Bioaktivitas Buah Kawista (Limonia acidissima)dan Penentuan Sidik Jarinya Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis

BIOAKTIVITAS BUAH KAWISTA (Limonia acidissima) BIMA
DAN PENENTUAN SIDIK JARINYA MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

RESVINA DEWI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Bioaktivitas Buah
Kawista (Limonia acidissima)dan Penentuan Sidik Jarinya Menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari2013

Resvina Dewi
NIM G44080001

iv

ABSTRAK
RESVINA DEWI. Bioaktivitas Buah Kawista (Limonia acidissima)Bimadan Penentuan
Sidik Jarinya Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis. Dibimbing oleh LATIFAH K.
DARUSMAN dan RUDI HERYANTO.
Buah kawista merupakan buah tropis yang memiliki aktivitas antioksidan.
Aktivitas antioksidan pada buah ini akan dipengaruhi oleh perbedaan tingkat
kematangannya. Penelitian ini bertujuan menganalisis aktivitas antioksidan buah kawista
dan mengembangkan analisis sidik jarinya dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT)
yang dikembangkan menjadi densitogram. Penentuan sidik jari diperlukan dalam

menentukan mutu bahan baku. Sidik jari dikembangkan dalam bentuk pola KLT. Pola
KLT tersebut diolah dengan perangkat lunak ImageJ menjadi densitogram. Buah kawista
pada 3 tingkat kematangan berbeda diekstraksi dengan pelarut metanol. Ekstraktersebut
positif mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang diuji secara kualitatif. Nilai IC50
yang terbaik diperoleh dari ekstrak buah matang dan ekstrak buah tua hasil hidrolisis
dalam metanol. Nilai IC50 berturut-turut sebesar 97.78 µg/mL dan 320.70 µg/mL. Nilai
LC50yang terbaik diperoleh dari ekstrak buah matang dalam etil asetat dan hasil hidrolisis
dalam metanol dengan nilai 58.71 µg/mL dan 64.15 µg/mL. Sidik jari dengan spot
terbanyak dan keterpisahan densitogram terbaik diperoleh pada komposisi pelarut
kloroform:etil asetat:asam format:asam asetat dengan nisbah (6:3:1:0.5). Hal ini
ditunjukkan dari densitogram hasil evaluasi KLT dengan piranti lunak
imageJmenghasilkan densitogram dengan keterpisahan yang baik serta jumlah spot yang
banyak, sehingga dapat dijadikan suatu kendali mutu dari ekstrak kawista sebagai
antioksidan.
Kata kunci: analisis sidik jari, bioaktivitas, ImageJ, kawista, KLT

ABSTRACT
RESVINADEWI
Bioactivityof
Kawista(Limonia

acidisima)
andDeterminationof
FingerprintwithThin
Layer
Chromatography
byLATIFAHK.DARUSMANandRUDI HERYANTO.

BimaFruit
Supervised

Kawistais a tropical fruitwichhas antioxidant activity. The antioxidant activity
ofthefruitis affected by the maturity ofthe fruit.The objectives of atudy we are toanalyze
theantioxidantactivity ofthefruit andfingerprintanalysiswiththin layer chromatography
(TLC)methodthatwas developedtoa densitogram. Determination offingerprintis requiredin
determining the qualityof raw materials. The fingerprint was developedin TLCpatterns.
The TLC patterns we are analysed by ImageJ software and produce densitogram. Three
different maturity levels of kawista fruit were extracted with methanol solvent. These
extracts were positively contained flvanoid, saponin and tanins that had been qualitatively
tested. The best value of IC50was from ripe fruit and old fruit hydrolyzed in methanol.
The IC50we are97.78 µg/mL and 320.70 µg/mL. The best value of LC50is from ripe fruit

extract in both solvents, ethyl acetat and methanol. The value of LC50we are 58.71 and
64.15
µg/mL.
The
fingerprint
witha
lot
spotand

thebestdensitogramseparationobtainedon

the

composition

ofthe

solvent

combination of chloroform:ethyl acetate:formicat acid:acetate acid, with comparison

6:3:1:0.5. This was based on densitogram with good resolution and high number of spots.
Therefore it can be usedin quality control of kawista extract as an antioxidant.
Keywords:bioactivity,fingerprintanalysis,ImageJ,kawista,TLC

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

BIOAKTIVITAS BUAH KAWISTA (Limonia acidissima) BIMA
DAN PENENTUAN SIDIK JARINYA MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS


RESVINA DEWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

viii

Judul Skripsi : Bioaktivitas Buah Kawista (Limonia acidissima)dan Penentuan
Sidik Jarinya Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis
Nama
: Resvina Dewi

NIM
: G44080001

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS
Pembimbing I

Rudi Heryanto, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen Kimia

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang

senantiasa memberikan rahmat dan hidah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah berjudul “Bioaktivitas Buah Kawista (Limonia
acidissima)dan Penentuan Sidik Jarinya Menggunakan Kromatografi Lapis
Tipis”.Penelitian ini bertujuan mengetahui aktivitas antioksidan dari buah kawista
dengan perbedaan umur buah serta sidik jarinya dengan metode kromatografi
lapis tipis. Penelitian ini dilakukan sejak April 2012 sampai November 2012 di
Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam dan Laboratorium Uji Pusat Studi Biofarmaka, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Latifah
K Darusman, MS dan Bapak Rudi Heryanto, S.Si, M.Si selaku pembimbing yang
selalu memberi bimbingan, motivasi dan saran selama penelitian dan penyusunan
karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada kedua
orangtua, adik-adik tercinta dan Agus M. Hasbi atas doa, dukungan, kasih sayang
serta semangat yang telah diberikan. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada
staf dan peneliti di PSB-IPB(Mbak Salina, Mas Antonio, Pak Zaim, Mbak Wiwi,
Ibu Nunuk, Mbak Kiki dan Mas Endi) dan bagian Laboratorium Kimia Analitik
(Pak Eman, Bu Nunung, Pak Ridwan dan Pak Kosasih) yang telah membantu
dalam penelitian ini. Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada teman-teman
kimia 45 atas dukungan, do’a dan kebersamaannya selama 3 tahun di kimia.


