Keefektifan Formulasi Tepung Bakteri Endofit Sebagai Agens Pengendali Nematoda Parasit Pada Tanaman Lada

i

KEEFEKTIFAN FORMULASI TEPUNG BAKTERI ENDOFIT
SEBAGAI AGENS PENGENDALI NEMATODA
PARASIT PADA TANAMAN LADA

DIANA PUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keefektifan Formulasi
Tepung Bakteri Endofit sebagai Agens Pengendali Nematoda Parasit pada
Tanaman Lada adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Diana Putri
NIM A352130131

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

iii

RINGKASAN
DIANA PUTRI. Keefektifan Formulasi Tepung Bakteri Endofit sebagai Agens
Pengendali Nematoda Parasit pada Tanaman Lada. Dibimbing oleh ABDUL
MUNIF dan KIKIN HAMZAH MUTAQIN
Nematoda puru akar (NPA), Meloidogyne sp. adalah salah satu nematoda
parasit penting yang dapat meningkatkan keparahan penyakit kuning tanaman lada.

Penyakit kuning dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 41%. Bakteri
endofit berpotensi sebagai agens hayati yang penting untuk mengendalikan
nematoda parasit pada tanaman lada. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi keefektifan beberapa formulasi tepung dalam mempertahankan
viabilitas bakteri endofit dan kemampuannya dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman dan mengendalikan nematoda parasit pada tanaman lada. Bakteri endofit
yang digunakan dalam formulasi adalah Bacillus sp. AA2, Bacillus sp. MER dan
isolat MSJ. Penelitian sebelumnya menunjukkan tiga isolat bakteri endofit tersebut
terbukti efektif dalam mengendalikan nematoda parasit pada tanaman lada.
Karakterisasi fisiologis bakteri endofit dilakukan sebelum dibuat formulasi.
Formulasi tepung yang digunakan adalah formulasi 1 (talk, pepton, CMC dan gula
merah), formulasi 2 (talk, pepton, CMC dan gula putih), formulasi 3 (talk, pepton,
CMC, yeast extract, dan gula putih) dan formulasi 4 (talk, pepton, CMC, gula putih,
yeast extract, bentonit, kalsium karbonat, dextrose, dan molase). Uji viabilitas
bertujuan untuk mengetahui jangka waktu kemampuan bakteri endofit bertahan di
dalam formulasi.
Pengujian karakter fisiologis bakteri endofit menunjukkan bahwa Bacillus sp.
AA2 dan Bacillus sp. MER tergolong bakteri Gram positif, sedangkan isolat MSJ
merupakan bakteri Gram negatif. Tiga isolat bakteri endofit tersebut menunjukkan
kemampuan menghasilkan hormon Indole Acetid Acid (IAA). Bacillus sp. AA2 dan

Bacillus sp. MER menghasilkan enzim protease dan kitinase sedangkan enzim
lipase hanya dihasilkan oleh isolat MSJ. Uji penambat nitrogen menunjukkan
bahwa Bacillus sp. AA2 dan isolat MSJ mampu menambat nitrogen. Uji reaksi
hipersensitif ketiga isolat tersebut menunjukkan hasil negatif. Uji pelarut fosfat
menunjukkan bahwa ketiga isolat tidak mampu memobilisasi fosfat. Hasil uji
viabilitas menunjukkan bahwa viabilitas bakteri endofit pada formulasi tepung
mengalami fluktuatif pada pada bulan pertama sampai bulan kelima dan menurun
setelah disimpan enam bulan.
Viabilitas bakteri tertinggi adalah isolat MSJ yaitu 2.5 x 106 cfu mL-1. dalam
formulasi 4, sedangkan Bacillus sp. AA2 dan Bacillus sp MER masing-masing 1.9
x 106 cfu mL-1 dan 1.2 x 106 cfu mL-1 dalam formulasi 3. Semua formulasi dalam
bentuk tepung terbukti efektif dalam menekan serangan nematoda parasit penyebab
penyakit kuning hingga 91.9% dan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman
lada hingga 91.1 cm. Formulasi terbaik adalah AA2F4-50 dengan persentase
penekanan puru akar 72.2%, persentase penekanan nematoda dalam akar 84.9%
dan persentase penekanan nematoda dalam tanah 91.9%. Formulasi MSJF4-50
terbukti efektif dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman lada.
Kata kunci: Fisiologi, puru akar, talk, viabilitas.

SUMMARY

DIANA PUTRI. Effectiveness Powder Formulation of Endophytic Bacteria as
Biocontrol Agents for Plant Parasitic Nematode on Pepper. Supervised by ABDUL
MUNIF and KIKIN HAMZAH MUTAQIN.
Root knot nematode, Meloidogyne sp. is one of the important plant parasitic
nematode in pepper that can cause yellow disease. Yield due to yellow disease in
pepper could up to 41%. Endophytic bacteria formulation as biological agents needs
to be evaluated to control plant parasitic nematode in pepper. The research is aimed
to give a scientific knowledge about effectiveness of some powder formulation to
maintain viability of endophytic bacteria, to enhance the growth of plants and to
control plant parasitic nematode on pepper. Endophytic bacteria that used in
formulations is Bacillus sp. AA2, Bacillus sp. MER and MSJ isolate. From previous
studies, three isolates endophytic bacteria was proven to be effective in controlling
plant parasitic nematode on pepper. Physiological characterization of endophytic
bacteria isolates has been done for identification. Formulations used are
formulations 1 (talc 50 g, peptone 1 g, CMC 0.5 g and brown sugar 1.5 g),
formulation 2 (talc 50 g, peptone 1 g, CMC 0.5 g and white sugar 1.5 g), formulation
3 (talc 50 g, peptone 1 g, CMC 0.5 g, yeast extract 1 g and white sugar 1.5 g) and
formulation 4 (talc 50 g, peptone, 1 g, CMC 0.5 g, yeast extract 1 g, molasses 3 mL,
bentonite 1 g, calcium carbonate 0.75 g, dextrose 1 g). Viability test aims to review
the period of the endophytic bacteria survivability in formulations.

Those endophytic bacteria were identified as two Gram positive bacteria
(Bacillus sp. AA2 and Bacillus sp. MER), and one Gram negative bacteria (isolate
MER). All of isolates of endophytic bacteria shows the ability to produce IAA
hormone. Bacillus sp. AA2 and Bacillus sp. MER produced enzyme protease and
kitinase, while enzyme lipase only produced by MSJ isolate. Bacillus sp. AA2 and
MSJ isolate were also capable to nitrogen fixation. From hypersensitive reaction
test showed that three isolates were non pathogenic. All isolates were not capable
to mobilize the phosphate. Viability in vitro showed that endophytic bacteria
experienced fluctuate in its early stages and declined after kept for six months.
Highest viability is MSJ isolate with 2.5 x 106 cfu mL-1 in fourth
formulation, Bacillus sp. AA2 and Bacillus sp. MER with 1.9 x 106 cfu mL-1 and
1.2 x 106 cfu mL-1 respectively in third formulation. All formulations are proved to
be effective to suppress plant parasitic nematode infection in pepper up to 91.9%
and has ability to enhance pepper growth up to 91.1 cm. AA2F4-50 is the best
formulation with suppressing number of root galls up to 72.2%, root nematodes up
to 84.9% and soil nematodes up to 91.9%. Meanwhile, formulation MSJF4-50 was
showed effective in enhance the growth of pepper.
Key words: Physiology, root knot, talk, viability.

