Identifikasi dan Pencirian Fisikokimia Gelatin dari Tulang Sapi dan Babi

i

IDENTIFIKASI DAN PENCIRIAN FISIKOKIMIA GELATIN
DARI TULANG SAPI DAN BABI

MUHAMAD RIFAI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi dan
Pencirian Fisikokimia Gelatin dari Tulang Sapi dan Babi adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2013
Muhamad Rifai
NIM G44080101

iii

ABSTRAK
MUHAMAD RIFAI. Identifikasi dan Pencirian Fisikokimia Gelatin dari Tulang
Sapi dan Babi. Dibimbing oleh PURWANTININGSIH SUGITA dan LAKSMI
AMBARSARI.
Gelatin merupakan produk turunan protein yang diisolasi dari jaringan kolagen
tulang dan kulit hewan. Gelatin dalam penelitian ini diisolasi dari tulang femur sapi dan
babi, diidentifikasi dan dicirikan sifat fisikokimianya meliputi kadar proksimat,
viskositas, pH, dan kadar mineral, serta analisis gugus fungsi dan komposisi asam amino
penciri. Gelatin sapi dan babi hasil isolasi tidak berwujud kristal seperti bentuk

standarnya sehingga memengaruhi viskositas dan kemampuannya membentuk gel.
Rendemen gelatin rendah karena masih tingginya kadar mineral fosforus yang
menyebabkan proses ekstraksi kolagen tidak sempurna. Analisis gugus fungsi
menunjukkan keberadaan gugus amida A (3438 cm-1), amida I (1651 cm-1), dan amida II
(1454 cm-1) yang merupakan gugus fungsi khas gelatin pada gelatin sapi hasil isolasi.
Namun, keberadaan gugus amida III (1245 cm-1) masih menunjukkan keberadaan struktur
tropokolagen yang belum terhidrolisis. Analisis komposisi asam amino penciri
menunjukkan jumlah asam amino glisina lebih banyak terdapat pada gelatin sapi daripada
gelatin babi.
Kata kunci: gelatin, kolagen, protein, tulang babi, tulang sapi

ABSTRACT
MUHAMAD RIFAI. Identification and Physicochemical Characterization of
Gelatine from Bovine and Porcine Bones. Supervised by PURWANTININGSIH
SUGITA and LAKSMI AMBARSARI.
Gelatine is a derivative product of protein isolated from collagen tissue of animal
skins and bones. In this study, gelatines were isolated from bovine and porcine bones,
identified and characterized for their physicochemical properties including proximate,
viscosity, pH, and mineral contents, as well as functional group and characteristic amino
acids composition analysis. Bovine and porcine gelatine isolates were not obtained in

crystal form as their standard forms, which affected viscosity and gelling abilities of the
gelatines. Low yield of gelatine isolates were due to the high remaining phosphorus
content, causing incomplete collagen extraction. Functional group analysis showed the
existence of amide A (3438 cm-1), amide I (1651 cm-1), and amide II (1454 cm-1)
characterizing the functional groups bovine gelatine isolate. However, the existence of
amide III (1245 cm-1) still showed the structure of unhydrolized tropocollagen. Analysis
of characteristic amino acids composition showed higher glysine amount in bovine
gelatine than that in porcine.
Key words: bovine bones, collagen, gelatine, porcine bones, protein

iv

IDENTIFIKASI DAN PENCIRIAN FISIKOKIMIA GELATIN
DARI TULANG SAPI DAN BABI

MUHAMAD RIFAI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains

Pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

 

v

PRAKATA
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji beserta syukur ke hadirat Allah SWT penulis ucapkan atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul Identifikasi dan Pencirian Fisikokimia Gelatin dari Tulang sapi dan Babi.
Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan
April 2012 hingga Februari 2013 di Laboratorium Kimia Organik dan

Laboratorium Kimia Fisik Departemen Kimia, Laboratorium Preparasi Daging
INTP Fakultas Peternakan, dan Laboratorium Terpadu Baranangsiang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Purwantiningsih Sugita,
MS dan Dr Laksmi Ambarsari, MS selaku pembimbing. Terima kasih penulis
ucapkan juga kepada Bapak Sabur, Ibu Yenni Karmila, Mbak Nia selaku staf
Laboratorium Kimia Organik, serta kepada Bapak Farid dan Bapak Wawan untuk
bimbingan konsultasinya, Mbak Dian INTP dan Mas Ian Laboratorium Terpadu
atas bantuannya selama melaksanakan penelitian. Terima kasih tidak lupa penulis
haturkan kepada Ibu, Ayah, Kakak, dan keluarga atas doanya.
Penelitian ini disponsori oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan,
dan Kosmetika, Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) melalui Hibah Kerja
Sama Antarlembaga dan Perguruan Tinggi oleh Prof Dr Purwantiningsih Sugita,
MS.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat. Terima kasih

Bogor, April 2013

Muhamad Rifai

vi


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Bahan dan Alat
Prosedur Kerja
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat Gelatin
Hasil Analisis Proksimat Gelatin
Sifat Fisis Gelatin
Kadar Mineral Ca dan P
Identitas Gelatin
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
2
2
3
5
5
7
8
9
10
13
13
13
14
16

27

vii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Hasil uji proksimat gelatin
Viskositas dan BM relatif gelatin
pH gelatin
Puncak serapan gelatin hasil FTIR
Komposisi asam amino gelatin

7
8
9

11
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Tulang sapi yang bersih dari daging
5
Perubahan struktur kolagen
6
Kurva hubungan ηsp/C dengan C (g/dL)
9
Spektrum FTIR gelatin sapi (a), standar gelatin sapi (b), dan standar gelatin
babi (c)
10
5 Kromatogram standar asam amino
12

6 Struktur gelatin
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Perhitungan kadar air
Perhitungan kadar abu
Perhitungan kadar protein
Perhitungan BM relatif (Mv)
Perhitungan kadar Ca
Perhitugan kadar P
Waktu retensi komponen asam amino dalam standar gelatin sapi dan babi
menurut Zilhadia et al. (2012)

8 Perhitungan komposisi (%) asam amino (AA)
9 Kromatogram gelatin sapi hasil isolasi (a), gelatin babi hasil isolasi (b),
standar gelatin sapi (c), dan standar gelatin babi (d)
10 Hasil pemisahan asam amino (AA)

