Analisis Potensi dan Arah Pengembangan desa Pesisir di Kabupaten Batu Bara

(1)

ARAH PENGEMBANGAN DESA PESISIR

DI KABUPATEN BATU BARA

TESIS

Oleh

DADAN SUPRIADI

117003016/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2013


(2)

DI KABUPATEN BATU BARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Perdesaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

DADAN SUPRIADI

117003016/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2013


(3)

DI KABUPATEN BATU BARA Nama Mahasiswa : Dadan Supriadi

Nomor Pokok : 117003016

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si) Ketua

(Kasyful Mahalli, SE, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)

Direktur,

(Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc)


(4)

Tanggal : 19 Desember 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si. Anggota : 1. Kasyful Mahalli, SE, M.Si.

2. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE. 3. Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak. 4. Dr. Rujiman, MA.


(5)

Judul Tesis

“ANALISIS POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN DESA PESISIR DI KABUPATEN BATU BARA”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi laninnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Desember 2013 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu daerah pesisir di Sumatera Utara yang memiliki potensi ekonomi yang besar. Pada tahun 2012 PDRB per kapita Kabupaten Batu Bara sebesar 55,13 juta rupiah dan tertinggi di Sumatera Utara. Namun Kabupaten Batu Bara memiliki permasalahan kompleks yaitu tingginya tingkat kemiskinan dan rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang utamanya terjadi di daerah pesisir. Dalam menyusun strategi pengembangan desa pesisir di Kabupaten Bara diperlukan suatu penelitian untuk mengidentifikasi potensi dan arah pengembangannya. Berdasarkan analisis hierarki desa dengan skalogram (untuk mengetahui keragaan relatif tingkat perkembangan desa-desa pesisir dibanding desa lainnya), menunjukkan bahwa dari 19 desa pesisir di Kabupaten Batu Bara hanya satu desa tergolong hierarki I (perkembangan maju) yaitu desa Tanjung Tiram, selanjutnya hierarki II (perkembangan sedang) berjumlah 7 desa dan hierarki III (perkembangan rendah) berjumlah 11 desa. Berdasarkan analisis multivariate, ada tiga cluster perkembangan desa dengan karakteristik yang berbeda yaitu: Cluster I (akses terhadap pusat pemerintahan baik, tingkat kesejahteraan sedang, sarana pendidikan dan kesehatan kurang memadai, sarana ekonomi cukup memadai, kualitas lingkungan baik, tingkat partisipasi warga sedang); Cluster II (tingkat kesejahteraan tinggi, akses terhadap pusat pemerintahan cukup baik, jumlah dan akses sarana pendidikan dan kesehatan yang memadai, sarana ekonomi memadai, kualitas lingkungan baik, partisipasi warga tinggi); dan Cluster III (tingkat kesejahteraan rendah, akses terhadap pusat pemerintahan rendah, sarana ekonomi rendah, kualitas lingkungan rendah, partisipasi warga rendah). Arahan pengembangan disesuaikan dengan karakteristik masing-masing wilayah yaitu: Cluster I (peningkatan jumlah dan jenis usaha rumahtangga/kecil/mikro, meningkatkan jumlah dan akses pada sarana pendidikan dan kesehatan, meningkatkan kualitas SDM dan peran serta aktif warga); Cluster II (penguatan usaha rumahtangga/kecil/mikro, meningkatkan kualitas SDM melalui peningkatan akses terhadap sarana teknologi informasi dan lembaga kursus/keterampilan); dan Cluster III (meningkatkan taraf hidup masyarakat, pengembangan jumlah dan jenis usaha rumahtangga/kecil/mikro, peningkatan jumlah dan akses terhadap sarana/prasarana pendidikan, kesehatan dan ekonomi serta penataan lingkungan kumuh).

Kata Kunci: Potensi, hierarki desa (analisis skalogram), cluster desa (analisis multivariate), dan arah pengembangan.


(7)

IN BATU BARA DISTRICT

ABSTRACT

Batu Bara District is one of the coastal areas in North Sumatera which has great economic potency. In 2012, PDRB per capita in Batu Bara District was 55.13 million rupiahs which was the highest PDRB in North Sumatera. However, Batu Bara District still has complex problems such as high level of poverty and low level of the quality of human resources in the coastal area. In organizing the strategy of coastal area development in Batu Bara District, it is necessary to conduct a research in order to identify the potency and the direction of its development. Based on the analysis of village hierarchy with a scalogram (in order to find out the relative performance of the development level of the coastal areas, compared with the other villages), it was found that of 19 coastal villages in Batu Bara District, only one of them, Tanjung Tiram village, was in the category of hierarchy I (high development), seven of them were in the category of hierarchy II (moderate development), and 11 of them were in the category of hierarchy III (low development). Based on multivatriate analysis, it was found that there were three clusters of village development with different characteristics: Cluster I (included good access to central Administration, moderate level of welfare, inadequate education and health facilities, adequate economic facilities, good quality of environment, and moderate level of public participation); Cluster II (included high level of welfare, good access to central Administration, adequate access to education and health facilities, adequate economic facilities, good quality of environment, and high level of public participation); and Cluster III (included low level of welfare, bad access to central Administration, bad economic facilities, bad quality of environment, and low level of public participation). The direction of development was adjusted to the characteristics of each area: Cluster I (included improving the number and types of home/small/micro businesses, improving the number of and access to education and health facilities, and improving human resources and active public participation); Cluster II (included empowering home/small/micro businesses and improving the quality of human resources through the improvement of the access to technological information and course/skill institutions); and Cluster III (included improving people’s standard of living, developing the number and types of home/small/micro businesses, improving the number of and access to education, health, and economic facilities and infrastructure, and organizing slum areas).

Keywords: Potency, village hierarchy (scalogram analysis), village cluster (multivatriate analysis), direction of development.


(8)

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dalam penulisan tesis yang berjudul “Analisis Potensi dan Arah Pengembangan desa Pesisir di Kabupaten Batu Bara. Tesis ini disusun sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Megister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan, bimbingan, petunjuk, nasehat dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih setulus hati khususnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.S, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Kasyful Mahalli, SE, M.Si, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak. dan Dr. Rujiman, MA, selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan masukkan dan arahan demi kesempurnaan tesis ini.

7. Seluruh keluarga, khususnya kepada ibunda Sukaesih, istri tercinta Artaty Sitanggang serta anak-anaku tersayang Hirzi Nugraha Supriadi dan Kayla Nafisah Supriadi yang telah memberikan dukungan dan doa selama penulis mengikuti studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuannya.

Tesis ini dipersembahkan bagi semua pihak yang membacanya dengan harapan dapat memberi manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Medan, Desember 2013 Penulis


(9)

Dadan Supriadi, lahir di Subang pada tanggal 01 Juli 1976, merupakan anak Pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Dakim dan Ibunda Sukaesih.

Pendidikan formal yang ditempuh, yaitu: Sekolah Dasar di SDN 01 Pagaden Baru Subang, tamat pada tahun 1988, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Pagaden Baru Subang, tamat pada tahun 1991 dan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Subang, tamat pada tahun 1994. Pada tahun 1994 melanjutkan pendidikan Diploma III di Akademi Ilmu Statistik Jakarta dan selesai tahun 1997 dengan gelar Ahli Madya Statistik kemudian melanjutkan pendidikan Diploma IV pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta dan selesai pada tahun 1999 dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.S.T). Pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Perdesaan (PWD).

Pada tahun 1999 s/d 2003, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara sebagai staf. Tahun 2003 s/d 2009 penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dengan jabatan Kasi Statistik Sosial. Pada tahun 2009 s/d sekarang penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dengan jabatan Kasi Statistik Kesejahteraan Rakyat.


