Variability Induction on Stem Cutting and Callus Culture of Handeuleum (Graptophyllum pictum L. Griff) Trough Gamma Rays Irradiation

(1)

MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA

ARRIN ROSMALA

               

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Induksi Keragaman pada Stek Pucuk dan Kultur Kalus Handeuleum (Graptophyllum pictum L. Griff) Melalui Iradiasi Sinar Gamma adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk karya apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

Arrin Rosmala


(3)

Handeuleum (Graptophyllum pictum L. Griff) Trough Gamma Rays Irradiation. Supervised by NURUL KHUMAIDA and DEWI SUKMA.

Handeuleum is medicinal plant that being used by Indonesian people for infection prevention after getting birth, body weight reduction, hemmoroids, abscess, ulcer healing, and prevention of plaque development on teeth. In handeuleum biomass production, Doleschallia bisaltidae attack can reduce its biomass yield up to 70%. That’s the reason to find handeuleum varieties which have better phytochemistry and resistance to pest. Since handeuleum cannot produced seeds, it always propagated vegetatively cause handeuleum has narrow variability. One of the ways improve handeuleum variability is through mutation induction with gamma irradiation which can applied both in vivo and in vitro. This aim of this study is to improve variability of handeuleum trough irradiation gamma rays in vivo (i.e. stem cutting of handeuleum accession Bogor) and in vitro (i.e. callus culture of handeuleum accession Kalimantan and Papua). The results indicate that gamma irradiation caused the diversity toward of cuttings handeuleum Bogor accession and callus culture handeuleum Kalimantan and Papua accession. The GR50 values of irradiation on handeuleum stem cuttings

could be observed on plant height, total number of leaves, leaf length, and leaf weight. Generally irradiation treatment dose 15 Gy, 30 Gy, and 45 Gy have higher value than control (0 Gy) at growth, leaves morphology, leaves anatomy of paradermal, and pigment content (anthochyanine, chlorophyll, and carotenoid) except leaves anatomy of paradermal variable. On the contrary at treatment dose irradiation 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, and 105 Gy on the same variables have lower value than control. Irradiation caused change in phythochemistry content, isozyme pattern (peroxidase (PER); esterase (EST); and acid phosphatase (ACP)), and phenotipic variability. Dose irradiation 45 Gy results the most putative mutant variation. Variability on experiment callus culture of handeuleum accession Kalimantan and Papua seen at callus variance value of relative rate growth, the most value is result by dose 25 Gy.

Key Word : daun ungu, mutation induction, phytochemistry, isozyme, phenotipic variability.


(4)

Handeuleum (Graptophyllum pictum L. Griff) Melalui Iradiasi Sinar Gamma. Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA dan DEWI SUKMA.

Handeuleum merupakan tanaman obat yang daunnya telah lama dimanfaatkan untuk mencegah infeksi setelah melahirkan, mengurangi berat badan, mengobati wasir, bisul, dan borok, serta mencegah pembentukan plak pada gigi. Handeuleum biasanya diperbanyak secara vegetatif karena biji sulit untuk terbentuk sehingga keragaman handeuleum menjadi sempit. Selain itu, handeuleum memiliki kendala dalam produksi biomassa daun yaitu adanya serangan larva Doleschallia bisaltidae yang menyebabkan penurunan hasil hingga 70%. Untuk meningkatkan keragaman, mendapatkan kandidat tanaman dengan kandungan fitokimia tinggi serta tahan hama adalah dengan induksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma. Iradiasi dapat diterapkan pada tanaman in vivo dan in vitro. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan keragaman handeuleum melalui iradiasi sinar gamma secara in vivo (stek pucuk) pada aksesi Bogor dan in vitro (kultur kalus) pada aksesi Kalimantan dan Papua.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma menimbulkan keragaman terhadap stek handeuleum aksesi Bogor dan terhadap kultur kalus handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua. Percobaan iradiasi sinar gamma pada stek pucuk handeuleum aksesi Bogor menghasilkan nilai GR50 pada

peubah tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun. Umumnya perlakuan iradiasi dosis 15 Gy, 30 Gy, dan 45 Gy memiliki nilai pengamatan lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol pada peubah pertumbuhan, morfologi daun, anatomi daun paradermal, dan kandungan pigmen (antosianin, klorofil, dan karotenoid) kecuali peubah irisan anatomi daun transversal. Sebaliknya untuk perlakuan iradiasi dosis 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy pada peubah yang sama memiliki nilai yang lebih kecil daripada kontrol. Iradiasi menyebabkan terjadi perubahan kandungan fitokimia, pola pita isozim (peroksidase (PER); esterase (EST); dan asam fosfatase (ACP)), serta menyebabkan keragaman fenotipik.

Variasi mutan putatif paling banyak dihasilkan oleh perlakuan iradiasi dosis 45 Gy. Keragaman akibat iradiasi sinar gamma pada percobaan kultur kalus

handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua terlihat pada nilai ragam peubah rentang pertumbuhan kalus, dimana dosis 25 Gy menghasilkan nilai paling besar.


(5)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan sebagian besar pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa seijin IPB.


(6)

MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA

ARRIN ROSMALA

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(7)

(8)

Nama : Arrin Rosmala NRP : A252070081

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si. Ketua

Dr. Dewi Sukma, S.P., M.Si. Anggota

Diketahui Koordinator Mayor Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.


(9)

rahmat-Nya penulisan tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul Induksi Keragaman pada Stek Pucuk dan Kultur Kalus Handeuleum (Graptophyllum pictum L. Griff) Melalui Iradiasi Sinar Gamma.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si. dan Dr. Dewi Sukma, S.P., M.Si. atas bimbingannya selama penelitian dan atas sarana penelitian yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Muhamad Syukur, SP., M.Si, selaku dosen penguji luar komisi atas masukan dan saran yang diberikan demi kesempurnaan tesis ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.Si, selaku Ketua Mayor Agronomi dan Hortikultura.

Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Ibu Ir. Nova Kristiana dan staf kebun dari BALITTRO, serta Pak Ir. Ahmad Riyadi, M.Si. atas penyediaan bahan tanaman untuk penelitian ini. Kepada Ibu Siti Kholifah, Ibu Juju Juariah, Pak Prayitno, Pak Milin, Pak Joko, Pak Atang, Pak Prasetyo, dan Pak Yudi yang telah banyak membantu selama penelitian. Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Nofia Hardarani, Dwi Rahayu, Dewi Cakrawati, Susi Purwiyanti, Rina Hidayati Pratiwi, Dian Novita, Pienyani Rosawanti, Joan Joulanda Grace Kailola, Aries Kusumawati, Puji Lestari, Richenly Nanlohy, Odit Ferry, Leo Mualim, Syukur Karamang, Tisna Prasetyo, Ahmad Rifqi Fauzi, Pak Nur Arifin, Ibu Atra Romeida, Ibu Kartika Ning Tyas, Lya Nur Yulyaningsih, Mutty Ebtessam, Utami Nurani Putri, Rheka Endalia Meina, Ibu Acih, rekan-rekan mayor AGH 2007 (S-3), PBT 2007 dan 2008, serta kepada teman-teman di Jasminer’s atas persahabatan yang terjalin. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada papah, mamah, kakakku Mia Anin Rahmania, adik-adikku: Attin Rachmawati dan Alin Rosliana atas doa, dukungan dan kasih sayang yang tidak pernah berhenti mengalir.

Sebagian dari karya ilmiah ini rencananya akan dimasukkan ke dalam Jurnal Agronomi Indonesia, dan sebagian lagi ke dalam Jurnal Hayati. Semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat untuk banyak pihak.

Bogor, Agustus 2011


(10)

Penulis dilahirkan di Bandung tanggal 4 Nopember 1982 dari ayah Abdullah Apip dan ibu Djuaningsih. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, dan lulus tahun 2006. Selanjutnya, pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB untuk mengambil program magister dengan mayor Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.


(11)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Kerangka Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi ... 5

Kandungan Kimia dan Manfaat ... 7

Kultur Kalus ... 7

Iradiasi Sinar Gamma ... 9

Induksi Mutasi In vivo dan In vitro ... 11

Radiosensitivitas ... 12

Analisis Isozim ... 13

INDUKSI KERAGAMAN PADA STEK PUCUK HANDEULEUM (Graptophyllum pictum L. Griff) AKSESI BOGOR MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA Abstrak ... 15

Pendahuluan ... 16

Tujuan ... 17

Hipotesis ... 17

Metodologi Penelitian ... 17

Waktu dan Tempat ... 17

Metode Percobaan ... 18

Analisis Data ... 22

Hasil dan Pembahasan ... 22

Morfologi Tanaman ... 22

Growth Reduction 50 (GR50) ... 25

Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Panjang Daun dan Lebar Daun 28 Warna Daun, Tekstur Daun, Warna Batang, Indeks Warna Hijau Relatif Daun ... 33

Kandungan Antosianin, Klorofil Total, dan Karotenoid ... 35

Anatomi Daun ... 39

Korelasi Antara Karakter Pertumbuhan, Morfologi,dan Anatomi Daun ... 47


(12)

Gamma ... 58

Simpulan ... 64

Saran ... 65

INDUKSI KERAGAMAN PADA KULTUR KALUS HANDEULEUM (Graptophyllum pictum L. Griff) AKSESI KALIMANTAN DAN PAPUA MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA Abstrak ... 67

Pendahuluan ... 68

Tujuan ... 69

Hipotesis ... 70

Metodologi Penelitian ... 70

Waktu dan Tempat ... 70

Analisis Data ... 75

Hasil dan Pembahasan ... 75

Kondisi Umum ... 75

Waktu Inisiasi Kalus, Jumlah dan Persentase Jumlah Eksplan Berkalus dan Bobot Kalus ... 76

Warna dan Tekstur Kalus ... 80

Bobot Kalus Proliferasi ... 83

Iradiasi Sinar Gamma Kalus ... 84

Keragaman Kalus Hendeuleum Akibat Iradiasi Sinar Gamma .. 90

Simpulan ... 91

Saran ... 92

PEMBAHASAN UMUM ... 93

SIMPULAN UMUM DAN SARAN Simpulan ... 99

Saran ... 99


(13)

1 Kriteria penilaian kandungan metabolit sekunder secara kualitatif

dengan uji fitokimia ... 20 2 Nilai rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar

daun handeuleum aksesi Bogor pada berbagai perlakuan dosis iradiasi sinar gamma pada 10 MST ... 29 2 Nilai rata-rata warna daun, tekstur daun, warna batang, dan indeks

warna hijau relatif daun handeuleum aksesi Bogor pada berbagai perlakuan dosis iradiasi sinar gamma pada 10 MST ... 33

3 Nilai rata-rata jumlah stomata, jumlah sel epidermis, indeks stomata, dan kerapatan stomata daun handeuleum aksesi Bogor pada berbagai

perlakuan dosis iradiasi sinar gamma pada 10 MST ... 40

4 Nilai rata-rata tebal daun, tebal kutikula, tebal epidermis atas, panjang palisade, tebal bunga karang, dan tebal epidermis bawah daun

handeuleum aksesi Bogor pada berbagai perlakuan dosis iradiasi sinar

gamma pada 10 MST ... 45

5 Korelasi antara karakter pertumbuhan, morfologi, anatomi, dan

pigmen pada tanaman handeuleum aksesi Bogor ... 49

6 Kandungan fitokimia daun handeuleum aksesi Bogor yang diiradiasi

dengan sinar gamma pada 10 MST ... 51

7 Keragaman fenotipik handeuleum aksesi Bogor akibat dosis iradiasi

sinar gamma pada 10 MST ... 59

8 Keragaman regeneran mutan putatif handeuleum hasil perlakuan

dengan iradiasi sinar gamma pada 3 BST ... 62

9 Waktu inisiasi kalus, jumlah eksplan berkalus, persentase jumlah eksplan berkalus, bobot kalus pada tahap induksi kalus handeuleum

aksesi Kalimantan dan Papua ... 78

10 Interaksi antara komposisi media proliferasi dan aksesi terhadap

kalus handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua ... 83

11 Interaksi antara aksesi, dosis iradiasi, dan media regenerasi terhadap

Bobot kalus subkultur 1 dan bobot kalus subkultur 2 setelah iradiasi .... 85

12 Laju pertumbuhan relatif kalus iradiasi handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua ... 86


(14)

