Aplikasi Tanaman Pinggir dan Ekstrak Daun Pagoda untuk Pengendalian Bean common mosaic virus pada Kacang Panjang di Lapangan

17

APLIKASI TANAMAN PINGGIR DAN EKSTRAK DAUN
PAGODA UNTUK PENGENDALIAN Bean common mosaic virus
PADA KACANG PANJANG DI LAPANGAN

LESTARI PEBRIYENI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

17

ABSTRAK
LESTARI PEBRIYENI. Aplikasi Tanaman Pinggir dan Ekstrak Daun Pagoda
untuk Pengendalian Bean common mosaic virus pada Kacang Panjang di
Lapangan. Dibimbing oleh TRI ASMIRA DAMAYANTI.
Bean common mosaic virus adalah salah satu virus penting dan merupakan

salah satu penyebab penyakit mosaik kuning pada kacang panjang. Penelitian ini
dilakukan untuk menguji efektivitas tanaman pinggir dan ekstrak daun pagoda
yang diterapkan secara terpisah atau bersama-sama terhadap penekanan infeksi
BCMV di lapangan. Jagung sebagai tanaman penghalang ditanam 4 minggu
sebelum kacang panjang. Penyemprotan ekstrak daun pagoda pada daun
dilakukan satu hari sebelum penularan BCMV. Penularan BCMV oleh Aphis
craccivora mengandung virus dan dilepaskan pada empat titik di lapangan.
Peubah yang diamati adalah periode inkubasi, kejadian dan keparahan penyakit,
dan akumulasi BCMV. Gejala yang teramati bervariasi dari mosaik ringan sampai
sampai mosaik berat, mosaik kuning, kuning, tulang daun menjaring, dan
malformasi daun dan buah. Masa inkubasi dari tanaman perlakuan relatif 1-2 hari
lebih lama dibanding kontrol tanpa perlakuan. Kejadian, keparahan penyakit dan
akumulasi BCMV dari tanaman perlakuan lebih rendah, terutama perlakuan
tanaman pinggir dan ekstrak daun pagoda secara kombinasi nyata lebih rendah
dibandingkan kontrol tanpa perlakuan. Diantara semua perlakuan, aplikasi
tanaman pinggir dikombinasikan dengan ekstrak daun pagoda merupakan
perlakuan yang paling baik dalam menekan BCMV di lapangan.
Kata kunci: BCMV, ekstrak daun pagoda, kacang panjang, tanaman pinggir.

17


ABSTRACT
LESTARI PEBRIYENI. Application of Barrier crop and pagoda leaf extract to
control Bean common mosaic virus on yard long bean in the field. Supervised by
TRI ASMIRA DAMAYANTI.
Bean common mosaic virus is the one of an important virus and is one of
causal of yellow mosaic diseases on yard long bean. The research was done to test
the effectiveness of barrier crop and pagoda leaf extract which applied either
separately or together to suppressed BCMV infection in the field. Maize as
barrier crop was grown at 4 weeks prior yard long bean. Pagoda leaf extract was
applied as leaf spraying at one day prior BCMV transmission. BCMV was
transmitted by releasing viruliferous Aphis craccivora at four site points in the
field. The incubation period, disease incidence, severity and BCMV accumulation
were observed. The symptom were vary from mild up to severe mosaic, yellow
mosaic, yellowing, leaf vein netting, leaf and fruit malformation. The incubation
period of treatment plants were relatively 1-2 days longer than untreated control.
The disease incidence, severity and BCMV accumulation of the treatment plants
were lower, especially on combination treatment was significantly lower than
control plants. Among tested treatments, the application of barrier crop in
combine with pagoda leaf extract was the best treatment in suppressing BCMV in

the field.
Keywords : Barrier crop, BCMV, pagoda leaf extract, yard long bean.

18

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

17

APLIKASI TANAMAN PINGGIR DAN EKSTRAK DAUN
PAGODA UNTUK PENGENDALIAN Bean common mosaic virus

PADA KACANG PANJANG DI LAPANGAN

LESTARI PEBIYENI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

17

Judul Skripsi :


Nama
NIM

Aplikasi Tanaman Pinggir dan Ekstrak Daun Pagoda untuk
Pengendalian Bean common mosaic virus pada Kacang Panjang
di Lapangan
: Lestari Pebriyeni
: A34080017

Disetujui oleh

Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr.
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


17

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan
judul “ Aplikasi Tanaman Pinggir dan Ekstrak Daun Pagoda untuk Pengendalian
Bean common mosaic virus pada Kacang Panjang di Lapangan”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua Radilis (ibu), Taslim
(ayah) dan Damra (adik) yang selalu mendoakan dan memberikan semangat
hingga terselesaikannya skripsi ini. Terimakasih kepada Dr. Ir. Tri Asmira
Damayanti, M.Agr. selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan saran dan
dorongan selama penelitian sampai penulisan ini serta memotivasi dalam proses
kehidupan. Terimakasih kepada bapak Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, MSc. selaku
pembimbing akademik yang selalu memberikan dukungan dalam proses
pembelajaran. Terimakasih kepada teman-teman Proteksi Tanaman khususnya
angkatan 45, anggota laboratorium virologi tumbuhan khususnya Edi Supardi,
Melinda, Sari Nurulita, Hamdayanti, Yudia, Nisa, Titin, Dita dan Saudari Tuti
Legiastuti yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada Reza Febrian yang selalu mendampingi dalam

proses penulisan skripsi ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi dalam
bidang pertanian dan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, kritik dan saran sangat
diharapkan oleh penulis untuk perbaikan kegiatan selanjutnya.

Bogor, Mei 2013
Lestari Pebriyeni

17

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix


DAFTAR LAMPIRAN

iix

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Perbanyakan Inokulum
Penyiapan Kutudaun Bersayap dan Mengandung Virus

Persiapan Lahan dan Tanaman Uji
Pembuatan Ekstrak Tanaman
Perlakuan
Peubah Pengamatan
Deteksi BCMV Secara Serologi
Rancangan Percobaan dan Analisis Data

3
3
3
3
3
4
4
4
5
6

3


HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Pengaruh Perlakuan Terhadap Periode Inkubasi dan Tipe Gejala
7
Pengaruh Perlakuan Terhadap Kejadian Penyakit
8
9
Pengaruh Perlakuan Terhadap Keparahan Penyakit
Pengaruh Perlakuan Terhadap Akumulasi BCMV
10
Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai AUDPC dan Penghambatan Penyakit 11
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

13
13
13

DAFTAR PUSTAKA


14

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

22

17

DAFTAR TABEL
1. Pengaruh perlakuan terhadap waktu inkubasi dan tipe gejala BCMV pada
tanaman
2. Pengaruh perlakuan terhadap nilai AUDPC, penghambatan penyakit, dan
virus pada 4 MSP

