Perbandingan metode dekomposisi klasik dan metode arima untuk pendugaan parameter data runtun waktu (studi kasus: jumlah penumpang kereta api).

(1)

ABSTRAK

Metode peramalan yang baik adalah metode yang mempunyai galat terkecil dalam peramalan. Metode yang digunakan pada skripsi ini adalah metode Dekomposisi Klasik dan metode ARIMA. Metode ARIMA mendasarkan ramalannya pada proses Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA). Konsep-konsep yang digunakan dalam membangun model adalah Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF).

Data yang digunakan untuk membandingkan metode Dekomposisi Klasik dan metode ARIMA adalah data jumlah penumpang kereta api tahun 2006-2015. Data mempunyai komponen musiman dan tren. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan metode Dekomposisi Klasik dan metode ARIMA untuk mendapatkan metode yang terbaik dalam peramalan dengan menggunakan Mean Square Error (MSE) sebagai kriteria evaluasi.

Kata kunci: Metode dekompisisi, metode ARIMA, Autoregressive (AR), Moving Average (MA), Autocorrelation Function (ACF), Partial Autocorrelation Function (PACF), musiman, tren.


(2)

ABSTRACT

A good forecasting method is a method which has the minimum error in forecasting. This thesis discusses about Classical Decomposition method and ARIMA method. ARIMA forecasting method is based on the Autoregressive (AR) and Moving Average (MA) processes. Concepts which are used to build the model is Autocorrelation Function (ACF) and Partial Autocorrelation Function (PACF).

The data which are used to compare Classical Decomposition method and ARIMA method are the number of train passengers in 2006-2015. The data have seasonal and trend components. The purpose of this thesis is to compare the Classical Decomposition method and ARIMA method for getting the best method on forecasting by using Mean Square Error (MSE) as evaluating criteria.

Keyword: Decomposition method, ARIMA method, Autoregressive (AR), Moving Average (MA), Autocorrelation Function (ACF), Partial Autocorrelation Function (PACF), seasonal, trend.


(3)

i

PERBANDINGAN METODE DEKOMPOSISI KLASIK DAN

METODE ARIMA UNTUK PENDUGAAN PARAMETER

DATA RUNTUN WAKTU

(Studi Kasus: Jumlah Penumpang Kereta Api)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Matematika

Oleh: Noni Riani NIM: 123114020

PROGRAM STUDI MATEMATIKA/JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii

THE COMPARISON OF CLASSICAL DECOMPOSITION

METHOD AND ARIMA METHOD TO ESTIMATE THE

PARAMETER OF TIME SERIES DATA

(Case Study: The Number of Train Passengers)

Thesis

Presented as a Partial Fulfillment of the Requirement to Obtain the Sarjana Sains Degree

in Mathematics

By: Noni Riani

Student Number: 123114020

MATHEMATICS STUDY PROGRAM/DEPARTMENT OF MATHEMATICS FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA


(5)

/iE-t.

-t';ttEE'

E-F -\--=L

i7f

rir*;

P;m; \t

3{

dnpq$

\L

It : G: _ .'ttddEF6tbt- l6lnr-i-ts. tt

: :r:.:::: i.:,- :r: .'r -., -:

.r-.:-:r:, :irir::a ,:. : ::i:.:' ,

qt yL. I

-v tE -- ,

\L\ J**

^ft

fg


(6)

SKRIPSI

PERBANDINGAI\ METODE DEKOMPOSISI

KLASIK

I}AI[

METODE

ARIMA

T]NTI]K

PENDUGAAFI

PARAMETER

DAT"A.RIJNTUN

WAI(TU

(Studi Kasus: Juurtah Penunpang Kereta

Api)

Dipersiapkan dan ditulis sleh: Noni Riani

Ketua

Sekretaris Anggofia

I Agustus 2016

Fakrltas Sains dur Teknologl

Universitas Sanata Dharma

Deka1

*h/-*


(7)

li

I,

FDRNYATnAS{ xn*#XrIA$f IrAilPfA

Sry *bny#nur

dengsn

wewryfu/a

bfua

dxripsi

yeg

saya firfis ini

tid* mwet

ka4n d&u bryian or&g lafu, keueli yaqg telah ftebutkan dalam

kutiru

**datu

@e

str*ffiffi

s*ry&'hrj&

turi*-Yogy*xtq

22 Jwri2CIl6

Fwulis


(8)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk:

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Bapak dan Ibu yang telah membesarkan, mendidik, mendoakan dan memberikan dukungan saya dalam segala hal. Terima kasih atas perhatian, kasih sayang dan dukungan yang telah diberikan, sehingga skripsi ini dapat selesai.

Bapak Aris yang dengan sabar membimbing dan membantu saya dalam penulisan skripsi ini.


(9)

vii

ABSTRAK

Metode peramalan yang baik adalah metode yang mempunyai galat terkecil dalam peramalan. Metode yang digunakan pada skripsi ini adalah metode Dekomposisi Klasik dan metode ARIMA. Metode ARIMA mendasarkan ramalannya pada proses Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA). Konsep-konsep yang digunakan dalam membangun model adalah Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF).

Data yang digunakan untuk membandingkan metode Dekomposisi Klasik dan metode ARIMA adalah data jumlah penumpang kereta api tahun 2006-2015. Data mempunyai komponen musiman dan tren. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan metode Dekomposisi Klasik dan metode ARIMA untuk mendapatkan metode yang terbaik dalam peramalan dengan menggunakan Mean Square Error (MSE) sebagai kriteria evaluasi.

Kata kunci: Metode dekompisisi, metode ARIMA, Autoregressive (AR), Moving Average (MA), Autocorrelation Function (ACF), Partial Autocorrelation Function (PACF), musiman, tren.


(10)

viii

ABSTRACT

A good forecasting method is a method which has the minimum error in forecasting. This thesis discusses about Classical Decomposition method and ARIMA method. ARIMA forecasting method is based on the Autoregressive (AR) and Moving Average (MA) processes. Concepts which are used to build the model is Autocorrelation Function (ACF) and Partial Autocorrelation Function (PACF).

The data which are used to compare Classical Decomposition method and ARIMA method are the number of train passengers in 2006-2015. The data have seasonal and trend components. The purpose of this thesis is to compare the Classical Decomposition method and ARIMA method for getting the best method on forecasting by using Mean Square Error (MSE) as evaluating criteria.

Keyword: Decomposition method, ARIMA method, Autoregressive (AR), Moving Average (MA), Autocorrelation Function (ACF), Partial Autocorrelation Function (PACF), seasonal, trend.


(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Sains di Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik perorangan ataupun lembaga. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta ilmu yang telah diberikan sehingga terselesaikannya skripsi ini.

2. YG. Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D, selaku Ketua Program Studi Matematika sekaligus Dosen Pembimbing Akademik.

3. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D. selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

4. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, S.J., Ibu M. V. Any Herawati, S.Si., M.Si., Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., Bapak Dr. rer. nat. Herry P. Suryawan, S.Si., M.Si., dan Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si. selaku dosen-dosen prodi matematika yang telah memberikan banyak pengetahuan kepada penulis selama proses perkuliahan.


(12)

x

5. Kedua orang tua ku tercinta, kakak ku Lusiana, Ganda, Nawa dan Dewita yang selalu memberikan dukungan, doa, dan semangat sehingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Teman-teman Matematika 2012: Lia, Ajeng, Putri, Sila, Anggun, Manda, Happy, Arum, Dewi, Rian, Budi, Ega, Boby, Tika, Ferny, Juli, Ilga, Oxi, dan Risma yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, dan memberikan kecerian serta dukungan selama kuliah.

7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun serta menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi pembaca.

Yogyakarta, 22 Juni 2016 Penulis,


(13)

LEMBAR PER}TYATAAF{ PERf}ETUJUAIT

Pt}BLIKASI KARYA ILMIAH UNTI]K KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Noni Rianr

NornorMatrasiswa : 123114S20

Demi pengembangan ilmu pengetahuan? saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PERBAIYDINGAFT MET(}I}E I}EKOMFOSI$I KLASIK DAI\{ METODE

ARIMA T]NTUK PEF{DUGAAI\I PARAMETER DATA RUNTT}N }YAKTU

(Studi Kasus: Jumlah Penumpang Kereta Api)

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kgpada Perpustakam Universitas Smata Dhmma

hak

unhrk menyimpr,

rnengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalarn bermk pangkalan

data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau

media lain untuk kepontingan akademis tanpa perlu nneminta izin dari saya

mauprm rnemberikan royalti kepada saya selama tetap rnenc€rtumkan nama saya

sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 22 lwri 2A16

Yang menyatakan


(14)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Tujuan Penulisan ... 7

E. Metode Penulisan... 8


(15)

xiii

G. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Data Runtun Waktu dan Proses Stokastik ... 11

B. Stasioneritas ... 13

C. Pembedaan (Differencing) ... 15

D. Variabel Acak yang Saling Bebas ... 17

E. P-value (Nilai Signifikan)... 22

F. Fungsi Otokorelasi/ Autocorrelation Function (ACF) ... 23

G. Fungsi Otokorelasi Parsial/ Partial Autocorrelation Function (PACF) . 29 H. Proses White Noise ... 34

I. Uji Normalitas Galat ... 34

J. Moving Average (rata-rata bergerak) ... 37

K. Metode Dekomposisi Aditif ... 40

L. Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) ... 45

M. Pengujian White Noise ... 49

N. Evaluasi Model ... 51

BAB III METODE DEKOMPOSISI KLASIK DAN METODE ARIMA ... 53

A. Pendahuluan ... 53

B. Metode Dekomposisi Klasik... 54


(16)

xiv

D. Contoh 3.4 Runtun Waktu ... 70

BAB IV PERBANDINGAN METODE DEKOMPOSISI KLASIK DAN METODE ARIMA ... 81

A. Pengolahan Data Menggunakan Metode Dekomposisi Klasik ... 81

B. Pengolahan Data Menggunakan Metode ARIMA ... 86

C. Evaluasi Model ... 98

BAB V PENUTUP ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 102


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Ramalan adalah dugaan mengenai kejadian atau peristiwa yang akan datang sedangkan peramalan adalah tindakan dalam membuat dugaan (Bowerman,1993). Peramalan adalah suatu teknik untuk memperkirakan suatu nilai pada masa yang akan datang dengan memperhatikan data masa lalu maupun data saat ini (Aswi dan Sukarna, 2006). Untuk melakukan peramalan tersebut diperlukan data yang akurat pada masa lampau sehingga dapat melihat kondisi yang akan datang. Peramalan adalah salah satu unsur yang sangat penting dalam pengambilan keputusan, sebab efektif atau tidaknya suatu keputusan umumnya tergantung pada faktor yang tidak terlihat pada waktu keputusan tersebut diambil (Soejoeti,1987). Berbagai bidang pengetahuan baik itu ekonomi, manajemen, keuangan, dan berbagai bidang riset selalu membutuhkan peramalan. Peramalan sangat diperlukan untuk mengetahui nilai dari suatu peristiwa berdasarkan waktu yang akan terjadi, sehingga tindakan yang tepat dapat dilakukan.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam peramalan, yang menurut jenisnya dibagi menjadi dua yaitu:

