ANALISIS POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN DESA PESISIR DI KABUPATEN BATU BARA

Jurnal Ekonom, Vol 15, No 4, Oktober 2012

ANALISIS POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN DESA PESISIR DI KABUPATEN BATU BARA

Dadan Supriadi*, Agus Purwoko**, Kasful Mahalli**
*AlumnusS2 PWD SPs USU/BPS Sumatera Utara **Dosen SPs USU

Abstract: Batu Bara District is one of the coastal areas in North Sumatera which has great economic potency. In 2012, PDRB per capita in Batu Bara District was 55.13 million rupiahs which was the highest PDRB in North Sumatera. However, Batu Bara District still has complex problems such as high level of poverty and low level of the quality of human resources in the coastal area. In organizing the strategy of coastal area development in Batu Bara District, it is necessary to conduct a research in order to identify the potency and the direction of its development. Based on the analysis of village hierarchy with a scalogram (in order to find out the relative performance of the development level of the coastal areas, compared with the other villages), it was found that of 19 coastal villages in Batu Bara District, only one of them, Tanjung Tiram village, was in the category of hierarchy I (high development), seven of them were in the category of hierarchy II (moderate development), and 11 of them were in the category of hierarchy III (low development). Based on multivatriate analysis, it was found that there were three clusters of village development with different characteristics. The direction of development was adjusted to the characteristics of each area.

Abstrak: Batu Bara adalah salah satu daerah pesisir di Sumatera Utara yang memiliki potensi ekonomi yang besar. Pada tahun 2012, PDRB per kapita di Batu Bara District adalah 55.130.000 rupiah yang merupakan PDRB tertinggi di Sumatera Utara. Namun, Batu Bara District masih memiliki masalah yang kompleks seperti tingkat kemiskinan yang tinggi dan rendahnya kualitas sumber daya manusia di wilayah pesisir. Dalam menyelenggarakan strategi pengembangan wilayah pesisir di Batu Bara, perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi potensi dan arah perkembangannya. Berdasarkan analisis hirarki desa (dalam rangka untuk mengetahui kinerja relatif dari tingkat perkembangan wilayah pesisir, dibandingkan dengan desa-desa lain), ditemukan bahwa dari 19 desa pesisir di Batu Bara, hanya ada satu yaitu Desa Tanjung Tiram, berada di kategori hirarki I (pengembangan tinggi), tujuh diantaranya berada di kategori hirarki II (pengembangan moderat), dan 11 dalam kategori hirarki III (pembangunan rendah). Berdasarkan analisis ditemukan bahwa ada tiga kelompok pembangunan desa dengan karakteristik yang berbeda. Arah pengembangannya disesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing..

Kata Kunci: potensi wilayah, pengembangan desa pesisir

PENDAHULUAN Salah satu kabupaten di wilayah
pesisir Pantai Timur Sumatera Utara yang memiliki potensi besar adalah Kabupaten Batu Bara. Secara administratif Kabupaten Batu Bara terdiri dari 7 kecamatan dan 151 desa/kelurahan dengan luas wilayah 904,96 km2. Pada wilayah ini terdapat 21 desa pesisir yang terletak di 5 kecamatan dengan panjang pantai 58 km. Dengan luas wilayah dan panjang pantai sedemikian tersebut

tentunya wilayah pesisir Batu Bara menyimpan potensi yang sangat besar, antara lain: (1) Sumberdaya perikanan tangkap dan sumberdaya perikanan budidaya yang cukup tinggi; (2) Peluang pembibitan tanaman bakau; (3) Pantai yang potensial untuk dikembangkan sebagai lokasi wisata pantai & wisata bahari. Selain itu berbagai data menunjukkan bahwa Kabupaten Batu Bara merupakan daerah potensi perekonomian yang tinggi. Salah

111

Jurnal Ekonom, Vol 17, No 3, Juli 2014


satu indikator yang dapat memberikan gambaran potensi tersebut adalah tingkat PDRB per kapita, dimana Kabupaten Batu Bara adalah yang paling tinggi di Sumatera Utara. Pada Gambar 1 disajikan bahwa pada tahun 2012 PDRB perkapita Kabupaten Batu Bara sebesar 55,13 juta

rupiah jauh lebih tinggi dibanding Sumatera Utara secara umum yang sebesar 26,57 juta rupiah. Tingginya PDRB Kabupaten Batu Bara ini disebabkan karena banyaknya industri besar yang beroperasi termasuk salah satunya PT. Inalum.

Jutaan Rp.

60

50 44,14
39,72 40

30 20 17,85 16,33
12,67 10

21,11

50,06 44,21

20,24 18,12 14,09


23,99

55,13 49,89

22,68 20,38 15,71

26,57

0

2010

2011

2012

Asahan Simalungun Serdang Bedagai Medan Batu Bara Sumut

Gambar 1. PDRB Perkapita Batu Bara dan Beberapa Daerah di Sumatera Utara, Tahun 2010-2012


Potensi besar yang yang ada di Kabupaten Batu Bara ini belum sepenuhnya dinikmati oleh masyarakatnya, salah satunya ditunjukkan dengan masih tingginya angka kemiskinan. Pada tahun 2012 tercatatkemiskinannya sebesar 11,24 persendan lebih tinggi dari rata-rata Sumatera Utara yang sebesar 10,41 persen. Pada Gambar 2 berikut disajikan perkembangan persentase penduduk miskin Batu Bara dan Sumatera Utara dari Tahun 2007-2012.

Persen

20 17,89 18

16 13,9 14
12

13,64 12,55

12,87 11,51

12,29 11,31

10,8311,67

10,41 11,24


10

8

6

4

2

0

2007

2008

2009

2010


2011

2012

Sumatera Utara Batu Bara
Gambar 2. Perkembangan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara dan Batu Bara Tahun 2007-2012

Selain tingkat kemiskinan yang masih tinggi, permasalahan lainyang dihadapi Kabupaten Batu Bara adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia. Padatahun 2012 nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Batu Bara sebesar 72,71 dan hanya menempati

peringkat dua puluh lima di Sumatera Utara. Untuk perbandingan, pada tahun yang sama IPM di Sumatera Utara adalah sebesar 75,13 (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2012).