7
11

DAFTAR GAMBAR
1. Denah petak percobaan di lapangan
2. Skor keparahan penyakit berdasarkan gejala visual
3. Variasi gejala infeksi BCMV di lapangan
4. Perkembangan kejadian penyakit tanaman dari minggu ke 1-8
5. Perkembangan keparahan penyakit tanaman dari minggu 1-8
5. Rata-rata NAE BCMV dari tanaman uji

3
4
8
8
9
11

DAFTAR LAMPIRAN
1. Kejadian penyakit pada minggu ke 1-8
2. Keparahan penyakit pada minggu 1-8
3. Rata-rata nilai absorban ELISA
4. NAE sampel komposit pada 4 MSP
5. Hasil analisis ragam kejadian penyakit minggu ke-2 pada taraf α = 5%
6. Hasil analisis ragam kejadian penyakit minggu ke-3 pada taraf α = 5%
7. Hasil analisis ragam kejadian penyakit minggu ke-4 pada taraf α = 5%
8. Hasil analisis ragam kejadian penyakit minggu ke-5 pada taraf α = 5%
9. Hasil analisis ragam kejadian penyakit minggu ke-6 pada taraf α = 5%
10. Hasil analisis ragam kejadian penyakit minggu ke-7 pada taraf α = 5%
11. Hasil analisis ragam kejadian penyakit minggu ke-8 pada taraf α = 5%
12. Hasil analisis ragam keparahan penyakit minggu ke-2 pada taraf α = 5%
13. Hasil analisis ragam keparahan penyakit minggu ke-3 pada taraf α = 5%
14. Hasil analisis ragam keparahan penyakit minggu ke-4 pada taraf α = 5%
15. Hasil analisis ragam keparahan penyakit minggu ke-5 pada taraf α = 5%
16. Hasil analisis ragam keparahan penyakit minggu ke-6 pada taraf α = 5%
17. Hasil analisis ragam keparahan penyakit minggu ke-7 pada taraf α = 5%
18. Hasil analisis ragam keparahan penyakit minggu ke-8 pada taraf α = 5%

17
17
18
18
19
19
19
19
19
19
20
20
20
20
20
21
21
21

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kacang panjang merupakan sayuran penting dan sudah lama dikenal dan
ditanam oleh petani di Indonesia. Sayuran ini memiliki banyak manfaat di
antaranya sebagai sumber protein, vitamin dan mineral, terutama pada polong
muda. Selain bergizi, tanaman ini juga dapat meningkatkan kesuburan tanah,
karena akar-akar bersimbiosis dengan bakteri rhizobium yang mampu mengikat
nitrogen (N2) dari udara. Limbah dari tanaman kacang panjang juga dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Oleh karena itu potensi pengembangan
kacang panjang sangat besar karena mempunyai banyak kegunaan sebagai produk
pertanian. Sehingga dalam pengembangan usaha pertanian tanaman kacang
panjang sangat potensial untuk dikembangkan, selain mudah dibudidayakan, nilai
jual di pasar juga cukup tinggi (Haryanto et al. 2007).
Di Indonesia produksi kacang panjang mengalami penurunan setiap tahun.
Badan Pusat Statistik (BPS) (2012) melaporkan produksi kacang panjang pada
tahun 2008 mencapai 455.524 ton, pada tahun 2009 dan 2010 produksi
mengalami peningkatan 483.793 sampai 489.449 ton. Sedangkan pada tahun 2011
terjadi penurunan produksi kacang panjang menjadi 458.307 ton. Hal ini dapat
disebabkan oleh adanya gangguan dari beberapa penyakit tanaman, seperti
antraknosa (Colletotrichum sp.), nematoda puru akar (Meloidogyne sp.) dan
penyakit virus mosaik. Menurut Udayashankar et al. (2010) penyakit virus
menyebabkan penurunan produksi terbesar pada kacang panjang. Salah satu virus
penyebab mosaik pada kacang panjang yaitu Bean Common Mosaic Virus
(BCMV).
BCMV merupakan salah satu virus penting pada kacang-kacangan dan
dapat ditularkan melalui vektor kutudaun Aphis craccivora Koch. Vektor ini
banyak ditemukan pada tangkai bunga tanaman kacang panjang. A. craccivora
dapat menularkan lebih dari 30 virus tanaman secara nonpersisten (Hooks dan
Fereres, 2006).
Pada tahun 2008-2009 dilaporkan terjadi ledakan penyakit mosaik kuning
akibat serangan BCMV strain Black eye cowpea (BCMV-BlC) pada tanaman
kacang panjang yang meluas di beberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Kejadian penyakit BCMV di lapangan dapat mencapai 80-100% (Damayanti et al.
2009).
Pengendalian virus secara umum dilakukan dengan beberapa cara seperti
usaha mengendalikan serangga-serangga yang dapat menularkan penyakit virus
dengan pestisida, karantina, dan menggunakan benih yang sehat dan bebas virus.
Cara pengendalian yang dilakukan petani adalah dengan penggunaan pestisida
untuk mengendalikan serangga. Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat
menimbulkan berbagai dampak negatif seperti munculnya populasi hama yang
resisten, terjadi resurgensi hama, munculnya hama sekunder dan pencemaran
terhadap lingkungan. Oleh karena itu penggunaan pestisida harusnya seminimal
mungkin.
Pengendalian virus yang efektif dilakukan dengan menggunakan varietas
tahan, namun tidak banyak tersedia kultivar komersial dan tahan virus di pasaran.
Menurut Setyastuti (2008), dari 9 kultivar kacang panjang yang diuji respon