(10)

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 15

1.3. Tujuan Penelitian... 15

1.4. Manfaat Penelitian... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 17

2.1. Penelitian Sebelumnya... 17

2.2. Pengertian Wilayah Pesisir... 22

2.3. Pengertian Potensi Pesisir dan Permasalahannya... 23

2.4. Pengembangan Wilayah... 24

2.5. Konsep Pengelolaan Wilayah Pesisir... 25

2.6. Kerangka Pemikiran... 26

BAB III METODE PENELITIAN... 30

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian... 30

3.2. Sumber dan Jenis Data... 31

3.3. Metode Analisis Data... 31

3.3.1. Analisis Potensi Wilayah dengan Skalogram... 31

3.3.2. Analisis Potensi Wilayah dengan Analisis Multivariate... 35

3.3.2.1. Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)... 36

3.3.2.2. Analisis Kelompok (Cluster Analysis)... 40

3.3.2.3. Analisis Fungsi Diskriminan (Discriminant Function Analysis)... 41

3.3.3. Deskripsi dengan Pendekatan Sistem Informasi Geografis... 42


(11)

4.1.1. Letak Geografi dan Batas Administrasi Wilayah.. 45

4.1.2. Topografi... 48

4.1.3. Klimatologi... 52

4.1.4. Hidrologi... 54

4.1.5. Geologi... 54

4.1.6. Penggunaan Lahan... 54

4.1.7. Kependudukan... 59

4.1.8. Ketenagakerjaan... 60

4.1.9. Perekonomian Daerah... 62

4.1.10. Kegiatan Usaha... 63

4.1.11. Sarana Pendidikan... 64

4.1.12. Sarana Kesehatan... 65

4.1.13. Objek Pariwisata... 65

4.2. Analisis Hasil Penelitian dan Pembahasan... 66

4.2.1. Keragaan Relatif Tingkat Perkembangan Desa-desa Pesisir Dibandingkan dengan Desa pada Umumnya di Kabupaten Batu Bara Berdasarkan Hasil Analisis Analisis Skalogram... 66

4.2.2. Analisis Multivariate untuk Mengetahui Karakteristik Masing-masing Cluster Perkembangan Desa... 76

4.2.2.1. Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)... 78

4.2.2.2. Analisis Kelompok (Cluster Analysis).. 81

4.2.2.3. Analisis Fungsi Diskriminan (Discriminant Function Analysis)... 87

4.2.3. Arahan Pengembangan... 91

BAB V KESIMPULAN... 96

5.1. Kesimpulan... 96

5.2. Saran... 98


(12)

No. Judul Halaman

1.1. Produk Domestik Bruto (PDB) perikanan dan industri perikanan

atas dasar harga berlaku Tahun 2007-2012... 4

1.2. Potensi lahan budidaya perikanan dan tingkat pemanfaatan di Indonesia (Ha) Tahun 2011... 4

1.3. Jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Batu Bara menurut Kecamatan dan Lokasi Desa... 6

1.4. Produk Domestik Bruto (PDB) perikanan dan industri pengolahan atas dasar harga berlaku Tahun 2009-2012... 8

1.5. Jumlah produksi ikan di Kabupaten Batu Bara menurut kecamatan dan lokasi tangkapan... 9

1.6. Perbandingan tingkat kesejahteraan dan pendidikan penduduk desa pesisir dan bukan desa pesisir Batu Bara... 13

2.1. Hasil-hasil penelitian terdahulu... 17

3.1. Variabel yang digunakan dalam analisis skalogram... 35

3.2. Variabel yang digunakan dalam PCA... 39

3.3. Tabel alur metodologi penelitian... 43

4.1. Letak dan kondisi geografis Kabupaten Batu Bara... 45

4.2. Luas wilayah per kecamatan di Kabupaten Batu Bara Tahun 2013... 46

4.3. Distribusi jenis great group tanah per kecamatan di Kabupaten Batu Bara... 50

4.4. Jumlah hari hujan, curah hujan, rata-rata suhu udara dan kelembaban Kabupaten Batu Bara Tahun 2009-2012... 52

4.5. Jenis dan luas penggunaan lahan di Kabupaten Batu Bara Tahun 2012... 58

4.6. Jumlah penduduk Kabupaten Batu Bara Tahun 2007 – 2012... 59

4.7. Jumlah penduduk menurut kecamatan dan letak desa Tahun 2010... 60

4.8. Jumlah dan persentase penduduk 15 tahun keatas di Kabupaten Batu Bara menurut kegiatan seminggu yang lalu Tahun 2010-2012.... 61

4.9. Persentase penduduk 15 tahun yang bekerja di Kabupaten Batu Bara menurut kecamatan dan lapangan usaha Tahun 2012... 62

4.10. PDRB Kabupaten Batu Bara menurut lapangan usaha Tahun 2011-2012 (Milliar Rupiah)... 63


(13)

4.12. Jumlah sekolah di Kabupaten Batu Bara per kecamatan Tahun 2012.. 64

4.13. Jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Batu Bara menurut kecamatan Tahun 2012... 65

4.14. Jenis, bentuk dan lokasi wisata di Kabupaten Batu Bara... 66

4.15. Hasil analisis skalogram desa-desa pesisir Kabupaten Batu Bara... 75

4.16. Nilai eigenvalue hasil analisis komponen utama... 80

4.17. Hasil analisis kelompok pada desa-desa di Kabupaten Batu Bara... 82

4.18. Karakteristik masing-masing cluster desa di Kabupaten Batu Bara... 84

4.19. Perbandingan hasil analisis skalogram dan multivariate pada desa pesisir Kabupaten Batu Bara... 89

4.20. Matriks klasifikasi desa hasil analisis fungsi diskriminan... 90

4.21. Matriks cluster desa hasil analisis fungsi diskriminan... 88


(14)

No. Judul Halaman

1.1. PDRB perkapita Batu Bara dan beberapa daerah di Sumatera Utara

Tahun 2010-2012... 7

1.2. Perkembangan persentase penduduk miskin Sumatera Utara dan Batu Bara Tahun 2007-2012... 11

1.3. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Sumatera Utara dan Batu Bara Tahun 2007-2012... 12

2.1. Kerangka pemikiran penelitian... 29

3.1. Peta lokasi penelitian... 30

4.1. Peta batas administrasi Kabupaten Batu Bara... 47

4.2. Peta topografi Kabupaten Batu Bara ... 49

4.3. Peta jenis tanah di Kabupaten Batu Bara... 51

4.4. Peta curah hujan di Kabupaten Batu Bara... 53

4.5. Peta DAS di Kabupaten Batu Bara... 55

4.6. Peta geologi di Kabupaten Batu Bara... 56

4.7. Peta penggunaan lahan di Kabupaten Batu Bara... 57

4.8. Persentase penduduk 15 tahun yang bekerja di Kabupaten Batu Bara berdasarkan lapangan usaha Tahun 2012... 61

4.9. Sebaran desa Kabupaten Batu Bara berdasarkan nilai IPD... 70

4.10. Peta tematik Kabupaten Batu Bara berdasarkan hierarki perkembangan desa... 74

4.11. Perbandingan nilai rata-rata, minimum dan maksimum IPD antara desa pesisir dan bukan pesisir serta desa umumnya di Kabupaten Batu Bara... 76

4.12. Grafik nilai tengah kelompok peubah-peubah cluster desa di Kabupaten Batu Bara... 83

4.13. Peta tematik Kabupaten Batu Bara berdasarkan cluster perkembangan desa... 85


(15)

No. Judul Halaman

1. Nilai variabel potensi desa Kabupaten Batu Bara Tahun 2011... 103 2. Nilai indeks setiap variabel potensi desa Kabupaten Batu Bara,

Tahun 2011... 121 3. Factor-variable correlations (factor Loadings), based on correlations

hasil Analisis Komponen Utama (PCA)... 141 4. Communalities, based on correlations hasil analisis komponen utama

(PCA)... 143 5. Nilai factor scores setiap desa hasil analisis komponen utama (PCA)... 145 6. Classification of cases setiap desa hasil analisis fungsi diskriminan... 149


(16)

ABSTRAK

Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu daerah pesisir di Sumatera Utara yang memiliki potensi ekonomi yang besar. Pada tahun 2012 PDRB per kapita Kabupaten Batu Bara sebesar 55,13 juta rupiah dan tertinggi di Sumatera Utara. Namun Kabupaten Batu Bara memiliki permasalahan kompleks yaitu tingginya tingkat kemiskinan dan rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang utamanya terjadi di daerah pesisir. Dalam menyusun strategi pengembangan desa pesisir di Kabupaten Bara diperlukan suatu penelitian untuk mengidentifikasi potensi dan arah pengembangannya. Berdasarkan analisis hierarki desa dengan skalogram (untuk mengetahui keragaan relatif tingkat perkembangan desa-desa pesisir dibanding desa lainnya), menunjukkan bahwa dari 19 desa pesisir di Kabupaten Batu Bara hanya satu desa tergolong hierarki I (perkembangan maju) yaitu desa Tanjung Tiram, selanjutnya hierarki II (perkembangan sedang) berjumlah 7 desa dan hierarki III (perkembangan rendah) berjumlah 11 desa. Berdasarkan analisis multivariate, ada tiga cluster perkembangan desa dengan karakteristik yang berbeda yaitu: Cluster I (akses terhadap pusat pemerintahan baik, tingkat kesejahteraan sedang, sarana pendidikan dan kesehatan kurang memadai, sarana ekonomi cukup memadai, kualitas lingkungan baik, tingkat partisipasi warga sedang); Cluster II (tingkat kesejahteraan tinggi, akses terhadap pusat pemerintahan cukup baik, jumlah dan akses sarana pendidikan dan kesehatan yang memadai, sarana ekonomi memadai, kualitas lingkungan baik, partisipasi warga tinggi); dan Cluster III (tingkat kesejahteraan rendah, akses terhadap pusat pemerintahan rendah, sarana ekonomi rendah, kualitas lingkungan rendah, partisipasi warga rendah). Arahan pengembangan disesuaikan dengan karakteristik masing-masing wilayah yaitu: Cluster I (peningkatan jumlah dan jenis usaha rumahtangga/kecil/mikro, meningkatkan jumlah dan akses pada sarana pendidikan dan kesehatan, meningkatkan kualitas SDM dan peran serta aktif warga); Cluster II (penguatan usaha rumahtangga/kecil/mikro, meningkatkan kualitas SDM melalui peningkatan akses terhadap sarana teknologi informasi dan lembaga kursus/keterampilan); dan Cluster III (meningkatkan taraf hidup masyarakat, pengembangan jumlah dan jenis usaha rumahtangga/kecil/mikro, peningkatan jumlah dan akses terhadap sarana/prasarana pendidikan, kesehatan dan ekonomi serta penataan lingkungan kumuh).