v


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

i

KEEFEKTIFAN FORMULASI TEPUNG BAKTERI ENDOFIT
SEBAGAI AGENS PENGENDALI NEMATODA
PARASIT PADA TANAMAN LADA

DIANA PUTRI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi

iii

Judul Tesis : Keefektifan Formulasi Tepung Bakteri Endofit sebagai Agens
Pengendali Nematoda Parasit pada Tanaman Lada
Nama
: Diana Putri
NIM
: A352130131


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Abdul Munif, MSc Agr
Ketua

Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Fitopatologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 29 Oktober 2015


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillahirrabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
Penelitian dengan judul “Keefektifan Formulasi Tepung Bakteri Endofit sebagai
Agens Pengendali Nematoda Parasit pada Tanaman Lada” telah dilaksanakan sejak
bulan Juli 2014 sampai April 2015. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir
Abdul Munif, MSc Agr dan Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSi selaku komisi
pembimbing dan Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi sebagai dosen penguji yang telah
banyak memberi bimbingan, arahan dan saran kepada penulis. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua penulis bapak Jasad dan ibu
Jasminar, serta seluruh keluarga atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya.
Penulis sampaikan terima kasih kepada seluruh dosen Program Studi
Fitopatologi Departemen Proteksi Tanaman IPB yang telah memberikan ilmu yang
bermanfaat kepada penulis. Terima kasih juga penulis ungkapkan kepada rekanrekan seangkatan kelas Fitopatologi 2013 yang selalu mendukung dalam kemajuan
studi di program studi Fitopatologi. Kepada laboran di Laboratorium Nematologi
Tumbuhan dan Laboratorium Bakteriologi, khususnya Bapak Gatut Heru Bromo
dan Bapak Abdul Rofiqun yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

penelitian dan kepada semua pihak yang namanya tidak tercantum, penulis ucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016
Diana Putri

v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Bioekologi Tanaman Lada

Penyakit Kuning pada Tanaman Lada
Penyebab Penyakit Kuning pada Tanaman Lada
Agens Pengendali Hayati
Bakteri Endofit sebagai Agens Pengendali Hayati
Formulasi Agens Hayati
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Karakterisasi Morfologi Bakteri Endofit
Uji Patogenesitas Bakteri Endofit pada Tumbuhan
Karakterisasi Fisiologis Bakteri Endofit
Uji Antibiosis Bakteri Endofit terhadap Fusarium oxysporum
Uji Potensi Bakteri Endofit sebagai Pemacu Pertumbuhan Bibit
Mentimun
Formulasi Tepung Bakteri Endofit
Uji Viabilitas Bakteri Endofit dalam Formulasi Tepung secara In
vitro
Uji Keefektifan Formulasi Tepung Bakteri Endofit secara In vivo
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Morfologi Bakteri Endofit
Uji Patogenesitas Bakteri Endofit pada Tumbuhan
Karakterisasi Fisiologis Bakteri Endofit
Uji Antibiosis Bakteri Endofit terhadap Fusarium oxysporum
Uji Potensi Bakteri Endofit sebagai Pemacu Pertumbuhan Bibit
Mentimun
Formulasi Tepung Bakteri Endofit
Uji Viabilitas Bakteri Endofit dalam Formulasi Tepung secara In
vitro
Uji Keefektifan Formulasi Tepung Bakteri Endofit secara In vivo
Pembahasan Umum
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

1
1
2
2
2
3
3
3
4
6
7
8
11
11
11
11
11
13
14
14
14
15
17
17
17
18
25
26
26
27
29
35
39
39
39
40

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

49
54

vii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

9

Komposisi bahan yang digunakan untuk pembuatan formulasi
tepung bakteri endofit
Karakter fisiologis bakteri endofit
Konsentrasi hormon IAA yang dihasilkan bakteri endofit
Persentase daya hambat bakteri endofit terhadap cendawan
Fusarium oxysporum
Pengaruh bakteri endofit terhadap pertumbuhan bibit
mentimun
Populasi nematoda di akar dan di tanah tanaman lada setelah
perlakuan formulasi tepung bakteri endofit
Jumlah puru akar dan skala kerusakan akar pada tanaman lada
setelah perlakuan formulasi tepung bakteri endofit
Pengaruh formulasi tepung bakteri endofit terhadap tinggi
tanaman, jumlah cabang, jumlah, daun dan jumlah ruas
tanaman lada di rumah kaca
Pengaruh formulasi tepung bakteri endofit terhadap berat
basah dan berat kering pada tajuk dan akar tanaman lada

14
18
24
25
26
30
31

33
34

DAFTAR GAMBAR
1
2

3
4

5

6

7
8
9

10

Siklus hidup nematoda puru akar (Mitkowski dan Abawi
2003)
Skema uji antibiosis bakteri endofit terhadap Fusarium
oxysporum. (A) bakteri endofit uji (B) isolat cendawan
patogen
Morfologi bakteri endofit pada media TSA 100%. (a)
Bacillus sp. AA2, (b) Bacillus sp. MER, (c) isolat MSJ
Uji Patogenesitas bakteri endofit pada daun tembakau. (a)
kontrol positif menunjukkan gejala nekrotik, (b) perlakuan
bakteri endofit tidak menunjukkan gejala nekrotik
Uji pewarnaan Gram bakteri endofit. (a) sel bakteri Gram
negatif berwarna merah, (b) sel bakteri Gram positif
berwarna ungu
Uji Gram dengan KOH 3%. (a) bakteri Gram negatif
membentuk lendir dan tidak putus ketika diangkat perlahan
dengan jarum ose, (b) bakteri Gram positif tidak
menunjukkan terangkatnya lendir oleh jarum ose
Uji aktivitas kitinolitik. (a) Bacillus sp. AA2 membentuk
zona bening, (b) isolat MSJ tidak membentuk zona bening
Uji aktivitas proteolitik. (a) Bacillus sp. AA2 membentuk
zona bening, (b) isolat MSJ tidak membentuk zona bening
Uji aktivitas lipolitik. (a) Bacillus sp. AA2 tidak membentuk
pendaran berwarna oranye (b) isolat MSJ membentuk
pendaran berwarna oranye kekuningan
Uji bakteri penambat nitrogen. (a) Bacillus sp. AA2
membentuk lapisan lendir dan berubah warna menjadi

5

13
17

17

19

19
20
21

22

11

12
13
14

kebiruan, (b) Bacillus sp. MER tidak membentuk lapisan
lendir dan tidak berubah warna menjadi kebiruan
Daya hambat bakteri endofit terhadap pertumbuhan
cendawan Fusarium oxysporum. (a) membentuk zona
hambat (b) tidak membentuk zona hambat
Jenis formulasi tepung bakteri endofit dalam plastik tahan
panas
Kerapatan populasi bakteri endofit. (a) Bacillus sp. AA2, (b)
Bacillus sp. MER, (c) isolat MSJ dalam formulasi tepung
Akar tanaman lada. (a) perlakuan formulasi tepung bakteri
endofit isolat MSJ, (b) perlakuan nematisida Carbofuran (c)
tanpa perlakuan (tanda panah menunjukkan puru akar)