(15)

1 Kerangka berpikir peningkatan keragaman pada stek pucuk handeuleum aksesi Bogor dan kultur kalus handeuleum aksesi

Kalimantan dan Papua melalui iradiasi sinar gamma ... 4

2 Keragaan handeuleum. Tanaman utuh (kiri) dan bunga (kanan) aksesi

Bogor ... 6

3 Keragaan daun handeuleum aksesi Bogor tanpa dan yang diiradiasi dengan berbagai dosis sinar gamma; ovate (a), obovate (b),

lancoleate (c), kontrol (0 Gy) (d), 15 Gy (e), 30 Gy (f), 45 Gy (g),

60 Gy (h), 75 Gy (i), 90 Gy (j), dan 105 Gy (k) ... 23

4 Keragaan tanaman handeuleum pada berbagai perlakuan iradiasi sinar gamma: kontrol (0 Gy) (a), 15 Gy (b), 30 Gy (c), 45 Gy (d), 60 Gy (e), 75 Gy (f), 90 Gy (g), dan 105 Gy (h). Terlihat bahwa daun pada perlakuan 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy memiliki warna

yang berbeda dengan kontrol ... 24

5 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 tinggi tanaman

handeuleum aksesi Bogor ... 26

6 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 jumlah daun

handeuleum aksesi Bogor ... 26

7 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 panjang daun

handeuleum aksesi Bogor ... 27

8 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 lebar daun

handeuleum aksesi Bogor ... 27

9 Grafik perbandingan kandungan pigmen antosianin, klorofil total, dan

karotenoid handeuleum aksesi Bogor pada berbagai dosis iradiasi ... 36

10 Irisan paradermal daun handeuleum aksesi Bogor (400x): sel

epidermis (a), sel tetangga (b), sel penjaga (c), lubang stomata (d) ... 40

11 Perbandingan struktur anatomi daun handeuleum aksesi Bogor irisan paradermal (400x) pada berbagai dosis perlakuan: 0 Gy (kontrol) (a), 15 Gy (b), 30 Gy (c), 45 Gy (d), 60 Gy (e), 75 Gy (f), 90 Gy (g), 105 Gy (h). Semakin tinggi dosis perlakuan, jumlah stomata semakin sedikit ... 42


(16)

13 Perbandingan struktur anatomi daun handeuleum aksesi Bogor irisan transversal: (a) 0 Gy (kontrol), (b) 15 Gy, (c) 30 Gy, (d) 45 Gy, (e) 60 Gy, (f) 75 Gy, (g) 90 Gy, (h) 105 Gy Semakin tinggi dosis iradiasi, kandungan antosianin semakin berkurang yang berkurang

yang ditunjukkan oleh warna merah ... 47

14 Ilustrasi lintasan metabolik primer pada tanaman (dimodifikasi) menurut Kaufman et al. (1999) ... 50

15 Interpretasi variasi pola pita isozim peroksidase (PER) ... 54

16 Interpretasi variasi pola pita isozim esterase (EST) ... 55

17 Interpretasi variasi pola pita isozim alkohol dehidrogenase (ADH) ... 56

18 Interpretasi pola pita isozim asam fosfatase (ACP) ... 56

19 Interpretasi variasi pola pita isozim enzim malat dehidrogenase (MDH) ... 57

20 Keragaan variasi morfologi handeuluem aksesi Bogor pada berbagai perlakuan iradiasi sinar gamma: Keragaan daun pada dosis 15 Gy (a),30 Gy (b),45 Gy (c); Keragaan tunas pada dosis 0 Gy (d), 45 Gy (e),60 Gy (f); 75 Gy (g); Keragaan warna daun yang umumnya muncul pada penelitian ini: ungu (skoring 5) (h), ungu kehijauan (skoring 3) (i), hijau (skoring 1) (j); Keragaan warna batang yang umumnya muncul pada penelitian ini: ungu (skoring 5) (k), ungu kehijauan (skoring 3) (l), hijau (skoring 1) (m) ... 61

21 Keragaan handeuleum. handeuleum di lapang (a); potongan daun asenik untuk inisiasi kalus pada media perlakuan (b) ... 75

22 Hubungan antara konsentrasi 2.4D dengan bobot kalus dua aksesi handeuleum pada konsentrasi NAA 10 dan 15 µM ... 79

23 Warna kalus pada induksi kalus dari dua aksesi handeuleum: putih (a), putih bening (b), cokelat (c) ... 80

24 Pengaruh kombinasi media terhadap warna kalus dua aksesi handeuleum ... 81

25 Pengaruh kombinasi media terhadap tekstur kalus dua aksesi handeuleum ... 82


(17)

27 Warna kalus handeuleum yang diiradiasi: putih kecokelatan (a),

cokelat keputihan (b), cokelat (c), cokelat kehitaman (d), hitam (e) ... 89

28 Radikal bebas primer (*OH, H*) dan sekunder (H2O2, O2*-) terlibat

pada stres okidatif yang diproduksi oleh IR. eaq- : solvated electron/

elektron terhidrasi ; H2O*: molekul air yang tereksitasi (Esnault et al.


(18)

Halaman

1 Analisis fitokimia ... 113

2 Analisis klorofil dan anthosianin ... 114

3 Analisis isozim ... 115


(19)

Latar Belakang

Dewasa ini, terdapat kecenderungan pola hidup kembali ke alam (back to

nature), dimana masyarakat lebih memilih untuk menggunakan obat alami yang memiliki harga terjangkau dan dipercaya tidak memiliki efek samping dibandingkan dengan obat-obatan sintetik. Pramono (2002) mencatat bahwa terdapat peningkatan tren pasar dunia obat herbal sebesar 13%, dimana nilai perdagangan tercatat sebesar US$20 milyar pada tahun 2000. Biofarmaka (2002)

menambahkan pada tahun 2001 terjadi peningkatan penjualan menjadi US$45 milyar. Indonesia sendiri pada tahun 2004 terjadi peningkatan omzet

industri jamu nasional sebesar 15 - 20% (Rp3.2 - 3.5 triliun) dari tahun 2003.

Handeuleum (Graptophyllum pictum L. Griff.) merupakan tanaman obat

yang layak dikembangkan sebagai salah satu tanaman obat unggulan asli Indonesia. Tanaman ini telah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Orang Sunda menggunakannya untuk mencegah infeksi setelah melahirkan, mengembalikan stamina, menormalkan kembali ukuran rahim, membersihkan rahim dari darah putih, merangsang

produksi ASI, dan mengurangi berat badan (Bermawie et al. 2006). Kearifan lokal

penggunaan obat ini sebagai obat tradisional juga dilaporkan di Pangalengan Jawa Barat sebagai obat wasir; di Maluku handeuleum yang dikenal sebagai alifuru dimanfaatkan sebagai obat bisul, darah tinggi, rematik, dan lain-lain; dan masyarakat Papua menggunakan handeuleum untuk mengatasi penyakit ulu hati,

diabetes, dan batu ginjal (Khumaida et al. 2008).

Menurut hasil penelitian Wahyuningtyas (2005) ekstrak handeuleum 40% dapat menghambat pembentukan plak pada gigi. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Mu’minah (2007) menunjukkan bahwa ekstrak etanol handeuleum mampu menurunkan kadar total lipid, kolesterol LDL, dan HDL serum darah mencit yang diovariektomi bilateral. Penelitian ini merupakan penelitian tahap awal untuk menyelidiki peranan etanol yang terkandung dalam handeuleum terhadap kadar hormon estrogen. Estrogen memiliki peran terhadap kondisi


(20)

handeuleum dapat dipakai sebagai tanaman obat untuk mengobati wasir, melancarkan buang air seni, melancarkan haid, dan rematik/encok.

Isnawati dan Soediro (2003) mengemukakan bahwa handeuleum mengandung antosianin, leukoantosianin, tannin galat, asam protokatekuat, flavon, dan flavanol. Menurut BPOM (2004), adanya alkohol, pektin, dan asam formiat pada tanaman ini merupakan bahan kimia yang bermanfaat sebagai obat. Handeuleum juga mengandung flavonoid 0.4% dan kandungan minyak atsiri kurang dari 0.4%. Dilaporkan kemudian bahwa vormofoliol merupakan senyawa yang menjadi identitas tanaman ini.

Hasil uji fitokimia yang dilakukan oleh Khumaida et al. (2008),

menunjukkan bahwa beberapa aksesi handeuleum positif kuat sekali (++++) mengandung alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida. Kandungan flavonoid yang positif kuat sekali menandakan bahwa tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber vitamin E. Selain itu, kandungan triterpenoid yang positif kuat sekali diduga dapat digunakan sebagai senyawa penanda untuk ketahanan tanaman terhadap hama. Pemanfaatan handeuleum sebagai bahan baku obat telah dilakukan oleh perusahaan jamu berskala nasional, seperti PT Indo Farma dan PT Sidomuncul, yang memerlukan 1 - 2 ton daun handeuleum setiap bulannya (PSBI 2008). Menurut Wibowo (2000), PT Fimedco juga turut memanfaatkan bagian tanaman ini sebagai bahan baku obatnya.

Hasil eksplorasi dan penelitian yang dilakukan oleh Khumaida (2008) telah mengumpulkan handeuleum sebanyak 38 aksesi dari seluruh Indonesia, dimana tiga belas aksesi yang diuji memiliki kandungan fitokimia tinggi yang berguna untuk pengobatan. Saat ini handeuleum belum dibudidayakan secara khusus, tanaman ini biasanya diperbanyak secara konvensional yaitu dengan cara distek, karena tidak terbentuk biji pada handeuleum. Perbanyakan secara vegetatif menghasilkan tanaman yang seragam akan tetapi tingkat keragaman genetiknya sempit. Selain itu, handeuleum memiliki kendala dalam produksi biomassa daun

yaitu adanya serangan larva Doleschallia bisaltide yang menyebabkan penurunan

hasil hingga 70%. Induksi mutasi dapat diterapkan untuk meningkatkan keragaman tanaman dan mendapatkan kandidat tanaman yang tahan hama, baik


(21)

dilakukan diharapkan dapat meningkatkan keragaman handeuleum dan memperbesar peluang didapatkannya kandidat-kandidat varian tanaman baru yang memiliki kandungan fitokimia yang tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan obat tradisional Indonesia.

Tujuan

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan keragaman

handeuleum melalui iradiasi sinar gamma secara in vivo pada stek pucuk

handeuleum aksesi Bogor dan in vitro pada kultur kalus handeuleum aksesi

Kalimantan dan Papua.

Hipotesis

1. Terdapat keragaman pada stek pucuk handeuleum aksesi Bogor yang diiradiasi

dengan sinar gamma.

2. Terdapat keragaman pada kultur kalus handeuleum aksesi Kalimantan dan

Papua yang diiradiasi dengan sinar gamma.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

peningkatan keragaman handeuleum melalui iradiasi sinar gamma secara in vivo

pada stek pucuk dan secara in vitro pada kultur kalus.

Kerangka Penelitian

Handeuleum adalah tanaman yang banyak dimanfaatkan untuk digunakan sebagai obat dan sangat berpotensi untuk dikembangkan lebih jauh. Bagian handeuleum yang banyak dimanfaatkan adalah daunnya. Berdasarkan hasil

penelitian awal yang telah dilakukan, Khumaida et al. (2008) menyatakan bahwa

tanaman ini memiliki keragaman yang sempit, karena hanya dapat diperbanyak secara vegetatif (biji sulit terbentuk).


(22)

Keterangan: ---- belum didapatkan

Induksi kalus Stek pucuk berakar

Proliferasi

Kalus hasil iradiasi

Inkubasi

Replanting

Pertumbuhan

Identifikasi Keragaman Kandidat varian baru

Iradiasi

Identifikasi Keragaman

Kandidat varian baru Perbanyakan handeuleum dengan stek memiliki tingkat

keragaman genetik sempit.