Kata Kunci: Potensi, hierarki desa (analisis skalogram), cluster desa (analisis multivariate), dan arah pengembangan.


(17)

IN BATU BARA DISTRICT

ABSTRACT

Batu Bara District is one of the coastal areas in North Sumatera which has great economic potency. In 2012, PDRB per capita in Batu Bara District was 55.13 million rupiahs which was the highest PDRB in North Sumatera. However, Batu Bara District still has complex problems such as high level of poverty and low level of the quality of human resources in the coastal area. In organizing the strategy of coastal area development in Batu Bara District, it is necessary to conduct a research in order to identify the potency and the direction of its development. Based on the analysis of village hierarchy with a scalogram (in order to find out the relative performance of the development level of the coastal areas, compared with the other villages), it was found that of 19 coastal villages in Batu Bara District, only one of them, Tanjung Tiram village, was in the category of hierarchy I (high development), seven of them were in the category of hierarchy II (moderate development), and 11 of them were in the category of hierarchy III (low development). Based on multivatriate analysis, it was found that there were three clusters of village development with different characteristics: Cluster I (included good access to central Administration, moderate level of welfare, inadequate education and health facilities, adequate economic facilities, good quality of environment, and moderate level of public participation); Cluster II (included high level of welfare, good access to central Administration, adequate access to education and health facilities, adequate economic facilities, good quality of environment, and high level of public participation); and Cluster III (included low level of welfare, bad access to central Administration, bad economic facilities, bad quality of environment, and low level of public participation). The direction of development was adjusted to the characteristics of each area: Cluster I (included improving the number and types of home/small/micro businesses, improving the number of and access to education and health facilities, and improving human resources and active public participation); Cluster II (included empowering home/small/micro businesses and improving the quality of human resources through the improvement of the access to technological information and course/skill institutions); and Cluster III (included improving people’s standard of living, developing the number and types of home/small/micro businesses, improving the number of and access to education, health, and economic facilities and infrastructure, and organizing slum areas).

Keywords: Potency, village hierarchy (scalogram analysis), village cluster (multivatriate analysis), direction of development.


(18)

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kawasan pesisir (coastal zone) merupakan daerah pertemuan antara ekosistem laut dan darat yang merupakan tempat habitat bagi berbagai mahluk hidup serta mengandung berbagai sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang bermanfaat bagi manusia. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Karena banyaknya sumberdaya yang terkandung, menjadikan kawasan ini sebagai konsentrasi pemukiman penduduk beserta dengan segenap kiprah pembangunannya. Lebih dari separuh jumlah penduduk dunia bermukim di kawasan ini. Edgreen (1993) dalam Priyanto (2010) memperkirakan bahwa sekitar 50-70 % dari 5,3 milyar penduduk di bumi sekarang ini tinggal di kawasan. Di Indonesia sebanyak 324 kabupaten/kota terletak di kawasan pesisir dan lebih dari 60 persen penduduk Indonesia tinggal di kawasan pesisir (Kementerian Perikanan dan Kelautan, 2011).

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki ± 17.504 pulau dengan garis pantai sepanjang 104.000 km (Kementerian Perikanan dan Kelautan, 2012). Berdasarkan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982, Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah seluas 3,2 juta km² yang terdiri dari perairan kepulauan seluas 2,9 juta km² dan laut teritorial seluas 0,3 juta km². Selain itu Indonesia juga mempunyai


(19)

hak ekslusif untuk memanfaatkan sumber daya kelautan dan berbagai kepentingan terkait seluas 2,7 km² pada perairan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) sampai dengan 200 mil dari garis pantai. Sebagai negara kepulauan, wilayah pesisir merupakan kawasan strategis yang memiliki berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif. Hal ini membuat wilayah pesisir berpotensi menjadi penggerak utama (prime mover) potensi ekonomi nasional. Bahkan secara historis menunjukkan bahwa wilayah pesisir ini telah berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat karena berbagai keunggulan fisik dan geografis yang dimilikinya.

Terdapat beberapa jenis potensi yang terdapat di wilayah pesisir. Menurut Dahuri et al., (2001) potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan secara garis besar terdiri dari tiga kelompok: (1) sumberdaya dapat pulih (renewable resources), (2) sumberdaya tak dapat pulih (non-renewable resources), dan (3) jasa-jasa lingkungan (environmental services). Sumberdaya dapat pulih adalah sumberdaya yang dapat dikembangkan atau dilestarikan, seperti hutan mangrove (bakau), terumbu karang, rumput laut, dan sumberdaya perikanan laut. Sumberdaya yang tidak dapat pulih terdiri dari seluruh mineral dan geologi, termasuk ke dalamnya antara lain minyak gas, batu bara, emas, timah, nikel, biji besi, batu bara, granit, tanah liat, pasir, kaolin, kerikil, dan batu pondasi. Jasa-jasa lingkungan meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan parawisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim, kawasan lindung, dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi fisiologis lainnya.


(20)

Potensi wilayah pesisir yang pemanfaatan paling besar dan menjadi tulang punggung wilayah pesisir adalah perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya. Berdasarkan Kementerian Perikanan dan Kelautan (2012) pada tahun 2011 volume produksi perikanan tangkap sebesar 5.409.100 ton yang terdiri dari 5.061.680 ton (93,58 persen) perikanan laut dan sisanya 347.420 ton (6,42 persen) berasal dari perikanan tangkap lainnya. Selain berasal dari perikanan tangkap, wilayah pesisir juga menyimpan potensi melalui perikanan budidaya. Berdasarkan sumber yang sama, pada tahun 2011 volume produksi perikanan budidaya di Indonesia tercatat sebesar 6.976.750 ton, dimana sebanyak 5.469.845 ton (78,40 persen) merupakan perikanan budidaya laut dan tambak.

Dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB), sub sektor perikanan pada tahun 2007 menyumbang 2,47 persen terhadap PDB total Indonesia dengan nilai PDB sebesar 97.967,30 milliar rupiah kemudian meningkat menjadi 2,77 persen (137.249,50 milliar rupiah) pada tahun 2008. Pada tahun 2012, sub sektor perikanan berhasil menyumbang 3,10 persen terhadap total PDB (255.332,30 milliar rupiah). Selain dari sektor primer, pada sektor industri, pada tahun 2007 industri perikanan juga menyumbang sekitar 2,75 persen terhadap PDB total Indonesia dengan nilai 108.512,60 milliar rupiah dan terus meningkat menjadi 3,38 persen (217.137,30 miliar rupiah) pada tahun 2010. Pada Tabel 1.1 berikut disajikan perkembangan nilai PDB sektor perikanan dan indutri perikanan serta kontribusinya terhadap PDB total Indonesia.


(21)

Tabel 1.1. Produk Domestik Bruto (PDB) perikanan dan industri perikanan atas dasar harga berlaku Tahun 2007-2012

Sektor 2007 2008 2009 2010 2011 2012

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]

Nilai PDB (Milliar Rupiah)

Perikanan 97.697,3 137.249,5 176.620,0 199.383,4 226.691,0 255.332,3

Industri Perikanan 108.512,6 150.888,0 193.165,4 217.137,3 -

-PDB Total 3.950.893,2 4.948.688,4 5.606.203,4 6.446.851,9 7.422.781,2 8.241.864,3

PDB Tanpa Migas 3.534.406,5 4.427.633,5 5.141.414,4 5.941.951,9 6.797.879,2 7.604.759,1

Persentase PDB Perikanan (%)

Terhadap PDB Total 2,47 2,77 3,15 3,09 3,05 3,10

Terhadap PDB Tanpa Migas 2,76 3,10 3,44 3,36 3,33 3,36

Persentase PDB Industri Perikanan (%)

Terhadap PDB Total 2,75 3,05 3,45 3,38 -

-Terhadap PDB Tanpa Migas 3,07 3,41 3,76 3,67 -

-Sumber: Statistik Indonesia, 2012 Keterangan: -) Data tidak tersedia

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa daerah pesisir sebagai penghasil utama perikanan mempunyai peran yang sangat besar dalam perekonomian dan tentunya masih memiliki potensi yang besar dan peluang untuk pengembangan. Pada Tabel 1.2 berikut disajikan potensi dan peluang pengembangan perikanan khususnya perikanan budidaya berdasarkan jenis budidaya. Dimana peluang budidaya perikanan di laut masih sangat terbuka, yaitu dari potensi sebesar 12.545.072 hektar yang sudah dimanfaatkan hanya sebesar 117.649 hektar saja atau masih sekitar 1 persen saja dari potensi yang ada.