23

25
27
28

31

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4
5

Hasil analisis konsentrasi hormon IAA yang dihasilkan bakteri
endofit
Pertumbuhan bibit tanaman mentimun. (a) perlakuan bakteri
endofit isolat MSJ (b) kontrol
Viabilitas bakteri endofit Bacillus sp. MER selama
penyimpanan dalam formulasi tepung. (1) disimpan satu
bulan, (2) disimpan dua bulan, (3) disimpan tiga bulan, (4)
disimpan empat bulan, (5) disimpan lima bulan, (6) disimpan
enam bulan
Tanaman lada di rumah kaca. (a) setelah perlakuan formulasi
isolat MSJ (a) nematisida Carbofuran (b) tanpa perlakuan (c)
Tanaman lada di rumah kaca. (a) sebelum perlakuan formulasi
tepung bakteri endofit, (b) setelah perlakuan formulasi tepung
bakteri endofit Bacillus sp. AA2, Bacillus sp. MER dan isolat
MSJ

50
51

51
52

53

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nematoda puru akar (NPA), Meloidogyne sp. merupakan nematoda parasit
yang memiliki kisaran inang yang luas, salah satunya adalah tanaman lada. NPA
dapat berinteraksi dengan patogen lain dan dapat menyebabkan penyakit kuning
(Mustika 2005). Penyakit kuning pada tanaman lada dapat mengakibatkan
kehilangan hasil mencapai 41% (Munif dan Sulistiawati 2014).
Gejala serangan penyakit kuning dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman
menjadi terhambat, daun dan dahan menjadi kuning. Daun yang menguning tidak
menjadi layu tetapi sangat rapuh dan secara bertahap akan gugur, jika serangan
berat tanaman akan mati. Gejala penyakit pada bagian akar menunjukkan gejala
kerusakan rambut akar, nekrosis, dan terbentuknya puru akar. Hal ini menyebabkan
terhambatnya translokasi air dan hara dari akar ke bagian tanaman lainnya. Oleh
karena itu upaya pengendalian penyakit kuning yang tepat, terutama ditujukan pada
pengendalian nematoda puru akar perlu dilakukan (Mustika 2005).
Beberapa teknik pengendalian yang telah dilakukan seperti penggunaan
varietas tahan (toleran), kultur teknis, penggunaan pestisida sintetis, serta
pengendalian hayati menggunakan agens antagonis (Mustika et al. 2000).
Pengembangan agens antagonis sampai saat ini terus dilakukan. Salah satu agens
hayati yang potensial untuk dikembangkan adalah bakteri endofit. Agens hayati
endofit dianggap memiliki dampak negatif terhadap lingkungan relatif kecil dan
lebih berkelanjutan (Mustika 2005). Beberapa bakteri endofit dilaporkan dapat
mengendalikan nematoda parasit M. incognita pada tanaman kapas (Hallmann et al.
1997), tanaman tomat (Munif et al. 2013), pada tanaman nilam (Harni et al. 2007),
dan pada tanaman lada (Harni dan Ibrahim 2011; Harni dan Munif 2012; Munif dan
Harni 2011).
Bakteri endofit adalah bakteri yang mengolonisasi jaringan internal tanaman
dan tidak menimbulkan penyakit yang merugikan bagi tanaman (Hallmann et al.
1997). Beberapa jenis bakteri endofit disamping sebagai agens biokontrol, juga
sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan menginduksi ketahanan tanaman
terhadap patogen (Kloepper et al. 1999).
Tiga isolat bakteri endofit dilaporkan dapat mengendalikan Meloidogyne sp.
pada tanaman lada yaitu Bacillus sp. AA2, Bacillus sp. MER dan isolat MSJ (Munif
dan Harni 2011). Namun sejauh ini belum ada penelitian terkait karakter fisiologis
dan formulasinya. Formulasi bakteri endofit sebagai agens hayati adalah tahapan
penting yang harus dilakukan (Habazar et al. 2015). Formulasi bakteri endofit juga
dimaksudkan untuk menjaga keefektifan bakteri endofit. Formulasi yang sesuai
akan memberikan habitat yang dapat melindungi mikroorganisme, dengan
demikian akan meningkatkan potensinya untuk hidup dan mengkolonisasi secara
baik (Boyetchko et al. 1999). Formulasi juga bertujuan agar bakteri atau
mikroorganisme mudah diaplikasikan ke tanaman atau tanah, serta meningkatkan
daya hidup sel bakteri dengan cara melindunginya dari kekeringan (Heijen et
al.1993).
Caesar dan Burr (1991) melaporkan bahwa formulasi talk dan bakteri dari
kelompok Pseudomonas dan Enterobacteriaceae yang telah diatur tekanan

