Morfologi Kelenjar Lingualis Walet Linchi (Collocalia linchi) pada Masa Berbiak dan Bersarang

MORFOLOGI KELENJAR LINGUALIS WALET LINCHI
(Collocalia linchi) PADA MASA BERBIAK DAN BERSARANG

RANY PUSPA PIJAYANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Morfologi Kelenjar
Lingualis Walet Linchi (Collocalia linchi) pada Masa Berbiak dan Bersarang
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Oktober 2013

Rany Puspa Pijayanti
NIM B04090072

ABSTRAK
RANY PUSPA PIJAYANTI. Morfologi Kelenjar Lingualis Walet Linchi
(Collocalia linchi) pada Masa Berbiak dan Bersarang. Dibimbing oleh SAVITRI
NOVELINA dan HERU SETIJANTO.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi kelenjar lingualis
walet linchi (C. linchi) pada masa berbiak dan bersarang. Tiga puluh enam ekor
walet linchi digunakan dalam penelitian. Hasil menunjukkan bahwa kelenjar
lingualis terdiri atas bagian anterior dan bagian posterior. Secara histologis,
kelenjar lingualis anterior merupakan kelenjar mukus tubular sederhana dan
kelenjar lingualis posterior merupakan kelenjar mukus tubular kompleks. Lumen
kelenjar lingualis pada masa berbiak lebih kecil dibandingkan dengan lumen
kelenjar lingualis pada masa bersarang. Melalui pewarnaan Alcian Blue (AB) pH
2.5 dan Periodic Acid Schiff (PAS), kelenjar lingualis anterior dan posterior
terdeteksi mengandung karbohidrat asam dan karbohidrat netral pada bagian

asinarnya. Intensitas warna pada masa berbiak lebih lemah dibandingkan dengan
intensitas warna pada masa bersarang.
Kata kunci: C. linchi, kelenjar lingualis, masa berbiak dan bersarang

ABSTRACT
RANY PUSPA PIJAYANTI. Morphology of the Lingual Gland of the
Cave Swiftlets (Collocalia linchi) during Reproduction and Nesting Period.
Supervised by SAVITRI NOVELINA and HERU SETIJANTO.
This research was aimed to describe the lingual gland morphology of the
cave swiftlets (C. linchi) during reproduction and nesting period. Thirty six cave
swiftlets were used in this research. The result showed that the lingual gland
consist of anterior and posterior glands. Histologically, the anterior lingual gland
was a simple mucous tubular gland and the posterior lingual gland was a complex
(branched) mucous tubular gland. The lumen during reproduction period was
smaller than the lumen during nesting period. Using AB pH 2.5 and PAS staining
method, the lingual gland was detected containing of acid and neutral
carbohydrate in the acinar of the anterior and posterior lingual glands. The
intensity of the stain during the reproduction period was weaker than the nesting
period.
Keywords: C. linchi, lingual gland, reproduction and nesting period


MORFOLOGI KELENJAR LINGUALIS WALET LINCHI
(Collocalia linchi) PADA MASA BERBIAK DAN BERSARANG

RANY PUSPA PIJAYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Morfologi Kelen 'ar Lingualis Walet Linchi (Collocalia linchi) pada
Masa Berbiak dan Bersarang
: Rany Puspa P"j3

Nama
: B040900 _
NIM
'

J

Disd ujui oleh

Dr. Drh. Savitri 1\0 'elina, MSi., PAVet
p・ュ「ゥ
ゥ ョ セ@ I

Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVet (K)
Pembimbing II

APVet

Tanggal Lulus:


Judul Skripsi : Morfologi Kelenjar Lingualis Walet Linchi (Collocalia linchi) pada
Masa Berbiak dan Bersarang
Nama
: Rany Puspa Pijayanti
NIM
: B04090072

Disetujui oleh

Dr. Drh. Savitri Novelina, MSi., PAVet
Pembimbing I

Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVet (K)
Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh. Agus Setiyono, MS., PhD., APVet
Wakil Dekan


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2012 sampai Desember 2012 ini
ialah anatomi, dengan judul Morfologi Kelenjar Lingualis Walet Linchi
(Collocalia linchi) pada Masa Berbiak dan Bersarang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Drh. Savitri Novelina, MSi.,
PAVet dan Bapak Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVet (K) selaku pembimbing. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Drh. Nurhidayat,
MS., PAVet, Ibu Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi., PAVet, Bapak Dr. Drh. Srihadi
Agungpriyono, PAVet (K), Bapak Drh. Supratikno, MSi., PAVet beserta staf
Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor, yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga,
atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Rany Puspa Pijayanti


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Walet Linchi

2

Kelenjar Saliva


3

MATERI DAN METODE

3

Bahan

3

Alat

3

Lokasi dan Waktu Penelitian

4

Metode Penelitian


4

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Hasil

5

Pembahasan

9

SIMPULAN DAN SARAN


11

Simpulan

11

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

11

LAMPIRAN

13

RIWAYAT HIDUP

16

DAFTAR TABEL
1 Morfometri lidah walet linchi pada masa berbiak (ukuran ± SD).
2 Morfometri lidah walet linchi pada masa bersarang (ukuran ± SD).
3 Intensitas pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS kelenjar lingualis walet
linchi pada masa berbiak.
4 Intensitas pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS kelenjar lingualis walet
linchi pada masa bersarang.