112

Dadan Supriadi, Agus Purwoko, Kasful Mahalli: Analisis Potensi dan Arah…

76 75,13

75

74,19


74,65

73,8

74 73,29

72,78 73

72,08

72,71

72

70,98

71,25

71,62


71 70,55

70

69

68 2007

2008

2009

2010

2011

2012

Sumatera Utara Batu Bara

Gambar 3. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Sumatera Utara dan Batu Bara Tahun 2007-2012

Tingginya tingkat kemiskinan serta rendahnya kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Batu Bara sangat mungkin merupakan kontribusi dari daerah pesisir. Sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa daerah pesisir Kabupaten Batu Bara identik dengan kemiskinan, kualitas sumberdaya manusia yang rendah, sanitasi yang buruk, infrastruktur yang terbatas dan kondisi buruk lainnya. Pada Tabel 2disajikan informasi terkait tingkat kemiskinan (persentase penerima BLT 2011) dan tingkat pendidikan (ijazah tertinggi yang dimiliki dan tingkat buta huruf) yang dibedakan menurut desa pesisir dan desa bukan pesisir. Berdasarkan kaca mata kemiskinan mikro hasil PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) Tahun 2011 yang dilakukan oleh BPS, persentase rumahtangga di desa pesisir Kabupaten Batu Bara yang menerima BLT mencapai 55,10 persen jauh lebih tinggi dibanding kondisi di desa bukan pesisir yang sebesar 37,89 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat desa pesisir jauh lebih rendah dibanding masyarakat desa lainnya.
Berdasarkan data Sensus Penduduk Tahun 2010, dilihat dari kemampuan membaca dan menulis, tingkat buta penduduk di desa pesisir jauh lebih tinggi dibanding penduduk di desa bukan pesisir yaitu 6,66 persen dibanding 3,30 persen. Selain itu ditinjau dari tingkat pendidikan yang ditamatkan, penduduk 15 tahun keatas di desa pesisir Kabupaten Batu Bara pada umumnya hanya tamat SD yaitu mencapai

39,74 persen dan masih ada sekitar 20,16 persen penduduk dewasa di pesisir Kabupaten Batu Bara yang tidak pernah sekolah atau tidak tamat SDdan hanya 40,10 persen saja yang berpendidikan minimal tamat pendidikan dasar (SLTP), kondisi tersebut tentunya sangat mengkhawatirkan.

Tabel 1. Perbandingan

Tingkat

Kesejahteraan dan Pendidikan

Penduduk Desa Pesisir dan

Bukan Desa PesisirKabupaten

Batu Bara

Indikator


Desa pesisir

Bukan desa pesisir

Total

[1] [2] [3] [4]

Persentase Penerima BLT 2011

55,10 37,89 41,16

Tingkat Buta Huruf (%), 2010

6,66

3,30

4,16


Ijazah Tertinggi yang

Dimiliki (%), 2010

• Tidak/belum Tamat SD

20,16 12,41 14,38

• Tamat SD

39,74 33,47 35,06

• Tamat SLTP 21,10 25,58 24,44

• Tamat SLTA 16,56 24,78 22,69



Tamat Perguruan Tinggi


2,44

3,77

3,43

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, (Data

Diolah)

Salah satu upaya untuk mengejar

ketertinggalan desa pesisir Kabupaten Batu

Bara ini adalah dengan melakukan

pengembangan.

Dalam

rangka

pengembangan desa pesisir, terlebih dahulu

harus diketahui akar permasalahan dan

potensinya masing-masing yang selanjutnya

113

Jurnal Ekonom, Vol 17, No 3, Juli 2014
melakukan reorientasi kebijakan terhadap pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir di Kabupaten Batu Bara.Sebagai langkah awal untuk menciptakan prakondisi reorientasi kebijakan tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah desa pesisir di Kabupaten Batu Bara.Terkait dengan hal tersebut, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui keragaan relatif tingkat
perkembangan desa-desa pesisir dibandingkan dengan desa lainnya di Kabupaten Batu Bara; 2. Mengetahui karakteristik darimasingmasing cluster perkembangan desa; 3. Memberikan arahan strategis pengembangan desa-desa di Kabupaten Batu Bara ke depan, berdasarkan karakteristik darimasingmasing cluster perkembangan desa tersebut
METODE Lokasi Penelitian
Konsep dan batasan yang digunakan penentuan desa pesisir pada penelitian ini adalah desa yang berbatasan langsung dengan laut. Lokasi penelitian dilakukan pada 19 desa pesisir Kabupaten Batu Bara yang termasuk dalam lima kecamatan yaitu: Kecamatan Tanjung Tiram (Bagan Baru, Ujung Kubu, Lima Laras, Guntung, Tanjung Tiram, Bogak), Kecamatan Talawi (Mesjid Lama, Dahari Selebar), Kecamatan Limapuluh (Guntung, Perupuk, Gambus Laut), Kecamatan Sei Suka (Kwala Tanjung, Kwala Indah), dan Kecamatan Medang Deras (Lalang, Medang, Durian, Nenas Siam, Pangkalan Dodek Baru dan Pangkalan Dodek). Pemilihan desa pesisir Kabupaten Batu Bara sebagai lokasi penelitian didasarkan pada alasan bahwa Kabupaten Batu Bara memiliki potensi besar di berbagai aspek namun masih memiliki permasalahan yang kompleks, diantaranya adalah tingginya kemiskinan dan rendahnya kualitas SDM dimana kedua permasalahan ini merupakan kontribusi dari desa pesisir.
Sumber data utama yang digunakan merupakan data sekunder yang merupakan pengolahan data Sensus Potensi Data (PODES) 2011 yang merupakan PODES
114

terkini yang dilaksanakan BPS. Dalam

PODES 2011 dikumpulkan informasi

keberadaan,

ketersediaan

dan

perkembangan potensi yang dimiliki setiap

wilayah administrasi pemerintahan yang

meliputi: sarana dan prasarana wilayah

serta potensi ekonomi, sosial, budaya dan

aspek kehidupan masyarakat lainnya untuk

berbagai keperluan yang berkaitan dengan

perencanaan wilayah di tingkat nasional

dan daerah (BPS, 2011). Selain itu

penelitian ini juga menggunakan data

sekunder lainnya yang diperoleh melalui

data yang dihimpun oleh instansi terkait

meliputi: BPS Provinsi Sumatera Utara,

BPS Kabupaten Batu Bara, Bappeda

Provinsi Sumatera Utara, Bappeda

Kabupaten Batu Bara serta hasil-hasil

penelitian dan literatur yang dianggap

relevan dengan studi ini. Jumlah desa yang

dianalisis pada penelitian masih

menggunakan kondisi 2011 yaitu 100 desa.