2

osmotiknya di dalam media dengan penambahan sukrosa dan metal selulosa 1%
dapat bertahan 10 sampai 12 bulan. P. fluorescens yang diformulasikan dengan
bahan pembawa talk dapat menekan kejadian penyakit blast yang disebabkan oleh
Pyricularia orizae (Vidhyasekaran et al. 1997). Bakteri endofit dari golongan
Bacillus sp. yaitu EPCO102 dan EPCO16 yang diformulasikan dengan bahan
pembawa talk, kalsium karbonat, dan karboksimetilselulosa dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman kapas dan menghambat pertumbuhan miselium dari
Rhizoctonia solani secara in vitro (Rajendran dan Samiyappan 2008).
Pseudomonas fluorescens yang diformulasikan dengan bahan pembawa talk
dan penambahan kalsium karbonat dan karboksimetilselulosa, viabilitasnya dapat
bertahan sampai 8 bulan penyimpanan serta dapat mengendalikan penyakit rice
sheath blight yang disebabkan Rizoctonia solani pada padi sawah (Vidhyasekaran
dan Muthamilan 1999). Bora et al. (2004) melaporkan bahwa Pseudomonas putida
yang diformulasikan dengan bahan pembawa talk dan penambahan gliserol serta
Natrium alginat dapat menekan serangan F. oxysporum f.sp melonis dengan
perlakuan benih sebesar 63%.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi keefektifan beberapa formulasi tepung
dalam mempertahankan viabilitas bakteri endofit dan kemampuannya dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman dan mengendalikan nematoda parasit pada
tanaman lada.
Hipotesis Penelitian
Bakteri endofit merupakan agens pengendali hayati yang potensial untuk
mengendalikan nematoda parasit pada tanaman dan dapat dibuat dalam bentuk
formulasi. Formulasi bakteri endofit akan dapat mempertahankan daya simpan,
keefektifan dan kemudahannya. Formulasi bakteri endofit dapat berupa cair,
kompos dan tepung atau padat. Formulasi tepung bakteri endofit dapat
mempertahankan viabilitas bakteri endofit dalam formulasi. Formulasi tepung
bakteri endofit dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menekan populasi
nematoda parasit pada tanaman lada.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan terkait formulasi
tepung bakteri endofit yang berpotensi dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman
dan mengendalikan nematoda parasit.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Bioekologi Tanaman Lada
Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu tanaman rempah yang penting
dan banyak dibudidayakan, serta merupakan salah satu komoditas ekspor
perkebunan andalan Indonesia. Tanaman, bersifat dimorfik, mempunyai dua
macam sulur, yaitu sulur panjat dan sulur buah. Untuk keperluan perbanyakan
tanaman lada dilakukan dengan setek (Suprapto dan Yani 2008). Lada yang
merupakan tanaman tahunan memanjat diperbanyak dengan cara setek.
Penggunaan setek pendek satu ruas lebih menguntungkan karena hemat dalam
penggunaan bahan tanaman dan dapat menyediakan bibit dalam waktu yang cepat
dengan jumlah relatif banyak. Selain itu, pertanaman asal bibit setek satu ruas hanya
memerlukan sedikit penyulaman dan tanaman memiliki cabang generatif lebih
banyak sehingga lebih cepat berbunga (Suparman et al. 1992).
Tanaman lada termasuk dalam divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae,
sub kelas Dicotyledoneae, ordo Piperales, famili Piperaceae, genus Piper, dan
merupakan spesies Piper nigrum. Lada tumbuh baik di daerah dengan ketinggian 0
sampai 500 m di atas permukaan laut. Hal ini berkaitan dengan suhu udara yang
berpengaruh terhadap umur menghasilkan dan produktivitas tanaman. Penyebaran
tanaman lada sangat luas berada di wilayah tropika antara 200° LU dan 200° LS,
dengan curah hujan 1 000 sampai 3 000 mm per tahun, merata sepanjang tahun dan
mempunyai hari hujan 110 sampai 170 hari per tahun, musim kemarau hanya 2
sampai 3 bulan per tahun. Kelembaban udara 63% sampai 98% selama musim hujan,
dengan suhu maksimum 35 °C dan suhu minimum 20 °C. Lada dapat tumbuh pada
semua jenis tanah, terutama tanah berpasir dan gembur dengan unsur hara cukup,
drainase (air tanah) baik, tingkat kemasaman tanah (pH) 5.0 sampai 6.5 (Suprapto
dan Yani 2008).
Di dunia terdapat lebih dari 1 000 spesies lada, sosok tanaman berupa semak,
herba atau liana, hidup tersebar di daerah tropik, namun keragaman terbesar
terdapat di Amerika tropik, disusul oleh Asia Selatan yang merupakan daerah asal
tanaman lada dan sirih (Jaramillo dan Manos 2001). Indonesia sampai saat ini
memiliki tidak kurang dari 50 jenis varietas, diantaranya Varietas Cunuk, Jambi,
Lampung Daun Lebar, Bangka, Kuching, dan Lampung Daun Kecil. Varietas yang
sering ditanam oleh petani adalah Varietas Lampung Daun Lebar, karena varietas
ini lebih banyak menghasilkan buah dibandingkan dengan varietas lain.
Berdasarkan hasil penelitian dari Balittro Bogor terdapat empat varietas lada unggul,
yaitu Natar I, Natar II, Petaling I, dan Petaling II. Diantara varietas tersebut,
Petaling I yang tahan terhadap penyakit kuning (Suprapto dan Yani 2008).
Penyakit Kuning pada Tanaman Lada
Penyakit kuning merupakan penyakit yang menimbulkan kerugian besar pada
tanaman lada dan dapat menyebabkan kerugian hasil mencapai 41% (Munif dan
Sulistiawati 2014). Gejala penyakit kuning pada lada terdiri atas gejala di atas
permukaan tanah dan gejala di bawah permukaan tanah. Pada gejala di atas
permukaan tanah, pertumbuhan tanaman menjadi terhambat, kemudian secara

4

bertahap warna daun dan dahan menjadi kekuning-kuningan. Perubahan ini
umumnya dimulai dari bagian bawah dan menjalar ke bagian atas tanaman. Daundaun yang menguning tidak menjadi layu tetapi sangat rapuh sehingga secara
bertahap daun-daun tersebut akan gugur. Dahan-dahan secara bertahap akan gugur
sebagian demi sebagian, sehingga tanaman semakin gundul. Sulur-sulur panjat
dapat bertahan paling lama, tetapi akhirnya juga akan menguning dan mati (Mustika
2005; 1990).
Gejala di bawah permukaan tanah, terlihat pada bagian rambut akar yang
menjadi rusak, terdapat luka-luka nekrosis dan puru pada akar. Luka akar tersebut
akibat serangan nematoda R. similis, sedangkan puru akar akibat serangan
nematoda Meloidogyne sp. Di dalam jaringan akar yang luka dan berpuru tersebut,
terdapat sekelompok nematoda. Selain itu pembuluh jaringan akar terserang
nematoda tersumbat oleh cairan seperti getah. Hal ini menyebabkan terhambatnya
translokasi air dan hara dari akar ke bagian tanaman lainnya (Mustika 1990).
Penyebab Penyakit Kuning pada Tanaman Lada
Penyakit kuning pada tanaman lada dilaporkan sejak tahun 1932. Penyakit
kuning disebabkan oleh keadaan yang sangat kompleks yaitu serangan nematoda R.
similis dan M. incognita serta adanya cendawan patogen F. solani dan F. oxysporum
(Bridge 1978). Selain itu rendahnya kesuburan tanah, kelembaban dan kadar air
tanah juga mempengaruhi terjadinya penyakit kuning (Mustika 1990). Walaupun
demikian, nematoda adalah faktor utama penyebab penyakit kuning, sedangkan
faktor lainnya memperlemah kondisi tanaman yang telah terserang nematoda
tersebut (Mustika 1990; 2005).
Meloidogyne sp. sebagai penyebab utama penyakit kuning pada tanaman lada
merupakan salah satu nematoda parasit yang memiliki kisaran inang yang sangat
beragam, lebih dari 2 000 spesies tanaman dan sebagian besar adalah tanaman
budidaya. Meloidogyne sp. tersebar luas di daerah tropik dan subtropik. Infeksi
berat dapat menyebabkan tanaman layu dan mati, gejala penyakit oleh nematoda
ini berupa pertumbuhan tanaman yang terhambat dan kerdil dengan perakaran yang
banyak bintil atau disebut puru akar (Mustika 2005).
Meloidogyne sp. termasuk dalam ordo Tylenchida, subordo Tylenchina,
famili Heteroderoidae, dan genus Meloidogyne. Meloidogyne spp. memiliki lebih
dari 79 spesies, empat spesies utama, yaitu M. incognita, M. hapla, M. javaniva,
dan M. arenaria (Dropkin 1991).
Menurut Dropkin (1991), nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang
bergerak lambat didalam tanah. Panjangnya bervariasi maksimum 2 mm,
sedangkan perbandingan antara panjang tubuh dan lebarnya mendekati 45.
Kepalanya tidak berlekuk, panjang stiletnya hampir dua kali panjang stilet betina.
Bagian posterior berputar 180º memiliki 1 sampai 2 testis. Betina dewasa berukuran
panjang 430 sampai 740 μm. Stilet untuk menembus 11.5 sampai 14.5 μm.
Nematoda betina memiliki stilet lemah melengkung ke arah dorsal dengan knob
dan pangkal knob yang tampak jelas. Terdapat pola jelas pada stria disebut pola
perineal (perineal pattern). Morfologi umum dari pola perineal Meloidogyne sp.
dibagi menjadi dua, yaitu bagian dorsal dan ventral. Bagian dorsal terdiri dari
lengkungan striae dorsal, punctations (tonjolan berduri), phasmid, ujung ekor, dan