16
17
18
19
21
22
23
24
25
26

PENDAHULUAN
Gelatin merupakan produk turunan protein yang diperoleh dari jaringan
kolagen pada tulang dan kulit hewan. Gelatin banyak digunakan di industri
makanan, farmasi, kosmetik, dan fotografi (Widyaninggar et al. 2012).
Berdasarkan proses pembuatannya, gelatin dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu tipe A
dan tipe B (Schrieber dan Gareis 2007). Gelatin sapi dibuat dengan proses basa
dan termasuk gelatin tipe B, sedangkan gelatin babi termasuk tipe A karena dibuat
dengan proses asam (Raja et al. 2011). Produksi gelatin Eropa pada tahun 2011
sebanyak 80% berasal dari kulit babi, 15% dari kulit sapi, dan 5% dari sumber
lain seperti tulang sapi, babi, unggas, dan ikan (Jamaludin et al. 2011). Tingginya
produksi gelatin dari mamalia seperti sapi dan babi menjadi masalah bagi
masyarakat pemeluk agama Hindu yang tidak mengonsumsi makanan dari sapi,
sementara penggunaan babi menjadi masalah bagi penganut agama Islam
(Martianingsih dan Atmaja 2010).
Pemanfaatan tulang sapi dan babi untuk dijadikan gelatin masih sedikit
dibandingkan dengan penggunaan kulit, padahal tulang merupakan limbah yang
banyak dihasilkan dan mudah didapat dari rumah pemotongan hewan atau tempat
penjualan daging. Di sisi lain, pemanfaatan kulit sebagai sumber gelatin bersaing
dengan produksi barang-barang dari kulit seperti tas, dompet, ikat pinggang, dan
pakaian yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Pemanfaatan tulang sebagai bahan
dasar murah dan mudah didapat perlu diberdayakan dan diolah menjadi gelatin
untuk meningkatkan potensi dan nilai jual (Perwitasari 2008).
Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam
sangat memperhatikan kehalalan produk makanan yang beredar di masyarakat.
Impor gelatin di Indonesia mencapai 3092 ton setiap tahunnya (Bahtiyar 2012).
Gelatin impor tersebut digunakan dalam industri makanan sebagai aditif untuk es
krim, yoghurt, puding, agar-agar, dan kue. Gelatin juga digunakan sebagai bahan
pembuatan cangkang kapsul obat. Tingginya penggunaan gelatin menjadi
perhatian karena dicurigai gelatin impor yang digunakan bersumber dari babi.
Produk makanan yang menggunakan gelatin perlu diketahui kehalalannya
berdasarkan sumber gelatin yang digunakan. Oleh karena itu, penelitian ini akan
mengkaji perbedaan gelatin sapi dan babi berdasarkan sifat fisikokimianya.
Beberapa studi sebelumnya telah dilakukan untuk membedakan gelatin sapi
dan babi berdasarkan komposisi asam aminonya menggunakan kromatografi cair
kinerja tinggi (HPLC). Widyaninggar et al. (2012) dan Zilhadia et al. (2012)
meneliti komposisi asam amino standar gelatin dan cangkang kapsul obat yang
terbuat dari gelatin sapi dan babi. Widyaninggar et al. (2012) memperoleh asam
amino glisina pada cangkang kapsul dari gelatin babi lebih banyak dibandingkan
dengan cangkang kapsul dari gelatin sapi. Sebaliknya, Zilhadia et al. (2012)
mendapati cangkang kapsul gelatin sapi memiliki asam amino glisina dan prolina
lebih banyak daripada cangkang kapsul gelatin babi. Kekurangan dari penelitian
tersebut adalah gelatin sapi dan babi yang digunakan tidak diketahui berasal dari
tulang atau kulit. Raja et al. (2011) menyatakan bahwa gelatin kulit babi memiliki
jumlah asam amino glisina dan prolina lebih banyak dibandingkan dengan gelatin
kulit sapi.

2

Penelitian ini mengidentifikasi perbedaan gelatin yang diisolasi dari tulang
sapi dan tulang babi melalui pencirian sifat fisik dan kimia. Analisis yang
dilakukan terdiri atas analisis proksimat (kadar air, abu, dan protein), analisis sifat
fisik (viskositas, pH, dan BM relatif), serta analisis mineral (Ca dan P). Pencirian
gelatin meliputi analisis gugus fungsi khas menggunakan spektrofotometer
inframerah transformasi Fourier (FTIR) dan penentuan komposisi asam amino
penciri menggunakan HPLC.

METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan antara lain tulang sapi dan babi bagian paha (tulang
femur), HCl, H3PO4, NaOH, H2SO4, katalis campuran selen, H3BO3, boraks,
indikator bromokresol hijau (BCG) dan metil merah (MM) (5:1), HNO3, HClO4,
larutan standar Ca, amonium molibdat, FeSO4∙7H2O, KH2PO4, serbuk KBr, oftalaldehida (OPA), metanol, merkaptoetanol, Brij-30 (polioksietilenil-4-lauril
eter) 30%, bufer borat 1 M pH 10.4, standar gelatin sapi dan babi dari PT Gelita
Selandia Baru, dan standar asam amino Fluka dari Sigma-Aldrich, nomor katalog
061M87 10/AAS 18-5ML (asam glutamat, asam aspartat, serina, histidina, glisina,
treonina, arginina, alanina, tirosina, metionina, valina, fenilalanina, isoleusina,
leusina, dan lisina).
Alat yang digunakan di antaranya ialah pengering semprot Buchi-190, alat
distilasi Kjeldahl automatis Kjeltec, viskometer putar TV-10, viskometer Ostwald
dengan kapiler berdiameter 1 mm, dan pH-meter Eutech pH 510. Mineral Ca
dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom (AAS) Shimadzu AA-7000
dengan lampu katode Ca pada panjang gelombang 422.7 nm. Mineral P dianalisis
dengan spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis) LW Scientific UV-200-RS
pada panjang gelombang 660 nm.
Analisis gugus fungsi menggunakan spektrofotometer FTIR Spectrum-One
pada bilangan gelombang 400–4500 cm-1. Analisis asam amino menggunakan
instrumen HPLC Shimadzu dengan kolom ODS-2 Hypersil 150 mm × 4.6 mm
dan detektor fluoresens. Kondisi alat diatur pada laju alir 1 mL/menit dengan
pemisahan menggunakan sistem gradien eluen. Fase gerak menggunakan eluen A,
yaitu campuran natrium asetat pH 6.5, natrium etilenadiaminatetraasetat (NaEDTA), metanol, dan tetrahidrofuran (THF), serta eluen B yang merupakan
campuran metanol 95% dan air bebas-ion.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Laboratorium Kimia
Fisik, dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia Fakultas MIPA,
Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan, dan Laboratorium
Terpadu IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai Februari
2013.

3

Prosedur Kerja
Isolasi Gelatin
Gelatin diisolasi dari tulang sapi dan babi menggunakan metode yang sama,
yaitu perendaman asam (Yuniarifin et al. 2006). Tulang dibersihkan dari daging
dan lemak yang menempel, lalu direndam dalam HCl 5% (proses demineralisasi)
selama 10 hari. Setiap 2 hari, larutan HCl diganti dengan yang baru. Osein (tulang
lunak) yang terbentuk dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa HCl.
Osein yang bersih direndam dalam H3PO4 5% selama 2 hari, lalu dicuci dari sisa
asam dan dinetralkan dengan NaOH 5% sampai pH-nya berkisar 5–7.
Osein yang sudah netral dihidrolisis dengan akuades menggunakan
pemanasan bertahap pada suhu 65, 75, dan 85 oC. Osein yang belum terhidrolisis
pada suhu 65 oC dipisahkan untuk kembali dihidrolisis pada suhu 75 oC dan
selanjutnya pada suhu 85 oC. Hidrolisat osein (larutan gelatin) larut dalam
akuades, disaring dengan kertas saring, dan didinginkan dalam lemari es sebelum
dikeringkan dengan pengering semprot.
Analisis Proksimat
Analisis proksimat yang dilakukan terdiri atas penentuan kadar air, abu, dan
protein. Kadar air ditentukan berdasarkan metode AOAC 925.09B (2005). Kadar
air dan kadar abu gelatin babi hasil isolasi tidak ditentukan karena wujudnya
cairan. Cawan porselen kosong dan bersih dikeringkan dalam oven selama 1 jam
pada suhu 105 oC lalu ditimbang bobot kosongnya. Gelatin ditimbang 0.5 g ke
dalam cawan lalu dikeringkan dalam oven selama 5 jam pada suhu 105 oC.
Setelah 5 jam, gelatin didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan
dalam oven selama 5 jam dan penimbangan diulang hingga diperoleh bobot yang
konstan. Penentuan kadar air dilakukan triplo.
Kadar abu ditentukan berdasarkan metode AOAC 900.02A (2005). Cawan
porselen bersih dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 600 oC selama 30 menit,
didinginkan, dan ditimbang bobot kosongnya. Gelatin ditimbang sebanyak 0.5 g
di dalam cawan tersebut lalu dipijarkan di atas nyala api pembakar sampai tidak
berasap. Setelah itu, dimasukkan ke dalam tanur selama 5 jam dengan suhu 600
o
C. Setelah 5 jam, gelatin didinginkan dalam desikator. Bobot abu ditimbang lalu
dimasukkan kembali ke dalam tanur. Pengabuan dan penimbangan diulangi
hingga diperoleh bobot yang konstan. Penentuan kadar abu dilakukan triplo.
Kadar protein ditentukan dengan metode Kjeldahl (AOAC 955.04C 2005).
Gelatin ditimbang sebanyak 0.5 g dan didestruksi dengan H2SO4 pekat dan
tambahan katalis sampai berwarna hijau bening. Hasil destruksi ditambahkan 40
mL NaOH 50% dan didistilasi. Uap amonia hasil distilasi ditampung dalam 20
mL larutan H3BO3 2% yang ditambahkan 2 tetes indikator BCG:MM. Larutan
tampungan H3BO3 dititrasi dengan HCl 0.1 N yang sudah distandardisasi.
Penentuan kadar protein dilakukan duplo dan dilakukan juga penetapan blangko.
Kadar protein =

