Dinamika perubahan morfofungsi gonad dan kelenjar mandibularis walet linchi (Collocalia linchi) selama masa bersarang dan berbiak

(1)

DINAMIKA PERUBAHAN MORFOFUNGSI

GONAD DAN KELENJAR MANDIBULARIS

WALET LINCHI

(Collocalia linchi

)

SELAMA MASA BERSARANG DAN BERBIAK

SAVITRI NOVELINA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Dinamika Morfofungsi Perubahan Gonad dan Kelenjar Mandibularis Walet Linchi (Collocalia linchi) selama Masa Bersarang dan Berbiak adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, 27 Desember 2009 Savitri Novelina NIM B063050011


(3)

ABSTRACT

SAVITRI NOVELINA. Morphofunction Changes of Gonadal and Mandibular Glands of the Cave Swiflets (Collocalia linchi) during Nesting and Reproductive Period. KOESWINARNING SIGIT, HERU SETIJANTO, SRIHADI AGUNGPRIYONO and ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.

The present study aimed to study the morphological and histochemical changes and possible correlation between the gonads and mandibular glands of the cave swiflets (Collocalia linchi) during reproductive and nesting period. A total of seventy two adult birds were used in this study. The birds, three males and three females, were collected each month during a period of one year. After being sacrificed, samples of gonads and mandibular salivary glands were taken out and processed routinely for light microscopy. The present result showed that the gonads were active during the period of February - June. In the testis, the size of the testicle were similar throughout the year, but the testis had different color according to month. The testis in June - January were black in color, and were white and black in February, March, May and were all white in April. The size and structure of the ovaries were also increase towards February - May. Therefore the period of February - June was regarded as reproductive period of the cave swiftlet. The size and structure of mandibular glands were also clearly increased and the glands were more active during the nesting and reproductive period. Histochemically, the bindings of some lectins in the gonad and mandibular glands were also increase in the number of reactive cells and in the intensities of the positive reactions during the nesting and reproductive period, suggested that certain carbohydrates were involved and may play important roles in the reproductive function of the cave swiftlet. The present result showed that there were clear signs on the functional and structural changes of the gonads and mandibular glands of the cave swiftlets during the active nesting and reproductive period, suggested a possible regulatory mechanism of the mandibular gland through gonadal hormones pathway.


(4)

SIGIT, HERU SETIJANTO, SRIHADI AGUNGPRIYONO dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan siklus reproduksi dan menganalisa hubungan perubahan morfofungsi gonad dan kelenjar mandibularis walet linchi selama masa bersarang dan berbiak. Penelitian ini dilakukan selama satu tahun. Pengamatan morfologi gonad dan kelenjar mandibularis meliputi pengamatan makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan makroskopis meliputi pengamatan terhadap bentuk dan ukuran organ. Sedangkan pengamatan mikroskopis menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE), alcian blue-periodic acid Schiff (AB-PAS) dan histokimia lektin. Pengamatan terhadap konsentrasi hormon gonad dilakukan dengan metode radio immunoassay (RIA).

Ukuran gonad walet linchi selama pengamatan mengalami perubahan bentuk dan ukuran. Testis terdapat sepasang dengan ukuran testis sebelah kiri lebih besar dibanding kanan, terletak di dalam ruang perut. Ukuran testis relatif sama selama pengamatan. Terdapat perbedaan warna testis, pada bulan Februari, Maret dan Mei ditemukan testis berwarna hitam dan putih, pada bulan April kedua testis berwarna putih. Sedangkan pada bulan selain ke- empat bulan tersebut kedua testis berwarna hitam. Pada testis yang berwarna hitam terdapat sel pigmen melanosit yang berperan dalam proses fagositosis. Demikian juga dengan ovarium, ukuran dan bentuknya mengalami perubahan selama pengamatan. Ovarium terletak di rongga perut, pada unggas ovarium yang berkembang adalah ovarium kiri. Pada bulan Juli

– September ovarium berukuran kecil berbentuk oval, berwarna putih. Pada bulan Oktober – Januari ovarium mulai membesar dan pada bulan Februari – Mei ovarium berukuran paling besar dan terdapat folikel yang besar. Secara histologis, ovarium pada bulan Juli – September didominasi oleh folikel primordial. Pada bulan Oktober – Januari ovarium didominasi oleh folikel-folikel yang mulai berkembang sedangkan pada bulan Februari – Juni terlihat adanya folikel-folikel yang berukuran maksimum, mempunyai oosit yang dikelilingi oleh lapisan teka eksterna, teka interna, membran granulosa dan membran perivitelin. Dengan perubahan bentuk dan ukuran gonad, diduga pada bulan Februari – Juli merupakan periode reproduksi dan bulan September – Januari merupakan periode non reproduksi. Pada pewarnaan gonad dengan histokimialektin, distribusi dan konsentrasi glikokonjugat mengalami perubahan seiring musim berbiak dan bersarang.

Konsentrasi hormon gonad mengalami fluktuasi selama pengamatan. Hormon testosteron terlihat meningkat pada bulan Januari dan Februari, dan terlihat konstan pada bulan Februari sampai Juli, sedangkan pada bulan Agustus konsentrasi hormon mulai menurun sampai bulan Desember. Demikian pula dengan hormon estrogen, pada bulan Januari sampai April terlihat peningkatan konsentrasi hormon, kemudian pada bulan April sampai Juli konsentrasi cenderung konstan dan pada bulan Agustus sampai Desember terlihat penurunan konsentrasi. Fluktuasi konsentrasi hormon berkorelasi dengan perubahan bentuk dan ukuran gonad. Pada bulan Februari – Mei, ditemukan testis berwarna putih dan konsentrasi hormon testosteron cenderung tinggi, sedangkan pada bulan Juli – Januari testis berwarna hitam, konsentrasi hormon menurun. Pada ovarium, bulan Februari – Juni terdapat folikel berukuran besar dan konsentrasi hormon estrogen pada bulan tersebut cenderung tinggi. Kemudian konsentrasi menurun pada bulan Juli sampai Oktober dan naik kembali pada bulan November. Dari perubahan tersebut, dapat disimpulkan periode berbiak walet linchi adalah pada bulan Februari sampai Juli, sedangkan periode bersarang adalah bulan Agustus sampai Januari.

Ukuran kelenjar mandibularis walet linchi mengalami perubahan. Pada bulan Januari ukuran relatif kecil dan pada bulan April - Desember ukuran kelenjar semakin besar. Kelenjar walet linchi jantan berukuran lebih besar dibanding betina, tetapi pada keduanya ukuran mengalami pola pembesaran yang sama. Kelenjar mandibularis bertipe tubuloasinar, dengan


(5)

tipe sel asinar berbentuk mukus. Sel-sel ini berbentuk kuboid pada sampel bulan Januari - Juni, sedangkan pada bulan Juli - Desember berbentuk silindris. Pada sampel bulan Januari - Juni, lobulus kelenjar relatif kecil dengan lumen kelenjar sempit. Sedangkan pada bulan Juli - Desember lobulus membesar dan lumen kelenjar meluas. Pada pewarnaan alcian blue kelenjar mandibularis bereaksi negatif pada semua daerah, sedangkan dengan pewarnaan periodic acid Schiff bereaksi positif pada sitoplasma dan sekreta sel-sel sinar serta lumen kelenjar.

Peningkatan ukuran dan aktivitas kelenjar mandibularis yang seiring dengan keaktifan musim berbiak dan bersarang mengindikasikan adanya keterkaitan dan keterlibatan kelenjar mandibularis dalam aktivitas berbiak dan bersarang walet linchi


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

DINAMIKA PERUBAHAN MORFOFUNGSI

GONAD DAN KELENJAR MANDIBULARIS

WALET LINCHI

(Collocalia linchi

)

SELAMA MASA BERSARANG DAN BERBIAK

SAVITRI NOVELINA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Sains Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr.Drh. Chairun Nisa’, M.Si 2. Dr. Drh. Hera Maheshwari, M.Sc

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Siti Nuramaliati Prijono 2. Dr. Drh. M Agus Setiadi


(9)

Mandibularis Walet Linchi (Collocalia linchi) selama Masa Bersarang dan Berbiak

Nama : Savitri Novelina

NIM : B063050011

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Drh. Koeswinarning Sigit, MS Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVET(K) Ketua Anggota

Dr. Drh. Srihadi Agungpriyono,PAVET(K) Dr.Drh.Aryani Sismin Satyaningtijas, M.Sc, AIFH

Anggota Anggota Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Sains Veteriner

Prof. Dr. Drh. Bambang P. Priyosoeryanto, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(10)

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karuniaNya maka penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi dalam rangka memperoleh gelar Doktor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Drh. Koeswinarning Sigit, MS selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Drh. Heru Setijanto, Dr. Drh. Srihadi Agungpriyono dan Dr. Drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan, nasehat dan koreksi yang telah diberikan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih yang sama disampaikan kepada penguji luar komisi ujian tertutup yaitu Dr. Drh. Chairun Nisa’, MS dan Dr. Drh. Hera Maheshwari, M.Sc serta penguji luar komisi ujian terbuka yaitu Dr. Ir. Lili Nuramaliati Prijono (Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI) dan Dr. Drh. Muhammad Agus Setiadi atas kritik dan saran yang berguna bagi penyelesaian akhir disertasi ini. Kepada rekan-rekan di Bagian Anatomi dan Laboratorium Anatomi, terima kasih atas dorongan moril dan bantuannya.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Pimpinan Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menempuh dan menyelesaikan pendidikan S3. Kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi ucapan terima kasih penulis sampaikan atas pemberian beasiswa dan dana untuk pelaksanaan penelitian selama mengikuti pendidikan.

Terakhir ucapan terima kasih disampaikan kepada suami dan anak-anak tercinta, serta orang tua terkasih atas doa dan dukungan yang diberikan selama penulis menempuh studi pasca sarjana sampai akhirnya menyelesaikan disertasi ini. Hanya Allah SWT yang akan membalas semua kebaikan tersebut. Amin.

Bogor, 31 Maret 2010 Savitri Novelina


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 November 1970 sebagai anak ketiga dari pasangan Sawarno dan Sri Widadi. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1994 dan meraih gelar dokter hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, tahun 1996. Pada tahun 2003 penulis menamatkan S2 di Program Studi Biologi, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan ke program doktor pada Program Sains Veteriner, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS.

Penulis sejak tahun 1995 bekerja sebagai dosen di Laboratorium Anatomi, Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan. Minat penulis adalah meneliti tentang satwa liar. Penulis menjadi anggota Perhimpunan Ahli Anatomi Indonesia (PAAI) dan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI).

Selama mengikuti program doktor, penulis telah menyajikan karya tulis pada seminar nasional maupun internasional, yaitu pada Seminar AZWMC pada bulan Agustus 2008 di Bogor, Seminar Nasional Ahli Anatomi Indonesia pada bulan Juli 2008 di Jakarta, dan The International Symposium Animal Science Meeting for Graduate Students di Utsunomiya Japan pada bulan Januari 2007. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.


(12)

………...

