Modifikasi Parameter Metode Pendugaan Evapotranspirasi untuk Wilayah Tropis pada 2 Elevasi Berbeda (Studi Kasus: Sukamandi dan Ngablak)

MODIFIKASI PARAMETER METODE PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI
UNTUK WILAYAH TROPIS PADA 2 ELEVASI BERBEDA
(STUDI KASUS: SUKAMANDI DAN NGABLAK)

HIFDIYAWAN

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Modifikasi Parameter
Metode Pendugaan Evapotranspirasi untuk Wilayah Tropis pada 2 Elevasi
Berbeda (Studi Kasus: Sukamandi dan Ngablak) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Hifdiyawan
NIM G24090062

ABSTRAK
HIFDIYAWAN. Modifikasi Parameter Metode Pendugaan Evapotranspirasi
untuk Wilayah Tropis pada 2 Elevasi Berbeda (Studi Kasus: Sukamandi dan
Ngablak). Dibimbing oleh MUH TAUFIK.
Evapotranspirasi dapat diestimasi menggunaan model pendugaan. Model
pendugaan tersebut banyak dikembangkan di wilayah subtropis. Tujuan penelitian
ini yaitu untuk memodifikasi parameter model Hargreaves, Makkink dan
Priestley-Taylor untuk mengestimasi nilai evapotranspirasi acuan (ET 0) di
wilayah tropis. Model FAO-56 Penman-Monteith (FAO-56 PM) digunakan
sebagai patokan untuk penilaian model pendugaan ET0. Model diuji pada 2
ketinggian berbeda yaitu wilayah Sukamandi dan Ngablak. Metode optimasi
dilakukan untuk mendapatkan konstanta baru dengan nilai galat yang lebih kecil.
Hasil analisis menunjukkan bahwa sebelum proses optimasi, model Hargreaves
memiliki performa terbaik dengan galat paling rendah di wilayah Sukamandi dan

Ngablak. Akan tetapi setelah proses estimasi parameter, model Makkink dan
Priestley-Taylor memiliki performa yang baik di kedua wilayah kajian. Hasil
penelitian juga menunjukkan performa model setelah modifikasi mengalami
peningkatan.
Kata kunci:FAO-56 PM, modifikasi, tropis

ABSTRACT
HIFDIYAWAN. Parameter Modification of Evapotranspiration Estimation
Method for The Tropical Region with 2 Different Elevations (Case Study:
Sukamandi and Ngablak). Supervised by MUH TAUFIK.
Evapotranspiration can be assessed by empirical models. The models of
evapotranspiration developed in many subtropical regions. The objective of this
research is to modify different reference evapotranspiration (ET 0) models i.e.
Hargreaves, Makkink and Priestley-Taylor in the tropics. The model of FAO-56
Penman-Monteith (FAO-56 PM) is used as a reference to estimates ET0. Models
tested in Sukamandi and Ngablak with different elevations. Optimization methods
was performed to obtain a new constant with a minimum error. The results
showed that Hargreaves has a good estimation performance with a low error in
Sukamandi and Ngablak. However, after the parameters optimization process,
Makkink and Priestley-Taylor has a good performance in both study area. The

results also showed that the performance of the models after modification are
increased.
Key words:FAO-56 PM, modified, tropics

MODIFIKASI PARAMETER METODE PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI
UNTUK WILAYAH TROPIS PADA 2 ELEVASI BERBEDA
(STUDI KASUS: SUKAMANDI DAN NGABLAK)

HIFDIYAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi: Modifikasi Parameter Metode Pendugaan Evapotranspirasi untuk
Wilayah Tropis pada 2 Elevasi Berbeda (Studi Kasus: Sukamandi
dan Ngablak)
: Hifdiyawan
Nama
: G24090062
NIM

Disetujui oleh

Muh Taufik, SSi, MSi
Pembimbing

Tanggal Lulus:

1 b AUG 2013

Judul Skripsi : Modifikasi Parameter Metode Pendugaan Evapotranspirasi untuk

Wilayah Tropis pada 2 Elevasi Berbeda (Studi Kasus: Sukamandi
dan Ngablak)
Nama
: Hifdiyawan
NIM
: G24090062

Disetujui oleh

Muh Taufik, SSi, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Rini Hidayati, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah
ini berjudul Modifikasi Metode Pendugaan Evapotranspirasi di Wilayah Tropis
pada 2 Elevasi Berbeda (Studi Kasus: Sukamandi dan Ngablak).
Penyelesaian karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan tulisan ilmiah ini, yaitu:
1. Ummi, Abi, kakak dan adik yang telah memberikan dukungan berupa
doa dan pengertian kepada penulis.
2. Bapak Muh. Taufik, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing dan juga
dosen akademik atas saran, pencerahan, waktu, ilmu dan kesabarannya
selama menyelesaikan karya ilmiah ini.
3. Ibu Dr Rini Hidayati, MS selaku ketua Departemen Geofisika dan
Meteorologi.
4. Segenap staf pengajar dan pegawai Departemen Geofisika dan
Meteorologi atas ilmu dan pelayanan yang diberikan kepada penulis.
5. Kawan satu bimbingan (Dodik, Zia dan Ima) yang memberikan
dukungan dan masukan.
6. Teman-teman GFM 46 dan semua pihak yang telah membantu dalam
proses penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan

satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memiliki nilai tambah kebaikan
bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2013
Hifdiyawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Lisimeter

2


Model FAO-56 Penman-Monteith

4

METODE

5

Bahan

5

Alat

5

Prosedur Analisis Data

5


Pendugaan Nilai Evapotranspirasi Acuan

5

Kalibrasi dan Validasi Model

6

Analisis Statistik

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Kondisi Umum Wilayah Kajian

7


Evapotranspirasi Acuan model FAO-56 PM

8

Stasiun Sukamandi

8

Stasiun Ngablak

9

Pendugaan Evapotranspirasi model penduga lain sebelum parameterisasi

9

Stasiun Sukamandi

11

Stasiun Ngablak

11

Hasil Modifikasi Parameter Model Penduga Lain

11

Modifikasi Hargreaves

12

Modifikasi Makkink

12

Modifikasi Priestley-Taylor

12

Diskusi
SIMPULAN DAN SARAN

12
16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16

RIWAYAT HIDUP

24

DAFTAR TABEL
1. Penggunaan data untuk kalibrasi dan validasi model
2. Modifikasi model pendugaan ET0
3. Nilai galat statistik estimasi model modifikasi ET 0 menggunakan data
validasi