2
ketahanannya terhadap BCMV menjelaskan semua rentan terhadap infeksi BCMV
secara mekanis, maupun melalui vektor kutudaun (Susetio, 2011). Oleh karena itu
diperlukan alternatif pengendalian BCMV, seperti metode yang dapat
meningkatkan ketahanan sistemik tanaman dan melindungi tanaman dari infeksi
BCMV.
Menurut Verma et al (1996) ekstrak Clerodendrum aculeatum (sejenis daun
pagoda) mengandung protein berukuran 34 kDa yang menyebabkan tembakau
imun terhadap virus. Selain itu ekstrak daun pagoda mampu meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap infeksi virus dengan meningkatkan kandungan asam
salisilat dalam daun cabai (Hersanti 2007). Kurnianingsih (2010) melaporkan
bahwa ekstrak daun bunga pagoda mampu menekan infeksi BCMV sampai 100%
pada kacang panjang di rumah kaca.
Tanaman pinggir merupakan tanaman penghalang yang dapat melindungi
tanaman utama dari infeksi virus yang ditularkan oleh vektor kutudaun secara
non-persisten. Fungsi dari tanaman penghalang berupa manipulasi habitat,
sehingga menarik kutudaun untuk makan pada tanaman tersebut, sehingga
kutudaun yang masuk ke tanaman kacang panjang telah bebas dari virus (Hooks
dan Fereres, 2006). Suryadi et al. (2008) juga melaporkan penggunaan jagung
sebagai tanaman pinggir (barrier crop) efektif menekan kejadian penyakit oleh
infeksi BCMV pada kacang panjang sampai 93.33% di rumah kaca.
Sampai saat ini kejadian penyakit mosaik kuning kacang panjang masih
tinggi di lapangan. Sehingga perlu diupayakan cara pengendalian untuk
mengatasinya. Keefektifan penggunaan tanaman pinggir dan ekstrak daun pagoda
dalam menekan BCMV masih sebatas percobaan rumah kaca. Oleh karena itu
kedua cara pengendalian tersebut perlu diuji di lapangan untuk mengetahui
konsistensi keefektifannya dalam menekan BCMV.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menguji keefektifan tanaman pinggir dan ekstrak
daun pagoda baik digunakan secara tunggal ataupun kombinasi untuk menekan
infeksi BCMV yang ditularkan kutudaun di lapangan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi upaya pengendalian yang
cukup efektif dalam menekan infeksi BCMV di lapangan yang dapat
dimanfaatkan dan diaplikasikan secara luas.

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Lahan Kebun Percobaan Cikabayan dan
Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus
sampai Desember 2012.
Metode Penelitian
Perbanyakan Inokulum
Isolat BCMV strain Black eye cowpea (BCMV-BlC) asal Cangkurawok,
Dramaga, Bogor yang digunakan adalah koleksi Laboratorium Virologi
Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman. Inokulum diperbanyak pada tanaman
kacang panjang kultivar Parade. Kacang panjang berumur 7 hari setelah tanam
(HST) diinokulasi dengan BCMV secara mekanis dan dipelihara sebagai sumber
inokulum.
Penyiapan Kutudaun Bersayap dan Mengandung Virus
Aphis craccivora Koch. diperoleh dari lapangan dibebasviruskan pada daun
talas selama semalam. Kutudaun yang lahir dipelihara pada tanaman kacang
panjang sehat. Identifikasi dilakukan berdasarkan kunci identifikasi Blackman dan
Eastop (2000). Kemudian kutudaun dipindahkan pada tanaman sakit untuk makan
akuisisi dan dibiarkan berkembang hingga muncul populasi bersayap.
Persiapan Lahan dan Tanaman Uji
Persiapan lahan. Total petak terdiri dari 24 yang diatur secara acak,
masing-masing berukuran 2 x 5 m, dengan jarak antar petak 60 cm (Gambar 1).
TP+
EDP

EDP

TP

EDP

TP+
EDP

K

TP

K

TP+
EDP

TP

TP+
EDP

K

TP+
EDP

K

EDP

TP

EDP

EDP

EDP

TP+
EDP

TP

TP

K

K

Gambar 1 Denah petak percobaan di lapangan. Kotak tebal: petak dengan
tanaman pinggir, kotak bergaris putus-putus: petak tanpa tanaman
pinggir. TP, tanaman pinggir; EDP, ekstrak daun pagoda; K, kontrol.
Penanaman tanaman pinggir. Jagung varietas Pertiwi ditanam 4 minggu
sebelum penanaman kacang panjang, dan ditanam di pinggir petak perlakuan.
Penanaman tanaman kacang panjang. Kacang panjang kultivar Parade
ditanam dan dipupuk sesuai petunjuk Adijaya et al. (2005). Sebelum ditanam,
benih kacang panjang direndam dalam ekstrak daun pagoda selama 24 jam. Benih
ditanam dengan jarak tanam 20 x 60 cm, setiap lubang diisi 3 benih kacang
panjang. Tanaman yang paling baik tumbuhnya yang digunakan dalam pengujian.

4
Pembuatan Ekstrak Tanaman
Daun bunga pagoda (Clerodendrum japonicum) digerus dengan mortar
dalam air steril 1 : 10 (b/v), dan disaring untuk mendapatkan ekstrak daun kasar.
Ekstrak kasar diaplikasikan pada tanaman dengan disemprot sehari sebelum
pelepasan kutudaun.
Perlakuan
Perlakuan yang diuji ada 4 yaitu :
TP+EDP = Tanaman pinggir + Ekstrak daun pagoda
TP
= Tanaman pinggir
EDP
= Ekstrak daun pagoda
K
= Kontrol
Setelah daun kacang panjang membuka penuh, kutudaun bersayap yang
telah makan akuisisi pada tanaman sakit dilepas ke pertanaman kacang panjang.
Setiap perlakuan terdiri dari 6 petak ulangan.
Peubah Pengamatan
Peubah pengamatan yang diamati sebagai berikut :
1. Periode inkubasi virus dan tipe gejala
2. Persentase kejadian penyakit (KP) dihitung dari minggu ke 1-8 setelah infeksi
BCMV dengan rumus :
∑ tanaman terinfeksi
Kejadian Penyakit =
x 100%
∑ tanaman yang diuji
3. Persentase keparahan penyakit dihitung dari minggu ke 1-8 setelah infeksi
BCMV dengan menggunakan skala kategori serangan sebagai berikut :
0 : tidak bergejala
1 : gejala mosaik ringan
2 : gejala mosaik sedang
3 : gejala mosaik berat
4 : gejala mosaik berat dengan malformasi daun yang parah, kerdil, atau mati

a

b

c

d

e

Gambar 2 Skor keparahan penyakit berdasarkan gejala visual (a) skor 0, (b) skor
1, (c) skor 2, (d) skor 3, dan (e) skor 4.

