Eksplorasi Bakteri Dan Cendawan Endofit Sebagai Agens Pengendali Penyakit Blas (Pyricularia Oryzae) Pada Padi Sawah

EKSPLORASI BAKTERI DAN CENDAWAN ENDOFIT
SEBAGAI AGENS PENGENDALI PENYAKIT BLAS
(Pyricularia oryzae) PADA PADI SAWAH

IRWANTO SUCIPTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Eksplorasi Bakteri
dan Cendawan Endofit Sebagai Agens Pengendali Penyakit Blas (Pyricularia
oryzae) pada Padi Sawah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Irwanto Sucipto
NRP A352130121

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
*

RINGKASAN
IRWANTO SUCIPTO. Eksplorasi Bakteri dan Cendawan Endofit Sebagai Agens
Pengendali Penyakit Blas (Pyricularia oryzae) pada Padi Sawah. Dibimbing oleh
ABDUL MUNIF dan EFI TODING TONDOK.
Penyakit blas awalnya merupakan masalah utama pada pertanaman padi gogo
di Indonesia namun saat ini juga telah menjadi masalah pada pertanaman padi
sawah. Informasi terkait penggunaan bakteri dan cendawan endofit sebagai
pengendali penyakit blas pada padi khususnya padi sawah masih sangat terbatas.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bakteri dan cendawan endofit sebagai
pengendali penyakit blas. Penelitian ini terdiri atas 5 tahapan, yaitu 1)

eksplorasi bakteri dan cendawan endofit dari tanaman padi, 2) seleksi bakteri
dan cendawan endofit, 3) uji penghambatan bakteri dan cendawan endofit
terhadap pertumbuhan P. oryzae, 4) uji penghambatan pertumbuhan P. oryzae di
rumah kaca, 5) identifikasi bakteri dan cendawan endofit. Isolasi bakteri dan
cendawan endofit menggunakan sterilisasi permukaan bertingkat dengan alkohol
70 % selama 0.5 menit kemudian dilanjutkan merendam sampel pada NaOCl 1 %
selama 1 menit. Isolasi bakteri endofit dilanjutkan dengan menghancurkan bagian
tanaman tersebut dengan mortar steril sampai halus dengan penambahan air 1:10.
Sebanyak 0.1 ml diambil dari masing-masing suspensi daun, akar dan batang
tersebut kemudian ratakan pada media tryptic soy agar (TSA) 20 %. Isolasi
cendawan endofit dilakukan dengan meletakkan sampel pada media malt extract
agar (MEA) 10% tanpa digerus dan diinkubasi selama 7 hari. Seleksi bakteri
endofit dilakukan melalui 3 tahap yaitu pengujian reaksi hipersensitif
(HR/hypersensitive reaction) terhadap tanaman tembakau, pengujian terhadap
pertumbuhan benih padi (DPM/direct planting method) dan pengujian aktivitas
hemolisis bakteri. Seleksi cendawan endofit dilakukan dengan pengujian cendawan
endofit terhadap perkecambahan dan perkembangan benih padi. Uji penghambatan
bakteri dan cendawan endofit terhadap pertumbuhan P. oryzae secara in vitro di
lakukan untuk melihat kemampuan antibiosis pada bakteri dan cendawan endofit.
Empat isolat bakteri dan cendawan endofit terbaik diambil untuk dilakukan uji

penghambatan pertumbuhan P. oryzae di rumah kaca. Masing-masing isolat yang
digunakan di rumah kaca diidentifikasi lebih lanjut.
Bakteri dan cendawan endofit yang berhasil diisolasi sebanyak 162 isolat
terdiri atas 115 isolat bakteri endofit dan 47 isolat cendawan endofit. Berdasarkan
hasil uji patogenesitas dan potensinya sebagai plant growth promoting
rhizobacteria (PGPR) dan plant growth promoting fungi (PGPF) masing-masing
19 bakteri endofit dan 14 cendawan endofit terpilih digunakan pada uji in vitro.
Empat isolat bakteri endofit dan 4 isolat cendawan endofit yang memiliki aktivitas
antibiosis tertinggi dilanjutkan pada uji penghambatan P. oryzae pada padi sawah
varietas Kencana Bali. Bakteri dan cendawan endofit yang diuji mempunyai
mekanisme antibiosis ditunjukkan dengan adanya zona bening antara pertemuan
patogen dan endofit. Pengujian secara in vivo menunjukkan aplikasi mikroba
endofit terbukti mampu menekan keparahan penyakit blas pada tanaman padi
dengan tingkat penekanan penyakit sebesar 30 sampai 70%. Penekanan penyakit
paling stabil mulai dari awal pengamatan sampai pada akhir pengamatan
ditunjukkan oleh isolat EB9 dan CEA5.

Hasil perlakuan inokulasi bakteri dan cendawan endofit pada tanaman padi di
rumah kaca menunjukkan adanya hubungan yang sesuai mulai dari hasil uji in vitro,
in vivo sampai hasil pengamatan pada pertumbuhan tanaman padi. Selain dapat

menekan pertumbuhan penyakit blas di rumah kaca, perlakuan isolat EB9 dan
CEA5 menunjukkan adanya pengaruh positif terhadap semua parameter
pertumbuhan (tinggi tajuk, panjang akar, dan bobot biomassa) dibandingkan
kontrol. Isolat bakteri endofit yang telah diuji memiliki homologi tertinggi dengan
Burkholderia sp. Hu35C, Burkholderia sp. WP1, B. gladioli strain IHB B 15121,
B. cepacia strain CH9, sedangkan isolat cendawan endofit yang telah diuji
teridentifikasi sebagai Fusarium sp, Cladosporium sp, Phoma sp, Penicillium sp,
berturut-turut untuk isolat EB 1, EB 9, EB 28, EA 35, CEA 5, CEA 3, CEB 3, dan
CED 2.
Kata kunci: pengendalian hayati, mikroba endofit, uji antagonis, uji patogenesitas.

SUMMARY
IRWANTO SUCIPTO. Exploration of Endophytic Bacteria and Fungi as
Biocontrol Agent of Blast Disease (Pyricularia oryzae) on Rice. Supervised by
ABDUL MUNIF and EFI TODING TONDOK.
Blast disease initially was the main problem in upland rice productivity in
Indonesia but now also has been the main problem on lowland rice. Information
related the use of endophytic bacteria and fungi for controlling blast disease in rice
was still very limited. The objective of this research was to obtain endophytic
bacteria and fungi as blast disease control was very important. This research