Tabel 1.2. Potensi lahan budidaya perikanan dan tingkat pemanfaatan di Indonesia (ha) Tahun 2011

Jenis Budidaya Potensi Pemanfaatan Peluang

pengembangan

[1] [2] [3] [4]

1. Tambak 2.963.717 682.857 2.280.860

2. Kolam 541.100 146.577 394.523

3. Perairan Umum 158.125 1.290 156.735

4. Sawah 1.536.289 165.688 1.370.601


(22)

Berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 136/3240.K Tentang Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2010, Provinsi Sumatera Utara terletak pada pesisir geografis antara 1°- 4° LU dan 98° - 100° BT, sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau. Pantai Barat Sumatera Utara berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, sedangkan Pantai Timur berhadapan langsung dengan Selat Malaka. Luas areal Provinsi Sumatera Utara adalah 711.680 km² (3,72% dari luas areal Republik Indonesia).

Berdasarkan sumber yang sama, Pantai Barat Sumatera Utara memiliki garis pantai sepanjang 763,47 km (termasuk Pulau Nias). Potensi lestari beberapa jenis ikan di perairan Pantai Barat terdiri dari: ikan pelagis 115.000 ton/tahun, ikan demersal 78.700 ton/tahun, ikan karang 5.144 ton/tahun dan udang 21.000 ton/tahun. Wilayah Pantai Barat Sumatera Utara terdiri dari 6 (enam) Kabupaten/Kota yaitu: Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal dan Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan. Luas administrasi kawasan pesisir Pantai Barat mencapai 25.328 km² (sekitar 39,93% dari luas Provinsi Sumatera Utara). Jumlah pulau-pulau kecil yang terdapat di Pantai Barat Sumatera Utara mencapai 156 pulau-pulau.

Pantai Timur Sumatera Utara memiliki garis pantai sepanjang 545 km. Potensi Lestari beberapa jenis ikan di perairan Pantai Timur terdiri dari: ikan pelagis 126.500 ton/tahun, ikan demersal 110.000 ton/tahun, ikan karang 6.800 ton/tahun dan udang 20.000 ton/tahun. Wilayah pesisir Pantai Timur Sumatera Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu: Kabupaten Langkat, Kota Medan, Kota


(23)

Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Batu Bara dan Kabupaten Serdang Bedagai. Luas wilayah kecamatan pesisir dibagian timur Sumatera Utara adalah 43.133,44 km² yang terdiri dari 35 kecamatan pesisir dengan jumlah desa sebanyak 436 desa. Di Pantai Timur Sumatera Utara hanya terdapat 6 (enam) pulau-pulau kecil.

Salah satu kabupaten di wilayah pesisir Pantai Timur Sumatera Utara yang memiliki potensi yang besar adalah Kabupaten Batu Bara. Secara administratif saat ini Kabupaten Batu Bara terdiri dari 7 kecamatan dan 151 desa/kelurahan dengan luas wilayah 904,96 km2. Pada wilayah ini terdapat 21 desa pesisir yang terletak di 5 kecamatan dengan panjang pantai 58 km. Berikut pada Tabel 1.3 disajikan jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Batu Bara menurut kecamatan dan lokasi desa.

Tabel 1.3. Jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Batu Bara menurut kecamatan dan lokasi desa

Kecamatan Desa pesisir Bukan

desa pesisir Jumlah

[1] [2] [3] [4]

1. Sei Balai - 14 14

2. Tanjung Tiram 8 14 22

3. Talawi 2 18 20

4. Limapuluh 3 32 35

5. Air Putih - 19 19

6. Sei Suka 2 18 20

7. Medang Deras 6 15 21

Jumlah 21 130 151

Sumber: BPS Kabupaten Batu Bara, 2013

Dengan luas wilayah dan panjang pantai sedemikian tersebut tentunya wilayah pesisir Batu Bara menyimpan potensi yang sangat besar. Beberapa potensi yang dimiliki antara lain: (1) Memiliki sumberdaya perikanan tangkap dan sumberdaya perikanan budidaya yang cukup tinggi; (2) Memiliki peluang


(24)

dikembang dukungan stakeholde melalui be Berb Bara meru yang dapa kapita, dim Pada Gam Batu Bara secara um Bara ini d salah satun Gambar Asahan Simalung Serdang Medan Batu Bar Sumut Jutaan Rp As gkan sebag dan respo er yang ter erbagai prog bagai data upakan dae at memberi mana Kabup mbar 1.1 dis a sebesar 55 mum yang s

disebabkan nya PT. Ina

1.1. PDRB Tahun gun Bedagai ra 0 10 20 30 40 50 60 p. sahan Sim

gai lokasi w ons yang p rkait untuk gram untuk

yang akan rah potensi ikan gamba paten Batu B sajikan bahw 5,13 juta ru

ebesar 26,5 karena ban alum. perkapita B 2010-2012 2010 17,85 12,67 16,33 39,72 44,14 21,11 malungun S wisata pant positif dari meningkat meningkatk

disajikan m i perekonom

aran potens Bara adalah wa pada ta upiah jauh l 57 juta rupi nyaknya ind

Batu Bara da

Serdang Beda

tai & wisat i pemerinta tkan keseja kan kesejah menunjukk mian yang t

si tersebut h yang palin ahun 2012 P lebih tinggi iah. Tinggin dustri besar an beberapa 2011 20,24 14,09 18,12 44,21 50,06 23,99 agai Meda ta bahari; ah kabupat ahteraan ma hteraan masy kan bahwa

tinggi. Sala adalah tin ng tinggi di PDRB perk i dibanding nya PDRB r yang bero

a daerah di S

an Batu Ba

dan (4) Ad ten, DPRD asyarakat p yarakat pes Kabupaten ah satu indi ngkat PDRB

Sumatera U kapita Kabu

Sumatera U Kabupaten operasi term Sumatera U 2012 22,68 15,71 20,38 49,89 55,13 26,57 ara Sumut danya D dan pesisir isir. Batu ikator B per Utara. upaten Utara Batu masuk Utara, t


(25)

Sebagaimana daerah pesisir lainnya, sektor perikanan juga memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian Kabupaten Batu Bara. Informasi pada Tabel 1.4 Menunjukkan bahwa sub sektor perikanan pada Tahun 2009 menyumbang 3,96 persen terhadap PDRB total Kabupaten Batu Bara dengan nilai PDRB sebesar 574,33 milliar rupiah, angka ini relatif tidak berubah sampai dengan Tahun 2012. Pada Tahun 2012, sub sektor perikanan menyumbang 3,75 persen terhadap total PDRB (788,30 milliar rupiah). Sektor yang memberikan kontribusi terbesar bagi PDRB Kabupaten Batu Bara adalah sektor industri yakni mencapai 33,50 persen pada tahun 2012 dengan nilai PDRB sebesar 11,26 trilliun rupiah, dimana sebesar 33,50 persen disumbang industri pengolahan makanan, minuman dan tembakau yang salah satunya adalah industri pengolahan hasil perikanan.

Tabel 1.4. Produk Domestik Bruto (PDB) perikanan dan industri pengolahan atas dasar harga berlaku Tahun 2009-2012

Sektor 2009 2010 2011 2012

[1] [2] [3] [4] [5]

Nilai PDB (Milliar Rupiah)

Perikanan 574.330,31 642.639,86 721.103,43 788.295,69

Industri Pengolahan 7.772.676,61 8.888.294,31 10.172.560,42 11.260.000,33

PDB Total 14.517.227,58 16.590.572,11 18.994.983,01 21.006.930,39

Persentase Terhadap PDB Total (%)

Perikanan 3,96 3,87 3,80 3,75

Industri Makanan, Minuman dan Tembakau

53,54 53,57 53,55 53,60 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara 2013, (Data Diolah)

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa daerah pesisir sebagai penghasil utama perikanan mempunyai peran yang sangat besar dalam perekonomian dan tentunya masih memiliki potensi yang besar dan peluang untuk pengembangan. Berdasarkan informasi pada Tabel 1.5, jumlah produksi ikan di Kabupaten Bara


(26)

pada Tahun 2012 adalah sebesar 29,44 ribu ton yang terdiri dari 28,66 ribu ton (97,34 persen) berasal dari laut dan sisanya sebesar 781,86 ton (2,66 persen) merupakan hasil budi daya perikanan darat. Jumlah produksi ikan ini diyakini masih jauh dari potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Batu Bara baik perikanan laut maupun perikanan darat.