Peningkatan Keragaman Genetik

Gambar 1 Kerangka berpikir peningkatan keragaman pada stek pucuk

handeuleum aksesi Bogor dan kultur kalus handeuleum aksesi

Kalimantan dan Papua melalui iradiasi sinar gamma.

Peningkatan keragaman pada stek pucuk handeuleum aksesi Bogor dan kultur kalus handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua dijelaskan pada Gambar 1. Penelitian ini meningkatkan keragaman Handeuleum yang sempit melalui induksi

sinar gamma secara in vitro (kultur kalus) dan in vivo (stek pucuk). Kalus dan stek

pucuk diiradiasi sesuai dengan perlakuan, kemudian diidentifikasi keragamannya untuk menentukan kandidat varian baru yang terbentuk.


(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Morfologi

Handeuleum (Graptophyllum pictum L. Griff), merupakan tanaman asli

Papua berbentuk perdu yang tumbuh lurus, tingginya dapat mencapai 1.5 - 8 m. Handeuleum ditemukan tumbuh di daerah Jawa mulai dari dataran rendah hingga ketinggian 1 250 m di atas permukaan laut (dpl), sering ditanam sebagai tanaman hias atau tanaman pagar, dan banyak digunakan sebagai tanda batas di perkebunan teh. Tanaman ini diperbanyak dengan cara stek (Heyne 1987).

Menurut United States Department of Agriculture (USDA) (2008),

taksonomi handeuleum sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Dicotyledonae

Subkelas : Asteridae

Ordo : Scrophulariales

Family : Acanthaceae

Genus : Graptophyllum Nees

Spesies : Graptophyllum pictum (L.) Griff

Menurut Heyne (1987), handeuleum dikenal di luar negeri sebagai

-Caricature plant (Inggris), Gertenschriftblatt (Jerman). Indonesia sendiri

memiliki berbagai macam nama daerah: handeuleum, daun temen-temen (Sunda),

daun putri (Ambon), temen (Bali), kabi-kabi (Ternate) dan dongo-dongo (Tidore).

daerah Madura menyebutnya karoton dan karotong. Daerah Jawa mengenal daun

ini dengan nama demung, tulak, dan wungu. Berdasarkan hasil eksplorasi dan

observasi oleh Khumaida et al. (2008), diketahui bahwa masyarakat di desa

Snaimboy Manokwari-Papua Barat menggunakan handeuleum sebagai obat

tradisional, mereka menyebut handeuleum sebagai brendek, dimanfaatkan untuk


(24)

38 aksesi handeuleum yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia, dimana 13 di antaranya memiliki kandungan bioaktif yang tinggi.

Handeuleum memiliki kulit dan daun berlendir, serta baunya kurang enak. Ciri-ciri batang adalah sebagai berikut: aerial, berkayu, silindris, tegak, warna ungu kehijauan, bagian dalam solid, permukaan licin, percabangan simpodial (batang utama tidak tampak jelas), arah cabang miring ke atas. Daunnya tunggal,

tersusun berhadapan (folia oposita), warna ungu tua, panjang 15 - 25 cm, lebar 5 -

11 cm, helaian daun tipis tegar, bentuk bulat telur, ujung runcing, pangkal

meruncing (acuminatus), tepi rata, pertulangan menyirip (pinnate), permukaan

mengkilat (nitidus). Sedangkan bunganya majemuk, muncul dari ujung batang

(terminalis). Buah: kotak sejati (capsula), lonjong, warna ungu kecoklatan, bentuk biji bulat-berwarna putih, dan akarnya tunggang. Keragaan tanaman handeuleum ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Keragaan handeuleum. Tanaman utuh (kiri) dan bunga (kanan) aksesi Bogor.

Menurut BPPT (2008) handeuleum cocok tumbuh di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1 250 meter di atas permukaan laut. Wibowo (2000)

menambahkan handeuleum mampu tumbuh pada ketinggian di bawah 800 meter dpl, dimana semakin tinggi dataran maka daun handeuleum akan

semakin berwarna ungu yang disebabkan oleh adanya peningkatan senyawa flavonoid yang dikandungnya. Kristina dan Mardaningsih (2008) menyebutkan


(25)

bahwa handeuleum dapat tumbuh di tempat terbuka, beriklim kering, dan lembab. Handeuleum umumnya dikembangbiakkan menggunakan stek batang karena buah dan biji sulit terbentuk (Djazuli & Fathan 2000).

Kandungan Kimia dan Manfaat

Graptophyllum pictum L. Griff telah lama dikenal sebagai tanaman obat, terutama sebagai obat wasir karena bersifat anti inflamasi, sehingga mampu mengurangi pembengkakan atau peradangan yang disebabkan oleh wasir, membantu proses melahirkan, serta dapat dipakai sebagai pelembut kulit. Tanaman ini juga dipakai untuk mengobati bisul, luka-luka, radang, dan melancarkan datang bulan.

Beberapa pustaka menyebutkan bahwa handeuleum mengandung metabolit sekunder alkaloid, tanin, saponin, flavonoid, glikosida, dan steroid. Isnawati dan Soediro (2003) mengemukakan bahwa handeuleum juga mengandung antosianin, leukoantosianin, tannin galat, asam protokatekuat, flavon, dan flavanol. Menurut Wahyuningtyas (2005) ekstrak handeuleum 40% dapat menghambat pembentukan plak pada gigi. Berdasarkan uji klinis pada kelinci menunjukkan bahwa infus handeuleum dengan kadar 1.56 - 100% mempunyai efek sebagai laksansia ringan, yaitu dengan menaikkan amplitude kontraksi otot polos jejunumnya (Sumastuti 2000). Mu’minah (2007) melaporkan bahwa ekstrak etanol pada daun handeuleum dalam serum darah dapat menurunkan kadar kolesterol LDL dan total lipid, selain itu juga dapat menurunkan berat badan mencit yang digunakan pada penelitian.

Kultur Kalus

Menurut Gamborg dan Shyluk (1981), kultur jaringan merupakan sejumlah teknik untuk menumbuhkan organ, jaringan, dan sel tanaman. Jaringan

dapat dikulturkan secara aseptik dalam medium hara. Kemudahan dalam

melakukan kultur tergantung pada jenis tanaman dan asal jaringan.

Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi akseptik yang kaya akan nutrisi serta Zat


(26)

Pengatur Tumbuh (ZPT) dalam wadah tertutup yang tembus cahaya agar bagian-bagian tersebut memperbanyak diri dan beregenerasi kembali menjadi tanaman lengkap. Teknik kultur jaringan merupakan salah satu metode perbanyakan secara

in vitro. Awalnya teknik kultur jaringan ini dilakukan untuk membuktikan kebenaran teori totipotensi sel, lalu berkembang untuk penelitian di bidang fisiologi tanaman dan biokimia (Gunawan 1992). Totipotensi didefinisikan sebagai kemampuan dari sebuah sel untuk tumbuh dan berkembang bila tersedia

lingkungan luar yang sesuai (Mantell et al. 1985).

Menurut George dan Sherrington (1984) ada 2 (dua) kemungkinan

pertumbuhan tanaman secara in vitro yaitu pertumbuhan terorganisasi dan tidak

terorganisasi. Pertumbuhan terorganisasi terjadi pada bagian-bagian tanaman (organ) seperti titik tumbuh (meristem) pucuk atau akar, daun yang baru/mulai muncul, kuncup bunga, dan buah-buah kecil yang dikulturkan. Pertumbuhan tidak terorganisasi jarang terjadi di alam, seringkali terjadi ketika potongan-potongan

tanaman yang dikulturkan secara in vitro. Jaringan-jaringan yang kemudian

terbentuk, kekurangan beberapa struktur khas yang dapat dikenali dan hanya berisi sejumlah sel berbeda jenis yang ditemukan pada tanaman lengkap yang selanjutnya disebut kalus. Regenerasi tanaman dapat dilakukan secara langsung atau melalui dua tahap yaitu media induksi kalus dan media induksi tunas adventif.

Kultur kalus dapat dihasilkan dari sejumlah besar organ tanaman yang beragam seperti akar, tunas, dan daun, atau tipe spesifik sel seperti endosperm dan polen. Untuk inisiasi kalus, secara aseptik eksplan ditransfer ke dalam media semi solid dan secara halus merendam eksplan ke dalam medium agar sehingga tercipta suatu kontak yang baik.

Media, jenis, dan konsentrasi ZPT adalah faktor utama dalam pembentukan kalus. Berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh George dan Sherrington (1984), untuk induksi kalus tanaman dikotil diperlukan auksin dengan konsentrasi tinggi dan tetap memerlukan sitokinin pada konsentrasi sangat rendah. Induksi tunas diperlukan sitokinin dengan konsentrasi tinggi dan auksin pada konsentrasi rendah, ada juga induksi tunas dapat dihasilkan dengan penggunaan sitokinin tunggal tanpa auksin. Eksplan yang telah dipilih dan diisolasi dari


(27)

tanaman induk dikulturkan dalam media semi padat yang ditambahkan auksin dengan konsentrasi yang relatif cukup tinggi, dengan atau tanpa sitokinin. Kalus yang terbentuk selanjutnya dipindahkan ke media dengan auksin rendah untuk merangsang pembentukan struktur yang terorganisir. Tunas dan akar akan terbentuk dari bagian meristemastik, pada bagian permukaan dari kalus.

Faktor genotipe secara keseluruhan mempengaruhi pola pembentukan organ adventif dari kalus. Kemampuan membentuk tunas dan akar secara terpisah atau embriogenesis dari kalus berbeda antar famili maupun genus tanaman. Pembentukan embrio (embriogenesis) dan pengembangan dari embrio pada umumnya memerlukan taraf auksin yang berbeda. Embrio terbentuk dari sel meristemastik yang mempunyai isi sitoplasma yang penuh (tanpa vakuola). Hasil penelitian Sondahl dan Sharp pada tahun 1977 memaparkan bahwa eksplan daun

Coffea arabica ditanam pada medium MS + Kinetin 22 µM (≈ 0.43 mg/L) +

2.4-D 2 µM (≈4.862 mg/L) dapat membentuk kalus dan pada medium MS +

Kinetin 2.5 µM (≈0.538/L) + NAA 0.5 µM (≈0.09 mg/L) dapat membentuk tunas

dan embrio genesis somatik (Ammirato 1982; Tisserat 1985).

Iradiasi Sinar Gamma

Iradiasi ialah pemberian sinar radio aktif pada suatu objek dengan dosis tertentu selama periode tertentu (Ismachin 2007). Salah satu sifat dari unsur radioaktif tersebut adalah kemampuannya untuk menghasilkan iradiasi pengion, yaitu iradiasi dengan energi tinggi yang dapat bereaksi dengan objek yang dikenai iradiasi dengan cara pengionan. Molekul objek akan mengalami ionisasi dan tereksitasi. Elektron yang terlepas akibat ionisasi akan ditangkap oleh molekul lain yang kemudian dapat membentuk radikal bebas yang sangat reaktif. Pembentukan radikal bebas tersebut akan mempengaruhi air yang merupakan komponen terbesar di dalam sel atau dalam sistem biologi. Hal tersebut akan sangat menentukan terhadap kerusakan di dalam sistem biologi.

Briggs dan Constantin (1977) melaporkan bahwa iradiasi elektromagnetik dapat menimbulkan keragaman genetik, karena pengaruh iradiasi dapat menimbulkan perubahan struktur gen, struktur kromosom ataupun jumlah kromosom. Mutagen dapat dikelompokkan menjadi mutagen fisika dan kimia.


(28)

Mutagen fisik yang sering digunakan adalah sinar ultraviolet dan beberapa tipe radiasi pengion seperti sinar x, sinar gamma, partikel alfa, partikel beta, proton, dan neutron.