5
5
9
9

DAFTAR GAMBAR
1 Peta distribusi walet linchi di Indonesia.
2 Gambaran makroskopis rahang bawah (A) dan lidah (B) walet linchi
tampak dorsal.
3 Gambaran mikroskopis lidah walet linchi.
4 Gambaran mikroskopis kelenjar lingualis anterior (A, B) dan kelenjar
lingualis posterior (C, D).
5 Gambaran mikroskopis kelenjar lingualis anterior (A, B) dan kelenjar
lingualis posterior (C, D) dengan pewarnaan AB pH 2.5.
6 Gambaran mikroskopis kelenjar lingualis anterior (A, B) dan kelenjar
lingualis posterior (C, D) dengan pewarnaan PAS.

2
5
6
7
8
8

DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur Pewarnaan HE
2 Prosedur Pewarnaan AB
3 Prosedur Pewarnaan PAS

13
14
15

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara megabiodiversitas karena mempunyai
kekayaan flora dan fauna yang sangat beragam dan berlimpah. Burung
merupakan salah satu fauna yang banyak terdapat di Indonesia. Burung walet
merupakan salah satu kekayaan fauna Indonesia. Burung walet dikenal karena
menghasilkan sarang yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Spesies walet dapat
dibedakan dari morfologi dan jenis sarang yang dihasilkan. Spesies walet yang
sarangnya dapat dikonsumsi yaitu walet putih (C. fuciphaga), walet hitam (C.
maxima) dan walet linchi (C. linchi) (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Walet
putih menghasilkan sarang yang seluruhnya terbuat dari saliva sedangkan untuk
walet linchi menghasilkan sarang yang merupakan campuran saliva dengan bahan
lain seperti daun, ranting, dan ijuk.
Burung walet linchi awalnya banyak dimanfaatkan sebagai pemancing dan
induk angkat bagi anakan burung walet putih. Namun, akhir-akhir ini burung
walet linchi mulai dikenal karena sarangnya juga dapat dikonsumsi dan
mempunyai nilai ekonomi (Nugroho et al. 1996; Iswanto 2002). Sarang walet
dikonsumsi masyarakat karena dipercaya berkhasiat bagi kesehatan antara lain
sebagai obat sakit pernapasan, obat awet muda, meningkatkan vitalitas dan
kecantikan serta menghambat pertumbuhan sel-sel kanker (Kang et al. 1991).
Sarang burung walet dihasilkan dari kelenjar saliva. Walet jantan dan betina
berperan dalam membuat dan menjaga sarang. Penelitian mengenai kelenjar
saliva pada unggas lain yang telah dilaporkan adalah kelenjar lingualis pada ayam
dan burung puyuh (Adnyane et al. 2007), merpati (Taib dan Jarrar 2001), bulbul
(Almansour dan Jarrar 2004), bangau (Almansour dan Jarrar 2007), dan penguin
(Samar et al. 1995). Penelitian mengenai kelenjar saliva pada walet yang telah
dilaporkan adalah kelenjar mandibularis (Novelina dan Adnyane 2005; Novelina
et al. 2007; 2010) sedangkan penelitian mengenai kelenjar lingualis walet linchi
belum dilaporkan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi kelenjar lingualis
walet linchi pada masa berbiak dan bersarang.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat sebagai data dasar bagi penelitian di masa yang
akan datang dan juga memberikan informasi mengenai kelenjar saliva untuk
menunjang budidaya burung walet.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Walet Linchi (C. linchi)
Klasifikasi
Taksonomi burung walet linchi menurut Chantler dan Driessens (1995)
adalah sebagai berikut.
Kelas
: Aves
Subkelas
: Neornithes
Superordo
: Apodimorphae
Ordo
: Apodiformes
Famili
: Apodidae
Subfamili
: Apodinae
Genus
: Collocalia
Spesies
: C. linchi
Distribusi
Genus Collocalia ini banyak tersebar di seluruh dunia dan setiap daerah
memiliki spesies yang berbeda-beda. Burung walet linchi adalah spesies endemik
untuk dataran sunda, juga tersebar di Pulau Jawa dan pulau-pulau kecil di
sekitarnya seperti Madura, Bawean, Kangean, Bali dan Lombok, serta di beberapa
daerah di Sumatera bagian utara dan selatan. Di daerah Sumatera bagian tengah
dan Malaysia penyebaran burung walet linchi belum dilaporkan (Fatmawati 2002).

Gambar 1 Peta distribusi walet linchi di Indonesia (Google Map 2013).
Gambaran Umum, Habitat, dan Perilaku Bersarang
Spesies walet dapat dibedakan berdasarkan ukuran tubuh, warna bulu, bahan
yang dipakai dan ditambahkan dalam pembuatan sarang (Chantler dan Driessens
1995) serta kemampuan echolokasi yang dimilikinya (Price et al. 2004;
Thomassen et al. 2005). Walet linchi hampir mirip dengan walet putih tetapi
ukurannya lebih kecil dengan panjang tubuh 9.41 cm dan bentangan sayap 9.63
cm, terdapat bulu warna putih pada bagian perut (Mardiastuti et al. 1998).
Burung walet linchi termasuk burung yang sebagian besar aktivitas hidupnya
dihabiskan di udara untuk mencari makan maupun saat kopulasi (Budiman 2002).