Tabel 1.5. Jumlah produksi ikan di Kabupaten Batu Bara menurut kecamatan dan lokasi tangkapan

Kecamatan Perikanan

laut

Perikanan

darat Jumlah

[1] [2] [3] [4]

1. Sei Balai - 99,92 99,92

2. Tanjung Tiram 14.960,00 75,80 15.035,80

3. Talawi 2.997,00 32,10 3.029,10

4. Limapuluh 1.805,00 29,10 1.834,10

5. Air Putih - 81,82 81,82

6. Sei Suka 1.878,00 33,27 1.911,27

7. Medang Deras 7.020,00 429,85 7.449,85

Jumlah 28.660,00 781,86 29.441,86

Sumber: BPS Kabupaten Batu Bara, 2013

Berbagai penjelasan tersebut di atas sudah jelas menggambarkan betapa wilayah pesisir menyimpan potensi yang sangat besar. Akan tetapi pada kenyataannya yang terjadi sampai saat ini adalah bahwa kawasan pesisir masih sangat termarjinalkan oleh karena desa-desa pesisir sangat berpotensi menjadi kantong-kantong kemiskinan. Masyarakat pesisir yang mendiami desa-desa pesisir kehidupannya sangat memprihatinkan, terampas hak-haknya sehingga menjadi miskin. Kemiskinan di daerah pedesaan menjadi penyebab dan akibat terjadinya kerusakan sumberdaya alam pedesaan yang berdampak pada masyarakat luas (Rustiadi., et al., 2001). Kesalahan pelaksanaan pembangunan selama ini karena proses perencanaan pembangunan yang dilakukan masih bersifat “top-down”. Dimana pemerintah masih menganggap memiliki kewenangan secara legal karena memegang amanat yang legitimate. Padahal


(27)

dibalik amanat yang diterimanya, pemerintah berfungsi melayani/memfasilitasi masyarakat yang berkepentingan secara langsung di dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada.

Kemiskinan dan tekanan-tekanan sosial ekonomi yang dihadapi oleh rumahtangga nelayan di desa pesisir berakar dari faktor-faktor kompleks yang saling terkait. Faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan kedalam faktor alamiah dan non alamiah. Faktor alamiah berkaitan dengan fluktuasi musim penangkapan dan struktur alamiah sumberdaya ekonomi desa. Faktor non alamiah berhubungan dengan keterbatasan daya jangkau teknologi penangkapan, ketimpangan dalam sistem bagi hasil dan tidak adanya jaminan sosial tenaga kerja yang pasti, lemahnya jaringan pemasaran dan belum berungsinya koperasi nelayan yang ada, serta dampak negatif kebijakan modernisasi perikanan yang telah berlangsung sejak seperempat abad terakhir ini.

Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu daerah pesisir yang memiliki potensi perekonomian yang besar, namun di sisi lain masih memiliki permasalahan kompleks yaitu tingginya tingkat kemiskinan dan rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa Kabupaten Batu Bara memiliki nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku Tahun 2012 tercatat sebesar 21,01 trilliun rupiah dan atas harga konstan sebesar 8,11 trilliun rupiah serta dengan PDRB perkapita atas dasar harga berlaku sebesar 55.132.971 rupiah dan merupakan yang tertinggi di Sumatera Utara. Namun pada waktu yang sama persentase penduduk miskin secara makro di Kabupaten Batu Bara sebesar 11,24 persen lebih tinggi dari rata-rata Sumatera Utara yang sebesar 10,41 persen. Kondisi ini tentunya


(28)

menunjuk sepenuhny tingginya perusahaa Gambar 1 Bara dan S

Gambar Sela ditunjukka rendah. dimana ni rata Suma IPM Kabu dua puluh IPM di S 2012). 1 1 1 1 1 2 Persen kkan bahwa ya dinikmat nilai PDRB an industri b

1.2. berikut Sumatera U

r 1.2. Perkem Batu B ain tingkat

an oleh kua Hal ini dig ilai IPM Ka atera Utara. upaten Batu h lima di Su Sumatera U

13,9 17,8 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2007 potensi per ti oleh masy B Kabupate besar sepert

disajikan p Utara dari Ta

mbangan P Bara Tahun kemiskinan alitas sumbe gambarkan abupaten Ba . Pada Gam u Bara terca

umatera Ut Utara adalah 12,55 89 13,6 2008 Sum rekonomian yarakat Batu en Bara ini ti PT. Inalu perkembang ahun 2007-2

ersentase Pe n 2007-2012

n yang ma er daya man

melalui In atu Bara m mbar 1.3 di atat sebesar

tara. Untuk h sebesar 7

11,51 64

12,8

2009 matera Utara

n Batu Bara u Bara. Hal i merupaka um dan peru gan persent 2012. enduduk M 2 asih tinggi, nusia Kabup ndeks Pem masih jauh le

sajikan, bah 72,71 dan h perbanding 75,13 (BPS 11,31 87 12,2 2010 Batu Bara

a yang demi ini dapat di an kontribu usahaan bes tase pendud

Miskin Suma , kondisi y paten Batu B mbangunan

ebih rendah hwa pada t hanya mene gan, pada ta S Provinsi S

10,83 29 11, 2011 a ikian besar imengerti k si dari beb sar lainnya. duk miskin

atera Utara d yang sama Bara yang m Manusia (I h dibanding

tahun 2012 empati perin ahun yang Sumatera U

10,41 67 11 2012 tidak karena erapa Pada Batu dan juga masih IPM), g nilai ngkat sama Utara, 1,24 2


(29)

Gambar Ting di Kabupa Sehingga dengan ke buruk, inf berikut di BLT 2011 huruf) yan kaca mata Sosial) Ta desa pesis kategori mencapai 72,7 68 69 70 71 72 73 74 75 76 2 1.3. Perkem Batu B gginya tingk aten Batu B dapat dika emiskinan, frastruktur isampaikan 1) dan tingk ng dibedaka a kemiskin ahun 2011 sir Kabupate sangat mis 55,10 perse 78 73 70,55 2007 mbangan Ind Bara Tahun kat kemiski Bara diperk atakan bahw kualitas su yang terba informasi kat pendidik an menurut nan mikro yang dilaku en Batu Bar skin, miski en jauh leb

3,29 70,98 2008 Su deks Pemba 2007-2012 nan serta re kirakan mer wa daerah umberdaya atas dan ko terkait ting kan (ijazah t desa pesisi hasil PPL ukan oleh B ra yang men in, hampir bih tinggi di

73,8 71,25 2009 umatera Utara angunan Ma endahnya ku rupakan kon pesisir Kab manusia y ondisi buruk gkat kemisk

tertinggi yan ir dan desa LS (Pendata BPS, persen nerima BLT miskin d ibanding ko 74,19 71,62 2010 Batu Bara anusia Sum ualitas sumb ntribusi dar bupaten Ba yang rendah k lainnya. kinan (pers ng dimiliki bukan pesi aan Program ntase rumah T yaitu ruma dan rentan ondisi di de

74,65 2 72,0 2011 a atera Utara berdaya ma ri daerah pe atu Bara id h, sanitasi Pada Tabe entase pene dan tingkat isir. Berdas m Perlindu htangga di ahtangga de miskin la esa bukan p

75,13 08 72 2012 dan anusia esisir. dentik yang el 1.6 erima t buta arkan ungan desa-engan innya pesisir 2,71


(30)

yang sebesar 37,89 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat desa pesisir jauh lebih rendah dibanding masyarakat desa bukan pesisir atau masyarakat Batu Bara pada umumnya.

Tabel 1.6. Perbandingan tingkat kesejahteraan dan pendidikan penduduk desa pesisir dan bukan desa pesisir Batu Bara

Indikator Desa

pesisir

Bukan desa

pesisir Total

[1] [2] [3] [4]

Persentase Penerima BLT 2011 55,10 37,89 41,16

Tingkat Buta Huruf (%), 2010 6,66 3,30 4,16

Ijazah Tertinggi yang Dimiliki (%), 2010

• Tidak/belum Tamat SD 20,16 12,41 14,38

• Tamat SD 39,74 33,47 35,06

• Tamat SLTP 21,10 25,58 24,44

• Tamat SLTA 16,56 24,78 22,69

• Tamat Perguruan Tinggi 2,44 3,77 3,43

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, (Data Diolah)

Selanjutnya dilihat dari kemampuan membaca dan menulis, tingkat buta penduduk di desa pesisir jauh lebih tinggi dibanding penduduk di desa bukan pesisir yaitu 6,66 persen dibanding 3,30 persen. Dilihat dati tingkat pendidikan yang ditamatkan, berdasarkan data Sensus Penduduk Tahun 2010, penduduk 15 tahun keatas di desa pesisir Kabupaten Batu Bara pada umumnya hanya tamat SD yaitu mencapai 39,74 persen. Namun selain itu terdapat juga sekitar 20,16 persen penduduk dewasa di pesisir Kabupaten Batu Bara yang tidak pernah sekolah atau tidak tamat SD. Kondisi tersebut tentunya sangat menghawatirkan dan wajib mendapat perhatian serius, karena hanya 40,10 persen saja yang tamat pendidikan dasar (SLTP). Demikian pula jika dibanding dengan wilayah bukan pesisir, kualitas penduduk desa pesisir juga masih tertinggal.