Van Harten (1998) menyatakan bahwa sinar gamma merupakan mutagen yang paling banyak digunakan, hal ini dikarenakan sinar gamma memiliki panjang gelombang yang pendek (lebih pendek dari sinar X) sehingga memiliki level energi tertinggi. Level energi yang tinggi membuat sinar gamma mampu untuk menembus lebih ke dalam jaringan dibandingan dengan mutagen fisika lainnya, sehingga frekuensi mutasi yang terjadi menjadi lebih besar. Selain itu, sinar gamma tidak meninggalkan residu radioaktif seperti yang dihasilkan oleh partikel alpha dan beta. Lebih jauh van Harten (1998) menjelaskan bahwa sinar gamma

dapat dihasilkan oleh radioisotop 137Cs atau 60Co. Cobalt-60 memiliki dua puncak

spektrum energi radiasi pada 1.33 MeV dan 1.17 MeV, dengan masa paruh5.27

tahun, dan cobalt menjadi hilang terhadap stanium yang stabil. Caesium-137

merupakan mono-energetic dengan puncak energi pada 0.66 MeV.

Menurut Crowder (1997) iradiasi dapat menyebabkan patahnya kromosom, dan pada dosis yang rendah dapat menyebabkan terjadinya delesi, semakin tinggi dosis akan menimbulkan duplikasi, inversi, dan translokasi. Ionisasi dari basa di dalam molekul DNA menyebabkan basa-basa tersebut salah berpasangan. Tiamin akan berpasangan dengan adenin dalam keadaan normal, namun apabila tiamin kehilangan satu proton akibat ionisasi maka tiamin akan berpasangan dengan guanin. Hal demikian akan menimbulkan terjadinya mutasi gen. Apabila iradiasi pengion memutuskan rantai kromosom pada tempat-tempat tertentu, maka dapat mengubah struktur kromosom. Apabila kerusakan terjadi

pada benang-benang gelendong (spindle fibre) yang berfungsi menarik kromosom

ke kutub-kutubnya pada fase anafase saat pembelahan mitosis, maka akan mengubah jumlah kromosom dan menyebabkan euploidi dan aneuploidi. Oleh karena itu ionisasi dapat menyebabkan terjadinya mutasi kromosom dan aberasi kromosom.

Mandal et al. (2000) menyatakan pemberian perlakuan iradiasi pada tunas

krisan dengan dosis 1.5 krad, 2.0 krad, dan 2.5 krad telah didapatkan hasil bahwa dengan iradiasi 2.5 krad telah memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan


(29)

dengan perlakuan yang lain dimana 55% daun varigata dan 5% lainnya

mengalami mutasi. Menurut Handayanti et al. (2001), tanaman mini varietas

Romantica meilandina yang diiradiasi 1 krad sampai 10 krad bunga berubah dari

warna pink menjadi warna putih. Eksplan Prince meilandina yang diiradiasi

1 krad sampai 8 krad dari merah tua berubah menjadi merah agak muda.

Pemberian iradiasi sinar gamma dan kolkisin pada kultur in vitro

menyebabkan terjadinya keragaman dalam bentuk dan ukuran daun, serta warna

bunga dari tanaman Crossandra infundibuliformis var Danica (Hewawasam et al.

2004). Penelitian iradiasi sinar gamma pada kultur kalus nodular manggis yang

dilakukan oleh Qosim et al. (2007) mengemukakan bahwa respon daya regenerasi

kalus nodular menurun dan variabel waktu pembentukan tunas meningkat secara linier seiring dengan meningkatnya dosis iradiasi. Selain itu jaringan bunga karang dan jumlah berkas pembuluh dari regeneran mutan pada umumnya lebih tebal dan lebih banyak daripada regeneran kontrol yang tidak mendapat perlakuan sinar gamma.

Induksi Mutasi In Vivo dan In Vitro

Ibrahim (1999) menyatakan bahwa mutasi adalah perubahan genetik, dan merupakan sumber pokok dari semua keragaman genetik. Mutasi merupakan satu-satunya sumber pencipta keragaman pada tanaman yang pada tanaman yang steril dan tanaman apomiktik obligat. Poespodharsono (1996) menambahkan bahwa secara molekuler mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sekuen) nukelotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada protein yang dihasilkan.

Van Harten (1998) menyebutkan induksi mutasi sinar gamma dapat

diterapkan pada materi tanaman in vivo dan in vitro. Micke dan Donini (1993)

menyatakan bahwa bagian tanaman yang dapat dimutasi dengan cara diiradiasi adalah dengan biji dan tepung sari, dan untuk tanaman yang diperbanyak secara vegetatif bagian yang dapat dimutasi adalah umbi, stek stolon, dan rimpang. Micke dan Donini (1993) menyebutkan pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif, mutasi dapat terjadi pada sel-sel somatik, kimera sektoral yang mungkin terjadi akibat iradiasi pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif harus dapat


(30)

dihilangkan. Maluszynski et al. (1995) mengemukakan pada kondisi in vivo sulit untuk mengisolasi mutan dari kimera sektorial dan membutuhkan waktu yang

lama, sedangkan kondisi in vitro mengisolasi mutan dari kimera dapat dilakukan

dengan mudah dan membutuhkan waktu yang cepat. Van Harten (1998) menambahkan bahwa meski mutan utuh dapat diperoleh secara langsung dari kalus, akan tetapi kalus memiliki daya regenerasi yang rendah.

Chaudhari (1971) menyatakan bahwa pengaruh iradiasi pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif ada empat macam, yaitu: (1) perubahan genetik, (2) pertumbuhan terhambat, (3) perkembangan morfologi yang abnormal, dan (4) kematian tanaman.

Radiosensitivitas

Menurut van Harten (1998) radiosensitivitas adalah tingkat sensitifitas tanaman terhadap iradiasi. Radiosensitifitas adalah perhitungan relatif yang mengindikasikan kuantitas efek iradiasi pada objek yang diiradiasi (tanaman, bagian tanaman, perbedaan tahap pertumbuhan, tahap meiosis dan mitosis, tahap bibit muda dengan tanaman dewasa, atau fungsi molekuler yang spesifik). Sel yang aktif membelah lebih sensitif terhadap iradiasi bila dibandingkan dengan sel yang tidak aktif membelah. Radiosensitifitas dapat diukur dengan menentukan dosis iradiasi yang menghasilkan persentase tertentu dari sel yang bertahan hidup. Kriteria lain untuk mengukur radiosensitifitas adalah jumlah sel yang membelah, penundaan mitotik, penghambatan pertumbuhan, dan sterilitas dari polen. Seringkali ditemukan hubungan antara ukuran nukleus (atau ICV = Volume kromosom interfase) dengan radiosensitifitas, tapi hal ini tidak terdapat pada mayoritas spesies poliploidi.

Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi radiosensitivitas, yaitu: (1) faktor lingkungan, seperti oksigen, kandungan air, suhu, dan penyimpanan paska iradiasi; (2) faktor biologi, seperti volume inti, volume kromosom saat interfase, dan faktor genetik. Keragaman yang timbul akibat iradiasi mutasi fisik, sangat tergantung pada tingkat radiosensitivitas.

Secara visual tingkat sensitivitas ini dapat diamati dari respon yang


(31)

Reduction 50 (GR50) (Akgun & Tosun 2004). GR50 ialah dosis yang

menyebabkan penurunan pertumbuhan 50% dari populasi yang diiradiasi, pada

umumnya mutasi yang diinginkan berada pada kisaran GR50.

Analisis Isozim

Menurut Taiz dan Zeiger (2002) isozim adalah suatu enzim yang terdiri dari beberapa molekul aktif yang mempunyai struktur kimia berbeda dan dikode oleh gen berbeda, akan tetapi mengkatalisis reaksi yang sama. Sastra (1996) menyatakan bahwa isozim terdiri atas rantai polipeptida, sehingga memperlihatkan sifat-sifat umum seperti protein. Strukturnya terdiri dari asam-asam amino yang mengandung gugus karboksil dan gugus amino. Asam amino akan terionisasi di dalam larutan, dan dapat bersifat asam atau basa (amfoter). Adanya perbedaan konstanta ionisasi (pK), bila diberi medan listrik akan menyebabkan asam amino bermigrasi menuju ke kutub yang berlawanan muatannya.

Keragaman tanaman dapat dilakukan secara morfologi, sitologi, biokimia, dan molekuler. Analisis morfologi paling umum dilakukan untuk mendeteksi keragaman, hanya saja analisis ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Simpson dan Whiters (1986) menyatakan bahwa protein termasuk isozim merupakan produk primer ekspresi gen, karenanya keragaman protein atau isozim dapat dipakai untuk menduga keragaman genetik tanaman atau organisme yang lain. Molekul-molekul protein atau isozim dapat dipisahkan dengan teknik elektroforesis, setelah pewarnaan akan tampak pita-pita protein pada gel sehingga dapat ditelaah perbedaan dan persamaannya. Alel-alel kodominan umumnya mengontrol pola pita tersebut dan diwariskan sesuai dengan hukum mendel. Simpson dan Whiters (1986) mengemukakan bahwa sekuen-sekuen asam amino pada dasarnya ditentukan oleh sekuen nukleotida pada gen, maka analisis genetika yang berlandaskan isozim dapat digunakan sebagai pendekatan bagi analisis gen yang mengkodenya.

Menurut Azrai dan Kasim (2003) isozim memiliki kelebihan yaitu bersifat stabil, hal ini dikarenakan isozim tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, lebih cepat dan akurat karena tidak menunggu tanaman sampai berproduksi. Wendel


(32)

dan Weeden (1989) menyebutkan bahwa bagian tanaman yang digunakan untuk analisis isozim adalah bagian vegetatif tanaman yang masih muda, yang biasanya mempunyai aktifitas enzim yang tinggi, sehingga akan mudah diamati. Aisyah (2006) mengemukakan bahwa aktivitas isozim yang dapat diuji pada tanaman sangat beragam karena masing-masing tanaman memiliki isozim utama. Peroksidase (PER) dan esterase (EST) banyak dijumpai pada tanaman. Peroksidase merupakan enzim tanaman yang terlibat dalam sintesis lignin, dan dijumpai juga pada vakuola tanaman. Boumann dan Klerk (1997) mengingatkan untuk mempertimbangkan adanya pengaruh fisiologi dan fase perkembangan tanaman terhadap keberadaan enzim, sehingga disarankan untuk menggunakan enzim yang bersifat stabil terhadap perubahan fisiologi maupun fase perkembangan tanaman. Contohnya enzim malat dehidrogenase (MDH), alkohol dehidrogenase (ADH), asam fosfatase (ACP), fosfoglukoisomerase (PGA), dan fosfoglukomutase (PGM).


(33)

INDUKSI KERAGAMAN PADA STEK PUCUK

HANDEULEUM (Graptophyllum pictum L. Griff) AKSESI

BOGOR MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA

Abstrak

Salah satu cara untuk meningkatkan keragaman tanaman membiak vegetatif adalah dengan induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma pada stek pucuk. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan, morfologi, anatomi daun, kandungan fitokimia, isozim, serta keragaman fenotipik stek pucuk handeuleum aksesi Bogor. Dosis sinar gamma yang digunakan adalah 0 Gy, 15 Gy, 30 Gy, 45 Gy, 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma mempengaruhi semua peubah pertumbuhan, morfologi, anatomi daun handeuleum, mempengaruhi kandungan fitokimia, aktifitas enzimatis, dan keragaman fenotipik pada beberapa perlakuan dosis iradiasi sinar gamma. Iradiasi

sinar gamma menghasilkan GR50 pada peubah tinggi tanaman, jumlah daun,

panjang daun, dan lebar daun. Dosis 15 Gy, 30 Gy, dan 45 Gy menghasilkan klorofil total, antosianin, dan karotenoid yang lebih besar dibandingkan perlakuan lain. Terdapat korelasi yang erat antara jumlah daun dengan panjang daun, lebar daun, dan antosianin; antosianin dengan indeks warna hijau relatif daun dan klorofil total; karotenoid dengan klorofil total; palisade dengan bunga karang. Terdapat perbedaan pola pita enzim peroksidase (PER), esterase (EST), dan asam fosfatase (ACP) bila dibandingkan dengan kontrol menunjukkan adanya perubahan genetik handeuleum yang diiradiasi. Iradiasi sinar gamma menimbulkan keragaman fenotipik pada semua peubah pertumbuhan, morfologi dan anatomi daun handeuleum kecuali pada peubah indeks stomata. Iradiasi sinar gamma dosis 45 Gy menghasilkan variasi dan jumlah mutan putatif yang paling banyak, masing-masing sebesar 9 (sembilan) variasi dan 10 mutan putatif.

