Variabel Efisiensi Usaha Peternakan Sapi Bali

kontrol penjagaan pH rumen dari kondisi asam akibat pemberian ransum terfermentasi yang ditunjukkan dengan adanya pH rumen yang sama dalam kisaran normal walaupun diberikan ransum dengan derajat keasaman berbeda Ransum tanpadengan fermentasi. Pemanfaatan urea sebagai buffering capasity dalam komponen air liur akan menurunkan konsentrasi urea yang tersedia dalam darah sehingga konsentrasi urea darah menjadi sama Tabel 11. Terhadap komposisi kimia tubuh kadar air, lemak, protein dan mineral tubuh, pemberian keempat jenis ransum menghasilkan nilai yang sama dalam komposisi normal, yaitu kadar air tubuh 54,05 – 54,48; lemak tubuh 21,20 – 23,21; protein tubuh 16,80 – 16,91, dan mineral tubuh 4,20 – 4,23 Tabel 11. Dihasilkannya komposisi kimia tubuh yang sama dan normal menunjukkan pada dasarnya produktivitas dan kesehatan tubuh ternak cukup baik. Hal ini semakin menunjukkan bahwa sapi bali mempunyai kemampuan adaptasi yang cukup baik, disamping didukung oleh adanya pemberian ransum yang sesuai dengan standar kebutuhan nutrisi ternak Tabel 7 Kearl, 1982.

5.5 Variabel Efisiensi Usaha Peternakan Sapi Bali

Hasil analisis ekonomi sampel usaha peternakan sapi bali di lokasi penelitian dengan variabel usaha dan penerimaan usaha seperti tampak pada Tabel 12a dapat diketahui bahwa pada sapi bali yang diberi perlakuan RB akan terjadi laba usaha yang negatif, yaitu laba kotor sebesar Rp – 37.920,00ekor selama penelitian, laba bersih Rp. – 70.330,00ekor selama penelitian dan dengan BC ratio 0,99. Hal ini menunjukkan pengembangan usaha sapi bali tidak tepat dilakukan melalui pemberian ransum berbasis limbah tanpa fermentasi yang akan mengakibatkan kerugian usaha dan dengan nilai BC ratio yang kurang dari 1 yang mengindikasikan biaya usaha lebih tinggi daripada penerimaan yang diperoleh Tabel 12. Sedangkan hasil analisis ekonomi pada usaha peternakan sapi bali yang diberi perlakuan ransum terfermentasi bioinokulan RBR 1 T 3 , RBR 2 T 2 dan RBR 2 T 3 menunjukkan usaha peternakan sapi bali memperoleh keuntungan yang cukup tinggi, yaitu laba kotorekor selama penelitian masing-masing sebesar Rp. 225.160,00 ; Rp. 280.550,00 ; dan Rp. 371.560,00, laba bersih ekor selama penelitian masing-masing sebesar Rp. 192.750,00; Rp. 248.140,00 dan Rp. 339.160,00, serta dengan BC ratio masing-masing sebesar 1,03; 1,04 dan 1,06 Tabel 12. Hasil penelitian ini menunjukkan pengembangan usaha peternakan sapi bali berbasis limbah pertanian sebagai pakannya sangat mutlak harus dibarengi dengan aplikasi teknologi biopfermentasi yang salah satunya melalui pemanfaatan bioinokulan alternatif yang diproduksi dari limbah isi rumen dan rayap. Hal ini mengingat tanpa aplikasi teknologi biofermentasi akan terjadi kerugian usaha yang akan beresiko kebangkrutan usaha. Walaupun aplikasi teknologi biofermentasi akan mengakibatkan adanya tambahan biaya dan tenaga kerja, namunb berdasarkan analisis usaha peternakan dengan memasukkan unsur tambahan biaya yang diakibatkan aplikasi biofermentasi bioinokulan, usaha peternakan sapi bali tetap bisa memperoleh keuntunganlaba usaha yang cukup tinggi. Tabel 12 juga memperlihatkan bahwa aplikasi biofermentasi menggunakan bioinokulan BR 2 T 3 pemberian ransum RBR 2 T 3 menghasilkan keuntungan usaha paling tinggi dan dengan kesehatan usaha paling baik BC ratio 1,06. Tabel 12. Pengaruh Perlakuan Terhadap Efisiensi Usaha Peternakan Sapi Bali No Peubah Perlakuan 1 SEM 3 RBo RBR1T3 RBR2T2 RBR2T3

a. Variabel Usaha Peternakan Selama Penelitian Rp