Analisis Skalogram Analisis skalogram digunakan untuk
mengetahui keragaan relatif tingkat perkembangan desa pesisir dibandingkan dengan desa lainnya di Kabupaten Batu Bara.Dengan Analisis skalogram ini dapat ditentukan peringkat pemukiman atau wilayah dan kelembagaan atau fasilitas pelayanan.Asumsi yang digunakan adalah bahwa wilayah yang memiliki ranking tertinggi adalah lokasi yang dapat menjadi pusat pelayanan.Berdasarkan analisis ini dapat ditentukan prioritas pengadaan sarana dan prasarana di setiap unit wilayah yang dianalisis.
Menurut Priyanto (2010) bentuk lainyang merupakan modifikasi dari metode skalogram adalah dengan penentuan Indeks Perkembangan Desa (IPD). Model analisis inilah yang digunakan dalam penelitian ini.Penghitungan IPD dilakukan dengan melakukan faktor koreksi untuk setiap data yang digunakan. Faktor koreksi antara lain luas wilayah, jumlah penduduk, jumlah rumahtangga atau dilakukan invers pada variabel tertentu. Analisis skalogram ini didasarkan pada fasilitas yang dimiliki desa.Selanjutnya dilakukan standarisasi dengan nilai minimum dan nilai standar deviasinya. Model untuk menentukan IPD suatu wilayah atau pusat pelayanan adalah sebagai berikut:

Dadan Supriadi, Agus Purwoko, Kasful Mahalli: Analisis Potensi dan Arah…

IPDj = ∑ ′

Dimana:

I′ij

=





Keterangan:

IPDj = Indeks Perkembangan Desa ke-j I′ij = Nilai indikator perkembangan ke-

i terkoreksi/terstandarisasi desa ke-j

Iij = Nilai indikator perkembangan ke-

i desa ke-j

Ii min = Nilai indikator perkembangan ke-

i terkecil

SDi = Standar Deviasi indikator perkembangan ke-i

Selanjutnya indeks yang telah

diperoleh

tersebut

kemudian

dikelompokkan berdasarkan selang hierarki

dengan menggunakan rataan IPD dan

standar deviasi (Stdev). Adapun selang dari

hierarki ini adalah sebagai berikut:

a. Hierarki I (Tingkat Hierarki Tinggi)

:nilai indeks > (2 x Stdev) + nilai

rataan

b. Hierarki II (Tingkat Hierarki Sedang)

:nilai indeks antara nilai rataan dengan

(2 x Stdev) + nilai rataan

c. Hierarki III (Tingkat Hierarki

Rendah) :nilai indeks < nilai rataan

Variabel yang digunakan dalam

metode skalogram ini bersumber dari data

PODES 2011.Variabel-variabel tersebut

mewakili berbagai sumberdaya yang

dimilikisetiap desa yaitu:

sumberdayasumberdaya alam (SDA),

sumberdaya buatan (SDB), dan sumberdaya

manusia (SDM). Secara total variabel yang

digunakan berjumlah 37 variabel.

Sesuai dengan data yang tersedia,

indikator kualitas SDA didekati dengan

variabel-variabel operasional sebagai

berikut:

1) Kepadatan penduduk (jumlah

penduduk per luas desa)

2) Posisi desa dalam tata ruang wilayah

(jarak pusat desa yang bersangkutan ke

pusat kecamatan yang membawahi,

jarak fasilitas pendidikan dan

kesehatan dari pusat desa, jarak pusat

desa ke sarana komunikasi dan sarana

perekonomian).

Indikator SDB didekati dengan

variabel-variabel operasional sebagai

berikut :

1) Fasilitas pendidikan dan keterampilan

(jumlah TK, SD, SMP, SMA, lembaga

keterampilan per jumlah penduduk)

2) Fasilitas kesehatan (jumlah puskesmas,

puskesmas pembantu, apotik, praktek

dokter/bidang per jumlah penduduk)

3) Fasilitas peribadatan (jumlah

masjid/surau/langgar/gereja/kapel/wih

ara per jumlah penduduk)

4) Fasilitas perekonomian (jumlah

industri kecil dan makro, minimarket,

toko/warung, warung makan/restoran,

koperasi)

Indikator kualitas SDM didekati

dengan variabel-variabel operasional

sebagai berikut:

1) Kuantitas penduduk (persentase

rumahtangga tani)

2) Kesehatan (jumlah tenaga kesehatan

yang menetap per jumlah penduduk,

invers persentase penderita gizi buruk)

3) Daya beli (invers persentase

rumahtangga penerima BLT, invers

banyaknya surat keterangan miskin

yang dikeluarkan desa per jumlah

penduduk)

4) Keamanan

(jumlah

tenaga

keamanan/Linmas per jumlah

penduduk)

5) Aksesibilitas informasi (persentase

rumah tangga yang berlangganan

telepon kabel).

6) Partisipasi masyarakat (jumlah

lembaga non profit seperti: Organisasi

Kemasyarakatan, LSM dll.)

Analisis Potensi Wilayah dengan Analisis Multivariate
Analisis potensi wilayah dengan teknik analisis multivariate digunakan untuk mengetahui karakteristik dari masing-masing cluster perkembangan desa yang merupakan tujuan kedua penelitian. Dalam prosesnya analisis multivariate ini dilakukan secara bertahap mulai dari analisis komponen utama dan analisis kelompok.Variabel–variabel sosial ekonomi yang digunakan analisis multivariatedalam sama dengan yang digunakan pada analisis skalogram. Analisis multivariate dilakukan dengan menggunakan program STATSOFT STATISTICA 10.

