Profil Keluarga Dampingan GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN

4 Data keluarga Ketut Suarta dapat dilihat pada tabel dibawah ini : No. Nama Status Umur Pendidikan Pekerjaan Ket. 1 Ketut Suarta Menikah 44 Tamat SD Petani Kepala Keluarga 2 Nengah Sumiasih Menikah 48 Tamat SD Petani Buruh Istri 3 Ni Wayan Tuning Diantari Belum Menikah 14 Tamat SD Tidak Bekerja Anak Pertama 4 Kadek Dwi Putra Belum Menikah 12 Belum Tamat SD Tidak Bekerja Anak Kedua 5 Nengah Minten Menikah 81 Tidak bersekolah Tidak Bekerja Nenek Bapak Ketut Suarta merupakan anak ke-4 dari lima bersaudara. Bapak Ketut merupakan anak laki – laki terakhir yang tinggal dan mewarisi rumah yang ditempati saat ini. Kakak sulung dari Bapak Ketut bertransmigrasi ke Sulawesi dan saudara Bapak Ketut yang lain adalah perempuan dan semuanya telah menikah sehingga hanya Bapak Ketutlah yang tinggal menempati rumah tersebut bersama ibunya yang bernama Nengah Minten. Bapak Ketut, setelah menikah dengan Nengah Sumiasih, dikaruniai dua orang anak yaitu Ni Wayan Tuning Diantari yang saat ini sedang bersekolah di SMP Negeri 1 Dawan dan Kadek Dwi Putra yang sedang menempuh pendidikan di kelas 6 Sekolah Dasar Negeri Besan. Keluarga ini bertempat tinggal di Dusun Kawan, Desa besan tepatnya di Jalan Giri Wisata, Gang Bima. Mereka tinggal di areal lahan seluas kurang lebih 25 are yang terdiri dari tiga bangunan, yaitu satu diperuntukkan sebagai dapur, satu bangunan sebagai tempat banten, dan satu bangunan untuk tempat tidur keluarga Bapak Ketut Suarta. Keadaan bangunan yang dipakai sebagai tempat tidur keluarga ini dapat dikategorikan sebagai tempat yang cukup baik karena dindingnya sudah ditembok dan lantai dalam bentuk keramik. Akan tetapi, keadaan bangunan yang diperuntukan sebagai dapur masih terlihat kotor karena bahan bakar utama yang digunakan keluarga Bapak Ketut Suarta adalah kayu bakar. Keadaan tembok dan lantai semen yang menghitam terkena arang dari kayu 5 bakar membuat keadaan dapur keluarga ini terlihat kumuh. Selain itu keadaan pintu bangunan tempat banten keluarga Bapak Ketut Suarta juga sudah lapuk dan terdapat tikus didalamnya. Untuk kamar mandi, terdapat 2 kamar mandi di rumah ini. Keadaan kamar mandinya dapat digolongkan cukup bersih. Akan tetapi pada saat mahasiswa KKN PPM Unud bersama dengan Puskesmas Pembantu Besan melakukan survey bak penampungan air di tiga dusun di Desa Besan, jentik – jentik nyamuk ditemukan di bak penampungan air yang dimiliki oleh keluarga Bapak Ketut. Sekitar 9 m 2 dari lahan rumah Bapak Ketut dipakai sebagai merajan atau sanggah sebagai tempat persembahyangan. Di lahan di sekitar rumah Bapak Ketut Suarta terdapat tegalan yang berisikan banyak pohon kelapa dan pohon nangka yang merupakan sumber mata pencaharian utama penduduk Desa Besan. Selain itu terdapat pula tetangga di sekitar rumah yang berdekatan. Dalam kesehariannya, Bapak Ketut Suarta bekerja sebagai buruh yang memanjat pohon kelapa untuk mengambil nira yang berupa tuak atau biasa disebut dengan ngirisin. Tuak tersebut nantinya akan diolah menjadi gula batok. Bapak Ketut setiap harinya bekerja pada pagi hari sekitar jam 6 dan sore hari sekitar jam 4. Selebihnya Bapak Ketut hanya tinggal dirumah tidak mengerjakan apa – apa dikarenakan kondisi fisik dan tenaga Bapak Ketut yang cukup lemah untuk mengambil pekerjaan lebih dari ngirisin tuak. Istri