(S−B )× N × 14.007 × 6.25
W

× 100%

4

Keterangan : S = volume titran contoh (mL)
B = volume titran blangko (mL)
N = normalitas HCl
W = bobot gelatin (mg)

Analisis Sifat Fisis
Analisis sifat fisis meliputi penentuan viskosias, pH, dan BM relatif.
Penentuan viskositas dan pH dilakukan dengan larutan gelatin 6.67% (b/v).
Viskositas diukur menggunakan viskometer putar dengan laju putaran 60 rpm,
sedangkan pH ditentukan dengan pH-meter (Schrieber dan Gareis 2007). BM
relatif ditentukan dengan pengukuran waktu alir menggunakan viskometer
Ostwald. Dibuat deret standar dengan konsentrasi 0.30, 0.35, 0.40, 0.45, dan 0.50
g/dL masing-masing 10 mL. Ditentukan juga waktu alir akuades sebagai pelarut
(Martianingsih dan Atmaja 2010).
Analisis Mineral Ca dan P
Analisis mineral Ca dan P hanya dilakukan pada gelatin hasil isolasi.
Kandungan Ca diukur dengan AAS. Gelatin dipreparasi dengan metode
pengabuan basah menurut Reitz et al. (1960). Gelatin ditimbang sebanyak 1 g
dalam labu erlenmeyer lalu ditambahkan 5 mL HNO3 pekat dan didiamkan dalam
ruang asam selama 60 menit. Gelatin kemudian dipanaskan selama 4–6 jam dalam
ruang asam dan dibiarkan semalam. Setelah semalam, ditambahkan 0.4 mL
H2SO4 pekat dan gelatin kembali dipanaskan selama 60 menit. Setelah itu,
ditambahkan 2–3 tetes HClO4:HNO3 (2:1) (sambil dipanaskan) sampai warna
berubah dari cokelat menjadi kuning muda. Gelatin didinginkan, lalu ditambahkan
2 mL akuades dan 0.6 mL HCl, dan dipanaskan kembali selama 15 menit. Larutan
disaring, diencerkan dalam labu takar 100 mL, lalu diukur absorbansnya.
Analisis P menggunakan larutan gelatin hasil pengabuan basah, dianalisis
menurut metode Taussky dan Shorr (1953). Larutan standar P dibuat dari 4.394 g
KH2PO4 yang dilarutkan dalam 1 L akuades, lalu dibuat deret konsentrasi 0, 2, 3,
4, dan 5 ppm. Standar ditambahkan masing-masing 2 mL larutan C dan ditera
menggunakan akuades sampai volumenya 5 mL lalu dihomogenkan. Larutan C
terdiri atas 10 mL larutan B dan 5 g FeSO4∙7H2O yang dilarutkan dalam 100 mL
akuades, sedangkan larutan B dibuat dari amonium molibdat dan H2SO4.
Demikian pula larutan gelatin hasil pengabuan basah dipipet dan ditambahkan 2
mL larutan C dan dihomogenkan. Jumlah larutan gelatin disesuaikan agar
menghasilkan warna larutan contoh yang berada dalam kisaran warna standar.
Contoh ditentukan absorbansnya dengan spektrofotometer UV-Vis.
Identifikasi Gelatin
Identifikasi gelatin meliputi analisis gugus fungsi dan komposisi asam
amino penciri gelatin. Analisis gugus fungsi dilakukan menggunakan instrumen
FTIR (Al-Saidi et al. 2012). Gelatin sebanyak 20 mg dicampurkan dengan 80 mg
serbuk KBr, ditumbuk hingga halus. Campuran dimampatkan dengan cetakan
menggunakan pompa hidraulik sehingga membentuk kepingan pelet tipis, yang
ditentukan spektrumnya dengan menggunakan FTIR. Gelatin babi hasil isolasi
tidak diuji FTIR karena wujudnya cair.
Analisis asam amino penciri gelatin dilakukan menggunakan instrumen
HPLC (Widyaninggar et al. 2012). Gelatin ditimbang sebanyak 10 mg dan

5

ditambahkan 1 mL HCl 6 N. Gas nitrogen ditambahkan ke dalam wadah tabung
ulir. Gelatin selanjutnya dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam pada suhu 110
o
C. Setelah itu, gelatin didinginkan dan disaring dengan kaca masir. Larutan
gelatin ditera dalam labu takar 10 mL dengan HCl 0.01 N dan disaring
menggunakan saringan 0.45 mikron. Larutan gelatin dipipet sebanyak 10 μL lalu
ditambahkan 10 μL larutan bufer kalium borat pH 10.4 dan 25 μL larutan stok
OPA, didiamkan selama 1 menit. Setelah itu, larutan gelatin diinjeksikan ke dalam
HPLC sebanyak 5 μL.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat Gelatin
Gelatin diisolasi dari kolagen tulang sapi dan babi menggunakan metode
perendaman asam (Yuniarifin et al. 2006). Digunakan 1404.03 g tulang sapi dan
402.76 g tulang babi. Tahap hidrolisis menghasilkan larutan gelatin yang
kemudian dikeringkan dengan pengering semprot untuk menghasilkan serbuk
gelatin. Dihasilkan serbuk gelatin sapi sebanyak 65.43 g, dengan rendemen 4.3%.
Rendemen gelatin babi tidak ditentukan karena larutan gelatin babi tidak dapat
dikeringkan. Rendemen gelatin tulang sapi lebih rendah daripada yang dihasilkan
Yuniarifin et al. (2006), yaitu 8.32%. Rendemen yang lebih rendah disebabkan
banyak serpihan osein yang terbuang saat penggantian larutan HCl 5%.
Proses pembuatan gelatin terdiri atas penghilangan lemak, demineralisasi,
perendaman asam, hidrolisis, dan pengeringan. Tulang dibersihkan dari sumsum
dan sisa daging dan lemak yang menempel agar tidak menutupi permukaan tulang
saat proses demineralisasi. Tulang yang sudah bersih dikecilkan ukurannya
kurang lebih 2 cm × 10 cm untuk meningkatkan luas permukaan sehingga proses
demineralisasi lebih merata (Gambar 1).