Deskripsi dengan Pendekatan Sistem Informasi Geografis
Penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran

115

Jurnal Ekonom, Vol 17, No 3, Juli 2014
spasial secara lebih jelas dalam bentuk visualisasi (peta) mengenai beberapa hasil analisis tingkat perkembangan dan potensi sumberdaya wilayah pesisir berdasarkan hasil analisis skalogram, analisis multivariate untuk menyusun strategi pengembangan dan pengelolaan desa-desa pesisir Kabupaten Batu Bara sesuai dengan potensi dan tingkat perkembangannya dimana hal ini sesuai dengan tujuan ketiga penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Keragaan Relatif Tingkat Perkembangan Desa Pesisir dengan Desa Lainnya Di Kabupaten Batu Bara
Berdasarkan hasil analisis skalogram diketahui bahwa bahwa nilai rataan Indeks Perkembangan Desa (IPD) adalah sebesar 40,02 dengan standar deviasi (Stdev) sebesar 10,26 dan, sehingga desa yang tergolong dalam hierarki I adalah yang mempunyai IPD > 60,93; hierarki II mempunyai IPD antara 40,02 hingga 60,93 dan hierarki III mempunyai nilai IPD < 40,02. Berikut disajikan secara lebih lengkap hasil dari analisis skalogram, yaitu : 1) Hierarki I, merupakan wilayah dengan
tingkat perkembangan maju. Wilayah ini dicirikan oleh indeks perkembangan desa paling tinggi dan ditentukan oleh jumlah ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup memadai, terutama sarana pendidikan (sekolah TK, SD, SLTP, SLTA), sarana dan tenaga kesehatan (jumlah puskesmas, puskemas pembantu, apotik, tenaga kesehatan yang menetap di desa dan sebagainya), sarana komunikasi, sarana perekonomian (industri kecil/makro, pasar permanen, minimarket, koperasi dan lainnya), kualitas pemukiman (invers pemukiman kumuh), jarak dari masing-masing wilayah terhadap pusat pelayanan relatif dekat sehingga untuk mengakses ke pusat pelayanan tersebut menjadi lebih mudah, serta tingkat kesejahteraan masyarakat setiap desa

(invers persentase penerima BLT, invers jumlah penderita gizi buruk dan surat keterangan miskin). Hanya satu desa pesisir di Kabupaten Batu Bara termasuk dalam hierarki I yaitu Desa Tanjung Tiram. Pada umumnya desa yang termasuk dalam hierarki I selain memiliki sarana dan prasarana yang lengkap dibanding hierarki II dan III, mempunyai lokasi dekat pusat kabupaten, pemukiman teratur, tingkat kesejahteraan masyarakat tinggi dan aksesibilitas yang baik. 2) Hierarki II, termasuk Wilayah dengan tingkat perkernbangan sedang. Pada hieraki II ditunjukkan oleh tingkat sarana dan prasarana yang tersedia di wilayah tersebut lebih sedikit dari hierarki I dan jarak dari masingmasing wilayah terhadap pusat-pusat pelayanan agak lebih jauh dari hierarki I. Desa-desa pada hierarki II memiliki tingkat kehidupan relatif kurang maju dibanding dengan desa-desa yang ada pada hierarki I. Jumlah desa di Kabupaten Batu Bara yang termasuk dalam hierarki II sebanyak 30 desa dan desa pesisir yang masuk dalam hierarki ini sebanyak 7 desa yaitu: Ujung Kubu, Bogak, Pangkalan Dodek, Perupuk, Guntung (Lima Puluh), Pangkalan Dodek Baru, Mesjid Lama.
Hierarki III, termasuk Wilayah dengan tingkat perkembangan rendah. Pada hieraki III ditunjukkan oleh tingkat sarana dan prasarana yang tersedia di wilayah tersebut relatif sangat kurang dan jarak dari masing-masing desa terhadap pusat-pusat pelayanan relatif jauh sehingga untuk mengakses ke pusat-pusat pelayanan relatif lebih sulit dibanding dengan desa-desa yang ada pada hierarki I dan II. Jumlah desa di Batu Bara yang masuk dalam hierarki III berjumlah 56 desa dan 11 diantaranya adalah desa pesisir yaitu: Lalang, Gambus Laut, Lima Laras, Kwala Tanjung, Durian, Dahari Selebar, Guntung (Tanjung Tiram), Bagan Baru, Medang, Nenas Siam, Kwala Indah.

116

Dadan Supriadi, Agus Purwoko, Kasful Mahalli: Analisis Potensi dan Arah…

Gambar 4. Peta Tematik Hierarki Perkembangan Desa Kabupaten Batu Bara

Berdasarkan peta penyebaran desadesa pesisir pada Gambar 4terlihat adanya pola penyebaran.Desa-desa pesisir yang termasuk dalam kategori perkembangan kurang maju (hierarki III) umumnya berada di ujung Barat pesisir Kabupaten Batu Bara yaitu di Kecamatan Medang Deras (Desa Lalang, Medang, Durian dan Nenas Siam) dan Kecamatan Sei Suka (Desa Kwala Tanjung dan Kuala Indah) dan ujung Timur pesisir Kabupaten Batu Bara yaitu di Kecamatan Tanjung Tiram (Desa Bagan Baru, Lima Laras, Guntung).
Penyebaran desa-desa pesisir yang termasuk hierarki II tidak menunjukkan pola yang jelas, dengan kata lain 7 desa pesisir Kabupaten Batu Bara (Desa Ujung Kubu, Bogak, Pangkalan Dodek, Perupuk, Guntung, Pangkalan Dodek Baru dan Mesjid Lama) cenderung menyebar di semua wilayah mulai dari ujung Barat, Tengah dan ujung Timur pesisir Kabupaten Batu Bara. Selanjutnya hanya ada satu desa pesisir yang termasuk dalam kategori perkembangan maju (hierarki I) yaitu Desa Tanjung Tiram di Kecamatan Tanjung