5

garis lateral, sedangkan bagian ventral terdiri dari striae ventral, vulva, dan anus
(Eisenback 2003).
Nematoda puru akar bersifat obligat tersebar luas baik di daerah iklim tropik
maupun iklim sedang. Pembiakan tanpa jantan dalam reproduksi terjadi pada
banyak jenis, tetapi pada jenis yang lain reproduksi seksual masih terjadi dalam
perkembangbiakannya. Telur yang dihasilkan nematoda betina dewasa diletakkan
berkelompok pada massa gelatinus yang betujuan untuk melindungi telur dari
kekeringan dan jasad renik. Siklus NPA (Meloidogyne sp.) dapat dilihat pada
gambar 1.

Gambar 1 Siklus hidup nematoda puru akar (Mitkowski dan Abawi 2003)
Umumnya Meloidogyne sp. berkembang biak secara partenogenetik dengan
fase telur yang terdiri dari 4 stadium larva dan dewasa. Pergantian kulit pertama
kali terjadi di dalam telur, sedangkan tiga pergantian berikutnya terjadi didalam
jaringan tanaman. Larva stadium kedua infektif hidup bebas melakukan migrasi
melalui tanah untuk menemukan akar tanaman yang sesuai, kecuali kalau telur-telur
dihasilkan didalam puru atau didalam umbi tanaman, dimana saat larva telah
menetas dan berpindah ke sisi makanan yang lain tanpa harus muncul ke atas
permukaan tanah (Southey 1982). Larva masuk kedalam jaringan tanaman dan
bergerak ke arah silinder pusat, seringkali berada di daerah pertumbuhan akar
samping. Di derah dekat silinder pusat tersebut larva menetap dan menyebabkan
perubahan sel-sel yang menjadi makanannya. Larva selanjutnya menggelembung
dan melakukan pergantian kulit untuk kedua dan ketiga kalinya tanpa makan,
selanjutnya larva akan menjadi jantan dewasa atau betina dewasa. Penentuan jenis

6

kelamin ini ditentukan oleh faktor lingkungan. Pada kondisi tertekan atau stres
misalnya kepadatan tinggi dan suhu tinggi, cadangan makanan sedikit atau
ketidaksesuaian tanaman inang maka presentase jantan lebih besar. Nematoda
jantan akan lebih banyak terbentuk jika akar terserang berat dan zat makanan tidak
mencukupi untuk perkembangan nematoda (Dropkin 1991).
Nematoda jantan berbentuk memanjang di dalam kutikula. Stadium larva ke
empat selanjutnya keluar dari jaringan akar, sedangkan nematoda betina masih
berada di dalam jaringan tanaman dengan bagian posterior tubuhnya berada pada
permukaaan akar. Nematoda betina tersebut terus menerus menghasilkan telur
selama siklus hidupnya, kadang-kadang mencapai jumlah lebih dari 1 000 telur.
Ciri khas dari nematoda betina adalah tubuhnya yang berubah bentuk menjadi
seperti buah pir. Lamanya siklus hidup dari telur hingga dewasa berlangsung tiga
minggu sampai beberapa bulan, tergantung kepada kondisi lingkungan dan
tumbuhan inangnya (Dropkin 1991).
Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati merupakan salah satu komponen dari konsep
pengendalian penyakit secara terpadu, yang bertujuan untuk mengurangi kepadatan
inokulum patogen dan aktivitas patogen dengan memanipulasi lingkungan dan
inang dengan menggunakan satu atau lebih agens antagonis. Agens pengendali
hayati mempunyai kemampuan mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas patogen
karena diduga adanya senyawa metabolit yang dikeluarkan serta adanya kompetisi
ruang dan nutrisi (Baker dan Cook 1974).
Menurut Agrios (2005) pengendalian hayati merupakan perlindungan pada
tanaman dari patogen tanaman termasuk mikroorganisme antagonis pada saat
setelah atau sebelum terjadinya infeksi patogen. Mekanisme biokontrol organisme
yaitu dalam melemahkan atau membunuh patogen tanaman dengan perlawanan
yaitu memparasit patogen secara langsung, memproduksi antibiotik (toksin), dan
kemampuannya dalam kompetisi ruang dan nutrisi, produksi enzim untuk melawan
komponen sel patogen, menginduksi respon ketahanan tanaman, dan produksi
metabolisme tanaman dalam menstimulasi perkecambahan spora patogen.
Pengendalian hayati penyakit tanaman merupakan baian dari pengelolaan
komunitas dari mikroorganisme dalam suatu ekosistem. Pengendalian hayati
dengan agens antagonis akan efektif apabila agens antagonis memiliki kemampuan
bertahan dan berkembang pada kondisi alam terutama pada suhu tinggi. Pada
umumnya agens antagonis hidup pada habitat yang sama dengan patogen. Agens
antagonis terdiri dari dua golongan yaitu bakteri dan cendawan. Bacillus spp. dan
Pseudomonas spp. merupakan kelompok bakteri antagonis yang telah efektif
mampu menekan infeksi patogen tanah dengan memproduksi antibiotik dan
kompetisi terhadap Fe3+ (Van dan Bellows 1996).
Pengendalian hayati dapat dilakukan dengan berapa cara misalnya dengan
manipulasi lingkungan, introduksi agen antagonis, introduksi patogen avirulen
alami serta mikroorganisme endofit untuk menginduksi sistem ketahanan tanaman
inang (Cook dan Baker 1983). Pemanfaatan mikroorganisme endofit menjadi salah
satu strategi pengendalian yang ramah lingkungan. Kelebihan bakteri endofit
sebagai agens pengendali hayati yaitu mampu untuk mengendalikan penyakit