dari Bapak Ketut yaitu Ibu Nengah Sumiasih, dalam kesehariannya bekerja sebagai buruh angkut yang waktu kerjanya tidak menentu. Selain itu Ibu Nengah juga berkerja sebagai pengolah tuak menjadi gula batok. Selain Bapak Ketut dan istrinya, anggota keluarga yang lain tidak bekerja karena usia anak – anak masih dibawah umur untuk bekerja dan usia nenk yang tidak memungkinkan untuk mencari penghasilan. Untuk kebutuhan air dan listrik, di rumah Bapak Ketut Suarta sudah terdapat listrik dan air yang mencukupi. Sumber air yang dipakai keluarga ini berasal dari air gunung yang dialirkan menggunakan teknik perpipaan hingga sampai di rumah Bapak Ketut. 1.2 Ekonomi Keluarga Dampingan 1.2.1 Pendapatan Keluarga Mengenai pendapatan, keluarga Bapak Ketut tidak memiliki pendapatan yang tetap tiap bulannya. Pekerjaan Bapak Ketut belum dapat dikategorikan sebagai menghasilkan karena tuak yang didapat tidak bisa langsung dijual melainkan harus diolah lagi menjadi gula batok yang dikerjakan oleh Ibu Nengah. Proses pengolahan gula batok memakan waktu yang tidak sedikit dan tidak tentu karena dipengaruhi oleh jumlah tuak dan kualitas tuak yang didapat. Biasanya, setelah cukup banyak mendapat tuak yaitu sekitar 5 jirigen 6 yang memakan waktu 3 hari, barulah tuak tersebut diolah dengan cara dipanaskan dengan api besar selama 3 sampai 4 jam dengan diaduk terus – menerus sampai mengental. Tuak yang sudak mengental kemudian dicetak kedlam batok – batok kelapa yang sudah dibersihkan dan didiamkan sampai mengeras. Dalam sekali pengerjaan, jumlah gula batok yang dihasilkan oleh Ibu Nengah bisa mencapai sekitar 5 kilo. Gula batok tersebut kemudian dibawa ke pengepul yang selanjutnya akan dipasarkan. Tiap satu kilo gula batok dihargai 25 ribu rupiah. Ibu Nengah, selain mengolah tuak menjadi gula batok, juga bekerja sebagai buruh angkut yang tidak tetapi waktu dan jumlah penghasilan yang diterimanya. Akan tetapi karena beliau bekerja sendiri, informasi mengenai kapan dan dimana dibutuhkan jasa angkut menjadi susah kecuali jika beliau bertanya lagsung ke beberapa tempat. Kadang – kadang beliau bekerja selama 6 jam. Hasil rata – rata yang didapatkan Ibu Nengah adalah sekitar 40 ribu rupiah. Jika dijumlahkan, penghasilan maksimal keluarga Bapak Ketut dari pengolahan gula batok tiap 3 hari sekali dan hari biasanya menjadi buruh yang berpenghasilan 20 ribu rupiah tiap harinya dapat dikalkulasikan sebagai berikut, Jika ditotalkan, pendapatan maksimal keluarga Bapak Ketut menjadi lebih dari 1,5 juta rupiah. Akan tetapi karena keterbatasan jumlah tuak yang didapat tiap harinya ditambah keadaan cuaca yang tidak menentu, penghasilan yang didapat dari mengolah tuak menjadi gula batok juga menjadi tidak menentu per bulannya. Ditambah pula karena tidak setiap hari Ibu Nengah bekerja sebagai buruh karena keterbatasan informasi yang didapat, penghasilan rata - rata keluarga Bapak Ketut menjadi kurang dari 1 juta rupiah.

1.2.2 Pengeluaran Keluarga

1.2.2.1 Kebutuhan sehari-hari Pengeluaran Bapak Ketut Suarta untuk kebutuhan sehari – hari meliputi keperluan makan seluruh keluarga sehari – hari berupa beras, minyak dan lauk yang menghabiskan pengeluaran sekitar 50 ribu rupiah per hari. Gula Batok = hari pengerjaan × jumlah gula batok × harga per kilo = 30 : 3 × 5 × 25.000 = 1.250.000 Buruh = sisa hari × penghasilan buruh = 20 × 20.000 = 400.000