DAFTAR GAMBAR ………... ii

1. PENDAHULUAN Latar Belakang ………... 1

Tujuan Penelitian ………... 4

Manfaat Penelitian ………... 4

Ruang Lingkup Penelitian ………... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA UMUM Klasifikasi ………... 7

Distribusi ………... 7

Gambaran Umum ………... 8

Habitat ………... 8

Perilaku Makan ………... 9

Perilaku Bersarang ………... 10

Sarang Walet Linchi ………... 10

Kelenjar Saliva ………... 12

Organ Reproduksi Unggas ………... 13

Hormon Reproduksi ………... 15

Lektin ………... 18

3. DINAMIKA MORFOLOGI GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan ………... 19

Bahan dan Metode ………... 20

Hasil ………... 21

Pembahasan ………... 30

Simpulan ………...... 32

4. DINAMIKA DISTRIBUSI GLIKOKONJUGAT GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan ………... 33

Bahan dan Metode ………... 34

Hasil ……….... 35

Pembahasan ………... 44

Simpulan ………... 46

5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan ………... 47

Bahan dan Metode ………... 48

Hasil ………... 48

Pembahasan ………... 50


(13)

6. MORFOLOGI DAN KARAKTER HISTOKIMIA KELENJAR MANDIBULARIS WALET LINCHI SELAMA MUSIM BERSARANG DAN BERBIAK

Pendahuluan ………... 52

Bahan dan Metode ………... 53

Hasil ………... 54

Pembahasan ………..... 64

Simpulan ………... 68

7. PEMBAHASAN UMUM ………... 69

8. SIMPULAN DAN SARAN ………... 73

9. DAFTAR PUSTAKA ………... 74

10. LAMPIRAN ………... Prosedur Pewarnaan 79


(14)

Tabel 1 Analisis kimia sarang walet ……… 11 Tabel 2 Ukuran testis walet linchi selama 12

bulan

……… 22

Tabel 3 Ukuran ovarium dan jumlah folikel ovarium walet linchi selama 12 bulan

……… 26

Tabel 4 Jenis lektin yang digunakan dalam penelitian beserta ikatan gula spesifik

……… 34

Tabel 5 Pola distribusi ikatan lektin pada sel Sertoli walet linchi

……… 36

Tabel 6 Pola distribusi ikatan lektin pada sel spermatogonium walet linchi

……… 36

Tabel 7 Pola distribusi ikatan lektin pada sel spermatosit walet linchi

……… 37

Tabel 8 Pola distribusi ikatan lektin pada sel spermatid testis walet linchi

……… 38

Tabel 9 Pola distribusi ikatan lektin pada oosit walet linchi

……… 40

Tabel 10 Pola distribusi ikatan lektin pada sel granulosa ovarium walet linchi

……… 41

Tabel 11 Pola distribusi ikatan lektin pada membran perivitelin walet linchi

……… 42

Tabel 12 Ukuran kelenjar mandibula walet linchi selama 12 bulan

……… 55

Tabel 13 Distribusi reaksi positif PAS pada kelenjar mandibularis walet linchi

……… 57

Tabel 14 Pola distribusi ikatan lektin pada sitoplasma kelenjar mandibularis walet linchi

……… 60

Tabel 15 Pola distribusi ikatan lektin pada sekreta sel kelenjar mandibularis walet linchi

……… 61

Tabel 16 Pola distribusi ikatan lektin pada lumen kelenjar mandibularis walet linchi


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Gambar walet linchi tampak ventral ……… 2

Gambar 2 Sarang walet linchi ……… 2

Gambar 3 Ruang lingkup penelitian ……… 6

Gambar 4 Peta distribusi walet linchi di Indonesia ……… 7

Gambar 5 Skema alat kelamin jantan dan betina pada unggas ……… 15

Gambar 6 Gambaran perubahan ukuran dan warna testis walet linchi in situ di ruang perut. ……… 23

Gambar 7 Gambaran struktur histologi umum testis walet linchi pada bulan April. ……… 24

Gambar 8 Gambaran struktur histologi testis walet linchi. ……… 25

Gambar 9 Gambaran ovarium walet linchi in situ di ruang perut ……… 27

Gambar 10 Struktur struktur histologi ovarium walet linchi ……… 28

Gambar 11 Gambaran struktur histologi folikel ovarium walet linchi ……… 29

Gambar 12 Pola distribusi ikatan lektin WGA, PNA, SBA dan UEA pada sampel testis walet linchi bulan Januari, Juni dan Desember ……… 39

Gambar 13 Pola distribusi ikatan lektin Con A, WGA, SBA dan RCA pada folikel ovarium walet linchi bulan Juli, Oktober dan Februari ……… 43

Gambar 14 Konsentrasi hormon testosteron walet linchi selama 12 bulan ……… 49

Gambar 15 Konsentrasi hormon estrogen walet linchi selama 12 bulan ……… 49

Gambar 16 Sepasang kelenjar mandibularis in situ di ventral mandibularis. ……… 58

Gambar 17 Struktur histologis kelenjar mandibularis walet linchi 59 Gambar 18 Sebaran reaksi positif PAS yang melambangkan kandungan karbohidrat netral pada kelenjar mandibularis walet linchi pada sampel bulan April dan November ……… 59

Gambar 19 Pola distribusi ikatan lektin RCA, Con A, PNA dan UEA pada sampel kelenjar mandibularis walet linchi bulan Januari, Juli dan Desember ……… 63

Gambar 20 Pola distribusi ikatan lektin DBA pada sampel kelenjar mandibularis walet linchi bulan Januari, Juli dan Desember ……… 64


(16)

bulan

Gambar 23 Konsentrasi hormon testosteron dan estrogen walet linchi selama 12 bulan

……… 70

Gambar 24 Pola aktivitas gonad dan kelenjar mandibularis walet linchi


(17)

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Burung walet linchi (Collocalia linchi), biasa dikenal sebagai burung sriti, merupakan salah satu kekayaan fauna Indonesia yang selama ini banyak dimanfaatkan sebagai pemancing dan induk angkat bagi anakan burung walet putih (Collocalia fuciphaga). Akhir-akhir ini burung walet linchi mulai dikenal karena sarangnya juga dapat dikonsumsi dan mempunyai nilai ekonomi.

Burung walet linchi termasuk Ordo Apodiformes, Famili Apodidae, Genus Collocalia. Genus Collocalia mempunyai lebih dari 20 spesies, semuanya dapat ditemukan di daerah Asia Tenggara dan Kepulauan Samudra Pasifik (Whitfield 1984). Spesies burung walet umumnya dibedakan berdasarkan ukuran tubuh, warna bulu dan bahan yang dipakai dan ditambahkan dalam pembuatan sarang (Chantler and Driessens 1995). Ada tiga spesies walet yang sarangnya dapat dikonsumsi, yaitu walet putih (C. fuciphaga), walet hitam (C. maxima) dan walet linchi(Soehartono dan Mardiastuti 2003). Walet putih menghasilkan sarang yang seluruhnya terbuat dari saliva. Walet hitam membuat sarang di gua-gua kapur di pantai, sarang walet hitam terbuat dari saliva bercampur dengan bulu-bulunya yang berwarna hitam. Karena jumlah bulu lebih banyak dibandingkan saliva maka sarangnya menjadi berwarna hitam. Sedangkan walet linchi menghasilkan sarang yang merupakan campuran saliva dengan bahan lain seperti daun pinus, ranting atau ijuk sehingga dinamakan sarang tipe rumput.

Sarang walet dikonsumsi masyarakat karena dipercaya berkhasiat bagi kesehatan, antara lain sebagai obat sakit pernafasan, obat awet muda, meningkatkan vitalitas dan kecantikan serta menghambat pertumbuhan sel-sel kanker (Widyawati 1998). Dibandingkan dengan sarang walet putih, sarang walet linchi memang lebih murah harganya, terutama karena sarang walet linchi berupa campuran antara saliva dengan bahan lain. Mahalnya harga sarang walet putih membuat masyarakat mencari alternatif lain dengan mengkonsumsi sarang walet linchi. Harga sarang walet linchi beserta material penyusunnya berkisar antara 1-3 juta rupiah per kilogram (Budiman 2002) sementara itu harga sarang burung walet putih mencapai 13 juta per kilogram. Burung walet linchi dan sarang walet linchi dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.


(18)

Gambar 1 Gambar walet linchi tampak ventral. Terlihat adanya warna putih di daerah dada yang menjadi pembeda antara walet linchi dengan spesies walet lainnya. Bar : 1 cm

Gambar 2 Sarang walet linchi. Bar : 2 cm

Saliva disekresikan oleh beberapa kelenjar saliva yang terdapat di sekitar ruang mulut. Fungsi saliva adalah untuk membasahi, melunakkan, melicinkan dan mencerna makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan (Ross et al. 1995), sedangkan pada beberapa spesies burung walet, saliva merupakan komponen yang sangat penting dalam pembuatan sarang (King and McLelland 1984). Pada burung walet, sarang berfungsi sebagai tempat bergantung dan


(19)

3

beristirahat, dan pada musim berbiak sarang juga berfungsi sebagai tempat bertelur dan mengeram. Aktivitas pada musim berbiak walet meliputi pembuatan sarang, bertelur, mengerami serta merawat anak sampai anak dapat terbang dan meninggalkan sarang (Mardiastuti et al. 1998). Walet linchi jantan maupun betina berperan dalam aktivitas membuat dan menjaga sarang. Kelenjar saliva burung walet linchi berkembang dengan baik pada burung dewasa, terutama pada saat musim berbiak. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya keterkaitan dalam perkembangan dan fungsi antara kelenjar saliva dengan organ reproduksi pada walet linchi.

Mengingat bahwa sarang walet linchi relatif lebih mudah diperoleh dibanding sarang walet putih dan dengan semakin meningkatnya permintaan sarang walet linchi, maka perlu diperhatikan agar kegiatan pengambilan sarang walet linchi tidak mengganggu ekosistem dan menyebabkan penurunan populasi burung walet linchi. Dengan demikian, berbagai upaya perlu dilakukan, meliputi kegiatan budidaya burung walet linchi dan penyusunan manajemen serta tata cara pengambilan sarang yang tepat dan sesuai. Untuk itu diperlukan berbagai data biologis burung walet linchi, terutama pada aspek yang berkaitan dengan siklus reproduksi dan bersarang. Dengan mengetahui siklus reproduksi walet linchi diharapkan dapat diketahui periode membuat sarang dan periode berkembang biak sehingga dengan demikian waktu pengambilan atau panen sarang walet tidak mengganggu perkembangan anak walet dan kualitas sarang yang dipanen optimal. Hingga saat ini, penelitian pada walet linchi masih belum banyak dilaporkan. Beberapa penelitian lebih menitikberatkan pada aspek budidaya dan pengolahan sarang burung walet linchi (Budiman 2002; Mulyadi 1997). Penelitian yang telah pernah dilakukan baru berupa diskripsi struktur kelenjar saliva (Novelina et al. 2007). Penelitian mengenai keterkaitan antara dinamika perkembangan pada struktur dan fungsi kelenjar saliva dengan perkembangan pada struktur dan fungsi organ reproduksi burung walet linchi belum pernah dilaporkan.