Bogor, Februari 2013

Resvina Dewi

xii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x


PENDAHULUAN

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Kawista dan Keragaman Kimiawinya

2

Bioaktivitas Buah Kawista

4

Analisis Kendali Mutu dengan Metode KLT

6


Optimasi Analisis Sidik Jari

6

METODE

8

Alat dan Bahan

8

Metode

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

12

Ekstrak dan Karakteristik Fitokimia Buah Kawista

12

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kawista

14

Toksisitas Ekstrak Kawista

15

Sidik Jari Ekstrak Kawista dengan KLT

16

Evaluasi KLT dengan Piranti Lunak ImageJ

19

SIMPULAN DAN SARAN

22

Simpulan

22

DAFTAR PUSTAKA

22

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL
1 Rancangan komposisi fase gerak
2 Uji fitokimia ekstrak buah kawista
3 Nilai aktivitas antioksidan buah kawista
4 Uji toksisitas ekstrak buah kawista
5 Jumlah spot hasil piranti lunak ImageJ
6 Jumlah spot eluen terbaik metode kedua

12
14
15
16
17
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Daun dan buah kawista
3
Strukturkumarin
4
Struktur DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)
5
Mekanisme kerja DPPH
5
Sepuluh titik selektivitas Simplex Centroid Design
8
Fitur ImageJ
8
Persen rendemen ekstrak buah kawista
14
Visualisasi gambar pada (a) UV 254 nm dan (b) UV 366 nm
18
Kromatogram buah kawista pada (a) UV 254 nm dan (b) UV 366 nm 18
Densitogram (a) kawista tua, (b) kawista matang, dan (c) standar kuersetin20
Densitogram (a) ekstrak kawista tua hasil hidrolisis dalam metanol;
(b) ekstrak kawista matang hasil hidrolisis dalam metanol; dan (c) standar
kuersetin
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Diagram alir penelitian
Kadar air buah kawista
Hasil rendemen ekstrak buah kawista27
Foto hasil uji fitokimia28
Data hasil uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH
Data uji toksisitas ekstrak buah kawista matang hasil partisi etil asetat
terhadap larva udang A. Salina
7 Hasil proses smoothing
8 Nilai piksel dan intensitas warna densitogram

25
26

30
32
34
35

2

1

PENDAHULUAN
Tanaman berpotensi obat banyak terdapat di Indonesia. Oleh karena itu saat
ini banyak penelitian yang dilakukan peneliti Indonesia yang mengkaji potensi
suatu tanaman asal Indonesia sebagai khasiat kesehatan. Saat ini pengobatan
tradisional dengan menggunakan tanaman obat telah banyak digunakan karena
memiliki beberapa keuntungan diantaranya lebih aman dan tidak memiliki resiko
yang berarti bagi tubuh (Wijayakusuma 2000). Dewasa ini banyak tumbuhan di
Indonesia yang telah diketahui potensinya sebagai obat, tetapi masih banyak
tanaman yang memiliki potensi sebagai tanaman obat belum diketahui manfaat
utuhnya di Indonesia, salah satunya adalah kawista asal Kota Bima, Nusa
Tenggara Barat.
Kawista atau Limonia acidissima merupakan tanaman asal Family Rutaceae
(jeruk-jerukan) dengan genus Feronia. Tumbuhan ini sebagian besar banyak
tumbuh pada daerah tropis. Buah ini berasal dari India dan Sri Lanka, tetapi saat
ini kawista telah menyebar ke seluruh dunia, terutama di kawasan Asia Tenggara.
Limonia acidissimatelah dikenal sebagai tanaman obat kuno Yunani dan Romawi
serta menjadi tanaman obat paling penting di India, karena kandungan antioksidan
buah ini sangat tinggi (Thakur et al. 2010). Prospek kawista kedepannya sangat
besar untuk dikembangkan karena didukung oleh beberapa faktor, terutama
keunggulan komperatif daerah tropis dan dukungan pemerintah. Kondisi
Indonesia yang beriklim tropis menjadikan tanaman kawista mudah tumbuh dan
berkembang. Hingga saat ini tercatat bahwa tanaman kawista tersebar di berbagai
daerah di Indonesia seperti pulau Jawa, pulau Sumatera, Nusa tenggara, dan
Sulewesi (Ghiselli 1998; Shui 2004).
Buah kawista yang matang mempunyai khasiat sebagai obat, yaitu untuk
menurunkan panas, pengelat dan bersifat tonikum, dan obat sakit perut. Di IndoCina, duri dan kulit batang kawista digunakan dalam berbagai ramuan obat
tradisional untuk mengobati haid yang berlebihan, gangguan hati, gigitan dan
sengatan binatang, dan untuk mengobati mual-mual (Sukamto 1999). Menurut
Ilango et al. (2009) buah kawista dapat digunakan dalam pengobatan tumor, asma,
sembelit, lemah jantung, dan hepatitis. Hasil penelitian menyatakan bahwa buah
kawista mengandung flavonoid, glikosida, saponin, tanin, kumarin, dan turunan
tiramin. Banyak penelitian yang telah menyatakan bahwa buah kawista yang
matang memiliki potensi sebagai tanaman obat karena memiliki banyak khasiat,
salah satunya adalah sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidan dipengaruhi oleh
komponen kimia dalam buah dan komponen kimia tersebut dapat dipengaruhi
oleh tingkat kematangan dari buah tersebut. Selain berpotensi sebagai antioksidan
buah kawista juga berpotensi sebagai antidiabetes serta daun kawista berpotensi
sebagai anti hepatoprotektif. Pada cangkang buah dilaporkan memiliki senyawa
anti jamur yaitu psoralena, xanthotoxin, 2,6-dimetoksibenzakuinon dan
osthenolbersama dengan beberapa senyawa alkaloid, kumarin, flavonon, lignan,
sterol dan triterpen yang ditemukan memilki aktivitas antimikroba.
Penelitian ini akan mencoba mengeksplor sifat antioksidan dari buah
kawista yang berbeda tingkat kematangannya. Perbedaan karakteristik ini akan
dianalisis dengan menggunakan analisis sidik jari KLT dengan bantuan perangkat
lunak ImageJ. Analisis sidik jari KLT yang dikembangkan berasal dari profil

2

digital kromatogramnya menjadi densitogram yang kedepannya dapat digunakan
sebagai metode kendali mutu.
Analisis sidik jari merupakan metode yang digunakan sebagai kendali mutu
dalam suatu proses produksi, metode ini dapat menyajikan informasi yang
spesifik secara menyeluruh dari suatu sampel (Liang et al. 2004). Analisis sidik
jari menggunakan KLT telah banyak digunakan oleh industri obat di Amerika,
Eropa, dan Cina karena adanya beberapa keuntungan dalam penggunaanya, yaitu
sederhana, selektif dan sensitif, cepat, biaya relatif murah, dapat mengujikan
beberapa sampel dalam waktu bersamaan, kromatogramnya dapat dilihat secara
visual, dan penggunaan pelarut yang sedikit (Liang et al. 2004).
Penelitian ini menggunakan metode DE-TLC dengan bantuan piranti
perangkat lunak ImageJ. Metode digitally enchanced thin layer chromatography
(DE-TLC) merupakan penggabungan metode fotografi dengan KLT konvensional
yang dapat digunakan untuk menganalisis secara kuantitatif maupun kualitatif
dengan menggunakan bantuan perangkat lunak pengolah gambar (Hess 2007).
Peranti lunak Image J adalah suatu piranti lunak untuk mengolah gambar yang
berbasiskan program Java dan dapat diperoleh secara bebas untuk umum.
Program ini dikembangkan oleh reseach service branch (RSB), Institut Nasional
Kesehatan Mental (NIMH), bagian dari Institut Kesehatan Nasional (NH),
Batesdha, Maryland, USA (Ferreira dan Rasband 2011).