consisted of 5 stages, namely 1) exploration of endophytic bacteria and fungi from
rice, 2) selection of endophytic bacteria and fungi, 3) inhibition test of endophytic
bacteria and fungi against P. oryzae growth, 4) inhibition test of blast disease in
greenhouse 5) identification of endophytic bacteria and fungi. Isolation of
endophytic bacteria and fungi using two steps of surface sterilization with alcohol
70 % for 0.5 minutes continued soaked the samples in NaOCl 1 % for 1 minute.
Isolation endophytic bacteria followed by crush the samples with sterile mortar with
the addition of water 1:10. As many as 0.1 ml taken from each suspension of leaves,
roots and stems then plated on tryptic soy agar media (TSA) 20 %. Isolation of
endophytic fungi was done by inoculating the samples to Malt extract agar media
(MEA) 10 % without crushed and incubated for 7 days. Selection of endophytic
bacteria was done through three assays, namely hypersensitive reaction test (HR)
on tobacco plants, test on the growth of rice seed (DPM/ direct planting method)
and testing of bacteria hemolysis activity. Selection of endophytic fungi was done
by testing endophytic fungi against germination and development of rice seed.
Inhibition test of endophytic bacteria and fungi on the growth of P. oryzae in vitro
was aimed to see the antibiosis ability of endophytic bacteria and fungi. The best
four isolates endophytic bacteria and fungi was taken to continue inhibition test of
P. oryzae in the greenhouse. Each isolates used in greenhouse was identified further.
Endophytic bacteria and fungi which succeeded isolated were 162 isolates

consisted of 115 endophytic bacteria and 47 endophytic fungi. Based on the results
of the pathogenicity test and the potential as plant growth promoting rhizobacteria
(PGPR) and plant growth promoting of fungi (PGPF), 19 endophytic bacteria and
14 endophytic fungi was used on in vitro test. Four isolates endophytic bacteria and
4 isolates endophytic fungi which have a highest antibiosis activity was continued
on inhibition test of blast disease on rice, Kencana Bali varieties. Endophytic
bacteria and fungi shown antibiosis mechanism, proved by clear zone between
pathogen and endophytic microbe. In vivo test has shown that application of
endophytic microbes were able to suppress severity of blas disease in rice to the
level of emphasis disease of 30-70 %. The most stable of disease emphasis from the
beginning observation until to the end of observation was showed by EB9 and
CEA5 isolates.
Inoculation of endophytic bacteria and fungi in rice showed appropriate
relationship start from the result of in vitro test, in vivo test until the result of growth
observation of rice. In addition to reduce growth of blast disease in greenhouse,
treatment of EB9 and CEA5 isolates showed that there was a positive influence
over all parameter growth (plant height, roots length, and biomass) compared than

control. Endophytic bacteria isolates tested have highest homology with
Burkholderia sp. Hu35C, Burkholderia sp. WP1, B. gladioli strain IHB B 15121,

B. cepacia strain CH9, while endophytic fungi isolates that has been tested
identified as Fusarium sp, Cladosporium sp, Phoma sp, Penicillium sp, in
succession for EB 1, EB 9, EB 28, EA 35, CEA 5, CEA 3, CEB 3, and CED 2.
Keywords: antagonist test, biological control, endophytic microbe, patogenecity
test.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

EKSPLORASI BAKTERI DAN CENDAWAN ENDOFIT
SEBAGAI AGENS PENGENDALI PENYAKIT BLAS
(Pyricularia oryzae) PADA PADI SAWAH


IRWANTO SUCIPTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin M.Si

Judul Tesis : Eksplorasi Bakteri dan Cendawan Endofit Sebagai Agens
Pengendali Penyakit Blas (Pyricularia oryzae) pada Padi Sawah
Nama
: Irwanto Sucipto
NIM

: A352130121

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Abdul Munif, MSc Agr.
Ketua

Dr Efi Toding Tondok, SP MSc.
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Fitopatologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc.

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr


Tanggal Ujian: 30 Oktober 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “Eksplorasi Bakteri dan
Cendawan Endofit Sebagai Agens Pengendali Penyakit Blas (Pyricularia oryzae)
pada Padi Sawah” dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Abdul Munif, MSc Agr, Dr Efi
Toding Tondok, SP MSc selaku komisi pembimbing dan Ir Yadi Suryadi MSc
selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan petunjuk, saran dan motivasi
bagi penulis baik dalam proses penelitian maupun penulisan karya ilmiah ini serta
Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin M.Si selaku penguji luar komisi yang telah
memberikan saran demi perbaikan penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian yang telah memberikan izin
penggunaan Laboratorium Mikrobiologi dan rumah kaca “Moisture chamber for
blast disease”. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan

seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya serta teman-teman
departemen Proteksi Tanaman atas dukungannya dalam penyelesaian karya ilmiah
ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2016

Irwanto Sucipto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi di Indonesia
Penyakit Blas
Bakteri Endofit
Kolonisasi Bakteri Endofit
Interaksi Prekolonisasi
Pergerakan (Movement)
Pelekatan (Attachment)
Pengenalan (Recognition)
Penetrasi (Penetration)
Interaksi Postkolonisasi
Multiplikasi (Multiplication)
Kolonisasi (Localization)
Cendawan Endofit
Potensi Endofit Sebagai Agens Hayati
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Isolasi Bakteri dan Cendawan Endofit
Seleksi Bakteri dan Cendawan Endofit
Uji Penghambatan Pertumbuhan Pyricularia oryzae oleh Bakteri dan
Cendawan Endofit
Uji Penghambatan Penyakit Blas pada Padi Sawah
Pengaruh Bakteri dan Cendawan Endofit terhadap Pertumbuhan
Tanaman Padi
Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Endofit
Identifikasi dan Karakterisasi Cendawan Endofit
Uji Kemampuan Bakteri dan Cendawan Endofit Mengolonisasi
Tanaman Padi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelimpahan Bakteri dan Cendawan Endofit Asal Tanaman Padi
Patogenesitas Bakteri Endofit
Aktivitas Hemolisis Bakteri
Patogenesitas Cendawan Endofit
Penghambatan Pertumbuhan Pyricularia oryzae oleh Bakteri dan
Cendawan Endofit
Penghambatan Penyakit Blas pada Padi Sawah

vi
vi
vii
1
1
2
2
2
3
3
4
5
6
6
6
6
7
7
7
8
8
9
10
12
12
12
12
12
13
15
16
17
17
18
19
19
20
21
21
22
24

Pengaruh Bakteri dan Cendawan Endofit terhadap Pertumbuhan
Tanaman Padi
Identifikasi Bakteri Endofit Berdasarkan Analisis Genotipik
Karakterisasi Bakteri Endofit
Identifikasi Cendawan Endofit Berdasarkan Analisis Morfologi
Karakterisasi Cendawan Endofit
Kemampuan Bakteri dan Cendawan Endofit Mengolonisasi Tanaman
Padi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

26
28
29
30
35
35
37
37
37
38
43
52

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Perbandingan karakteristik dari cendawan endofit
Klasifikasi cendawan endofit berdasarkan transmisi dan interaksi ekologi
Skala (skor) pengukuran keparahan penyakit blas
Jumlah isolat bakteri endofit asal tanaman padi dari beberapa daerah
Jumlah isolat cendawan endofit asal tanaman padi dari beberapa daerah
Hasil pengujian aktivitas hemolisis bakteri endofit pada agar darah
Pengaruh bakteri endofit terhadap pertumbuhan P. oryzae in vitro
Pengaruh cendawan endofit terhadap pertumbuhan P. oryzae in vitro
Pengaruh mikroba endofit terhadap respon pertumbuhan tanaman
Hasil karakterisasi bakteri endofit
Hasil karakterisasi isolat cendawan endofit