Kata kunci: daun ungu, dosis iradiasi, isozim, keragaman fenotipik. Abstract

One methode way to increase plant variability is to induce mutation by gamma ray irradiation. This research was conducted to study the effect of gamma ray irradiation dose to the growth, morphology, leaves anatomy, phytochemical content, isozymes, and phenotypic variability of handeuleum accession Bogor.

The gamma ray doses used were 0 Gy, 15 Gy, 30 Gy, 45 Gy, 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, and 105 Gy. The results showed that gamma-ray irradiation affected all

variables of plant growth, morphology and anatomy of handeuleum leaves, phytochemical content, enzymatic activity and phenotypic. Gamma irradiation

produced GR50 on plant height, total of leaves, leaves lenght, and leaves width.

The doses of 15 Gy, 30 Gy, and 45 Gy caused the increase of total chlorophyll, anthocyanins, and carotenoids. There was a close correlation between the number of leaves with other variables including leaf length, leaf width, and anthocyanin; anthocyanins with green leaf index and total chlorophyll; carotenoids to total


(34)

chlorophyll; palisade with sponge tissue. There were some differences in enzyme banding pattern of peroxidase (PER), esterase (EST), and acid phosphatase (ACP) indicating changes of irradiated handeuleum. Gamma ray irradiation caused phenotypic variability in all variables of plantgrowth, morphology and anatomy leaves of handeuleum.Gamma irradiation 45 Gy produced number of variation and putative mutant the most, 9 (nine) variation with 10 putative mutant respectively.

Key words: daun ungu, irradiation dose, isozyme, phenotypic variability

Pendahuluan

Perbaikan sifat genetik tanaman dapat dilakukan pemuliaan konvensional dan induksi mutasi menggunakan mutagen fisika dan kimia. Induksi mutasi dilakukan guna meningkatkan peluang terjadinya mutasi, dan seringkali diterapkan pada tanaman yang tidak dapat diperbaiki melalui persilangan. Menurut van Harten (1998) metode induksi mutasi banyak digunakan karena memiliki keuntungan dapat merubah satu karakter tanpa merubah seluruh susunan gen secara signifikan, selain itu kombinasi metode mutasi dengan pembiakan secara vegetatif dapat menurunkan resiko kehilangan karakter mutan akibat segregasi.

Handeuleum merupakan tanaman yang belum dibudidayakan secara khusus dan biasanya diperbanyak secara vegetatif yaitu dengan cara distek, hal ini dikarenakan handeuleum bijinya tidak berkembang dengan sempurna. Perbanyakan secara vegetatif menghasilkan tanaman yang seragam akan tetapi tingkat keragamannya sempit, keragaman pada tanaman dapat dilakukan dengan induksi mutasi. Menurut Broertjes dan van Harten (1998), sinar gamma sering digunakan sebagai mutagen untuk induksi mutasi karena merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang pendek, sehingga dapat menghasilkan radiasi elektromagnetik dengan tingkat energi yang tinggi. Hal ini menyebabkan daya tembus ke dalam jaringan sangat dalam, bisa mencapai beberapa sentimeter dan bersifat merusak jaringan yang dilewatinya.

Sinar gamma bereaksi dengan atom atau molekul untuk memproduksi

radikal bebas dalam sel, contohnya: OH- dan H2O2. Radikal bebas ini dapat

merusak atau memodifikasi komponen yang penting dari sel tanaman (DNA) dan telah dilaporkan menyebabkan efek yang berbeda secara morfologi, anatomi,


(35)

biokimia, dan fisiologi dari tanaman tergantung dari level iradiasi (Wi et al.

2007).

Khumaida et al. (2008) dalam penelitiannya menyebutkan dari 38 aksesi

tanaman handeuleum yang diteliti menunjukkan karakter morfologi yang tidak berbeda nyata, sedangkan kandungan fitokimianya (alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, steroid, triterpenoid, dan glikosida) memiliki nilai yang bervariasi. Sebanyak 13 aksesi yang memiliki kandungan fitokimia yang tinggi, di antaranya adalah aksesi Bogor, Kalimantan, dan Papua.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan, morfologi, anatomi daun, kandungan fitokimia, karakter isozim, serta keragaman fenotipik stek pucuk handeuleum aksesi Bogor.

Hipotesis

Iradiasi sinar gamma dapat mengakibatkan perubahan terhadap pertumbuhan, morfologi, anatomi daun, kandungan fitokimia, serta dapat meningkatkan keragaman stek pucuk handeuleum aksesi Bogor.

Metodologi Penelitian Waktu dan Tempat

Percobaan dilakukan pada bulan Nopember 2009 hingga Juni 2010. Aplikasi iradiasi dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) BATAN Pasar Jumat Jakarta. Pengamatan karakter pertumbuhan

tanaman dan morfologi dilakukan di kebun percobaan Cikabayan, University

Farm (UF), IPB. Pengujian fitokimia dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor. Analisis kandungan pigmen dilakukan di

Laboratorium Spektrofotometrik, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB,

sedangkan pengamatan karakter anatomi daun dilakukan di Laboratorium


(36)

dilakukan di laboratorium Hayati, Pusat Studi Bioteknologi dan Sumberdaya Hayati IPB.

Metode Percobaan

Rancangan lingkungan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 1 (satu) faktor yaitu dosis iradiasi sinar gamma yang terdiri atas 8

(delapan) taraf yaitu 0 Gy, 15 Gy, 30 Gy, 45 Gy, 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy. Setiap perlakuan terdiri dari 10 ulangan, dengan 1 (satu) stek pucuk untuk

setiap ulangan, sehingga secara keseluruhan terdapat 80 stek pucuk.

Model linier RAL adalah sebagai berikut:

Yij = µ + αi + εij

Keterangan:

Yij : Nilai pengamatan perlakuan dosis iradiasi ke-i, dan ulangan ke-j

µ : Rataan umum

αi : Pengaruh perlakuan dosis iradiasi ke-i

εijk : Pengaruh galat percobaan perlakuan dosis iradiasi ke-i ulangan ke-j.

i : 1, 2, 3...8. j : 1, 2, 3..10.

Persiapan Bahan Tanam

Tanaman yang digunakan berasal dari perbanyakan stek handeuleum

aksesi Bogor yang mempunyai kandungan fitokimia yang tinggi (Khumaida et al.

2008). Stek dengan panjang 3 (tiga) ruas ditanam pada polibag dengan media tanam menggunakan tanah : kompos dengan perbandingan 2 : 1 (v/v). Stek pucuk yang sudah berakar dan memiliki daun baru dengan tinggi sekitar 15 cm digunakan sebagai bahan percobaan yang akan diiradiasi. Stek kemudian dicabut dengan hati-hati dari media, dibersihkan dari tanah, lalu akarnya dibungkus dengan aluminium foil. Stek diiradiasi menggunakan sinar gamma dari ionisasi

Cobalt 60, memakai alat irradiator gamma chamber 4000A, tipe Irpasena buatan


(37)

Stek yang telah diiradiasi langsung ditanam pada media baru, ditumbuhkan di bawah kubung kecil selama kurang lebih dua bulan. Stek berumur dua bulan selanjutnya dipindah tanam ke polibag yang lebih besar berdiameter 15 cm dan dipelihara di lapang dengan naungan paranet 55%. Penyemprotan pestisida dilakukan untuk menghindari serangan hama dan penyakit. Selama perawatan tanaman disiram 2 (dua) kali sehari, dan diberi pupuk daun setiap satu minggu sekali, dan dipupuk dengan NPK sebulan sekali sebanyak 4 g/polibag dengan perbandingan komposisi N:P:K = 15:15:15.

Pengamatan

Karakter Pertumbuhan Tanaman dan Morfologi

Pengamatan dilakukan pada karakter yang diduga berkaitan dengan keragaman tanaman yang diinduksi oleh iradiasi sinar gamma, meliputi

1. Tinggi tanaman, diukur mulai dari permukaan media sampai pucuk dengan

menggunakan penggaris.

2. Jumlah daun, dihitung jumlah semua daun yang terdapat pada tanaman.

3. Panjang dan lebar daun, sampel diambil dari daun kedua dari ujung, panjang

daun diukur mulai dari pangkal sampai ujung daun, sedangkan lebar daun diukur pada area terlebar daun.

4. Indeks warna hijau relatif daun, diamati menggunakan klorofilmeter Minolta

SPAD 502. Sebelum digunakan alat dikalibrasikan terlebih dahulu dengan standar warna hijau yang telah disertakan pada alat tersebut.

5. Warna daun, warna batang, dan tekstur daun, diukur berdasarkan nilai skoring.

Skoring warna daun dan batang: 5=ungu, 3=ungu kehijauan, 1=hijau. Skoring tekstur daun: 3=lembut, 1=keras/kaku.

Karakter Anatomi Daun

Pengamatan karakter anatomi daun dilakukan pada irisan transversal dan paradermal menggunakan metode sediaan utuh menggunakan bahan segar, meliputi:

1. Jumlah sel epidermis dan stomata, diamati jumlahnya di bawah mikroskop


(38)

2. Kerapatan stomata didapat dari perhitungan berikut: Kerapatan stomata =

Σ Stomata / Luas bidang pandang ( mm2).

3. Indeks stomata didapat dari perhitungan berikut: Indeks stomata =

(Σ Stomata / (Σ Stomata + Σ Sel epidermis)) x 100.

4. Tebal daun, tebal kutikula, tebal epidermis atas, panjang palisade, tebal bunga

karang, dan tebal epidermis bawah. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop digital molekuler.

Analisis Kandungan Fitokimia Daun

Analisis dilakukan terhadap kandungan fitokimia daun handeuleum untuk kandungan alkaloid, saponin, triterpenoid, steroid, flavonoid, tanin, dan glikosida; serta pada kandungan pigmen seperti klorofil total, karotenoid total, dan antosianin total.

Tabel 1 Kriteria penilaian kandungan metabolit sekunder secara kualitatif dengan uji fitokimia

Senyawa Dasar Penilaian Penilaian

Alkaloid Jumlah pereaksi 1 tetes

4+ 2 tetes 3+ 3 tetes 2+ 4 tetes 1 +

Steroid Perubahan warna biru/hijau 1 tetes

4+ 2 tetes 3+ 3 tetes 2+ 4 tetes 1 +

Triterpenoid Perubahan warna merah/ungu Tua

3+

Sedang 2+

Muda 1+

Saponin Pembentukan lapisan busa 3 cm

3+

2 cm 2+

1 cm 1+

Flavonoid Jumlah pereaksi 1 tetes

4+ 2 tetes 3+ 3 tetes 2+ 4 tetes 1 +

Tanin Jumlah pereaksi 1 tetes

4+ 2 tetes 3+ 3 tetes 2+ 4 tetes 1 + Keterangan : 1+ = positif lemah, 2+ = positif, 3+ = positif kuat, 4+ = positif kuat sekali

(Mualim 2009).

Analisis kandungan alkaloid, saponin, triterpenoid, steroid, tanin, dan glikosida dilakukan secara kualitatif (Harborne 2000) dengan data berupa skoring yang berdasarkan standar laboratorium pengujian Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO). Kandungan metabolit sekunder dalam sampel diketahui berdasarkan jumlah pereaksi (reagen), pembentukan warna, dan busa


(39)

yang terbentuk (Tabel 1). Kegiatan analisis kandungan fitokimia daun dapat dilihat pada Lampiran 1.