6
11
14

DAFTAR GAMBAR
1. Prinsip neraca air tertutup pada lisimeter
2. Skema lisimeter jenis a) timbang (Ding et al. 2010) dan b) drainase
(Meissner et al. 2010)
3. ET0 harian menggunakan model FAO-56 PM (—), Hargreaves (−□−),
Makkink (− ○ −) dan Priestley-Taylor (− ● −) untuk wilayah: a)
Sukamandi (Jan 2006-Des 2009) dan b) Ngablak (Sep 2004-Apr
2007)
4. Ploting Estimasi ET0 model FAO-56 PM (sumbu x) dengan model
pendugaan Hargreaves (Harg), Makkink (Makk) dan Priestley-Taylor
(PT) (sumbu y) untuk wilayah: a) Sukamandi (2006 – 2009) dan b)
Ngablak (2004 – 2007)
5. ET0 harian menggunakan model FAO-56 PM (—), Harg-m (− □ −),
Makk-m (− ○−) dan PT-m (−●−) untuk wilayah: a) Sukamandi (Jan
2006 – Des 2009) dan b) Ngablak (Sep 2004 – Apr 2007)
6. Ploting Estimasi ET0 model FAO-56 PM (sumbu x) dengan model
pendugaan Harg-m, Makk-m dan PT-m (sumbu y) untuk wilayah: a)
Sukamandi (2006 – 2009) dan b) Ngablak (2004 – 2007)

2
3

8

10

13

15

DAFTAR LAMPIRAN
1. ET0 harian menggunakan model FAO-56 PM (—), Harg (−□−), Makk
(−○−) dan PT (−●−) untuk wilayah: a) Sukamandi (Jan 2001-Des 2005)
dan b) Ngablak (Sep 1999-Sep 2004)
2. ET0 harian menggunakan model FAO-56 PM (—), Harg-m (− □ −),
Makk-m (− ○−) dan PT-m (−●−) untuk wilayah: a) Sukamandi (Jan
2001-Des 2005) dan b) Ngablak (Sep 1999-Sep 2004)
3. Nilai Galat Statistik estimasi model modifikasi ET 0 menggunakan data
kalibrasi
4. Ploting Estimasi ET0 model FAO-56 PM (sumbu x) dengan model
Harg, Makk dan PT (sumbu y) untuk wilayah: a) Sukamandi (20012005) dan b) Ngablak (1999-2004)
5. Ploting Estimasi ET0 model FAO-56 PM (sumbu x) dengan model
Harg-m, Makk-m dan PT-m (sumbu y) untuk wilayah: a) Sukamandi
(2001-2005) dan b) Ngablak (1999-2004)

19

20
21

22

23

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Evapotranspirasi merupakan salah satu komponen neraca air yang penting
dalam hal perencanaan irigasi dan kebutuhan air tanaman. Proses evapotranspirasi
melibatkan evaporasi yaitu hilangnya sejumlah air dari suatu permukaan dan
transpirasi melalui tajuk tanaman. Kedua proses tersebut terjadi secara simultan
sehingga sulit untuk dibedakan. Evapotranspirasi berkaitan dengan kebutuhan air
tanaman karena proses tersebut melibatkan kanopi tanaman sebagai media
penguapan air sehingga kebutuhan air tanaman dapat diduga melaui pendekatan
evapotranspirasi. Dengan kata lain, nilai evapotranspirasi merupakan salah satu
komponen penting untuk mengetahui kebutuhan air tanaman.
Nilai evapotranspirasi acuan (ET0) didapat melalui observasi maupun
penggunaan model empiris. Konsep ET0 berbeda dengan konsep evapotranspirasi
potensial (ETp) yang diperkenal oleh Penman pada tahun 1940 - 1950 (Irmak and
Haman 2003). Menurut Penman (1948), ETp merupakan evapotranspirasi dari
suatu permukaan dan tanaman hijau pendek yang menutupi suatu lahan. Konsep
ETp menggunakan tanaman hijau pendek sebagai medium transpirasi tetapi tidak
ada batasan pasti mengenai ukuran dan jenis tanaman. Allen et al. (1998)
kemudian memperkenalkan istilah ET 0 dan menggunakan tanaman hipotetik
dengan tinggi 0.12 m yang memiliki tahanan permukaan 70 det m-1 dan albedo
0.23.
Evapotranspirasi dapat diukur menggunakan lisimeter dan panci evaporasi.
Akan tetapi, pengukuran langsung tidak selalu dilakukan di setiap stasiun
klimatologi. Cara lain untuk mendapatkan nilai ET 0 yaitu menggunakan model
empiris. Metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi ET0 adalah PenmanMonteith (FAO-56 PM). Metode tersebut merupakan model standar yang telah
ditetapkan oleh FAO (Allen et al. 1998). Metode FAO-56 PM menggunakan suhu
udara, kelembaban, kecepatan angin dan radiasi surya sebagai masukan data. Jika
pada suatu stasiun klimatologi tidak terdapat data observasi evapotranspirasi,
maka metode pendugaan evapotranspirasi FAO-56 PM merupakan metode yang
terbaik untuk mengestimasi nilai evapotranspirasi harian maupun bulanan di
setiap kondisi iklim (Allen et al. 1998, Chen et al. 2005, Hargreaves and Allen
2003, Subburayan et al. 2011). Penentuan nilai evapotranspirasi menggunakan
model pendugaan dinilai lebih praktis dan mudah dibandingkan dengan
melakukan observasi.
Kendala yang muncul adalah ketersediaan unsur iklim yang dibutuhkan
untuk mengestimasi ET0 menggunakan metode FAO-56 PM. Kondisi tersebut
terjadi karena tidak semua stasiun melakukan pengukuran unsur iklim secara
lengkap. Hal tersebut berkaitan dengan keterbatasan alat. Selain metode FAO-56
PM, terdapat metode pendugaan lain untuk mengestimasi nilai ET 0 dengan
menggunakan lebih sedikit unsur iklim sebagai masukan data. Akan tetapi, nilai
yang dihasilkan memiliki nilai kesalahan yang cukup tinggi. Selain itu, modelmodel tersebut dikembangkan menggunakan data observasi di wilayah subtropis.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan modifikasi parameter pada model
pendugaan evapotranspirasi yang menggunakan masukan data iklim yang lebih

2
sedikit seperti Hargreaves, Makkink dan Priestley-Taylor. Modifikasi dari model
tersebut memungkin untuk mencari nilai ET 0 menggunakan data suhu dan radiasi.
Model FAO-56 PM dijadikan sebagai standar untuk memodifikasi ketiga model
tersebut.
Beberapa penelitian yang melakukan modifikasi model pendugaan
evapotranspirasi menunjukkan bahwa model yang telah dimodifikasi
menghasilkan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan model orisinal (Bautista
et al. 2009, ElNesr et al. 2011, Hargreaves and Allen 2003, Sentelhas et al. 2009,
Subburayan et al. 2011).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan melakukan modifikasi parameter model Hargreaves,
Makkink dan Priestley-Taylor dengan FAO-56 Penman-Monteith sebagai model
standar.