9
10
16
19
19
21
22
23
26
30
35

DAFTAR GAMBAR
1
2

3
4
5
6
7
8

9
10

11
12

Fase interaksi kolonisasi bakteri endofit pada permukaan akar (Hallmann
2001)
Kolonisasi external dan internal dari akar tumbuhan oleh bakteri endofit
dapat terjadi secara: 1) acak di atas permukaan akar, 2) dibawah sel
epidermis yang rusak, 3) berasosiasi dengan luka tumbuhan, 4) pada
tempat pembentukan akar lateral, 5) secara intraseluler di sel epidermis
akar termasuk rambut akar, 6) secara interseluler di dalam korteks akar
atau 7) berasosiasi dengan jaringan vaskuler (Hallmann 2001)
Skema uji antagonis dari bakteri endofit terhadap P. oryzae secara in
vitro
Skema uji antagonis dari bakteri endofit terhadap P. oryzae secara in
vitro (a) perlakuan endofit, (b) perlakuan kontrol
Uji antagonis bakteri endofit (a) tidak memiliki zona hambat (b) memiliki
zona hambat
Uji antagonis cendawan endofit (a) tidak memiliki zona hambat (b)
memiliki zona hambat (c) P. oryzae tertekan oleh mekanisme kompetisi
Pengaruh mikroba endofit terhadap intensitas penyakit blas pada padi
varietas Kencana Bali di rumah kaca
Gejala penyakit blas pada tanaman padi: gejala awal blas daun (skor 13), b) gejala blas daun untuk perlakuan kontrol (skor 4-6), c) gejala blas
daun untuk perlakuan kontrol (skor 7-9), d) dan e) gejala blas node untuk
perlakuan kontrol
Bobot basah dan bobot kering tanaman padi setelah perlakuan mikroba
endofit
Hasil amplifikasi gen 16S rRNA bakteri endofit asal tanaman padi
menggunakan primer universal prokariota 27F/1492R. Marker 1kb DNA
Ladder, (1) EB 1, (2) EB 6, (3) EB 7, (4) EB 9
Hasil identifikasi morfologi isolat cendawan endofit
Hasil uji kolonisasi (a) isolat bakteri endofit EB 9 dan (b) isolat cendawan
endofit CEA 5

6
8

14
14
22
23
24
25

27
28

31
36

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil positif uji hipersensitif pada tanaman tembakau
2 Metode penanaman benih pada biakan bakteri: (a) gejala nekrotik pada
kecambah, (b) pertumbuhan normal dari kecambah
3 Hasil positif uji aktivitas hemolisis bakteri pada agar darah
4 Hasil uji patogenesitas cendawan endofit: (a) gejala nekrotik pada
kecambah, (b) pertumbuhan normal dari kecambah
5 Pertumbuhan tinggi tanaman padi pada beberapa perlakuan: A) Kontrol,
B) EB 1, C) EB 9, D) EB 28, E) EA 35, F) CEA 3, G) CEA 5, H) CED
2, I) CEB 3
6 Pertumbuhan tanaman padi mulai dari akar sampai tinggi tajuk pada
beberapa perlakuan: A) Kontrol, B) EB 1, C) EB 9, D) EB 28, E) EA 35,
F) CEA 3, G) CEA 5, H) CED 2, I) CEB 3
7 Karakterisasi bakteri endofit (a) Reaksi positif pada uji Gram dengan
KOH 3%, (b) Reaksi negatif pada uji Gram dengan KOH 3%, (c) Reaksi
positif pada uji katalase dengan substrat H2O2, (d) Reaksi negatif pada
uji katalase dengan substrat H2O2, (e) Reaksi positif pada uji kitinolitik,
(f) Reaksi negatif pada uji kitinolitik, (g) Reaksi positif pada uji lipolitik,
(h) Reaksi negatif pada uji lipolitik, (i) (j) Reaksi negatif pada media
King’s B, (k) (l) Reaksi negatif pada media YDCA
8 Analisis sikuen gen 16S rRNA
9 Hasil seleksi awal bakteri endofit
10 Hasil seleksi awal cendawan endofit

43
43
43
43
44

44

45

46
47
50

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi merupakan salah satu tanaman pangan terpenting dan telah menjadi
sumber karbohidrat utama dari setengah penduduk di dunia (Khush dan Jena 2009).
Fluktuasi harga padi yang terjadi pada tahun 2007 telah mempengaruhi keamanan
pangan pada beberapa negara berkembang dimana padi menjadi tanaman pangan
pokok (Van Nguyen 2010). Di Indonesia, produksi padi pada tahun 2012 telah
mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2011. Peningkatan produksi padi
tahun 2012 tersebut banyak terjadi di Pulau Jawa (BPS 2012). Peningkatan
produksi padi tersebut merupakan kebutuhan mendesak di Indonesia dalam
penyediaan kebutuhan pangan karena adanya aktivitas peningkatan populasi.
Lebih dari 90% padi dunia ditumbuhkan dan dikonsumsi di Asia dimana 60%
penduduk dunia tinggal. Populasi konsumen padi terus meningkat dan permintaan
akan padi juga meningkat. Meskipun potensi produksi padi 10 ton per hektar, petani
rata-rata memanen hanya 5 ton per ha (Khush dan Jena 2009). Salah satu penyebab
kesenjangan hasil ini karena kehilangan akibat cekaman biotik dan abiotik. Di
antara cekaman biotik, penyakit blas merupakan salah satu yang paling penting dan
merusak pada tanaman padi (Couch dan Kohn 2002). Penyakit blas mempengaruhi
produksi padi pada semua kawasan penanaman padi (Khush dan Jena 2009).
Penyakit blas dikenal sebagai penyakit demam pada padi (rice fever disease) di
Cina pada awal tahun 1637, dilaporkan sebagai Imochi-byo di Jepang pada tahun
1704, dan disebut sebagai brusone di Itali pada tahun 1828. Penyakit ini juga
dilaporkan di USA pada awal tahun 1876 dan pada tahun 1913 di India (Shafaullah
et al. 2011). Tsunoda et al. (1998) menambahkan selain di Indonesia, blas juga
merupakan penyakit yang paling mengancam pertanamanan padi di Jepang. Pada
awalnya, penyakit blas di Indonesia merupakan masalah utama yang terdapat pada
produktivitas padi gogo (Kustianto et al. 1993; Santoso dan Nasution 2009) namun
saat ini penyakit blas juga dapat dijumpai pada pertanaman padi sawah.
Penyakit blas pada padi yang disebabkan oleh Pyricularia oryzae dianggap
sebagai penyakit paling penting karena penyebarannya yang luas dan menyebabkan
kehilangan hasil yang parah (Zheng et al. 1998). Bagali et al. (2000) menyatakan
perubahan yang cepat dari virulensi populasi patogen merupakan ancaman yang
terus ada bila menggunakan varietas resisten untuk mengendalikan penyakit blas.
Pengendalian patogen tanaman harus dilakukan untuk mempertahankan
kualitas dan kuantitas dari hasil tanaman. Beberapa pendekatan yang berbeda
digunakan untuk mencegah, mengurangi atau mengendalikan penyakit tanaman.
Upaya pengendalian penyakit blas yang umum dilakukan adalah penggunaan
fungisida (PPPTP 2003), perakitan varietas tahan (Utami et al. 2006; Taufik 2011),
penggunaan cendawan rizosfer (Meiniwati et al. 2014) serta penggunaan bakteri
rizosfer (Andini 2015). Input bahan kimia sintetis seperti fungisida merupakan
upaya pengendalian yang paling sering dilakukan oleh petani diantara upaya
pengendalian yang lain. Input kimia sintetis telah berkontribusi secara signifikan
dalam pencapaian produktivitas dan kualitas tanaman selama kurang lebih 100
tahun. Namun polusi lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan yang
berlebihan dan penyalahgunaannya menyebabkan perubahan sikap manusia