Tiram yang berada di tengah kawasan pesisir Kabupaten Batu Bara.
Untuk melihat perbandingan tingkat perkembangan (hierarki) antara desa pesisir dan desa lainnya di Kabupaten Batu Bara, pada Gambar 5 disajikan informasi nilai rata-rata, minimum dan maksimum IPD untuk desa pesisir, bukan desa pesisir dan desa pada umumnya di Kabupaten Batu Bara. Berdasarkan informasi tersebut, diketahui bahwa nilai rata-rata IPD untuk desa pesisir adalah sebesar 39,08 dan lebih rendah dibanding desa bukan pesisir dan desa umumnya di Kabupaten Batu Bara yang memiliki rata-rata IPD masing-masing sebesar 40,24 dan 40,02. Dilihat dari nilai minimum, desa pesisir memiliki nilai IPD terendah sebesar 24,95 dan desa bukan pesisir sebesar 25,79, sebaliknya dilihat berdasarkan nilai maksimumnya, nilai IPD tertinggi desa pesisir adalah sebesar 62,58 dan masih lebih rendah dibanding desa bukan pesisir yang sebesar 71,58.

117

Jurnal Ekonom, Vol 17, No 3, Juli 2014 80,00

60,00 40,00

39,08 40,24 40,02

20,00

24,95 25,79 24,95

71,58 71,58 62,58

-

Nilai Rata-rata

Nilai Minimum

Nilai Maksimum

Desa Pesisir Desa Bukan Pesisir Desa Keseluruhan

Gambar 5. Perbandingan Nilai Rata-Rata, Minimum Dan Maksimum IPD Antara Desa Pesisir dan Bukan Pesisir Serta Desa Umumnya di Kabupaten Batu Bara

Analisis Karakteristik dan Arahan Strategis PengembanganMasing-Masing Cluster Perkembangan Desa
Tahapan awal dalam analisis multivariate untuk membentuk cluster dan karakteristrik setiap cluster perkembangan desa adalah dengan analisis komponen utama. Berdasarkan analisis komponen utama terhadap 37 variabel penelitian dihasilkan 13 (tiga belas) faktor utama yang merupakan kombinasi linier dengan peubah aslinya yang bersifat saling bebas. Tiga belas faktor utama ini mampu menjelaskan keragaman data sebesar 71,81 % yang ditunjukkan dengan nilai akar ciri (eigenvalue). Angka tersebut menunjukkan suatu deskripsi cukup baik karena nilai akar ciri tersebut berada di atas 70%.Tiga belas faktor utama tersebut adalah sebagai berikut: 1) Faktor utama 1 berkorelasi positif,
dengan invers jarak terhadap kantor camat, invers jarak terhadap kantor pos, invers jarak terhadap apotik terdekat dan kepadatan penduduk. 2) Faktor utama 2 berkorelasi positif dengan jumlah TK perseribu penduduk, jumlah SD perseribu penduduk, dan jumlah SMP perseribu penduduk. 3) Faktor utama 3 berkorelasi berkorelasi positif dengan invers jarak terhadap rumah sakit terdekat. 4) Faktor utama 4 berkorelasi positif dengan invers jarak terhadap SMA terdekat, jumlah SMA perseribu penduduk,

5) Faktor utama 5 berkorelasi positif dengan invers jarak terhadap puskesmas pembantu terdekat, dan jumlah puskesmas pembantu perseribu penduduk.
6) Faktor utama 6 berkorelasi positif dengan jumlah toko dan jumlah industri kecil/makro.
7) Faktor utama 7 berkorelasi positif dengan invers persentase rumahtangga kumuh.
8) Faktor utama 8 berkorelasi positif dengan rasio jumlah lembaga non profit per seribu penduduk.
9) Faktor utama 9 berkorelasi positif dengan rasio jumlah tenaga perlindungan masyarakat (Linmas) per seribu penduduk.
10) Faktor utama 10 berkorelasi positif dengan jumlah minimarket.
11) Faktor utama 11 berkorelasi positif dengan rasio jumlah puskesmas per seribu penduduk.
12) Faktor utama 12 berkorelasi positif dengan surat keterangan miskin yang keluarkan.
13) Faktor utama 13 berkorelasi positif dengan invers jarak terhadap SMP terdekat. Korelasi positif menunjukan bahwa
faktor utama berbanding lurus dengan variabel penjelas.Sedangkan arti dari korelasi negatif adalah faktor utama berbanding terbalik dengan variabel penjelas.Selengkapnya hasil analisis ini dapat dilihat dari eigenvalue (Tabel 3).

118

Dadan Supriadi, Agus Purwoko, Kasful Mahalli: Analisis Potensi dan Arah…

Tabel 2. Nilai eigenvalue hasil analisis komponen utama

Eigenvalues of correlation matrix, and related statistics

Faktor Utama Eixcgenvalue

% Total Variance

Cumulative Eigenvalue

Cumulative %

[1] [2]

[3]

[4] [5]

1

6,008393

16,23890

6,00839

16,2389

2

2,870872

7,75911

8,87926

23,9980

3

2,612255

7,06015

11,49152

31,0582

4

2,214917

5,98626

13,70644

37,0444

5

1,991911

5,38354

15,69835

42,4280

6

1,763408

4,76597

17,46176

47,1939

7

1,601279

4,32778

19,06303

51,5217

8

1,476945

3,99174

20,53998

55,5135

9

1,343024

3,62979

21,88300

59,1433

10

1,308610

3,53678

23,19161

62,6800

11

1,169927

3,16196

24,36154

65,8420

12

1,161183

3,13833

25,52272

68,9803

13

1,047500

2,83108

26,57022

71,8114

Sumber: Data hasil olahan

Untuk lebih memudahkan dalam interpretasi dan analisis terhadap faktor utama, pada bagian selanjutnya setiap faktor utama didekati dengan penjelasan sebagai berikut: Faktor 1 : Akses terhadap pusat pemerintahan (kecamatan) Faktor 2 : Jumlah sarana pendidikan dasar (TK, SD, SMP) Faktor 3 : Akses terhadap rumah sakit terdekat Faktor 4 : Jumlah dan akses terhadap pendidikan menengah (SMA) Faktor 5 : Jumlah dan akses terhadap sarana kesehatan dasar (puskesmas pembantu) Faktor 6 : Jumlah sarana ekonomi (jumlah industri kecil/makro dan pertokoan) Faktor 7 : Kualitas lingkungan ( persentase rumahtangga kumuh) Faktor 8 : Partisipasi masyarakat (jumlah lembaga non profit) Faktor 9 : Jumlah tenaga perlindungan masyarakat (Linmas) Faktor 10 : Jumlah minimarket Faktor 11 : Jumlah puskesmas Faktor 12 : Tingkat kesejahteraan (jumlah surat keterangan miskin yang keluarkan) Faktor 13 : Akses terhadap sarana pendidikan dasar