3
Habitat walet adalah di gua-gua atau rumah-rumah yang cukup lembab,
remang-remang sampai gelap dan menggunakan langit-langit untuk menempelkan
sarang sebagai tempat beristirahat dan berbiak (Menegristek 2000). Sarang
burung walet dihasilkan dari kelenjar saliva. Kelenjar saliva walet linchi
berkembang dengan baik terutama pada masa bersarang. Walet jantan dan betina
berperan dalam membuat dan menjaga sarang.
Sarang terbuat dari rajutan rumput-rumputan, daun pinus atau cemara
menggunakan saliva sebagai perekat. Berbagai tumbuhan yang dijadikan bahan
pembuat sarang oleh burung walet linchi menurut Soehartono dan Mardiastuti
(2003) antara lain jenis rumput-rumputan, daun-daunan dan tulang daun dari
pohon flamboyan Delonix regia, daun pohon cemara laut Casuarina equisetifolia,
dan daun pinus.
Perilaku Makan
Perilaku makan burung walet linchi adalah dengan menyambar serangga
yang terbang (aerial insectivora). Sepanjang hari burung ini terbang untuk
mencari makan. Menurut Soehartono dan Mardiastuti (2003), makanan utama
burung walet linchi adalah serangga dari ordo Hymenoptera (73.8%), beberapa
jenis Coleoptera (12.0%), Diptera (9.4%), Homoptera (3.7%), dan Hemiptera
(0.4%).

Kelenjar Saliva
Pada unggas ada beberapa kelenjar saliva yaitu kelenjar-kelenjar mayor
antara lain kelenjar angularis oris dan mandibularis serta kelenjar minor antara
lain kelenjar lingualis, sublingualis, palatina, cricoarytenoid dan sphenopterygoid
(Almansour dan Jarrar 2007).

MATERI DAN METODE
Bahan
Bahan yang digunakan sebanyak 36 buah lidah yang berasal dari 36 ekor
walet linchi yang merupakan sampel dari penelitian Novelina et al. (2010).
Sampel lidah sudah terfiksasi dalam alkohol 70%. Bahan yang digunakan adalah
alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, absolut, xylol, parafin, aquades, air keran,
Entellan®, pewarna Hematoksilin Eosin (HE), pewarna AB pH 2.5, dan pewarna
PAS.

Alat
Proses parafinisasi menggunakan gelas piala, inkubator, dan gelas objek,
dan untuk pemotongan jaringan menggunakan mikrotom rotasi. Untuk pewarnaan
jaringan digunakan rak slide dan cover glass. Kamera Canon EOS 200D dan
mikroskop cahaya Olympus CH30 digunakan untuk pengamatan hasil.

4
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi,
Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Januari sampai
Desember 2012.

Metode Penelitian
Tiga sampel kelenjar lingualis walet linchi diambil setiap bulan selama 12
bulan yaitu bulan Januari–Juni yang merupakan masa berbiak dan bulan Juli–
Agustus yang merupakan masa bersarang (Novelina et al. 2010). Selanjutnya
dilakukan pengamatan makroskopis dan mikroskopis untuk mempelajari
morfologi kelenjar lingualis.
Pengamatan secara makroskopis merupakan pengamatan terhadap
topografis kelenjar lingualis.
Pengamatan secara mikroskopis meliputi
pengamatan morfologi dan kandungan karbohidrat kelenjar lingualis. Proses ini
dimulai dengan dehidrasi yaitu sampel direndam di dalam alkohol dengan
konsentrasi bertingkat, mulai dari alkohol 70%, 80%, 90%, sampai 100%,
dilanjutkan dengan larutan xylol, dan kemudian ditanam dalam parafin
(embedding) menjadi blok parafin. Blok parafin dipotong dengan ketebalan 3 µm
dan 5 µm dengan mikrotom, kemudian jaringan diletakkan pada gelas objek.
Selanjutnya preparat disimpan dalam inkubator dengan suhu 37 °C selama 24 jam
untuk penyempurnaan penempelan jaringan pada gelas objek dan siap untuk
diwarnai. Proses pewarnaan didahului dengan proses deparafinisasi diikuti proses
rehidrasi. Proses rehidrasi dimulai dari larutan xylol, dilanjutkan dengan larutan
alkohol 100%, 90%, 80%, dan 70%. Selanjutnya dilakukan pewarnaan HE untuk
pengamatan morfologi umum dari kelenjar lingualis, pewarnaan AB pH 2.5 untuk
mendeteksi kandungan karbohidrat asam, dan pewarnaan PAS untuk mendeteksi
kandungan karbohidrat netral. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan
mikroskop.

Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif dengan mengamati preparat, baik
makroskopis maupun mikroskopis, mencatat hasil pengamatan, serta melakukan
pemotretan gambaran makroskopis dan mikroskopis menggunakan kamera.
Metode skoring intensitas warna dengan nilai negatif (-), lemah (+), sedang (++)
dan kuat (+++) untuk melihat konsentrasi dan distribusi karbohidrat. Reaksi
positif ditunjukkan dengan hadirnya warna spesifik biru pada pewarnaan AB pH
2.5 dan magenta pada pewarnaan PAS. Intensitas warna merepresentasikan
konsentrasi kandungan karbohidrat.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kelenjar lingualis terletak di bawah lapisan epitel lidah. Kelenjar ini terdiri
atas bagian anterior dan bagian posterior. Bagian anterior terletak pada bagian
kranial lidah dan bagian posterior terletak pada bagian kaudal lidah (Gambar 2).
A

B

f

l

p

a

e

Gambar 2 Gambaran makroskopis rahang bawah (A) dan lidah (B) walet linchi
tampak dorsal. Lidah (l), epiglotis (e), dan faring (f). Lokasi kelenjar
lingualis anterior (a) dan lokasi kelenjar lingualis posterior (p).
Skala A = 0.7 cm dan skala B = 0.1 cm.
Melalui pengukuran makroanatomi didapatkan ukuran rataan lidah meliputi
panjang, lebar, dan bobot (morfometri). Morfometri lidah walet linchi selama 1
tahun masa berbiak dan bersarang secara rinci diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Morfometri lidah walet linchi pada masa berbiak (ukuran ± SD).
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni

Panjang (cm)
1.30 ± 0.57
1.31 ± 0.57
1.32 ± 0.57
1.38 ± 0.01
1.38 ± 0.57
1.38 ± 0.57

Lebar (cm)
0.76 ± 0.57
0.76 ± 0.01
0.77 ± 0.57
0.80 ± 0.57
0.81 ± 0.57
0.81 ± 0.57

Bobot (gram)
0.73 ± 0.02
0.78 ± 0.02
0.78 ± 0.01
0.85 ± 0.00
0.84 ± 0.01
0.84 ± 0.01

Tabel 2 Morfometri lidah walet linchi pada masa bersarang (ukuran ± SD).
Bulan
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember

Panjang (cm)
1.37 ± 0.57
1.38 ± 0.57
1.39 ± 0.00
1.40 ± 0.00
1.45 ± 0.57
1.48 ± 0.01

Lebar (cm)
0.81 ± 0.57
0.84 ± 0.57
0.83 ± 0.00
0.85 ± 0.57
0.84 ± 0.01
0.89 ± 0.01

Bobot (gram)
0.84 ± 0.01
0.88 ± 0.02
0.96 ± 0.02
1.00 ± 0.01
1.05 ± 0.00
1.09 ± 0.57

6
Secara histologis, lidah terdiri dari lapisan keratin, epitel pipih banyak lapis,
kelenjar lingualis, otot rangka, dan tulang rawan hialin (Gambar 3). Kelenjar
lingualis diselubungi oleh kapsula jaringan ikat. Jaringan ikat interlobular
membagi kelenjar menjadi lobulus-lobulus. Kelenjar terdiri atas bagian asinar dan
unit penyalur. Sel-sel asinar kelenjar lingualis walet linchi bertipe mukus ditandai
dengan inti yang berbentuk pipih dan berada di tepi. Tiap lobulus memiliki unit
penyalur kelenjar yang berbentuk tubular berupa lumen pada bagian tengah
lobulus. Sekreta sel pada kelenjar lingualis dikeluarkan dari apikal sel-sel mukus
ke lumen kelenjar untuk kemudian disalurkan ke rongga mulut.
Berdasarkan bentuk tubularnya, kelenjar lingualis anterior merupakan
kelenjar mukus tubular sederhana dan kelenjar lingualis posterior merupakan
kelenjar mukus tubular kompleks. Kelenjar mukus tubular sederhana tidak
memiliki percabangan pada tubularnya, sedangkan kelenjar mukus tubular
kompleks memiliki percabangan pada tubularnya (tubular majemuk).

a

d
b

m
e

m

c
f

g
Gambar 3 Gambaran mikroskopis lidah walet linchi. Keratin (a), epitel pipih
banyak lapis (b), kelenjar lingualis anterior (c) dan posterior (d),
kelenjar lingualis diselubungi oleh jaringan ikat (e), jaringan ikat
interlobular ( ) membagi kelenjar menjadi lobulus-lobulus. Sel-sel
asinar kelenjar lingualis bertipe mukus (m), otot rangka (f), dan
tulang rawan hialin (g). Pewarnaan HE. Skala = 50 µm.
Pada pewarnaan HE, bagian sel yang mengambil warna basofilik adalah inti,
sedangkan bagian sel yang mengambil warna eosinofilik adalah sitoplasma.
Pengamatan kelenjar lingualis anterior dan posterior pada bulan Januari sampai
dengan Juni, tampak lumen kelenjar mengecil, sel-sel mukus tampak bulat dengan
inti berbentuk pipih yang terletak di basal sel dan lobulus kelenjar kecil.
Sedangkan pada bulan Juli sampai Desember kelenjar tersebut mengalami
pembesaran lumen dan bentuk sel menjadi silindris dengan inti berbentuk pipih
yang terletak di basal sel dan lobulus kelenjar membesar (Gambar 4).