7

tumbuhan secara tidak langsung, dengan adanya senyawa tertentu yang dihasilkan
yang dapat merangsang sistem pertahanan inang (Kobayashi dan Palumbo 2000).
Bakteri Endofit sebagai Agens Pengendali Hayati
Bakteri endofit didefinisikan sebagai bakteri yang seluruh atau sebagian
siklus hidupnya berada dalam jaringan tanaman dan berasosiasi dengan tanaman
inang dengan berada dalam seluruh jaringan tanaman, tetapi tanpa menyebabkan
gejala penyakit pada tanaman inang tersebut (Rodewald et al. 2009). Tanaman
mendapatkan manfaat dengan kahadiran bakteri endofit ini seperti memacu
pertumbuhan tanaman, dan meningkatkan resistensi tanaman pada dari berbagai
macam patogen dengan memproduksi antibiotik. Bakteri endofit juga memproduksi
metabolit sekunder yang sangat penting bagi tumbuhan (Bandara et al. 2006).
Bakteri endofit awalnya berasal dari lingkungan eksternal dan masuk ke dalam
tanaman melalui stomata, lentisel, luka, melalui akar lateral dan akar yang
berkecambah (Kaga et al. 2009). Luka pada tumbuhan yang diakibatkan oleh faktor
biotik seperti nematoda juga menjadi faktor utama penting masuknya bakteri
endofit ke dalam tanaman (Athman 2006).
Compants et al. (2005) menyatakan bahwa penggunaan bakteri endofit
sebagai agens hayati, terutama yang memiliki kelebihan sebagai pemacu
pertumbuhan lebih baik dibanding mikroorganisme yang hidup bebas. Keterikatan
endofit dengan inangnya memberikan keuntungan lebih bagi endofit dibanding
agens hayati lainnya, karena mereka tidak harus bersaing dalam ekosistem yang
baru dan kompleks (Chen et al. 1995).
Kolonisasi bakteri endofit pada lapisan luar sel (exodermis, sclerenchyma)
dan korteks akar, terjadi secara inter dan intraseluler dalam waktu 2 sampai 3
minggu, menyebabkan bagian aerenchyma (korteks) menjadi berair dan ini
merupakan tempat terbesar bagi terbentunya mikrokoloni. Sebagain besar
kolonisasi secara interseluler menyebabkan pengambilan nutrisi, terutama karbon
oleh bakteri. Bakteri endofit juga mampu melakukan penetrasi ke dalam akar
sampai pada stele, dan juga terdapat pada parenkim dan dalam jaringan xylem
(Prakamhang 2007).
Bakteri endofit mampu meningkatkan ketahanan tanaman melalui beberapa
cara: 1) secara langsung berfungsi antagonis atau mengeluarkan senyawa tertentu
pada relung patogen, 2) menginduksi sistem resistensi, dan 3) meningkatkan
toleransi tanaman terhadap tekanan lingkungan biotik (Hallmann 1999). Oleh
karena itu, agar bakteri endofit mampu meningkatkankan resistensi tanaman, maka
bakteri endofit juga harus kompatibel dengan tanaman inang sehingga mampu
mengkolonisasi jaringan tanaman (Long et al. 2008).
Pengendalian biologi dengan menggunakan bakteri endofit merupakan salah
satu alternatif pengendalian yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut.
Keunggulan bakteri endofit sebagai agens pengendali hayati, selain sebagai agens
biokontrol, beberapa diantaranya juga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman
yang dikenal dengan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR), karena
mampu meningkatkan ketersediaan nutrisi, menghasilkan hormon pertumbuhan
(Bacon dan Hinton 2006), serta dapat menginduksi ketahanan tanaman yang
dikenal dengan Induced Systemic Resistance (ISR) (Hallmann 2001; Kloepper dan
Ryu 2006).

8

Banyak spesies dari bakteri endofit yang bersifat antagonis diantaranya: B.
subtilis, R. solanacearum, P. fluorescens, P. putida, A. radiobacter, A. tumefaciens,
E. herbicola, dan Serratia marcescens (Bacon dan Hinton 2006). Cara kerja dari
bakteri endofit sebagai agens pengendali hayati diantaranya adalah memproduksi
bahan campuran antimikroba, kompetisi ruang dan nutrisi, kompetisi mikronutrisi
seperti zat besi dan produksi siderofor, serta dapat menyebabkan tanaman inang
menjadi resisten (Bacon dan Hinton 2006).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bakteri endofit
yang diisolasi dari mentimun dan kapas dapat mengurangi populasi M. incognita
pada mentimun sampai 50% (Halmann et al. 1997). Bakteri endofit B. pumilus dan
B. mycoides efektif mengurangi jumlah puru dan telur M. incognita 33% dan 39%
pada kopi (Mekete et al. 2009). Munif (2001) menguji 181 isolat bakteri endofit
asal tomat terhadap M. incognita, 21 isolat dapat menghambat perkembangan
nematoda M. incognita di rumah kaca. Selanjutnya Harni (2010) menggunakan
isolat bakteri endofit asal nilam yaitu Achromobacter xylosoxidans, B. subtilis,
Alcaligenes faecalis, B. cereus, dan P. putida dapat menekan populasi Pratylenchus
brachyurus 74.0 sampai dengan 81.6% sekaligus dapat meningkatkan pertumbuhan
nilam sebesar 46.97 sampai dengan 86.79%, dan filtratnya dapat membunuh
nematoda dalam waktu 24 jam sebesar 7.71% (Harni et al. 2010).
Formulasi Agens Hayati
Formulasi merupakan tahap akhir dari pengembangan agens hayati.
Tujuannya adalah agar produk agens hayati tersebut dapat disebarluaskan kepada
pengguna Formulasi agens hayati memiliki beberapa kelebihan antara lain (1) dapat
mempertahankan stabilitas agens hayati selama penyimpanan maupun
pendistribusian, (2) meningkatkan persistensi agens di lapangan, (3) mempermudah
aplikasi produk tersebut di lapangan, (4) melindungi agens dari faktor lingkungan
yang kurang mendukung, dan (5) menambah aktivitas agens pada target inang.
Formulasi terdari dari dua tipe, yaitu produk berbentuk padatan (tepung dan
butiran), serta berbentuk suspensi (berbahan dasar minyak atau air, dan emulsi)
(Jones dan Burges 1998).
Pemilihan bahan pembawa dalam formulasi dapat dilakukan dengan melihat
tujuan formulasi dan jenis agens hayati yang akan diformulasikan. Bahan pembawa
yang sesuai dapat menjaga viabilitas sel bakteri (Harahap 2011). Pemilihan bahan
juga akan menentukan keefektifan formulasi tersebut untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman, dan sebagai pengendali patogen (Ankardani et al. 2010).
Penurunan viabilitas sel dapat disebabkan oleh faktor suhu lingkungan, lama
penyimpanan, perubahan kadar air, jenis dan sifat dari bahan pembawa (Bai et al.
2003). Noviana dan Raharjo (2009) perubahan jumlah populasi pada bahan
pembawa dipengaruhi beberapa faktor yaitu nutrisi, suhu, proses produksi biomassa,
awal penyimpanan, dan adanya senyawa toksik yang mungkin terkandung dalam
bahan pembawa.
Formulasi Tepung
Formulasi tepung yang berbentuk padatan dengan bahan pembawa talk, yaitu
mineral yang sangat lunak dengan komposisi kimia (Mg3SiO10(OH)2) dengan kadar
magnesium 26.228%, silikon 10.10%, oksigen 63.36% dan hidrogen 0.3626%. Talk