(20)

Tujuan Penelitian

1. Menentukan siklus reproduksi walet linchi.

2. Menganalisa hubungan dinamika perubahan morfofungsi gonad dan kelenjar mandibularis dan walet linchi selama masa bersarang dan berbiak.

Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah yang lebih jelas mengenai aktivitas reproduksi walet linchi.

2. Dapat digunakan sebagai rekomendasi pada manajemen budidaya maupun pada tatacara dan waktu terbaik pengambilan sarang walet.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 1 tahun (12 bulan) meliputi pengamatan terhadap perkembangan gonad dan kelenjar mandibularis walet linchi serta terhadap dinamika hormon-hormon testosteron dan estrogen. Sesuai dengan siklus musim di Indonesia yang kemungkinan mempengaruhi siklus reproduksi hewan, maka diperlukan waktu penelitian selama 1 tahun (12 bulan). Pengambilan sampel burung walet sebanyak 3 ekor betina dan 3 ekor jantan dilakukan setiap bulan, agar dapat diamati perkembangannya selama waktu penelitian. Untuk dapat memperoleh data yang cukup, maka pengambilan sampel walet linchi dilakukan secara konsisten setiap bulan selama 1 tahun (12 bulan), yaitu sampel diambil setiap hari Selasa minggu pertama tiap bulan sebanyak 3 ekor betina dan 3 ekor jantan, dipilih hewan yang sudah dewasa yang mempunyai berat badan minimal 6 gram. Pengambilan sampel dilakukan di daerah Ciomas Bogor. Untuk tujuan penelitian, pengamatan yang dilakukan adalah dinamika perubahan gonad, profil hormon gonad dan kelenjar mandibularis. Pengamatan terhadap gonad dan kelenjar mandibularis meliputi pengamatan makroskopis dan mikroskopis. Pada tingkat mikroskopis, untuk menganalisa struktur dan proses perkembangan yang terjadi pada organ-organ tersebut diatas digunakan metode pewarnaan hematoksilin-eosin. Pewarnaan khusus histokimia lektin digunakan untuk menganalisa jenis karbohidrat pada jaringan karena mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan residu gula spesifik dari kompleks


(21)

5

karbohidrat pada permukaan sel, matriks ekstraseluler dan karbohidrat yang terikat dengan molekul lainnya seperti glikokonjugat (Kiernan 1990).

Pengamatan terhadap perkembangan gonad jantan dan betina dapat dilihat dari perubahan morfologi baik makroskopis maupun mikroskopis yang meliputi bentuk dan ukuran. Selain perubahan morfologi, gonad juga akan diamati distribusi dan konsentrasi glikokonjugat selama 12 bulan pengamatan. Adanya variasi distribusi pada glikokonjugat diharapkan juga berkaitan dengan aktivitas gonad, sehingga dapat dideteksi jenis glikokonjugat yang terkait dan berperan dalam proses spermatogenesis dan folikulogenesis. Perubahan morfologi dan distribusi glikokonjugat selama 12 bulan pengamatan akan dikaitkan dengan aktivitas gonad yang dipengaruhi oleh hormon testosteron yang diproduksi oleh testis dan hormon estrogen yang dihasilkan oleh ovarium. Untuk mengetahui siklus reproduksi dilakukan pengamatan terhadap morfologi gonad walet pada musim bersarang dan berbiak kemudian disesuaikan dengan gambaran profil hormon testosteron dan estrogen darah yang dianalisa dengan metode Radio Immuno Assay (RIA). Fluktuasi konsentrasi hormon testosteron dan estrogen dapat diketahui dengan melakukan pengambilan serum darah selama 12 bulan pengamatan. Perubahan morfologi gonad dan fluktuasi hormon gonadal dapat digunakan untuk mengetahui dan menentukan siklus reproduksi, periode bersarang dan berbiak walet linchi.

Perilaku membuat sarang pada musim berbiak diduga mempunyai keterkaitan dalam perkembangan dan fungsi antara kelenjar saliva dengan organ reproduksi pada walet linchi. Untuk itu dilakukan pengamatan morfologi yang meliputi pengamatan bentuk dan ukuran kelenjar mandibularis yang dilakukan selama 12 bulan. Perubahan morfologi kelenjar mandibularis berhubungan erat dengan aktivitas kelenjar. Dengan mengamati perubahan morfologi gonad dan fluktuasi hormon gonad selama satu tahun dapat dilihat aktivitas kelenjar mandibularis walet linchi seiring siklus reproduksi, periode bersarang dan berbiak. Adanya distribusi dan konsentrasi glikokonjugat pada kelenjar mandibularis selama 12 bulan dapat memprediksi waktu pengambilan sarang walet yang optimal. Ruang lingkup dan alur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.


(22)

Gambar 3 Ruang lingkup penelitian

Walet linchi

Pengamatan makroskopis Pengamatan mikroskopis Analisa hormonal

Testis, ovarium dan kelenjar mandibularis

Perubahan morfologi makroskopis selama

12 bulan pengamatan

Testis, ovarium dan kelenjar mandibularis

Perubahan morfologi mikroskopis

selama 12 bulan pengamatan

Distribusi dan konsentrasi glikokonjugat

selama 12 bulan pengamatan

Profil hormon dalam serum darah selama 12 bulan pengamatan

- Penentuan siklus reproduksi walet linchi.

- Analisa hubungan perubahan morfofungsi gonad dan kelenjar mandibularis walet linchi selama masa bersarang dan berbiak.

SBA SBA

SBA

Januari Mei Desember

Hormon testosteron dan estrogen


(23)

2. TINJAUAN PUSTAKA UMUM

Klasifikasi

Menurut Chantler dan Driessens (1995), taksonomi burung walet linchi adalah sebagai berikut :

Class : Aves Subclass : Neornithes Superorder : Apodimorphae Order : Apodiformes Family : Apodidae Subfamily : Apodinae Tribes : Collocaliini Genus : Collocalia

Species : Collocalia linchi (Horsfield and Moore, 1854)

Distribusi

Burung walet linchi dapat ditemukan di seluruh Pulau Jawa, Madura, Bawean, Kangean, Nusa Penida, Bali dan Lombok, Sumatra Utara, Lampung. Sementara di Sumatra Barat dan semenanjung Malaysia belum diperoleh data mengenai keberadaan walet linchi (Chantler and Driessens 1995).


(24)

Gambaran Umum

Burung walet linchi mudah dibedakan dari spesies walet lainnya karena ukurannya yang kecil dengan panjang tubuh 10 cm, bulu beraspek mengkilat dan secara khusus terdapat warna putih di daerah abdomen yang kontras dengan tubuh bagian atas yang berwarna hitam kecoklatan (Chantler and Driesens 1995).

Burung walet linchi jantan dan betina tidak dapat dibedakan dari penampilan luar. Burung walet linchi memiliki iris mata berwarna coklat gelap, dan paruh serta kaki berwarna hitam. Suaranya melengking tinggi, yang biasa terdengar di daerah dekat tempat berkembang biak. Burung ini memiliki kaki pendek dan lemah dengan kuku-kuku yang runcing tajam (Mackinnon 1990). Paruh berbentuk segitiga dengan bagian ujung membentuk lengkungan ke bawah, bentuk paruh seperti ini sangat sesuai untuk menangkap serangga yang sedang terbang (BPRSB 1979).

Secara umum, burung walet mempunyai sayap berbentuk bulan sabit, memanjang dan runcing serta ekornya pendek persegi atau panjang meruncing. Di areal yang luas burung ini mampu terbang lincah dan cepat dengan kecepatan dapat mencapai 160 km/jam. Sebagian besar waktunya digunakan untuk terbang, baik itu untuk mencari makan sampai kepada aktivitas kawin. Ketika memangsa, burung ini mengandalkan penglihatannya yang sangat tajam untuk memburu dan menangkap mangsa. Mereka jarang bertengger di pohon tetapi biasanya beristirahat dengan cara bergantung pada batu-batu karang dengan menggunakan cakarnya yang tajam. Burung walet dapat hidup sampai umur 14 tahun (rata-rata umur sriti 10 – 20 tahun) (Mardiastuti et al. 1998).

Habitat

Habitat adalah tempat-tempat yang dapat digunakan untuk mencari makan, minum dan berkembang biak yang dapat membentuk suatu kesatuan. Berdasarkan fungsi, habitat terbagi menjadi habitat untuk mencari makan (feeding habitat), habitat untuk istirahat (roosting habitat) dan habitat untuk berbiak (nesting habitat) (Marzuki et al. 2000).

Habitat mencari makan walet merupakan perpaduan 50% sawah/padang rumput, 20% lahan basah dan 30% daerah berhutan. Jika sawah dan lahan basah


(25)

9

dikategorikan bersama sebagai lahan basah, maka komposisi menjadi 70% lahan basah dan 30% wilayah berhutan. Habitat untuk istirahat dan berbiak adalah di gua (Marzuki et al. 2000).

Menurut Sumiati (1998), habitat walet linchi terbagi atas habitat makro dan mikro. Habitat makro adalah kawasan mencari makan, yaitu padang rumput, persawahan, perladangan, perkebunan, hutan dan perairan yang terdapat serangga terbang dengan ketinggian lebih dari 1000 m dpl. Habitat mikro adalah kawasan bermukim, yaitu rumah, kolong jembatan dan gua alam. Kondisi yang disukai walet linchi adalah suhu udara 20°-34°C dan cahaya tidak terlalu terang.

Perilaku Makan

Walet adalah aerial insectivora, yaitu jenis burung yang menangkap pakan serangga pada saat terbang. Tubuhnya didesain sebagai penerbang yang sangat efisien dan mampu terbang secara terus menerus pada saat mereka berada di luar gua atau rumah walet. Makanannya berupa serangga-serangga kecil yang ditemui pada saat terbang. Walet mempunyai kemampuan manuver rendah, sehingga tidak dapat terbang pada tempat-tempat yang sempit atau di bawah kanopi hutan. Oleh karena itu tempat-tempat yang digunakan untuk mencari makan adalah daerah terbuka dengan ketinggian dimana serangga masih dapat ditemukan. Walet mencari makan sepanjang pagi sampai sore hari. Setelah seharian mencari makan, walet akan beristirahat di sarang atau membuat sarang pada musim berbiak (Chantler and Driesens 1995). Sarang dibuat setiap tahun menjelang akan bertelur pada musim berbiak, dan digunakan untuk mengerami telur dan memelihara anaknya sampai dapat terbang. Setelah itu sarang tetap digunakan sebagai tempat istirahat. Apabila sarang rusak atau diambil, maka pasangan sriti akan membuat sarang baru di tempat yang sama.

Makanan utama walet linchi adalah serangga dari Ordo Hymenoptera (73%) dan beberapa jenis Coleoptera (12.06%), Diptera (9.4%), Homoptera (3.7%) dan Hemiptera (0.4%) (Adriana 1997). Diantara jenis serangga tersebut, yang terbanyak dikonsumsi oleh walet adalah golongan ordo Hymenoptera (semut terbang), yaitu mencapai hampir 90% dari total pakan walet (Mardiastuti et al. 1998).