TINJAUAN PUSTAKA
Lisimeter
Data observasi dari ET0 dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran.
Lisimeter merupakan alat untuk mengukur nilai ET 0 dengan teliti. Berdasarkan
metode pengukuran, lisimeter dapat dibagi menjadi dua, yaitu lisimeter timbang
dan drainase (Handoko 1994).
Lisimeter menggunakan prinsip neraca air tertutup untuk mengetahui nilai
evapotranspirasi. Prinsip neraca air tertutup tersebut menggunakan asumsi tidak
terjadi aliran permukaan (runoff). Asumsi tersebut digunakan untuk memudahkan
perhitungan karena nilai aliran permukaan sulit untuk ditentukan.

Gambar 1 Prinsip neraca air tertutup pada lisimeter

3
Komponen neraca air dapat dihitung dengan mengetahui nilai masukan dan
keluaranan pada sistem lisimeter. Pada sistem neraca air tertutup, komponen P
(presipitasi) dan I (irigasi) merupakan nilai masukan, sedangkan E (evaporasi), T
(transpirasi), D (drainase) dan ΔS (perubahan kandungan air tanah) merupakan
nilai keluaran. Nilai P didapat dengan melakukan pengukuran curah hujan
menggunakan penakar hujan, sedangkan I dihitung berdasarkan volume air yang
masuk ke dalam sistem. Nilai ΔS dapat diperoleh menggunakan pengukur kadar
air tanah. Ketika tanah telah mencapai kemampuan maksimum untuk menyimpan
air, maka air yang masuk akan diteruskan ke tempat penampungan. Nilai air yang
tertampung tersebut merupakan nilai dari drainase. Jika nilai P, I, D dan ΔS telah
diketahui, maka evapotranspirasi (E+T) dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan.
I + P = E + T ± ΔS – D
(1)
Perhitungan dapat dilakukan menggunakan Persamaan (1) tetapi diperlukan
konversi satuan dari komponen neraca air. Satuan yang digunakan adalah
ketinggian kolom air (mm).

(a)

(b)
Gambar 2 Skema lisimeter jenis a) timbang (Ding et al. 2010) dan b) drainase
(Meissner et al. 2010)
Perbedaan antara lisimeter drainase dengan lisimeter timbang terletak pada
pengukuran ΔS. Nilai ΔS pada lisimeter timbang dihitung berdasarkan perubahan
massa tanah (Δm). Selain itu, sistem dibuat sehingga tidak terjadi drainase.

4
Perhitungan lisimeter drainase menggunakan asumsi bahwa nilai kandungan air
tanah sama dengan kapasitas lapang sehingga ΔS bernilai nol. Besar nilai
evapotranspirasi merupakan pengurangan antara masukan (I+P) dengan keluaran
(D) untuk lisimeter drainase, sedangkan lisimeter timbangan, nilai masukan
dikurangi perubahan massa tanah (Δm).
Lisimeter tidak memiliki standar ukuran tertentu. Luas permukaan
lisimeter dapat bervariasi dari 0.05 – 100 m2 dengan kedalaman 0.1 – 5 m (WMO
2008). Suatu lisimeter harus diletakan pada posisi yang tidak terpengaruh
bangunan, pohon dan juga instrumentasi meteorologi lain. Efek adveksi
diminimalisasi dengan menempatkan lisimeter pada jarak 100 – 150 m dari sisi
yang melawan arah angin. Menurut WMO (2008), pencegahan efek adveksi
sangat penting khususnya untuk pengukuran evapotranspirasi di wiliyah lahan
irigasi. Allen et al. (1998) menyatakan bahwa metode lisimeter memerlukan biaya
yang mahal dan menuntut keakuaratan alat.

Model FAO-56 Penman-Monteith
Model FAO-56 Penman-Monteith (FAO-56 PM) merupakan model standar
yang ditetapkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) untuk menduga
nilai ET0. Model FAO-56 PM merupakan model yang diturunan berdasarkan
model Penman (1948). Model Penman (1948) merupakan kombinasi dari
persamaan kesetimbangan energi dan tahanan aerodinamik. Kemudian Monteith
pada tahun 1965 membuat model pendugaan ET0 yang melibatkan nilai tahanan
dari permukaan (surface resistance) (Allen 2005).
Allen et al. (1998) kemudian mengembangkan model Penman-Monteith
yang dikenal sebagai model FAO-56 PM. Model tersebut dikembangkan
berdasarkan referensi tanaman hipotetik dengan tinggi 0.12 m yang memiliki
tahanan permukaan sebesar 70 s m-1 dan albedo 0.23. Model FAO-56 PM dapat
dilihat pada Persamaan (2).
.
P

)u (es ea )

(

n

(

.

u)

(2)

ET0 PM = estimasi ET0 menggunakan model FAO-56 PM (mm hari-1), Rn =
radiasi netto di atas tajuk tanaman (MJ m-2 hari-1), G = Kerapatan fluks panas
tanah (MJ m-2 hari-1), T = suhu udara rata-rata pada ketinggian 2 meter (oC), u2 =
kecepatan angin pada ketinggian 2 meter (m s-1), = kemiringan kurva tekanan
uap air (kPa oC-1), = konstanta psikometrik (kPa oC-1), es = tekanan uap air jenuh
(kPa), ea = tekanan uap air aktual (kPa) dan es – ea = defisit tekanan uap air jenuh
(kPa).
Perhitungan ET0 model FAO-56 PM menggunakan asumsi bahwa wilayah
evapotranspirasi ditutupi oleh rumput (tanaman hipotetik) dengan kondisi air yang
cukup sehingga nilai ET0 hanya dipengaruhi oleh iklim. Data iklim yang menjadi
masukan untuk menghitung ET0 menggunakan model FAO-56 PM adalah suhu
udara, kelembaban relatif, kecepatan angin dan radiasi.
Model FAO-56 PM telah diuji menggunakan 11 kondisi iklim yang berbeda
dan dibandingkan dengan data observasi (Allen et al. 1998). Hasil menunjukkan
bahwa model FAO-56 PM merupakan metode dengan hasil estimasi ET0 yang

5
baik dan dapat digunakan pada berbagai lokasi. Irmak et al. (2003) menggunakan
model FAO-56 PM sebagai model pembanding untuk estimasi ET 0 menggunakan
berbagai metode di Florida. Itenfisu et al. (2003) melakukan komparasi
pendugaan ET0 menggunakan data iklim dari 49 tempat di wilayah Amerika
Serikat yang menghasilkan dukungan terhadap model FAO-56 PM untuk
mengestimasi dan menjadikan model tersebut sebagai model standar untuk
menduga ET0 harian.
Studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa model FAO-56 PM dapat
digunakan untuk mengestimasi ET0 jika tidak terdapat data observasi. Nilai ET 0
dapat diestimasi hanya dengan menggunakan data iklim sebagai masukan data.