Nilai skor yang diukur dikonversi dalam nilai keparahan penyakit (disease
severity) berdasarkan rumus Townsend dan Heuberger (1974 dalam Agrios 2005):

5
∑ (ni x vi)
I =

x 100%
NxV

I = keparahan penyakit
ni = jumlah tanaman dengan skor ke-i
vi = nilai skor penyakit
N = jumlah tanaman yang diamati
V = skor tertinggi
Seluruh data intensitas serangan penyakit digunakan untuk membuat grafik
perkembangan penyakit. Menurut Shaner dan Finney (1977) dalam Strange
(2003), total luas area dibawah kurva perkembangan penyakit (Area Under
Disease Progress Curve / AUDPC) dihitung dengan menggunakan rumus :
Yi + Yi+1
n
AUDPC = ∑ [
] (ti+1 – ti)
i=1
2
Yi = data pengamatan ke-i
Yi+1 = data pengamatan ke-i+1
ti = waktu pengamatan ke-i
ti+1 = waktu pengamatan ke-i+1
Persentase penghambatan penyakit karena perlakuan dihitung berdasarkan
rumus :
AUDPC kontrol positif – AUDPC perlakuan
Penghambatan penyakit =
x 100%
AUDPC kontrol positif
4. Akumulasi BCMV dideteksi secara serologi pada sampel yang berumur 4
minggu setelah penularan. Sampel uji diambil dari 10 tanaman uji tiap
perlakuan yang diambil dengan pola zig zag.
5. Persentase penghambatan virus dihitung berdasarkan rumus :
NAE kontrol – NAE perlakuan
Penghambatan virus =

x 100%
NAE kontrol

Deteksi BCMV Secara Serologi
BCMV dideteksi dengan metode Indirect ELISA (I-ELISA) menggunakan
antiserum spesifik BCMV dengan prosedur sesuai panduan produsen antiserum
(Agdia Inc.). Untuk tiap petak diambil sampel secara sistematis sebanyak 10
tanaman yang mewakili perlakuan dalam petak. Sampel dari tiap petak perlakuan
dibuat menjadi 1 sampel komposit. Sehingga tiap perlakuan terdiri dari 6 sampel
komposit yang mewakili ulangan tiap perlakuan.
Sampel daun digerus dengan bufer ekstraksi (Na2C03 0.159 g, NaHCo3
0.293 g, NaN3 0.02 g, Polyvinylpyrrolidone (PVP) 2 g dilarutkan dalam 100 ml
air destilata pH 9.6) dengan perbandingan 1:100 (b/v). Sebanyak 100 µl ekstrak
daun (sap) diisikan ke dalam sumuran plat mikrotiter. Sebagai pembanding
sumuran plat mikrotiter diisi dengan 100 µl bufer ekstraksi, ekstrak tanaman sehat
(kontrol negatif), ekstrak tanaman terinfeksi BCMV (kontrol positif). Plat
mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu ruang dalam kotak plastik tertutup yang
dilapisi dengan tisu basah selama satu jam. Selanjutnya plat mikrotiter dicuci

6
dengan menggunakan PBST (NaCl 0.2 g, Na2HPO4 0.115 g, KH2PO4 0.02 g, KCl
0.02 g, NaN3 0.2 g, tween-20 0.005 g) sebanyak 8 kali.
Antiserum spesifik BCMV kemudian dimasukkan sebanyak 100 µl ke
dalam sumuran plat mikrotiter sesuai peta yang telah dibuat. Antiserum
sebelumnya diencerkan dengan bufer ECI [bovine serum albumin (BSA) 0.1 g,
PVP 1 g, PBST 50 ml] dengan perbandingan 1:300. Kemudian plat mikrotiter
diinkubasi selama 2 jam pada suhu ruang dalam kotak plastik tertutup yang
dilapisi dengan tisu basah. Selanjutnya plat dicuci dengan menggunakan PBST
seperti tahapan pencucian sebelumnya. Antiserum kedua (RAM-AP) dimasukkan
pada plat mikrotiter sebanyak 100 µl setelah dilakukan pengenceran dengan bufer
ECI (1:300). Plat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 1 jam
kemudian dicuci menggunakan PBST sebanyak 8 kali.
Tahapan terakhir adalah memasukkan 100 µl substrat pewarna PNP [pNitrophenyl Phosphate 5 mg dalam bufer substrat 5 ml (MgCl2 0.006 g, NaN3
0.0125 g, diethanolamine 97 ml, air destilata 50 ml)] ke dalam sumuran plat
mikrotiter. Plat mikrotiter tersebut kemudian diinkubasi dalam ruang gelap pada
suhu ruang selama 1 jam. Nilai absorbansi ELISA (NAE) dibaca menggunakan
ELISA reader model 550 (Bio-Rad, USA) pada panjang gelombang 405 nm.
NAE diukur setiap 15 menit sampai 60 menit. Sampel dinyatakan positif jika nilai
absorbansi sampel 2 kali lebih besar dari nilai absorbansi kontrol negatif.
Percobaan dan Analisis Data
Percobaan dirancang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Data
yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) menggunakan
program MINITAB Release 14.12.0. Perlakuan yang memberikan pengaruh nyata
diuji dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α = 5 %.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan Terhadap Periode Inkubasi dan Tipe Gejala
Periode inkubasi adalah waktu yang dibutuhkan virus sejak masuk ke
tanaman hingga gejala pertama pada tanaman teramati. Rata-rata periode inkubasi
tanaman perlakuan relatif lebih lama 1-2 hari dibandingkan dengan rata-rata
periode inkubasi pada kontrol. Periode inkubasi terpanjang ditunjukkan oleh
perlakuan TP+EDP dan tersingkat pada perlakuan kontrol, walaupun secara
statistik tidak berbeda nyata (Tabel 1).
Gejala infeksi tunggal BCMV umumnya berupa mosaik, malformasi daun,
penebalan tulang daun dan klorosis ringan sampai sedang, namun tidak seterang
dan sekuning yang teramati di lapangan. Gejala tanaman uji yang teramati
menunjukkan gejala yang bervariasi seperti mosaik ringan sampai berat, daun
agak menggulung dan mengkerut sepanjang tulang daun (malformasi daun),
tulang daun menjaring dan malformasi pada daun-daun muda dan buah (Gambar
3). Gejala yang teramati di lapangan ini lebih parah dibandingkan gejala infeksi
BCMV-BlC, menunjukkan dugaan adanya infeksi campuran virus lain yang
terjadi secara alami bersama BCMV, terutama pada tanaman kontrol.
Tabel 1 Pengaruh perlakuan terhadap periode inkubasi dan tipe gejala BCMV
pada tanaman
Perlakuana
TP+EDP
TP
EDP
K
a

Periode inkubasib (HSPc)
13.50 ± 2.43 a
12.17 ± 2.32 a
12.33 ± 2.94 a
11.17 ± 3.13 a

Tipe Gejalad
Mr,Ms
Mr,Ms
Mr,Ms
Mr,Ms,Mb,Vn,Mk,Kng

TP+EDP= Tanaman pinggir + ekstrak daun pagoda, TP= Tanaman pinggir, EDP= Ekstrak daun
pagoda, K=kontrol
b
Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (uji selang berganda
Duncan α = 5%)
c
Hari setelah penularan.
d
Mr = Mosaik ringan, Ms = Mosaik sedang, Mb = Mosaik berat, Vn= vein netting, Mk=mosaik
kuning, Kng=kuning.