7

A

B

C

D

Gambar 4 Gambaran mikroskopis kelenjar lingualis anterior (A, B) dan kelenjar
lingualis posterior (C, D). Pada bulan Maret (masa berbiak) (A, C),
lumen kelenjar mengecil (
). Pada bulan September (masa
bersarang) (B, D) sel tersebut mengalami pembesaran lumen ( ).
Pewarnaan HE. Skala A–D = 30 µm.
Melalui metode histokimia AB pH 2.5 dan PAS, pada kelenjar lingualis
terdeteksi adanya kandungan karbohidrat yang bersifat asam dan netral.
Sitoplasma, sekreta, dan lumen sel-sel mukus pada kelenjar lingualis anterior dan
posterior bereaksi positif (biru) dengan intensitas lemah (+) sampai kuat (+++)
terhadap pewarnaan AB pH 2.5 (Gambar 5). Sitoplasma, sekreta, dan lumen selsel mukus pada kelenjar lingualis anterior dan posterior bereaksi positif (magenta)
dengan intensitas lemah (+) sampai kuat (+++) terhadap pewarnaan PAS (Gambar
6).

8
A

B

C

D

Gambar 5 Gambaran mikroskopis kelenjar lingualis anterior (A, B) dan kelenjar
lingualis posterior (C, D) dengan pewarnaan AB pH 2.5. Intensitas
lemah (++) pada bulan Maret (masa berbiak) (A, C) dan sedang (+++)
pada bulan September (masa bersarang) (B, D). Skala A–D = 30 µm.
A

B

C

D

Gambar 6 Gambaran mikroskopis kelenjar lingualis anterior (A, B) dan kelenjar
lingualis posterior (C, D) dengan pewarnaan PAS. Intensitas lemah
(+) pada bulan Maret (masa berbiak) (A, C) dan kuat (+++) pada
bulan September (masa bersarang) (B, D). Skala A–D = 30 µm.

9
Pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS bereaksi positif pada sitoplasma, sekreta
pada lumen, dan lumen kelenjar lingualis anterior dan posterior dengan intensitas
warna lemah sampai kuat. Pada sampel bulan Januari sampai bulan Juni, kelenjar
lingualis anterior dan posterior terlihat intensitas warna AB pH 2.5 dan PAS lebih
lemah dibandingkan dengan sampel bulan Juli sampai bulan Desember.
Perbedaan intensitas tersebut diperlihatkan secara rinci pada Tabel 2 dan 3.
Tabel 3 Intensitas pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS kelenjar lingualis walet linchi
pada masa berbiak.
Bulan
Jan

Kelenjar Lingualis
Ant

Post

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

AB

PAS

AB

PAS

AB

PAS

AB

PAS

AB

PAS

AB

PAS

Sito

+

+

+

+

++

+

+++

+

+++

+

+++

++

Sekret

+

+

+

+

++

+

+++

+

+++

+

+++

++

Lumen

+

+

+

+

++

+

+++

+

+++

+

+++

++

Sito

+

+

+

+

++

+

+++

+

+++

+

+++

++

Sekret

+

+

+

+

++

+

+++

+

+++

+

+++

++

Lumen

+

+

+

+

++

+

+++

+

+++

+

+++

++

Keterangan: Jan = Januari, Feb = Februari, Mar = Maret, Apr = April, Jun = Juni, Januari-Juni
(masa berbiak), Ant = Anterior, Post = Posterior, Sito = Sitoplasma, Sekret = sekreta,
(-) negatif, (+) lemah, (++) sedang, (+++) kuat (Novelina et al. 2010).

Tabel 4 Intensitas pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS kelenjar lingualis walet linchi
pada masa bersarang.
Bulan
Jul

Kelenjar Lingualis
Ant

Post

Agu

Sep

Okt

Nov

Des

AB

PAS

AB

PAS

AB

PAS

AB

PAS

AB

PAS

AB

PAS

Sito

+

+

+

+

++

+

+++

+

+++

+

+++

++

Sekret

+

+

+

+

++

+

+++

+

+++

+

+++

++

Lumen

+

+

+

+

++

+

+++

+

+++

+

+++

++

Sito

+

+

+

+

++

+

+++

+

+++

+

+++

++

Sekret

+

+

+

+

++

+

+++

+

+++

+

+++

++

Lumen

+

+

+

+

++

+

+++

+

+++

+

+++

++

Keterangan: Jul = Juli, Agu = Agustus, Sep = September, Okt = Oktober, Nov = November, Des =
Desember, Juli-Desember (masa bersarang), Ant = Anterior, Post = Posterior, Sito =
Sitoplasma, Sekret = sekreta, (-) negatif, (+) lemah, (++) sedang, (+++) kuat
(Novelina et al. 2010).

Pembahasan
Kelenjar saliva pada unggas terdiri atas kelenjar saliva mayor dan kelenjar
saliva minor. Kelenjar mandibularis merupakan kelenjar saliva mayor dan
kelenjar lingualis merupakan kelenjar saliva minor (Farner et al. 1972). Saliva
pada unggas berfungsi untuk membantu membasahi dan melunakkan makanan