Setelah dilakukan analisis komponen utama yang salah satunya menghasilkan skor setiap desa, selanjutnya dilakukan analisis kelompok dengan metode KMeans.Tujuan dari analisis kelompok ini adalah untuk membuat pengelompokan (clustering) perkembangan desa di Kabupaten Batu Bara serta mempelajari karakteristik masing-masing cluster. Pada pada Gambar 6disajikan secara spasial daftar desa di Kabupaten Batu Bara yang terbagi menjadi 3 (tiga) cluster.Berdasarkan tampilan spasial tersebut dapat dikatakan

pola penyebaran desa-desa yang termasuk cluster II dan I atau memiliki tingkat perkembangan maju dan sedang pada umumnya berada di tengah kawasan pesisir Kabupaten Batu Bara yang dekat dan memiliki akses yang cukup baik ke pusat kota. Dengan memiliki aksesibilitas yang cukup baik, akan memudahkan masyarakat desa dalam melakukan afiktatis menuju pusat-pusat pelayanan.

119

Jurnal Ekonom, Vol 17, No 3, Juli 2014

Gambar 6. Peta Tematik Cluster Perkembangan Desa Kabupaten Batu Bara

Hasil lain dari analisis kelompok adalah nilai tengah dari setiap faktor utama untuk setiap cluster desa seperti tersaji pada Gambar 7. Nilai tengah tertinggi dan terendah untuk masing-masing faktor utama akan menjadi karakteristik pembeda dari setiap cluster. Berdasarkan nilai tengah tersebut selanjutnya dapat dikatakan bahwa desa-desa yang termasuk cluster II dianggap memiliki tingkat perkembangan paling maju, sebaliknya desa-desa yang masuk dalam cluster III merupakan desa

dengan tingkat perkembangan paling rendah, dan desa-desa yang masuk dalam cluster I memiliki tingkat perkembangan sedang.Sesuai dengan tujuan kedua analisis kelompok ini yaitu mengetahui karakteristik masing-masing cluster, selanjutnya pada Tabel 4 disajikan karakteristik dari masing-masing cluster yang merupakan penjabaran dari Gambar 7.

3,0 Plot of means for each cluster
2,0
1,0
0,0 Cluster 1
-1,0 Cluster 2 -2,0 Cluster 3
-3,0
-4,0

Gambar 7. Grafik Nilai Tengah Faktor Utama Menurut Cluster di Kabupaten Batu Bara

120

Dadan Supriadi, Agus Purwoko, Kasful Mahalli: Analisis Potensi dan Arah…

Jumlah desa di Kabupaten Batu Bara yang masuk dalam cluster II sebanyak 32 desa dimana 4 diantaranya adalah desa pesisir. Secara umum karakteristik cluster ini ditandai dengan tingkat kesejahteraan penduduk paling tinggi yang ditunjukkan dengan jumlah surat keterangan miskin (SKM) yang keluarkan lebih sedikit dibanding cluster I dan III, jumlah sarana pendidikan dan kesehatan memadai yang dapat dilihat dari jumlah sekolah SD, SMP dan SMA serta Puskesmas yang cukup, sarana ekonomi yang perlihatkan melalui jumlah industri kecil/mikro dan pertokoan yang lebih memadai dibanding cluster lainnya, kualitas lingkungan paling baik yang ditandai persentase keluarga yang tinggal di lingkungan kumuh lebih kecil dibanding cluster I dan III, serta partisipasi masyarakat paling tinggi yang dapat dilihat dari jumlah lembaga non profit (organisasi kemasyarakatan, sosial, LSM dll) pada cluster II lebih banyak dibanding cluster I dan III, selain itu akses terhadap pusat pemerintahan dalam hal ini kantor camat cukup baik.
Jumlah desa yang termasuk cluster I sebanyak 50 desa (10 diantaranya adalah desa pesisir) dengan karakteristik yaitu: akses terhadap kantor camat paling baik, jumlah sarana pendidikan dan kesehatan yang kurang memadai, tingkat kesejahteraan penduduk sedang yang ditandai dengan jumlah SKM yang dikeluarkan kantor desa lebih besar dibanding cluster II, sarana ekonomi cukup memadai, kualitas lingkungan sedang yang ditunjukkan dengan persentase keluarga yang tinggal di lingkungan kumuh yang lebih rendah dibanding cluster III namun lebih tinggi dibanding cluster, partisipasi masyarakat tergolong sedang.
Desa yang masuk cluster III adalah desa yang memiliki tingkat perkembangan

rendah. Adapun ciri-ciri dari cluster ini berdasarkan hasil analisis kelompok antara lain: tingkat kesejahteraan penduduk rendah ditandai dengan jumlah SKM yang dikeluarkan kantor desa paling tinggi dibanding cluster lainnya, sarana ekonomi kurang memadai dibanding cluster lainnya, kualitas lingkungan paling rendah yang ditandai dengan persentase keluarga di lingkungan kumuh yang paling tinggi, dan partisipasi masyarakat lebih rendah dibanding cluster lainnya serta akses terhadap pusat pemerintahan paling rendah dibanding cluster lainnya. Jumlah desa di Kabupaten Batu Bara yang termasuk dalam cluster III sebanyak 18 desa dan 5 diantaranya adalah desa pesisir.