9

umumnya terjadi sebagai mineral sekunder hasil hidrasi batuan pembawa
magnesium, seperti petidotit, gabro, dan dolomit dengan sedikit kadar air dan luas
permukaan kurang dari 20 µm. Talk dapat berada di dalam pasir, lumpur, dan list
yang mempunyai ikatan sangat kuat. Talk merupakan jenis tanah mineral yang
dominan berasosiasi dengan kaolinit dan gibsit. Stabilitas talk relatif berbeda
dengan mineral liat yang lain karena komponen talk mempunyai kandungan tanah
liat yang sangat kuat. Talk juga memiliki sifat halus, licin, penghisap minyak dan
lemak, konduktivitas listrik rendah, penghantar panas tinggi, dan berkekuatan
tinggi (Dixon 1989).
Sulistiani (2009) melaporkan pengaruh interaksi jenis formulasi dan lama
penyimpanan formulasi spora B. subtilis memberikan hasil yang beragam.
Formulasi talk pada penyimpanan minggu ke-6 mencapai panjang optimum pada
benih padi jika dibandingkan dengan formulasi lainnya. Hal ini terjadi karena
kombinasi perlakuan paling efektif jika menggunakan formulasi talk dengan waktu
aplikasi pada minggu keenam. Selain jenis formulasi lama penyimpanan juga
memberikan pengaruh terhadap viabilitas spora.
Kuenpech dan Akarapisan (2014) melaporkan bahwa talk yang dicampur
dengan tepung gandum, sodium alginat, gliserin, sukrosa, yeast extract mampu
mempertahankan vaiabilitas sel bakteri B. subtilis B6. Selain mampu
mempertahankan viabilitas sel bakteri formulasi tersebut juga diketahui mampu
menekan pertumbuhan cendawan Colletrotichum sp. pada tanaman anggrek.
Penelitian menggunakan talk sebagai bahan pembawa juga dilaporkan oleh Wahab
et al. (2014), talk dengan penambahan selulosa, glukosa, silica copper, kalsium,
besi, dan sodium dapat mempertahankan viabilitas Pseudomonas GanoEB3 sampai
penyimpanan 12 bulan dan meningkatkan pertumbuhan kelapa sawit.
Selain talk, tepung tapioka juga sering digunakan dalam formulasi. Tepung
tapioka pada dasarnya merupakan pati dari ketela pohon, dengan komposisi kimia
yaitu serat 0.5%, air 15%, karbohidrat 85%, protein 0.5 sampai 0.7%, lemak 0.2%,
dan energi (kalori/100 g). Wijayanti (2010) melaporkan bahwa tepung tapioka
berpotensi sebagai campuran bahan pembawa Natrium alginat pada pupuk biologis
yang dihasilkan melalui enkapsulasi. Viabilitas Azospirillum brasilense dalam
kapsul Natrium alginat dan dalam formulasi bahan pembawa (perbandingan
konsentrasi antara Natrium alginat dan tepung tapioka) sangat baik.
Formulasi Cair
Formula cair yang banyak ditemui di kalangan masyarakat yaitu dengan
memanfaatkan limbah air kelapa. Pemanfaatan air kelapa sebagai limbah organik
untuk media tumbuh bakteri sudah lama digunakan. Limbah organik cair banyak
digunakan sebagai media alternatif seperti limbah air kelapa dapat dijadikan media
untuk pertumbuhan bakteri P. flourescens (Ratdiana 2007). Vigliar et al. (2006)
melaporkan bahwa air kelapa mempunyai komposisi nutrisi yang lengkap berupa
95.5% air, 4% karbohidrat, 0.1% lemak, 0.02% kalsium, 0.01% fosfor, 0.5% besi,
asam amino, vitamin C, vitamin B kompleks dan garam-garam mineral. Kandungan
nutrisi yang lengkap pada air kelapa menyebabkan pertumbuhan populasi atau
jumlah koloni B. subtilis cukup baik dan stabil selama dalam proses penyimpanan.
Hasil penelitian Yelti et al. (2014) juga melaporkan bahwa formulasi air
kelapa dengan penambahan 2% gula merah hingga penyimpanan 60 hari dapat
mempertahankan viabilitas bakteri pelarut fosfat 7.0 x 1010 sampai 2.82 x 1011 cfu

10

mL-1. Tingginya populasi bakteri pada formulasi air kelapa disebabkan oleh banyak
sumber karbon yang terkandung di dalam air kelapa. Air kelapa mengandung air
91%, protein 0.14%, lemak 1.5%, karbohidrat 4.6%, dan abu 1.06%. Air kelapa
mengandung berbagai nutrisi seperti sukrosa, dekstrosa, fruktosa serta vitamin B
kompleks. Nutrisi tersebut sangat berguna untuk pertumbuhan bakteri pelarut fosfat
(Demse 2008).
Selain air kelapa, molase juga banyak digunakan dalam formulasi cair.
Molase adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan gula tebu (Saccharum
officinarum L.). Molase berupa cairan kental dan diperoleh dari proses pengolahan
gula setelah mengalami kristalisasi berulang, yang berwarna coklat kehitaman.
Molase berbagai sumber karbohidrat seperti glukosa, sukrosa, dan fruktosa (Paturau
1982). Kandungan karbohidrat yang kompleks pada molase dapat menyebabkan
bertambah lamanya waktu inkubasi bakteri sebelum mencapai populasi maksimum.
Hasil penelitian Derakhshan et al. (2008) menunjukkan bahwa formulasi cair
menggunakan bahan molase mampu mempertahankan viabilitas cendawan L.
Lecanii di atas 88% setelah disimpan 12 bulan.
Formulasi Kompos
Bahan organik merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai
bahan pembawa agens biokontrol (Warrior et al. 2002). Penggunaan bahan organik
sebagai bahan pembawa agens biokontrol mempunyai manfaat ganda karena selain
menjadi bahan pembawa dan sumber nutrisi (food base) bagi agens biokontrol
(Hoitink dan Boehm 1999). Bahan organik sendiri juga mempunyai kemampuan
untuk menekan penyakit terbawa tanah (Noble dan Coventry 2005).
Kompos merupakan bahan organik, seperti daun-daunan, jerami, rumputrumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, carang-carang serta kotoran hewan
yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai, sehingga
dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Kompos mengandung
hara-hara mineral yang esensial bagi tanaman. Di lingkungan alam terbuka, proses
pengomposan bisa terjadi dengan sendirinya. Lewat proses alami rumput, daundaunan dan kotoran hewan serta sampah lainnya lama kelamaan membusuk karena
adanya kerja sama antara mikroorganisme dengan cuaca. Proses tersebut bisa
dipercepat oleh perlakuan manusia, yaitu dengan menambahkan mikroorganisme
pengurai sehingga dalam waktu singkat akan diperoleh kompos yang berkualitas
baik. Dengan demikian, kompos merupakan sumber bahan organik dan nutrisi
tanaman (Setyorini et al. 2006).
Bahan dasar kompos dengan variasi rasio C/N mengandung Nitrogen (N)
kompos matang komposter 1, 2 dan 3 berturut-turut yaitu 2.71%, 2.63% dan 2.94%.
Nilai Phosfor (P) kompos matang komposter 1, 2 dan 3 berturut-turut yaitu 1.96%,
2.13% dan 1.82%. Nilai Kalium (K) kompos matang komposter 1, 2 dan 3 berturut
turut yaitu 7.36%, 7.57% dan 6.59%. Kadar air komposter 1, 2 dan 3 berturutturut yaitu 20.27, 20.97% dan 18,33% (Widarti et al. 2015).
Hasil penelitian Jayaningrum et al. (2014) melaporkan bahwa perlakuan
kompos steril yang ditambah mikroba antagonis paling baik dalam menyebabkan
kerusakan pada telur Meloidogyne spp. yaitu sebesar 53.24% sedangkan perlakuan
kompos steril:kascing steril (1:1 v/v) yang ditambah mikroba antagonis dapat
menyebabkan J2 Meloidogyne spp. rusak atau mati sebesar 92.06%.