METODE
Bahan
Data iklim harian meliputi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin
dan radiasi matahari digunakan untuk keperluan penelitian. Data diperoleh dari
Stasiun Sukamandi, Kabupaten Subang, Jawa Barat yang terletak pada koordinat
06o 21.001' LS - 107o 39.142' BT dengan ketinggian 50 mdpl. Stasiun kedua
merupakan Stasiun Ngablak yang berada di Kabupen Magelang, Jawa Tengah
dengan koordinat 07o 24.301' LS - 110o24.069' BT pada ketinggian 1394 mdpl.
Periode data yang digunakan yaitu tahun 2001 – 2009 untuk Stasiun Sukamandi
dan 1999 – 2007 untuk Stasiun Ngablak. Data iklim tersebut merupakan data
stasiun iklim otomatis yang dikelola oleh Balai Penelitian Agroklimat dan
Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP).

Alat
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan sistem
operasi Windows dan pengolah Spreadsheets versi 14.

Prosedur Analisis Data
Pendugaan Nilai Evapotranspirasi Acuan
Pendugaan ET0 harian dihitung menggunakan model FAO-56 PM pada
Persamaan (2). Selanjutnya estimasi nilai ET0 dilanjutkan dengan menggunakan
model Hargreaves yang dapat dilihat pada Persamaan (3).
.

(

mean

. )(

ma

-

min )

.

a

(3)

ET0 Harg = estimasi ET0 menggunakan model Hargreaves, Tmean = suhu udara
rata-rata (oC), Tmax = suhu udara maksimum (oC), Tmin = suhu udara minimum
(oC), dan Ra = radiasi pada puncak atmosfer (MJ m-2 hari-1) yang dihitung
berdasarkan panduan yang dibuat oleh FAO (Allen et al. 1998).

6
Persamaan Makkink memerlukan data iklim berupa radiasi dan suhu udara
rata-rata (Makkink 1957). Model ini dapat dilihat pada Persamaan (4).
s

akk

.

-

(4)

ET0 Makk = estimasi ET0 menggunakan model Makkink, Rs = radiasi
gelombang pendek (MJ m-2 hari-1), C1 dan C2 merupakan konstanta tanpa unit
sebesar 0.61 dan 0.12.
Model pendugaan terakhir yang digunakan adalah Priestley-Taylor.
Priestley and Taylor (1972) menggunakan suhu rata-rata harian dan radiasi netto
untuk mengestimasi evapotranspirasi. Model Priestley-Taylor dituliskan seperti
pada Persamaan (5).
P

(

n-

)

(5)

ET0 PT = estimasi ET0 menggunakan model Priestley- aylor dan
=
konstanta empirik tanpa unit sebesar 1.26.
Asumsi yang digunakan dalam pendugaan ET 0 ini yaitu model FAO-56 PM
memiliki kemampuan estimasi ET 0 yang baik dalam berbagai kondisi iklim
sehingga menjadi model standar dalam parameterisasi model penduga lain.
Kondisi wilayah kajian diasumsikan berada pada optimal agronomic conditions,
yaitu tanah memiliki kandungan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman. Wilayah kajian memiliki topografi dan tutupan lahan yang sama serta
gaya adveksi yang diabaikan. Fluks bahang tanah (G) diasumsikan nol karena
untuk perhitungan harian, nilai tersebut dapat diabaikan (Allen et al. 1998).
Asumsi-asumsi tersebut digunakan agar nilai pendugaan ET0 semata-mata hanya
dipengaruhi oleh kondisi iklim di wilayah kajian.
Kalibrasi dan Validasi Model
Kalibrasi model merupakan langkah untuk mendapatkan parameter model
yang baru dari model evapotranspirasi yang akan dimodifikasi, yaitu Hargreaves,
Makkink dan Priestley-Taylor. Metode Optimasi digunakan untuk mengkalibrasi
parameter model tersebut. Data yang digunakan untuk kalibrasi dan validasi
tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 Penggunaan data untuk kalibrasi dan validasi model
Stasiun
Sukamandi
Ngablak

Penggunaan Data
Kalibrasi
Validasi
27 Jan 2001 – 26 Jan 2006 –
27 Jan 2001 – 10 Des 2009
25 Jan 2006
10 Des 2009
16 Sep 1999 – 14 Sep 2004 –
16 Sep 1999 – 24 Apr 2007
13 Sep 2004
24 Apr 2007
Periode Data

Metode Optimasi menggunakan add – In Solver yang terdapat pada aplikasi
Spreadsheets Excel versi 14.

7
Analisis Statistik
Performa model dinilai menggunakan parameter statistik Mean Absolute
Error (MAE), Mean Percent Absolute Error (MAPE) dan Standard Error of
Estimate (SEE). Perhitungan statistika tersebut akan menunjukkan secara
kuantitatif seberapa baik model yang telah dimodifikasi dibandingkan model
orisinal. Ketiga metode statistik tersebut dapat dilihat pada persamaan (6), (7) dan
(8) (Subburayan et al. 2011).
A
AP
S

∑ni |

∑ni |
[

∑ni

P

odel

N

P

odel
P

N
(

P

|
|

odel

N-1

(6)
(7)
)

.

]

(8)

ET0 PM merupakan nilai evapotranspirasi yang diduga menggunakan model
FAO-56 PM dan ET0 Model adalah nilai pendugaan evapotranspirasi dari model
pendugaan lain. Rumus tersebut juga digunakan untuk mengetahui performa
model hasil modifikasi dengan menggantikan ET0 model sebagai nilai estimasi
model hasil modifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Kajian
Wilayah Sukamandi memiliki suhu udara rata-rata sebesar 27.8 oC. Radiasi
rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan September sebesar 19.88 MJ m-2 dan
terendah pada bulan Februari sebesar 14.29 MJ m-2. Wilayah Sukamandi memiliki
kelembaban relatif tinggi mencapai 88 % dengan rata-rata 82 %. Curah hujan
cenderung mengalami peningkatan pada awal dan akhir tahun dengan curah hujan
tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 359 mm.
Wilayah Ngablak memiliki suhu udara rata-rata sebesar 19.6 oC.
Kelembaban relatif rata-rata sebesar 88 % dan tertinggi terjadi pada bulan
Desember sebesar 97 %. Curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada awal dan
akhir tahun sebesar 432 mm pada bulan Januari dan 472 mm pada bulan
Desember. Besar nilai radiasi matahari rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada
bulan Agustus sebesar 18.5 MJ m-2. dan terendah pada bulan Januari sebesar 13.1
MJ m-2.

8
Evapotranspirasi Acuan model FAO-56 PM
Model FAO-56 PM digunakan sebagai model standar untuk menduga ET0
dengan kemampuan estimasi baik yang dapat digunakan di berbagai kondisi iklim.
Model tersebut secara resmi dinyatakan oleh FAO sebagai satu-satunya model
untuk mengestimasi ET0.