Gambar 1 Tulang sapi yang bersih dari daging
Tahap demineralisasi bertujuan menghilangkan materi nonkolagen (Ca dan
P) dalam tulang (Karlina dan Atmaja 2010). Struktur tulang tersusun dari kolagen

6

yang dikelilingi mineral dalam bentuk Ca3(PO4)2 (Yudiono 2003). Mineral dalam
tulang perlu dihilangkan agar ekstraksi kolagen lebih sempurna. Selama
demineralisasi dengan HCl, struktur tulang akan menggembung dan menjadi
lunak (osein). Kalsium dalam tulang terurai menjadi Ca2+ dan asam fosfat (1).
Ca3(PO4)2 + 6HCl → 3CaCl2 + 2H3PO4 ... (1)
Osein yang terbentuk berwarna kemerahan dan mudah terkikis sehingga
banyak serpihan osein yang terbuang saat pencucian dan penggantian larutan. Hal
ini mengakibatkan rendahnya rendemen yang didapat. Tahap perendaman asam
dilakukan selama 3 hari menggunakan H3PO4 5%. Proses perendaman osein
dalam asam akan merusak tautan-silang pada struktur unting ganda tiga kolagen
sehingga strukturnya menjadi tidak stabil (Kusumawati et al. 2008). Tahap
hidrolisis adalah tahap utama yang mengubah kolagen menjadi gelatin. Sebelum
dihidrolisis, osein terlebih dahulu dicuci dengan air mengalir untuk membilas dan
menghilangkan sisa asam (Sopian 2002). Penetralan osein dibantu dengan
pencucian dengan NaOH 0.1 N. Osein setelah perendaman asam mempunyai pH
2, sedangkan setelah dinetralkan pH meningkat menjadi 6.
Osein dihidrolisis menggunakan akuades panas dengan suhu 65, 75, dan 85
o
C. Penambahan akuades disesuaikan dengan jumlah osein. Jumlah akuades yang
terlalu banyak (Perwitasari 2008) akan memperlama waktu penyaringan dan
proses pengeringan larutan gelatin. Hidrolisis gelatin sapi menggunakan akuades
sebanyak 950 mL, sedangkan hidrolisis gelatin babi 570 mL. Selama hidrolisis,
struktur kolagen akan menyusut karena unting ganda tiga kolagen berubah
menjadi unting tunggal berbentuk gulungan acak (coil) yang larut dalam air
(Gambar 2) (Hasan 2007).

Gambar 2 Perubahan struktur kolagen
Kolagen dalam bentuk unting tunggal acak yang larut mengubah warna
akuades menjadi keruh kecokelatan. Larutan gelatin yang didapat disaring dengan
kertas saring untuk memisahkan gelatin dari sisa-sisa kolagen yang tidak larut
dalam air. Rendemen gelatin yang didapat masih rendah karena banyaknya
serpihan osein yang terbuang. Larutan gelatin dikeringkan dengan pengering
semprot karena tidak membentuk gel ketika didinginkan. Larutan gelatin yang
diperoleh Yuniarifin et al. (2006) membentuk gel ketika didinginkan sehingga

7

dapat dikeringkan menggunakan oven hingga mengeras lalu digerus untuk
memperoleh serbuk gelatin.

Hasil Analisis Proksimat Gelatin
Kadar air, abu, dan protein ditentukan sebagai parameter mutu gelatin.
Kadar air dan kadar abu gelatin sangat dipengaruhi oleh perlakuan saat proses
isolasi. Kadar air ditentukan dari selisih bobot gelatin basah dengan gelatin kering
yang dihilangkan airnya dalam oven bersuhu 105 oC. Kadar air gelatin sapi
didapatkan sebesar 6.27% (Tabel 1), lebih rendah daripada standar gelatin sapi
dan babi, berturut-turut 11.13% dan 11.1% (Lampiran 1). Kadar air gelatin
menurut GMIA (2012) adalah sekitar 8–13%. Rendahnya kadar air gelatin sapi
diduga disebabkan oleh penggunaan pengering semprot.
Tabel 1 Hasil uji proksimat gelatin
Kadar (%)
Contoh
Air
Abu Protein
Gelatin sapi
6.27
3.02
76.76
Gelatin babi
4.71
Standar gelatin sapi
11.33 0.45
87.90
Standar gelatin babi
11.11 0.05
86.45
GMIA (2012)
8–13 0–3.2 85–92
Penentuan kadar abu bertujuan memperkirakan kandungan mineral seperti
kalsium dan fosforus dalam gelatin dan berhubungan dengan keberhasilan proses
demineralisasi. Pemanasan di atas nyala api akan menghilangkan kandungan
senyawa organik dalam gelatin. Sisa senyawa organik yang berbentuk arang
selanjutnya dihilangkan dengan pemanasan pada suhu 600 oC dalam tanur sampai
hanya tersisa abu gelatin. Kadar abu gelatin sapi 3.02% (Tabel 1), lebih tinggi
daripada standar gelatin sapi dan babi, berturut-turut 0.45% dan 0.05% (Lampiran
2). Berdasarkan literatur, kadar abu gelatin berkisar 0–3.2% (GMIA 2012).
Tingginya kadar abu gelatin sapi menunjukkan proses demineralisasi tulang
yang belum sempurna. Lapisan kalsium yang mengelilingi kolagen tidak terbuang
seluruhnya. Hal ini juga mengakibatkan rendahnya rendemen gelatin karena
kolagen dalam tulang tidak terekstraksi seluruhnya. Kandungan mineral gelatin
yang masih tinggi diduga juga menyebabkan larutan gelatin tidak membentuk gel
ketika didinginkan.
Kadar protein gelatin ditentukan dengan metode Kjeldahl. Senyawa nitrogen
dalam protein diubah menjadi amonium sulfat oleh H2SO4 pekat. Amonium sulfat
yang terbentuk diurai dengan NaOH 50%. Uap amonia yang dibebaskan
ditampung dalam larutan H3BO3, lalu dititrasi dengan HCl. Gelatin memiliki
kadar protein yang tinggi, yaitu berkisar 85–92% (GMIA 2012). Kadar protein
gelatin sapi dan babi yang diperoleh 76.76% dan 4.71%, sedangkan untuk standar
gelatin sapi dan babi lebih tinggi, yaitu 87.90% dan 86.45% (Lampiran 3).
Rendahnya kadar protein gelatin sapi diduga karena proses perendaman
asam yang terlalu lama. Menurut Fatimah dan Jannah (2008), kadar protein
gelatin menurun akibat perendaman asam lebih dari 60 jam. Proses perendaman

8

asam tulang sapi dan babi dilakukan selama 72 jam sehingga sebagian kolagen
terlarut dalam asam fosfat. Hal ini juga menurunkan jumlah kolagen yang
terekstraksi dan karena itu, rendemen gelatin yang dihasilkan. Kadar protein
gelatin babi sangat kecil disebabkan sampel masih berbentuk larutan yang banyak
mengandung air.