1. Metode peramalan kuantitatif (bersifat obyektif)

Metode peramalan kuantitatif adalah metode peramalan yang melibatkan analisis data waktu lampau untuk memperkirakan nilai yang akan datang dari sebuah variabel. Metode peramalan kuantitatif dapat dikelompokkan dua jenis:


(18)

a. Metode univariat runtun waktu (time series) yaitu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis serangkaian data yang merupakan fungsi dari waktu. Model univariat menganalisis pola data yang diasumsikan kontinu di waktu yang akan datang. Pola tersebut diekstrapolasi untuk menghasilkan suatu model peramalan. Metode ini dipengaruhi oleh 4 komponen, yaitu:

1) Kecenderungan/Trend (T) merupakan pergerakan data untuk naik atau turun pada suatu runtun waktu dalam periode yang cukup panjang.

2) Siklus/Cycle (C) merupakan pergerakan tren yang meningkat ataupun menurun dalam jangka yang relatif lama atau untuk waktu yang lebih dari satu tahun.

3) Pola Musiman/ Seasonal (S) merupakan fluktuasi dari data yang terjadi secara periodik dalam kurun waktu satu tahun, misalnya fluktuasi per triwulanan, kuartalan, bulanan, mingguan, atau harian.

4) Variasi Acak/Random (I) dapat terjadi karena adanya faktor-faktor, seperti bencana alam, bangkrutnya perusahaan pesaing, promosi khusus, dan kejadian-kejadian lainnya yang tidak mempunyai pola tertentu.

Metode-metode yang termasuk kelompok model univariat adalah Simple Moving Average, Exponential Smoothing, Double Moving Average, Holt’s Two Parameter Trend Model, Weight Moving Average, dan lain-lain.

b. Metode kausal yaitu metode yang mengasumsikan variabel yang diramalkan menunjukkan adanya hubungan sebab akibat dengan satu atau beberapa variabel bebas yang mempengaruhi. Metode peramalan yang termasuk metode


(19)

kausal di antaranya metode ekonometri, regresi berganda dari suatu runtun waktu, dan lain-lain.

2. Metode peramalan kualitatif (bersifat subyektif)

Peramalan kualitatif menggunakan pendapat dari para ahli untuk mem-perkirakan kejadian yang akan datang. Hasil peramalan kualitatif yang diperoleh bergantung pada orang yang menyusunnya atau berdasarkan pendapat para ahli.

Beberapa metode yang termasuk dalam metode peramalan kualitatif: metode Delphi, analogi historis (historical analogy), dan lain-lain.

a. Metode Delphi adalah suatu metode yang proses pengambilan keputusan me-libatkan beberapa pakar. Adapun para pakar tersebut tidak dipertemukan secara langsung (tatap muka), dan identitas dari masing-masing pakar disembunyikan sehingga setiap pakar tidak mengetahui identitas pakar yang lain. Hal ini ber-tujuan untuk menghindari adanya dominasi pakar lain dan dapat meminimal-kan pendapat yang bias. Metode Delphi pertama kali digunameminimal-kan oleh Air Force-funded RAND pada tahun 1950.

b. Analogi historis (historical analogy), merupakan teknik peramalan berdasarkan pola data masa lalu dari produk-produk yang dapat disamakan secara analogi, misalnya peramalan untuk pengembangan pasar televisi multisistem meng-gunakan model permintaan televisi hitam putih atau berwarna biasa. Analogi historis cenderung akan menjadi terbaik untuk penggantian produk di pasar dan apabila terdapat hubungan substitusi langsung dari produk dalam pasar itu.


(20)

Pada dasarnya metode kualitatif ditujukan untuk peramalan terhadap produk baru, pasar baru, proses baru, perubahan sosial masyarakat, perubahan teknologi, atau penyesuaian terhadap ramalan-ramalan berdasarkan metode kuantitatif.

Metode yang akan digunakan pada skripsi ini adalah metode peramalan kuantitatif yaitu univariat runtun waktu (time series). Data runtun waktu yakni jenis data yang dikumpulkan menurut urutan waktu dalam suatu rentang waktu tertentu. Model yang menggunakan data runtun waktu ada 2 yaitu model stasioner dan model non-stasioner.

Model stasioner yaitu model yang sedemikian hingga semua sifat statistiknya tidak berubah dengan pergeseran waktu. Dalam aplikasi, sifat statistika yang sering menjadi perhatian adalah rata-rata, variansi, serta ukuran keeratan yakni fungsi kovariansi. Pada model stasioner, sifat-sifat statistiknya di masa yang akan datang dapat diramalkan berdasarkan data historis yang telah terjadi di masa lalu. Beberapa model runtun waktu stasioner yakni Autoregressive (AR), Moving Average (MA), Autoregressive Moving Average (ARMA). Jika deret waktu tidak stasioner, maka data harus dibuat stasioner melalui proses pembedaan (differencing). Model AR, MA, dan ARMA dengan data yang stasioner melalui proses pembedaan ini disebut dengan model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Model non-stasioner adalah model yang tidak memenuhi sifat model stasioner.

Model ARIMA atau dikenal juga dengan model Box-Jenkins dapat ditulis dalam bentuk


(21)

p, d, dan q berturut-turut adalah orde untuk Autoregressive (AR), integrated (I), dan Moving Average (MA).

Selain peramalan dengan metode ARIMA, ada juga yang menggunakan peramalan dengan metode dekomposisi. Metode dekomposisi lebih praktis dibandingkan metode ARIMA dan lebih umum digunakan karena penerapannya yang mudah dipahami.

Dekomposisi adalah suatu pendekatan analisis data runtun waktu untuk mengidentifikasi faktor-faktor komponen yang mempengaruhi masing-masing nilai dari data. Setiap komponen diidentifikasi secara terpisah. Proyeksi dari masing-masing komponen kemudian dapat dikombinasikan untuk menghasilkan ramalan nilai masa depan dari data runtun waktu (Hanke dan Wichern, 2009). Beberapa dekomposisi yang telah dikembangkan dan digunakan:

1. Dekomposisi Aditif

Dekomposisi Aditif mendekomposisi data runtun waktu pada komponen-komponen tren, musiman, siklus dan galat (error). Metode ini mengidentifikasi ramalan masa depan dan menjumlahkan proyeksi hasil peramalan. Model diasumsikan bersifat aditif (semua komponen ditambahkan untuk mendapatkan hasil peramalan).

Persamaan model ini adalah:

adalah data runtun waktu, Tt adalah komponen tren (trend), Ct adalah

komponen siklus (cycle), St adalah komponen musiman (seasonal), dan adalah


(22)

2. Dekomposisi Multiplikatif

Dekomposisi multiplikatif mendekomposisi data runtun waktu pada komponen-komponen tren, musiman, siklus dan galat kemudian memprediksi nilai masa depan. Model diasumsikan bersifat multiplikatif (semua komponen dikalikan satu sama lain untuk mendapatkan model peramalan).

Persamaan model ini adalah:

adalah data runtun waktu, Tt adalah komponen tren (trend), Ct adalah

komponen siklus (cycle), St adalah komponen musiman (seasonal), dan adalah

komponen tak beraturan.

Komponen musiman dan komponen tren merupakan komponen yang biasanya terdapat pada data. Dengan adanya komponen musiman dapat juga dilihat komponen siklusnya. Komponen tak beraturan hanya untuk melihat galat yang ada pada data. Sehingga dalam perumusan masalah penulis hanya membahas mengenai komponen musiman dan komponen tren.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah tugas akhir adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana landasan matematis metode ARIMA dan metode dekomposisi klasik yang memuat tren dan musiman?


(23)

2. Bagaimana perbandingan metode ARIMA dan metode dekomposisi klasik yang memuat tren dan musiman?

C. Batasan Masalah

Dalam tugas akhir ini penulis membatasi permasalahan, yaitu

1. Membahas peramalan kuantitatif khususnya dekomposisi secara aditif yang hanya memuat data tren dan musiman.

2. Pendugaan parameter AR dan MA dengan menggunakan program R. 3. Landasan teori yang dibahas hanya yang berkaitan langsung dengan pokok

perkara skripsi.

4. Skripsi ini hanya mencari metode yang terbaik tanpa meramalkan data untuk waktu kedepannya.

5. Data yang digunakan adalah data jumlah penumpang kereta api Jawa dan Sumatera dari tahun 2006-2015.

D. Tujuan Penulisan

Tujuan yang akan dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Mengetahui landasan matematis peramalan metode ARIMA dan metode dekomposisi klasik yang memuat tren dan musiman.

2. Mengetahui perbandingan peramalan metode ARIMA dan metode dekomposisi klasik yang memuat tren dan musiman.


(24)

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan adalah metode studi pustaka, yaitu dengan membaca referensi buku-buku pendukung dan jurnal yang mengenai ARIMA dan dekomposisi klasik. Jenis-jenis sumber pustaka yang digunakan dicantumkan dalam daftar pustaka.

F. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diperoleh dari skripsi ini adalah:

1. Bagi penulis: lebih memahami mengenai metode peramalan seperti metode dekomposisi klasik dan metode ARIMA.

2. Bagi pembaca: memberi pengetahuan baru mengenai metode peramalan yang dapat digunakan serta memberikan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

G. Sistematika Penulisan BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Metode Penulisan F. Manfaat Penulisan G. Sistematika Penulisan


(25)

Bab II : LANDASAN TEORI

A. Data Runtun Waktu dan Proses Stokastik B. Stasioneritas

C. Pembedaan (Differencing)

D. Variabel Acak yang Saling Bebas E. P-value (Nilai Signifikan)

F. Fungsi Otokorelasi/ Autocorrelation Function (ACF)

G. Fungsi Otokorelasi Parsial/ Partial Autocorrelation Function (PACF) H. Proses White Noise

I. Uji Normalitas Galat

J. Moving Average (rata-rata bergerak) K. Metode Dekomposisi Aditif

L. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) M. Pengujian White Noise

N. Evaluasi Model

BAB III: METODE DEKOMPOSISI KLASIK DAN METODE ARIMA A. Pendahuluan

B. Metode Dekomposisi Klasik

C. Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) D. Contoh 3.4 Runtun Waktu


(26)

BAB IV: PERBANDINGAN METODE DEKOMPOSISI KLASIK DAN METODE ARIMA

Bab ini menjelaskan tentang perbandingan metode dekomposisi klasik dan metode ARIMA untuk pendugaan data runtun waktu.

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran


(27)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Data Runtun Waktu dan Proses Stokastik Definisi 2.1 Runtun waktu (time series)

Runtun waktu adalah himpunan pengamatan pada waktu . Runtun waktu diskrit adalah himpunan pengamatan dengan . Runtun waktu kontinu adalah himpunan pengamatan dengan atau t pada interval tertentu.

Contoh 2.1 Permainan bisbol tahun 1933-1995

Gambar 2.1 menunjukkan hasil permainan bisbol dengan memplot , dengan

{

ini adalah pertunjukan dengan hanya dua nilai kemungkinan yaitu . Ada beberapa nilai yang tidak ada yaitu pada tahun 1945 dan tahun 1959-1962 karena pertandingan tidak dimainkan.


(28)

Pada skripsi ini akan dibahas mengenai data runtun waktu diskrit. Data runtun waktu diamati sebagai n variabel acak di sebarang waktu bilangan bulat

, untuk setiap n bilangan bulat positif, disediakan oleh fungsi distribusi bersama, dievaluasi sebagai probabilitas bahwa nilai-nilai dari data yang bersama-sama kurang dari n konstanta, yaitu

(2.1)

Pengamatan variabel yang tersedia dari waktu ke waktu disebut data runtun waktu (Hanke & Winchern, 2009). Tujuan utama dari analisis runtun waktu adalah untuk mengembangkan model matematika yang menyediakan deskripsi yang masuk akal untuk data sampel. Agar dapat memberikan analisis statistik untuk menggambarkan karakter data yang berfluktuasi secara acak dari waktu ke waktu, diasumsikan runtun waktu dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari variabel acak diindeks berdasarkan urutan yang diperoleh dalam waktu. Sebagai contoh, perhatikan data runtun waktu sebagai urutan variabel acak,

dengan variabel acak menunjukkan nilai yang diambil oleh deret pada saat pertama, variabel menunjukkan nilai untuk periode waktu yang kedua, variabel menunjukkan nilai untuk periode ketiga, dan seterusnya (Shumway dan Stoffer, 2011:11).

Salah satu langkah yang penting dalam peramalan adalah mempertimbangkan pola data sehingga metode peramalan yang sesuai dengan data tersebut dapat bermanfaat. Secara umum terdapat empat macam pola data runtun waktu, yaitu horisontal, tren, musiman, dan siklus (Hanke dan Wichren, 2009). Pola horisontal merupakan kejadian yang tidak terduga dan bersifat acak,


(29)

tetapi kemunculannya dapat mempengaruhi fluktuasi data runtun waktu. Pola horisontal terjadi ketika nilai berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan artinya data tidak mengalami kenaikan atau penurunan secara signifikan. Pola tren adalah kecenderungan data untuk naik atau turun pada suatu runtun waktu dalam periode yang cukup panjang. Pola musiman merupakan fluktuasi dari data yang terjadi secara periodik dalam kurun waktu satu tahun, misalnya fluktuasi per triwulanan, kuartalan, bulanan, mingguan, atau harian. Sedangkan pola siklus merupakan fluktuasi dari data untuk waktu yang lebih dari satu tahun. Model runtun waktu adalah model yang dapat digunakan untuk menganalisis serangkaian data yang merupakan fungsi dari waktu.

B. Stasioneritas

Stasioneritas berarti bahwa tidak terdapat pertumbuhan dan penurunan pada data. Data secara kasarnya harus horisontal sepanjang sumbu waktu. Dengan kata lain, fluktuasi data berada di sekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan variansi dari fluktuasi yang konstan setiap waktu (Makridakis, Wheelwright, McGee, 1999). Stasioneritas data dapat dilihat dari plot data runtun waktu. Data runtun waktu dikatakan stasioner jika tidak ada unsur tren dan musiman pada data, serta rata-rata dan variansinya konstan.


(30)

Gambar 2.2 Plot data stasioner dalam rata-rata dan variansi

Gambar 2.3 Plot data stasioner dalam variansi dan tidak stasioner dalam rata-rata

Gambar 2.4 Plot data stasioner dalam rata-rata dan tidak stasioner dalam variansi


(31)

Gambar 2.5 Plot data tidak stasioner dalam rata-rata dan variansi Apabila data tidak stasioner dalam rata-rata, maka untuk menghilangkan ketidakstasioneran dapat dilakukan dengan pembedaan yang akan dibahas pada subbab C. Apabila data tidak stasioner dalam variansi maka dapat dilakukan transformasi Box dan Cox (Wei, 2006), dengan fungsi transformasi sebagai berikut:

Perhitungan dengan menggunakan program R dengan perintah: >Lambda= BoxCox,lambda(Xt), dengan adalah data asli.

C. Pembedaan (Differencing)

Pembedaan (differencing) digunakan untuk menstasionerkan data yang tidak stasioner khususnya data yang tidak stasioner dalam rata-rata (mean). Operator yang biasa digunakan dalam pembedaan adalah operator langkah mundur (backward shift). Notasi operator langkah mundur adalah


(32)

Dengan B = langkah mundur

= nilai variabel X pada waktu t

= nilai variabel X pada waktu

Notasi B pada mempunyai pengaruh menggeser data 1 periode ke belakang. Apabila ada dua B pada maka menggeser data 2 periode ke belakang, dapat ditulis dan seterusnya.

Apabila suatu data runtun waktu tidak stasioner, maka data tersebut dapat dibuat mendekati stasioner dengan melakukan pembedaan orde pertama dari data runtun waktu. Rumus pembedaan orde pertama adalah

(2.2)

Dengan menggunakan operator langkah mundur, persamaan (2.2) dapat ditulis menjadi

(2.3)

Dengan = nilai variabel pada waktu setelah pembedaan. Pembedaan orde pertama dinyatakan oleh (1-B).

Apabila stasioneritas tidak dicapai, dapat dilakukan pembedaan orde kedua yaitu:

(2.4)

Dengan operator langkah mundur, persamaan (2.4) dapat ditulis


(33)

Tujuan melakukan pembedaan adalah untuk mencapai stasioneritas, dan secara umum apabila terdapat pembedaan orde ke-d dapat ditulis:

D. Variabel Acak yang Saling Bebas Definisi 2.2

Misalkan mempunyai fungsi distribusi , mempunyai fungsi distribusi

dan , mempunyai fungsi distribusi bersama . Maka dan dikatakan saling bebas jika dan hanya jika

Untuk setiap pasangan bilangan real .

Jika dan variabel acak diskrit dengan fungsi probabilitas bersama

dan fungsi probabilitas marginal dan , maka dan saling bebas jika dan hanya jika

Untuk semua pasangan bilangan real .

Jika dan variabel acak kontinu dengan fungsi densitas bersama

dan fungsi densitas marginal dan , maka dan saling bebas jika dan hanya jika


(34)

Definisi 2.3

Misalkan adalah fungsi dari variabel acak diskrit, , yang mempunyai fungsi probabilitas bersama . Maka nilai harapan dari adalah

[ ] ∑ ∑ ∑

Jika adalah variabel acak kontinu dengan fungsi densitas bersama

maka

[ ] ∫ ∫ ∫

Teorema 2.1

Misalkan adalah konstan, maka

Bukti

Menurut definisi 2.3 untuk distribusi probabilitas diskrit, diperoleh

∑ ∑

Dari teorema ∑

Menurut definisi 2.3 untuk distribusi probabilitas kontinu, diperoleh


(35)

Teorema 2.2

Misalkan adalah fungsi dari variabel acak dan c adalah konstan, maka

[ ] [ ]

Bukti

Menurut definisi 2.3 untuk diskrit, diperoleh

[ ] ∑ ∑ ∑ ∑ [ ]

Menurut definisi 2.3 untuk kontinu, diperoleh

[ ] ∫ ∫

∫ ∫

[ ]

Teorema 2.3

Misalkan dan adalah variabel acak dan adalah fungsi dari dan , maka

[ ] [ ] [ ] [ ]


(36)

Bukti

Menurut definisi 2.3 untuk diskrit, diperoleh

[ ] ∑ ∑[ ] ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑ [ ] [ ]

[ ]

Menurut definisi 2.3 untuk kontinu, diperoleh

[ ] ∫ ∫[

] ∫ ∫

∫ ∫

∫ ∫


(37)

[ ] [ ] [ ]