TINJAUAN PUSTAKA
Kawista dan Keragaman Kimiawinya
Kawista atau Limonia acidissima merupakan jenis tanaman yang termasuk
ke dalam suku jeruk-jerukan (Rutaceae). Tanaman ini masih kerabat dekat dengan
maja, yaitu sejenis jeruk-jerukan yang berasal dari Asia tropika dan subtoprika.
Menurut Jones (1992) diacu dalam Sukamto (1999), tanaman kawista dahulunya
berasal dari India terutama di daerah-daerah kering. Selain tumbuh subur di
daerah kering India, tanaman ini diperkirakan pula tumbuh subur di daerah-daerah
kering Srilanka, Myanmar, dan Indo-China. Kemudian menyebar ke Malaysia dan
Indonesia. Tanaman ini biasanya tumbuh di daerah tropic mushon yang sewaktuwaktu mengalami musim kering. Mengenai adaptasinya, menurut Sukamto
(1999), tanaman ini mempunyai adaptasi yang baik pada daerah yang kering dan
tanah yang berpasir. Di Indonesia, kawista umumnya ditanam di pekarangan pada
daerah pantai. Kawista diperoleh di padang-padang rumput yang kering terutama
dekat laut dan kearah daratan tanaman ini sering ditanam. Karena persebarannya
yang luas ini maka tanaman kawista memiliki nama-nama yang berbeda
tergantung kepada daerahnya masing-masing. Nama-nama tersebut yaitu
olifantsappel (Belanda), wood-apple (Inggris), maja (Jakarta), kawista (Sunda),
kawis, kawista, kinca (Jawa), bila, kabista, karabista (Madura) (Sukamto 1999).
Tanaman kawista tumbuh alami pada daerah-daerah kering. Tanaman ini
berupa pohon dengan tinggi 12 m. Kulit batangnya nampak kasar,
percabangannya ramping, dan ditumbuhi duri-duri yang tajam dan lurus. Berdaun
majemuk, menyirip ganjil, panjang mencapai 12 cm. Daun mengandung kantung-

3

kantung minyak yang berbau aromatik bila diremas. Buah berbentuk bulat
mencapai diameter 10 cm. Kulit buahnya tebal dan keras, mengelubak, berwarna
putih keabuan. Daging buahnya berwarna merah kecoklatan menyerupai daging
buah asam, beraroma yang khas. Buah mengandung biji-biji yang banyak,
panjang 5-6 mm dan berambut (Jones 1992; Sukamto 1999).
Menurut Ilango et al. (2009) buah kawista dapat digunakan dalam
pengobatan tumor, asma, sembelit, lemah jantung dan hepatitis. Hasil penelitian
menyatakan bahwa buah kawista mengandung flavonoid, glikosida, saponin,
tanin, kumarin (Gambar 2)dan turunan tiramin. Selain berpotensi sebagai
antioksidan buah kawista juga berpotensi sebagai antidiabetes serta daunnya
sebagai hepatoprotektif. Pada cangkang buah dilaporkan memiliki senyawa anti
jamur, yaitu psoralena, xanthotoxin, 2,6-dimetoksibenzakuinon, dan ostenol. Kulit
batang tanaman menghasilkan 2S-5,3-dihidroksi-4-metoksi-6, 6-dimetilkromeno(7,8.2”,3”)-flavon bersama dengan beberapa senyawa alkaloid, kumarin, flavanon,
lignan, sterol dan triterpen yang ditemukan memiliki aktivitas antimikroba.

Gambar 1Daun dan buah kawista (Limonia acidissima)
Buah kawista mengandung berbagai macam metabolit sekunder yang
bermanfaat untuk tubuh, salah satunya adalah flavonoid. Flavonoid merupakan
senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau, kecuali alga.
Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi (Angiospermae)
adalah flavon dan flavonol, isoflavon, flavanon, khalkon, dan dihidrokhalkon,
proantosianidin,dan lain sebagainya. Golongan flavon, flavonol, flavanon,
isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk aglikonnya. Menurut
Markham (1988), flavonoid tersusun dari dua cincin aromatis yang dapat atau
tidak dapat membentuk cincin ketiga dengan susunan C6-C3-C6.

O
O
Gambar 2 Struktur kumarin
Senyawa flavonoid mempunyai kemampuan sebagai antioksidan, karena
dapat bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida,
sehingga kerusakan sel yang diakibatkan oleh radikal bebas dapat dihindari
dengan senyawa flavonoid (Robinson 1995). Flavonoid termasuk dalam golongan
fenol yang terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi dalam bentuk campuran, salah

4

satu contohnya adalah flavonol dan flavononol merupakan senyawa yang terdapat
dalam tumbuhan berpembuluh (Markham 1998).
Bioaktivitas Buah Kawista
Banyak penelitian yang telah menyatakan bahwa buah kawista memiliki
berbagai macam bioaktivitas, salah satunya, yaitu aktivitas antioksidan.
Antioksidan dinyatakan sebagai senyawa yang secara nyata dapat memperlambat
oksidasi, walaupun dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan
substrat yang dapat dioksidasi. Antioksidan merupakan senyawa yang terdapat
dalam membran sel maupun ruang ekstra sel yang mempunyai sifat dapat
menghambat atau mencegah kehancuran sel akibat reaksi oksidasi. Selain itu,
antioksidan dapat menangkap berbagai jenis oksidasi yang bersifat reaktif (O2-,
H2O2, -OH, -HOCl, dsb), dengan cara mengubah pembentukan molekul radikal
bebas atau dengan memperbaiki kerusakan-kerusakan yang diakibatkannya
(Widjaja 1997). Oleh karena itu, antioksidan merupakan substansi yang
diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas.
Radikal bebas merupakan molekul atau atom yang yang tidak stabil karena
memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya.
Radikal bebas merupakan substansi reaktif yang dibentuk dalam sel-sel tubuh
sebagai hasil proses metabolisme. Radikal bebas sangat berbahaya karena
kereaktifannya dalam mencari pasangan elektronnya, bereaksi dengan cepat pada
biomolekul melalui banyak jenis reaksi, antara lain penangkapan hidrogen, donor
elektron dan penangkapan elektron bersama. Reaksi ini akan berlangsung terusmenerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai
penyakit. Untuk itu, tubuh memerlukan suatu antioksidan karena mampu
menangkap radikal bebas tersebut, sehingga tidak dapat menginduksi sebagai
penyakit (Ng 2000; Pourmorad 2006). Berdasarkan sumber antioksidan dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari
hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi
bahan alami). Antioksidan sintetik yang diizinkan dalam pangan diantaranya
butylated hydroxyanisol (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), propil galat,
dan tokoferol (Pourmorad 2006).
Penentuan aktivitas antioksidan dalam suatu ekstrak metabolit sekunder
tanaman dapat digunakan berbagai macam metode salah satunya, yaitu metode
DPPH. DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) merupakan senyawa radikal bebas
yang relatif stabil apabila disimpan dalam kondisi penyimpanan yang baik.
Metode DPPH ini dapat digunakan untuk menentukan IC50, yaitu konsentrasi
yang efektif untuk menghambat 50% dari proses oksidasi oleh radikal bebas
(Molyneux 2004). Metode uji antioksidan DPPH dipilih karena memilki beberapa
keuntungan diantaranya sederhana dalam proses pengerjaannya, memerlukan
waktu pengerjaan yang singkat dalam mengevaluasi aktivitas antioksidan dari
ekstrak bahan alam. Senyawa DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang
relatif stabil apabila disimpan dalam kondisi penyimpanan yang baik.
DPPH memiliki rumus molekul C18H12N5O6 (Gambar 3) berbentuk serbuk
ungu, memiliki bobot molekul 394.33 g/mol, dapat digunakan sebagai radikal
bebas yang larut dalam etanol. DPPH mempunyai satu atom nitrogen yang