Analisis Arahan PengembanganMasing-

Masing ClusterPerkembangan Desa

Pesisir

Berdasarkan karakteristik yang

berbeda inilah maka harus dikembangkan

pola pendekatan kebijakan yang bersifat

spesifik

sesuai

dengan

clusterperkembangan desa masing-masing

untuk mewujudkan pertumbuhan yang

berimbang dan saling memperkuat antar

wilayah di Kabupaten Batu Bara, juga

didasarkan atas prinsip strategi keterkaitan

(linkages) antar kawasan.Hal ini dapat

diwujudkan dengan mengembangkan

karakteristik fisik kawasan dengan

membangun berbagai infrastruktur fisik dan

menciptakan kebijakan-kebijakan yang

mampu mendorong hal diatas.Berikut

disampaikan

beberapa

strategi

pengembangan yang dapat diterapkan untuk

tiap cluster. Pada Tabel 4 disajikan

karakteristrik masing-masing cluster

perkembangan desa dan arah

pengembangan yang sesuai dengan

karakteristik masing-masing cluster.

121

Jurnal Ekonom, Vol 17, No 3, Juli 2014

Tabel 3. Arahan Pengembangan Masing-Masing ClusterPerkembangan Desa

Cluster

Karakteristik

Arahan Pengembangan

[1] ClusterI Wilayah dengan tingkat perkembangan sedang
ClusterII Wilayah dengan tingkat perkembangan
tinggi
ClusterIII Wilayah dengan tingkat perkembangan rendah

[2]

Akses

terhadap

pusat

pemerintahan kecamatan baik,

tingkat kesejahteraan penduduk

sedang, sarana pendidikan dan

kesehatan yang kurang memadai,

sarana ekonomi cukup memadai,

kualitas lingkungan baik, tingkat

partisipasi warga sedang

[3] Peningkatan jumlah dan jenis usaha rumahtangga dan industri kecil/mikro. Meningkatkan jumlah dan akses pada sarana pendidikan dan kesehatan. Meningkatkan kualitas SDM salah satunya melalui peningkatan akses terhadap sarana teknologi informasi dan lembaga kursus/keterampilan serta meningkatkan peran serta aktif warga masyarakat melalui lembaga-lembaga non profit

Tingkat kesejahteraan penduduk tinggi, akses terhadap pusat pemerintahan kecamatan cukup baik, jumlah dan akses sarana pendidikan dan kesehatan yang memadai, tinggi, sarana ekonomi memadai, kualitas lingkungan baik, partisipasi warga tinggi

Penguatan usaha rumahtangga dan

industri

kecil/mikro

dengan

meningkatkan daya saing produk

melalui

diversifikasi

produk,

permodalan usaha, dan meningkatkan

kualitas SDM melalui peningkatan

akses terhadap sarana teknologi

informasi dan lembaga

kursus/keterampilan

Tingkat kesejahteraan penduduk rendah, akses terhadap pusat pemerintahan kecamatan rendah, sarana ekonomi rendah, kualitas lingkungan rendah, partisipasi warga rendah

Meningkatkan taraf hidup masyarakat, dengan terus membuka kesempatan kerja melalui pengembangan jumlah dan jenis usaha rumahtangga dan industri kecil/mikro, pemberian modal usaha maupun pendampingan, sehingga pembentukan koperasi menjadi hal yang sangat penting untuk diwujudkan. Peningkatan jumlah dan akses terhadap sarana/prasarana pendidikan, kesehatan dan ekonomi serta penataan lingkungan kumuh

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat
ditarik beberapa kesimpulan yaitu: 1. Berdasarkan analisis hierarki desa
dengan skalogram, secara umum desa pesisir di Kabupaten Batu Bara relatif memiliki tingkat perkembangan lebih rendah dibanding desa lainnya di Kabupaten Batu Bara. 2. Berdasarkan analisis multivariate, setiap cluster memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu: a. ClusterI: Akses terhadap pusat
pemerintahan kecamatan baik, jumlah dan akses terhadap sarana pendidikan dan kesehatan yang

kurang memadai, tingkat

kesejahteraan penduduk sedang,

sarana ekonomi cukup memadai,

kualitas lingkungan sedang,

partisipasi masyarakat tergolong

sedang. Cluster ini memiliki

tingkat perkembangan desa

sedang.

b. Cluster II: Tingkat kesejahteraan

penduduk paling tinggi, jumlah

sarana pendidikan dan kesehatan

memadai, sarana ekonomi paling

memadai, kualitas lingkungan

paling baik, serta partisipasi

warga paling tinggi, selain itu

akses

terhadap

pusat

122

Dadan Supriadi, Agus Purwoko, Kasful Mahalli: Analisis Potensi dan Arah…

pemerintahan dalam hal ini kantor

camat cukup baik. Cluster ini

memiliki tingkat perkembangan

desa maju.

c. Cluster III: Tingkat kesejahteraan

penduduk rendah, sarana ekonomi

kurang memadai, kualitas

lingkungan paling rendah, dan

partisipasi warga lebih rendah

serta akses terhadap pusat

pemerintahan kecamatan. Cluster

ini memiliki tingkat

perkembangan desa kurang.

3. Arah pengembangan tiap cluster

adalah berbeda, disesuaikan dengan

karakteristik dari masing-masing

cluster, yaitu:

a. Cluster I: Wilayah ini

membutuhkan

model

pengembangan

berbasis

pengembangan usaha melalui

peningkatan jumlah dan jenis

usaha rumahtangga dan industri

kecil/mikro.

Meningkatkan

jumlah dan akses pada sarana

pendidikan dan kesehatan.