8

a

b

c

d

e

f

Gambar 3 Variasi gejala dinfeksi BCMV di lapangan. (a) Daun sehat, (b) Mosaik
ringan, (c) Mosaik sedang, (d) Mosaik berat diikuti malformasi daun,
(e) Tulang daun menjala (vein netting) (f) Mosaik dan malformasi
f
pada buah.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Kejadian dan Keparahan Penyakit
Kejadian penyakit adalah menggambarkan banyaknya tanaman yang
terinfeksi dalam suatu populasi/area/lahan (Agrios 2005). Perkembangan kejadian
penyakit teramati mulai 2 minggu setelah penularan (MSP), dan semakin
meningkat hingga minggu ke-8 (Gambar 4). Tanaman perlakuan menunjukkan
kejadian penyakit yang nyata lebih rendah dibandingkan dengan tanaman kontrol
tanpa perlakuan pada 2-7 MSP, dan tidak berbeda nyata pada 8 MSP (Lampiran
1). Kejadian penyakit dari minggu ke 1-8 sebesar 0-72.59% pada perlakuan
TP+EDP, 0-71.11% pada perlakuan TP, 0-74.07% pada perlakuan EDP dan 077.78% pada kontrol tanpa perlakuan (Gambar 4, Lampiran 1).

Gambar 4 Perkembangan kejadian penyakit tanaman dari minggu ke 1- 8.

9
Keparahan penyakit menunjukkan proporsi bagian tanaman terserang
penyakit yang bergejala dalam suatu tanaman. Hasil yang hampir sama
ditunjukkan oleh keparahan penyakit. Secara umum keparahan penyakit semua
tanaman perlakuan menunjukkan nyata lebih rendah dibandingkan dengan
tanaman kontrol tanpa perlakuan (Gambar 5; Lampiran 2). Keparahan penyakit
dari minggu ke 1-8 masing-masing sebesar 0-58.1% pada perlakuan TP+EDP, 058.5% pada perlakuan TP, 0-61.3% pada perlakuan EDP dan 0-75.8% pada
tanaman kontrol tanpa perlakuan.

Gambar 5 Perkembangan keparahan penyakit tanaman dari minggu ke 1- 8.
Rendahnya keparahan penyakit tanaman perlakuan disebabkan oleh adanya
tanaman pinggir yang berfungsi sebagai tempat menghilangkan BCMV yang
terbawa pada stilet kutudaun. Indra kutudaun hanya dapat membedakan warna
tanah dan hijau daun dan perilaku kutudaun yang menusuk-nusukkan stiletnya
saat mencari inang yang sesuai (Hooks dan Fereres, 2006; Fereres, 2000). Oleh
karena jagung ditanam 4 minggu lebih awal dari kacang panjang, maka kutudaun
lebih dulu mengenali warna hijau daun jagung, sehingga jagung lebih dulu
didatangi kutudaun bersayap. Menurut Ingwell et al. (2012), kutudaun yang
mengandung virus, akan tertarik pada tanaman sehat, sedangkan kutudaun yang
tidak mengandung virus akan lebih tertarik pada tanaman yang terinfeksi virus.
Dalam penelitian ini kutudaun makan pada tanaman sakit sampai bersayap,
sehingga di lapangan kutudaun langsung terbang mencari inang sehat (jagung)
atau tanaman kacang panjang (kontrol). Hal ini menjelaskan bahwa pada tanaman
yang diberi perlakuan tanaman pinggir menunjukkan kejadian dan keparahan
penyakit yang nyata lebih rendah dibandingkan kontrol.
EDP dilaporkan mampu menginduksi ketahanan sistemik terhadap infeksi
CMV pada cabai (Hersanti 2007) dan ekstrak C. aculeatum menyebabkan
tembakau imun terhadap TMV (Verma et al, 1996). Namun perlakuan EDP
menunjukkan kejadian dan keparahan penyakit diantara perlakuan kontrol dan
perlakuan TP+EDP dan TP. Hal ini menunjukkan EDP di lapangan tidak seefektif
di rumah kaca dalam menekan infeksi BCMV (kejadian dan keparahan penyakit),
padahal EDP sebelumnya dilaporkan efektif menekan BCMV yang ditularkan

10
secara mekanis sampai 100% di rumah kaca (Kurnianingsih 2010). Faktor
lingkungan dan cara penularan BCMV diduga mempengaruhi keefektifan EDP
dalam menekan BCMV.
Dalam penelitian ini TP cukup mampu menekan infeksi BCMV melalui
kutudaun, dan keefektifannya semakin tinggi didalam menekan BCMV jika
dikombinasikan dengan ekstrak daun pagoda (TP+EDP). Menurut Hooks dan
Fereres (2006) mekanisme tanaman pinggir dalam menekan infeksi virus tular
kutudaun secara non-persisten karena tanaman pinggir berfungsi (1) sebagai
tempat penampung virus (virus-sink hypothesis), (2) sebagai penghalang fisik
(physical barrier), (3) sebagai kamuflase atau menutupi tanaman inang utama
(camouflaging or masking the host plant), dan (4) sebagai tanaman perangkap
(trap crop).
Pengaruh Perlakuan Terhadap Akumulasi BCMV
NAE merupakan gambaran kuantitatif virus yang menginfeksi tanaman.
Akumulasi BCMV berdasarkan NAE sampel pada 4 MSP berkorelasi positif
dengan keparahan penyakit. Pada 4 MSP keparahan semua tanaman perlakuan
hanya berkisar 18.3% dengan gejala yang sangat ringan, sedangkan keparahan
tanaman kontrol sekitar 30% (Gambar 6, Lampiran 2).
Perlakuan TP+EDP menunjukkan NAE yang nyata paling rendah
dibandingkan NAE kontrol tanpa perlakuan, namun tidak berbeda nyata dengan
perlakuan TP dan EDP. Diantara semua perlakuan yang diuji, perlakuan TP+EDP
menunjukkan tidak terdeteksi positif BCMV (Gambar 6, Lampiran 3 dan 4).
Sedangkan NAE perlakuan TP dan EDP tidak berbeda nyata dengan NAE kontrol.
Walaupun perlakuan TP+EDP menunjukkan NAE yang tidak berbeda nyata
dengan NAE perlakuan tunggal TP dan EDP, namun kombinasi keduanya
meningkatkan efektifitas pengendalian dan mampu melindungi tanaman dari
infeksi BCMV (BCMV tidak terdeteksi), jika dibandingkan dengan perlakuan
tunggal TP dan EDP (keduanya positif terdeteksi BCMV). Di lapangan tidak
adanya sumber virus di pertanaman lebih penting dibandingkan ada tanaman
terinfeksi virus yang dapat menjadi sumber penularan dan penyebaran virus oleh
serangga. TP dan EDP mampu menekan infeksi dan keparahan BCMV, namun
pada kedua perlakuan, BCMV masih dapat terdeteksi. Sehingga aplikasi
kombinasi kedua perlakuan merupakan perlakuan terbaik yang saling mendukung
dan meningkatkan keefektifan pengendalian BCMV. Perlakuan TP+EDP
menunjukkan kejadian dan keparahan penyakit yang nyata lebih rendah
dibandingkan kontrol. Hasil deteksi serologi juga menunjukkan pada perlakuan ini
BCMV tidak terdeteksi. Oleh karena itu, gejala dan keparahan yang teramati
menunjukkan bahwa tanaman perlakuan kemungkinan terinfeksi oleh virus selain
BCMV. Pada umur 8 MSP, gejala yang terlihat hanya pada pucuk tanaman yang
tidak tertutupi oleh tanaman jagung.