Analisis kandungan pigmen seperti klorofil total, karotenoid total, dan antosianin total dilakukan dengan metode Sims dan Gamon (2002), menggunakan alat spektrofotometer yang teknis pelaksanaannya dapat dilihat pada Lampiran 2. Setiap pigmen diidentifikasi konsentrasinya pada panjang gelombang yang berbeda-beda, dimana panjang gelombang 663 nm untuk klorofil a, 647 nm untuk klorofil b, 537 nm untuk antosianin, dan 470 nm untuk karotenoid. Data kemudian dibaca menggunakan UV spektrofotometer, dan hasilnya dikonversi ke dalam

satuan mol/m2 dengan tahapan perhitungan sebagai berikut:

Antosianin = 0.01373*A537 – 0.00697*A647 – 0.002228*A663 Klorofil a = 0.01373*A663 – 0.000897*A537 – 0.003046*A663 Klorofil b = 0.02405*A647 – 0.004305*A537 – 0.005507*A663 Klorofil total dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Klorofil total 7.15*A633 – 18.71*A647

Karotenoid = (A470 – (17.1*(Chl a + Chl b) – 9.479*antosianin))/119.26 Keterangan: A(x) merupakan data hasil pembacaan pada panjang gelombang x. Konsentrasi pigmen per satuan luas dikonversi menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Pigmen/area = (pigmen*6/1000)/(Luas area daun total dalam m2)

Analisis Isozim

Kegiatan analisis isozim terdiri atas beberapa tahapan, cara penyiapan bahan untuk analisis bahan dapat dilihat pada Lampiran 3. Interpretasi pola pita isozim dilakukan dengan cara meletakkan gel di atas plastik bening kemudian diletakkan di atas lampu pengamatan untuk diambil data dan difoto. Pola pita isozim yang tampak digambar pada plastik transparan, hasil foto diamati dan diukur jarak pergerakan pita dari titik awal. Hasil pengukuran jarak pergerakan

ditentukan pola pada Rf (relative electrophoresis mobility) dengan perhitungan

(Sastrosumarjo et al. 2006).

Rf = Jarak pergerakan pita dari tempat awal


(40)

Analisis Data

Data pertumbuhan, morfologi dan anatomi daun diuji menggunakan

analisis ragam (uji F) pada taraf nyata (α) 1% dan 5% dengan menggunakan

program SAS. Apabila hasil uji nyata, dilanjutkan dengan uji wilayah berganda

Duncan (Duncan’s Multiple Range Test-DMRT). Nilai Growth Reduction 50

(GR50) didapatkan dengan menggunakan program curve-fit, yaitu suatu program

analisis statistik yang dapat digunakan untuk mencari model persamaan terbaik terhadap persentase penurunan pertumbuhan dari suatu populasi (Aisyah 2006). Uji korelasi antar peubah dilakukan berdasarkan persamaan Pearson. Analisis

perbandingan nilai varian antar populasi dengan uji F. Keragaman fenotipik (σ2f)

dihitung menurut Steel dan Torrie (1995): σ2f=∑ X2i–(∑ Xi )2/(n-1). Standar

deviasi ragam fenotipik (Sdσ2f) dihitung menurut Anderson dan Brancot (1952)

dalam Darajat (1987): Sdσ2f = √σ2f. Kriteria penilaian terhadap luas atau sempit

keragaman fenotipik: Apabila σ2f ≥ 2* Sdσ2f Æ keragaman fenotipik luas

Apabila σ2f < 2* Sdσ2f Æ keragaman fenotipik sempit. Keterangan: σ2f = ragam

fenotipik; Xi = nilai rata-rata ke-i; n = jumlah yang diuji; Sdσ2f = standar deviasi

keragaman fenotipik.

Hasil dan Pembahasan Morfologi Tanaman

Pengamatan terhadap karakter morfologi tanaman dapat mendeteksi pertumbuhan dari tanaman. Penelitian ini menggunakan karakter pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun) dan karakter morfologi (warna daun, tekstur daun, dan warna batang) sebagai peubah untuk melihat perubahan pertumbuhan tanaman akibat perlakuan dengan iradiasi sinar gamma.

Berdasarkan pengamatan terhadap karakter-karakter tersebut di atas terlihat bahwa terdapat kecenderungan pengelompokkan tanaman hasil iradiasi berdasarkan dosis iradiasi menjadi dua kelompok. Tanaman yang mendapat dosis iradiasi 15 Gy, 30 Gy, dan 45 Gy pada umumnya pertumbuhannya normal sama dengan tananaman kontrol (0 Gy) dengan daun yang berwarna ungu, sedangkan tanaman yang mendapat iradiasi dosis 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy dan 105 Gy pada


(41)

umumnya pertumbuhannya terhambat, tidak menghasilkan tunas yang baru, dan daun tetap berwarna hijau.

Gambar 2 Bentuk daun handeuleum pada berbagai dosis iradiasi; (a) ovate, (b) obovate, (c) lancoleate, (d) kotrol (0 Gy), (e) 15 Gy, (f) 30 Gy, (g) 45 Gy, (h) 60 Gy, (i) 75 Gy, (j) 90 Gy, (k) 105 Gy.

Gambar 3 Keragaan daun handeuleum aksesi Bogor tanpa dan yang diiradiasi

dengan berbagai dosis sinar gamma; ovate (a), obovate (b),

lancoleate (c), kontrol (0 Gy) (d), 15 Gy (e), 30 Gy (f), 45 Gy (g), 60 Gy (h), 75 Gy (i), 90 Gy (j), dan 105 Gy (k).

Awal-awal pertumbuhan (3 MST, 4 MST) pada tanaman yang diiradiasi terbentuk daun-daun baru yang mengalami perubahan baik dari segi bentuk,

(a) (b) (c)

(d) (e) (f) (g)

(h) (i) (j) (k)


(42)

warna serta tekstur yang lebih tebal, meskipun bisa dikatakan bahwa respon yang timbul bersifat individual. Morfologi pada tanaman kontrol pada umumnya adalah

ovate dan sebagian kecil lanceolate. Sedangkan pada tanaman yang diiradiasi

terdapat penambahan bentuk elliptical selain kedua bentuk di atas.

Handeuleum pada stadia awal pertumbuhan umumnya memiliki warna daun hijau muda dan ketika beranjak dewasa warna daun berubah menjadi berwarna ungu merah kecoklatan. Tanaman yang diiradiasi sinar gamma dosis 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy, warna daunnya tetap hijau sampai daun tersebut mati. Seterusnya daun-daun baru yang terbentuk kembali normal. Variasi bentuk dan warna daun terbanyak terdapat pada handeuleum yang diiradiasi sinar gamma 45 Gy, yaitu sebanyak 9 (sembilan) variasi, dengan jumlah tanaman mutan putatif yang terbentuk sebanyak 11 tanaman.

Gambar 4 Keragaan tanaman handeuleum pada berbagai perlakuan iradiasi sinar gamma: kontrol (0 Gy) (a), 15 Gy (b), 30 Gy (c), 45 Gy (d), 60 Gy (e), 75 Gy (f), 90 Gy (g), dan 105 Gy (h). Terlihat bahwa daun pada perlakuan 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy memiliki warna yang berbeda dengan kontrol.

(h) (g)

(f) (e)

(d) (c)

(b) (a)


(43)

Bentuk morfologi dan warna daun serta keragaan tanaman pada penelitian

ini disajikan pada Gambar 3 dan 4. Berdasarkan analisis ragam, Fhitung sumber

variasi dosis iradiasi (perlakuan) pada semua peubah yang diamati menunjukkan berbeda nyata, yang berarti bahwa dosis iradiasi berpengaruh terhadap peubah-peubah pengamatan.

Hal yang sama dijumpai pada penelitian Datta et al. (2005), dikatakan

bahwa mutasi somatik pada warna bunga dan bentuk floret dideteksi pada

populasi tanaman yang diberi perlakuan dengan sinar gamma. Wi et al. (2007)

menunjukkan bahwa gejala awal tanaman labu yang diiradiasi oleh sinar gamma

tingkat tinggi (1 kGy) adalah daun yang menjadi keriting dan menguning

(data tidak ditunjukkan), keduanya merupakan indikasi dari terjadinya ketidakseimbangan zat pengatur tumbuh pada tanaman. Penelitian yang dilakukan Badignnavar dan Murty (2007), menunjukkan bahwa warna daun tanaman kacang tanah yang diberi iradiasi sinar gamma berubah menjadi hijau dan penampilan tanaman secara keseluruhan menjadi normal kembali setelah 80 HST. Mutan selalu tersegregasi ke dalam mutan dan tanaman tetua dengan frekuensi yang lebih tinggi untuk tipe tanaman tetua bila dibandingkan dengan tanaman mutan.

Menurut Micke dan Donini (1993), kerusakan pada struktur genetik akibat

mutasi dapat berubah normal kembali (diplontic atau haplontic selection), hal ini

dikarenakan sel-sel yang normal pertumbuhannya mengalahkan sel-sel yang termutasi. Bahkan terkadang terjadi mutasi balik, yaitu mutan yang sudah terekspresi dapat kembali menjadi fenotip tetuanya pada generasi berikutnya.

Menurut Wi et al. (2007), tanaman memiliki sistem perlindungan alami terhadap

kerusakan oksidatif yaitu salah satunya dengan cara mengaktifkan perlindungan enzimatik endogen, seperti: peroksidase (POD), superoksida dismutase (SOD),

dan katalase (CAT), yang aktif selama tanaman mengalami luka. 

Growth Reduction 50 (GR50)

Sensitivitas iradiasi dapat diketahui dengan Growth Reduction 50 (GR50)

(Akgun & Tosun 2004). Pertumbuhan tanaman kontrol didefinisikan pada GR100,

sedangkan GR50 didefinisikan sebagai penurunan 50% dari pertumbuhan tanaman


(44)

tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun. GR50 dihitung pada akhir

pengamatan, yaitu pada minggu ke-10 setelah tanam.

Gambar 5 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 tinggi tanaman

handeuleum aksesi Bogor.

Nilai koefisien determinasi (R2) persamaan ini adalah sebesar 0.998, hal

ini menunjukkan persamaan yang digunakan sangat sesuai (andal) (Gambar 5).

Berdasarkan analisis curve fit di atas diketahui GR50 peubah tinggi tanaman

diperoleh pada dosis 42 Gy.

Gambar 6 menunjukkan hubungan persentase penurunan jumlah daun dengan dosis iradiasi sinar gamma, dan dapat diperoleh menggunakan persamaan

regresi Sinusodial Fit, yaitu Y = 55.48 + 58.59 cos (0.03 X + 0.72), dimana Y

adalah persentase penurunan jumlah daun, dan X adalah dosis iradiasi.

Gambar 6 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 jumlah daun

handeuleum aksesi Bogor.

S = 3.11144608 r = 0.99838653

Dosis Iradiasi (Gy)

P er sen tase P enu ru nan ( % )

0.0 19.3 38.5 57.8 77.0 96.3 115.5

8.70 25.30 41.90 58.50 75.10 91.70 108.30

S = 8.97040010 r = 0.98515682

Dosis Iradiasi (Gy)

P e rs e n tase P e nur un an (% )

0.0 19.3 38.5 57.8 77.0 96.3 115.5

0.30 18.53 36.77 55.00 73.23 91.47 109.70


(45)

Nilai koefisien determinasi (R) persamaan ini adalah sebesar 0.985, hal ini menunjukkan persamaan yang digunakan sangat sesuai (andal). Berdasarkan

analisis curve fit di atas diketahui GR50 diperoleh pada dosis iradiasi 33 Gy.

Fungsi matematika yang membantu mengetahui dosis yang

mengakibatkan reduksi panjang daun handeuleum sebesar 50% adalah Polynomial

Fit yang dirumuskan dalam persamaan Y = 96.88 – 2.19 X + 0.04 X2 – 0.0002 X3,

dimana Y adalah persentase penurunan panjang daun, dan X adalah dosis iradiasi.

Gambar 7 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 panjang daun

handeuleum aksesi Bogor.

Nilai koefisien determinasi (R2) persamaan ini adalah sebesar 0.942, hal

ini menunjukkan persamaan yang digunakan sangat sesuai (andal) (Gambar 7).

Berdasarkan analisis curve fit di atas diketahui nilai GR50 peubah panjang daun

diperoleh pada dosis 113 Gy.

Gambar 8 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 lebar daun

handeuleum aksesi Bogor.