2

terhadap penggunaan pestisida dalam pertanian (Pal dan McSpadden Gardener
2006).
Seiring perkembangan waktu, terdapat tekanan publik berupa peraturan dan
keinginan konsumen pangan untuk meminimalkan penggunaan bahan kimia di
bidang pertanian sehingga beberapa peneliti memfokuskan pada upaya
pengembangan input alternatif untuk mengendalikan penyakit tanaman tersebut. Di
antara input alternatif tersebut mengacu pada praktek pengendalian hayati (Pal dan
McSpadden Gardener 2006). Salah satu cara pengendalian hayati yang sangat
efektif namun jarang digunakan adalah dengan menggunakan organisme antagonis
yaitu bakteri dan cendawan endofit. Pengendalian hayati dengan menggunakan
cendawan endofit dirasakan sebagai pengendalian yang tepat karena relung ekologi
endofit berasal dari tanaman itu sendiri sehingga diasumsikan endofit mudah
beradaptasi pada habitat baru. Malinowski dan Belesky (2000) menyatakan
interaksi endofit dengan inang dapat menginduksi ketahanan inang dari serangan
patogen penyebab penyakit. Berbeda dengan organisme seperti rizosfer atau filosfer,
perbedaan habitat memungkinkan organisme sulit beradaptasi sehingga
menyebabkan organisme filosfer dan rizosfer menjadi kurang efektif ketika
diaplikasikan pada tanaman.
Kata endofit digunakan untuk bakteri atau cendawan yang hidup di dalam
jaringan tanaman, untuk memenuhi seluruh atau sebagian siklus hidupnya dan tidak
menimbulkan gejala pada tanaman inangnya (Petrini 1991). Bakteri dan cendawan
endofit dalam arti luas merupakan organisme yang mengolonisasi jaringan tanaman
tanpa menyebabkan efek langsung pada tanaman inangnya. Definisi tersebut
mencakup seluruh interaksi simbiotik antara cendawan dan tanaman yaitu
parasitisme, komensalisme, mutualisme (Stone et al. 2004). Penggunaan endofit
yang dapat menekan penggunaan input kimia sintetis menjadikan endofit sebagai
metode dalam meningkatkan ketahanan tanaman yang ramah lingkungan sehingga
perkembangan endofit menjadi semakin pesat. Namun informasi terkait dalam
penggunaan organisme antagonis yaitu bakteri dan cendawan endofit sebagai
pengendali penyakit blas pada padi khususnya padi sawah masih sangat terbatas.
Oleh karena itu, informasi terkait eksplorasi bakteri dan cendawan endofit sangat
penting dilakukan untuk mendapatkan bakteri dan cendawan endofit potensial
sebagai pengendali penyakit blas akibat P. oryzae pada padi sawah.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan bakteri dan cendawan endofit yang
berasal dari padi sawah, yang berpotensi menekan keparahan penyakit blas pada
padi sawah yang disebabkan oleh P. oryzae.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan terkait bakteri dan
cendawan endofit yang terdapat pada padi sawah yang berpotensi menekan
keparahan penyakit blas pada padi sawah yang diakibatkan oleh P. oryzae sehingga
dapat mengoptimalkan pertumbuhan tanaman padi sawah.
Hipotesis
Hipotesa penelitian ini adalah terdapat beberapa mikroba endofit dari
golongan bakteri dan cendawan yang berpotensi menekan keparahan penyakit blas
pada padi sawah yang diakibatkan oleh P. oryzae.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi di Indonesia
Tanaman padi yang dibudidayakan (Oryza sativa L.) termasuk dalam suku
Oryzeae dibawah sub famili Pooideae. Genus Oryza terbagi ke dalam beberapa
bagian dan menempatkan O. sativa dibawah seri Sativa pada bagian Sativae. O.
sativa merupakan tanaman asli pada benua Asia (Bardenas dan Chang 1965). Padi
telah menjadi tanaman pangan sejak zaman prasejarah. Beberapa pihak
menyebutkan bahwa tanaman padi berasal dari Cina, karena di wilayah ini banyak
ditemukan jenis-jenis padi liar. Hal ini didasarkan pada teori N.I. Vavilov yang
menyatakan bahwa daerah asal-usul suatu tanaman ditandai dengan terdapatnya
pemusatan jenis-jenis liar tanaman tersebut. Bangsa Indonesia juga mempunyai
cukup alasan untuk mengaku bahwa padi sebenarnya berasal dari pulau Jawa. Hal
ini didasarkan pada hikayat Jawa Kuno, hikayat ini jelas menunjukkan simbolsimbol budidaya tanaman padi, yakni padi sawah yang diturunkan oleh Dewi Sri
dan padi huma (gogo) dari Retna Dumila (Manurung dan Ismunadji 1988). Di
Indonesia, padi ditanam diseluruh daerah, mulai dari dekat pantai sampai ke dataran
tinggi di pegunungan. Umumnya padi diusahakan sebagai padi sawah (85-90%)
dan sebagian kecil diusahakan sebagai padi gogo (10-15%). Padi tergolong tanaman
yang toleran terhadap kondiri pengairan, bisa ditanam pada tanah darat dan disebut
sebagai padi gogo atau padi ladang dan dapat ditanam pada tanah tergenang atau
disebut sebagai padi sawah. Tanaman padi yang ditanam sebagai padi gogo selama
sekitar 2 bulan kemudian berangsur-angsur digenangi dan akhirnya tumbuh sebagai
padi sawah sampai panen disebut sebagai padi gogo rancah (Taslim dan Fagi 1988).
Keseluruhan organ tanaman padi terdiri atas dua kelompok, yakni organ
vegetatif dan organ generatif. Bagian-bagian vegetatif meliputi akar, batang dan
daun sedangkan bagian generatif terdiri atas malai, gabah dan bunga (Taslim dan
Fagi 1988). Akar padi digolongkan ke dalam akar serabut. Akar primer (radikula)
yang tumbuh sewaktu berkecambah bersama akar-akar lain yang muncul dari
embrio disebut sebagai akar seminal yang jumlahnya antara 1-7. Apabila terjadi
gangguan fisik terhadap akar primer, maka hal ini mempercepat pertumbuhan akarakar seminal lainnya. Tanaman padi memiliki pola anakan berganda (anak-beranak),
dari batang utama akan tumbuh anakan primer dan selanjutnya tumbuh anakan
sekunder yang kemudian menghasilkan anakan tersier. Kapasitas anakan ini
merupakan salah satu sifat utama yang penting pada varietas-varietas unggul. Daun
tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang-seling, satu daun
pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas (i) helai daun; (ii) pelepah daun yang
membungkus ruas; (iii) telinga daun (auricle); (iv) lidah daun (ligule). Terdapatnya
telinga daun dan lidah daun pada padi dapat digunakan untuk membedakannya
dengan rumput-rumputan selagi keduanya dalam stadia bibit, karena daun rumputrumputan hanya memiliki lidah atau telinga daun atau tidak ada sama sekali. Batang
tanaman padi terdiri atas ruas yang dibatasi oleh buku. Daun dan tunas (anakan)
tumbuh pada buku batang tanaman padi tersebut (Manurung dan Ismunadji 1988).
Scheuermann et al. (2012) menyatakan padi adalah salah satu tanaman sereal
terpenting, memberi makan lebih dari 50% populasi di dunia. Pada beberapa tempat
di Asia, tanaman sereal ini bertanggungjawab terhadap lebih dari setengah total
asupan kalori. Menurut Prasetiyo (2002) banyaknya jumlah penduduk di Indonesia