(26)

Perilaku Bersarang

Walet merupakan burung monogami, walet berpasangan secara tetap setiap selama beberapa musim biak dan kembali pada tempat bersarang yang sama pada musim berbiak (Chantler and Driesens 1995). Burung jantan dan betina bersama-sama membuat sarang dengan menggunakan saliva sebagai bahan perekat. Waktu yang dibutuhkan dalam proses pembuatan sarang adalah 60-70 hari tergantung musim kemarau atau penghujan (Sumiati 1998). Jumlah telur dalam setiap sarang 2 butir dan dierami selama 20 - 30 hari. Burung jantan dan betina bersama-sama menjaga sarang. Anakan burung diberi makan serangga dari mulut induknya. Setelah berusia 7-8 minggu anak burung sudah dapat terbang dan akan pergi meninggalkan sarangnya.

Musim berbiak walet adalah mulai dari burung membuat sarang, bertelur, mengerami serta merawat sampai anak burung dapat terbang dan meninggalkan sarang. Musim berbiak walet adalah pada musim hujan pada saat ketersediaan bahan makanan banyak (Mardiastuti et al. 1998).

Pada burung, hormon yang mempengaruhi perilaku bersarang dan mengerami telur adalah hormon prolaktin. Hormon prolaktin diproduksi oleh sel laktotrop yang bersifat asidofilik pada adenohipofise. Secara umum, prolaktin berperan penting dalam proses sintesis air susu dari kelenjar mamae pada mammalia, dan mempunyai banyak fungsi yang berhubungan dengan pertumbuhan, osmoregulasi, metabolisme lemak dan protein, reproduksi dan parental behavior (Brown 1994).

Sarang Walet Linchi

Sarang yang dihasilkan oleh walet linchi merupakan sarang tipe rumput, karena terbuat dari material tumbuhan yang direkatkan oleh saliva. Berbagai tumbuhan yang dapat dijadikan bahan sarang antara lain rumput, daun-daunan dan tulang daun dari pohon flamboyan Delonix regia, serta daun pohon cemara laut Casuarina equisetifolia (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Contoh sarang yang diperoleh dari Jawa Barat komposisinya adalah saliva (59.6%), daun pinus (36.1%), ijuk (3.0%) dan sedikit bulu (Mulyadi 1997). Pada saat ini, telah ditemukan teknologi untuk memisahkan saliva dengan bahan sarang lainnya.


(27)

11

Berdasarkan analisis yang dilakukan Mulyadi (1997) sarang walet linchi memiliki kandungan: nitrogen (8.25%), fosfor (0.032%), kalium (0.383%), kalsium (1.028%), ferrum (360.0 ppm), natrium (0.476%), karbohidrat (17.43%), lemak (0.066%), berat kasar (0.232%), protein (51.680%), abu (12.193%), kadar air (18.652%), vitamin C (2.015 mg/g), vitamin A (13.206 IU/g). Hasil analisis ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Kang et al. (1991) dalam Mardiastuti et al. (1998), yang menyatakan sarang burung walet mengandung 50-60% protein, 20% karbohidrat, 10% air dan mineral termasuk kalsium, fosfor, potasium dan sulfur. Analisis kimia sarang walet dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Analisis kimia sarang walet

Sarang burung walet banyak diminati masyarakat karena khasiatnya yang dipercaya dapat menjaga kesegaran tubuh, mengatasi penyakit pernafasan, meningkatkan vitalitas dan awet muda serta memelihara kecantikan. Selain itu juga dapat mempercepat laju metabolisme, memperbaiki sistem pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan (Kang et al. 1991).

Unsur C. linchi

(Mulyadi 1997)

C. fuciphaga (Mardiastuti et al. 1998)

Protein 51.68 % 50.8 %

Air 18.65 % 19.9 %

Karbohidrat 17.43 % 18.3 %

Nitrogen 8.25 % 8.1 %

Kalium 0.38 % 1.7 %

Kalsium 1.1 % 1.6 %

Fosfor 0.03 % 0.02 %

Ferrum 360 ppm 138 ppm

Natrium 0.47 % 0.03 %

Vitamin A 13.206 IU/g 9.1 IU/g


(28)

Kelenjar Saliva

Kelenjar saliva merupakan salah satu kelenjar asesori dalam sistem pencernaan. Kelenjar ini berfungsi utama menghasilkan saliva. Saliva merupakan campuran sekreta kelenjar saliva utama (kelenjar saliva mayor), yaitu kelenjar mandibularis dan kelenjar angularis oris dan sedikit sekreta dari kelenjar yang terdapat pada rongga mulut (kelenjar saliva minor), yaitu kelenjar lingualis, kelenjar sublingualis, kelenjar palatina, kelenjar cricoarytenoideus dan kelenjar sphenopterygoideus (Farner 1972).

Saliva sebagian besar tersusun dari air (99,4%) dan sisanya (0.6%) terdiri dari elektrolit (Na+, Cl-, HCO3-), buffer, glukosa dan glikoprotein (karbohidrat kompleks seperti enzim dan antibodi) (Ross et al. 1995). Glikoprotein merupakan mucin yang berfungsi sebagai pelumas. Buffer pada saliva berupa ikatan bikarbonat yang berfungsi untuk menjaga agar pH mulut selalu mendekati 7 (kondisi netral) dan mencegah pertumbuhan bakteri yang bersifat asam. Saliva mengandung antibodi (IgA) dan enzim antibakteri lisozim (Martini 2006).

Burung sriti tidak mempunyai tembolok sehingga proses pencernaan makanan hanya tergantung pada saliva dan kelenjar lambung (Novelina et al . 2009). Saliva pada unggas berfungsi terutama untuk membantu membasahi dan melunakkan makanan yang kering dan sebagai media untuk memecah dan mengencerkan bahan makanan. Pada burung pemakan biji-bijian dan pemakan serangga, kelenjar saliva berkembang lebih baik dibandingkan burung pemakan daging (Proctor and Lynch 1993). Fungsi lain kelenjar saliva adalah sebagai bahan perekat material untuk pembuatan sarang burung pada burung walet (King and McLelland 1984).

Struktur kelenjar saliva pada umumnya terdiri dari ujung-ujung kelenjar yang tersusun dari sel-sel asinar dan alat penyalur (duktus). Jumlah sel asinar pada kelenjar saliva sekitar 91% dari jumlah total sedangkan 9% terdiri atas duktus, pembuluh darah, syaraf dan jaringan ikat (Dellmann 1993; Ross et al. 1995). Kelenjar saliva mempunyai dua tipe sel sekretoris, yaitu sel mukus dan sel sereus. Sel-sel mukus mempunyai inti berbentuk pipih dan terletak pada sel basal. Sel sekretori tersusun dalam bentuk asinar. Sel sereus berbentuk piramidal, dengan inti bulat dan terletak di tengah. Juncquiera dan Carneiro (1980)


(29)

13

menyatakan bahwa selain sel mukus dan sereus terdapat sel-sel seromukus yang memiliki inti bulat dan sitoplasma bersifat basofilik.

Kelenjar saliva dilapisi oleh kapsula jaringan ikat, yang membentuk lobulus. Sekresi kelenjar saliva disalurkan ke rongga mulut melalui duktus. Lapisan epitelium dari duktus berfungsi mereabsorbsi elektrolit terutama sodium dan klorida, sehingga produk akhir saliva bersifat hipotonik dengan konsentrasi mukus berbeda pada berbagai kelenjar saliva. Kelenjar saliva unggas lebih banyak mengandung mukus untuk membantu melumasi makanan pada saat proses menelan. Sekresi kelenjar saliva dikontrol oleh sistem syaraf otonom, masing-masing kelenjar saliva diinervasi oleh syaraf parasimpatis (N. facialis dan N. glossopharyngealis) dengan stimulasi sel melalui jalur reseptor kolinergik (Cunningham 1997) dan syaraf simpatis melalui jalur reseptor adrenergik (Martini 2006; Brown 1994).

Organ Reproduksi Unggas

a. Organ Kelamin Jantan

Testis unggas secara umum berbentuk oval terletak di ruang perut. Testis terletak di cranioventral ginjal dan bagian caudal berbatasan dengan vena iliaca. Testis digantung oleh mesenterium yang terbentang dari dasar ruang perut antara ginjal dan aorta. Mesenterium ini menempel pada permukaan testis dan bagian ventral epididimis. Testis berada di dalam kantong udara abdominal. Testis mendapat suplai darah dari cabang arteri renalis (King 1975 dalam Getty). Testis diselaputi oleh tunika albugenia. Septum testis tidak terlihat jelas. Tubulus seminiferus unggas menyerupai mamalia yaitu terdiri dari sel-sel Sertoli, spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid dan spermatozoa. Tidak seperti mamalia, jaringan ikat antar tubuli seminiferi sangat tipis dan sel–sel intersisial (Sel Leydig) sedikit jumlahnya. Sel-sel interstisial membentuk kelompok kecil, berbentuk polihedral dengan inti bulat dan sitoplama bergranul (King and McLelland 1975).

Epididimis terdiri atas duktus eferens, duktus konektikus dan duktus epididimis. Duktus eferens disusun oleh epitel kubus bersilia yang membentuk lipatan-lipatan, duktus konektikus dan duktus epididimis disusun oleh epitel kubus


(30)

tak bersilia. Seluruh tubulus dibungkus oleh jaringan ikat. Di bagian akhir epididimis, duktus epididimis berhubungan dengan vas deferens (alat penyalur sperma) dan organ kopulasi serta bermuara pada kloaka (King and McLelland 1975; Bacha and Bacha 2000).

b. Organ Kelamin Betina

Pada unggas, ovarium dan oviduk kanan mengalami degenerasi sehingga pada unggas dewasa hanya ada ovarium dan oviduk kiri. Ovarium terdiri atas korteks dan medulla. Mencapai masa pubertas, batas antara korteks dan medulla hilang. Korteks menjadi zona parenkimatosa yang banyak mengandung folikel-folikel, sedangkan medulla menjadi zona vaskulosa yang mengandung pembuluh darah, syaraf dan otot polos. Folikel perkembangan di zona parenkimatosa menghasilkan hormon estrogen yang berperan dalam proses pertumbuhan dan aktivitas oviduk serta merangsang sifat-sifat karakteristik kelamin. Hormon-hormon lain yang disekresikan oleh ovarium adalah Hormon-hormon androgen yang dihasilkan oleh sel-sel intertsisial ovarium dan progesteron yang dihasilkan dari folikel pasca ovulasi (King and McLelland 1975)

Seperti pada mamalia, pembelahan pertama (pembentukan oosit sekunder dan badan kutub pertama) terjadi dengan lengkap ketika oosit primer tetap berada di dalam folikel (sekitar 2 jam sebelum ovulasi). Luteinizing hormone (LH) menginduksi kontraksi otot polos folikel mengakibatkan robeknya stigma dan terjadi ovulasi. Pembelahan kedua (pembentukan ovum dan badan kutub kedua) terjadi pada saat oosit berada di oviduk. Penetrasi spermatozoa biasanya terjadi 15 menit setelah kopulasi dan diikuti proses fertilisasi (King and McLelland 1975).