S = 6.31834921 r = 0.94204873

Dosis Iradiasi (Gy)

P e rs e n ta s e Pe nu ru na n (% )

0.0 19.3 38.5 57.8 77.0 96.3 115.5

50.50 59.50 68.50 77.50 86.50 95.50 104.50

S = 4.41575789 r = 0.96092842

Dosis Iradiasi (Gy)

P e rs e n tase P e n u run an ( % )

0.0 19.3 38.5 57.8 77.0 96.3 115.5

58.20 65.80 73.40 81.00 88.60 96.20 103.80


(46)

Hubungan persentase penurunan lebar daun dengan dosis iradiasi sinar

gamma dapat menggunakan persamaan Polynomial Fit Y = 97.79 – 1.86 X +

0.03 X2 – 0.0002 X3, dimana Y adalah persentase penurunan jumlah daun, dan X

adalah dosis iradiasi. Nilai koefisien determinasi (R2) persamaan ini adalah

sebesar 0.961, hal ini menunjukkan persamaan yang digunakan sangat sesuai

(andal) (Gambar 8). Berdasarkan analisis curve fit di atas didapat GR50 lebar daun

adalah sebesar 122 Gy.

Menurut Ahnstroem (1977), morfologi tanaman seperti batang tanaman yang berkayu atau sukulen dapat mempengaruhi tingkat radiosensitivitas, karena berhubungan dengan ketahanan fisik sel saat menerima iradiasi sinar gamma. Selain itu, radiosensitivitas juga dipengaruhi oleh faktor genetika dan lingkungan seperti oksigen, kadar air, penyimpanan paska-iradiasi, dan suhu.

Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Panjang Daun dan Lebar Daun.

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui iradiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun (Tabel 2). Peubah ini umumnya nilainya semakin kecil seiring dengan bertambahnya dosis iradiasi sinar gamma.

Hasil yang disajikan pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa tinggi tanaman paling tinggi diperoleh pada perlakuan kontrol tanpa iradiasi sinar gamma (0 Gy) yaitu sebesar 83 cm, tidak berbeda nyata dengan perlakuan iradiasi sinar gamma 15 Gy yang menghasilkan tinggi 78.7 cm. Tinggi tanaman paling rendah diperoleh pada perlakuan 105 Gy sebesar 14.1 cm (tereduksi sebesar 83.0%), tidak berbeda nyata dengan perlakuan 60 Gy, 75 Gy, dan 90 Gy yang masing-masing menghasilkan tanaman dengan tinggi berturut-turut sebesar 16.2 cm, 16.1 cm, dan 15.9 cm dimana masing-masing perlakuan mengalami tinggi tanaman tereduksi secara berturut-turut sebesar 80.5%, 80.6%, dan 80.8%. Dosis iradiasi sinar gamma yang semakin tinggi menyebabkan tinggi tanaman handeuleum semakin pendek (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa sel-sel meristem pucuk dari tanaman yang diiradiasi dengan dosis yang tinggi mengalami kerusakan.


(47)

Tabel 2 Nilai rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun handeuleum aksesi Bogor pada berbagai perlakuan dosis iradiasi sinar gamma pada 10 MST

Dosis Iradiasi

(Gy)

Peubah Tinggi Tanaman

(cm)

Jumlah Dauna)

(helai)

Panjang Daun (cm)

Lebar Daun (cm)

0 83.0 ± 4.7 a 106.3 ± 12.6 a 19.7 ± 1.7 a 9.2 ± 0.9 a

15 78.7 ± 9.3 a 78.3 ± 14.1 b 12.6 ± 1.4 bc 6.5 ± 0.5 b

30 63.4 ± 8.0 b 71.0 ± 12.7 b 13.3 ± 1.9 b 6.5 ± 1.0 b

45 37.8 ± 8.1 c 36.5 ± 19.1 c 10.9 ± 0.6 d 5.7 ± 0.9 b

60 16.2 ± 2.1 d 3.8 ± 1.0 d 12.3 ± 0.8 bc 6.1 ± 0.8 b

75 16.1 ± 2.0 d 3.4 ± 1.3 d 12.0 ± 1.2 bcd 6.1 ± 0.7 b

90 15.9 ± 1.7 d 3.3 ± 1.2 d 12.4 ± 0.6 bc 6.3 ± 0.3 b

105 14.1 ± 2.0 d 3.0 ± 2.0 d 11.5 ± 1.5 cd 6.0 ± 0.8 b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom peubah yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. Nilai ± yang

disajikan adalah standar deviasi. a) Data merupakan hasil transformasi dengan

rumus (√X+0.5)

Penelitian Kon et al. (2007) menyebutkan bahwa semakin tinggi dosis

radiasi sinar gamma yang diberikan, tinggi tanaman long bean semakin tereduksi

bila dibandingkan dengan tanaman kontrol, dimana penurunan paling tinggi adalah pada dosis 800 Gy, yang merupakan dosis perlakuan paling tinggi.

Menurut Fauza et al. (2005) pada bibit tanaman manggis yang bijinya diberi

perlakuan sinar gamma dosis 0 krad, 1 krad, 2 krad, dan 3 krad, terdapat kecenderungan terjadi penurunan tinggi bibit tanaman manggis dengan semakin tingginya dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan.

Hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tanaman kontrol (0 Gy) menghasilkan rata-rata jumlah daun paling banyak yaitu sebanyak 106.3 helai, sedangkan perlakuan iradiasi sinar gamma dosis 105 Gy menghasilkan rata-rata jumlah daun paling sedikit yaitu sebanyak 3.0 helai, mengalami penurunan sebesar 97.2%. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan iradiasi sinar gamma dosis 60 Gy, 75 Gy, dan 90 Gy yang berturut-turut menghasilkan daun sebanyak 3.8, 3.4, 3.3 helai. Perlakuan sinar gamma dosis 60 Gy mengalami penurunan sebesar 96,4%, dosis 75 Gy sebesar 96.8%, sedangkan dosis 90 Gy sebesar 96.9% bila dibandingkan dengan tanaman kontrol. Tanaman yang


(48)

mendapat perlakuan iradiasi sinar gamma dengan dosis 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy, memiliki jumlah daun yang sedikit bila dibandingkan dengan kontrol. Tunas yang muncul pada tanaman yang mendapat dosis iradiasi besar pertumbuhannya sangat lambat dan tidak menghasilkan tunas baru, kecuali untuk perlakuan 60 Gy.

Penelitian Badignnavar dan Murty (2007) mengenai kacang tanah menyatakan bahwa semakin besar dosis iradiasi yang digunakan mengakibatkan tinggi dan jumlah daun tanaman kacang semakin berkurang. Kendarini (2006) menunjukkan bahwa penambahan jumlah daun krisan yang diiradiasi dengan sinar gamma tidak linier dengan penambahan dosis sinar gamma. Krisan kultivar “Puma White” menghasilkan jumlah daun lebih banyak saat dipapar pada sinar

gamma dosis 15 Gy dibandingkan dengan tanaman yang dipapar pada dosis 10 Gy, sedangkan pada tanaman yang dipapar pada dosis 20 Gy, jumlah daunnya

kembali menurun. Pellegrini et al. (2000) mengamati bahwa pada tanaman seledri

setelah diberi perlakuan dengan sinar gamma tidak membentuk primordia daun baru.

Berdasarkan hasil yang disajikan pada Tabel 2 terlihat bahwa perlakuan iradiasi sinar gamma 0 Gy menghasilkan panjang dan lebar daun paling besar dibandingkan dengan perlakuan lain, yaitu berturut-turut sebesar 19.1 cm dan 9.2 cm. Panjang dan lebar daun paling kecil dihasilkan oleh iradiasi sinar gamma dosis 105 Gy, yaitu sebesar 11.5 cm dan 6.0 cm. Panjang daun pada perlakuan 105 Gy mengalami penurunan sebesar 39.8%, sedangkan pada lebar daun sebesar 34.8%.

Terhambatnya pertumbuhan menyebabkan daun yang diiradiasi memiliki panjang dan lebar daun yang lebih kecil dibandingkan dengan kontrol, seperti yang dialami oleh bibit tanaman manggis (Widiastuti 2010). Semakin besar dosis iradiasi yang diberikan (0 Gy, 20 Gy, dan 25 Gy) ukuran daun menjadi semakin kecil. Panjang dan lebar daun tanaman anyelir yang diiradiasi tidak selamanya lebih kecil bila dibandingkan dengan kontrol, beberapa genotipe yang diiradiasi memiliki ukuran daun yang lebih besar bila dibandingkan dengan tanaman kontrol (Aisyah 2006).


(49)

Tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun pada tanaman yang diiradiasi lebih kecil bila dibandingkan dengan kontrol (0 Gy) disebabkan oleh kerusakan pada jaringan meristem tanaman. Iradiasi sinar gamma dengan dosis yang tinggi, 100 - 500 Gy, menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat,

degradasi klorofil, aberasi morfologi pada tanaman Nicotiana (Wada et al. 1998).

dan menghentikan mitosis pada jaringan meristematik.

Menurut Kim et al. (2004); Kova´cs dan Keresztes (2002); Wi et al.

(2005) dalam Wi et al. (2007), sinar gamma bereaksi dengan atom atau molekul

untuk memproduksi radikal bebas (H2O2) yang terdapat dalam sel. Radikal bebas

ini dapat merusak atau memodifikasi komponen yang penting dari sel tanaman, yang menyebabkan perubahan secara morfologi, anatomi, biokimia, dan fisiologi dari tanaman tergantung dari level iradiasi. Efek ini termasuk perubahan dalam struktur seluler tanaman dan metabolisme, pembesaran dari membran tilakoid, perubahan dalam fotosintesis, modulasi dari sistem antioksidatif, dan akumulasi

dari senyawa fenolik. Dosis iradiasi yang tinggi telah terbukti dapat menyebabkan

menginduksi perubahan fisiologi dan dapat merusak komponen seluler makromolekuler seperti dinding sel, membran, dan DNA.

Wi et al. (2007) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa terjadi

peningkatan intensitas penumpukan cerium perhydroxide, yang merupakan

marker penumpukan H2O2, pada membran plasma dan dinding sel jaringan

(petiole, kotiledon, hipokotil, terutama pada daun) tanaman labu yang diiradiasi

dibandingkan dengan kontrol. Akumulasi dan lokalisasi dari H2O2 dan peroksida

lebih tinggi pada sel parenkima dibandingkan dengan yang terdapat pada pembuluh, sehingga diperkirakan jaringan pembuluh lebih sensitif dibandingkan dengan sel parenkima. Rusaknya jaringan pembuluh menyebabkan terganggunya transportasi asimilat yang dihasilkan oleh daun ke seluruh jaringan tanaman, sehingga mengakibatkan terjadinya penghambatan pertumbuhan. Lebih lanjut dikatakan bahwa peroksida merupakan salah satu enzim antioksidan yang

berperan penting dalam mendetoksifikasi H2O2 dalam sel, sehingga dapat

melindungi komponen seluler seperti protein dan lemak melawan oksidasi. Peroksida juga dibutuhkan terutama untuk banyak fungsi seluler seperti


(50)

lignifikasi, suberisasi, pemanjangan sel, pengaturan biosintesis dinding sel, dan

plasticity.

Nagata et al. (2005) menyebutkan bahwa iradiasi akut dapat mengaktifkan

atau menghambat satu set gen. Gen-gen ini terkait dengan asam nukleat (misal perbaikan DNA, penggabungan DNA, atau metabolisme RNA) dan terlibat pada respron stress oksidatif (misal peroksidase, sitokrom P450, glutation S-transferase), atau sinyal transduksi. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Kim et al. (2009) yang mengidentifikasi 2165 gen yang terinduksi

oleh sinar gamma dan 1735 gen tertekan, dan dari 345 ekspresi gen yang diteliti, gen yang mengatur respon terhadap stres lingkungan jumlahnya meningkat, sedangkan gen yang mengatur respon pertumbuhan jumlahnya tertekan.