5

elektronnya tidak berpasangan sehingga bila senyawa tersebut dilarutkan dalam
etanol atau metanol akan memberikan warna ungu. Apabila DPPH bereaksi
dengan senyawa yang mempunyai daya antioksidan maka akan memudarkan
warna ungu dari larutan DPPH karena terjadi pengikatan satu elektron atom yang
tidak berpasangan membentuk difenil picrylhidrazin yang stabil. Pada
spektrofotometer dapat diamati pada panjang gelombang 518 nm.Mekanisme
reaksi dapat dilihat pada Gambar 4 (Molyneux 2004).
NO2

O2N

.
N

N

NO2

Gambar 3 Struktur DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)

N

N

.
N
O2N

+
NO 2

NH

RH
O2 N

+

.

R

NO2

No2

No 2

Gambar 4 Mekanisme kerja DPPH
Selain aktivitas antioksidan, buah kawista juga memiliki aktivitas toksik
yang baik. Uji toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas
farmakologi suatu senyawa. Larva udang memiliki kulit yang tipis dan peka
terhadap lingkungannya sehingga banyak digunakan dalam uji toksisitas. Zat atau
senyawa asing yang ada di lingkungan akan terserap ke dalam tubuh secara difusi
dan langsung mempengaruhi kehidupannya. Prinsip uji toksisitas adalah bahwa
komponen bioaktif selalu bersifat toksik jika diberikan dengan dosis rendah
(Hamburger dan Hostettman 1991). Uji toksisitas ini dapat menentukan suatu
bioaktivitas suatu tanaman yang berpotensi sebagai anti kanker.
Salah satu metode uji bahan sitotoksik adalah uji toksisitas terhadap larva
udang A. salina Leach (brine shrimp lethality test). Metode uji toksisitas larva
udang (BSLT) dengan menggunakan A. salina dianggap memiliki korelasi dengan
daya toksisitas senyawa-senyawa antikanker, sehingga sering dilakukan untuk
skrining awal pencarian senyawa antikanker. Metode ini dikenal sebagai metode
yang mudah, cepat, murah, dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan (Meyer et
al. 1982).

6

Analisis Kendali Mutu dengan Metode KLT
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikenal sebagai kromatografi planar,
merupakan teknik yang digunakan untuk memisahkan campuran komponen
berdasarkan distribusi komponen tersebut di antara dua fase, yaitu fase diam dan
fase gerak. Prinsip KLT adalah cuplikan atau contoh diteteskan pada lapisan tipis
kemudian dimasukkan ke dalam wadah berisi fase gerak sehingga cuplikan
tersebut terpisah menjadi komponen-komponennya. Setiap komponen akan
bergerak dengan laju tertentu yang dinyatakan dengan faktor retensi (Rf), yaitu
perbandingan antara jarak yang ditempuh fase gerak dengan jarak komponen.
Komponen yang mempunyai afinitas yang besar terhadap fase gerak atau afinitas
yang lebih kecil terhadap fase diam akan bergerak lebih cepat daripada komponen
yang mempunyai sifat sebaliknya (Gritter et al. 1991).
Fase diam dalam KLT yaitu lapisan tipis silika gel, alumunium oksida, atau
selulosa sebagai fase diam yang dilapiskan pada gelas, kaca atau logam. Fase
geraknya adalah pelarut campuran yang ditempatkan dalam bejana pengembang.
Pemilihan pelarut yang digunakan berdasarkan nilai konstanta dielektrik dari
pelarut yang digunakan, semakin tinggi nilai konstanta dielektriknya maka pelarut
tersebut berifat polar. Penelitian yang dilakukan menggunakan campuran pelarut
yang memiliki sifat polar, semipolar, dan nonpolar. Pelarut yang digunakan
adalah pelarut yang dapat memisahkan komponen yang diharapkan sama dengan
standar yang akan digunakan. Saat ini telah dikembangkan metode KLT
semiautomatis Camag Linomat. Alat ini dikendalikan oleh suau mikroprosesor
yang menyebabkan larutan ekstrak dapat ditotolkan pada pelat KLT dan biasanya
dalam bentuk pita dengan mengkompresikan tekanan udara atau nitrogen,
sehingga tidak memerlukan kontak langsung dengan pelat dan dapat mengurangi
kerusakan alat (Fitrianti 2011).
Metode KLT telah banyak digunakan dalam berbagai penelitian salah
satunya digunakan dalam penentuan analisis sidik jari. Analisis sidik jari adalah
analisis yang dapat dimanfaatkan untuk evaluasi dan kontrol kualitas
multikomponen dari tanaman obat. Komponen kimia dalam tanaman obat sangat
bergantung pada musim panen, sumber tanaman, proses pengeringan dan faktor
lainnya, sehingga perlu dilakukan penentuan komponen kimia dalam tanaman
obat untuk menjamin kepercayaan dalam mengetahui efek samping dari
komponen aktif (Borges et al. 2007).
Banyak penelitian yang telah menggunakan metode KLT dalam
menentukan kendali mutu suatu kualitas multikomponen salah satunya, yaitu
Andhika (2011) menggunakan metode KLT untuk menentukan kualitas
multikomponen daun jambu biji sebagai tanaman yang memiliki aktivitas
antioksidan. Metode sidik jari dapat membantu mengetahui senyawa penciri dari
suatu bahan alam yang ingin diketahui secara pasti dengan menggunakan bentuk
dan pola kurva atau grafik yang ditunjukkan dari suatu teknik analisis (Khanpara
et al. 2010).
Optimasi Analisis Sidik Jari
Sidik jari yang optimum dapat diperoleh dengan memperhatikan beberapa
faktor diantaranya, pemilihan pelarut pengekstrak, pemilihan fase gerak yang
sesuai pada proses elusi KLT, dan pemilihan penjang gelombang yang sesuai

7

untuk visualisasi KLT. Optimasi sidik jari dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu
menentukan fase gerak terbaik dengan menggunakan suatu rancangan campuran,
pemilihan panjang gelombang yang sesuai untuk visualisasi KLT, dan mengolah
gambar hasil visualisasi KLT dengan bantuan piranti lunak ImageJ. Tahap
pertama dilakukan pemilihan pelarut dengan bantuan rancangan campuran.
Rancangan campuran adalah kelas rancangan permukaan respon dengan jumlah
dari semua komponen adalah satu. Rancangan campuran merupakan rancangan
yang digunakan pada percobaan dengan campuran bahan. Dalam rancangan ini,
faktornya adalah komponen atau bahan dari campuran sehingga taraf dari masingmasing faktor tidak saling bebas (Montgomery 1991). Rancangan campuran
digunakaan saat suatu sistem terdiri atas campuran beberapa komponen yang
jumlah totalnya konstan, yaitu 100%.
Respon yang diperoleh merupakan fungsi dari proporsi relatif tiap
komponen dalam sistem. Pada rancangan campuran dapat digunakan dua
komponen atau lebih. Bertambahnya jumlah komponen yang terlibat akan
menambah jumlah dimensi ruang yang dipakai untuk menggambarkan campuran.
Objek paling sederhana yang menggambarkan dimensi campuran disebut sebagai
simplex (Brereton 2005). Rancangan simplex centroid dengan axial design dapat
digambarkan dalam bentuk segitiga pada Gambar 5 saat digunakan tiga
komponen, rancangan campuran dapat mengikuti raancangan simplex-latitice,
simplex-centroid, maupun simplex centroid dengan axial design.

