BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dalam proses kehidupan seseorang. Tanpa kesehatan, tidak mungkin dapat berlangsung
aktivitas seperti biasa. Dalam kehidupan berbangsa, pembangunan kesehatan sesungguhnya bernilai sangat investatif. Nilai investasinya terletak pada
tersedianya sumber daya yang senan tiasa “siap pakai” dan tetap terhindar dari
serangan berbagai penyakit. Pembiayaan Kesehatan sebagai subsistem penting dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, terdapat beberapa faktor
penting dalam pembiayaan kesehatan yang mesti diperhatikan. Pertama, besaran kuantitas anggaran pembangunan kesehatan yang disediakan pemerintah
maupun sumbangan sektor swasta. Kedua, tingkat efektifitas dan efisiensi penggunaan fungsionalisasi dari anggaran yang ada. Terbatasnya anggaran
kesehatan di negeri ini, diakui banyak pihak, bukan tanpa alasan. Berbagai hal biasa dianggap sebagai pemicunya. Selain karena rendahnya kesadaran
pemerintah untuk menempatkan pembangunan kesehatan sebagai sector prioritas, juga karena kesehatan belum menjadi komoditas politik yang laku dijual di negeri
yang sedang mengalami transisi demokrasi iniThabarany, 204. Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang
peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu
negara diantaranya adalah pemerataan pelayanankesehatan dan akses
equitable access to health care
dan pelayanan yang berkualitas
assured quality
. Oleh karena itu reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara seharusnya memberikan
fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan
adequacy
, pemerataan
equity
, efisiensi
efficiency
dan efektifitas
effectiveness
dari pembiayaan kesehatan itu sendiri. Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai
health care financing
akan menolong pemerintah di suatu negara untuk dapat memobilisasi sumber-sumber pembiayaan kesehatan, mengalokasikannya secara rasional serta
menggunakannya secara efisien dan efektif. Kebijakan pembiayaan kesehatan
yang mengutamakan pemerataan serta berpihak kepada masyarakat miskin
equitable and pro poor health policy
akan mendorong tercapainya akses yang universal. Pada aspek yang lebih luas diyakini bahwa pembiayaan kesehatan
mempunyai kontribusi pada perkembangan sosial dan ekonomiManajemen Pembiayaan Kesehatan, 2014.
Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara diarahkan kepada beberapa hal pokok yakni; kesinambungan pembiayaan program kesehatan
prioritas, reduksi pembiayaan kesehatan secara tunai perorangan
out of pocket funding
, menghilangkan hambatan biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, pemerataan dalam akses pelayanan, peningkatan efisiensi dan
efektifitas alokasi sumber daya
resources
serta kualitas pelayanan yang memadai dan dapat diterima pengguna jasaAli Imran, 2013.
Di lingkungan internasional, Jerman tergolong negara dengan pelayanan medis terbaik. Banyaknya rumah sakit, praktek dokter dan institusi kedokteran
menjamin pelayanan medis untuk semua orang. Dengan lebih dari empat juta tempat kerja, bidang kesehatan adalah sektor pekerjaan terbesar di Jerman. Secara
keseluruhan 10,4 persen pendapatan nasional bruto dipakai untuk pengeluaran bagi kesehatan
– 1,5 persen lebih banyak daripada pengeluaran rata-rata, Jerman mencatat kenaikan pengeluaran per kapita untuk kesehatan paling kecil di antara
semua negara: Antara tahun 2000 dan 2007, pengeluaran nyata meningkat dengan 1,4 persen per tahunSuparyanto, 2014.
Khusus masalah pembiayaan kesehatan per kapita.Indonesia juga dikenal paling rendah di negara-negara ASEAN. Pada tahun 2000, pembiayaan
kesehatan di Indonesia sebesar Rp. 171.511, sementara Malaysia mencapai 374. Dari segi
capital expenditure
modal yang dikeluarkan untuk penyediaan jasa kesehatan untuk sector kesehatan, pemerintah hanya mampu mencapai 2,2
persen dari GNP sementara Malaysia sebesar 3,8 persendari GNP. Kondisi ini masih jauh disbanding Amerika Serikat yang mampu mencapai 15,2 persen dari
GNP pada 2003 Adisasmito, 2008. Saat ini kebijakan pembiayaan kesehatan yang berlaku di Indonesia tidak
konsisten dengan UU yang mengaturnya. Disatu pihak, peraturan yang mengatur kebijakan ini yaitu UU no 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional menyatakan bahwa sistem pembiayaan kesehatan berbasis asuransi
sosial, namun dalam implementasinya sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia didominasi oleh pembiayaan pemerintah dari sumber pajakKompasiana, 2011.
Sistem Pembiayaan kesehatan di Indonesia. Yang berlaku saat ini adalah Jaminan Kesehatan Nasional yang dimulai pada tahun 2014 yang secara bertahap.
Tetapi untuk Jaminan Kesehatan Masyarakat atau JaminanKesehatan Daerah JamkesmasJamkesda yang mencakup lebih dari 75 juta penduduk
menggunakan sistem pajak yaitu negara membayar langsung kepada pemberi pelayanan kesehatan. Sementara itu dualisme yang berlangsung yaitu antara UU
yang berlaku dan implementasinya di lapangan, membingungkan pengambilan kebijakan teknis dan berdampak pada inefesiensi , kurang tepatnya sasaran dan
ketidakadilan akses dalam pelayanan kesehatanTrisnantono, 2014. Pada saat ini Indonesia memerlukan suatu kebijakan yang menyeluruh dan
terpadu untuk menjawab tantangan yang dihadapi dalam pembiayaan kesehatan yang semakin kompleks yang disebabkan antara oleh: perubahan pola
kependudukan Indonesia, jenis penyakit yang dihadapi dan juga perubahan nutrisi yang disebabkan oleh perubahan pola hidup. Indonesia masih dianggap negara
yang kurang memberikan prioritas kesehatan untuk penduduknya. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya alokasi dana pemerintah untuk sektor kesehatan
yang jumlahnya hanya sekitar 2 dari PDB, dan masih jauh dibawah rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO yang merekomendasikan
5 dari PDBTrisnantono, 2014.
B. Tujuan