Sifat Fisis Gelatin
Viskositas merupakan parameter sifat fisis utama pada gelatin yang
menunjukkan mutu dan kemampuan gelatin dalam membentuk gel. Viskositas
gelatin ditentukan dengan alat viskometer putar. Alat ini menggunakan logam
yang berputar dengan kecepatan 60 rpm. Viskositas yang dihasilkan dinyatakan
dalam satuan sentipoise (cP), (Tabel 2). Gelatin sapi hasil isolasi menunjukkan
viskositas yang lebih tinggi daripada gelatin babi, sedangkan untuk standar
diperoleh hasil sebaliknya. Viskositas gelatin dipengaruhi oleh kadar protein,
rendahnya kadar protein ikut menurunkan viskositas gelatin (Yudiono 2003).
Gelatin babi hasil isolasi tidak dibuat dalam konsentrasi tertentu dan langsung
ditentukan viskositasnya karena sudah berwujud larutan.
Tabel 2 Viskositas dan BM relatif gelatin
Viskositas BM relatif
Contoh
(cP)
(g/mol)
Gelatin sapi isolasi
19
6.62 × 103
Gelatin babi isolasi
17
Standar gelatin sapi
70
1.25 × 105
Standar gelatin babi
91
1.23 × 105
Penentuan BM relatif dilakukan menggunakan viskometer ostwald. Larutan
gelatin dengan konsentrasi 0.30, 0.35, 0.40, 0.45, dan 0.50 g/dL, ditentukan waktu
alirnya, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh permukaan larutan gelatin untuk
melewati 2 garis batas permukaan pada tabung viskometer. Dari pengukuran deret
standar tersebut, didapat persamaan garis yang menghubungkan viskositas
spesifik relatif (ηsp/C) dengan konsentrasi larutan (C). Viskositas relatif (ηrel) ialah
nisbah waktu alir larutan dan pelarut, sedangkan viskositas spesifik (ηsp) ialah
viskositas relatif dikurangi 1.
Nilai viskositas intrinsik ([η]) ialah intersep dari persamaan garis yang
didapat (Gambar 3), yang jika dimasukkan ke dalam persamaan Mark-HouwinkSakurada akan dihasilkan BM relatif (Mv). Nilai tetapan K dan α untuk gelatin
sapi adalah 1.66 × 10-5 dan 0.885, sedangkan untuk gelatin babi 1.00 × 10-4 dan
0.74 (Schrieber dan Gareis 2007). Nilai BM relatif untuk gelatin sapi hasil isolasi
sebesar 6.62 × 103 g/mol, sedangkan untuk standar 1.25 × 105 dan 1.23 × 105
g/mol berturut-turut untuk gelatin sapi dan babi (Lampiran 4). Gelatin babi hasil
isolasi tidak ditentukan viskositas dan BM relatifnya karena berwujud larutan
yang tidak diketahui konsentrasinya. Hasil penentuan BM relatif berbanding lurus
dengan viskositas yang terukur. Gelatin sapi hasil isolasi menunjukkan viskositas
dan BM relatif yang lebih kecil daripada standar, diduga karena perbedaan wujud
gelatin hasil isolasi dengan standar.

Viskositas spesifik relatif (ηsp/C)

9

0,80
0,70
0,60
0,50
0,40

y = 0.3486x + 0.5376
R² = 0.4831

y = 0.2952x + 0.587
R² = 0.332

0,30

y = 0.1418x + 0.04
R² = 0.681

0,20
0,10
0,00
0,29

0,34

0,39

0,44

0,49

Konsentrasi (g/dL)
gelatin sapi isolasi

gelatin standar sapi

gelatin standar babi

Gambar 3 Kurva hubungan ηsp/C dengan C (g/dL)
Derajat keasaman gelatin ditentukan pada larutan dengan konsentrasi 6.67%
(b/v). Nilai pH gelatin sangat dipengaruhi oleh larutan perendam yang digunakan
pada saat isolasi (Kusumawati et al. 2008). Menurut literatur, pH gelatin sapi
isolasi berkisar 5–7.5, gelatin babi isolasi berkisar 3.8–5.5 dan standar gelatin
berkisar 4.5–6.5 (Yudiono 2003). pH gelatin sapi dan babi hasil isolasi berturutturut adalah 3.42 dan 2.70 (Tabel 3). Sifat asam disebabkan keduanya dibuat
dengan metode perendaman asam. Meskipun demikian, pH yang terukur masih
terlalu asam sehingga diduga proses penetralan osein belum berlangsung baik.
Tabel 3 pH gelatin
Contoh
Hasil Yudiono (2003)
Gelatin sapi isolasi
3.42
5.0–7.5
Gelatin babi isolasi
2.70
3.8–5.5
Standar gelatin sapi
5.50
4.5–6.5
Standar gelatin babi 5.42
4.5–6.5

Kadar Mineral Ca dan P
Mineral Ca dan P paling banyak jumlahnya di dalam tulang. Kadar Ca
dalam gelatin sapi dan babi ditentukan dengan AAS. Deret standar Ca digunakan
untuk menentukan persamaan garis dengan nilai x ialah konsentrasi larutan dan y
absorbans. Persamaan garis yang didapat adalah y = 0.0393x + 0.007 dengan R2 =
0.9994. Berdasarkan persamaan garis tersebut, kadar mineral Ca dalam gelatin
sapi dan babi berturut-turut 0.2447% dan 0.0015% (Lampiran 5). Contoh gelatin
yang sama ditentukan kadar mineral P-nya menggunakan spektrofotometer UVVis. Deret standar yang digunakan menghasilkan persamaan garis y = 0.1277x +
0.0116 dengan R2 = 0.9972. Berdasarkan persamaan garis tersebut, kadar mineral
P dalam gelatin sapi sebesar 2.43% dan dalam gelatin babi 0.27% (Lampiran 6).

10

Kadar Ca dan P tulang menurut literatur berturut-turut adalah 37% dan
18.5% (Perwitasari 2008). Kadar mineral P dalam gelatin sapi masih tinggi.
Dalam penelitian ini, demineralisasi dilakukan selama 10 hari dengan larutan HCl
5% yang diganti setiap 2 hari. Menurut Yuniarifin et al. (2006), larutan HCl
seharusnya diganti setiap hari untuk mencegah perubahan konsentrasi HCl.
Konsentrasi HCl yang menurun dari 5% akan menurunkan efektivitas HCl untuk
menghilangkan mineral. Tingginya mineral P pada gelatin sapi dan babi
membuktikan bahwa proses demineralisasi belum sempurna sehingga jumlah
kolagen yang terekstraksi berkurang. Hal ini menyebabkan rendemen gelatin
menjadi rendah.

Identitas Gelatin
Gugus Fungsi
Struktur gelatin seperti umumnya protein memiliki gugus karbonil, amina,
dan hidroksil (Martianingsih dan Atmaja 2010). Menurut Puspawati et al. (2012),
gelatin memunculkan serapan IR khas amida A pada bilangan gelombang 3600–
2300 cm-1, amida I pada 1636–1661 cm-1, amida II pada 1560–1335 cm-1, dan
amida III pada 1300–1200 cm-1. Gelatin sapi hasil isolasi, standar gelatin sapi babi
memunculkan puncak serapan amida A berturut-turut pada bilangan gelombang
3438.98, 3649.99, dan 3649.99 cm-1 (Gambar 4). Gugus amida I juga terlihat pada
bilangan gelombang berturut-turut 1651.25, 1652.12, dan 1651.44 cm-1. Daerah
amida II dan III masih terlihat jelas pada spektrum IR gelatin sapi dengan
bilangan gelombang 1454.13 dan 1245.07 cm-1. Pada standar gelatin sapi dan
babi, kedua puncak serapan tersebut tidak begitu tajam, terutama untuk amida III.

Gambar 4 Spektrum FTIR gelatin sapi (a), standar gelatin sapi (b), dan standar
gelatin babi (c)

11

Daerah serapan amida A ditimbulkan oleh vibrasi regangan OH dan NH,
dan bentuk puncak yang melebar menunjukkan keberadaan gugus OH dari asam
amino hidroksiprolina. Puncak serapan pada daerah amida I menunjukkan
keberadaan residu amida dan struktur gulungan acak pada gelatin. Puncak serapan
pada daerah amida II menunjukkan struktur rantai α berpilin dan asam amino
prolina. Puncak pada daerah serapan amida III berasal dari struktur unting ganda
tiga kolagen pada gelatin sapi (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa masih
adanya kolagen yang belum terhidrolisis menjadi struktur unting tunggal. Standar
gelatin sapi dan babi hampir tidak memiliki puncak pada daerah amida III.
Tabel 4 Puncak serapan gelatin hasil FTIR
Serapan
Amida A

Bilangan gelombang (cm-1)
Gelatin
Standar Standar
sapi
sapi
babi
3649.99 3649.99
3438.98
-

Amida I

1651.25

1652.12

1651.44

Amida II

1544.01
1454.13
1245.07

1535.68
-

1535.24
-

Amida III

Dugaan
(Puspawati et al. 2012)
NH bebas
Regangan NH dari gugus amida
dengan ikatan hidrogen dan OH dari
hidroksiprolina
Regangan C=O dengan kontribusi
dari ikatan NH, dan regangan CN
Regangan N=O
Deformasi NH dan ikatan CH2
Struktur unting ganda tiga kolagen