4

mengakibatkan produksi pangan harus ditingkatkan, khususnya beras yang
merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Di
Brazil tanaman ini penting sebagai pensuplai makanan dan salah satu tanaman yang
bertanggung jawab terhadap pemasukan ekonomi yang besar untuk warga Brazil
bagian selatan. Jika mempertimbangkan peningkatan populasi penduduk dunia
yang akan meningkat kira-kira sampai 30-40 tahun ke depan (sampai 2040-2050),
maka permintaan akan pangan mutlak akan meningkat dan hal ini akan menjadi
penting dalam dunia pertanian pada semua bagian di dunia (Scheuermann et al.
2012).
Collard dan Mackill (2008) menyatakan peningkatan produksi tanaman akan
sangat diperlukan kaitannya dalam memuncaknya berbagai permasalahan di masa
mendatang seperti kelangkaan air, penurunan area lahan tanam, peningkatan polusi,
kemunculan yang tak terhindarkan dari ras dan biotipe yang baru dari patogen dan
hama, dan kemungkinan efek merugikan dari perubahan iklim.
Penyakit Blas
Penyakit blas pada padi yang disebabkan oleh Pyricularia oryzae
(teleomorph: Magnaporthe oryzae Couch) merupakan penyakit yang paling penting
dan paling merusak pada tanaman padi (Couch dan Kohn 2002). Penyakit ini
menyebar di seluruh dunia, terjadi pada seluruh area produksi padi dan dapat sangat
merusak ketika kondisi lingkungan cocok. Keparahan penyakit bervariasi setiap
tahunnya tergantung pada lokasi, kondisi cuaca serta praktek pengelolaan
penanaman. Kehilangan hasil akibat penyakit blas pada padi dari suatu daerah di
dunia diperkirakan berkisar antara 50-100%. Hal ini diperkirakan bahwa tiap
tahunnya penyakit ini menghancurkan padi yang akan cukup dimakan oleh lebih
dari 60 juta orang. Kehilangan hasil secara ekonomi tidak dapat terhitung, tetapi
beberapa data menunjukkan nilainya lebih dari 70 milyar dolar pada beberapa
negara di Asia (Scheuermann et al. 2012).
Blas dapat terjadi di semua bagian padi di atas permukaan tanah dari tanaman
dan hal ini terdeteksi pada fase awal pertumbuhan sampai akhir masa produksi bulir
(Scheuermann et al. 2012). Agrios (2005) menyatakan penyakit blas pada padi
terjadi di seluruh dunia dan merupakan salah satu penyakit penting pada padi.
Umumnya penyakit ini terjadi pada padi dengan tingkat irigasi atau curah hujan
yang tinggi serta pupuk nitrogen yang tinggi. Beberapa epidemik blas pada padi
telah terjadi di belahan dunia yang berbeda, mengakibatkan kehilangan hasil pada
area tersebut berkisar antara 50-90% dari tanaman.
Gejala di daun dimulai dari lesio nekrotik kecil berwarna cokelat yang
berkembang menjadi elips/belah ketupat yang lebih besar atau berbentuk gelendong
(spindle-shaped) dan berwarna keputihan sampai abu-abu dengan batas tepi yang
berwarna lebih gelap. Pada tepi daun, utamanya pada flag leaf ligule area,
kehadiran lesio yang melingkar dapat menyebabkan daun menjadi gugur. Pada
kondisi cuaca yang cocok, lesio mungkin membesar dan menyatu untuk mematikan
keseluruhan daun dan kadang-kadang di bawah kondisi parah, tanaman dapat mati.
Gejala juga terdeteksi pada tangkai dan leher malai. Infeksi pada leher malai disebut
sebagai neck blast (neck rot atau fase panicle blast) (Agrios 2005) dan merupakan
faktor kritis untuk produktivitas akhir. Jika infeksi terjadi pada dekat malai, bulir
tidak akan terisi dan malai tetap ke arah atas sedangkan ketika malai terinfeksi pada
fase akhir, bulir akan terbentuk sebagian (Scheuermann et al. 2012). Agrios (2005)

