar; 3 dan akses ke sumber daya di kawasan Indo- Pasifik. Dan Indonesia tepat berada di tengah-tengah Indo-Pasifik yang harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kebesaran bangsa Indonesia. Tiongkok berhadapan dengan AS, India, Jepang dan Australia. Posisi Indonesia menghadapi persaingan antara kedua kekuatan besar ini tidak mudah. Di satu sisi, Indonesia ingin terus menjaga hubungan positif dengan Tiongkok, terutama karena Indonesia menginginkan investasi dari Tiongkok untuk memperbaiki infrastruktur dan juga memperkuat industry domestik yang bisa membuka lapangan kerja. Di sisi lain, Indonesia pun sadar bahwa Tiongkok bisa berpotensi besar untuk menciptakan instabilitas di Asia Tenggara, terutama sebagai pengancam persatuan ASEAN. Hal ini terlihat dalam KTT ASEAN di Kamboja di tahun 2012, di mana dalam pertemuan tersebut, Kamboja, atas desakan Tiongkok, menolak usul Filipina untuk memasukkan isu Laut China Selatan ke dalam Joint Communique ASEAN. 11 Walaupun pada akhirnya kesatuan ASEAN bisa dipertahankan, namun terlihat bahwa pengaruh Tiongkok tak bisa dianggap remeh. Bahkan, dalam kerangka multilateralisme, 12 pada KKT ASEAN-Tiongkokdi Phnom Penh bulanNovember 2002, telah disadari ancaman non tradisional yang semakin serius. Ancaman tersebut meliputi penyelundupan narkoba, imigran gelap, perdagangan manusia, bajak laut, terorisme, penyelundupan senjata, pencucian uang, kejahatan ekonomi internasional dan kejahatan siber cyber crime. Daftar yang lebih lengkap lagi ditetapkan tiga tahun kemudian dalam seminar Forum Regional ASEAN ASEAN Regional Forum yang meliputi: obat-obatan ilegal, penyakit menular, HIVAIDS, penyelundupan manusia people smuggling and human trafficking, korupsi, pencucian 11 http:www.wsj.comarticlesSB10001424052702303919504577524133983292716 diunduh pada tanggal 21 Mei 2015 12 http:asianz.org.nzsitesasianz.org.nzfilesfilesRolls20-20ASEAN20and20the20Non- Traditional20Regional20Security20Agenda20-20FORMAT.pdf diunduh pada tanggal 9 Mei 2015 uang, kejahatan siber, pembajakan piracy, perusakan lingkungan, dan illegal logging. Ancaman-ancaman tersebut cenderung terdiversifikasi dan memiliki implikasi ganda, baik intrastate, maupun interstate. Ancaman non tradisional ini pun tumbuh meningkat lebih tajam dibanding ancaman tradisional, dan dampaknya sangat kompleks. Menurut Elke Krahmann, 13 perang sipil termasuk perang antar etnis, terorisme, HIVAIDS, proliferasi senjata ringan sebagai ancaman non tradisional lebih mungkin terjadi dan lebih banyak memakan korban dibandingkan dengan ancaman tradisional. Ancaman baru tersebut membutuhkan adanya sistem tata kelola keamanan system of security governanceyang efisien dan efektif. Karakter dari ancaman non tradisional lebih kepada ancaman pada masyarakat dan individu dibandingkan ancaman terhadap negara. Sehingga peran polisi sebagai aparat penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegak hukum menjadi sangat signifikan. Dalam bukunya Global Policing, 14 Bowling dan Sheptycki menyebut bahwa tidak ada yang namanya polisi dunia global police. Yang ada adalah global policing, yang berarti kemampuan untuk menggunakan kekuatan koersif dan pengawasan coercive and surveillant powerske seluruh dunia melintasi perbatasan-perbatasan negara yang tidak terkait. Fungsi policing diterjemahkan menjadi pemolisian mengandung dua makna, yaitu ke depan dan ke belakang. Dikatakan ke depan karena policing berfungsi melakukan pencegahan tindak kejahatan. Sementara dikatakan ke belakang, karena policing juga melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan atas kejadian perkara yang sudah lampau. Sedang dalam konteks global policing, kegiatannya meliputi pengamanan dan penegakan hukum atas wilayah dan masyarakat dari tindak kejahatan yang bersifat transnasional lintas batas. Sementara dalam beberapa pidato kenegaraan, Presiden Jokowi bermaksud untuk membangun 5 deep seaport, dan 24 pelabuhan dalam konsep tol laut. Pelabuhan besar, sedang dan kecil dikelola baik oleh pemerintah pusat dan daerah. Namun terdapat sejumlah pelabuhan-pelabuhan atau titik berlabuh tidak 13 http:www.palgraveconnect.compcdoifinderview10.10579781403981660 diunduh pada tanggal 9 Juni 2015 14 http:www.sagepub.comupm-data45138_Bowling_and_Sheptycki.pdf diunduh pada tanggal 9 Juni 2015 resmi, dalam artian yang tidak dikelola oleh pemerintah di seluruh pantai Indonesia yang panjangnya lebih dari 100.000 km terpanjang ke-2 di dunia. 15 Hal ini membuat kegiatan international policing pada dimensi kemaritiman Indonesia menjadi sangat menantang. Gambar 2.1 Peta Tol Laut Indonesia

III. PERPOLISIAN INTERNASIONAL