(a)

(b)
Gambar 3 ET0 harian menggunakan model FAO-56 PM (—), Hargreaves (−□−),
Makkink (−○−) dan Priestley-Taylor (−●−) untuk wilayah: a)
Sukamandi (Jan 2006-Des 2009) dan b) Ngablak (Sep 2004-Apr
2007)
Nilai ET0 harian menggunakan data kalibrasi dapat dilihat pada Lampiran 1
Stasiun Sukamandi
Wilayah Sukamandi memiliki nilai ET0 bulanan memiliki kisaran nilai
2.88-5.69 mm hari-1. Nilai rata-rata ET0 bulanan pada wilayah Sukamandi sebesar
4.22 mm hari-1. Sukamandi berada pada ketinggian 50 mdpl dengan suhu harian

9
maksimum mencapai 35.7 oC. Suhu yang lebih tinggi mengakibatkan udara
memiliki nilai tekanan uap air jenuh (es) yang besar sehingga udara memiliki
kapasitas untuk menampung uap air lebih tinggi. Hal tesebut mengakibatkan
wilayah Sukamandi memiliki nilai evapotranspirasi yang cukup tinggi.
Nilai ET0 cenderung mengalami peningkatan pada bulan September –
Oktober dan cenderung rendah pada bulan Februari – Juni. Sukamandi termasuk
wilayah dengan tipe curah hujan monsoonal dengan puncak curah hujan terjadi
pada bulan Desember – Januari dan terendah pada pertengahan tahun (Juli-Juli)
(Aldrian and Susanto 2003). Hal tersebut mempengaruhi nilai ET 0 karena pada
musim hujan, tingkat keawanan menjadi tinggi sehingga radiasi yang sampai di
permukaan menjadi rendah dan energi yang diperlukan untuk proses
evapotranspirasi menjadi lebih kecil.
Stasiun Ngablak
Nilai rata-rata ET0 bulan di wilayah Ngablak memiliki kisaran nilai 2.244.57 mm hari-1. Model FAO-56 PT mengestimasi nilai ET0 dengan rata-rata
sebesar 3.03 mm hari-1. Estimasi ET0 di wilayah Ngablak cenderung memiliki
nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan wilayah Sukamandi. Hal tersebut
terjadi karena wilayah Ngablak berada pada ketinggian 1394 mdpl. Suhu
maksimum harian lebih kecil (29.3 oC) sehingga kapasitas udara untuk
menyimpan uap air pun menjadi lebih kecil. Allen et. al (1998) mengatakan
bahwa suhu udara berbanding terbalik dengan kelembaban relatif (RH). Oleh
karena itu, Ngablak cenderung memiliki nilai ET 0 yang lebih rendah dibandingkan
wilayah Sukamandi. Nilai ET0 maksimum pada bulan September – Oktober dan
cenderung rendah pada bulan Januari – Juni.
Pendugaan Evapotranspirasi model penduga lain sebelum parameterisasi
Estimasi ET0 dihitung menggunakan model pendugaan Hargreaves,
Makkink dan Priestley-Taylor. Model Hargreaves mengestimasi ET0 melalui
pendekatan suhu udara dan radiasi global. Tetapi, nilai radiasi global pada model
Hargreaves diganti menggunakan pendekatan radiasi ekstraterestrial. Model
Makkink dan Priestley-Taylor menggunakan pendekatan radiasi matahari
(Kashyap and Panda 2001, Xu and Singh 2002). Estimasi nilai ET 0 menggunakan
data validasi masing-masing model ditampilkan pada Gambar 3. Ploting nilai
estimasi masing-masing model menggunakan data kalibrasi dapat dilihat pada
Lampiran 4.

PT

Makk

Harg

10

(a)
(b)
Gambar 4 Ploting Estimasi ET0 model FAO-56 PM (sumbu x) dengan model
pendugaan Hargreaves (Harg), Makkink (Makk) dan Priestley-Taylor
(PT) (sumbu y) untuk wilayah: a) Sukamandi (2006 – 2009) dan b)
Ngablak (2004 – 2007)
Model orisinal Hargreaves (Harg) menghasilkan nilai yang melebihi
estimasi FAO-56 PM (Gambar 4). Model Harg hanya menggunakan data suhu
maksimum dan suhu minimum untuk menduga nilai ET0 sedangkan nilai radiasi
ektraterestrial (Ra) diperoleh dengan proses perhitungan. Pada wilayah tropis,
suhu minimum dan suhu maksimum memiliki rentang perbedaan yang tinggi
sehingga model Harg di wilayah tropis dengan kelembaban relatif yang tinggi
menghasilkan estimasi ET0 yang lebih tinggi dibandingkan dengan model FAO56 PM. Hasil penelitian di wilayah subtropis juga menunjukkan pola yang serupa.
Trajkovic (2005) mengestimasi nilai ET0 di wilayah Serbia menggunakan model
Harg yang menghasilkan estimasi ET0 yang melebihi model FAO-56 PM.
Model orisinal Makkink (Makk) menghasilkan estimasi paling rendah
dibandingkan model lain (Gambar 4). Nilai Rs sebagai masukan data pada model
Makk memiliki nilai yang besar dibandingkan dengan R n pada model PT.
Konstanta pada model Makk yang lebih kecil dibandingkan model PT menjadikan
estimasi model Makk menjadi lebih kecil.
Konstanta 1.26 pada model orisinal Priestley-Taylor (PT) kurang dapat
diaplikasikan untuk wilayah kajian karena hasil estimasi ET0 melebihi model
FAO-56 PM. Model PT tidak memperhitungkan faktor kecepatan angin sebagai

11
faktor sekunder yang mempengaruhi nilai ET 0, akan tetapi model PT dapat
digunakan ketika tidak terdapat data angin dan tekanan uap air aktual (e a)
(Sentelhas et al. 2010).
Stasiun Sukamandi
Model Harg dan PT menghasilkan estimasi ET 0 yang melebihi estimasi
FAO-56 PM di wilayah Sukamandi. Rata-rata ET0 yang dihasilkan oleh kedua
model tersebut berturut-turut yaitu 4.55 mm hari-1 dan 4.66 mm hari-1. Model
Makk menghasilkan rata-rata ET0 paling rendah sebesar 3.15 mm hari-1.
Stasiun Ngablak
Estimasi ET0 di wilayah Ngablak memiliki kondisi serupa dengan wilayah
Sukamandi yaitu model Harg dan PT menghasilkan nilai estimasi ET 0 yang lebih
tinggi dibandingkan dengan FAO-56 PM dengan rata-rata 3.94 mm hari-1 dan 3.66
mm hari-1. Model Makk dengan rata-rata ET0 sebesar 2.52 mm hari-1
menghasilkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan model FAO-56 PM
yang memiliki rata-rata ET0 sebesar 3.03 mm hari-1.

Hasil Modifikasi Parameter Model Penduga Lain
Tabel 2 Modifikasi model pendugaan ET0
Model
Hargreaves
Orisinal
Sukamandi
Ngablak
Makkink

Persamaan
arg
arg
arg

Orisinal

akk

Sukamandi

akk

Ngablak

akk

.
.
.
. 1

(
(
(

. )(
. )(
. )(

mean
mean
mean

.

γ

.

.

.

.

s

ma
ma
ma

min )

min )
.
min )

.
.

a
a
a

.

s
s

Priestley-Taylor
Orisinal

P

.