5

menambahkan blas juga mempengaruhi bagian collar, dimana kemungkinan dapat
mematikan keseluruhan daun dan stem nodes.
Patogen cendawan blas pada padi telah diketahui sebagai P. oryzae tetapi
tidak dapat dibedakan dari P. grisea, yang menyebabkan bintik daun berwarna abuabu pada rumput-rumputan yang lain. Fase teleomorph yaitu Magnaporthe grisea
tidak ditemukan di alam tetapi dapat diproduksi setelah menyilangkan isolat
kompaktibel yang sesuai di laboratorium. Cendawan memproduksi konidiofor yang
simple, bewarna abu-abu, berbentuk pear, kebanyakan konidia mempunyai dua
septa (Agrios 2005).
Patogen muncul sebagai miselium dan konidia pada jerami padi dan benih
dan kemungkinan pada inang gulma. Pada daerah tropis, konidia muncul di udara
sepanjang tahun. Cendawan memproduksi dan melepaskan konidia selama periode
kelembapan relatif yang tinggi (90% atau ke atas). Konidia menjadi airborne dan
mendarat di tanaman padi, melekat sangat kuat melalui lendir lengket yang
dihasilkan di ujung konidia. Ketika daun padi atau permukaan batang basah,
konidia berkecambah dan tabung kecambah memproduksi appressorium pada saat
mempenetrasi permukaan tanaman. Appressorium juga dapat masuk melalui
stomata. Produksi dan akumulasi melanin pada dinding sel appressorium penting
untuk keberhasilan penetrasi. Bibit padi dan daun muda serta jaringan titik tumbuh
lebih rentan dari pada tanaman dewasa dan bagian jaringan tanaman lainnya, pada
temperatur optimum, lesio blas baru muncul dalam 4 sampai 5 hari setelah infeksi.
Cuaca basah atau kelembapan relatif tinggi, konidia baru akan diproduksi dan
dilepaskan dalam beberapa jam dari kemunculan lesio dan berlanjut untuk beberapa
hari, dengan sebagian besar konidia dilepaskan pada tengah malam hingga matahari
terbit.
Blas pada padi sangat menyukai kondisi pupuk nitrogen tinggi, periode
kebasahan daun yang panjang dengan temperatur malam sekitar 20 oC. Patogen
terdiri atas beberapa ras patogenik, tiap ras membawa gen virulensi berbeda.
Beberapa gen utama untuk ketahanan terhadap blas telah teridentifikasi pada
kultivar padi yang berbeda, tetapi tiap gen resisten cepat dipatahkan ketahanannya
oleh kemunculan ras patogen baru (dalam 2 sampai 3 tahun) (Agrios 2005).
Bakteri Endofit
Bakteri endofit merupakan bakteri yang mengolonisasi tumbuhan secara
internal tanpa merugikan terhadap tumbuhan (Hallmann et al. 1997b). Bakteri
endofit umumnya diisolasi dari jaringan internal tumbuhan baik secara langsung
melalui sentrifugasi atau secara tidak langsung melalui sterilisasi permukaan
(Hallmann et al. 1997a).
Prosedur terpenting dalam melakukan isolasi endofit tersebut adalah teknik
yang tepat dalam melakukan sterilisasi permukaan jaringan untuk menghindari
kesalahan seperti didapatkannya koloni dari rizoplane/filosfer atau kontaminan
yang berasal dari lingkungan sekitar. Berdasarkan pengertian tersebut diatas,
bakteri endofit, yang menekankan pada fakta bahwa bakteri tersebut tidak
menyebabkan efek merugikan terhadap tanaman. Terdapat beberapa tipe interaksi
dari endofit yaitu: (i) netralisme- dimana tidak ada partner yang saling
mempengaruhi dengan yang lain; (ii) simbiosis- dimana kedua organisme saling
menguntungkan; dan (iii) komensalisme- dimana salah satu partner mendapat
keuntungan dari interaksi tersebut dan yang lainnya tetap tidak terpengaruh.

6

Kolonisasi Bakteri Endofit
Sumber dari kolonisasi endofit sangat beragam dan dapat berkisar dari
transmisi melalui benih dan material tanam vegetatif sebagai tempat masuk dari
lingkungan sekitar seperti rhizosfer dan filosfer. Jika transmisi benih terjadi, bakteri
akan menjadi pengkolonisasi sistemik yang sempurna, dapat tumbuh secara internal
bersama tumbuhan dan mengolonisasi ovul (Hallmann 2001).
Interaksi yang kuat diantara tumbuhan inang dan bakteri endofit sudah ada
sebelum kolonisasi endofit dan terlihat menjadi prasyarat untuk keberhasilan
pertumbuhan dari tumbuhan inang. Sehubungan dengan karakteristik fase
kolonisasi eksternal dan internal untuk kebanyakan asosiasi bakteri endofit dengan
tumbuhan dapat terbagi menjadi interaksi prekolonisasi dan postkolonisasi
(Hallmann 2001).
Interaksi Prekolonisasi
Interaksi prekolonisasi akan mencangkup pergerakan bakteri menuju akar,
penempelan bakteri pada permukaan akar, proses pengenalan (recognition)
tumbuhan-bakteri pada permukaan akar dan akhirnya penetrasi akar oleh bakteri,
sedangkan interaksi postkolonisasi akan lebih mempertimbangkan multiplikasi dan
penempatan bakteri di dalam jaringan akar, termasuk efek menguntungkan
tumbuhan potensial (Gambar 1).
Pergerakan

Pelekatan

Pengenalan

Penetrasi
Epidermis Akar

Gambar 1 Fase interaksi kolonisasi bakteri endofit pada permukaan akar
(Hallmann 2001)
Pergerakan (Movement)
Bakteri endofit mungkin menemukan inangnya melalui kemotaksis atau
melalui pertemuan yang tidak disengaja. Eksudat akar dilepaskan oleh tumbuhan
memicu nutrisi yang dapat menarik bakteri endofit ke permukaan akar. Kontak
bebas dengan akar mungkin menjadi penting dan sering diabaikan yang ternyata
penting untuk menjadi prasyarat untuk penetrasi, terutama ketika
mempertimbangkan efek dari faktor biotik seperti curah hujan dapat membantu
pergerakan bakteri dalam tanah (Gambar 1).
Pelekatan (Attachment)
Reaksi inkompaktibel diantara tumbuhan dan bakteri patogen tumbuhan,
dimana bakteri melekat pada dinding sel inang menginduksi kerusakan structural
terhadap membran plasma, mengakibatkan pelepasan elektrolit dan kematian pada
sel inang. Selama proses ini, kandungan fenolik yang bersifat racun juga dilepaskan
dari sel inang untuk membunuh bakteri patogen di ruang interseluler.
Bagaimanapun juga, pada interaksi kompaktibel pelekatan terhadap sel tumbuhan

7

dapat memicu pelepasan nutrient atau menstimulasi untuk pertumbuhan bakteri
melalui tingkat degenerasi yang tingan dari membrane sel inang (Gambar 1).
Pengenalan (Recognition)
Masih terdapat pertanyaan apakah recognition merupakan hal penting yang
menjadi persyaratan asosiasi endofit dan tumbuhan yang kompaktibel. Ketika
bakteri endofit berada di dekat permukaan tumbuhan, terdapat pertanyaan yang
muncul terkait mekanisme bakteri untuk recognition terhadap inang yang tepat atau
mekanisme tumbuhan untuk recognition terhadap endofit yang sesuai. Jika
recognition terjadi, kemudian membentuk specifik kontak diantara elisitor yang
dilepaskan oleh bakteri maka reseptor koresponden dari tumbuhan inang harus telah
dibentuk (Hallmann 2001).
Menurut Vance (1983), kontak ini mungkin terjadi secara ekstraseluler
sebagai kejadian awal dalam asosiasi endofit dengan tumbuhan atau mungkin
terjadi kemudian pada tingkat interseluler atau intraseluler. Lebih jauh lagi, hasil
recognition ini dapat menjadi positif yaitu terjadinya asosiasi endofit dengan
tumbuhan atau menjadi negatif yaitu kemungkinan terdapat respon seperti
hipersensitif, induksi ketahanan, akumulasi fitoaleksin, dan pembentukan papilla
yang membuat perkecualian terhadap bakteri dari tempat masuk ke dalam
tumbuhan. Proses recognition akan menjelaskan kenapa hanya bakteri tertentu dari
tanah, rhizosphere atau lingkungan filosfer dapat menjadi endofit dan tidak yang
lain.
Hallmann (2001) menyatakan bagaimanapun juga, recognition dari bakteri
endofit oleh tumbuhan dapat juga mengakibatkan stimulasi mekanisme pertahanan
tumbuhan seperti reaksi hipersensitif atau akumulasi kandungan antrimikrobial
dimana dapat menghambat kolonisasi endofit.
Penetrasi (Penetration)
Rute utama untuk masuknya bakteri endofit adalah: (1) lubang alami seperti
hidatoda, stomata dan lentisel; (2) luka yang disebabkan abrasi oleh partikel tanah,
serangan patogen, pembentukan akar lateral; (3) micropores; (4) kerusakan
mekanik abiotik contoh hujan es. Bagaimanapun juga, hal yang pertama dan
kemungkinan yang paling penting terhadap pintu masuk untuk bakteri endofit
adalah melalui luka dan kehadiran micropores pada awal fase perkembangan akar.
Jaringan akar muda biasanya lemah dan belum terdiferensiasi dan lapisan pelindung
tanaman seperti lapisan lilin belum terbentuk untuk mencegah bakteri endofit dari
pergerakan menuju lapisan yang dalam dari jaringan akar (Hallmann 2001).
Berdasarkan mode of entry yang disebutkan, bakteri mengambil keuntungan
dari lubang alami atau buatan pada permukaan tumbuhan. Bagaimanapun juga,
pertanyaan masih tetap sama apakah penetrasi bakteri endofit lebih banyak pasif
atau lebih aktif. Penetrasi pasif alami dapat diasumsikan untuk lubang alami seperti
hidatoda dan stomata, dimana pintu masuk didukung oleh sebuah lapisan film air
yang membentang dari permukaan daun sampai pada hidatoda atau stomata. Bakteri
yang telah mencapai hidatoda dan stoma dapat dengan mudah mengolonisasi ruang
interseluler daun (Hallmann 2001).
Interaksi Postkolonisasi
Setelah melakukan penetrasi jaringan tumbuhan, bakteri endofit harus dapat
berkembang dan mengolonisasi jaringan tumbuhan. Bakteri endofit selain