10
yang kering dan sebagai media untuk memecah dan mengencerkan bahan
makanan. Pada spesies walet, saliva juga berfungsi sebagai bahan pembuat sarang
(King dan Mc Lelland 1984). Sarang pada burung merupakan tempat untuk
meletakkan telur dan membesarkan anak, tetapi pada walet sarang juga
dikonsumsi manusia karena dipercaya berkhasiat untuk kesehatan tubuh (Kang et
al. 1991).
Saliva mengandung glikoprotein yang disebut musin yang
berkontribusi terhadap kekentalan saliva dan aktivitas fisiologis kelenjar saliva
serta berperan dalam metabolisme sel antara lain dalam proses adhesi sel,
mengontrol pertumbuhan dan pengaturan reseptor sel (Wu et al. 1994).
Burung walet linchi mengalami masa berbiak pada bulan Januari–Juni dan
masa bersarang pada bulan Juli–Desember (Novelina et al. 2010). Masa berbiak
ditandai dengan perilaku bertelur, mengerami serta merawat hingga anak dapat
terbang. Masa bersarang ditandai dengan perilaku membuat sarang.
Hasil pada penelitian ini memperlihatkan terjadinya peningkatan morfometri
lidah yang meliputi penambahan panjang, lebar, dan bobot serta peningkatan
ukuran dan aktivitas kelenjar lingualis walet linchi pada masa bersarang
dibandingkan dengan masa berbiak. Hal ini berkaitan dengan produksi saliva
pada masa berbiak dan bersarang. Pada masa bersarang, kelenjar lingualis walet
linchi berukuran besar karena aktivitas kelenjar lingualis untuk memproduksi
saliva dalam jumlah banyak. Aktivitas kelenjar saliva dipengaruhi oleh saraf
simpatis dan parasimpatis. Saraf parasimpatis dari nervus cranialis (VII, IX dan
X) merupakan serabut motorik kelenjar saliva. Stimulus saraf parasimpatis akan
meningkatkan aktivitas kelenjar, sedangkan stimulus saraf simpatis menghambat
aliran darah kelenjar saliva sehingga menghambat produksi saliva (Banks et al.
1986). Pada masa bersarang, pembesaran lumen kelenjar dan bentuk sel mukus
menjadi silindris yang sebelumnya berbentuk bulat terjadi karena peningkatan
aktivitas kelenjar untuk memproduksi saliva.
Kelenjar lingualis walet linchi mengandung karbohidrat asam dan
karbohidrat netral. Hasil ini serupa dengan penelitian pada ayam dan burung
puyuh (Adnyane et al. 2007), merpati (Taib dan Jarrar 2001), bulbul (Almansour
dan Jarrar 2004), bangau (Almansour dan Jarrar 2007), dan penguin (Samar et al.
1995). Pada burung puyuh yang belum dewasa, tidak memiliki kandungan
karbohidrat asam dan netral pada kelenjar lingualisnya (Liman et al. 2001).
Nurhidayanti (2002) menyatakan bahwa kandungan karbohidrat pada kelenjar
saliva dapat berbeda, tergantung pada perbedaan jenis dan pola makan.
Karbohidrat asam pada saliva berfungsi untuk melunakkan, memecah, dan
mengencerkan bahan makanan. Karbohidrat asam juga berperan dalam proteksi
di saluran pencernaan, sedangkan karbohidrat netral yang sebagian besar
mengandung musin berkontribusi terhadap kekentalan saliva dan aktivitas
fisiologis (Wu et al. 1994). Perbedaan antara karbohidrat asam dan karbohidrat
netral yaitu terletak pada ada atau tidaknya gugus asam. Gugus asam terdapat
pada kelompok karbohidrat asam sedangkan karbohidrat netral tidak memiliki
gugus tersebut. Karbohidrat asam dibagi menjadi 2 bagian yaitu karbohidrat asam
kompleks seperti heparin, sialomusin, kondroitin sulfat serta karbohidrat asam
sederhana seperti asam hyaluronat. Karbohidrat netral antara lain glikogen,
amilase, lipofuksin, glikoprotein dan glikolipid (Arthitvong et al. 1999).

11

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Seiring dengan masa berbiak dan bersarang, kelenjar lingualis walet linchi
mengalami perubahan morfologi dan konsentrasi kandungan karbohidrat pada
asinar sel mukus. Pada masa berbiak lumen kelenjar kecil, bentuk sel bulat, dan
lobulus kelenjar kecil serta konsentrasi kandungan karbohidrat lemah. Pada masa
bersarang lumen kelenjar besar, bentuk sel silindris, dan lobulus besar serta
konsentrasi kandungan karbohidrat kuat.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kelenjar saliva yang lainnya
pada walet linchi.

DAFTAR PUSTAKA
Adnyane IKM, Agungpriyono S, Ermansyah L. 2007. Morfologi kelenjar
mandibularis dan lingualis ayam (Gallus sp.) dan burung puyuh (Coturnix
coturnix): dengan tinjauan khusus pada distribusi dan kandungan karbohidrat.
Media Kedokteran Hewan 23(3):184–191.
Almansour MI, Jarrar BM. 2004. Structure and secretions of the lingual salivary
glands of the white-cheeked bulbul, Pycnonotus leucogenys (Pycnontidae).
Saudi J Biosci 11(2).
Almansour MI, Jarrar BM. 2007. Morphological, histological and chemical
study of the lingual salivary glands of the little egret, Egretta garzetta. Saudi J
Biosci 14(1):75–81.
Arthitvong S, Makmee N, Suprasert A. 1999. Histochemical detection of
glycoconjugates in the anterior lingual salivary glands of the domestic fowl.
Nat Sci 33:243–250.
Banks FCL, Knight GE, Calvert RC. 1986. Smooth muscles and purinergic
contraction of the human, rabbit, rat and mouse testicular capsule. Bio Reprod
74:473–480.
Budiman A. 2002. Menetaskan Telur Walet. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Chantler P, Driessens G. 1995. Swifts: A Guide to Swifts and Treeswifts of The
World. Ed ke-2. London (GB): Yale Univ Pr.
Fatmawati. 2002. Studi morfologi kelenjar saliva burung striti (Collocalia linchi)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Farner DS, King JR, Parkers KC. 1972. Avian Biology. Vol II. New York (US):
Academic Pr.
Google Map. 2013. Peta Indonesia [Internet]. [diunduh 2013 September 7].
Tersedia pada: https://maps.google.com/.
Iswanto H. 2002. Walet Budidaya dan Aspek Bisnisnya. [Bogor] (ID): Agro
Media Pustaka.