Teorema 2.4

Misalkan dan adalah variabel acak yang saling bebas, maka

[ ] [ ] [ ]

Bukti

Menurut definisi 2.3 dan 2.2 untuk diskrit, diperoleh

[ ] ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ [ ] [ ] ∑ [ ] [ ]

Menurut definisi 2.3 dan 2.2 untuk kontinu, diperoleh

[ ] ∫ ∫

∫ ∫


(38)

∫ [ ∫

]

∫ [ ]

[ ] ∫

[ ] [ ]

[ ] [ ]

E. P-value ( Nilai Signifikan)

P-value (nilai signifikan) adalah nilai kesalahan yang didapat dari hasil perhitungan statistik atau sebagai ukuran untuk menerima atau menolak (hipotesis nol). Sebelum menghitung nilai p-value, harus ditetapkan terlebih dahulu nilai alpha ( ) sebagai patokan seberapa besar kesalahan tersebut dapat diterima. Alpha adalah batas kesalahan maksimal yang dijadikan patokan oleh peneliti. Nilai alpha yang sering digunakan adalah sebesar , nilai alpha yang kecil menunjukkan semakin ketatnya aturan dalam suatu penelitian. Nilai alpha menunjukkan seberapa ekstrim suatu data (data ideal), sehingga dapat menunjukkan adanya perbedaan dengan data lainnya (tolak H0). Selanjutnya

membandingkan nilai alpha dengan nilai p-value untuk mengetahui apakah data yang diobservasi berbeda secara signifikan dibandingkan dengan apa yang ditetapkan dalam hipotesis nol (null hypothesis). Jika nilai p-value , maka


(39)

peneliti menolak hipotesis nol. Jika nilai p-value , maka peneliti gagal menolak hipotesis nol (menerima hipotesis nol).

F. Fungsi Otokorelasi/ Autocorrelation Function (ACF)

Sebelum membahas ACF sebaiknya perhatikan penjelasan tentang fungsi otokovariansi. Dalam asumsi stasioner, proses stokastik { } mempunyai rata-rata

dan variansi yang konstan dan kovariansi , yang fungsinya merupakan selisih waktu | |. Maka dari itu, hasil tersebut dapat ditulis sebagai kovariansi antara dan dari proses stokastik { } sebagai berikut:

[ ] (2.6)

Fungsi otokorelasi merupakan hubungan antara suatu himpunan observasi dengan himpunan observasi itu sendiri tetapi dalam waktu yang berbeda. Koefisien otokorelasi menunjukkan keeratan hubungan antara nilai variabel yang sama tetapi pada waktu yang berbeda. Koefisien ini juga mengukur tingkat keeratan hubungan antara dengan . Sedangkan pengaruh time lag 1,2,3,... dan seterusnya sampai k-1 konstan. Koefisien otokorelasi untuk lag-k dari data runtun waktu dapat ditulis sebagai berikut (Wei, 2006):

[ ]

√ [ ]√ [ ]

(2.7)

Dengan: =rata-rata

=data runtun waktu =otokovariansi pada lag-k


(40)

= otokorelasi pada lag-k =waktu pengamatan, t=1,2,3,...

dan

| | | |

Koefisien dari otokovariansi dapat diduga dengan

̂

∑ ̅ ̅

(2.8)

dengan ̂ = koefisien otokovarian lag-k n = ukuran sampel,

̅ = rata-rata pengamatan pada = pengamatan pada waktu ke

= pengamatan pada waktu ke , dengan

̂ ̂ untuk

1. Penduga Fungsi Otokorelasi (ACF)

Menurut (Makridakis, 1999:339) koefisien fungsi otokorelasi dapat diduga dengan koefisien otokorelasi sampel, yaitu

∑ ̅ ̅

̅

(2.9)

Dengan = koefisien otokorelasi lag-k n = banyaknya data


(41)

̅ = rata-rata pengamatan pada = pengamatan pada waktu ke-t

= pengamatan pada waktu ke , dengan

Contoh 2.2

Diberikan contoh cara menghitung secara numerik fungsi otokorelasi pada tabel 2.1

Tabel 2.1 data runtun waktu

t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 13 8 15 4 4 12 11 7 14 12

Otokorelasi sampel untuk data dapat dihitung menggunakan pendugaan sampel

∑ ̅ ̅

̅ dengan dan ̅ . Misalkan , sehingga

diperoleh otokorelasi

∑ ̅ ̅

̅

adalah koefisien otokorelasi time lag 0, adalah koefisien otokorelasi time lag 1. Dengan cara yang sama, koefisien otokorelasi ,


(42)

, dan seterusnya dapat dihitung seperti contoh di atas. Berikut adalah plot ACF contoh 2.1 untuk lag 0 sampai lag 10.

Gambar 2.6 Plot ACF

Dalam perhitungan fungsi otokorelasi untuk lag 0 selalu bernilai 1.

dan seterusnya, untuk lag selanjutnya dapat dilihat pada gambar di atas.

2. Pengujian Fungsi Otokorelasi (ACF) Langkah-langkah pengujian:

1. (koefisien otokorelasi tidak signifikan) 2. (koefisien otokorelasi signifikan) 3. Menentukan

4. Statistik uji:


(43)

dengan

5. wilayah kritis:

ditolak (koefisien otokorelasi signifikan) jika | | . 6. Membuat kesimpulan

merupakan fungsi atas k, maka hubungan koefisien korelasi dengan lag nya disebut fungsi otokorelasi. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah koefisien fungsi otokorelasi signifikan atau tidak.

Selain menggunakan pengujian tersebut, dapat juga menggunakan batas signifikansi. Untuk memeriksa apakah koefisien signifikan, dapat digunakan rumus kesalahan standar dari yakni

√ . Sehingga seluruh nilai korelasi

yang tidak signifikan akan berada pada batas

√ √ pada

selang kepercayaan , untuk nilainya mendekati nilai .

Pada skripsi ini, pengujian ACF tidak hanya digunakan untuk uji koefisien otokorelasi tetapi juga digunakan untuk menguji galat dari model ARIMA, sehingga keacakan galat dapat dilihat. Jika pada grafik ACF tidak ada lag yang melebihi garis signifikans (garis putus-putus), maka galat bersifat acak (koefisien otokorelasi tidak signifikan). Perhatikan plot ACF galat berikut (untuk lag 0 dalam program R tidak diperhitungkan karena selalu bernilai 1).


(44)

Gambar 2.7 Plot ACF galat

Dari gambar 2.7 terlihat bahwa galat bersifat acak karena untuk setiap lag berada pada batas signifikan.

Selanjutnya perhatikan contoh 2.2, dari contoh dapat dihitung batas signifikan untuk dan sehingga diperoleh batas signifikan

(

√ ) (√ ) (

√ ) (√ ) (

√ ) (√ )

Perhatikan gambar 2.6 plot ACF pada contoh 2.2, dari gambar telihat bahwa tidak ada lag yang melebihi batas signifikan sehingga dapat disimpulkan bahwa koefisien otokorealsi untuk setiap lag adalah tidak signifikan.


(45)

G. Fungsi Otokorelasi Parsial/ Partial Autocorrelation Function (PACF) Otokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan antara dan , apabila pengaruh dari time lag dianggap terpisah (Makridakis, 1995).

Otokorelasi parsial dapat diturunkan dari model regresi linear, dengan variabel dependent yang merupakan proses stasioner dengan rata-rata nol yang diregresikan pada lag dengan variabel , yaitu

(2.10)

dengan adalah parameter regresi ke-i, dan adalah galat dengan rata-rata 0 dan tidak berkorelasi dengan untuk . Dengan mengalikan pada kedua sisi dari persamaan regresi (2.10) diperoleh

Selanjutnya menghitung nilai harapannya (expected value)

Mengacu pada teorema 2.4 dan persamaan (2.6), diperoleh

Bila dibagi maka

Untuk diperoleh sistem persamaan Yule-Walker

( ) ( )


(46)

Dengan menggunakan aturan Cramer untuk diperoleh

| | | |

dengan |

| , sehingga

| | | |

dengan |

|

|

|

|

|

Karena merupakan fungsi atas k, maka disebut fungsi otokorelasi parsial.


(47)

1. Pendugaan Fungsi Otokorelasi Parsial (PACF)

Menurut (Wei, 2006) fungsi otokorelasi parsial persamaan (2.11) dapat diduga dengan koefisien otokorelasi parsial sampel secara rekursif. Metode rekursif dimulai dengan ̂ ̂ . Untuk perhitungan ̂ diberikan oleh Durbin (1960) yaitu

̂ ̂ ∑ ̂ ̂

∑ ̂ ̂

(2.12)

dan

̂ ̂ ̂ ̂ (2.13)

dengan

̂ = koefisien otokorelasi parsial

Contoh 2.3

Mengacu pada contoh 2.2 ACF, selanjutnya dapat dihitung koefisien otokorelasi parsial dengan persamaan (2.12) dan (2.13). Pada proses ACF diperoleh ̂ , ̂ dan ̂ , selanjutnya dicari koefisien otokorelasi parsial yaitu

̂ ̂

̂ ̂ ̂ ̂

̂ ̂

̂ ̂

̂

̂ ̂ ̂ ̂


(48)

̂ ̂ ̂ ̂ ̂ ̂

̂ ̂ ̂ ̂

Untuk ̂ selainnya dapat dihitung menggunakan cara yang sama seperti contoh di atas. Berikut adalah gambar PACF contoh 2.3

Gambar 2.8 Plot PACF contoh 2.3

2. Pengujian Fungsi Otokorelasi Parsial (PACF)

Langkah-langkah pengujian hipotesis koefisien otokorelasi parsial: 1. (koefisien otokorelasi parsial tidak signifikan) 2. (koefisien otokorelasi parsial signifikan) 3. Menentukan


(49)

̂ ̂

dengan ̂

5. wilayah kritis:

ditolak (koefisien otokorelasi signifikan) jika | | . 6. Membuat kesimpulan

Untuk mengetahui apakah koefisien otokorelasi parsial signifikan atau tidak, dapat juga menggunakan batas signifikansi. Dengan menggunakan rumus kesalahan standar dari ̂ yakni ̂

. Sehingga seluruh nilai korelasi

yang tidak signifikan akan berada pada batas

√ ̂ √ ,

pada selang kepercayaan , untuk nilainya mendekati nilai . Dari contoh 2.3 dapat dihitung batas signifikan untuk , sehingga diperoleh batas signifikan

(

√ ) ̂ (√ ) (

√ ) ̂ (√ ) (

√ ) ̂ (√ ) ̂

Perhatikan gambar 2.8 plot PACF pada contoh 2.3, dari gambar terlihat bahwa tidak ada lag yang melebihi garis signifikan sehingga dapat disimpulkan bahwa koefisien otokorealasi untuk setiap lag adalah tidak signifikan.