Oviduk unggas terdiri atas infundibulum, magnum, isthmus, uterus dan vagina. Dinding oviduk tersusun atas serosa, muskularis mukosa, lamina propria dan epitel. Lamina propria mengandung sel-sel kelenjar. Infundibulum berbentuk menyerupai corong. Magnum merupakan bagian oviduk terpanjang, mengandung sel-sel kelenjar yang memproduksi albumin. Lipatan mukosa lebih banyak dan lebih panjang dibandingkan infundibulum. Lipatan mukosa tersusun atas sel epitel kubus banyak lapis bersilia dan sel goblet. Isthmus merupakan bagian yang


(31)

15

pendek dengan diameter yang lebih sempit dibanding magnum. Isthmus tersusun atas sel epitel kubus banyak lapis bersilia dan sel goblet. Pada bagian isthmus telur mendapat membran dalam dan membran luar. Dinding uterus tidak terlalu tebal dibandingkan oviduk, disusun oleh sel epitel kubus banyak lapis bersilia dan sel goblet. Pada uterus terjadi penambahan kulit telur yang keras. (Swenson 1980; Bacha and Bacha 2000).

Gambar 5 Skema alat kelamin jantan dan betina pada unggas (Modifikasi dari Walker 1987).

Hormon Reproduksi

Gonad (testis dan ovarium) mensekresikan tiga hormon steroid yaitu androgen, estrogen dan progesteron. Aktivitas gonad diatur oleh hormon-hormon gonadotropin, yaitu follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) yang diproduksi oleh kelenjar hipofise. Produksi hormon gonadotropin distimulasi oleh gonadotropin-releasing hormon (GnRH) dari hipothalamus. FSH pada betina berperan dalam pembentukan folikel di ovarium dan menstimulasi sekresi estrogen. Pada jantan, FSH menstimulir sel sustentakular (sel Sertoli), sel khusus yang terdapat dalam tubuli seminiferi testis. Sel ini berperan dalam proses diferensiasi dan pematangan sperma. Produksi FSH dihambat oleh hormon inhibin yaitu hormon peptida yang dilepaskan oleh testis dan ovarium. LH


(32)

menginduksi proses ovulasi. Pada jantan LH disebut juga sebagai interstitial cell-stimulating hormon (ICSH), karena sel ini menstimulir produksi hormon kelamin (androgen/testosteron) dari sel interstisial testis (Martini 2006). Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak). Di dalam darah hormon ini berikatan dengan protein spesifik dalam plasma darah, sehingga hormon steroid akan lebih lama berada dalam sirkulasi darah (Martini 2006; Brown 1994). Hormon steroid berperan dalam pengaturan fungsi seksual.

Testis merupakan gonad jantan yang memproduksi androgen dari sel Leydig. Hormon androgen utama adalah testosteron. Sel Sertoli testis berfungsi dalam proses diferensiasi dan pematangan sperma. Di bawah stimulasi FSH, sel-sel ini mensekresikan hormon inhibin yang menghambat sekresi FSH dari lobus anterior hipofise dan menekan pelepasan GnRH dari hipothalamus. Ovarium memproduksi hormon estrogen dan progesteron. Estrogen dihasilkan oleh sel-sel granulosa folikel ovarium, sedangkan progesteron diproduksi oleh membran perivitelin. Estrogen dan progesteron bekerja secara sinergis (Brown 1994).

Hormon androgen disekresikan oleh korteks adrenal sedang testosteron disekresikan oleh sel-sel Leydig testis. Sementara itu hormon estrogen dan progesteron diproduksi oleh ovarium di samping juga oleh sel-sel Leydig testis. Keseimbangan hormon-hormon reproduksi merupakan faktor penting dalam mengontrol diferensiasi seksual. Androgen berperan dalam sintesa protein dan pertumbuhan pada kedua jenis kelamin. Kadar androgen yang tinggi diperlukan untuk pematangan gonad jantan dan organ-organ asesoris. Estrogen berfungsi untuk pematangan gonad betina dan membangun karakter sekunder seksual (Walker 1987). Musim kawin dan siklus reproduksi dikontrol dan diintegrasi oleh hipothalamus melalui sistem vena porta hipofise dan menstimulasi sekresi hormon gonadotropin (FSH dan LH) dari lobus hipofise anterior.

a. Hormon Reproduksi Jantan

FSH dan LH disekresikan oleh lobus hipofise anterior. Pada hewan jantan FSH berperan dalam perkembangan sel-sel tubuli seminiferi dan pematangan sperma selama musim kawin (Walker 1987). Target utama FSH


(33)

17

adalah sel Sertoli di tubuli seminiferi, yang berperan dalam proses spermatogenesis dan spermiogenesis serta mensekresikan androgen binding protein (ABD) (Martini 2006). LH bekerja pada sel-sel Leydig dan menginduksi sekresi testosteron. Testosteron masuk ke dalam tubuli seminiferi bergabung dengan ABD, selanjutnya berperan dalam proses perkembangan dan pematangan spermatozoa (Walker 1987).

b. Hormon Reproduksi Betina.

Hormon yang penting dari ovarium adalah estrogen dan progesteron. Estrogen merupakan hormon kelamin penting pada betina, meskipun kadarnya tidak terlalu tinggi pada jaringan ovarium maupun di dalam darah. Estrogen yang terdapat pada jaringan ovarium adalah adalah estrone (E1), 17ß-estradiol (17ß-E2) dan 17α-estradiol (17α-E2). Pada unggas, estrogen yang berhasil dideteksi dengan metode Radioimmunoassay (RIA) adalah estron dan 17ß-estradiol (Sturkie 1976). Pada sistem reproduksi, estrogen dihasilkan terutama oleh sel-sel folikel berukuran kecil, berperan menginduksi sintesa protein kuning telur oleh hati serta bekerjasama dengan progesteron menyebabkan sekresi albumin, dan memobilisasi kalsium untuk pembentukan kulit telur. Selain itu, estrogen berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan folikel ovarium, yang memungkinkan pelepasan hormon yang berperan dalam dalam ovulasi.

Pada unggas progesteron disintesa oleh sel-sel granulosa dari folikel. Kadar progesteron meningkat sejalan dengan pertumbuhan folikel. Pada sistem reproduksi, progesteron menstimulasi sekresi LH praovulasi, sehingga ovulasi bisa terjadi, selain itu progesteron bersama estrogen diperlukan dalam pembentukan albumin pada saluran reproduksi (Sturkie 1976). Di bawah pengaruh kontrol hipothalamus, adenohipofise dari hewan betina memproduksi FSH dan LH pada musim kawin. Jumlah FSH meningkat terlebih dahulu dan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan folikel ovarium. Estrogen disekresikan setelah folikel matang. Peningkatan kadar estrogen di dalam darah mempengaruhi hipothalamus untuk menginisiasi penurunan FSH dan menstimulasi peningkatan LH (Walker 1987).


(34)

Lektin

Glikokonjugat merupakan karbohidrat yang berikatan secara kovalen pada protein atau lemak dalam bentuk glikoprotein. Glikoprotein terdiri atas rantai peptida/protein atau lemak dengan residu gula berupa glukosa, galaktosa, manosa, N-asetilglukosamin, N-asetilgalaktosamin, fukosa atau asam sialat (Kiernan 1990). Glikokonjugat berperan penting dalam berbagai proses metabolisme tubuh, antara lain regenerasi dan diferensiasi sel, perlekatan dan komunikasi antar sel. Glikokonjugat terdapat pada semua jaringan tubuh hewan, terutama pada sekresi kelenjar dan permukaan sel (Goldstein et al. 1977).

Lektin merupakan protein yang dapat diisolasi dari tanaman dan hewan yang dapat memiliki afinitas yang tinggi terhadap residu gula spesifik. Lektin dapat berikatan dengan dua atau lebih karbohidrat tanpa menyebabkan terjadinya perubahan enzimatik. Lektin mempunyai afinitas terhadap residu monosakarida dari glikoprotein. Prinsip ikatan lektin dengan gugus gula mirip dengan ikatan antara antigen dan antibodi yang spesifik. Berdasarkan afinitas lektin terhadap gugus gula, maka lektin dapat dibagi menjadi beberapa macam antara lain adalah lektin yang mampu mengikat gugus glukosa dan manosa, N-asetilglukosamin, galaktosa dan N-asetilgalaktosamin, L-fruktosa dan asam sialat (Kiernan 1990). Lektin mempunyai kemampuan spesifik untuk berikatan dengan residu gula tertentu sehingga digunakan secara luas untuk mendeteksi keberadaan dan penyebaran glikokonjugat pada berbagai jaringan tubuh (Spicer and Schulte 1992).

Metode histokimia lektin merupakan salah satu metode untuk menganalisa jenis karbohidrat melalui ikatan spesifiknya terhadap residu gula pada jaringan. Metode ini berguna dalam membedakan jenis karbohidrat kompleks yang dapat ditemukan pada permukaan sel, matriks ekstraseluler dan karbohidrat yang terikat dengan molekul lainnya seperti glikoprotein. Metode ini memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dalam membedakan komponen gula serta mampu mengindentifikasi perbedaan pada struktur glikoprotein (Munoz et al. 1999).


(35)

3. DINAMIKA PERUBAHANMORFOLOGI GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

Pendahuluan

Di Indonesia walet linchi merupakan burung yang banyak ditemukan di seluruh Pulau Jawa, Madura, Bawean, Kangean, Nusa Penida, Bali, Lombok, Sumatra Utara dan Lampung. Sementara ini di Sumatra Barat dan semenanjung Malaysia belum diperoleh data mengenai keberadaan walet linchi (Chantler and Driessens 1995).

Walet merupakan burung monogami, berpasangan secara tetap selama beberapa musim berbiak. Burung walet linchi jantan dan betina tidak dapat dibedakan dari penampilan luar. Pada saat berbiak, burung jantan dan betina bersama-sama membuat sarang, mereka bersarang pada tempat yang tetap dan kembali pada tempat yang sama pada setiap musim berbiak (Chantler and Driessens 1995). Musim berbiak walet adalah mulai dari burung membuat sarang, bertelur, mengerami serta merawat sampai anak burung dapat terbang dan meninggalkan sarang. Musim berbiak walet adalah pada musim hujan pada saat ketersediaan bahan makanan banyak (Mardiastuti et al. 1998).

Testis merupakan gonad jantan yang memproduksi hormon androgen melalui sel-sel Leydig (sel-sel interstisial). Hormon androgen utama adalah testosteron. Hormon testosteron mempengaruhi perilaku reproduksi. Testis unggas secara umum berbentuk oval diselaputi oleh tunika albuginea terletak di dalam ruang perut, dengan ukuran testis kiri lebih besar dibandingkan testis kanan. Septum testis tidak terlihat jelas. Tubulus seminiferus unggas menyerupai mamalia terdiri dari sel-sel Sertoli, spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid dan spermatozoa. Tidak seperti mamalia, jaringan ikat antar tubuli seminiferi sangat tipis dan sel–sel interstisial (Sel Leydig) sedikit jumlahnya (King and McLelland 1975).