(31)

Masih terpuruknya kehidupan masyarakat pesisir tersebut salah satunya disebabkan bahwa pada masa lalu, paradigma pembangunan lebih memprioritaskan masyarakat perkotaan sedangkan masyarakat pesisir kurang diperhatikan. Pemerintah daerah tidak membedakan secara khusus kawasan pesisir dengan kawasan lainnya. Sudah saatnya paradigma tersebut dirubah dengan memberikan perhatian khusus terhadap masyarakat pesisir agar mampu mengejar ketertinggalan mereka akibat paradigma masa lampau.

Salah satu upaya untuk mengejar ketertinggalan desa-desa pesisir Kabupaten Batu Bara ini adalah dengan mengembangkan desa-desa pesisir tersebut. Dalam rangka pengembangan desa-desa pesisir tersebut, perlu terlebih dahulu diketahui akar permasalahan dan potensi desa-desa pesisir. Langkah awal dalam upaya pemanfaatan wilayah pesisir secara berkelanjutan adalah melakukan kegiatan identifikasi kondisi sosial ekonomi masyarakat desa pesisir. Pemahaman yang menyeluruh tentang kondisi ini dapat dikernbangkan untuk pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan secara berkelanjutan.

Dengan demikian perlu dilakukan reorientasi kebijakan terhadap pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir di Kabupaten Batu Bara. Sebagai langkah awal dalam menciptakan prakondisi reorientasi kebijakan pola pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Kabupaten Batu Bara, maka dilakukan penelitian yang dapat mengetahui tingkat perkembangan wilayah desa-desa pesisir di Kabupaten Batu Bara.


(32)

1.2. Perumusan Masalah

Telah banyak upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah di wilayah pesisir oleh para stakeholder, namun ternyata belum dapat memberikan hasil yang optimal. Dengan kata lain desa-desa pesisir tersebut pembangunannya tetap termarginalkan. Berdasarkan hal tersebut rumusan permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana keragaan relatif tingkat perkembangan desa-desa pesisir dibandingkan dengan desa lainnya di Kabupaten Batu Bara?

2. Bagaimana karakteristik dari masing-masing cluster perkembangan desa? 3. Bagaimana arah pengembangan desa-desa pesisir di Kabupaten Batu Bara ke

depan, berdasarkan karakteristik dari masing-masing cluster perkembangan desa tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui keragaan relatif tingkat perkembangan desa-desa pesisir dibandingkan dengan desa lainnya di Kabupaten Batu Bara;

2. Mengetahui karakteristik dari masing-masing cluster perkembangan desa; 3. Memberikan arahan strategis pengembangan desa-desa di Kabupaten Batu

Bara ke depan, berdasarkan karakteristik dari masing-masing cluster perkembangan desa tersebut.


(33)

1.4. Manfaat Penelitian

Sebagai suatu kajian analisis pengembangan wilayah, secara akademik penelitian ini kiranya dapat bermanfaat sebagai informasi awal untuk penelitian lebih lanjut tentang berbagai potensi dan arah pengembangan desa pesisir di Provinsi Sumatera Utara umumnya dan Kabupaten Batu Bara khususnya. Dengan kata lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi salah satu aspek pengembangan potensi di wilayah pesisir Kabupaten Batu Bara, yang sampai sekarang ini belum banyak diketahui dan dikaji. Pada gilirannya, penelitian ini kiranya memberikan manfaat bagi penentu kebijakan untuk mengelola dan memberdayakan potensi di wilayah pesisir Kabupaten Batu Bara khususnya.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Penelitian Sebelumnya.

Beberapa hasil penelitian sebelumnya terkait analisis potensi dan arah pengembangan desa pesisir disajikan pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1. Hasil-hasil penelitian terdahulu

No. Nama Judul Variabel/Metode Kesimpulan

[1] [2] [3] [4] [5]

1 Achmad Fahrudin

(1996)

Analisa Ekonomi

Pengelolaan Lahan

Pesisir Kabupaten

Subang, Jawa Barat

Penilaian Ekonomi

Sumber Daya Pesisir

dilakukan dengan Tiga Tahap:

 Tahap identifikasi

manfaat dan

keterkaitan antar

komponen sumberdaya

 Tahap kuantifikasi

manfaat dan fungsi ke dalam nilai uang

 Tahap penilaian

alternatif alokasi

pemnfaatan lahan

pesisir

 Lahan pesisir Kabupaten

Subang yang

dimanfaatkan untuk

hutan mangrove dengan pola tambak tumpangsari

seluas 5.328,60 ha

dengan nilai ekonomi Rp.79,92 milyar/tahun. Untuk tambak rakyat

seluas 8.354,28 ha

(Rp.14,87 milyar/tahun)

 Untuk meningkatkan

nilai ekonomi total lahan

lebih baik dengan

meningkatkan

produktifitas 3.420,72 ha tambak dari 8.354,28 ha tambak yang sudah ada

2 Andreas D. Patria

(1999)

Analisis Kebijakan

Pengembangan

Pariwisata Pesisir

dengan Pendekatan

Pengelolaan

Sumberdaya Pesisir

yang Berkelanjutan

(Studi Kasus di Pesisir Utara Pulau Bintan Kepulauan Riau)

Manfaat dan kerugian

(biaya) yang dirasakan masyarakat dengan AHP,

Analisis dinamika

perilaku masyarakat

 Terjadi perubahan pola hidup masyarakat dan kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja

 Sistem ganti rugi telah menyebabkan mayarakat

kehilangan hak atas

tanah dan akses ke

peraiaran

 Terjadinya kesenjangan

struktur penguasaan

lahan


(35)

No. Nama Judul Variabel/Metode Kesimpulan

[1] [2] [3] [4] [5]

3. Harrison (2000) Analisa Kebijakan

Pengelolaan

Sumberdaya Hutan

Mangrove di Kawasan Pesisir Kapet Batulicin Kota Baru Kalimantan Selatan

Analisis kebijakan dengan Analytical Hierarchy Process (AHP)

 Permasalahan paling

dominan adalah

koordinasi dari setiap

sektor yang terlibat

dalam pengelolaan

sumberdaya mangrove

 Adanya tumpang tindih fungsi dan kewenangan serta produk peraturan antara Dinas Kehutanan dan Pariwisata

 Untuk meningkatkan

nilai ekonomi total lahan

lebih baik dengan

meningkatkan

produktifitas 3.420,72 ha tambak dari 8.354,28 ha tambak yang sudah ada

4. Marintan Rosienti

Sinurat (2000)

Analisis Kelembagaan

dalam Pengelolaan

Sumberdaya Pesisir di Wilayah Pesisir Timur Rawa Sragi Kabupaten Lampung Selatan

Analisis evaluasi lahan,

Penentuan prioritas

kegiatan pemanfaatan

ruang, Analisis fungsi dan wewenang kelembagaan,

Analisis SWOT

kelembagaan

 Evaluasi kesesuaian

lahan pertanian sawah pada umumnya sangat sesuai

 Prioritas penggunaan

lahan menurut persepsi

masyarakat adalah

tambak

 Faktor yang

mempengaruhi

terjadinya konflik dalam

pemanfaatan ruang

adalah terjadinya

penyimpangan pemanfaatan ruang

5. Sugiarti (2000) Analisis Kebijakan

Pemanfaatan Ruang

Wilayah Pesisir di

Kota Pasuruan

Prioritas Penggunaan Lahan, Persepsi Stakehoolder, SIG

Aspirasi masyarakat

merupakan elemen penting

dalam pengunaan lahan

pantai dan perubahannya

6. Bambang

Deliyanto (2001)

Studi Evaluasi

Dampak

Pembangunan Wisata

Bahari terhadap

Lansekap Lahan

Pantai

Observasi Lapangan

Parameter Lansekap

Pantai, Persepsi dan

Aspirasi Masyarakat,

Rencana Tata Ruang

Wilayah

Perlu adanya

pengembangan dampak

positif yang disertai

pengelolaan dampak negatif

pada kegiatan

pengembangan wisata


(36)

No. Nama Judul Variabel/Metode Kesimpulan

[1] [2] [3] [4] [5]