(50)

H. Proses White Noise Definisi 2.4 Proses White Noise

Suatu proses stokastik { } disebut proses white noise jika barisan variabel acak yang berdistribusi normal tidak berkorelasi di setiap waktu, dengan rata-rata

dan variansi konstan Var = .

Berdasarkan definisi 2.4 di atas, proses white noise { } adalah stasioer dengan fungsi otokovariansi (Wei, 2006).

{

fungsi otokorelasi

{

dan fungsi otokorelasi parsial

{

I. Uji Normalitas Galat

Uji normalitas galat digunakan untuk mengetahui apakah galat berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas dari galat menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dengan langkah-langkah sebagai berikut (Daniel, 1989):

1. galat berdistribusi normal 2. galat tidak berdistribusi normal 3.


(51)

4. Dengan statistik uji:

| |

Dengan fungsi distribusi kumulatif berdasarkan data sampel

fungsi distribusi kumulatif di bawah

nilai Z diperoleh dari ̅

̅ adalah rata-rata sampel dan adalah standard deviasi sampel. 5. kriteria pengujian:

diterima (galat berdistribusi normal) jika atau

, dengan n adalah ukuran sampel. 6. Menentukan kesimpulan

Pengujian juga dapat dilakukan dengan melihat grafik normalitas. Jika galat berdistribusi normal, maka galat akan berada di sekitar garis diagonal. Untuk galat yang tidak berdistribusi normal, maka galat akan menyebar dan menjauhi garis diagonal.


(52)

Contoh 2.4 uji data normalitas Diberikan 14 data pada tabel 2.2

Tabel 2.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 73.9 74.2 74.6 74.7 75.4 76 76 76 76.5 76.6 76.9 77.3 77.4 77.7

Uji apakah data tersebut berdistribusi normal dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.

Penyelesaian:

1. galat berdistribusi normal 2. galat tidak berdistribusi normal 3.

4. Dengan statistik uji:

| |

Dengan = , nilai Z diperoleh dari ̅ 5. Menentukan kriteria pengujian

n adalah banyaknya pengamatan, n=14, 6. Menghitung stastistik uji

Diperoleh rata-rata ̅ dan standar deviasi

Perhitungan statistik uji Kolmogorov-Smirnov diberikan pada tabel di bawah Frek

̅̅ = | |

73.9 1 1 0.0714 -1.52 0.0643 0.0071 74.2 1 2 0.1429 -1.30 0.0968 0.0461


(53)

74.6 1 3 0.2143 -1.00 0.1587 0.0556 74.7 1 4 0.2857 -0.92 0.1788 0.1069 75.4 1 5 0.3571 -0.40 0.3446 0.0125 76 3 8 0.5714 0.05 0.5199 0.0515 76.5 1 9 0.6429 0.42 0.6628 0.0199 76.6 1 10 0.7143 0.50 0.6915 0.0228 76.9 1 11 0.7857 0.72 0.7642 0.0215 77.3 1 12 0.8571 1.02 0.8461 0.0110 77.4 1 13 0.9286 1.10 0.8643 0.0643

77.7 1 14 1 1.32 0.9066 0.0934

Dari perhitungan | | diperoleh nilai D maksimum adalah 0.1069

7. Kesimpulan:

Karena nilai , maka diterima. Jadi galat berdistribusi normal.

J. Moving average (rata-rata bergerak)

Rata-rata bergerak merupakan salah satu cara untuk mengubah pengaruh data masa lalu terhadap nilai tengah sebagai peramalan. Rata-rata bergerak digunakan untuk menentukan berapa jumlah nilai observasi masa lalu yang akan dimasukkan untuk menghitung nilai tengah. Rata-rata bergerak adalah metode pemulusan data runtun waktu berdasarkan nilai rata-rata dari observasi terdahulu. Ide menggunakan rata-rata bergerak untuk pemulusan data adalah bahwa pengamatan yang berada didekatnya dalam waktu , juga akan mendekati nilai aslinya. Jadi mengambil rata-rata dari suatu titik pengamatan akan memberikan pendugaan yang wajar dari tren yang diobservasi itu. Rata-rata menghilangkan


(54)

beberapa keacakan pada data. Agar lebih memahami tentang konsep rata-rata bergerak, perhatikan tabel rata-rata bergerak dibawah:

Waktu Rata-rata bergerak

̅ ̅

̅

dst

Rata-rata bergerak dengan koefisien { } dapat ditulis sebagai { }, yang didefinisikan (Ladiray & Quenneville, 2001):

(2.14)

P past” waktu pada masa lalu dan f “future” waktu pada masa yang akan datang.

 Kuantitas p+f+1 adalah order dari rata-rata bergerak

 Bila p sama dengan f, banyaknya titik pada masa lalu sama dengan banyaknya titik pada masa yang akan datang, maka rata-rata bergerak dikatakan terpusat (centered).

 Jika untuk sebarang k, maka rata-rata bergerak M dikatakan simetrik.


(55)

Contoh 2.5

Diketahui data simulasi pada tabel 2.4 dengan n=60 dan

, p=2 dan f=0

Tabel 2.3

1 -0.09 16 -0.02 31 0.01 46 -0.01

2 0.06 17 0 32 -0.01 47 0.011

3 -0.05 18 -0.01 33 0.019 48 -0.02 4 -0.04 19 0.011 34 -0.019 49 -0.01 5 0.02 20 -0.01 35 0.011 50 0.02 6 -0.03 21 0.014 36 -0.011 51 -0.01 7 -0.02 22 -0.01 37 0.012 52 0.011

8 0 23 0.012 38 -0.05 53 -0.02

9 -0.01 24 -0.01 39 0.04 54 0.06 10 -0.02 25 0.013 40 -0.04 55 -0.05

11 0 26 -0.01 41 0.02 56 -0.04

12 -0.02 27 0.02 42 -0.03 57 0.02 13 -0.01 28 -0.01 43 -0.02 58 -0.03

14 0 29 0.011 44 -0.01 59 0.01

15 -0.01 30 -0.02 45 0.02 60 0.02

Dengan menggunakan rumus ∑

Diperoleh persamaan

Dengan perhitungan Excel diperoleh nilai sebagai berikut:

1 -0.0900 16 -0.0136 31 0.0270 46 -0.0266 2 0.1175 17 0.0090 32 -0.0240 47 0.0250 3 -0.1226 18 -0.0176 33 0.0292 48 -0.0308 4 0.0148 19 0.0174 34 -0.0349 49 0.0070 5 0.0265 20 -0.0208 35 0.0304 50 0.0188 6 -0.0580 21 0.0246 36 -0.0253 51 -0.0266


(56)

7 0.0068 22 -0.0227 37 0.0232 52 0.0250 8 0.0013 23 0.0237 38 -0.0619 53 -0.0308 9 -0.0176 24 -0.0215 39 0.0765 54 0.0770 10 -0.0136 25 0.0240 40 -0.0846 55 -0.0959 11 0.0090 26 -0.0221 41 0.0608 56 0.0148 12 -0.0276 27 0.0313 42 -0.0580 57 0.0265 13 0.0028 28 -0.0266 43 0.0068 58 -0.0580 14 -0.0012 29 0.0250 44 -0.0087 59 0.0368 15 -0.0138 30 -0.0308 45 0.0188 60 0.0022

Gambar 2.10 plot dan

Dari gambar 2.10 terlihat bahwa nilai data asli dan rata-rat bergerak tidak berbeda secara signifikan.

K. Metode Dekomposisi Aditif

Dekomposisi adalah suatu pendekatan analisis data runtun waktu untuk mengidentifikasi faktor-faktor komponen yang mempengaruhi masing-masing


(57)

nilai dari data. Setiap komponen diidentifikasi secara terpisah. Proyeksi dari masing-masing komponen kemudian dapat dikombinasikan untuk menghasilkan ramalan nilai masa depan dari data runtun waktu (Hanke dan Wichern, 2009).

Metode dekomposisi memisahkan pola dasar menjadi tiga komponen terpisah yang cenderung mencirikan runtun data ekonomi dan bisnis. Komponen tersebut adalah tren, siklus, dan musiman. Dekomposisi mempunyai asumsi bahwa data itu tersusun sebagai berikut:

Data = pola + galat

= f (tren, siklus, musiman) + galat

Jadi, di samping komponen pola, terdapat pula unsur galat atau kerandoman. Data merupakan fungsi dari tren-siklus, musiman dan galat. Galat ini dianggap merupakan perbedaan antara pengaruh gabungan dari tiga sub-pola runtun tersebut dengan data yang sebenarnya.

Penulisan matematis umum dari pendekatan dekomposisi aditif adalah:

adalah nilai runtun waktu (data yang aktual) pada periode t adalah komponen tren pada periode t

adalah komponen siklus pada periode t adalah komponen musiman pada periode t

adalah komponen Ireguler/ tidak teratur pada periode t


(58)

1. Tren ( )

Tren adalah pergerakan naik turun suatu keadaan dalam jangka panjang. Tren merupakan gerakan yang lamban, panjang, dan menuju ke satu arah. Pergerakan tren dapat naik, turun bahkan konstan. Data runtun waktu menunjukkan adanya kecenderungan untuk naik atau turun dalam jangka waktu yang cukup panjang. Pola ini diidentifikasi sebagai tren, interpretasi lain dari tren adalah pola yang mendasari data yang berlangsung selama bertahun-tahun.