Organ kelamin betina terdiri atas sepasang ovarium dan oviduk. Pada unggas, ovarium dan oviduk kanan mengalami degenerasi sehingga pada unggas dewasa hanya ada ovarium dan oviduk kiri. Ovarium terdiri atas korteks dan medula. Di mulai pada masa pubertas, batas antara korteks dan medula hilang. Kortes menjadi zona parenkimatosa yang banyak mengandung folikel-folikel,


(36)

sedangkan medula menjadi zona vaskulosa yang mengandung pembuluh darah, syaraf dan otot polos. Folikel – folikel pada zona parenkimatosa menghasilkan hormon estrogen yang berperan dalam proses pertumbuhan dan aktivitas oviduk serta merangsang sifat-sifat karakteristik kelamin. Hormon-hormon lain yang disekresikan oleh ovarium adalah hormon androgen yang dihasilkan oleh sel-sel interstisial ovarium dan progesteron yang dihasilkan oleh sel-sel korpus luteum (King and McLelland 1975).

Pada musim berbiak dan bersarang terjadi perubahan morfologi gonad berdasarkan keaktifan gonad. Pada musim berbiak gonad lebih aktif dibandingkan pada musim bersarang. Hal ini menarik untuk diteliti karena perubahan morfologi gonad walet linchi belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dinamika perubahan morfologi pada gonad walet linchi selama 12 bulan.

Bahan dan Metode

Pengambilan sampel testis dan ovarium walet linchi dilakukan setiap bulan pada 3 ekor burung jantan dan 3 ekor burung betina selama 12 bulan. Sampel diambil setiap hari Selasa minggu pertama setiap bulan. Sampel burung dianestesi per inhalasi dengan cara dimasukkan ke dalam stoples berisi kapas yang telah diberi larutan eter. Segera setelah pingsan, berat badan masing-masing walet ditimbang menggunakan timbangan digital. Sampel gonad (testis dan ovarium) dikeluarkan dari tubuh burung, selanjutnya direndam dalam botol berisi larutan paraformaldehida 4% selama 3 X 24 jam. Setelah itu sampel organ dipindahkan ke larutan alkohol 70% yang digunakan sebagai larutan penyimpan sampai dengan pemrosesan selanjutnya.

Pengamatan makroanatomi dilakukan setelah proses pengawetan dalam paraformaldehida 4%, meliputi pengamatan bentuk dan ukuran (dengan mengunakan sliding caliper) dari testis dan ovarium. Pengukuran testis dilakukan pada kedua testis, diukur panjang dan lebar testis. Pada ovarium diukur panjang ovarium dan jumlah folikel. Untuk pengamatan mikroanatomi dilakukan proses histologi rutin. Dimulai dari dehidrasi yaitu sampel direndam di dalam alkohol dengan konsentrasi bertingkat, mulai dari alkohol 70%, 80%, 90% sampai 100%,


(37)

21

dilanjutkan dengan larutan silol dan kemudian ditanam dalam parafin (embedding) menjadi blok parafin. Blok parafin dipotong serial dengan ketebalan 5 µm dengan menggunakan mikrotom dan sayatan dilekatkan pada gelas obyek kemudian diinkubasikan semalam dalam inkubator 40 C. Setelah sayatan melekat pada gelas obyek, maka sediaan siap untuk diwarnai. Proses pewarnaan didahului dengan proses deparafinisasi diikuti proses rehidrasi yang bertujuan untuk mengembalikan air ke dalam sediaan. Proses rehidrasi dimulai dari larutan silol, dilanjutkan dengan larutan alkohol 100%, 90%. 80%, 70 %. Selanjutnya dilakukan pewarnaan hematoksilin eosin untuk pengamatan struktur histologi testis dan ovarium, pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya.

Hasil

a. Gonad Jantan (Testis).

Testis walet linchi terletak di dalam ruang perut. Testis berbentuk oval terdapat sepasang di kiri dan kanan, dengan ukuran testis sebelah kiri lebih besar dibanding sebelah kanan. Dari hasil pengamatan ditemukan perbedaan warna pada testis-testis yang diamati. Pada bulan Februari, Maret dan Mei ditemukan testis berwarna putih dan hitam, sedang pada bulan April kedua testis kiri dan kanan berwarna putih. Selain keempat bulan tersebut testis berwarna hitam (Gambar 6). Dari pengamatan terhadap ukuran testis walet linchi, terlihat ukuran testis yang relatif sama selama 12 bulan. Ukuran panjang dan lebar testis dapat dilihat pada Tabel 2.

Secara histologis (Gambar 8), testis tampak diselubungi oleh kapsula jaringan ikat yaitu tunika albuginea yang tipis. Sel-sel Sertoli dan sel-sel spermatogenik pada dinding tubuli seminiferi (spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid dan spermatozoa) mempunyai komposisi yang bervariasi tergantung tahapan masing-masing tubuli seminiferi (Gambar 7). Pada testis yang berwarna hitam, ditemukan adanya sel-sel pigmen pada jaringan ikat antar tubuli (Gambar 8).


(38)

Tabel 2 Ukuran testis walet linchi selama 12 bulan Ukuran

Bulan Panjang (mm) Lebar (mm)

Kanan Kiri Kanan Kiri

Januari 2.5 ± 0.05 2.5 ± 0.05 0.1 ± 0.0 0.15 ± 0.0 Februari 2.5 ± 0.05 2.7 ± 0.03 0.1 ± 0.0 0.15 ± 0.0 Maret 2.5 ± 0.04 2.7 ± 0.03 0.09 ± 0.0 0.1 ± 0.02 April 2.5 ± 0.05 2.7 ± 0.04 0.05 ± 0.01 0.06 ± 0.01

Mei 2.5 ± 0.05 2.7 ± 0.05 0.1± 0.0 0.1± 0.0

Juni 2.3 ± 0.02 2.5 ± 0.03 0.09 ± 0.01 0.1 ± 0.00 Juli 2.3 ± 0.03 2.5 ± 0.02 0.09 ± 0.02 0.1 ± 0.01 Agustus 2.3 ± 0.03 2.5 ± 0.03 0.08 ± 0.05 0.1 ± 0.03 September 2.3 ± 0.04 2.5 ± 0.03 0.08 ± 0.06 0.1 ± 0.03 Oktober 2.3 ± 0.04 2.5 ± 0.04 0.08 ± 0.0 0.1 ± 0.0 November 2.3 ± 0.04 2.6 ± 0.05 0.08 ± 0.01 0.15 ± 0.0 Desember 2.5 ± 0.05 2.6 ± 0.05 0.1 ± 0.0 0.15 ± 0.01


(39)

23

Gambar 6 Gambaran perubahan ukuran dan warna testis walet linchi in situ di ruang perut. Testis kiri berukuran rata-rata lebih besar dibandingkan kanan. Terlihat perbedaan warna testis. Pada bulan Februari; Maret dan Mei salah satu testis berwarna putih dan testis lainnya berwarna hitam. Bulan April kedua testis berwarna putih Sedang dari bulan Juni sampai Januari kedua testis berwarna hitam. Bar : 1 mm.

kanan September kiri kanan Agustus kiri kanan Juli kiri kanan November kiri Oktober kiri kanan kanan Desember kiri kanan Februari kiri kanan Januari kiri kanan Maret kiri kanan Juni kiri kanan Mei kiri April kanan kiri


(40)

Gambar 7 Gambaran struktur histologi umum testis walet linchi pada bulan April. Testis tersusun atas tubuli seminiferi dengan sel-sel spermatogenik di dalamnya. Sel Sertoli (ss), sel spermatogonium (spg), sel spermatosit (spt), sel spermatid (spd), sel spermatozoa (spz) dan sel Leydig (sl). Bar : 20 µ m

spd

spz ss

spt

sl


(41)

25

b. Gonad Betina (Ovarium)

Ovarium walet linchi terletak pada ruang perut, ovarium kiri. Dari pengamatan terhadap ovarium walet linchi selama 12 bulan, terlihat bahwa ovarium mengalami perubahan bentuk dan ukuran (Tabel 3). Pada bulan Juli – September terlihat bahwa ovarium berukuran kecil berbentuk oval dengan panjang rata-rata 0.4 cm ± 0.04 dengan folikel-folikel berukuran kecil, berwarna

ta

ta

Gambar 8 Gambaran struktur histologi testis walet linchi. Testis diselubungi oleh tunika albuginea (ta). Pada testis bulan Maret (A) yang berwarna hitam, terlihat adanya sel-sel pigmen melanin (m) pada jaringan interstisial testis dengan diameter tubuli seminiferi luas (B) testis bulan Maret yang berwarna putih, (C) testis pada bulan Januari, terlihat diameter tubuli seminiferi sempit dengan sel-sel spermatogenik belum memenuhi lumen tubuli, terdapat pigmen melanin sedang (D) testis pada bulan Mei terlihat tubuli sudah meluas dengan sel-sel spermatogenik dan sel spermatozoa sudah teramati di lumen tubuli. Bar A – D : 50 µm

B

A

m

D

C

ta


(42)

putih, dengan diameter folikel antara 0.03 cm - 0.07 cm. Pada sampel bulan Oktober – Januari ovarium mulai membesar dengan ukuran panjang rata-rata 0.5 cm ± 0.05 dengan folikel berdiameter antara 0.04 – 0.1 cm. Pada bulan Februari – Mei terlihat ovarium memiliki ukuran terbesar 0.6 cm ± 0.05 dan folikel di dalamnya berdiameter 0.6 – 0.17 cm (Gambar 9).

Secara histologis ovarium pada bulan Juli sampai September didominasi oleh folikel primordial dan folikel awal. Folikel primordial dindingnya disusun oleh epitel kubus sebaris. Pada bulan Oktober sampai Januari ovarium didominasi oleh folikel-folikel yang mulai berkembang. Pada periode ini terlihat adanya folikel yang sudah membesar dan lapisan teka mulai terbentuk serta oosit mempunyai inti. Pada Februari sampai Juni, terutama pada bulan April terlihat adanya folikel-folikel yang berukuran maksimum, mempunyai oosit yang dikelilingi oleh lapisan teka eksterna, teka interna, membran perivitelin dan oosit (Gambar 11).