7. Zarmawis Ismail

(2001)

Pengembangan

Potensi Sosial

Ekonomi Masyarakat Wilayah Pesisir yang Berkelanjutan

 Aspek Sosial

(kependudukan dan

aktivitas masyarakat),

 Aspek Ekonomi

(pekerjaan, pendapatan dan sarana/prasarana)

 Aspek Kebijakan

Pemerintah

 Aspek Lingkungan

 Konsep pengembangan potensi sosial ekonomi harus didasarkan pada

analisis faktor-faktor

kekuatan, kelemahan,

peluang dan tantangan

yang dihadapi

masyarakat wilayah

pesisir dan faktor-faktor yang memfasilitasi upaya pengembangan

Konsep pengembangan

potensi sosial ekonomi harus disesuaikan dengan kemampuan daerah

8. M. Saleh Oesman

(2002)

Pola Keterkaitan

Pengelolaan

Sumberdaya Pesisir

Pantai Secara

Berkelanjutan dalm

Pembangunan

Wilayah di Kabupaten Lombok Timur

Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, Kelembagaan, Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Secara Parsial

Terdapat 5 (lima) dimensi keterkaitan yaitu:

 Dimensi produksi

 Dimensi kesejahteraan

 Dimensi pola hubungan antar stakeholders

 Dimensi pembangunan

wilayah

 Dimensi kelembagaan

9. Slamet Tarno

(2002)

Pengelolaan Wilayah

Pesisir Berbasis

Masyarakat Berdasarkan Pendekatan

Sosiolinguistik (Studi Kasus Pengelolaan

Wilayah Pesisir di

Provinsi Lampung)

Prilaku

Sosial-Komunikasi, Karakter

Ruang Sosial, Analisis Spasial

 Interaksi perilaku sosial

ekonomi komunitas

dialek keterkaitannya

dengan sumberdaya

pesisir masih kecil

 Prilaku sosiolingistik komunitas dialek dalam

pengelolaan pesisir

masih kecil

10. Yulia Asyiawati

(2002)

Pendekatan Sistem

Dinamik Dalam

Penataan Ruang

Wilayah Pesisir (Studi Kasus Wilayah Pesisir

Kabupaten Bantul,

Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta)

Kompleksitas kehidupan

masyarakat dan aneka

ragam konflik

menyangkut lokasi dan perolehan lahan

Faktor yang mempengaruhi penataan ruang wilayah pesisir Kabupaten bantul adalah:

Luas lahan pesisir, luas

lahan kegiatan usaha,

jumlah penduduk, jumlah tenaga kerja, produksi dan

produktivitas lahan

kegiatan usaha serta


(37)

No. Nama Judul Variabel/Metode Kesimpulan

[1] [2] [3] [4] [5]

11. Rika Ventina dan

Kasyful Mahalli (2006)

Perencanaan Wilayah

Pesisir Sebagai

Dampak Proyek

Marine and Coastal Resources

Management Project (MCRMP) (Studi kasus di Desa Gambus Laut Kecamatan Lima

Puluh Kabupaten

Batubara)

Peningkatan kapasitas dan pemberdayaan

masyarakat, Jumlah

produksi, Harga jual dan Pendapatan nelayan

 Terjadi peningkatan

jumlah produksi ikan,

harga jual dan

pendapatan masyarakat

 Peranan institusi semakin

meningkat, khususnya

kelompok nelayan yang

berakibat terhadap

peningkatan aktivitas

ekonomi

12. Maykel A. J.

Karauwan (2007)

Kajian Pengelolaan

Ekosistem Pesisir di

Sekitar Kawasan

Reklamasi Teluk

Manado Provinsi

Sulawesi Utara

Kondisi ekosistem pesisir

di sekitar kawasan

reklamasi Teluk Manado, Pemanfaatan sumberdaya lingkungan pesisir

Telah terjadi perubahan ekosistem pesisir dan laut yang berpengaruh terhadap

mangrove, lamun dan

terumbu karang

13. Agus Purwoko,

Sumono, Sirojuzilam, Tavi Supriana (2009)

Analisis Perencanaan

Peruntukan dan

Pengelolaan

Ekosistem Mangrove Untuk Pengembangan Wilayah di Kawasan Pesisir Kabupaten Deli Serdang

 Bahan dan peralatan: citra satelit Landstat ETM tahun 2006, 2008 dan lainnya, peta rupa

bumi

kecamatan-kecamatan yang

termasuk dalam

wilayah penelitian, peta

administrasi sampai

tingkat desa serta data

sosial ekonomi

masyarakat.

 Analisis: analisis

biofisik, analisis regresi dan analisis jalur

 Tingkat kerusakan

ekosistem mangrove dan kesesuaian peruntukkan ekosistem mangrove di

Kabupaten Serdang

Bedagai dipengaruhi

secara bersama-sama

oleh intensitas

pengamanan,

penebangan kayu bakau,

kegiatan pertambakan,

kegiatan perkebunan,

pemanfaatan hasil hutan

non kayu, intensitas

penyuluhan, kedekatan

dengan industri

pengolahan kayu bakau,

keberadaan kelompok

dan lembaga swadaya masyarakat, dan tingkat pemahaman masyarakat terhadap lingkungan

 Pengembangan wilayah

di kawasan pesisir

Kabupaten Serdang

Bedagai dipengaruhi

bersama-sama oleh

tingkat kerusakan dan kesesuaian peruntukkan ekosistem mangrove


(38)

No. Nama Judul Variabel/Metode Kesimpulan

[1] [2] [3] [4] [5]

14. Basah Hernowo

(2009)

Kajian Pembangunan Ekonomi Desa Untuk Mengatasi Kemiskinan

Kondisi Wilayah, Kondisi Ekonomi Desa, Potensi

Desa Persepsi

Stakeholder, Sosial

Ekonomi Desa,

Kelembagaan Desa

 Tinggi rendahnya tingkat

kemiskinan di desa

dipengaruhi tipologi desa

 Terpenuhinya prasarana dan sarana desa belum mampu untuk menjadi

stimulus penggerak

ekonomi desa

15. Abdul Rasid Salim

(2010)

Kajian Pemanfaatan

Pesisir yang

Berwawasan

Lingkungan (Studi

Kasus Desa

Batubarani dan Desa Guangobotu

Kecamatan Kabila

Kabupaten Bonebolongo)

Identifikasi kondisi

eksisiting lingkungan dan sosial ekonomi, Analisis SWOT

Untuk memaksimalkan

potensi SDA dan

meminimalkan kondisi

yang mengakibatkan

degradasi ekosistem

lingkungan dan

pemanfaatan ruang pesisir, diperlukan suatu rencana

strategi, zonasi,

pengelolaan, di dukung

pengawasan masyarakat

dan pemerintah agar

terciptanya keberlanjutan

pembangunan (Sustanable

Development)

16. Dwi Ari Priyanto

(2010)

Analisis

Pengembangan

Desa-Desa Pantai Bagi

Pengelolaan Konflik

Penangkapan Ale-Ale (Meretrix Spp) Di

Perairan Ketapang

Kalimantan Barat

Identifikasi konflik,

Menggali aspirasi nelayan

dan pandangan

stakeholder, Keragaan relatif

 Adanya pengolahan dan tipologi konflik: alokasi

internal, yurisdiksi

perikanan dan

mekanisme pengelolaan

 Nelayan umumnya

menginginkan

bimbingan teknis

pengolahan dan

pemasaran serta

diversifikasi produk

olahan. Sedangkan

stakeholder cenderung memilih industri sebagai arah pengembangan

 Terdapat 5 (lima) faktor

yang mencirikan

tipologi wilayah

17. Abdul Kohar

Mudzakir (2011)

Dampak Pengembangan

Perikanan Budidaya

terhadap Penurunan

Kemiskinan, Peningkatan

Pendapatan dan

Penyerapan Tenaga

Kerja di Jawa Tengah

Melakukan estimasi

tingkat produksi, Nilai

produksi, PDRB

perikanan budidaya,

Peningkatan pendapatan

dan penurunan

kemiskinan serta

Penyerapan tenaga kerja pada tahun 2014

Sampai dengan tahun 2014 ditargetkan:

 Produksi perikanan

budidaya sebesar

956.882 ton dan

menghasilkan PDRB

11,3 trilyun rupiah

 Terjadi penurunan

jumlah penduduk miskin sebesar 491.784 orang

 Terjadi penyerapan

tenaga kerja sebesar


(39)

2.2. Pengertian Wilayah Pesisir

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Selanjutnya dalam Lampiran Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.34/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Penataan Ruang, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil disebutkan bahwa wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut: ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Batasan di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat garis batas nyata wilayah pesisir. Batas tersebut hanyalah garis khayal yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat. Ditempat yang landai garis batas ini dapat berada jauh dari garis pantai, dan sebaliknya untuk wilayah pantai yang terjal. Pengertian tersebut mengindikasikan terjadinya interaksi antar ekosistem perairan pesisir sehingga memunculkan kekayaan potensi habitat pesisir yang beragam. Namun demikian, kondisi hidup habitat pesisir seperti ini berpotensi mudah mengalami kerusakan akibat kegiatan manusia yang tidak bertanggung jawab.