Gambar 2.11 pola tren

Garis tren seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.10 dapat dijelaskan dengan dua parameter dan dalam bentuk

Dengan

∑ ∑

∑ ∑

yang dijelaskan secara rinci pada subbab M. Terdapat beberapa kurva tren lain yang non-linear misalnya eksponensial.


(59)

2. Musiman ( )

Variasi musiman merupakan pergerakan suatu keadaan yang berlangsung secara periodik/ berulang dalam jangka waktu satu tahun, yang disebut pula dengan tren musiman dan akan berulang dalam setiap tahunnya. Contoh nyata gejala variasi musim adalah adanya kecenderungan meningkatnya permintaan yang diikuti oleh peningkatan harga beberapa komoditas tertentu, seperti telur, daging, dan sayuran setiap kali mendekati perayaan hari raya keagamaan yang akan berulang secara periodik setiap tahunnya. Besarnya nilai variasi musiman ini dinamakan sebagai indeks musiman.

Gambar 2.12 pola musiman

Salah satu contoh yang memuat komponen musiman adalah gelombang sinus, secara matematis dapat ditulus sebagai:

[( ) ]

Dengan adalah amplitudo

adalah frekuansi dari jumlah pengamatan adalah indeks waktu


(60)

adalah jumlah periode yang diamati adalah sudut fase (dalam radian)

3. Siklus ( )

Variasi siklus merupakan pergerakan tren yang meningkat ataupun menurun dalam jangka yang relatif panjang dari pada variasi musiman. Pola siklus biasanya terjadi dalam kurun waktu lebih dari satu tahun. Sehingga pola siklus tidak perlu dimasukkan dalam ramalan jangka pendek. Pola ini amat berguna untuk peramalan jangka menengah dan jangka panjang. Seperti siklus bisnis, aktivitas sosial-ekonomi secara bergantian berkembang.

Gambar 2.13 pola siklus

4. Tak beraturan / irregular ( )

Variasi acak dapat terjadi karena adanya faktor-faktor, seperti bencana alam, bangkrutnya perusahaan pesaing, promosi khusus, dan kejadian-kejadian lainnya yang tidak mempunyai pola tertentu (tak teratur). Variasi acak ini diperlukan


(61)

dalam rangka menentukan persediaan pengaman untuk mengantisipasi kekurangan persediaan bila terjadi lonjakan permintaan.

Gambar 2.14 pola tak beraturan

L. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

ARIMA telah banyak dikembangkan lebih lanjut dan ditetapkan untuk peramalan. Pendekatan yang digunakan di dalam menetapkan pola runtun waktu yang demikian, beserta metodologi yang digunakan untuk mengekstrapolasi pola-pola tersebut untuk masa yang akan datang lebih didasarkan pada teori statistika yang telah dikembangkan dengan baik. Model ARIMA adalah gabungan dari model AR dan MA nonstasioner yang telah di differencing sehingga menjadi model yang stasioner.

1. Model Autoregressive (AR)

Model autoregressive orde p, dinotasikan dengan AR(p) atau ARIMA(p,0,0). Bentuk umum model AR(p) adalah:


(62)

(2.15)

Dengan

= data runtun waktu ke-t

= koefisien autoregressive, i : 1,2,3,…….,p

= nilai galat pada waktu ke-t p = orde AR

Persamaan (2.15) dapat ditulis dengan menggunakan operator B (langkah mundur):

Orde AR yang sering digunakan dalam analisis runtun waktu adalah orde 1 dan orde 2. Bentuk umum model AR(1) adalah , dengan operator langkah mundur dapat ditulis . Bentuk umum model AR(2) adalah , dengan operator langkah mundur dapat ditulis .

2. Model Moving Average (MA)

Model Moving Average orde q, dinotasikan dengan MA(q) atau ARIMA(0,0,q). Bentuk umum mode MA(q) adalah:

(2.16)

dengan


(63)

= parameter Moving Average (MA), i q q = orde MA

= nilai galat pada waktu ke-t

= nilai galat pada waktu

Persamaan (2.16) dapat ditulis dengan menggunakan operator langkah mundur:

Dalam praktiknya, dua kasus yang kemungkinan besar akan dihadapi adalah apabila q=1 dan q=2. Bentuk umum model MA(1) adalah , dengan operator langkah mundur dapat ditulis . Bentuk umum model MA(2) adalah , dengan operator langkah mundur dapat ditulis .

3. Model Autoregressive Moving Average (ARMA)

Model Autoregressive Moving Average (ARMA) merupakan gabungan model AR(p) dan MA(q). Bentuk umum ARMA(p,q) adalah:

(2.17)

dengan

= data runtun waktu ke-t

= koefisien autoregressive,

= parameter Moving Average (MA), p = orde AR


(64)

= nilai galat pada waktu ke-t

4. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) merupakan gabungan model AR(p), proses pembedaan dan MA(q). Dengan kata lain, apabila nonstasioneritas ditambahkan pada campuran proses ARMA maka model umum

terpenuhi. Bentuk umum dapat ditulis menggunakan bentuk operator langkah mundur yaitu:

(2.18)

dengan

adalah operator langkah mundur untuk AR (Autoregressive)

adalah operator langkah mundur untuk MA (Moving Average)

adalah proses pembedaan orde ke-d

5. Model ARIMA dengan Komponen Musiman

Kerumitan yang dapat ditambahkan pada model ARIMA adalah komponen musiman. Notasi ARIMA dapat diperluas untuk menangani komponen musiman, notasi umumnya adalah


(65)

= bagian yang musiman dari model = jumlah periode per musiman Rumus umum dari adalah

dengan

adalah operator langkah mundur untuk AR (Autoregressive)

adalah operator langkah mundur

untuk SAR (Seasonal Autoregressive)

adalah operator langkah mundur untuk MA (Moving Average)

adalah operator langkah mundur

untuk SMA (Seasonal Moving Average)

adalah proses pembedaan orde ke-d non musiman

adalah proses pembedaan orde ke-D musiman

M. Pengujian White-Noise

Keacakan galat dari suatu model dapat diuji menggunakan uji statistik Q Box-Pierce dengan hipotesis (Wei, 2006) sebagai berikut:

1. (galat acak yang memenuhi proses white noise) 2. dengan (galat tidak acak yang tidak memenuhi

proses white noise) 3. Menentukan


(66)

4. Statistik uji

5. Wilayah kritis:

diterima (galat acak yang memenuhi white noise) jika nilai

atau . Dengan m adalah jumlah lag, p adalah

orde AR dan q adalah orde MA. adalah derajat bebas. 6. Membuat kesimpulan

Selain menggunakn pengujian Q Box-Pierce, keacakan galat dapat dilihat dari plot ACF galat. Apabila pada plot ACF tidak ada lag yang melebihi garis signifikansi maka galat bersifat acak, seperti yang telah dijelaskan pada subbab D. Galat memenuhi proses white noise jika galat bersifat acak dan berdistribusi normal.


(67)

N. Evaluasi Model

Dalam banyak situasi peramalan, ketepatan dipandang sebagai kriteria penolakan untuk memilih suatu metode peramalan. Ketepatan merujuk kearah kebaikan model, yang pada akhirnya menunjukkan seberapa jauh model peramalan tersebut mampu memproduksi data yang telah diketahui. Untuk mengukur ketepatan model menggunakan Mean Square Error (MSE) sebagai berikut:

̂

dengan

n= banyaknya pengamatan

= nilai pengamatan pada waktu ke-t

̂ = nilai peramalan pada waktu ke-t

Model yang baik akan memiliki nilai MSE yang paling kecil.

Berikut akan dijelaskan cara memperoleh nilai dan dari persamaan

yang akan digunakan untuk pendugaan garis tren pada Bab III. Dengan asumsi terdapat data, persamaan regresi ̂ dapat diduga sedemikian sehingga meminimumkan jumlah kuadrat deviasi .

Dengan mendefinisikan

̂ , maka


(68)

Dengan substitusi ̂ diperoleh

Meminimumkan berarti turunan dari ∑

Sehingga diperoleh

∑ ∑

Selanjutnya

Dengan substitusi ∑ ∑ pada persamaan diatas, sehingga diperoleh

∑ ∑


(69)

53 BAB III

METODE DEKOMPOSISi KLASIK DAN METODE ARIMA

A. Pendahuluan

Metode dekomposisi termasuk pendekatan yang tertua. Metode ini digunakan pada awal abad ini oleh ahli ekonomi untuk mengenali dan mengendalikan siklus bisnis. Dasar dari metode dekomposisi muncul pada tahun 1920-an ketika konsep rasio-tren diperkenalkan. Sejak saat itu pendekatan dekomposisi telah digunakan secara luas baik oleh para ahli ekonomi ataupun para pengusaha.

Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) telah dipelajari secara mendalam oleh George Box dan Gwilym Jenkins (1976), dan nama mereka sering disinonimkan dengan proses ARIMA yang diterapkan untuk analisis runtun waktu, peramalan dan pengendalian. Box dan Jenkins (1976) secara efektif telah mencapai kesepakatan mengenai informasi relevan yang diperlukan untuk memahami dan memakai model-model ARIMA untuk data runtun waktu univariat. Dasar dari metode ARIMA terdiri dari tiga tahap: identifikasi, penaksiran dan pengujian serta penerapan (Makridakis, Wheelwright, McGee, 1999).


(70)

B. Metode Dekomposisi Klasik

Langkah-langkah dekomposisi aditif untuk data runtun waktu adalah sebagai berikut:

1. Pada deret data yang sebenarnya ( ) hitung rata-rata bergerak yang panjangnya (N). Maksud dari rata-rata bergerak ini adalah menghilangkan unsur musiman dan kerandoman. Dengan cara merata-ratakan sejumlah periode yang sama dengan panjang pola musiman (misalnya 12 bulan, 4 bulan, atau 7 hari). Rata-rata bergerak merupakan penjumlahan dari , tetapi dalam sebagian besar prosedur dekomposisi menjadikan tren dan siklus sebagai komponen tunggal (sebut saja ).