(

n

)

Sukamandi

P

.

(

n

)

Ngablak

P

.

(

n

)

Model penduga ET0 lain dimodifikasi dengan melalukan parameterisasi
untuk mendapatkan konstanta baru. Nilai konstanta tersebut diharapkan dapat
menghasilkan estimasi ET0 dengan galat yang rendah. Hasil parameterisasi
menggunakan metode optimasi dapat dilihat pada Tabel 2.

12
Modifikasi Hargreaves
Modifikasi model orisinal Hargreaves (Harg-m) dilakukan pada konstanta
eksponensial (0.5) dan konstanta konversi hubungan antara R s dengan Ra sebesar
0.0023. Konstanta 17.8 pada model Harg tidak diparameterisasi karena nilai
tersebut merupakan konversi suhu dari Fahrenheit ke Celcius (Hargreaves and
Allen 2003). Hasil parameterisasi model menunjukkan penurunan nilai pada
konstanta 0.0023 dan peningkatan nilai konstanta eksponensial. Perubahan
konstanta tersebut memungkinkan estimasi ET 0 pada model Harg mengalami
penurunan sehingga tidak melebihi estimasi model FAO-56 PM. Studi yang
dilakukan oleh Subburayan et al. (2011) di wilayah Talminadu, India dengan
kondisi iklim yang panas dan lembab menghasilkan konstanta eksponensial baru
sebesar 0.63 dan menghasilkan estimasi ET0 yang lebih baik.
Modifikasi Makkink
Model modifikasi Makk (Makk-m) memiliki dua konstanta pada persamaan
pendugaan ET0. Hasil parameterisasi model Makk menghasilkan konstanta
tunggal dan konstanta intersep menjadi nol. Bruin (1987) melakukan modifikasi
pada model Makk dengan mengubah parameter pada model tersebut dan
menghasilkan kontanta 0.65 serta menghilangkan konstanta intersep. Hasil studi
tersebut menyebutkan bahwa perubahan dalam konstanta tidak memiliki
hubungan langsung terhadap faktor tanaman.
Modifikasi Priestley-Taylor
Hasil parameterisasi model PT (PT-m) menghasilkan nilai konstanta yang
lebih kecil dikedua wilayah kajian (Tabel 2). Priestley-Taylor (1972) menginisiasi
1.26 sebagai konstanta empirik pada model PT. Konstanta pada model PT
memiliki nilai yang bervariasi dan perlu dikalibrasi pada kondisi lingkungan yang
berbeda. Sentelhas et al. (2010) mengatakan bahwa parameterisasi konstanta 1.26
pada model PT dilakukan untuk meningkatkan akurasi hasil pendugaan ET 0.
Penelitian tersebut menghasilkan konstanta untuk model PT yang berkisar antara
1.10 – 1.18.
Diskusi
Secara visual, model Harg mengestimasi ET0 lebih baik untuk wilayah
Sukamandi dengan selisih rata-rata ET0 yang lebih kecil terhadap model FAO-56
PM dibandingkan model Makk dan PT, sedangkan di wilayah Ngablak, model
Harg, Makk dan PT menghasilkan estimasi ET0 dekat dengan FAO-56 PM
sehingga sulit ditentukan karena model pendugaan lain memiliki pola yang mirip
(Gambar 3). Walaupun demikian, model Makk memiliki selisih rata-rata nilai ET0
yang lebih kecil dengan FAO-56 PM dibandingkan model Harg dan PT.
Jika melihat rata-rata estimasi ET0 masing-masing model dari kedua
wilayah kajian, nilai ET0 di wilayah Sukamandi relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan wilayah Ngablak. Penelitian yang dilakukan oleh Usman (1996) pada
wilayah Ciledug, Cimanggu, Citeko dan Margahayu dengan empat ketinggian
yang berbeda menunjukkan bahwa nilai evapotranspirasi cenderung menurun
terhadap ketinggian tempat. Hal tersebut berkaitan dengan suhu udara berbanding
terbalik dengan ketinggian tempat.

13

(a)

(b)
Gambar 5 ET0 harian menggunakan model FAO-56 PM (—), Harg-m (−□−),
Makk-m (−○−) dan PT-m (−●−) untuk wilayah: a) Sukamandi (Jan
2006 – Des 2009) dan b) Ngablak (Sep 2004 – Apr 2007)
Model pendugaan lain hasil modifikasi menunjukkan peningkatan
kemampuan estimasi ET0 mendekati hasil pendugaan model FAO-56 PM.
Gambar 5 menunjukkan bahwa model modifikasi memiliki tren yang mirip
dengan model FAO-56 PM. Pola yang sama juga ditunjukkan juga oleh model
menggunakan data kalibrasi (Lampiran 2). Rata-rata ET0 model Harg-m, Makk-m
dan PT-m secara berturut-turut yaitu 4.32, 4.07 dan 4.00 mm hari -1 untuk wilayah
Sukamandi. Pada wilayah Ngablak, rata-rata ET0 yang dihasilkan yaitu 3.27, 2.99
dan 3.03 mm hari-1. Jika dibandingkan dengan nilai rata-rata yang dihasilkan oleh
model orisinal (Harg, Makk dan PT), model modifikasi menghasilkan selisih ratarata ET0 yang lebih kecil terhadap model FAO-56 PM (4.22 mm hari-1 di
Sukamandi dan 3.03 mm hari-1 di Ngablak).