11

Gambar 6 Rata-rata NAE BCMV dari tanaman uji. NAE K(-):0.190.
NAE BCMV menunjukkan lebih rendah dibandingkan dengan NAE
inokulum awal (2.507). Menurut Damayanti (2013, komunikasi pribadi), ada virus
lain yang berasosiasi dengan penyakit mosaik kuning di lapangan yaitu CMV dan
Geminivirus yang menginfeksi kacang panjang secara tunggal maupun ganda
dengan BCMV. Infeksi campuran atau ganda virus di lapangan merupakan
kejadian yang umum terjadi secara alami. Infeksi campuran beberapa virus yang
berbeda dapat menekan (antagonistik) atau meningkatkan konsentrasi virus
(sinergistik) yang menginfeksi secara bersama (Syller, 2012), seperti infeksi
campuran antara Cauliflower mosaic caulimovirus (CaMV) dan Turnip mosaic
potyvirus (TuMV) pada brassica (Martin dan Elena, 2009) dan antara TMV dan
PVX pada tomat (Bolagun et al. 2002).
Pengaruh Perlakuan terhadap Nilai AUDPC dan Penghambatan Penyakit
dan Virus
Nilai AUDPC perlakuan TP+EDP dan TP secara nyata lebih rendah
dibandingkan perlakuan EDP dan kontrol. AUDPC perlakuan EDP lebih rendah
dibandingkan kontrol, namun secara statistik tidak berbeda nyata (Tabel 2).
Tabel 2 Pengaruh perlakuan terhadap AUDPC, penghambatan penyakit dan virus
pada 4 MSP.
Penghambatan virus
Penghambatan
Perlakuana
AUDPCb
(%)
Penyakit (%)
TP+EDP
16.85 ± 5.85bc
68.43
57.12
TP
15.15 ± 4.21c
33.91
61.45
EDP
28.00 ± 11.5ab
32.50
28.75
K
39.30 ± 18.70a
00.00
00.00
a

TP+EDP= Tanaman pinggir + ekstrak daun pagoda, TP= Tanaman pinggir, EDP= Ekstrak daun
pagoda, K= Kontrol
b
Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata
(uji selang berganda Duncan α = 5%)

12
Penghambatan penyakit tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan TP (61.45%)
dan penghambatan virus tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan TP+EDP (68.43%),
sedangkan perlakuan EDP saja hanya mampu menekan penyakit dan virus sebesar
28.75% dan 32.50%. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tunggal TP cukup
mampu menghambat penularan BCMV melalui kutudaun karena kutudaun tidak
dapat langsung menularkan BCMV ke tanaman kacang panjang karena terhalang
tanaman pinggir. Namun perlakuan TP saja tidak sepenuhnya mampu
menghambat virus yang berhasil ditularkan oleh kutudaun (kutudaun bervirus
yang bisa masuk ke pertanaman tanpa melewati TP). Pertumbuhan TP yang
bervariasi ketinggiannya memungkinkan adanya kutudaun yang berhasil melewati
TP dan menularkan virus.
Pada perlakuan EDP menunjukkan kurang mampu menekan penyakit dan
virus di lapangan jika dibandingkan perlakuan TP+EDP dan TP. Sehingga
diantara perlakuan uji, perlakuan paling baik dalam menekan BCMV di lapangan
ditunjukkan oleh perlakuan kombinasi TP+EDP. TP menghalangi penularan
BCMV secara langsung ke tanaman kacang panjang dan EDP meningkatkan
penghambatan BCMV yang terbawa kutudaun, sehingga tidak satupun tanaman
terdeteksi positif BCMV pada perlakuan TP+EDP, walaupun tanaman
menunjukkan gejala terinfeksi virus. Hal ini menjelaskan bahwa BCMV dapat
dikendalikan dengan perlakuan TP+EDP, namun karena adanya infeksi campuran
yang terjadi secara alami di lapangan menyebabkan munculnya gejala yang
berbeda dari gejala infeksi BCMV yang teramati.
Keefektifan TP jagung dan EDP dalam menekan BCMV yang ditularkan
melalui serangga pada penelitian ini tidak seefektif di rumah kaca seperti yang
dilaporkan Suryadi et al. (2008) dan Kurnianingsih (2010) pada perlakuan
tunggal. Hal ini menunjukkan bahwa di lapangan banyak faktor yang
mempengaruhi keefektifan pengendalian virus seperti faktor lingkungan, cara
penularan, adanya infeksi patogen lain (virus, fungi) serta serangga hama lainnya.

13

KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Penggunaan tanaman pinggir dan ekstrak daun pagoda (Clerodendrum
japonicum) secara kombinasi (TP+EDP) cukup efektif dalam menekan kejadian
dan keparahan BCMV pada tanaman kacang panjang di lapangan dibandingkan
perlakuan tunggal dan kontrol.
SARAN
Perlu dilakukan kajian tentang pengendalian virus lain yang ditularkan
serangga secara persisten yang berasosiasi dengan penyakit mosaik kuning kacang
panjang di lapangan. Hal ini untuk dapat mengatasi infeksi dan penularan virusvirus tular serangga yang berasosiasi dengan penyakit mosaik kuning yang
berbeda sifat penularannya.