8

mengolonisasi bagian tertentu dari tumbuhan secara extensive, menjadi
pengkolonisasi sistemik atau tetap laten pada jaringan dimana penetrasi terjadi.
Dengan demikian, asosiasi tumbuhan-bakteri endofit dapat menjadi baik netral
terhadap tumbuhan atau positif ketika pertumbuhan tumbuhan dan/atau kesehatan
terstimulasi. Kolonisasi external dan internal dari akar tumbuhan oleh bakteri
endofit dapat terjadi secara: 1) acak di atas permukaan akar, 2) dibawah sell
epidermis yang rusak, 3) berasosiasi dengan luka tumbuhan, 4) pada tempat
pembentukan akar lateral, 5) secara intraseluler di sel epidermis akar termasuk
rambut akar, 6) secara interseluler di dalam korteks akar atau 7) berasosiasi dengan
jaringan vaskuler (Gambar 2) (Hallmann 2001).
Multiplikasi (Multiplication)
Kepadatan populasi endofit secara umum rendah dan jarang melebihi log 5
cfu/g jaringan tumbuhan segar. Hal ini membuat ilustrasi akan multiplikasi bakteri
menjadi sangat sulit.
Kolonisasi (Localization)
Bakteri endofit telah dilaporkan mengolonisasi berbagai bagian tumbuhan
seperti akar, umbi, batang, daun, buah dan benih. Kolonisasi bakteri pada sistem
vaskular masih memerlukan perhatian lebih jauh untuk mengklarifikasi apakah
bakteri endofit secara primer mengolonisasi xilem, floem, keduanya atau hanya
pada ruang interseluler. Kolonisasi bakteri pada tumbuhan inang terbagi menjadi
fase external dan internal. Secara external, bakteri endofit ditemukan secara random
pada permukaan akar, dibawah sel epidermis atau terkonsentrasi di antara sel
epidermis yang berasosiasi dengan luka dan permbentukan akar lateral (Hallmann
2001).

Epidermis
Korteks
Endodermis
Jaringan Vaskular

Gambar 2 Kolonisasi external dan internal dari akar tumbuhan oleh bakteri endofit
dapat terjadi secara: 1) acak di atas permukaan akar, 2) dibawah sel
epidermis yang rusak, 3) berasosiasi dengan luka tumbuhan, 4) pada
tempat pembentukan akar lateral, 5) secara intraseluler di sel epidermis
akar termasuk rambut akar, 6) secara interseluler di dalam korteks akar
atau 7) berasosiasi dengan jaringan vaskuler (Hallmann 2001)
Meskipun bakteri endofit dilaporkan dapat muncul di ruang intraseluler
tumbuhan, kebanyakan bakteri endofit ditemukan di ruang interseluler pada lapisan
kortex tumbuhan dengan kepadatan yang tinggi. Jumlah yang tinggi dari bakteri
endofit juga ditemukan pada asosiasi yang erat dengan jaringan vaskuler dan secara

9

intraseluler pada sel epidermis akar termasuk rambut akar. Secara umum,
keberhasilan kolonisasi bakteri membutuhkan ketersediaan nutrisi pada jaringan
tumbuhan untuk metabolisme bakteri. Sangat sedikit diketahui mengenai
ketersediaan ruang internal untuk kolonisasi endofit. Ruang interseluler atau
bahkan sel epidermis yang dikolonisasi oleh bakteri endofit biasanya dibungkus
oleh sel bakteri, sedangkan area yang berdekatan dengan sel tersebut menjadi area
bebas bakteri (Hallmann 2001).
Cendawan Endofit
Menurut Petrini (1991), cendawan endofit adalah semua cendawan yang
hidup di dalam organ tumbuhan yang sebagian atau seluruh hidupnya
mengolonisasi jaringan tumbuhan secara internal tanpa mengakibatkan dampak
merugikan terhadap inangnya.
Stone et al. (2004) menyatakan tumbuhan tingkat tinggi dilengkapi dengan
berbagai macam susunan lapisan yang menyusun struktur tubuh tumbuhan.
Tumbuhan tersebut memiliki habitat beragam yang mendukung kumpulan berbagai
macam spesies dari mikroorganisme. Cendawan yang merupakan salah satu
komponen dominan dari kumpulan tersebut terdiri atas berbagai tipe yaitu
pengkolonisasi permukaan daun dan ranting (epifit), jaringan internal dari daun
(endofit daun), kulit kayu (bark endophytes), dan kayu (endofit xilem dan pengurai
kayu). Hal ini sangat menarik walaupun belum jelas keterkaitannya, yaitu
kolonisasi jaringan internal pada tanaman sehat oleh cendawan endofit membuka
suatu wawasan baru bahwa tanaman tingkat tinggi diasumsikan seperti pelabuhan
yang merupakan tempat berlabuh bagi cendawan tersebut. Stone et al. (2004) juga
menyajikan perbandingan karakteristik dari cendawan endofit yang terdapat pada
inang berdaun sempit dan inang berdaun lebar (Tabel 1).
Faeth (2002) melaporkan cendawan endofit, terutama yang berada dalam fase
aseksual, kolonisasinya bersifat sistemik pada rumput. Hal tersebut merupakan
bentuk mutualisme tanaman, dapat dilihat dari mikotoksin cendawan endofit,
alkaloid pada rumput yang terinfeksi cendawan endofit, senyawa tersebut
melindungi tanaman inang dari herbivora. Rodriguez et al. (2009) juga menyatakan
semua tanaman pada ekosistem alami bersimbiosis dengan cendawan endofit.
Kelompok cendawan yang beragam memberikan dampak besar pada komunitas
tanaman melalui peningkatan kesehatan tanaman dengan memberikan toleransi
terhadap cekaman biotik dan abiotik, meningkatkan biomasa dan menurunkan
konsumsi air.
Tabel 1 Perbandingan karakteristik dari cendawan endofit
Cendawan endofit pada tanaman
inang berdaun sempit
Hanya terdapat beberapa spesies dari
golongan Clavicipitaceae
Kolonisasi jaringan lebih luas
Terdapat pada beberapa spesies inang
Bersifat sistemik, ditransmisikan
melalui benih
Kolonisasi inang hanya oleh satu
spesies