12
Kang N, Hails CJ, Sigurdsson JB. 1991. Nest construction and egg laying in
edible-nest swiflets Aerodramus spp. Nat Malaysia.
King AS, Mc Lelland J. 1984. Birds: Their Structure and Function. London
(UK): Bailliere Tyndall.
Liman N, Bayram G, Kocak M. 2001. Histological and histochemical studies on
the lingual, preglottal and laryngeal salivary glands of the japanese quail
(Coturnix coturnix japonica) at the post-hatching period [Internet]. [diunduh
2013 Mei 20]. Tersedia pada: http://www.blackwell-synergy.com/links/doi/.
Mardiastuti et al. 1998. Teknik pengusahaan walet rumah, pemanenan sarang
dan penanganan pasca panen. Laporan RUT IV. Bidang Teknologi
Perlindungan Lingkungan. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi.
Dewan Riset Nasional: Jakarta.
[Menegristek] Kementerian Negara Riset dan Teknologi. 2000. Budidaya
Burung Walet. Jakarta (ID): Menegristek.
Novelina S, Adnyane IKM. 2005. Deteksi enzim lisozim pada kelenjar saliva
burung walet putih (Collocalia fuciphaga). Laporan Penelitian Dosen Muda
IPB. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Novelina S, Nisa C, Adnyane IKM, Sigit K, Setijanto H, Agungpriyono S. 2007.
Morphological study of the salivary gland of the edible nest linchi swiflet
(Collocalia linchi). Proceeding of the International Symposium Animal
Science Meeting for Graduate Students; 2007 Jan 11; Utsunomiya, Japan.
Utsunomiya (JP): Utsunomiya Univ.
Novelina S, Satyaningtijas AS, Agungpriyono S, Setijanto H, Sigit K. 2010.
Morfologi dan histokimia kelenjar mandibularis walet linchi (Collocalia linchi)
selama satu musim berbiak dan bersarang. J Kedokteran Hewan 2(4):1–6.
Nugroho E, Wendrato MIM, Ako KN. 1996. Buku Petunjuk Budidaya Walet
Secara Modern. [tempat tidak diketahui]: [penerbit tidak diketahui].
Nurhidayanti W. 2002. Morfologi oesophagus dan lambung burung layanglayang Asia (Hirundo rustia) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Price JJ, Johnson KP, Clayton DH. 2004. The Evolution of echolocation in
swiftlets. J Avian Bio 35:135–143.
Samar ME, Avila RE, Fabro SPD, Centurion C. 1995. Structural and
cytochemical study of salivary glands in the magellanic penguin Spheniscus
magellanicus and the kelp gull Larus Dominicanus. Marine Ornithology 153–
157.
Soehartono T, Mardiastuti A. 2003. Pelaksanaan Konvensi Cites di Indonesia.
Jakarta (ID): Japan International Cooperation Agency (JICA).
Taib NT, Jarrar BM. 2001. Histochemical characterization of the lingual salivary
glands of the eurasian collared dove, Streptopelia decaocta. Pakistan J Biosci
4(11):1425–1428.
Thomassen HA, Tex RJ, Bakker MAG, Povel GDE. 2005. Phylogenetic
relationships amongst swifts and swiflets: A multi locus approach. Molecular
Phylogenetics and Evolution 37(1): 264–277.
Wu AM, Csako C, Herp A. 1994. Structure, Biosynthesis and Function of
Salivary Mucins. Moll Cell Biochem 17(137):39–55.

13
Lampiran 1 Prosedur Pewarnaan HE
Pewarnaan HE digunakan untuk melihat morfologi umum dari kelenjar
lingualis. Prinsip dari pewarnaan HE adalah inti yang bersifat asam akan menarik
zat atau larutan yang bersifat basa, sehingga akan berwarna biru. Sitoplasma
bersifat basa akan menarik zat atau larutan yang bersifat asam, sehingga berwarna
merah.
Proses pewarnaan diawali dengan deparafinisasi dan rehidrasi
menggunakan xylol I (5 menit), xylol II (1 menit), xylol III (1 menit), alkohol
100% I (4 menit), alkohol 100% II (2 menit), alkohol 100% III (2 menit), alkohol
95% (1 menit), alkohol 90% (1 menit), alkohol 80% (1 menit), alkohol 70% (1
menit), dan direndam dengan air keran dan aquades masing-masing selama 5
menit.
Proses pewarnaan HE dimulai dengan mencelupkan preparat ke dalam
larutan Hematoksilin selama beberapa detik kemudian dibilas dengan aquades.
Setelah itu dilanjutkan dengan direndam di dalam Eosin selama 5 menit dan
dibilas kembali dengan aquades. Setelah tahap pewarnaan, dilakukan proses
dehidrasi kembali dengan menggunakan alkohol bertingkat, mulai dari 70%, 80%,
90%, 100% I, 100% II, 100% III kemudian dimasukkan kembali ke dalam xylol I,
II, dan III selama 5 menit.
Setelah preparat diangkat dari xylol III, dibersihkan dengan tissue paper,
ditetesi dengen Entellan® sebanyak 1–2 tetes, dan ditutup dengan cover glass yang
disesuaikan dengan besar jaringan.
Setelah itu dilakukan pengamatan
mikroskopis dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x dan 40x.