Tabel 3 Ukuran ovarium dan jumlah folikel ovarium walet linchi selama 12 bulan Ukuran

Bulan Panjang (mm) Lebar (mm) Jumlah Folikel

Januari 5 ± 0.05 4 ± 0.05 11 ± 1.3

Februari 6 ± 0.05 5 ± 0.03 25 ± 3.3

Maret 6 ± 0.05 5 ± 0.04 25 ± 3.6

April 6 ± 0.05 5 ± 0.05 27 ± 4.1

Mei 6 ± 0.05 4 ± 0.02 22 ± 4.1

Juni 5 ± 0.02 3 ± 0.04 21 ± 3.8

Juli 5 ± 0.03 2 ± 0.03 19 ± 2.9

Agustus 4 ± 0.05 2 ± 0.03 9 ± 0.8

September 4 ± 0.04 3 ± 0.04 8 ± 1.4

Oktober 4 ± 0.04 4 ± 0.03 8 ± 2.5

November 5 ± 0.04 4 ± 0.04 10 ± 1.5


(43)

27

Gambar 9 Gambaran ovarium walet linchi in situ di ruang perut. Terlihat adanya perubahan bentuk dan ukuran ovarium dan folikel seiring waktu. Pada bulan Februari sampai Juni terlihat ukuran ovarium membesar dan terdapat folikel dengan ukuran yang sangat besar (f’). Pada bulan Juli sampai September, ukuran ovarium dan folikel (f) kecil. Sedang pada bulan Oktober sampai Januari ukuran ovarium dan folikel (f) lebih besar dibanding bulan Juli sampai September. Bar : 1 mm

November

f

September

f

Agustus Juli

f

f

Desember

f

Januari

f

Februari

f

f

Maret

f

f

April

f

f

Mei

f

f

Juni

f

f

Oktober


(44)

Gambar 10 Struktur struktur histologi ovarium walet linchi, terdiri atas folikel primordial (fpm) dan folikel perkembangan (fp) serta folikel atresia (fa). Bar : 0.5 mm

fa

fp

fp

fpm fp


(45)

29

Gambar 11 Gambaran struktur histologi folikel ovarium walet linchi : (A) keadaan ovarium pada bulan Juli – September ; (B) keadaan ovarium pada bulan Oktober – Januari ; (C) keadaan ovarium pada bulan Februari – Juni. Pada (A) ovarium didominasi oleh folikel-folikel primordial (fp) ; (B) didominasi oleh folikel-folikel perkembangan (fp), pada periode ini terlihat lapisan teka mulai terbentuk. Pada (C) tampak folikel perkembangan (f) dengan ukuran maksimal, teka interna dan teka eksterna (t) serta oosit (o). HE. Bar A – C : 100 µm

A

fp

B

fp

C

f p

o t


(46)

Pembahasan

Dinamika struktur dan morfologi makroskopis dan mikroskopis gonad walet linchi selama 12 bulan dapat teramati pada penelitian ini. Secara umum testis pada walet linchi mirip dengan testis unggas (Aire 1997; Aire and Ozegbe 2007; Banks et al. 2006; Lake 1981). Septum testis tidak terdapat pada burung (Lake 1981). Pada kapsula testis terdapat otot polos yang dapat berkontraksi sehingga terjadi transport spermatozoa ke dalam duktus (Banks et al. 2006).

Perubahan morfologi testis secara histologi terjadi pada bulan Februari sampai Juli. Pada bulan-bulan tersebut kebanyakan penampang melintang tubuli seminiferi berbentuk bulat dan terdiri dari sel-sel Sertoli, spermatogonia sampai spermatozoa. Spermatozoa memenuhi lumen tubuli. Pada bulan Agustus sampai Januari pada lumen tubuli terlihat hanya terdapat spermatogonium, sel Sertoli dan sedikit spermatosit. Perbedaan bentuk dan komposisi sel spermatogenik pada tubuli seminiferi menandakan perbedaan aktivitas tubuli antara masa berbiak dan masa tidak berbiak. Perbedaan tubuli seminiferi pada saat berbiak dan tidak berbiak terutama disebabkan karena perbedaan morfologi sel Sertoli dan sel Leydig. Pada musim berbiak kedua sel tersebut mengalami hipertropi sedangkan pada saat tidak berbiak mengalami atropi. Hormon testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig yang aktif akan memicu proses spermatogenesis (Aranha et al. 2008).

Pada bulan Februari sampai Mei terdapat testis berwarna putih, menandakan tidak adanya sel melanosit. Proses menghilangnya melanosit tidak dapat diketahui pada penelitian ini. Pada pengamatan histologis, warna hitam pada testis disebabkan karena adanya sel-sel pigmen melanosit yang terdapat pada jaringan interstisial testis. Sel melanosit berasal dari ”neural crest” (Sichel et al. 1997) dan menghasilkan serta menyimpan melanin dalam melanosom yang terdapat pada epidermis dan beberapa organ lain (Agius and Roberts 2003). Pada testis terlihat sel pigmen menyebar pada jaringan interstisial. Sel pigmen mempunyai beberapa nama antara lain melanofor, melanosit, melanomakrofag (melanin yang mengandung fagosit) dan melanofag (Sichel et al. 1997). Adanya sel-sel pigmen pada jaringan interstisial testis juga diamati pada testis katak dan kuda (Murabayashi et al. 1999; Zieri et al. 2007). Diduga sel pigmen pada testis


(47)

31

berfungsi sebagai melanomakrofag yang berperan dalam proses absorbsi dan netralisasi radikal bebas dan agen toksik lainnya dan juga berperan dalam proses termoregulasi (Zieri et al. 2007). Sedangkan pada kuda, sel pigmen diduga berperan dalam proses fagositosis (Murabayashi et al. 1999). Namun pada penelitian ini, fungsi dan siginifikansi keberadaan sel pigmen pada testis walet linchi masih belum jelas dan memerlukan penelitian lebih lanjut.

Secara histologis, morfologi ovarium walet linchi relatif sama dengan ovarium unggas lainnya. Ovarium dilapisi oleh satu lapisan epitel kubus sebaris yang disebut lapisan germinativum. Di bagian profundal lapisan germinativum terdapat jaringan ikat padat yang disebut tunika albuginea. Pada bagian korteks terdapat proses perkembangan folikel. Pada bulan Juli – September terlihat gambaran awal dari folikulogenesis, folikel-folikel primordial mendominasi ovarium, diikuti pembentukan oosit dan sel-sel teka pada bulan Oktober sampai Januari. Pada bulan Februari – Juni ovarium sudah sampai pada periode reproduksi yang ditandai dengan sudah mencakup folikel dengan ukuran maksimum dengan komposisi yang sudah lengkap meliputi oosit, teka eksterna, teka interna, sel granulosa dan membran perivitelin. Jika hasil penelitian ini merujuk pada pengelompokan yang dilakukan oleh Claver et al. (2008) pada ayam, maka pada walet linchi bulan Juni - September merupakan periode istirahat, bulan Oktober - Januari merupakan periode perkembangan dan bulan Februari - Mei merupakan periode reproduksi.

Peningkatan diameter folikel selain disebabkan oleh proliferasi sel granulosa, sel teka dan peningkatan produksi cairan folikuli, juga disebabkan oleh membesarnya diameter oosit serta peningkatan jumlah organel-organel sel seperti kompleks golgi, retikulum endoplasma, lemak serta peningkatan transkripsi sintesis protein. Peningkatan jumlah sel granulosa sangat mempengaruhi ketersediaan nutrisi dan oksigen bagi oosit. Peningkatan jumlah sel granulosa terjadi melalui proses proliferasi dan diferensiasi sel yang dipengaruhi oleh hormon gonadotropin dan hormon steroid (Hyttel et al. 2001; Pan et al. 2001)

Berdasarkan perubahan morfologi yang diamati pada gonad walet linchi, diduga pada bulan Februari sampai Juli merupakan periode reproduksi dan bulan


(48)

September sampai Januari merupakan periode non reproduksi. Jika berdasarkan pada pola reproduksi walet yang dituliskan oleh Mardiastuti et al. (1998), maka dapat disimpulkan bahwa bulan Februari – Juli merupakan periode berbiak dan bulan Agustus sampai Januari merupakan periode bersarang bagi walet linchi.

Simpulan

Gonad walet linchi mengalami perubahan pada morfologi dan aktivitas reproduksi selama 1 tahun (12 bulan), yaitu pada periode berbiak dan periode bersarang. Pada periode berbiak, morfologi gonad walet linchi lebih besar dibandingkan pada periode bersarang. Perubahan tersebut berkaitan dengan aktivitas gonad yang lebih aktif pada masa berbiak dan dibandingkan pada masa bersarang.


(1)

Dari gambar 24 di atas terlihat bahwa aktivitas gonad dan kelenjar mandibularis meningkat pada bulan Februari sampai bulan Juni, yang merupakan periode berbiak. Kemudian aktivitas gonad menurun pada bulan Juli sampai Desember, yang merupakan periode bersarang sedangkan aktivitas kelenjar mandibularis meningkat pada periode bersarang. Pada periode berbiak burung akan melakukan perkawinan dan bertelur sebanyak dua butir. Telur akan dierami selama 20 - 30 hari dan anakan akan diberi makan oleh induk selama 7 – 8 minggu. Anakan burung dapat terbang meninggalkan sarang pada umur 8 - 10 minggu. Pada periode bersarang bulan Juli – Januari anakan burung sudah dapat terbang meninggalkan sarang (Mardiastuti et al. 1998). Jika pola panen sarang yang diterapkan adalah pola tetasan maka kualitas sarang yang dihasilkan pada periode tersebut sangat baik karena ukuran mangkokan sarang besar dan tebal, dan jika dikaitkan dengan kandungan glikokonjugat pada sekreta saliva maka sarang pada periode bersarang tersebut kandungan glikokonjugat optimal dibandingkan sarang pada periode berbiak. Pemilihan pola panen ini juga dapat menjaga dan menambah populasi walet.

Simpulan

1. Berdasarkan profil hormon gonad serta perubahan morfologi dan aktivitas gonad selama 12 bulan dapat ditentukan siklus reproduksi walet linchi yang meliputi periode bersarang pada bulan Juli sampai Januari dan periode berbiak pada bulan Februari sampai Juni.

2. Perubahan dan aktivitas kelenjar mandibularis walet linchi terjadi seiring dengan periode bersarang dan berbiak, yaitu semakin aktif pada saat bersarang. Hal ini mengindikasikan adanya keterkaitan perkembangan kelenjar mandibularis dengan aktivitas reproduksi.

3. Pemanenan sarang walet dianjurkan pada periode bersarang (pola panen tetas telur), karena kualitas sarang yang dihasilkan optimal, baik ukuran maupun kandungan glikokonjugat di dalamnya serta anak burung sudah meninggalkan sarang.


(2)

74

Saran :

Perlu penelitian lebih lanjut mengenai :

1. Peran dan keberadaan sel pigmen pada testis walet linchi.

2. Reseptor hormon gonadal pada kelenjar mandibularis walet linchi.

3. Profil hormon prolaktin walet linchi pada periode berbiak dan bersarang. 4. Kualitas sarang pada periode bersarang.


(3)

Abd-Elmaksoud A, Ahmed AS, Kassab M and Aly K. 2008. Histochemical mapping of glycoconjugates in the testis of the one humped camel (Camelus dromedrius) during rutting and non-rutting seasons. Acta Histochem 110 (2) : 124 – 133.

Adriana BB. 1997. The food of the house swiflets Collocalia (Aves, Apodidae) at Kragilan, Kodya Bogor and Darmaga, West Java. [Thesis]. Gottingen : Faculty of Agriculture, Institut of Animal Physiology and Nutrition, Georg-August University.