14

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi sayuran di Indonesia [internet].
Jakarta [ID]: Badan Pusat Statistik; [diunduh 2012 Desember 29]. Tersedia
pada: http://www.bps.go.id /tab_sub/view.php.
Adijaya IN, Yasa MR, Sukadana M. 2005. Respon kacang panjang terhadap
pemupukan organik dan anorganik di lokasi Prima Tani lahan kering
Kecamatan Gerokgak,Kabupaten Buleleng, Bali [internet]. Bali [ID]: Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Bali; [diunduh 2011 Okt 11]. Tersedia
pada: pada: http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2006/TPH/responkcpanjang.
doc.
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed Ke-5. New York (US): Academic Press.
Balogun OS, Xu L, Teraoka T, Hesokawa D. 2002. Effect of single and double
infectious with Potato Virus X and Tobacco mosaic virus on disease
development, Plant growth, and virus accumulation in tomato. Fitopatol,
bras 7(3):241-248.
Blackman RL, Eastop VF. 2000. Aphids on the World Crop: An Identification and
Information Guide. London (UK): The Natural History Museum.
Damayanti TA, Alabi OJ, Naidu RA, Rauf N. 2009. Severe outbreak of a yellow
mosaic disease on the yard long bean in Bogor, West Java. Hayati J Biosci.
16(2):78-82.
Fereres A. 2000. Barrier crops as a cultural control measure of non-persistently
transmitted Aphid-borne viruses. Virus Res 71: 221-231.
Haryanto E, Suhartini T, Rahayu E. 2007. Budi Daya Kacang Panjang. Ed ke-14.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Hersanti. 2007. Aktifitas peroksidase dan kandungan asam salisilat dalam
tanaman cabai merah yang diinduksi ketahanannya terhadap Cucumbar
mosaic virus oleh ekstrak daun C. paniculatum. J Agrikultura 18(1):26-32.
Hooks, CRR, Fereres A. 2006. Protecting crops from non-persistently aphidtransmitted viruses : A review on the use of barrier plants as a management
tool. Virus Res 120:1-6.
Ingwell LL, Eigenbrode SD, Bosque-Perez NA. 2012. Plant viruses alter insect
behavior to enhance their spread. Scientific Reports (2:578):1-6.
Kurnianingsih L. 2010. Potensi lima ekstrak tumbuhan dalam menekan infeksi
virus mosaik pada tanaman kacang panjang (Vigna unguiculata subsp.
sesquipedalis) [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Martin S, Elena FS. 2009. Application of game theory to the interaction between
plant viruses during mix infections. J Gen Virol 90: 2815-2820.
Setyastuti L. 2008. Tingkat ketahanan sembilan kultivar kacang panjang terhadap
infeksi Bean common mosaic virus (BCMV) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Shiner, Finney. 1977. Di dalam: Strange RN. 2003. Introduction to Plant
Pathology. New York (US): John Willey and Sons Ltd.

15
Suryadi D, Defaosandi A, Nursyamsih, Supatmi. 2008. Barrier crop untuk
mengendalikan penyakit mosaik pada tanaman kacang panjang (Vigna
sinensis L.) [PKM]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Susetio H. 2011. Penyakit mosaik kuning kacang panjang: respons kultivar
kacang panjang (Vigna sinensis L.) dan efisiensi penularan melalui
kutudaun (Aphis craccivora Koch.) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Syller J. 2012. Facilitative and antagonistic interactions between plant viruses in
mixed infection. Mol Plant Pathol 13(2):204-216.
Udayashankar AC, Nayaka SC, Kumar HB, Mortensen CN, Shetty HS, Prakash
HS. 2010. Establishing inoculum threshold levels for Bean common mosaic
virus strain Blackeye cowpea mosaic infection in cowpea seed. African J
Biotechnol 9(53):8958-8969.
Verma HN, Baranwal VK, Srisavasta S. 1996. Antiviral substances of plant
origin. Di dalam: Hadidi A, Khetarpal RK, Koganezawa H, editor. 1998.
Plant Virus Disease Control. St. Paul Minnesota, APS Press:154-162.

16

LAMPIRAN

19

Lampiran 1 Kejadian penyakit pada minggu ke 1 – 8
Kejadian Penyakitb (MSPc) (%)

Perlakuana
TP+EDP
TP
EDP
K

1
0.0 ± 0.0 a
0.0 ± 0.0 a
0.0 ± 0.0 a
0.0 ± 0.0 a

2
2.6 ± 5.3 b
2.6 ± 2.2 b
15.6 ± 11.2ab
24.8 ± 23.5a

3
23.7 ± 9.1 b
21.9 ± 7.1 b
32.9 ± 9.9ab
43.3 ± 13.2a

4
37.4 ± 5.5 b
36.3 ± 3.4 b
40.4 ± 8.1 b
53.3 ± 9.2 a

5
44.8 ± 4.8 a
45.2 ± 6.9 a
46.3 ± 6.5 a
62.3 ±15.0a

6
54.1 ± 7.4 b
55.2 ± 7.1 b
57.4 ± 7.5 b
66.7 ± 4.7 a

7
62.9 ± 12.6b
60.4 ± 8.8 b
65.2 ± 7.3 ab
74.8 ± 5.4 a

8
72.6 ± 14.9a
71.1 ± 9.0 a
74.1 ± 8.9 a
77.8 ± 6.9 a

a

TP+EDP= Tanaman pinggir + ekstrak daun pagoda. TP= Tanaman pinggir. EDP= Ekstrak daun pagoda. K=kontrol.
Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 5%).
c
Minggu setelah penularan.
b

Lampiran 2 Keparahan penyakit pada dari minggu ke 1-8
Perlakuana
TP+EDP
TP
EDP
K

1
0.0 ± 0.0 a
0.0 ± 0.0 a
0.0 ± 0.0 a
0.0 ± 0.0 a

2
0.6 ± 1.3 b
0.7 ± 0.7 b
4.1 ± 3.0 ab
7.5 ± 6.3 a

3
7.1 ± 3.2 b
6.5 ± 2.3 b
12.7 ± 5.6 ab
16.5 ± 8.7 a

Keparahan Penyakitb (MSPc) (%)
4
5
18.3 ± 4.3cb
26.3 ± 3.9 b
15.9 ± 3.5 c
24.5 ± 4.5 b
22.4 ± 6.2 b
29.5 ± 5.2 ab
30.6 ± 8.5 a
35.1 ± 9.0 a

6
36.3 ± 3.4 b
35.6 ± 5.5 b
39.9 ± 6.6 b
49.4 ± 8.9 a

7
44.8 ± 4.0 b
44.0 ± 5.5 b
46.7 ± 6.6 b
55.2 ± 7.3 a

8
58.1 ± 8.0 b
58.5 ± 6.9 b
61.3 ± 5.5 b
75.8 ± 15.5a

a

TP+EDP= Tanaman pinggir + ekstrak daun pagoda. TP= Tanaman pinggir. EDP= Ekstrak daun pagoda. K=kontrol.
Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 5%).
c
Minggu setelah penularan.
b

17

18
Lampiran 3 Rata-rata nilai absorban ELISA
Perlakuana
NAEb
TP+EDP
0.202 ± 0.086 b
TP
0.423 ± 0.306 ab
EDP
0.432 ± 0.192 ab
K
0.640 ± 0.248 a

Keteranganc
+
+
+

a

TP+EDP= Tanaman pinggir + ekstrak daun pagoda, TP= Tanaman pinggir, EDP= Ekstrak daun
pagoda, K=kontrol. NAE K (-) = 0.190.
b
Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata
(uji selang berganda Duncan α = 5%).
c
Sampel positif BCMV jika NAE sampel uji nilainya 2 x NAE kontrol (-).