11

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan Laboratorium Nematologi Tumbuhan, Departeman
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Rumah kaca
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat-obatan Cimanggu Bogor. Waktu
pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli 2014 sampai April 2015.
Karakterisasi Morfologi Bakteri Endofit
Bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bacillus sp. AA2
dan Bacillus sp. MER yang diisolasi dari tanaman lada dan isolat MSJ yang diisolasi
dari tanaman mahoni. Isolat diremajakan pada media Tryptic Soya Agar (TSA)
100%, kemudian diinkubasi selama 24 sampai 48 jam pada suhu ruang. Bakteri
endofit yang telah tumbuh diamati bentuk morfologinya, kemudian sebanyak satu
petri dimasukkan kedalam 100 mL TSB dan di goyang menggunakan shaker selama
24 jam untuk keperluan selanjutnya.
Uji Patogenesitas Bakteri Endofit pada Tumbuhan
Isolat bakteri endofit ditumbuhkan pada media TSA selama 48 jam. Bakteri
diambil dan disuspensikan pada media Tryptic Soya Broth (TSB), kemudian di
shaker dengan kecepatan 100 rpm selama 24 jam pada suhu ruang. Suspensi bakteri
disuntikkan menggunakan jarum pada daun tembakau hingga membasahi ruang
antar sel. Pengamatan dilakukan setelah 24 sampai 48 jam dengan melihat ada
tidaknya gejala nekrotik pada daun tembakau.
Karakterisasi Fisiologis Bakteri Endofit
Uji Pewarnaan Gram
Sebanyak 0.5 mL akuades steril diteteskan pada permukaan kaca objek,
kemudian koloni tunggal isolat bakteri diambil dengan jarum ose dan disebar
secara merata. Olesan bakteri tersebut dibiarkan kering dengan cara difiksasi
pada api bunsen sampai agak kering, kemudian diberikan 0.5 mL larutan kristal
violet dan dibiarkan selama satu menit dan dibilas dengan akuades. Bakteri
tersebut diberi larutan iodium dan dibiarkan selama dua menit dan dibilas
dengan akuades. Preparat dicuci dengan alkohol 96% dan dibilas dengan
akuades dan ditambahkan pewarna pembanding safranin dan dibilas kembali
dengan akuades. Preparat ditetesi dengan minyak emersi dan diamati dibawah
mikroskop cahaya dengan perbesaran 40 x 10 untuk melihat bentuk dan warna
sel bakteri (Schaad et al. 2001).
Uji Gram Bakteri dengan KOH 3%
Sebanyak satu tetes larutan KOH 3% diteteskan di atas gelas objek steril.
Koloni bakteri yang telah dimurnikan sebelumnya diambil dengan menggunakan
jarum ose dan dicampurkan pada larutan KOH 3% untuk membentuk lendir.
Bakteri Gram negatif ditunjukkan dengan lengket dan yidak putusnya lendir ketika

12

diangkat perlahan dengan jarum ose setinggi 5 sampai 7 cm, sedangkan Gram
positif tidak menunjukkan terangkatnya lendir oleh jarum ose.
Aktivitas Kitinolitik
Uji produksi enzim kitinase dilakukan dengan menggunakan media spesifik
kitin 1% dengan komposisi 15 g bacto agar, 5 g glukosa, 2 g pepton, 10 g koloidal
kitin, 0.5 g K2HPO4. 0.5 g MgSO4, 0.5 g NaCl dalam 1 L akuades. Media yang
telah disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC dan tekanan 17 psi dituang pada
cawan petri, kemudian bakteri endofit digores pada media tersebut. Aktivitas
kitinolitik ditandai dengan terbentuknya zona bening disekitar koloni bakteri
setelah diinkubasi selama 24 sampai 72 jam (Hariprasad et al. 2011).
Aktivitas Proteolitik
Uji proteolitik menggunakan media Skim Milk Agar (SMA) 1% yaitu TSA
yang ditambahkan didalamnya dengan susu skim. Media TSA 100% sebanyak 900
mL disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC dan tekanan 17 psi, kemudian
ditambahkan susu skim 10 g dalam 100 mL akuades yang telah dipasteurisasi pada
suhu 110 oC selama 10 menit. Bakteri endofit di gores pada media SMA dan
diinkubasi pada suhu ruang selama 24 sampai 72 jam. Aktivitas proteolitik ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni bakteri (Baehaki et al.
2011).
Aktivitas Lipolitik
Uji lipolitik menggunakan media rhodamin-B. Komposisi media dalam satu
liter terdiri dari 8 g NB, 4 g sodium klorid, 10 g agar, dan larutan rhodamin B
sebanyak 0.001% dengan pH 7. Media di sterilisasi autoklaf pada suhu 121 oC
selama 15 menit. Minyak zaitun (2.5%) sebelum media dituang dalam cawan petri.
Isolat bakteri endofit digores pada media dan dilakukan pengamatan dibawah
lampu UV setelah inkubasi 48 jam (Kouker dan Jaeger 1987)
Uji Aktivitas Pelarut Fosfat
Uji kemampuan bakteri untuk memobilisasi fosfat menggunakan medium
Pikovskaya agar dengan penambahan Tri-Calcium Phosphate (TCP). Komposisi
dalam satu liter media terdiri dari glukosa 10 g, NaCl 0.2 g, KCl 0.2 g, MgSO4 0.1
g, MnSO4 2.5 mg, FeSO4 2.5 mg, yeast extract 0.5 g, (NH4)2.SO4 0.5 g, dan agar
15 g. Media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC dan tekanan 17 psi
kemudian dituang pada cawan petri. Bakteri digores pada medium dan diinkubasi
pada suhu ruang selama 4 sampai 8 hari. Zona bening di sekitar bakteri
menunjukkan adanya kemampuan bakteri untuk melarutkan fosfat (Thakuria et al.
2004).
Penambat Nitrogen
Uji penambat nitrogen menggunakan media semi padat NFB (Nitrogen Free
Bromthymol Blue). Komposisi dalam satu liter media terdiri dari asam malat 5 g,
Na2.HPO4. 0.5 g, MgSO4.7H2O 0.2 g, NaCl 0.1 g, CaCl 0.02 g, Trace element
solution (Na2MoO4.2H2O 0.2 g, MnSO4.H2O 0.235 g, asam borat 0.28 g,
CuSO4.5H2O 0.008 g, ZnSO4.7H2O 0.024 g, akuades 1 L), Bromothymol Blue
(0.5% aqueous solution disolved dalam 0.2 N KOH) 2.0 mL, Iron EDTA solution
(1.64%) 4 g, vitamin solution (Biotin 0.01 g, Pyridoxin 0.02 g, akuades 1 L), KOH

13

4 g, agar 1.75 g. Bakteri endofit ditumbuhkan pada media TSB 100%, kemudian 1
mL suspensi bakteri dengan kerapata