Cendawan endofit pada tanaman inang
berdaun lebar
Mempunyai banyak spesies, beragam
secara taksonomi
Kolonisasi jaringan terbatas
Memiliki spesies inang yang terbatas
Tidak bersifat sistemik, ditransmisikan
oleh spora
Inang diinfeksi oleh beberapa spesies

10

Rodriguez et al. (2009) mengklasifikasikan cendawan endofit kedalam empat
grup berdasarkan transmisi dan interaksi ekologinya (Tabel 2). Endofit kelas 1
menginfeksi inang berdaun sempit, secara umum memiliki transmisi vertikal dan
memproduksi mikotoksin contohnya endofit rumput Epichloe festuca dan
Neotyphodium sp. Endofit kelas 2 mempunyai kisaran inang berdaun lebar dan
memiliki transmisi secara vertikal dan horizontal contohnya Phoma,
Colletotrichum sp., Fusarium sp., and Curvularia sp.. Endofit kelas 3 dan kelas 4
menginfeksi inang berdaun lebar, memiliki transmisi horizontal dan menginfeksi
tunas dan akar. Keempat kelas endofit tersebut dilaporkan dapat meningkatkan
pertumbuhan dari inang dan memberikan manfaat seperti meningkatkan toleransi
tanaman terhadap kekeringan.
Tabel 2 Klasifikasi cendawan endofit berdasarkan transmisi dan interaksi ekologi
Kriteria

Clavicipitaceous
Kelas 1

Kisaran Inang

Berdaun sempit

Kolonisasi
jaringan
Kolonisasi In
planta
Biodiversitas
In planta

Tunas dan
rhizoma

Transmisi

Nonclavicipitaceous
Kelas 2
Kelas 3
Kelas 4
Berdaun
Berdaun
Berdaun
lebar
lebar
lebar
Tunas, akar
Tunas
Akar
dan rhizoma

Ekstensif

Ekstensif

Terbatas

Ekstensif

Rendah

Rendah

Tinggi

Tidak
diketahui

Vertikal dan
horisontal

Vertikal dan
horisontal

Horisontal

Horisontal

Keuntungan
NHA dan
kebugaran
NHA
NHA
NHA
HA
pada
tanaman*
*Keuntungan Nonhabitat-adapted (NHA) seperti toleransi terhadap kekeringan dan
peningkatan pertumbuhan. Keuntungan Habitat-adapted (HA) muncul karena
adanya tekanan selektif dari habitat spesifik seperti pH, temperatur dan salinitas.
Potensi Endofit Sebagai Agens Hayati
Ide awal dari pengendalian hayati sebenarnya sederhana, yaitu
mengendalikan sebuah patogen dengan secara sengaja menggunakan organisme
hidup. Pada ekosistem alami, hal tersebut sudah terjadi dalam jumlah yang tak
terhitung. Tujuan aplikasi pengendalian hayati di dunia pertanian adalah untuk
mengefektifkan penggunaan organisme yang menguntungkan dan memaksimalkan
kemampuannya dalam mengurangi aktivitas patogen dalam sebuah lingkungan
namun hal ini terlihat lebih mudah untuk dikatakan dari pada dilakukan karena
permasalahan dalam aplikasinya (Lazarovits et al. 2007). Populasi semua
organisme hidup, berdasarkan aksi alami di habitatnya selalu terdapat pengurangan
oleh musuh alaminya. Hal ini disebut sebagai pengendalian alami, tetapi ketika
patogen dikendalikan, hal ini sering disebut sebagai pengendalian hayati dan agens
yang digunakan dalam pengendalian disebut sebagai musuh alami. Manusia dapat
mengeskploitasi pengendalian hayati berdasarkan berbagai cara untuk menekan
populasi patogen. Pengembangan metode pengendalian hayati menjadi sangat

11

berkembang setelah aplikasi pestisida kimia sintetis menjadi metode dominan dari
pengendalian patogen. Penggunaan pengendalian hayati berkembang karena para
praktisi membutuhkan untuk mencari solusi terhadap masalah patogen ketika
pestisida kimia tidak bekerja dengan baik atau tidak sesuai untuk pengendalian
patogen yang spesifik. Dorongan utama lainnya dalam penggunaan pengendalian
hayati adalah adanya fakta bahwa pestisida kimia dapat menyebabkan efek negatif
terhadap kesehatan manusia dan pencemaran lingkungan sedangkan pengendalian
hayati tidak meninggalkan residu kimia (Hajek 2004).
Fenomena aplikasi agens hayati termasuk didalamnya organisme endofit
terhadap tanaman yang memberikan efek terhadap pengurangan insidensi atau
keparahan penyakit dapat disebut sebagai pengendalian hayati. Mekanisme
pengendalian hayati yang paling banyak dilakukan adalah antagonisme.
Mekanisme yang termasuk dari antagonisme adalah mekanisme predasi, kompetisi
dan antibiosis. Mekanisme alternatif dari pengendalian hayati adalah metabolit
organisme yang mempengaruhi tanaman untuk meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap patogen, proses ini disebut sebagai induce systemic resistance (ISR).
Ketahanan juga bisa didapatkan dari tanaman itu sendiri dengan adanya serangan
dari patogen dan proses ini disebut sebagai systemic acquired resistance (SAR).
Dengan demikian, ISR dipicu oleh mikroorganisme nonpatogen, sementara SAR
dipicu oleh patogen atau kandungan kimia dari patogen (Kloepper dan Ryu 2006).
Ketertarikan dalam pengendalian hayati telah meningkat dalam beberapa
tahun terakhir, yang dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan pengendalian alternatif
terhadap pengendalian kimia karena aktivitas bahan kimia yang selalu kehilangan
potensi pengendalian karena perkembangan resistensi patogen terhadap bahan
kimia. Pada masa lampau, bakteri dan cendawan rhizosfer menunjukkan efektif
sebagai agens antagonis terhadap patogen, namun beberapa studi terakhir
mengindikasikan bahwa bakteri yang dapat mengolonisasi jaringan akar tidak
hanya dapat bertindak sebagai agens antagonis tetapi bahkan dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan kesehatan tanaman. Selain dapat menginduksi ketah