Agius C, Robert RJ. 2003. Review : Melano-macrophage centres and their role in fish pathology. J Fish Biol 26 : 499 – 509.

Aire TA, Ozegbe PC. 2007. The testicular capsule and peritubular tissue of birds : m, histology, ultrastructure and immunohistochemistry. J Anat 210 (6) : 731 – 740.

Aire TA. 1997. The structure of the intersisial tissue of the active and the resting avian testis. Onderstepoort J Vet Res 64 : 291 – 299.

Aranha I, Bhagya M, Yajurvedi HN. 2008. Testis of the lizard Mabuya carinata : a light microscopic and ultrastructural seasonal study. J Submicrosc Cytol Pathol 38 (2-3) : 93 – 120.

Arthitvong S, Makmee N, Suprasert A. 1999. Histochemical detection of Glyconjugates in the anterior lingual salivary glands of the domestic fowl. J Kasetsart. 33 : 243 – 250.

Bacha WJ, Bacha LM. 2000. Atlas Color of Veterinary Histology. 2nd edition. Philadelphia : Lippincot Wiliam & Wilkins.

Brown RE. 1994. An Introduction to Neuroendocrinology. Cambridge University.

Banks FCL, Knight GE, Calvert RC. 2006. Smooth muscles and purinergic contraction of the human, rabbit, rat and mouse testicular capsule. Bio Reprod 74 : 473 – 480

Budiman A. 2002. Menetaskan Telur Walet dengan Induk Walet, Induk Sriti, Induk Sriti Kembang, Mesin Tetas. Depok : PT. Penebar Swadaya.

Brandley BK, Schnaar RL. 1986. Cell surface carbohydrates in cell recognition and response. J Leu Bio 40 : 97 – 111

(BPRSB) Biro Pusat Rehabilitasi Sarang Burung. 1979. Pedoman pelestarian burung walet dan pembinaan produksi sarang burung di Indonesia. Direktorat Jenderal Kehutanan. Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam. Bogor.

Chantler P, Drissens G. 1995. Swifts : A Guide to the Swifts and Treeswift of The World. East Sussex : Pica Press.

Claver J, Rosa JM, Lombardo DM, Sonez MC. 2008. Histological seasonal changes in ovaries of Spotted Tinamous (Nothura maculosa Tinamidae, Temmick, 1815) related to gonadotrope population. Int J Morphol 26(2) : 353-361

Cunningham JG. 1997. Textbook of Veterinary Physiology. 2nd edition. Philadelphia : Saunders.


(4)

75

Dellman HD. 1993. Textbook of Veterinary Histology. 4th edition. Philadelphia : Lea & Febiger.

Farner DS , King JR, Parkers KC. 1972. Avian Biology. Vol II. New York : Academic Press.

Goldstein IJ, Murphy LA, Ebisu S. 1977. Lectin as carbohydrate-binding proteins. Pure & Appl Chem. 49 : 1095 – 1103.

Hafez B, Hafez ESE. 2000. Reproduction in Farm Animal. Ed-7. USA : Lippincott Williams & Wilkin.

Herp A, Borelli C, Wu AM. 1988. Biochemistry and lectin binding properties of mammalian salivary mucous glycoprotein. Adv Exp Med Biol. 228 : 395 – 435.

Hyttel P et al. 2001. Ribosomal RNA gene expression and chromosome aberration in bovine oocytes and preimplatation embryos. Rep 122 : 21-30.

Juncquinera LC, Carneiro J. 1980. Histologi Dasar. Dharma A : Penerjemah. Ed-3. Jakarta : Penerbit Buku Erlangga.

Kang N, Hails CJ., Sigurdsson JB. 1991. Nest construction and egg laying in edible-nest swiflets Aerodramus spp. Nature Malaysia.

Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Methods, Theory and Practise. 2nd edition. Oxford : Pergamon Press.

King AS, Mc Lelland J. 1984. Birds : Their Structure and Function. London : Bailliere Tyndall.

King AS. 1975. Urogenital System. Di dalam : Sisson and Grossman’s the Anatomy of the Domestic Animals, Robert Getty. Philadelphia : WB Saunders.

Kimura Y et al. 1999. Up-regulation of the α2,6-sialytransferase messenger ribonucleic acid increases glycoconjugates containing α2,6-linked sialic acid residues in granulose cells during follicular atresia of porcine ovaries. Biol Rep 60 : 1475-1482.

Lake PE. 1981. Male Genital Organs. In : Form and Function in Birds. Vol 2. London. Academic Press.

Marcone MF. 2005. Characterization of the edible bird’s nest the “Caviar of the east”. Food Research Int. 38(10) : 1125-1134.

Mardiastuti et al. 1998. Teknik pengusahaan walet rumah, pemanenan sarang dan penanganan pasca panen. Laporan RUT IV. Bidang Teknologi Perlindungan Lingkungan. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi. Dewan Riset Nasional. Jakarta.

Martini FH. 2006. Fundamentals of Anatomy and Physiology. 7th edition. San Fransisco : Pearson Benjamin Cummings.

Mackinnon J. 1990. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Marzuki AF, Kuntjoro HS, Hanim M, Widyastuti YE. 2000. Meningkatkan Produksi Sarang Walet Berazaskan Kelestarian. Jakarta : Penebar Swadaya.

Mulyadi. 1997. Beberapa aspek bioekologi dan persarangan burung sriti (Collocalia linchi) dalam rumah walet di Kabupaten Sumedang. (Skripsi). Bogor : Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.


(5)

Murabayashi H et al. 1999. Morphological study on pigmented cells in the horse testis. J Vet Med Sci 61 (10) : 1183 – 1186.

Munoz P, Palenzuela O, Alvarez-Pellitero P, Sitja Bobadilli A. 1999. Comparative studies on carbohydrates of several myxosporean parasites of fish using lectin histochemical methods. Folia Parasit 46 : 241-247. Menghi G, Ceccarelli P, Scocco P and Pedini V. 2002. The Chicken Anterior

Lingual Glands : Structural study of carbohydrate chains by lectins and glycosidases. Arch Oral Biol. 37(6) : 463 – 469.

Novelina S dan Adnyane IKM. 2005. Deteksi enzim lisozim pada kelenjar saliva burung walet putih (Collocalia fuciphaga). Laporan Penelitian Dosen Muda IPB. Bogor

Novelina S, Nisa C, Adnyane IKM, Sigit K, Setijanto H, Agungpriyono S. 2007. Morphological Study of the Salivary Gland of the Edible Nest Linchi Swiflet (Collocalia linchi). Proceeding of the International Symposium Animal Science Meeting for Graduate Students; Utsunomiya, 11 January 2007. Japan : Utsunomiya University. hlm 13-15.

Novelina S, Evalina, Satyaningtijas AS, Agungpriyono S, Setijanto H, Sigit K. 2009. Studi morfologi esofagus dan lambung burung walet linchi (Collocalia linchi). J. Kedokteran Hewan 3 (1) : 203 – 210.

Pan J, Sasanami T, Kono Y, Matsuda T, Mori M. 2001. Effect of testosterone on production of perivitelline membrane glycoprotein ZPC by granulosa cells of Japanese Quail (Cortunix japonica). Biol Rep 64 : 310-316.

Proctor NS, Lynch PJ. 1993. Manual of Ornithology. Avian Structure and Function. London: Yale University Press

Rath D, Topfer-Petersen E, Michelmann HW, Schwartz P, Ebeling S. 2005. Zona pellucida characteristics and sperm-binding patterns of in vivo and in vitro produced porcine oocytes inseminated with differently prepared spermatozoa. Theriogenology 63 : 352-362

Ross MH, Romrell LJ, Kaye GI. 1995. Histology : A Text and Atlas. USA : William and Wilkins

Samar ME, Avila RE, De Fabro SP, Pordifirio V, Esteban FJ, Pedrosa JA, Peinado MA. 1999. Histochemical study of Magellanic Penguin (Spheniscus magellanicus) minor salivary glands during postnatal growth. Ana Rec 254 : 298 – 306.

Schulte BA, Spicer SS. 1983. Light microscopic detection of sugar residues in glycoconjugates of salivary glands and in the pancreas with lectin. J Histochem 15 (12) : 1217-1238.

Schulte BA, Spicer SS. 1985. Histochemical methods for characterizing secretory and cell surface sialoglycoconjuates. J Histochem Cytochem 33 (5) : 427 – 438.

Schradin C, Anzenberger G. 1999. Prolactin, the hormone of paternity. News in Physiological Sciences. 14 (6): 223-231

Sichel G, Scalia M, Mondio F, Corsaro C. 1997. The amphibian Kupffer cells builds and demolish Melanosomes : An ultrastructural point of view. Pigment Cell Res 10 : 271 – 287.

Skinner MK. 1991. Cell – cell interactions in the testis. Endoc Rev 12 (1) : 45 – 77.


(6)

77

Soehartono T dan Mardiastuti A. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. JICA.

Spicer SS. 1993. Advantages of histochemistry for the study of cell biology. J Histochem 25 : 531 – 547.

Spicer SS, Schulte BA. 1992. Diversity of cell glycoconjugates shown histochemically : a perspective. J Histochem Cytochem 40 (1) : 1 – 38. Suprasert A, Fujioka T, Yamada K. 1986. Glycoconjugates in the secretory

epithelium of the chicken mandibular glands. J Histochem Cytochem. 18 : 115 – 121.

Suprasert A, Arthivtong S, Koonjaenak S. 2000. Lectin histochemistry of glycoconjugates in mandibular gland of chicken. J Kasetsart. 34 : 85 – 90. Sumiati. 1998. Habitat burung walet dan sriti di dalam rumah walet di Kecamatan

Tarogong Kabupaten Garut. (Skripsi) : Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Sturkie PD. 1976. Avian Physiology. 3rd edition. New York : Springer-Verlag. Swenson MJ. 1980. Dukes’ Physiology of Domestic Animals. Ithaca : Cornell

University Press.

Tulsiani DRP, Yosahida-Komiya H, Araki Y. 1997. Mammalian fertilization : a carbohydrate-mediated event. Biol Rep 57 : 487-494

Walker FW. 1987. Functional Anatomy of the Vertebrates An Evolution Perspective. Philadelphia : Saunders College Publishing.

Widyawati, N. 1998. Persepsi masyarakat terhadap khasiat sarang burung walet (Collocalia fuciphaga) dan penelusuran zat berkhasiat yang terkandung di dalamnya. (Skripsi) : Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Whitfield P. 1984. Longman Illustrated Animal Encyclopedia. London : Longman

Wu AM, Csako C, Herp A. 1994. Structure, biosynthesis and function of salivary mucins. Moll Cell Biochem. 17 (137) : 39 – 55.

Zhuang YH, Bläuer M, Syvälä H, Laine M, Tuohimaa P. 1996. Androgen receptor in rat Harderian and submandibular glands. J Histochem 28 : 477-483.

Zieri R, Taboga SR, Oliveira CD. 2007. Melanocytes in the testes of Eupemphix nattereri (Annura, Leiuperidae) : histological, stereological and ultrastructural aspects. Anat Rec 290 : 795 – 800.