14
Tabel 3 Nilai galat statistik estimasi model modifikasi ET 0 menggunakan data
validasi
Model Evapotranspirasi
Lokasi

Sukamandi

Ngablak

Parameter
Statistik

Hargreaves

Makkink

Prietly- Taylor

Unit

Orisinal

Modifikasi

Orisinal

Modifikasi

Orisinal

Modifikasi

MAE

0.50

0.43

0.99

0.20

0.65

0.21

mm hari-1

MAPE

16.90

10.96

24.45

5.04

16.29

5.07

%

SEE

0.69

0.57

1.04

0.26

1.28

0.27

mm hari-1

MAE

0.89

0.63

0.51

0.18

0.58

0.11

mm hari-1

MAPE

36.80

21.77

18.06

6.30

19.16

3.14

%

SEE

1.06

0.78

0.54

0.22

0.61

0.18

mm hari-1

Model modifikasi dinilai menggunakan parameter statistik untuk
mengetahui performa model secara kuantitatif. Nilai MAE menunjukkan selisih
mutlak antara model pendugaan lain dengan model standar, sedangkan MAPE
merupakan rasio dari selisih estimasi model dengan model standar. Nilai SEE
menunjukkan kemampuan estimasi model yang baik yang ditunjukkan dengan
nilai mendekati nol. Galat statistik model modifikasi ET 0 menggunakan data
kalibrasi dapat dilihat pada Lampiran 3.
Model Harg memberikan hasil estimasi yang lebih baik dengan SEE 0.69
mm hari-1 di wilayah Sukamandi, diikuti oleh model Makk dan PT dengan SEE
1.04 mm hari-1 dan 1.28 mm hari-1 (Tabel 3). Pada wilayah Ngablak, model Makk
memilki performa yang lebih baik dengan SEE yang lebih kecil (0.54 mm hari-1)
dibandingkan dengan PT (0.61 mm hari-1) dan Harg (1.06 mm hari-1).
Setelah dimodifikasi, model pendugaan lain menunjukkan penurunan galat
statistik. Model Makk dan PT mengalami peningkatan kemampuan estimasi
setelah dimodifikasi dengan nilai SEE menjadi 0.26 mm hari-1 dan 0.27 mm hari-1
di wilayah Sukamandi diikuti model Harg-m (0.57 mm hari-1). Pada wilayah
Ngablak, model PT-m memiliki kemampuan estimasi yang baik dengan SEE
sebesar 0.18 mm hari-1 diikuti model Makk-m (0.22 mm hari-1) dan Harg-m (0.78
mm hari-1).
Koefisien determinasi (R2) menggambarkan tingkat keragaman antara model
pendugaan lain dengan model FAO-56 PM. Model Harg tidak mengalami
perubahan keragaman yang signifikan setelah diparameterisasi di kedua wilayah
kajian (Lampiran 5) jika dibandingkan dengan hasil modifikasi Harg (Harg-m)
pada Gambar 6. Nilai R2 berubah dari 0.6827 menjadi 0.6961 untuk wilayah
Sukamandi dan 0.3850 menjadi 0.3952 untuk wilayah Ngablak.
Model Makk dan model PT tidak mengalami perubahan nilai R2 setelah
dimodifikasi di kedua wilayah kajian. Pada wilayah Sukamandi, model Makk dan
PT sebelum dan sesudah dimodifikasi memiliki nilai R2 sebesar 0.9161 dan
0.9091, sedangkan di wilayah Ngablak, nilai R2 untuk kedua model berturut-turut
yaitu 0.9763 dan 0.9753.

15

PT-m

Makk-m

Harg-m

Berdasarkan nilai koefisien determinasi, model Makk-m dan PT-m memiliki
keragaman yang kecil dengan kemampuan estimasi terbaik untuk kedua wilayah
kajian diikuti model Harg-m. Model Makk-m dan PT-m memiliki perbedaan galat
yang tidak begitu signifikan (Tabel 3).

(a)
(b)
Gambar 6 Ploting Estimasi ET0 model FAO-56 PM (sumbu x) dengan model
pendugaan Harg-m, Makk-m dan PT-m (sumbu y) untuk wilayah: a)
Sukamandi (2006 – 2009) dan b) Ngablak (2004 – 2007)
Sentelhas et al. (2010) memperlihatkan bahwa modifikasi model
meningkatkan ketepatan estimasi ET 0 dengan menurunkan nilai galat tetapi
memiliki presisi yang tetap dengan nilai R2 yang tetap. Penilaian performa model
modifikasi dibandingkan dengan model orisinal didasarkan pada tingkat akurasi
dengan melihat galat statistik dari estimasi ET0. Model modifikasi di kedua
wilayah kajian mengalami peningkatan estimasi yang baik setelah dilakukan
parameterisasi dengan galat yang lebih rendah (Tabel 3) dibandingkan model
orisinal. Model orisinal diturunkan menggunakan berbagai pendekatan dan diuji
menggunakan data iklim di wilayah model tersebut dikembangkan. Parameterisasi
model telah menunjukkan bahwa model hasil modifikasi mengalami peningkatan
kemampuan estimasi ET0 di kedua wilayah kajian.

16

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nilai evapotranspirasi berbanding terbalik terhadap elevasi. Wilayah
Sukamandi memiliki nilai ET0 rata-rata model FAO-56 PM, Harg-m, Makk-m dan
PT-m berturut-turut adalah 4.22 mm hari-1, 4.32 mm hari-1, 4.07 mm hari-1 dan
4.00 mm hari-1, sedangkan di wilayah Ngablak dengan urutan model yang sama
yaitu 3.03 mm hari-1, 3.27 mm hari-1, 2.99 mm hari-1 dan 3.03 mm hari-1.
Model Harg dapat digunakan untuk mengestimasi ET 0 di wilayah
Sukamandi dengan galat yang lebih kecil diikuti model Makk dan PT. Pada
wilayah Sukamandi, performa terbaik ditunjukkan oleh model Makk diikuti model
PT dan Hargreaves.
Parameterisasi model orisinal meningkatkan kemampuan estimasi ET 0
dengan galat yang lebih kecil. Model Makk-m dan PT-m memiliki performa
terbaik diikuti oleh model Harg-m di kedua wilayah kajian. Pada wilayah
Sukamandi, ketiga model memiliki nilai SEE secara berturut-turut yaitu 0.26, 0.27
dan 0.57 mm hari-1, sedangkan di wilayah Ngablak, nilai SEE yang dihasilkan
yaitu 0.22, 0.18 dan 0.78 mm hari-1.
Terdapat peningkatan akurasi pada model modifikasi dengan nilai galat
statistik yang lebih kecil dibandingkan model orisinal, sehingga pada wilayah
kajian, model modifikasi dapat digunakan untuk mengestimasi ET 0 jika data suhu
dan radiasi matahari saja yang tersedia.

Saran
Model FAO-56 PM merupakan model standar yang direkomendasikan oleh
FAO dan memilih hasil yang baik pada berbagai kondisi iklim yang ditunjukkan
oleh penelitian-penelitian yang telah dilakukan. Modifikasi model dengan
masukan data iklim yang lebih sedikit untuk skala yang lebih luas diperlukan
sehingga estimasi evapotranspirasi dapat dilakukan dengan keterbatasan data
iklim yang ada.

DAFTAR PUSTAKA
Aldrian E, Susanto RD. 2003. Identification of three dominant rainfall regions
within Indonesia and their relationship to sea surface temperature. Int J Clim.
23:1435-1452.
Allen RG, Pereiro LS, Raes D, Smith M. 1998. Crop evapotranspiration:
Guidelines for computing crop requirements. Irrigation and Drainage paper
No. 56. Rome (IT): FAO.
Allen RG. 2005. Penman-Monteith equation [internet]. [diacu 2013 Juli 25].
Tersedia
dari:
http://www.kimberly.uidaho.edu/
water/
papers/
evapotranspiration/ Reference%20ET/ Penman_Monteith_ Encyclopedia_S
oils_00399.pdf.