Gambar 5Sepuluh titik selektivitas Simplex Centroid Design
Simplex centroid diperkenalkan oleh Scheffe pada tahun 1963 untuk
memberikan ulasan percobaan dari respon permukaan dibagian tengah bidang.
Salah satu cara untuk menggambarkan model adalah mempertimbangkan struktur
dari percobaan tiga faktor. Titik tengah ditempatkan dalam model dengan
menemukan rata-rata tingkatan dari semua faktor yang terlibat. Penelitian
mengenai pengoptimuman fase gerak menggunakan simplex centroid design
(SCD) telah dilakukan oleh Borges et al. (2007) serta Soares et al. (2007).
Tahap selanjutnya memilih panjang gelombang yang sesuai untuk visualisai
hasil dari KLT tersebut. Kemudian mengolah gambar hasil visualisasi dengan
bantuan piranti lunak ImageJ. ImageJ merupakan suatu peranti lunak untuk
mengolah gambar yang berbasikan program Java dan mudah didapatkan
secarabebas untuk umum. Program ini dikembangkan oleh Research Service
Branch (RSB), National Institute of Mental Health (NIMH), bagian dari National

8

Institute of Mental Health (NH), Bathesda, Maryland, USA (Ferreria dan Rasband
2011).
ImageJ dapat menghitung area dan piksel dari suatu gambar, mengikuti
jarak, sudut, membuat profil dari densitogram, dan garis kurva. Program ini
didukung dengan pengatur gambar seperti pengatur ketajaman, kehalusan,
kecerahan, warna, sudut dan penyaring dari gambar yang akan diolah (Hess
2007). ImageJ membantu stacks (menganalisis, memproses, menyimpan, dan
mencetak 8-bit, 16-bit, dan 32-bit gambar). Program ini dapat membaca gambar
dalam berbagai format, seperti TIFF, GIF, JPEG, BMP, DICOM, FTIS, dan
gambar mentah. Gambar 6 menunjukkan fitur ImageJ (Ferreria dan Rasband
2011).

Gambar 6 Fitur ImageJ

METODE
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah buah kawista muda, tua, dan matang
yang berasal dari daerah Bima-NTB. Seluruh buah tua dan muda berasal dari satu
pohon, sedangkan buah kawista matang berasal dari berabagai pohon, metanol, nheksana, HCl 2 N, etil asetat, serbuk DPPH, etanol, DMSO, kloroform dan aseton.
Alat-alat yang digunakan, antara lain multi-well plate reader, multi-plate,
KLT Camag Linomat V dan Camag Reportsar serta alat-alat lain yang lazim
digunakan di laboratorium.
Metode
Metode penelitian secara umum mengikuti diagram alir pada Lampiran 1
yang meliputi preparasi sampel, penentuan kadar air, ekstraksi sampel, uji
antioksidan, uji toksisitas, dan penentuan sidik jari menggunakan KLT.
Preparasi sampel
Preparasi awal sampel dengan mengambil sampel buah kawista muda, tua,
dan matang yang dibedakan atas besar diameter buah, warna buah serta kelunakan
cangkang buah. Buah dengan diameter 6 sampai 7.6 cm dan daging buah
berwarna putih dikategorikan sebagai buah muda dan buah berdiameter 8 hingga
8.5 cm dan daging buah berwarna merah tua dikategorikan sebagai buah tua,
sedangkan buah matang berdiameter sekitar ±10 cm dan daging buah berwarna
merah sangat tua. Kelunakan buah kawista pada setiap tingkat kematangan sangat
berbeda, semakin matang buah maka cangkang buah tersebut semakin lunak.
Buah kawista diambil dengan cara memecahkan tempurungnya, kemudian isi

9

diserut atau dikikis dengan menggunakan sendok. Selanjutnya hasil serutan
dijemur menggunakan sinar matahari hingga kering, sehingga diperoleh sampel
berupa simplisia. Simplisia tersebut digiling sehingga diperoleh sampel berupa
serbuk dengan ukuran 30−45 mesh.
Penentuan Kadar Air (AOAC 2007)
Cawan porselin dipanaskan pada suhu 105°C selama 30 menit kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g sampel serbuk
dimasukkan ke dalam cawan dan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105°C
selama 5 jam ke dalam oven hingga diperoleh bobot konstan, kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar air contoh dapat ditentukan
dengan persamaan:

Keterangan:
A= Bobot sampel awal sebelum dikeringkan dengan oven (g)
B = Bobot sampel setelah dikeringkan dengan oven (g)
Ekstraksi Sampel
Sampel serbuk buah kawista diekstrak dengan metode maserasi
menggunakan pelarut metanol (Thakur et al. 2010). Ekstraksi dilakukan selama
24 jam 3 kali perendaman, 3 kali penyaringan, dan 3 kali ulangan. Selanjutnya
filtrasi dari metanol dipartisi dengan menggunakan n-heksana dengan tujuan
melepas komponen lemaknya (Harbone 1987). Hasil partisi pada fase organik
(pelarut metanol) diambil dan dipekatkan hingga diperoleh 1/10 dari volume awal.
Dilanjutkan dengan hidrolisis larutan tersebut dengan menggunakan HCl 2N (1:1)
pada suhu 95°C selama 60 menit (Thakur et al. 2010).
Hasil hidrolisis dipartisi dengan menggunakan etil asetat sebanyak 3 kali
ulangan dengan perbandingan volume 1:1,sehingga diperoleh 2 larutan yang
berdeda kepolarannya. Kedua hasil ekstraksi tersebut dipekatkan dengan penguap
putar pada suhu 40°C.
Uji Fitokimia (Harbone 1987)
Uji Flavonoid. Ekstrak buah kawista ditimbang sebanyak 0.1 g dan
dilarutkan ke dalam 10 mL air panas. Sebanyak 5 mL filtrat direaksikan dengan
0.5 g serbuk mg, 2 mL alkohol klorohidrat (HCl 37% dan metanol 95% dengan
volume 1:1) dan 2 mL amil alkohol. Kemudian dikocok dengan kuat. Hasil positif
uji flavonoid ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi warna
jingga/kuning/merah pada lapisan amil alkohol.
Uji Saponin. Sebanyak 5 mL filtrat dari ekstrak 0.1 g dalam 10 mL air
panas dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dikocok dengan
menggunakan vortex selama 10 detik. Hasil positif uji saponin akan menghasilkan
buih yang stabil pada larutan.
Uji Tanin. Sebanyak 0.1 g ekstrak sampel dilarutkan dalam 100 mL air
panas kemudian dipanaskan selama 5 menit dan kemudian disaring. Hasil
penyaringan diperoleh filtrat yang kemudian akan direaksikan dengan beberapa