Komposisi Asam Amino
Komposisi (jenis dan jumlah) asam amino pada contoh gelatin ditentukan
dengan HPLC berdasarkan kesamaan waktu retensi dengan literatur (Zilhadia et
al. 2012) (Lampiran 7) dan nisbah luas puncak standar asam amino (Lampiran 8).
Gelatin terlebih dahulu dihidrolisis menggunakan HCl 6 N sebelum diinjeksikan
ke dalam HPLC. Standar asam amino dan contoh gelatin yang telah dihidrolisis
kemudian diderivatisasi menggunakan pereaksi prakolom. Asam amino akan
bereaksi dengan OPA dalam merkaptoetanol membentuk turunan asam aminoOPA-merkaptoetanol yang berfluoresens (Widyaninggar et al. 2012). Sistem
pemisahan yang digunakan adalah sistem gradien. Komposisi eluen B diatur 5%
dari awal elusi sampai waktu 2 menit. Setelah menit ke-2 hingga menit ke-20,
komposisi eluen B dinaikkan menjadi 35%. Selanjutnya komposisi eluen B
kembali dinaikkan menjadi 70% pada menit ke-22 dan 90% pada menit ke-25.
Kromatogram standar asam amino (Gambar 5) memperlihatkan bahwa
puncak asam-asam amino yang muncul pada waktu retensi 0–21 menit
terpisahkan dengan baik, tetapi untuk waktu retensi 21 menit sampai akhir tidak.
Hal ini dikarenakan komposisi eluen sistem gradien belum optimum. Selain
puncak standar asam amino, terdapat pula puncak-puncak pengotor dengan
intensitas rendah.

12

Gambar 5 Kromatogram standar asam amino
Kromatogram contoh gelatin (Lampiran 9) menunjukkan asam amino
glisina paling banyak jumlahnya dengan %b/b sebesar 13.57% untuk isolat gelatin
sapi, 0.51% untuk isolat gelatin babi, 15.09% untuk standar gelatin sapi, dan
15.37% untuk standar gelatin babi. Menurut Russel et al. (2007), gelatin tersusun
dari ulangan deret asam amino Gly-x-y dengan glisina paling banyak jumlahnya,
sedangkan x dan y sebagian besar diisi oleh asam amino prolina dan
hidroksiprolina (Gambar 6). Standar asam amino yang digunakan tidak
mengandung asam amino prolina dan hidroksiprolina sehingga tidak terdeteksi
pada kromatogram contoh gelatin sapi dan babi hasil isolasi maupun standar.

Gambar 6 Struktur gelatin
Berdasarkan hasil penelitian Zilhadia et al. (2012), asam amino glisina
terdeteksi pada waktu retensi sekitar 15.1 menit, sementara waktu retensi asam
amino prolina kira-kira 23.8 menit (Lampiran 7). Keberadaan asam amino prolina
pada keempat contoh gelatin tidak bisa dideteksi. Pada menit ke-23 asam amino
yang muncul adalah fenilalanina (Lampiran 10). Hal ini dikarenakan kondisi alat
seperti kolom dan fase gerak yang digunakan berbeda, sementara pola pemisahan
asam amino sangat ditentukan oleh kolom dan komposisi fase gerak yang
digunakan.
Identifikasi gelatin sapi dan babi dilakukan berdasarkan komposisi asam
amino penciri, yaitu glisina. Gelatin sapi hasil isolasi memiliki asam amino glisina
lebih banyak daripada gelatin babi hasil isolasi. Sementara dalam standar gelatin,
asam amino glisina lebih banyak pada gelatin babi. Menurut Raja et al. (2011),
gelatin kulit sapi memiliki asam amino glisina lebih sedikit daripada gelatin kulit
babi. Hasil ini dapat diterima karena komposisi asam amino mungkin berbeda

13

meskipun berasal dari spesies hewan yang sama. Komposisi asam amino
selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Komposisi asam amino gelatin (%b/b)
Asam amino
Asam aspartat
Asam glutamat
Serina
Histidina
Glisina
Treonina
Arginina
Alanina
Tirosina
Metionina
Valina
Fenilalanina
Isoleusina
Leusina
Lisina
Total

Gelatin sapi
Isolat Standar
4.22
4.77
7.90
9.29
2.59
2.96
0.55
0.47
13.57
15.09
1.27
1.45
5.97
7.12
6.42
8.05
0.53
0.26
0.62
0.63
1.65
2.00
1.62
1.79
1.03
1.22
2.67
3.05
2.74
3.18
53.35
61.32

Gelatin babi
Isolat Standar
0.20
4.93
0.36
9.43
0.13
3.23
0.03
0.59
0.51
15.37
0.07
1.42
0.26
7.37
0.26
7.73
0.04
0.47
0.03
0.76
0.10
2.02
0.09
1.89
0.05
1.06
0.15
2.92
0.13
3.14
2.14
62.32

GMIA
(2012)
4.6–6.7
8.5–11.6
3.4–3.8
0.4–0.7
24.5–28.8
2.0–2.4
5.0–9.0
10.1–14.2
0.49–1.1
0.2–1.0
2.4–3.0
2.2–2.26
1.3–2.5
2.8–3.5
2.1–4.4

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Isolasi gelatin dari tulang sapi dan babi belum berhasil dilakukan karena
tahap demineralisasi yang belum sempurna, terlihat dari tingginya kadar abu
gelatin (3.02%) dan kandungan mineral P (2.43% untuk gelatin sapi dan 0.27%
untuk gelatin babi). Viskositas gelatin sapi hasil isolasi didapatkan sebesar 19 cP,
dengan bobot molekul relatif 6.62×103 g/mol. Spektrum FTIR memiliki puncak
pada daerah amida A (3600–2300 cm-1), amida I (1636–1661 cm-1) dan amida II
(1560–1335 cm-1), yang merupakan serapan khas gelatin. Namun, pada daerah
amida III (1300–1200 cm-1) masih muncul puncak pada gelatin sapi yang
menunjukkan keberadaan struktur tropokolagen yang belum terhidrolisis.
Komposisi asam amino glisina pada gelatin tulang sapi lebih banyak
dibandingkan dengan gelatin tulang babi.

Saran
Waktu demineralisasi dan perendaman asam masih perlu dioptimumkan
agar dihasilkan gelatin dengan kadar mineral yang rendah. Metode pengeringan
larutan gelatin yang dapat menghasilkan gelatin berbentuk kristal juga perlu
ditentukan.