2. Mengurangkan data asli ( ) dengan rata-rata bergerak untuk menghasilkan komponen musiman dan komponen acak/ tak beraturan.

3. Berdasarkan komponen data yang diperoleh dari , selanjutnya dicari rata-rata medialnya, yaitu nilai rata-rata untuk setiap bulan setelah dikeluarkan nilai terbesar dan terkecil.

4. Indeks musiman dapat diperoleh dari rata-rata medial, dengan menjumlahkan setiap rata-rata medial dengan faktor koreksi sehingga rata-rata musiman menjadi nol.

5. Mengurangkan data asli ( ) dengan indeks musiman ( ) untuk memperoleh garis tren. Garis tren dapat ditentukan berdasarkan model


(71)

∑ ∑

Dengan = data asli yang telah dikurang indeks musiman = periode

= banyaknya data

6. Setelah diperoleh model, maka dapat dilakukan peramalan untuk periode selanjutnya menggunakan faktor-faktor yang telah diduga sebelumnya yaitu, faktor tren dan musiman.

C. Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Tahap-tahap dalam menentukan model ARIMA adalah: 1. Identifikasi Model

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah plot data runtun waktu. Dari plot data dapat dilihat adanya tren, musiman, pencilan, variansi yang tidak konstan dan keadaan yang tidak stasioner. Pada analisis runtun waktu, apabila data tidak stasioner dalam rata-rata maka yang dilakukan adalah menstasionerkan data dengan pembedaan yang dibahas pada bab II subbab C. Apabila data tidak stasioner dalam variansi maka yang dilakukan adalah menstasionerkan data dengan cara transformasi Box-Cox yang dibahas pada bab II subbab B. Model ARIMA hanya dapat diterapkan untuk runtun waktu yang stasioner. Oleh karena itu, pertama kali yang harus dilakukan adalah menyelidiki apakah data yang


(72)

digunakan sudah stasioner atau belum. Cara mengetahui data sudah stasioner atau belum yaitu dengan membuat plot data runtun waktu atau dengan melihat plot ACF. Data dikatakan stasioner bila plot data runtun waktu berada di sekitar nilai rata-rata, variansi konstan, tidak terjadi kenaikan/ penurunan data dan plot ACF akan turun dengan cepat mendekati nol. Apabila data telah stasioner berarti

, tetapi jika data stasioner setelah pembedaan pertama maka d=1 dan seterusnya. Apabila data telah stasioner, langkah selanjutnya adalah menentukan orde dari AR dan MA. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan melihat plot PACF dan plot ACF. Plot PACF akan menetukan orde dari AR sedangkan plot ACF akan menentukan orde dari MA. Secara ringkas ditampilkan dalam tabel.

Tipe Model Pola Tipikal ACF Pola Tipikal PACF AR(p) Menurun secara lambat menuju

nol

Terpotong setelah lag p MA(q) Terpotong setelah lag q Menurun secara lambat

menuju nol ARMA(p,q) Menurun secara lambat menuju

nol

Menurun secara lambat menuju nol

Pola tipikal ACF dan PACF ditampilkan dalam gambar berikut


(73)

Gambar 3.2 Pola PACF terpotong setelah lag 2

Gambar 3.3 Pola ACF terpotong setelah lag 1

Gambar 3.4 Pola PACF menurun secara lambat menuju nol


(74)

2. Pendugaan Parameter

Setelah menetapkan model sementara dari hasil identifikasi, yaitu menentukan nilai p, d, dan q, langkah berikutnya adalah melakukan pendugaan paramater Autoregressive (AR) dan moving average (MA) yang tercakup dalam model.

a. Pendugaan parameter model AR

Parameter model AR adalah , parameter AR dapat diduga menggunakan persamaan Yule-Walker untuk mencari nilai dari . Persamaan Yule-Walker dapat dicari dengan mengalikan model AR( ):

dengan , untuk

hasilnya adalah

(3.1)

Selanjutnya dihitung nilai harapannya menjadi

[ ] [ ] [ ] [ ]

[ ]

(3.2)

[ ] untuk , saling bebas dengan nilai-nilai sebelumnya,

dan diasumsikan terdapat stasioneritas. sehingga persamaan (3.2) dapat ditulis

[ ] [ ] [ ] [ ] (3.3)

Mengacu pada teorema 2.4 dan persamaan (2.6) diperoleh

(3.4)


(75)

(3.5)

yang merupakan fungsi otokorelasi pada lag k dari proses AR (p).

Untuk dan dengan menggunakan syarat , dari fungsi otokorelasi maka persamaan (3.5) menjadi persamaan Yule-Walker yaitu

Karena nilai teoritis dari tidak diketahui, maka diduga dengan

.

Untuk atau model AR(1) : , cara menghitung ̂ adalah yang hanya mempunyai satu persamaan. Karena diduga dengan maka ̂ .

Untuk atau model AR(2) : , cara menghitung ̂ dan ̂ adalah dengan memperhatikan persamaan

}

Setelah dihitung diperoleh penyelesaian

Karena diduga dengan dan diduga dengan maka


(76)

̂ ̂

Contoh 3.1

Berikut adalah data untuk model ARIMA(2,0,0) atau AR(2):

. Dugalah parameter dan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 13 8 11 3 3 11 10 6 13 11 14 17 12 10 9 8 3 3 7 6

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari penduga dan yaitu dengan menghitung dan . Menggunakan persamaan ∑ ̅ ̅

̅ ,

karena dan ̅ diperoleh

̂

̂


(77)

b. Pendugaan Parameter model MA

Parameter model MA adalah , parameter MA diduga untuk mencari nilai dari . Dengan mengalikan model MA( ):

dengan , untuk diperoleh

( )(

)

Selanjutnya dihitung nilai harapannya menjadi

[( )(

)]

Nilai harapan untuk persamaan (3.7) diatas akan bergantung pada nilai k. Bila

maka persamaan (3.7) menjadi

(3.8)

Semua suku yang lain pada persamaan (3.7) hilang, karena adanya definisi

{ n


(78)

Jadi, persamaan (3.8) menjadi

(3.9)

Bila faktor dipisahkan, maka persamaan (3.9) menjadi

(3.10)

Persamaan (3.10) adalah variansi dari proses MA(q).

Secara umum untuk sebarang nilai , persamaan (3.7) menjadi

(3.11)

Bila persamaan (3.11) dibagi (3.10), akan menghasilkan

(3.12)

untuk semua nilai , maka fungsi otokorelasi pada lag dari proses MA(q) adalah

{

(3.13)

Karena nilai teoritis tidak diketahui maka nilai pendugaan dari koefisien

dapat diperoleh dengan mensubstitusikan otokorelasi empiris pada persamaan (3.13) kemudian dipecahkan.

Untuk q=1 atau model MA(1): , sehingga persamaan (3.13) menjadi:

{

Dengan mensubstitusikan untuk dan mencoba memecahkan , akan diperoleh persamaan kuadratik


(79)

̂ ̂ , dengan ̂

Untuk q=2 atau model MA(2): , sehingga persamaan (3.13) menjadi

}

Dengan mensubstitusikan dan untuk dan akan menghasilkan dua persamaan dalam bentuk dan yang tidak diketahui, tetapi tidak berarti mudah untuk dipecahkan.(Box dan Jenkins, 1976: 517-520) memberikan tabel dan grafik untuk mengatasi pendugaan dan . Untuk selanjutnya pendugaan

dihitung menggunakan program R. Contoh 3.2

Berikut adalah data untuk model ARIMA(0,0,2) atau MA(2):

. Dugalah parameter dan

1 -0.09 20 0

2 0.06 21 0.02

3 -0.05 22 0

4 -0.04 23 -0.02

5 0.02 24 0

6 -0.03 25 0.02 7 -0.02 26 -0.01

8 0 27 -0.03

9 -0.01 28 0.04 10 -0.02 29 0.02

11 0 30 0.01

12 -0.02 31 0


(80)

14 0 33 -0.03

15 -0.01 34 0

16 -0.02 35 0.01

17 0 36 0

18 0.01 37 -0.01 19 -0.01

Menghitung pendugaan dan bukanlah pekerjaan yang mudah, karena harus menggunakan algoritma Marquardt. Maka dari itu penulis menggunakan program dalam perhitungannya. Dengan menggunakan program R diperoleh nilai pendugaan yaitu ̂ dan ̂ . Dengan perintah program R yaitu:

> library(forecast)

> estimasi=Arima(Xt,order=c(0,0,2)) > estimasi

Series: Xt

ARIMA(0,0,2) with non-zero mean Coefficients:

ma1 ma2 intercept -0.5341 0.3186 -0.0054 s.e. 0.1564 0.1704 0.0029

sigma^2 estimated as 0.0005054: log likelihood=87.72 AIC=-167.44 AICc=-166.19 BIC=-161


(81)

c. Pendugaan Parameter Model ARMA

Pendugaan parameter mode ARMA berkaitan dengan fungsi otokorelasi. Fungsi otokorelasi dari proses ARMA(p,q) dapat diperoleh dengan mengalikan model ARMA( ): dengan , untuk dan kemudian diambil nilai harapannya, sehingga diperoleh

[ ] [ ] [ ] [ ]

[ ] [ ]

(3.14)

Mengacu pada teorema 2.4 dan persamaan (2.6), diperoleh

[ ] [ ]

[ ]

(3.15)

Karena [ ] untuk , sehingga

(3.16)

Jika kedua ruas dibagi , menurut definisi fungsi otokorelasi diperoleh

(3.17)

Agar lebih memahami pendugaan ARMA(p,q), perhatikan proses ARMA(1,1) berikut:

Model ARMA(1,1): , dengan mengalikan model ARMA(1,1) dengan dan dihitung nilai harapannya diperoleh

[ ] [ ] [ ] [ ]

Dengan menggunakan teorema 2.4 dan persamaan (2.6) diperoleh


(82)

Untuk

[ ] [ ]

Berdasarkan sifat untuk semua , diperoleh

[ ] [ ]

Karena [ ] dan

[ ] [ ]

[ ] [ ] [ ]

Sehingga

(3.18)

Untuk

[ ] [ ]

(3.19)

Substitusi pada persamaan (3.18), diperoleh

Substitusi yang telah diperoleh ke persasamaan (3.19)


(83)

Dengan menggunakan sifat otokorelasi untuk lag 1 untuk menduga ̂ yaitu

( )

Untuk

Jika kedua ruas dibagi , menurut definisi fungsi otokorelasi diperoleh

Sehingga diperoleh fungsi otokorelasi

{

(3.20)

Akan tetapi, penyelesaian persamaan (3.20) bukanlah hal yang mudah. Box dan Jenkins memberikan grafik untuk membantu menemukan pendugaan awal parameter dari model ARMA( ) (Box dan Jenkins, 1976:520). Untuk langkah selanjutnya, penulis menggunakan program dalam pendugaan parameter AR dan MA.