10

tetes FeCl3 1%. Uji positif ditunjukkan adanya perubahan warna larutan menjadi
hitam kehijauan.
Uji Alkaloid. Sejumlah 1 g ekstrak ditambah dengan 10 mL CHCl3 dan
beberapa tetes NH4OH, kemudian disaring ke dalam tabung reaksi tertutup.
Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dan ditetesi dengan 10 tetes
larutan H2SO4 2 M dan lapisan asamnya dipisahkan ke dalam tabung reaksi lain.
Lapisan asam diteteskan ke lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer,
Wagner, dan Dregendorf yang akan menimbulkan endapan dengan warna
berturut-turut putih, cokelat, dan merah jingga jika ekstrak positif mengandung
alkaloid.
Uji Aktivitas Antioksidan (Thakur et al. 2010)
Ekstrak pekat dilarutkan dengan pelarut DMSO beberapa tetes hingga larut
kemudian ditera dengan pelarut etanol hingga diperoleh larutan stok dengan
konsentrasi 1000 µg/mL. Sebanyak 100 µl larutan DPPH 125 µM dalam etanol
ditambahkan ke dalam 100 µl larutan ekstrak sehingga volume total diperoleh
sebesar 200 µl. Campuran larutan tersebut diinkubasi pada suhu 37°C selama 30
menit. Serapan larutan akan dibaca menggunakan multi-well plate reader pada
panjang gelombang 517 nm. Larutan ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan
akan mengubah warna larutan DPPH menjadi kuning. Kapasitas penangkapan
radikal bebas DPPH dihitung dengan persamaan:

Nilai IC50 diperoleh dari persaman kurva regresi linier antara konsentrasi (sumbu
x) dan % inhibisi (sumbu y).
Uji Toksisitas Buah Kawista (Shermin 2012)
Uji toksisitas dilakukan pertama kali dengan menetaskan telur larva Artemia
salina dalam air laut selama 48 jam. Kemudian ekstrak pekat dilarutkan dengan
larutan DMSO beberapa tetes hingga larut dan ditera dengan air laut hingga
diperoleh konsentrasi stok sebesar 1000 µg/mL. Larutan stok diencerkan menjadi
konsentrasi 400, 200, 100, 50, 25 dan 12.5 µg/mL. Sebanyak 1000 µl cairan air
laut beserta 10 ekor larva udang dicampur dengan 1000 µl larutan standar ke
dalam plat. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam.
Pengamatan dilakukan setelah 24 jam inkubasi. Larutan ekstrak yang memilki
aktivitas toksisitas akan memiliki jumlah larva udang mati yang tinggi. Dengan
menghitung % kematian larva dengan rumus sebagai berikut :

Nilai LC50 diperoleh dari persaman kurva regresi linier antara konsentrasi (sumbu
x) dan %kematian (sumbu y).

11

Analisis Sidik Jari Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Penentuan fase gerak. Instrumentasi dan kondisi alat KLT diaplikasikan
dalam bentuk pit dengan lebar 5 mm pada silika gel F254 Merck menggunakan
CAMAG Linomat V dilengkapi dengan perangkat lunak WinCATS yang dibantu
dengan Camag Reporstar. Sampel diaplikasikan konstan dengan volume injeksi
10 µL dan jarak antara pita 5 mm. Twin trough chamber CAMAG dijenuhkan
terlebih dahulu selama 30 menit dengan fase gerak yang telah ditentukan. Pelat
KLT yang berisi cuplikan dimasukkan ke dalam bejana kromatografi.
Pengembangan dilakukan hingga fase gerak mencapai jarak 0.5 cm dari tepi atas
pelat kemudian diangkat dan dikeringkan terlebih dahulu sebelum diaplikasikan
ke Camag Repostar.
Pemilihan Fase Gerak. Pemilihan fase gerak terbaik menggunakan dua
metode, yaitu metode dengan menggunakan rancangan Simplex Centroid Desaign
dan metode dengan mengkombinasikan pelarut terbaik sesuai zat aktif yang
diduga ada pada sampel kawista. Metode dengan menggunakan rancangan SCD
diawali dengan menggunakan 3 pelarut tunggal, yaitu asam format, kloroform dan
etil asetat. Sebanyak 10 mL dari ketiga pelarut tersebut dimasukkan ke dalam
bejana kromatografi kemudian dijenuhkan selama 30 menit. Pelat KLT yang telah
ditotolkan sampel dimasukkan ke dalam bejana kromatografi dan dielusi dengan
fase gerak sampai fase gerak mencai ±0.5 cm dari tepi atas pelat. Pelat KLT
diangkat, dikeringkan dan dideteksi. Deteksi dilakukan untuk melihat pita yang
muncul pada pelat KLT dengan cahaya UV 254, 366 nm dengan CAMAG
Reporstar 3. Ketiga pelarut ini dikombinasikan berdasarkan kesepuluh
perbandingan komposisi pelarut tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rancangan komposisi fase gerak
Perbandingan komposisi fase
Fase
gerak (v/v/v)
Gerak
A
B
C
F1
1
0
0
F2
0
0
1
F3
0
1
0
F4
1/2
0
1/2
F5
0
1/2
1/2
F6
1/2
1/2
0
F7
1/3
1/3
1/3
F8
1/6
2/3
1/6
F9
1/6
1/6
2/3
F10
2/3
1/6
1/6
Selanjutnya dilakukan pemisahan komponen sampel dengan menggunakan
sepuluh perbandingan komposisi pelarut tersebut. Kemudian dilakukan
pengeringan pada lempeng KLT, pendeteksian komponen, dan ditentukan nilai Rf
serta jumlah pita yang dihasilkan untuk menyususun komposisi fase gerak
optimum.Hasil SCD diolah dengan menggunakan piranti lunak ImageJ dengan
tujuan mendeteksi seluruh pita KLT yang terlihat oleh sinar UV maupun yang
tidak.Metode selanjutnya dilakukan dengan cara mengkombinasikan pelarut