Pengembangan juga diarahkan

untuk meningkatkan kualitas

SDM salah satunya melalui

peningkatan akses terhadap sarana

teknologi informasi dan lembaga

kursus/keterampilan

serta

meningkatkan peran serta aktif

warga masyarakat melalui

lembaga-lembaga non profit

dalam pelaksanaan pembangunan

di wilayahnya.

b. Cluster II: Wilayah ini sudah

memiliki dasar pengembangan

yang baik dilihat dari sarana

pendidikan dan kesehatan,

ekonomi dan kesejahteraan

masyarakatnya. selanjutnya yang

perlu dilakukan adalah penguatan

usaha rumahtangga dan industri

kecil/mikro dengan meningkatkan

daya saing produk melalui

diversifikasi produk, permodalan

usaha, dan meningkatkan kualitas

SDM melalui peningkatan akses

terhadap sarana teknologi

informasi dan lembaga

kursus/keterampilan.

c. Cluster III: Wilayah ini

membutuhkan

model

pengembangan yang lebih

mendasar dengan tujuan untuk

meningkatkan taraf hidup

masyarakat, dengan terus

membuka kesempatan kerja

melalui pengembangan jumlah

dan jenis usaha rumahtangga dan

industri kecil/mikro, pemberian

modal

usaha

maupun

pendampingan,

sehingga

pembentukan koperasi menjadi

hal yang sangat penting untuk

diwujudkan. Selain itu yang perlu

dilaksanakan adalah peningkatan

jumlah dan akses terhadap

sarana/prasarana pendidikan,

kesehatan dan ekonomi serta

penataan lingkungan kumuh.

SARAN

Sehubungan dengan hasil temuan

penelitian ini dapat dikemukakan beberapa

implikasi kebijakan untuk disarankan dalam

rangka pengembangan desa pesisir

Kabupaten Batu Bara maupun untuk

penelitian selanjutnya, yaitu:

1. Perlu political will dari pemerintah

dalam

mengatur

kebijakan

pengembangan desa pesisir dimana

desa pesisir dengan berbagai

kekurangannya perlu mendapat

perhatian lebih dibanding daerah

lainnya dan tentunya dengan

memperhatikan karakteristik setiap

wilayahnya karena memerlukan

penanganan yang berbeda.

2. Perlu membangun keterkaitan antar

institusi dan partisipasi aktif semua

stakeholder dalampengembangan desa

pesisir di Kabupaten Batu Bara.

3. Melakukan

pelatihan

dan

pendampingan terhadap masyarakat

untuk mengembangkan usaha

rumahtangga dan mendorong untuk

membentuk koperasi.

4. Meningkatkan berbagai macam

infrastruktur desa baik itu pendidikan,

kesehatan, transportasi dan komunikasi

agar akses masyarakat terhadap pusat

pelayanan menjadi lebih lancar.

5. Melakukan promosi aktif potensi

pariwisata yang ada di daerah pesisir

Kabupaten Batu Bara.

123

Jurnal Ekonom, Vol 17, No 3, Juli 2014

6. Mendorong partisipasi aktif dari pihak

swasta khususnya yang berada di

Kabupaten Batu Bara berupa:

a. Melaksanakan pelatihan kepada

masyarakat sekitar untuk

membangun dan mengembangkan

usaha rumahtangga khususnya

industri pengolahan hasil laut

yang menjadi komoditas utama

daerah pesisir Kabupaten Batu

Bara.

b. Memberikan bantuan modal

berupa pinjaman lunak kepada

masyarakat

yang

akan

membangun dan mengembangkan

usaha rumahtangga.

c. Memberikan kesempatan yang

luas kepada masyarakat untuk

berpartisipasi aktif dalam proses

produksi, baik berupa penyediaan

bahan baku industri oleh

masyarakat maupun pemanfaatan

output industri untuk dijadikan

bahan baku industri masyarakat

agar dampak keberadaan industri

besar di Kabupaten Batu Bara

dapat dinikmati dengan maksimal

oleh masyarakat.

7. Untuk penelitian selanjutnya

disarankan

untuk

lebih

menyempurnakan teknik analisis,

sumber data maupun jenis dan jumlah

variabel penelitian yang digunakan

hingga hasilnya menjadi lebih baik.

DAFTAR RUJUKAN

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik

Potensi Desa Provinsi Sumatera

Utara 2011. Jakarta.

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi

Sumatera Utara. 2013. Sumatera

Utara Dalam Angka 2013. Medan.

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten

Batu Bara. 2013. Batu Bara Dalam

Angka 2013. Lima Puluh.

[Bappeda]Badan

Perencanaan

Pembangunan Kabupaten Batu Bara.

2011. Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Batu Bara 2011-

2031.Lima Puluh.

Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis

Pembangunan Wilayah Pesisir dan

Lautan. Pradnya Paramita. Jakarta.

Dahuri, R.,J. Rais, S.P. Ginting dan M.J.

Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumber

Daya Wilayah Pesisir dan Lautan

Secara Terpadu.Pradnya Paramita.

Jakarta

Ismail. Z. 2001. Pengembangan Potensi

Sosial Ekonomi Masyarakat Wilayah

Pesisir yang Berkelanjutan. Laporan

Penelitian. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Ekonomi dan

Pembangunan. Jakarta.

Priyanto, D. A. 2010. Analisis

Pengembangan Desa-Desa Pantai

Bagi Pengelolaan Konflik

Penangkapan Ale-Ale (Meretrix Spp)

Di Perairan Ketapang Kalimantan

Barat.Tesis tidak diterbitkan.

Semarang. Universitas Diponegoro

Semarang.

Purwoko, A., Sumono, Sirojuzilam, T.

Supriana.

2011.

Analisis

Perencanaan Peruntukan dan

Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Untuk Pengembangan Wilayah di

Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang

Bedagai.Jurnal Perencanaan dan

Pengembangan Wilayah Wahana

Hijau. Vol.7/No.1.Sekolah Pasca

Sarjana.USU. Medan

Rustiadi, E. 2001.Pengembangan Wilayah

Pesisir sebagai Kawasan Strategis

Pembangunan Daerah.Pelatihan

Pengelolaan dan Perencanaan

Wilayah Pesisir Secara Terpadu

(ICZM).DKP. Jakarta.

Ventina, R., K. Mahalli. 2006.

Perencanaan Wilayah Pesisir

Sebagai Dampak Proyek Marine dan

Caostal Resources Management

project (MCRMP). Perencanaan dan

Perubahan Bangsa di Masa yang

akan Datang. Pustaka Bangsa Perss.

Medan.

124