14

DAFTAR PUSTAKA
Al-Saidi GS, Al-Alawi A, Rahman MS, Guizani N. 2012. Fourier transform
infrared (FTIR) spectroscopic study of extracted gelatin from shaari
(Lithirinus microdon) skin: effects of extraction conditions. IFRJ.
19(3):1167-1173.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of
Analysis of AOAC International. Maryland (US): AOAC Int.
Bahtiyar MI. 2012. Pemanfaatan tulang sisa rumah makan, rumah potong hewan,
dan rumah potong ayam sebagai bahan pembuat gelatin [karya tulis].
Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada.
Fatimah D, Jannah K. 2008. Efektivitas penggunaan asam sitrat dalam pembuatan
gelatin tulang ikan bandeng (Chanos-chanos forkskal) [skripsi]. Malang
(ID): Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
[GMIA] Gelatine Manufactures Institute of America. 2012. Gelatin Handbook.
New York (US): GMIA.
Hasan. 2007. Studi ekstraksi dari pembuatan gelatin tipe B dari kulit sapi
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Jamaludin MK, Zaki NM, Ramli MA, Hashim DM, Ab Rahman S. 2011.
Istihalah: Analysis on the utilization of gelatin in food products. Soc Sci J.
16(17):174-178.
Karlina IR, Atmaja L. 2010. Eektraksi gelatin dari tulang rawan ikan pari
(Himantura gerrardi) pada variasi lariutan asam untuk perendaman
[skripsi]. Surabaya (ID): Institut Tekhnologi Sepuluh November.
Kusumawati R, Tazwir, Wawasto A. 2008. Pengaruh perendaman dalam asam
klorida terhadap kualitas gelatin tulang kakap merah (Lutjanus sp.). JPBKP.
1(3):63-68.
Martianingsih N, Atmaja L. 2010. Analisis sifat kimia, fisik, dan termal gelatin
dari ekstraksi kulit ikan pari (Himantura gerrardi) melalui variasi jenis
larutan asam [skripsi]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh
November.
Perwitasari DS. 2008. Hidrolisis tulang sapi menggunakan HCl untuk pembuatan
gelatin. Di dalam: Pengolahan Sumber Daya Alam dan Energi Terbarukan.
Seminar Nasional Soemardjo Brotohardjono; 2008 Jun 18; Surabaya,
Indonesia. Surabaya (ID): UPN Veteran. hlm 1-9.
Puspawati MN, Simpen IN, Miwada INS. 2012. Isolasi gelatin dari kulit kaki
ayam broiler dan analisis gugus fungsinya menggunakan spektrofotometri
FTIR. J Chem. 6(1):79-87.
Raja MHRN, Yaakob CM, Amin I, Noorfaizan A. 2011. Chemical and functional
properties of bovine and porcine skin gelatin. IFRJ. 18:813-817.
Reitz LL, Smith WH, Plumlee MP. 1960. A Simple Wet Ashing for Biological
Materials. Indiana (US): Purdue University West Lafayette.
Russell JD, Dolphin JM, Koppang MD. 2007. Selective analysis of secondary
amino acids in gelatin using pulsed electrochemical detection. Anal Chem.
79:6615-6621.
Schrieber R, Gareis H. 2007. Gelatine Handbook Theory and Industrial Practice.
Weinheim (DE):Wiley-VCH.

15

Sopian I. 2002. Analisis sifat fisik, kimia, dan fungsional gelatin yang diekstrak
dari kulit dan tulang ikan pari [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Taussky HH, Shorr E. 1953. A microcolorimetric method for the determination of
inorganic phosphorus. J Biol Chem. 202:675-685.
Widyaninggar A, Triwahyudi, Triyana K, Rohman A. 2008. Differentiation
between porcine and bovine gelatin in commercial capsule shells based on
amino acid profiles and principal component analysis. J Pharm Indones.
23(2):96-101.
Yudiono H. 2003. Karakteristik fisikokimia gelatin hasil perendaman tulang sapi
dalam campuran Ca(OH)2-CaCl2 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Yuniarifin H, Bintoro VP, Suwarasturi A. 2006. Pengaruh berbagai konsentrasi
asam fosfat pada proses perendaman tulang sapi terhadap rendemen kadar
abu dan viskositas gelatin. JITAA. 31(1):55-61.
Zilhadia, Betha OS, Bayyinah. 2012. Analisis komposisi asam amino gelatin sapi
dan gelatin babi pada produk kapsul lunak simulasi menggunakan teknik
kombinasi high performance liquid chromatography (HPLC) dan principal
component analysis (PCA) [skripsi]. Tangerang (ID): Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.

16

Lampiran 1 Perhitungan kadar air
LAMPIRAN
bobot basah-bobot kering
%kadar air =
×100%
bobot basah
Contoh

Gelatin sapi

Standar gelatin sapi

Standar gelatin babi

Contoh:
%kadar air =

Bobot gelatin
Basah (g) Kering (g)
2.0006
1.8747
2.0003
1.8782
2.0007
1.8778
Rerata
2.0009
1.7734
2.0003
1.7735
2.0005
1.7784
Rerata
2.0004
1.7761
2.0000
1.7944
2.0003
1.7788
Rerata

(2.0006-1.8747) g
×100%
2.0006 g

%kadar air = 6.29% (ulangan 1)
%kadar air =

(6.29 + 6.37 + 6.14)%
3

%kadar air gelatin sapi = 6.27%

Kadar air (%)
6.29
6.37
6.14
6.27
11.37
11.34
11.28
11.33
11.21
11.06
11.07
11.11

17

Lampiran 2 Perhitungan kadar abu
%kadar abu =

bobot abu
×100%
bobot gelatin
Ccontoh

Gelatin sapi

Standar gelatin sapi

Standar gelatin babi

Contoh:
%kadar abu =

Bobot
Gelatin (g)
Abu (g)
0.5000
0.0152
0.5000
0.0150
0.5002
0.0150
Rerata
1.0002
0.0043
1.0002
0.0047
1.0001
0.0045
Rerata
1.0000
-0.0006
1.0000
0.0003
1.0002
0.0007
Rerata

0.0152 g
×100%
0.5000 g

%kadar abu = 3.04% (ulangan 1)
%kadar abu =

(3.04 + 3.

+ 3.01)%
3

%kadar abu gelatin sapi = 3.02%

Kadar abu (%)
3.04
3.01
3.01
3.02
0.43
0.47
0.45
0.45
0.03
0.07
0.05

18

Lampiran 3 Perhitungan kadar protein
Contoh gelatin
Gelatin sapi

Gelatin babi
Standar gelatin
sapi
Standar gelatin
babi

Bobot gelatin Volume titran Kadar protein
(g)
(mL)
(%)
1.0450
9.00
75.40
1.0560
9.42
78.10
Rerata
76.75
2.2790
1.20
4.61
2.2880
1.25
4.80
Rerata
4.71
1.1460
11.20
85.56
1.1530
11.72
88.99
Rerata
87.30
1.3730
13.30
84.76
88.12
1.3840
13.92
Rerata
86.45

Contoh:
Kadar protein =

(S-B) × N × 14.007 × 6.25
W

× 100%

Gelatin sapi (ulangan 1)
Kadar protein =

9.00 mL × 0.1 N × 14.007 × 6.25
104.50 mg

× 100% = 75.40%

19

Lampiran 4 Perhitungan BM relatif (Mv)
Rerata waktu alir (detik)
Isolat
Standar
Standar
gelatin sapi gelatin sapi gelatin babi
62.57
62.57
62.57
64.24
75.39
75.39
64.52
78.32
78.32
64.76
78.92
78.92
65.34
82.55
82.55
66.32
86.39
86.39

Larutan
(g/dL)
Pelarut
1 (0.30)
2 (0.35)
3 (0.40)
4 (0.45)
5 (0.50)
Viskositas spesifik (ηsp)

=

Viskositas spesifik relatif (ηsp/C)

=

ηlarutan

ηpelarut

–1

viskositas spesifik
konsentrasi

[η] = K × Mv α
[η] ialah viskositas intrinsik, yaitu intersep persamaan garis
K dan α adalah tetapan Mark-Houwink-Sakurada
Untuk gelatin sapi K = 1.66 × 10-5 dan α adalah 0.885
Untuk gelatin babi K = 1.00 × 10-4 dan α adalah 0.74
Gelatin sapi hasil isolasi
ηsp larutan 1

=

Viskositas spesifik relatif
(ηsp/C)

(ηsp/C) larutan 1 =

64.24
62.57

– 1 = 0.0266

0.0266

0.30 g/dL

0,120
0,115
0,110
0,105
0,100
0,095
0,090
0,085
0,080
0,29

.
0.04 = 1.66 × 10-5 × Mv0.885
Mv = 6.62 × 103 g/mol

= 0.0886

y = 0.1418x + 0.04
R² = 0.681

0,34

0,39
0,44
Konsentrasi (g/dL)