Lampiran 4 NAE sampel komposit pada 4 MSP
Perlakuan
NAE
0.174
Bufer
0.190
Kontrol (-)
1.096
Kontrol (+)
0.138
TP + EDP 1
0.313
TP + EDP 2
0.301
TP + EDP 3
0.198
TP + EDP 4
0.133
TP + EDP 5
0.127
TP + EDP 6
0.233
TP 1
0.647
TP 2
0.333
TP 3
0.936
TP 4
0.245
TP 5
0.142
TP 6
0.303
EDP 1
0.779
EDP 2
0.444
EDP 3
0.302
EDP 4
0.497
EDP 5
0.269
EDP 6
0.544
K1
1.006
K2
0.711
K3
0.417
K4
0.809
K5
0.354
K6
a

Keterangana
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-

Sampel positif BCMV jika NAE sampel uji nilainya ≥ 0.380 [2 kali NAE kontrol (-)].

19
Lampiran 5 Hasil analisis ragam kejadian penyakit minggu ke 2 pada taraf α =5%
Sumber
keragaman
Perlakuan
Error
Total terkoreksi

Derajat
bebas
3
20
23

Jumlah
kuadrat
2115
3547
5662

Kuadrat
tengah
705
177

F hitung

Nilai P

3.97

0.023

Lampiran 6 Hasil analisis ragam kejadian penyakit minggu ke 3 pada taraf α =5%
Sumber
keragaman
Perlakuan
Error
Total terkoreksi

Derajat
bebas
3
20
23

Jumlah
kuadrat
1750
2036
3787

Kuadrat
tengah
583
102

F hitung

Nilai P

5.73

0.005

Lampiran 7 Hasil analisis ragam kejadian penyakit minggu ke 4 pada taraf α =5%
Sumber
keragaman
Perlakuan
Error
Total terkoreksi

Derajat
bebas
3
20
23

Jumlah
kuadrat
1107.9
962.9
2070.8

Kuadrat
tengah
369.3
48.1

F hitung

Nilai P

7.67

0.001

Lampiran 8 Hasil analisis ragam kejadian penyakit minggu ke 5 pada taraf α =5%
Sumber
keragaman
Perlakuan
Error
Total terkoreksi

Derajat
bebas
3
20
23

Jumlah
kuadrat
237.6
870.8
1108.4

Kuadrat
tengah
79.2
43.5

F hitung

Nilai P

1.82

0.176

Lampiran 9 Hasil analisis ragam kejadian penyakit minggu ke 6 pada taraf α =5%
Sumber
keragaman
Perlakuan
Error
Total terkoreksi

Derajat
bebas
3
20
23

Jumlah
kuadrat
590.1
913.5
1503.7

Kuadrat
tengah
196.7
45.7

F hitung

Nilai P

4.31

0.017

Lampiran 10 Hasil analisis ragam kejadian penyakit minggu ke 7 pada taraf α=5%
Sumber
keragaman
Perlakuan
Error
Total terkoreksi

Derajat
bebas
3
20
23

Jumlah
kuadrat
715.2
1594.3
2309.5

Kuadrat
tengah
238.4
79.7

F hitung

Nilai P

2.99

0.055

20
Lampiran 11 Hasil analisis ragam kejadian penyakit minggu ke 8 pada taraf α =5%
Sumber
keragaman
Perlakuan
Error
Total terkoreksi

Derajat
bebas
3
20
23

Jumlah
kuadrat
147
2166
2314

Kuadrat
tengah
49
108

F hitung

Nilai P

0.45

0.718

Lampiran 12 Hasil analisis ragam keparahan penyakit minggu ke 2 pada taraf α=5%
Sumber
keragaman
Perlakuan
Error
Total terkoreksi

Derajat
bebas
3
20
23

Jumlah
kuadrat
3053
4103
7156

Kuadrat
tengah
1018
205

F hitung

Nilai P

4.96

0.010

Lampiran 13 Hasil analisis ragam keparahan penyakit minggu ke 3 pada taraf α=5%
Sumber
keragaman
Perlakuan
Error
Total terkoreksi

Derajat
bebas
3
20
23

Jumlah
kuadrat
6519
9808
16327

Kuadrat
tengah
2173
490

F hitung

Nilai P

4.43

0.015

Lampiran 14 Hasil analisis ragam keparahan penyakit minggu ke 4 pada taraf α =5%
Sumber
keragaman
Perlakuan
Error
Total terkoreksi

Derajat
bebas
3
20
23

Jumlah
kuadrat
12017
11266
23283

Kuadrat
tengah
4006
563

F hitung

Nilai P

7.11

0.002

Lampiran 15 Hasil analisis ragam keparahan penyakit minggu ke 5 pada taraf α =5%
Sumber
keragaman
Perlakuan
Error
Total terkoreksi

Derajat
bebas
3
20
23

Jumlah
kuadrat
6199
11417
17615

Kuadrat
tengah
2066
571

F hitung

Nilai P

3.62

0.031

21
Lampiran 16 Hasil analisis ragam keparahan penyakit minggu ke 6 pada taraf α =5%
Sumber
keragaman
Perlakuan
Error
Total terkoreksi

Derajat
bebas
3
20
23

Jumlah
kuadrat
11580
13121
24701

Kuadrat
tengah
3860
656

F hitung

Nilai P

5.88

0.005

Lampiran 17 Hasil analisis ragam keparahan penyakit minggu ke 7 pada taraf α =5%
Sumber
keragaman
Perlakuan
Error
Total terkoreksi

Derajat
bebas
3
20
23

Jumlah
kuadrat
7607
11464
19071

Kuadrat
tengah
2536
573

F hitung

Nilai P

4.42

0.015

Lampiran 18 Hasil analisis ragam keparahan penyakit minggu ke 8 pada taraf α=5%
Sumber
keragaman
Perlakuan
Error
Total terkoreksi

Derajat
bebas
3
20
23

Jumlah
kuadrat
1268.4
1890.6
3159.0

Kuadrat
tengah
422.8
94.5

F hitung

Nilai P

4.47

0.015

23

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Kuantan Singingi, Kota Baserah, Riau pada
tanggal 02 Februari 1990, dari pasangan Bapak Taslim dan Ibu Radilis S.Pd.
Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari
SMA Negeri 1 Kuantan Hilir dan pada tahun yang sama penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor, Departemen Proteksi Tanaman melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam unit kegiatan
mahasiswa pada Tahap Persiapan Bersama (TPB) tahun 2008, unit kegiatan
Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman, unit kegiatan Keluarga Mahasiswa Riau
Bogor dan Keluarga Mahasiswa Kuantan Singingi IPB pada tahun 2010-2012.