Contoh 3.3

Berikut adalah data model ARIMA(2,0,2) atau ARMA(2,2):

. Dugalah parameter dan

1 20 20 12


(84)

3 62 22 12

4 52 23 32

5 -8 24 12

6 42 25 -8

7 32 26 22

8 12 27 42

9 22 28 -28

10 32 29 -8

11 12 30 2

12 32 31 12

13 22 32 22

14 12 33 42

15 22 34 12

16 32 35 2

17 12 36 12

18 2 37 22

19 22

Dengan menggunakan perhitungan program R, diperoleh nilai pendugaan

̂ ̂ ̂ dan ̂ , dengan perintah R, yaitu:

> estimasi=Arima(Xt,order=c(2,0,2)) > estimasi

Series: Xt

ARIMA(2,0,2) with non-zero mean Coefficients:

ar1 ar2 ma1 ma2 intercept -0.7835 -0.8547 0.9163 0.5458 17.1204 s.e. 0.1957 0.1374 0.3023 0.2381 2.4502 sigma^2 estimated as 252.3: log likelihood=-155.54


(85)

AIC=323.08 AICc=325.88 BIC=332.74

3. Pemeriksaan Diagnostik

Setelah berhasil menduga nilai-nilai parameter dari model ARIMA yang ditetapkan sementara, selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan dignostik untuk membuktikan bahwa model tersebut cukup memadai (Makridakis, 1999). Pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan mengamati apakah galat dari model ARIMA yang telah diduga memenuhi proses white noise. Model dikatakan memadai jika galat memenuhi proses white noise yaitu galat bersifat acak dan berdistribusi normal. Pengujian yang digunakan dalam pemeriksaan diagnostik adalah:

a. Setelah pendugaan dilakukan, maka nilai galat dapat ditentukan. Jika nilai-nilai koefisien otokorelasi galat untuk berbagai time lag tidak berbeda secara signifikan (tidak signifikan) dari nol, maka galat bersifat acak sehingga memenuhi proses white noise.

b. Menggunakan statistik Q Box-Pierce, yang dihitung dengan rumus:

Jika atau maka galat bersifat acak yang memenuhi proses white noise.

c. Uji normalitas galat, seperti yang telah dijelaskan pada bab II subbab G. Jika galat berdistribusi normal maka memenuhi proses white noise.


(86)

Jika galat tidak white noise maka model tidak memadai, ulangi lagi mulai langkah identifikasi model sampai akhirnya diperoleh model yang memadai. Pengujian ini digunakan untuk melihat apakah galat memenuhi proses white noise.

4. Peramalan

Tujuan dalam analisis runtun waktu adalah untuk meramalkan nilai masa depan. Tujuan peramalan adalah untuk menghasilkan ramalan optimum yang tidak memiliki galat atau sebisa mungkin galat yang kecil.

D.

Contoh 3.4 Runtun Waktu

Diberikan 82 data pengamatan runtun waktu pada tabel 3.1 data asli di lampiran. Data akan diolah menggunakan metode dekomposisi klasik dan metode ARIMA. Selanjutnya akan dilihat keakuratan metode, sehingga model yang terbaik dapat ditentukan.

1. Pengolahan data menggunakan metode Dekomposisi

a. Data yang digunakan untuk dekomposisi adalah data yang berdistribusi normal. Data asli (lihat tabel 3.1 pada lampiran) tidak berdistribusi normal, sehingga perlu dilakukan transformasi . Dengan adalah data asli dan . Cara mencari dengan menggunakan program R dengan perintah: >lambda= BoxCox.lambda(Xt). Berikut adalah


(1)

>estimasi=Arima(dataTransformasi,order=c(1,0,1),seasonal=list(order=c(1,0,0) ,period=12))

Series: dataTransformasi

ARIMA(1,0,1)(1,0,0)[12] with non-zero mean Coefficients:

ar1 ma1 sar1 intercept 0.4583 -0.1648 0.6469 4.3673 s.e. 0.2450 0.2668 0.0866 0.1002

sigma^2 estimated as 0.06697: log likelihood=-8.82 AIC=27.64 AICc=28.42 BIC=39.67

>estimasi=Arima(dataTransformasi,order=c(1,0,0),seasonal=list(order=c(1,0,0) ,period=12))

> estimasi

Series: dataTransformasi

ARIMA(1,0,0)(1,0,0)[12] with non-zero mean Coefficients:

ar1 sar1 intercept 0.3095 0.6400 4.3672 s.e. 0.1060 0.0863 0.0933

sigma^2 estimated as 0.06742: log likelihood=-9 AIC=26 AICc=26.52 BIC=35.62


(2)

>estimasi=Arima(dataTransformasi,order=c(0,0,1),seasonal=list(order=c(1,0,0) ,period=12))

> estimasi

Series: dataTransformasi

ARIMA(0,0,1)(1,0,0)[12] with non-zero mean Coefficients:

ma1 sar1 intercept 0.2405 0.6432 4.3661 s.e. 0.0923 0.0873 0.0815

sigma^2 estimated as 0.06896: log likelihood=-9.94 AIC=27.88 AICc=28.4 BIC=37.51

>estimasi=Arima(dataTransformasi,order=c(0,0,0),seasonal=list(order=c(1,0,0) ,period=12))

> estimasi

Series: dataTransformasi

ARIMA(0,0,0)(1,0,0)[12] with non-zero mean Coefficients:

sar1 intercept 0.6745 4.3636 s.e. 0.0837 0.0727

sigma^2 estimated as 0.07362: log likelihood=-13.03 AIC=32.07 AICc=32.38 BIC=39.29


(3)

>acf(galat, lag.max=82)

> Box.test(galat, lag=k, type="Ljung-Box") , dengan k= lag ke > tsdiag(estimasi)

> qqnorm(galat) > qqline(galat)

>Xttopi= dataTransformasi-galat

> plot(t,dataTransformasi, col="red", type="o", main="plot data transformasi dengan data ramalan transformasi")

> lines(t,Xttopi, col="blue")

> legend("topright", c("data transformasi","data ramalan transformasi"), cex=0.8,col=c("red","blue"), pch=21:22,lty=1:2)

Langkah-langkah metode ARIMA jumlah penumpang kereta api > data= read.delim(file.choose())

> t= data[,1] > Xt= data[,2]

> plot(t,Xt, type="o", main="Jumlah Penumpang Kereta Api") >acf(Xt, lag.max=70)

>library(forecast)

Trasformasi . >d1= diff(Xt)


(4)

> plot(t1, d1, type="o", xlab="t1", ylab="d1", main="Pembedaan Pertama Jumlah Penumpang KA")

> pacf(d1, lag.max=80) > acf(d1, lag.max=80)

> estimasi=Arima(d1,order=c(1,1,1),seasonal=list(order=c(1,0,0),period=12)) > estimasi

Series: d1

ARIMA(1,1,1)(1,0,0)[12] Coefficients:

ar1 ma1 sar1 -0.3304 -1.0000 0.5973 s.e. 0.0895 0.0246 0.0770

sigma^2 estimated as 822632: log likelihood=-975.63

AIC=1959.26 AICc=1959.61 BIC=1970.34> galat= residuals(estimasi) > estimasi=Arima(d1,order=c(1,1,0),seasonal=list(order=c(1,0,0),period=12)) > estimasi

Series: d1

ARIMA(1,1,0)(1,0,0)[12] Coefficients:

ar1 sar1 -0.6305 0.6393 s.e. 0.0719 0.0726


(5)

AIC=2020.75 AICc=2020.96 BIC=2029.06

> estimasi=Arima(d1,order=c(0,1,1),seasonal=list(order=c(1,0,0),period=12)) > estimasi

Series: d1

ARIMA(0,1,1)(1,0,0)[12] Coefficients:

ma1 sar1 -1.0000 0.6431 s.e. 0.0188 0.0725

sigma^2 estimated as 914595: log likelihood=-982 AIC=1970 AICc=1970.21 BIC=1978.31

> estimasi=Arima(d1,order=c(0,1,0),seasonal=list(order=c(1,0,0),period=12)) > estimasi

Series: d1

ARIMA(0,1,0)(1,0,0)[12] Coefficients:

sar1 0.6886 s.e. 0.0682

sigma^2 estimated as 2334530: log likelihood=-1036.43 AIC=2076.86 AICc=2076.96 BIC=2082.4

>galat= residuals(estimasi) >acf(galat, lag.max=120)


(6)

> Box.test(galat, lag=k, type="Ljung-Box") , dengan k= lag ke > tsdiag(estimasi)

> qqnorm(galat) > qqline(galat) >Xttopi= d1-galat

> plot(t1,d1, col="red", type="o", main="plot Xt' dengan Xt' Peramalan") > lines(t1,Xttopi, col="blue")

> legend("topright", c("data Xt' ","data ramalan Xt' "), cex=0.8,col=c("red","blue"), pch=21:22,lty=1:2