0,49

20

Standar gelatin sapi
ηsp larutan 1

=

Viskositas spesifik relatif
(ηsp/C)

(ηsp/C) larutan 1 =

74.35
62.57

– 1 = 0.1882

0.1882

0.30 g/dL

= 0.6273

0,740
0,720
y = 0.486x + 0.5376
R² = 0,4831

0,700
0,680
0,660
0,640
0,620
0,29

0,34

0,39
0,44
Konsentrasi (g/dL)

0,49

0.5376 = 1.66 × 10-5 × Mv0.885
Mv = 1.25 × 105 g/mol
Standar gelatin babi
ηsp larutan 1

=

Viskositas spesifik relatif
(ηsp/C)

(ηsp/C) larutan 1 =

75.39
62.57

– 1 = 0.2048

0.2048

0.30 g/dL

= 0.6826

0,780
0,760
0,740

y = 0.2952x + 0.587
R² = 0.332

0,720
0,700
0,680
0,660
0,640
0,29

0.587 = 1.00 × 10-4 × Mv0.74
Mv = 1.23 × 105 g/mol

0,34

0,39
0,44
Konsentrasi (g/dL)

0,49

21

Lampiran 5 Perhitungan kadar Ca
[Standar] (ppm)
2
4
8
12
16

Absorbans
0.0833
0.1606
0.3280
0.4834
0.6294

0,700

Absorbans

0,600

y = 0.0393x + 0.007
R² = 0.9994

0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
0,00

4,00

8,00
12,00
Konsentrasi (ppm)

Contoh

Bobot
gelatin (g)

Gelatin sapi

1.012

2.5

Gelatin babi

10.000

1

Pengenceran Absorbans
0.3923
0.3998
Rerata
0.0649
0.0641
Rerata

16,00

Kadar Ca (%)
0.2423
0.2470
0.2447
0.0015
0.0014
0.0015

Contoh:
y = 0.039274x + 0.0070402
Absorbans = 0.039274(Konsentrasi) + 0.0070402
%Ca =

konsentrasi × volume × pengenceran
bobot gelatin

× 100%

Gelatin sapi (ulangan 1)
0.3923 = 0.039274(Konsentrasi) + 0.0070402
Konsentrasi = 9.8096 ppm

%Ca =

9.8096

μg
⁄mL × 100 mL × 2.5
×
1.012 g

6

g

μg

× 100% = 0.2423%

22

Lampiran 6 Perhitugan kadar P
[Standar] (ppm)
0
2
3
4
5

Absorbans
0.000
0.276
0.407
0.529
0.634

0,700

Absorbans

0,600

y = 0.1277x + 0.0116
R² = 0.9972

0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

Konsentrasi (ppm)

Contoh

Bobot
gelatin (g)

Gelatin sapi

1.012

83.33

Gelatin babi

10.000

125

Pengenceran Absorbans

Kadar P (%)

0.381
0.395
Rerata
0.284
0.269
Rerata

y = 0.1277x + 0.0116
Absorbans = 0.1277(Konsentrasi) + 0.0116
%P =

konsentrasi × volume × pengenceran
bobot gelatin

×100%

Gelatin sapi
0.381 = 0.1277(Konsentrasi) + 0.0116
Konsentrasi = 2.8927 ppm

%P =

2.8927

μg
⁄mL × 100 mL × 83.33
×
1.012 g

6

g

μg

× 100% = 2.38%

2.38
2.47
2.43
0.26
0.27
0.27

23

Lampiran 7 Waktu retensi komponen asam amino dalam standar gelatin sapi dan
babi menurut Zilhadia et al. (2012)
Asam amino
Asam aspartat
Serina
Asam glutamat
Glisina
Histidina
Arginina
Treonina
Alanina
Prolina
Sisteina
Tirosina
Valina
Metionina
Lisina
Isoleusina
Leusina
Fenilalanina

Waktu retensi (RT)
Standar gelatin babi
Standar gelatin sapi
11.878
11.881
13.171
13.177
13.999
13.997
15.084
15.096
15.672
15.677
19.440
19.436
19.994
20.002
21.343
21.345
23.795
23.799
27.283
27.283
27.334
27.338
28.303
28.307
28.786
28.787
30.941
30.947
31.652
31.659
32.098
32.105
32.954
32.963

24

Lampiran 8 Perhitungan komposisi (%) asam amino (AA)
%Asam amino

=

Konsentrasi AA =

konsentrasi AA × Mr AA
bobot gelatin (µg)
luas puncak gelatin
luas puncak standar

× 100%

× konsentrasi standar

Contoh perhitungan konsentrasi asam aspartat gelatin sapi
Konsentrasi AA =

18052841
27939619

× 0.5 µmol/mL × 10 mL

= 0.323068 µmol
%Asam amino

=

0.323068 µmol ×133.1 g/mol
10200 µg

= 4.22% (b/b)

× 100%

25

Lampiran 9 Kromatogram gelatin sapi hasil isolasi (a), gelatin babi hasil isolasi
(b), standar gelatin sapi (c), dan standar gelatin babi (d)

a

b

c

d

26

Lampiran 10 Hasil pemisahan asam amino (AA)
Gelatin sapi
RT
4.356
7.446
11.948
12.707
13.519
15.274
15.883
16.266
16.715
19.208
19.907
22.023
22.259
22.892
23.190
23.388
23.616
23.883
24.355
24.562
24.775
25.358
25.600
25.858
25.993
28.043
28.382
29.273

Gelatin babi
AA
Asp
Glu
Ser
His
Gly
Thr
Arg
Ala
Tyr
Met
Val
Phe
Ile
Leu
Lys
-

RT
4.302
7.347
11.849
12.625
13.437
15.197
15.800
16.209
16.651
19.149
19.851
21.998
22.239
23.176
23.376
23.606
23.876
24.242
24.354
24.555
24.770
25.143
25.351
25.594
25.874
25.988
26.063
28.038
28.378
29.264

AA
Asp
Glu
Ser
His
Gly
Thr
Arg
Ala
Try
Mett
Val
Phe
Ile
Leu
Lys
-

Standar gelatin
sapi
RT
AA
4.302
Asp
7.339
Glu
11.850
12.626
Ser
13.443
His
15.197
15.850
Gly
16.212
Thr
16.658
Arg
19.147
Ala
19.861
Try
22.000
22.240
23.178
23.377
Met
23.606
Val
23.875
Phe
24.338
24.554
Ile
24.766
Leu
25.332
25.593
Lys
26.066
28.038
29.265
-

Standar gelatin
babi
RT
AA
4.304
Asp
7.345
Glu
11.845
12.620
Ser
13.436
His
15.170
15.825
Gly
16.189
Thr
16.634
Arg
19.104
Ala
19.800
Try
21.972
22.216
22.858
23.160
23.363
Met
23.595
Val
23.867
Phe
24.340
24.547
Ile
24.760
Leu
25.347
25.591
Lys
25.850
25.983
27.735
28.037
28.376
29.261
-

27

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Desember 1989 dari Ayah Djufri
Tandiassa dan Ibu Aminah Bullung. Penulis merupakan anak ke-2 dari 2
bersaudara.. Penulis lulus dari SMAN 13 Jakarta pada tahun 2008 dan diterima di
Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor.
Selama masa perkuliahan penulis aktif di UKM PSM IPB Agria Swara dan
berpartisipasi di beberapa kompetisi paduan suara tingkat universitas dan juga
menjadi pengisi dalam konser tahunan. Penulis pernah menjadi asisten praktikum
Kimia TPB, Praktikum Kimia Organik Layanan untuk mahasiswa Ilmu dan
Teknologi Pangan, dan Praktikum Kimia Bahan Alam. Penulis juga
berkesempatan mengikuti praktik lapangan di PT ISM Bogasari Flour Mills pada
bulan Juli–Agustus 2011.