17
Bautista F, Bautista D, Carranza CD. 2009. Calibration of the equation of
Hargreaves and Thornthwaite to estimate the potential evapotranspiration in
semi-arid and subhumid tropical climates for regional applications. Atmosfera
22(4): 331-348.
Bruin HAR De. 1987. From Penman to Makkink. Di dalam: Hooghart JC, editor.
Evaporation and Weather: The Technical Meeting 44; 1987 Mar 25; Den
Haag, Netherlands. Den Haag (NL): Proc TNO Comm on Hydro Res.
44(39):5-30.
Chen D, Gao G, Xu CY, Guo J, Ren G. 2005. Comparison of the Thornthwaite
method and pan data with the standard Penman-Monteith estimates of
reference evapotranspiration in China. Clim Res. 28:123-132.
Ding R, Kang S, Li F, Zhang Y, Tong L, Sun Q. 2010. Evaluation eddy
covariance method by large-scale weighing lysimeter in a maize field of
northwest China. Agric Wat Manag. 98:87-95.
lNesr
N, Alazba AA, Amin
.
odified argreaves’ method as an
alternative to the Peman-Monteith method in the Kingdom of Saudi Arabia.
AJBAS. 5(6):1058-1069.
Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Bogor (ID): IPB Pr.
Hargreaves GH, and Allen RG. 2003. History and evaluation of Hargreaves
evapotranspiration equation. J Irrig Drain Eng.129 (1): 53-63.
Irmak S. and Haman DZ. 2003. Evapotranspiration: potential or reference?
[internet]. [diacu 2013 Juli 10]. Tersedia dari: http://edis.ifas.ufl.edu/ae256
Irmak S, Allen RG, Whitty EB. 2003. Daily grass and alfalfa-reference
evapotranspiration estimates and alfalfa-to-grass evapotranspiration ratios in
Florida. J Irr Drain Eng. 129(5):360-370.
Itensifu D, Elliott RL, Allen RG, Walter IA. 2003. Comparison of reference
evapotranspiration calculations as part of the ASCE standardization Effort. J
Irr Drain Eng. 129(6):440-448.
Kashyap PS, Panda RK. 2001. Evaluation of evapotranspiration estimation
methods and development of crop-coefficients for potato crop in a sub-humid
region. Agric Wat Manag. 50:9-25.
Makkink GF. 1957. Testing the Penman Formula by Means of Lysimeter. J Inst
Wat Eng. 11: 277-288.
Meissner R, Prasad MNV, Laing GD, Rinklebe J. 2010. Lysimeter application for
measuring the water and solute fluxes with high precision. Curr Scie.
99(5):601-607.
Penman HL. 1948. Natural evaporation from open water, bare soil and grass. Di
dalam: Ryle M, Vonberg DD, editor. Series A, Mathematical and Physical
Sciences; 1948 Apr 22; London, England. London (GB): Proc Roy Soc
London. A 193: 120-145.
Priestley CHB, Taylor RJ. 1972. On the assessment of surface heat flux and
evaporation using large scale parameters. Mon Weath Rev. 100(-) : 81-92.
Sentelhas PC, Terry JG, Eduardo AS. 2010. Evaluation of FAO Penman-Monteith
and alternaive methods for estimating reference evapotranspiration with
missing data in Southern Ontario, Canada. Agric Wat Manag. 97:635-644.
Subburayan S, Murugappan A, Mohan S. 2011. Modified Hargreaves equation for
estimation of ET0 in a hot and humid location in Tamilnadu State, India.
IJEST. 3(1):592-600.

18
Trajkovic S. 2005. Temperature-base approaches for estimating reference
evapotranspiration. J Irrig Drain Eng. 131(4):316-323.
Usman. 1996. Analisis kepekaan beberapa metode pendugaan evapotranspirasi
potensial terhadap perubahan iklim [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
[WMO] World Meteorological Organization. 2008. Guide to meteorological
instruments and methods of observation 7th edition. Geneva (CH): WMO. p
I.10-6 - I.10-7
Xu CY, Singh VP. 2002. Cross comparison of empirical equation for calculating
potential evapotranspiration with data from Switzerland. Wat Res Manag.
16:197-219.

19
Lampiran 1 ET0 harian menggunakan model FAO-56 PM (—), Harg (−□−),
Makk (−○−) dan PT (−●−) untuk wilayah: a) Sukamandi (Jan
2001-Des 2005) dan b) Ngablak (Sep 1999-Sep 2004)

(a)

(b)

20
Lampiran 2 ET0 harian menggunakan model FAO-56 PM (—), Harg-m (−□−),
Makk-m (−○−) dan PT-m (−●−) untuk wilayah: a) Sukamandi (Jan
2001-Des 2005) dan b) Ngablak (Sep 1999-Sep 2004)

(a)

(b)

21
Lampiran 3

Nilai Galat Statistik estimasi model modifikasi ET 0 menggunakan
data kalibrasi
Model Evapotranspirasi

Lokasi

Sukamandi

Ngablak

Parameter
Statistik

Makkink

Hargreaves

Prietly & Taylor

Unit

Orisinal

Modifikasi

Original

Modifikasi

Original

Modifikasi

MAE

0.49

0.41

1.07

0.24

0.47

0.28

mm hari-1

MAPE

15.73

5.70

26.02

6.31

11.65

6.37

%

SEE

0.66

0.55

1.12

0.32

0.54

0.37

mm hari-1

MAE

1.02

0.68

0.52

0.16

0.60

0.10

mm hari-1

MAPE

43.6

26.2

18.70

6.03

20.33

3.24

%

SEE

1.44

0.68

0.54

0.19

0.64

0.16

mm hari-1

22

PT

Makk

Harg

Lampiran 4 Ploting Estimasi ET0 model FAO-56 PM (sumbu x) dengan model
Harg, Makk dan PT (sumbu y) untuk wilayah: a) Sukamandi (20012005) dan b) Ngablak (1999-2004)

(a)

(b)

23

PT-m

Makk-m

Harg-m

Lampiran 5 Ploting Estimasi ET0 model FAO-56 PM (sumbu x) dengan model
Harg-m, Makk-m dan PT-m (sumbu y) untuk wilayah: a) Sukamandi
(2001-2005) dan b) Ngablak (1999-2004)

(a)

(b)

24

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 8 Maret 1991 di Bogor Provinsi Jawa Barat dari
Pasangan Dida Mulyadi dan Maryani. Penulis merupakan anak ketiga dari empat
bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 6
Bogor tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 5 Bogor kemudian
melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri
IPB (UTMI) pada tahun yang sama. Penulis diterima di program studi
Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di lembaga kemahasiswa saat
memasuki tahun kedua di IPB.Penulis merupakan Anggota Komisi I Dewan
Perwakilan Mahasiswa (DPM) tingkat fakultas pada tahun 2010. Pada tahun 2011,
penulis menjadi Ketua Komisi 1 di DPM FMIPA. Beberapa kepanitian yang
pernah penulis ikuti antara lain Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru Tahun
2010 dan Masa Perkenalan Fakultas tahun 2011 dan 2012. Penulis selama
berorganisasi memiliki interes terkait dengan pengembangan dan manajemen diri.
Penulis juga mengikuti kepemimpinan dan kewirausahaan Leadership and
Entrepreneurship School tahun 2010. Pada tahun 2012 penulis melakukan
kegiatan magang di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat).
Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Meteorologi Fisik selama 1 semester
pada tahun 2013.