12

terbaik dari beberapa pustaka yang sering digunakan untuk pemisahan flavonoid
seperti etil asetat, kloroform, dan sebagainya. Selain itu menurut Harborne (1987)
menyatakan bahwa antosianin memiliki fase gerak terbaik, yaitu etil asetat : asam
format : HCl 1%. Selanjutnya dari hasil kombinasi tersebut akan diolah dengan
piranti lunak ImageJ.
Pengolahan gambar dengan ImageJ
Program ImageJ diaktifkan, dipilih menu File lalu Open, kemudian pilih gambar
KLT yang sudah diambil dengan CAMAG® Repostar 3 format gambar dalam
bentuk JPEG. Menu Rectangular diaktifkan dan tandai gambar. Kemudian pilih
menu Analyze lalu pilih Gels, kemudian dipilih select first lane. Atur kontra
dengan cara memilih menu 9 Image pilih Type pilih RGB Color, kemudian Adjust
atur Brigthness dan Contrast sampai didapat gambar titik yang jelas. Kembali
pilih menu Analyze lalu Gels kemudian plot lane maka akan tampil kurva yang
sesuai dengan gambar titik pada KLT. Hasil Plot line tersebut kemudian diubah
menjadi Line Graph dengan menggunakan Menu Analyze Line Graph. Kurva
tersebut akan diolah dengan The Unscramble agar diperoleh kurva XYCoordinate
yang menggambarkan hubungan antara luas area dengan nilai Rf. Selain itu dapat
diperoleh puncak-puncak kurva yang menggambarkan jumlah pita KLT melalui
proses smoothing.
Hasil pengolahan gambar dengan menggunakan ImageJ, maka akan
diperoleh data jumlah pita KLT yang terdapat pada pelat KLT. Selanjutnya data
tersebut dioptimasi dengan menggunakan analisis statistik Desain Expert versi
8.06 sehingga akan diperoleh model terbaik dalam pemilihan pelarut.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstrak dan Karakteristik FitokimiaBuah Kawista
Buah kawista yang dianalisis merupakan buah kawista yang berasal dari
kota Bima-NTB. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan perbedaan diameter
buahnya. Buah dengan diameter 6 sampai 7.6 cm dikategorikan sebagai buah
muda dan buah berdiameter 8 hingga 8.5 cm dikategorikan sebagai buah tua,
sedangkan buah matang berdiameter sekitar ±10 cm. Sampel buah kawista dibuat
menjadi serbuk bertujuan agar memudahkan untuk mengekstrak zat aktifnya
karena memiliki permukaan yang lebih luas, sehingga memudahkan pelarut
mengambil zat aktifnya. Sebelum buah kawista di ekstraksi, buah kawista harus
ditentukan kadar airnya terlebih dahulu karena akan berpengaruh pada proses
penyimpanan sampel serta merupakan salah satu persyaratan sebagai obat
tradisional dari Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
661/Menkes/sk/vii/1994.
Hasil analisis kadar air dapat dilihat dari Lampiran 2 dengan rerata kadar air
untuk buah kawista muda sebesar 7.06%, sedangkan buah kawista tua diperoleh
sebesar 8.28%, dan buah kawista matang diperoleh sebesar 9.47%. Hal ini sesuai
dengan keadaan buahnya, karena buah kawista muda sangat berbeda dengan buah
tua yang berwarna merah gelap dan sedikit berlendir, sehingga kadar air kawista

13

tua lebih besar dibandingkan buah kawista muda. Begitupun pada buah kawsita
matang memiliki warna lebih merah gelap dan sangat berlendir, sehingga kadar
airnya akan lebih tinggi daripada buah kawista muda dan tua. Hasil kadar air
rerata ketiga jenis sampel buah kawista dibawah 10%. Hasil ini sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 661/Menkes/sk/vii/1994
mengenai persyaratan obat tradisional bahwa kadar air sediaan serbuk tidak lebih
dari 10%. Kadar air suatu sampel akan mempengaruhi rendemen suatu ekstrak
karena kadar air termasuk faktor koreksi pada perhitungan rendemen.
Ekstraksi buah kawista dilakukan dengan metode maserasi, hidrolisis
dengan asam dan partisi. Ekstraksi maserasi dilakukan dengan pelarut metanol
dan dipartisi dengan pelarut n-heksana. Hidrolisis dengan menggunakan asam
bertujuan agar senyawa fenolik bebas yang terekstrak dari pelarut metanol
berubah menjadi glikosida fenolik yang pada penelitian sebelumnya dihasilkan
aktivitas antioksidan yang tinggi (Taheri et al. 2010). Partisi dilakukan dengan
tujuan memisahkan senyawa yang berbeda sifat kepolarannya (Khopkar 2002).
Pada penelitian ini dilakukan partisi dengan menggunakan n-heksana dengan
tujuan menghilangkan lemak dari buah kawista (Taheri et al. 2010). Partisi
menggunakan etil asetat juga dilakukan dengan tujuan sebagai pebanding pelarut
yang terbaik yang dapat menghasilkan ekstrak yang memberi aktivitas antioksidan
yang terbaik (Attarde et al. 2011). Rendemen yang didapatkan dari ketiga jenis
buah kawista tersebut berbeda (Gambar 7). Terdapat perbedaan rendemen yang
diperoleh dari kedua pelarut tersebut (Lampiran 3). Rendemen tertinggi diperoleh
dari pelarut metanol pada buah kawista matang. Rendemen buah kawista matang
pada pelarut metanol diperoleh sebesar 16.604%.

Gambar 7 Persen rendemen ekstrak buah kawista
Uji fitokimia dilakukan untuk menunjukkan kandungan metabolit
sekunder yang terekstrak dari sampel secara kualitatif selain itu hasil uji
pendahuluan ini dapat digunakan sebagai pendugaan awal golongan senyawa
yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Uji fitokimia ekstrak buah kawista
dengan pelarut metanol dan etil asetat menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata karena mengandung flavonoid, saponin, dan tanin (Lampiran 4). Hasil uji
negatif ditunjukkan pada uji alkaloid. Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan
Ilango et al. (2009). Uji alkaloid ini dilakukan karena memungkinkan adanya
alkaloid yang tersisa atau yang terbawa dari ekstrak kawista tersebut. Hasil uji
fitokimia dari buah kawista terlihat pada Tabel 2.

14

Tabel 2 Uji fitokimia estrak buah kawista
Falvonoid
Saponin
Tanin
Alkaloid
Sampel
EA
M
EA
M
EA
M
EA
M
Muda
+3
+2
+1
+2
+3
Tua
+4
+4
+2
+3
+2
+1
Matang
+4
+4
+2
+3
+2
+2
Keterangan:
EA
: ekstrak dari etil asetat
M
: ekstrak hasil hidrolisis menggunakan HCl 2 N dalam metanol
(-)
: tidak mengandung senyawa metabolit sekunder
(+)
: mengandung senyawa metabolit sekunder sesuai intensitasnya
Perbedaan hasil fitokimia untuk kedua pelarut terlihat dari intensitas tanin
dan saponin diperoleh beragam.Hal ini terlihat dari intensitas warna hijau
kehitaman yang cukup tinggi serta buih yang terbentuk lebih banyak
dibandingkan dengan hasil ekstrak sisa partisi. Buah kawista terpartisi oleh etil
asetat menghasilkan intensitas warna hijau kehitaman yang lebih baik
dibandingkan dengan ekstrak dari sisa partisi. Hal ini dikarenakan pelarut etil
asetat dapat mengekstrak senyawa yang bersifat semi polar seperti saponin dan
tanin.Ekstrak buah kawista hasil hidrolisis pada pelarut metanol menghasilkan uji
positif pada flavonoid karena metanol bersifat polar, sehingga dapat mengekstrak
senyawa bersifat polar. Salah satunya adalah antosianin yang diduga memiliki
aktivitas antioksidan pada ekstrak buah kawista (Thakur et al.2010).
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kawista
Penentuan aktivitas antioksidan dari ekstrak buah kawista hasil partisi etil
asetat dan hasil hidrolisis pada pelarut metanol dilakukan dengan metode
penangkapan radikal DPPH (2,2 difenil-1-pikrihidrazil). Metode ini dipilih karena
mudah, cepat, dan sensitivitas tinggi terhadap suatu senyawa (Koleva et al. 2001).
Penangkapan radikal bebas menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang
akan mengurangi intensitas atau hilangnya warna ungu dari radikal DPPH yang
sebanding dengan jumlah elektron yang telah berikatan (Sunarni 2005).
Aktivitas antioksidan dinyatakaan dengan IC50, yaitu konsentrasi ekstrak
yang dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi radikal DPPH sebesar 50%. Nilai
IC50 diperoleh dari persamaan garis yang dibentuk dari persen penangkapan
radikal bebas dengan beragam konsentrasi. Hasil IC50 dari sampel ekstrak buah
kawista terlihat pada Tabel 3.