Kovalchuck et al. (2007) memaparkan bahwa pada iradiasi sinar gamma

kronik, gen auksin adalah hampir satu-satunya gen hormonal yang terlibat pada saat tanaman dipapar iradiasi sinar gamma. Menurut Taiz dan Zeiger (2002), auksin adalah hormon yang mengatur bermacam-macam proses perkembangan, seperti perpanjangan batang, dominansi apikal, inisiasi akar, perkembangan buah, dan orientasi atau pertumbuhan yang terorientasi. Hal ini menjadi salah satu sebab yang menyebabkan terjadi penghambatan pertumbuhan tinggi tanaman.

Penelitian yang dilakukan oleh Momiyama et al. (1999) pada koleoptil

jagung menyebutkan bahwa jumlah IAA endogen koleoptil yang diberi perlakuan 300 dan 3000 Gy berubah hanya setelah 0 jam iradiasi. Jumlah IAA menurun pada 2 jam pertama pada iradiasi dosis 300 Gy, kemudian secara perlahan meningkat dan mencapai level yang sama dengan kontrol (6 jam setelah iradiasi). Hal ini kontras pada penurunan yang teramati pada dosis 3000 Gy. Penelitian tentang IAA teramati dari terjadinya penghambatan pemanjangan koleoptil jagung yang meningkat seiring dengan peningkatan dosis iradiasi (25 Gy, 300 Gy, 1000 Gy), dan terhenti sama sekali pada dosis 3000 Gy. Akan tetapi pada dosis yang lebih rendah dari 1000 Gy kerusakannya sementara dan dapat diperbaiki.


(1)

Lampiran 1 Analisis fitokimia a. Uji alkaloid

Satu gram sampel daun digerus dan ditambahkan 1.5 ml kloroform dan tiga tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan lima tetes H2SO4 2 M. Fraksi asam dibagi menjadi tiga tabung kemudian masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer, dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Meyer, endapan merah pada pereaksi Dragendorf, dan endapan cokelat pada pereaksi Wagner.

b. Uji flavonoid

Sebanyak 0.5 g daun sampel ditambahkan dengan methanol sampai terendam lalu dipanaskan. Filtrat ditambahkan dengan lima tetes H2SO4, terbentuknya warna merah karena penambahan H2SO4 menunjukkan adanya senyawa flavonoid.

c. Uji saponin

Sebanyak 0.5 g sampel ditambahkan air secukupnya dan dipanaskan selama lima menit. Larutan tersebut didinginkan kemudian dikocok selama ±10 menit dan bila menimbulkan busa menunjukkan adanya saponin.

d. Uji triterpenoid dan steroid

Satu gram sampel ditambahkan 2 ml etanol lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambahkan dengan eter. Lapisan eter ditambahkan dengan pereaksi Liebermen Burchard (tiga tetes asetat anhidrat dan satu tetes H2SO4 pekat). Warna merah atau ungu yang terbentuk menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau adanya steroid.

e. Uji tannin

Lima gram sampel ditambahkan air kemudian didihkan selama beberapa menit. Disaring dan filtrat ditambahkan dengan 3 tetes FeCl3, warna biru tua atau hitam kehijauan yang terbentuk menunjukkan adanya tanin.


(2)

Lampiran 2 Analisis klorofil dan antosianin

Klorofil dianalisis menggunakan metode Sims (2002). Pelaksanaannya adalah sebagai berikut: sampel daun diambil menggunakan alat pelubang yang berdiameter 1 085 cm. Sampel dimasukkan ke dalam mortar kemudian diberi 1 ml asetris (aseton) dengan menggunakan mikropipet, sampel daun digerus dan ditambah 1 ml asetris (aseton) lagi. Setelah itu dihomogenkan, lalu dimasukkan ke microtube 2 ml setelah sebelumnya diberi label sesuai perlakuan. Kemudian dimasukkan ke centrifuge 14 000 rpm selama 10 menit, 1 ml supernatan dan ± 3 ml asetris dipipet ke dalam tabung reaksi dan dimasukkan ke dalam spektrofotometer (Vortex → 663, 647, 537, dan 470). Selanjutnya dilakukan perhitungan kandungan antosianin, klorofil (a dan b), dan karotenoid.


(3)

Lampiran 3 Analisis isoezim

Analisis pola pita isoezim dilakukan menurut metode Wendel dan Weeden (1989). Enzim yang akan dianalisis adalah enzim peroksidase (PER), esterase (EST), dan asam Fosfatase (ACP).

Tahapan analisis isozim adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan gel pati.

Gel pati yang digunakan mengandung 10% pati kentang. Pati kentang yang digunakan sebanyak 12 g dan buffer gel 120 ml. Pati dilarutkan dengan sedikit buffer gel dalam erlenmeyer, sisa buffer gel dipanaskan di atas hot plate sampai mendidih, kemudian ditambahkan ke dalam erlenmeyer yang berisi larutan pati tadi sampai habis dan larutan pati matang. Setelah itu, larutan divakum untuk menghilangkan udara dalam gel sampai gelembung udara habis. Gel lalu dituangkan secepat mungkin pada baku berukuran 10 cm x 15 cm, baki sebelumnya telah diolesi parafin cair dan lubang pada kaki baki ditutup dengan selotip. Gel lalu disimpan selama satu malam pada suhu 5 - 10ºC dalam lemari es. Buffer gel yang digunakan merupakan campuran 11.15 g tris, 2.7g asam sitrat, 200 ml buffer elektroda yang dilarutkan dalam 2000 ml H2O. Buffer elektroda

merupakan campuran 11 875 g asam borat, 2 g NaOH, 1000 ml H2O dengan pH 8.3.

2. Ekstraksi enzim

Daun muda sebanyak 0.2-0.5 g dimasukkan ke dalam mortar dan digerus halus dengan menambahkan pasir kuarsa sekitar 40 mg serta diberi buffer pengekstrak 1 ml. Ekstraksi enzim dilakukan dalam keadaan dingin di atas es untuk mencegah rusaknya enzim. Buffer ekstrak yang digunakan berupa campuran 5 g sukrosa, 1400 µM merkaptoetanol dan 100 ml H2O. Supernatan yang mengandung enzim diserap dengan memasukkan potongan kertas saring Whatman berukuran 0.5-0.7 cm ke dalam setiap mortar untuk menyerap cairan sel dari setiap contoh daun. Potongan kertas saring tersebut dilap menggunakan tissue untuk membuang cairan sel yang berlebih, selanjutnya potongan kertas saring tersebut disisipkan pada lubang gel yang tersedia.


(4)

3. Elektroforesis

Selotip yang ada pada kaki cetakan dilepaskan kemudian gel yang telah disispi kertas saring dimasukkan dalam baki yang telah berisi buffer elektroda pH 8.3 sampai kaki cetakan terendam, selanjutnya disimpan dalam ruang pendingin. Elektroforesis awal dilakukan selama 30 menit pada 100 volt dan elektroforesis tetap pada 200 volt selama 4 jam. Untuk mengontrol jarak migrasi, salah satu lubang diberi penanda bromfenol biru.

4. Pewarnaan dan fiksasi.

Setelah selesai elektroforesis, gel dibelah menjadi tiga bagian pada posisi horizontal di atas alat pemotong. Sebelumnya kertas saring dikeluarkan dari lubang-lubangnya. Lembaran gel dimasukkan ke dalam nampan yang masing-masing telah diberi larutan pewarna dari enzim yang telah disiapkan sebelumnya sampai gel terendam. Gel dalam baki diinkubasi pada suhu ruang sampai muncul pita yang cukup jelas pada gel. Metode pewarnaan yang digunakan adalah menurut Soltis dan Soltis (1992).

Komposisi larutan pewarna untuk sistem enzim PER adalah campuran dari 100 ml buffer asetat pH 4.8 - 50 mg CaCl2, 0.05 mg 3-amino-9 etil karbazol

(dilarutkan dalam 3 ml aseton), 150 mg MgCl2, dan 100 ml tris HCl pH 8.5, 20 mg NAD, 300 mg asam malat, 20 mg MTT, dan 4 mg PMS. Larutan pewarna

untuk EST adalah campuran 0.05 M fosfat pH 6.0 5ml, aquades 45 ml, S 20 mg, β-Namhtyl acetate (yang dilarutkan dalam aseton) 20 mg serta garam Fast Blue RR 50 mg. Selesai pewarnaan, gel dicuci dengan air mengalir sampai bersih. Kemudian potongan gel difiksasi dengan 50% gliserol atau dengan campuran etanol : aquades : asam asetat : gliserol = 5 : 4 : 2 :1.

5. Dokumentasi

Setelah dicuci dan difiksasi, gel dipindahkan dari baki ke tempat pengamatan menggunakan plastik transparansi. Pola pita yang muncul digambar di kertas dan difoto. Pengamatan terhadap analisis isozim tanaman krisan yang diuji dilakukan dengan cara deskripsi yaitu dengan menginterpretasikan pola pita yang terjadi.


(5)

Lampiran 4 Komposisi Media WPM

Bahan Kimia Mg/l

(NH4)2SO4 NH4NO3 NaNO3 KNO3 Ca(NO3)2.4H2O CaCl2.2H2O MgSO4.7H2O Na2SO4 KH2PO4 NaH2PO4.H2O KCl FeSO4.7H2O Na2EDTA FeCl3.6H2O Fe2(SO4)3 MnSO4.4H2O ZnSO4.7H2O H3BO3 KI Na2MoO4.2H2O CuSO4.5H2O NiCl2.6H2O AlCl3 Myo-inositol Niacin Pyridoxine-HCl Thiamine-HCl Glycine Ca D-pantothenat Sucrose - 400 - - 576 96 370 - 170 - - 27.8 37.3 - - 22.3 8.6 6.2 - 0.25 - - - 100 0.5 0.5 1.0 - - 20000 Sumber: Gunawan (1992).


(6)

Handeuleum (Graptophyllum pictum L. Griff) Melalui Iradiasi Sinar Gamma. Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA dan DEWI SUKMA.

Handeuleum merupakan tanaman obat yang daunnya telah lama dimanfaatkan untuk mencegah infeksi setelah melahirkan, mengurangi berat badan, mengobati wasir, bisul, dan borok, serta mencegah pembentukan plak pada gigi. Handeuleum biasanya diperbanyak secara vegetatif karena biji sulit untuk terbentuk sehingga keragaman handeuleum menjadi sempit. Selain itu, handeuleum memiliki kendala dalam produksi biomassa daun yaitu adanya serangan larva Doleschallia bisaltidae yang menyebabkan penurunan hasil hingga 70%. Untuk meningkatkan keragaman, mendapatkan kandidat tanaman dengan kandungan fitokimia tinggi serta tahan hama adalah dengan induksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma. Iradiasi dapat diterapkan pada tanaman in

vivo dan in vitro. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan

keragaman handeuleum melalui iradiasi sinar gamma secara in vivo (stek pucuk) pada aksesi Bogor dan in vitro (kultur kalus) pada aksesi Kalimantan dan Papua.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma menimbulkan keragaman terhadap stek handeuleum aksesi Bogor dan terhadap kultur kalus handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua. Percobaan iradiasi sinar gamma pada stek pucuk handeuleum aksesi Bogor menghasilkan nilai GR50 pada peubah tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun. Umumnya perlakuan iradiasi dosis 15 Gy, 30 Gy, dan 45 Gy memiliki nilai pengamatan lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol pada peubah pertumbuhan, morfologi daun, anatomi daun paradermal, dan kandungan pigmen (antosianin, klorofil, dan karotenoid) kecuali peubah irisan anatomi daun transversal. Sebaliknya untuk perlakuan iradiasi dosis 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy pada peubah yang sama memiliki nilai yang lebih kecil daripada kontrol. Iradiasi menyebabkan terjadi perubahan kandungan fitokimia, pola pita isozim (peroksidase (PER); esterase (EST); dan asam fosfatase (ACP)), serta menyebabkan keragaman fenotipik.

Variasi mutan putatif paling banyak dihasilkan oleh perlakuan iradiasi dosis 45 Gy. Keragaman akibat iradiasi sinar gamma pada percobaan kultur kalus

handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua terlihat pada nilai ragam peubah rentang pertumbuhan kalus, dimana dosis 25 Gy menghasilkan nilai paling besar. Kata Kunci: daun ungu, induksi mutasi, fitokimia, isozim, keragaman fenotipik.