14
Lampiran 2 Prosedur Pewarnaan AB pH 2.5
Penghilangan parafin dari sediaan (deparafinisasi) dengan perendaman
dalam larutan xylol III, II, I masing-masing selama 5 menit. Pemberian air pada
jaringan (rehidrasi) menggunakan seri alkohol bertingkat dari absolut III, II, I dan
alkohol 95%, 90%, 80% sampai 70% masing-masing selama 3 menit. Pencucian
dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa-sisa alkohol selama 15–30 menit.
Pencucian dengan aquades selama 5–10 menit. Perendaman dalam larutan 3%
asam asetat glasial selama 5 menit. Sediaan diwarnai dengan pewarna AB pH 2.5
selama 30 menit. Pencucian dengan 3% asam asetat glasial untuk menghilangkan
sisa-sisa zat warna yang tidak terikat pada jaringan, sebanyak 3 kali masingmasing selama 5 menit. Pencucian dengan aquades sebanyak 3 kali masingmasing selama 5 menit.
Dilakukan pewarnaan kontras (counterstain)
menggunakan Nuclear Fast Red sampai jaringan terlihat kontras, sambil dilihat
dengan mikroskop. Pencucian dengan aquades sebanyak 3 kali masing-masing
selama 5 menit. Penarikan air dari sediaan dengan menggunakan seri alkohol
bertingkat dari 90%, 95%, absolut I, II, dan III. Dilanjutkan dengan proses
penjernihan menggunakan xylol I, II, dan III masing-masing selama 15 menit.
Sediaan kemudian ditutup menggunakan gelas penutup dengan bantuan media
perekat (Entellan®).

15
Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan PAS
Penghilangan parafin dari sediaan (deparafinisasi) dengan perendaman
dalam larutan xylol III, II, I masing-masing selama 5 menit. Pemberian air pada
jaringan (rehidrasi) menggunakan seri alkohol bertingkat dari absolut III, II, I dan
alkohol 95%, 90%, 80% sampai 70% masing-masing selama 3 menit. Pencucian
dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa-sisa alkohol selama15–30 menit.
Pencucian dengan aquades selama 5–10 menit. Perendaman dalam larutan 1%
asam periodat selama 5–10 menit. Pencucian dengan aquades sebanyak 3 kali
masing-masing selama 5 menit. Sediaan direndam dalam peraksi Schiff selama
5–30 menit. Pencucian dengan air sulfit (dibuat baru) untuk menghilangkan sisasisa peraksi yang tidak terikat pada jaringan sebanyak 3 kali selama masingmasing 5 menit. Pencucian dengan air mengalir selama 15–30 menit. Pencucian
dengan aquades sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Dilakukan
pewarnaan kontras (counterstain) menggunakan hematoksilin Mayer untuk
mewarnai inti sel sampai jaringan terlihat kontras, sambil dilihat dengan
mikroskop. Pencucian dengan air mengalir selama 15–30 menit. Pencucian
dengan aquades sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Penarikan air
dari sediaan dengan menggunakan seri alkohol bertingkat dari 90%, 95%, absolut
I, II, dan III. Dilanjutkan dengan proses penjernihan menggunakan xylol I, II, dan
III masing-masing selama 15 menit.
Sediaan kemudian ditutup dengan
menggunakan gelas penutup dengan bantuan media perekat (Entellan®).

16

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purwakarta pada tanggal 8 Maret 1993 dari ayah
Ahmad Ridwan dan ibu Yuyun Kunaenah. Penulis adalah putri kedua dari tiga
bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Purwakarta dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Fakultas Kedokteran
Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Divisi Vokal
Gentra Kaheman IPB, penulis juga aktif sebagai anggota Divisi Infokus dari
Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik. Penulis
pernah menjabat sebagai Ketua Introvet FKH IPB, mengikuti kegiatan dan
mendapatkan dana hibah penelitian PKM. Penulis merupakan delegasi FKH IPB
pada kegiatan internasional IVSA Indonesia – IVSA South Korea Group
Exchange Winter 2013 dan penulis adalah salah satu bakal calon mahasiswa
berprestasi FKH IPB. Bulan Juli 2012 penulis melaksanakan Pengabdian
Masyarakat di Desa Bulung Cangkring, Kudus, Jawa Tengah. Magang di
beberapa tempat yang berkaitan dengan dunia kedokteran hewan pernah penulis
lakukan untuk menambah pengalaman.
Penulis berkeinginan menjadi seorang dokter hewan yang mampu
mengaplikasikan ilmunya di bidang yang berkaitan dengan ilmu kedokteran
hewan.