15

Tabel 3 Nilai aktivitas antioksidan buah kawista
Sampel
Matang M
Tua M
Muda M
Matang E
Tua E
Muda E
Asam askorbat

EA
M

IC50 (µg/mL)
97.78±3.38
320.71±12.38
>500
>500
>500
>500
2.828±0.2472

Keterangan:
: ekstrak dari etil asetat
: ekstrak hasil hidrolisis menggunakan HCl 2 N dalam metanol

Hasil uji aktivitas antioksidan terlihat bahwa nilai IC50 terbaik diperoleh dari
buah matang dan tua dari hasil hidrolisis dengan asam dalam metanol dengan IC50
berturut-turut diperoleh sebesar 97.78±3.33 µg/mL dan 320.71±12.38 µg/mL.
Nilai IC50 diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak dapat menangkap 50% radikal
bebas pada DPPH (Lampiran 5). Penelitian ini menggunakan vitamin C sebagai
kontrol positif. Nilai IC50 vitamin C pada penelitian ini diperoleh sebesar 2.828
µg/mL. Hasil IC50 pada buah kawista sangat berbeda jauh dengan kontrol positif
karena vitamin C merupakan senyawa antiradikal yang memiliki kinetika reaksi
yang cepat, sehingga mudah bereaksi dengan radikal DPPH.
Data di atas menunjukkan bahwa ekstrak buah kawista matang memiliki
aktivitas lebih baik dibandingkan dengan ekstrak buah kawista tua karena
memiliki nilai IC50 lebih kecil daripada ekstrak tua hasil hidrolisis dalam
metanol.Perbedaan usia atau fisiologi ternyata sangat berpengaruh terhadap nilai
IC50 yang dihasilkan. Banyaknya flavonoid dalam suatu senyawa akan bertambah
seiring dengan bertambahnya usia buah tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil uji
fitokimia (Tabel 2), bahwa buah kawista semakin matang akan semakin banyak
flavonoid. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada ekstrak buah kawista matang
dari hasil hidrolisis dalam metanol memiliki aktivitas antioksidan yang sangat
baik.
Toksisitas Ekstrak Kawista
Hasil pengujian toksisitas larva udang ekstrak buah kawista matang dari
kedua pelarut menunjukkan nilai toksisitas yang berbeda nyata, artinya bahwa
pada ekstrak kawista membentuk kelompok karena perbedaan nilai LC 50 yang
dimiliki setiap ekstrak(Lampiran 6). Hal ini disebabkan dari hasil uji Duncan dan
ANOVA yang menghasilkan bahwa buah kawista terbagi dalam 3 kelompok.
Kelompok pertama, yaitu ekstrak buah kawista matang dengan pelarut metanol
dan ekstrak hasil partisi etil asetat. Kelompok kedua, yaitu ekstrak buah kawista
dengan pelarut metanol hasil hidrolisis tua dan muda serta ekstrak kawista partisi
etil asetat tua. Kelompok ketiga, yaitu ekstrak buah kawista muda hasil partisi etil
asetat. Adapun nilai LC50 ekstrak buah kawista terlihat pada Tabel 4.

16

Tabel 4 Uji toksisitas ekstrak buah kawista
Jenis Sampel
LC50 (µg/mL)
Matang E
58.702a
Tua E
292.93b
Muda E
746.61c
Matang M
64.514a
Tua M
222.35b
Muda M
118.40b
Ket: jika diikuti oleh huruf yang sama maka nilai tersebut tidak berbeda nyata

Proses penetasan larva udang A. salina menggunakan air laut dengan
bantuan aerator untuk menjaga agar kadar oksigen yang terlarut. Telur akan sulit
menetas jika oksigen dalam air kurang. Umur larva udang yang digunakan adalah
24 jam setelah menetas. Kondisi larva udang pada umur tersebut masih lunak,
sehingga memudahkan senyawa asing dalam air laut masuk dan menyebabkan
kematian. Kematian larva udang yang disebabkan masuknya senyawa asing
dijadikan dasar untuk pengujian toksisitas ekstrak aktif buah kawista. Pada
penelitian ini nilai kematian dikonversi menjadi nilai probit yang diperoleh dari
tabel probit hubungannya lebih linear. Selain itu hubungan antara persen kematian
dengan dosis bersifat logistik, sehingga tidak dapat menghasilkan suatu linearitas
yang baik.
Uji toksisitas digunakan untuk menentukan toksisitas senyawa kimia yang
terkandung dalam tanaman obat dan untuk menentukan potensi bioaktif senyawa
bahan alam (Sukadirman et al. 2004). Hasil uji toksisitas dinyatakan dengan nilai
LC50. Nilai LC50 yaitu konsentrasi ekstrak yang dibutuhkan untuk menurunkan
kemampuan hidup larva udang sebesar 50%. Jika nilai LC50 dibawah 1000 µg/mL
maka suatu senyawa atau ekstrak aktif dari suatu sampel memiliki potensi bioaktif
(Meyer et al. 1982).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh ekstrak buah kawista baik
yang terpartisi oleh etil asetat maupun yang berasal dari metanol yang telah
dihidrolisis memiliki sifat toksisitas karena nilai LC50 masih berada di bawah 1000
µg/mL. Jenis sampel yang memiliki aktivitas toksik yang tinggi yaitu ekstrak
buah kawista matang dengan 2 pelarut berbeda menunjukkan nilai LC50 yang
terbaik.
Sidik Jari Ekstrak Kawista dengan KLT
Analisis sidik jari pada penelitian ini dilakukan dengan metode KLT.
Sampel yang akan dianalisis sidik jari yaitu sampel ekstrak buah kawista matang
dan tua hasil hidrolisis dalam metanol. Hal ini didasarkan karena memiliki
aktivitas antioksidan terbaik dibanding seluruh sampel ekstrak buah kawista yang
lain. Pemilihan fase ge