Menurut Dahuri (2001), terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut. Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line), maka wilayah pesisir mempunyai dua


(40)

macam batas (boundaries), yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus garis pantai (cross shore). Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat dikatakan bahwa wilayah pesisir mempunyai dua karateristik, yaitu sebagai wilayah pertemuan antara daratan dan lautan dan sebagai tempat hidup beragam ekosistem yang saling berinteraksi sehingga memungkinkan dapat diakses dengan mudah oleh aktivitas manusia. Masyarakat yang tinggal pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil disebut masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir dimaksud adalah nelayan, pembudidaya, pemasar ikan, pengolah hasil laut, dan masyarakat pesisir lainnya yang menggantungkan kehidupannya dari sumber daya kelautan dan perikanan.

2.3. Pengertian Potensi Pesisir dan Permasalahannya

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), potensi diartikan sebagai segala sesuatu yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan. Oleh karena wilayah pesisir memiliki kekayaan sumberdaya alam dan manusia (generasi muda) yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan, maka potensi pesisir dapat diartikan sebagai segala sumberdaya alam dan manusia pesisir yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan bagi kesejahteraan hidup masyarakat pesisir. Pengembangan dimaksud dapat dilakukan melalui suatu proses pembangunan yang memanfaatkan segala potensi pesisir.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir secara garis besar terdiri dari tiga kelompok: (1) sumberdaya dapat pulih (renewable resources), (2) sumberdaya tak dapat pulih (non-renewable resources), dan (3) jasa-jasa lingkungan (environmental services) (Dahuri et al., 2001).


(41)

Seperti terjadi pada wilayah lainnya, pemanfaatan potensi pesisir dalam pembangunan wilayah pesisir juga tidak luput dari masalah, khususnya sumberdaya pesisir yang dapat pulih. Secara garis besar, gejala kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian sumberdaya pesisir dan lautan di Indonesia meliputi: pencemaran, degradasi fisik habitat, over-eksploitasi sumber daya alam, abrasi pantai, konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya, dan bencana alam. Keberadaan masalah tersebut menyebabkan potensi wilayah pesisir tidak dapat digunakan sesuai dengan mutu dan fungsinya untuk kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat pesisir. Berdasarkan gambaran Poverty Headcount Index, 32 % masyarakat pesisir tergolong miskin. Dari data penduduk, sebanyak 16.420.000 jiwa masyarakat Indonesia hidup di 8.090 desa pesisir, sebagian masih tergolong miskin (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012).

2.4. Pengembangan Wilayah

Pengembangan adalah upaya memajukan, memperbaiki atau meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Pengertian pengembangan berbeda dengan pengertian pembangunan, namun dalam aktualisasinya tidak mudah membedakan kedua pengertian tersebut. Oleh karena itu pada hakekatnya pengertian pengembangan sudah termasuk dalam pengertian pembangunan (Jayadinata, 1992 dalam Ventina 2006).

Pengembangan wilayah selanjutnya dapat didefinisikan sebagai upaya menata ruang dan memanfaatkan sumberdaya yang ada secara lebih optimal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sukirno (2000) membedakan wilayah atas tiga pengertian yaitu :


(42)

1. Wilayah homogen, yaitu dimana kegiatan ekonomi yang berlaku di berbagai pelosok ruang mempunyai sifat yang sama, antara lain ditinjau dari segi pendapatan perkapita dari segi struktur ekonomi.

2. Wilayah modal, merupakan suatu wilayah sebagai ruang ekonomi dikuasai oleh beberapa pusat kegiatan ekonomi.

3. Wilayah administrasi, yaitu suatu wilayah yang didasarkan atas pembagian administrasi Pemerintahan.

Selanjutnya Anwar (1999) dalam Priyanto (2010) menyatakan bahwa pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan kontribusi kepada pembangunan suatu wilayah. Konsep pengembangan wilayah adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya dengan penyeimbangan dan penyerasian pembangunan antar daerah, antar sektor serta antar pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah.

2.5. Prinsip Pembangunan Berkelanjutan

Paradigma pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi perlu digandeng dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan berkelanjutan didefinisikan oleh World Commission on Environment and Development (1987), adalah ”pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang memenuhi kebutuhannya”. Konsep pembangunan yang berkelanjutan tersebut telah menjadi kesepakatan hampir seluruh bangsa-bangsa di dunia sejak KTT Bumi di Rio de Janeiro 1992.


(43)

Menurut (Dahuri et al., 2001), secara ekologis terdapat empat persyaratan utama yang menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan yaitu: (1) keharmonisan spasial, (2) pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutan, (3) membuang limbah sesuai kapasitas asimilasi lingkungan dan (4) mendesain dan membangun prasarana dan sarana sesuai karakteristik serta dinamika ekosistem pesisir dan lautan.

2.6. Kerangka Pemikiran

Perkembangan Kabupaten Batu Bara yang pesat tentunya akan membawa pengaruh besar terhadap lingkungannya termasuk lingkungan pesisir. Hal ini karena perkembangan kota akan diiringi dengan perkembangan teknologi, industri, pertumbuhan penduduk, sarana pemukiman, fasilitas umum dan sosial, serta sarana transportasi yang akan memberikan tekanan terhadap lingkungan.

Apabila hal ini tidak dikelola dengan baik, maka sangat mungkin akan menimbulkan masalah lingkungan (fisik, kimia, biologi, sosial, ekonomi dan budaya) yang lebih kompleks dan mengakibatkan degradasi lingkungan pesisir yang pada akhirnya akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat pesisir terutama nelayan. Kondisi eksisting di pesisir Kabupaten Batu Bara antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kondisi Biofisik

Kabupaten Batu Bara memiliki hutan mangrove yang cukup luas, namun saat ini telah terjadi kerusakan yang cukup serius. Selain itu Kabupaten Batu Bara memiliki potensi sumberdaya perikanan tangkap dan budidaya yang cukup tinggi, namun terjadi ancaman salah satunya akibat pengelolaan tambak yang tidak berwawasan lingkungan serta limbah dari industri dan rumahtangga.


(44)

b. Kondisi Sosial Ekonomi

Posisi Kabupaten Batu Bara masih menyimpan potensi yang sangat besar dalam objek wisata bahari, karena selain jarak yang tidak terlalu jauh, adanya dukungan masyarakat dan pemerintah juga serta adanya potensi atraksi budaya dan wisata kuliner yang menjanjikan. Namun pada kenyataannya potensi besar ini belum dikelola secara optimal. Permasalahan sosial ekonomi yang sangat nyata adalah masih rendahnya kualitas sumber daya manusia yang ditunjukkan dengan tingkat pendidikan penduduk yang pada umumnya hanya tamat sekolah dasar serta masalah kemiskinan yang masih tinggi.

c. Kondisi Kelembagaan

Kelembagaan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pengelolaan pesisir secara terpadu. Hal yang menjadi masalah berkenaan dengan kelembagaan dalam pengelolaan wilayah pesisir Kabupaten Batu Bara, antara lain: institusi pengelola wilayah pesisir belum berungsi secara optimal, rendahnya penataan dan penegakan hukum disamping belum adanya peraturan daerah yang mengatur secara khusus pengelolaan wilayah pesisir berkelanjutan, serta penataan ruang wilayah pesisir yang belum optimal.

Berdasarkan kondisi tersebut atas, Pemerintah Daerah Kabupaten Batubara bekerja sama dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (IPB) sejak tahun 2003 melaksanakan Proyek Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut/Marine and Coastal Resources Management Project (MCRMP) yang dalam hal ini lokasinya terletak di desa Gambus Laut Kecamatan Lima Puluh. Berdasarkan perencanaan desa yang telah disusun oleh masyarakat secara partisipatif melalui program Adaptive Research and Extention(ARE) dan


(1)

Lampiran 5. Nilai factor scores setiap desa hasil analisis komponen utama (PCA)

No. urut desa Factor 1 Factor 2 Factor 3 Factor 4 Factor 5 Factor 6 Factor 7

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 0,29974 0,24112 1,20122 -0,29123 0,08884 0,76797 0,74620 2 0,21159 -0,07536 0,34136 -0,07045 -0,68032 0,42810 0,38954 3 -0,22164 -0,55507 -0,71498 1,39569 -1,52640 -0,96548 -0,56408 4 0,05996 0,37009 -1,04584 1,29769 0,47971 -1,08611 -0,32610 5 -2,48237 -0,75846 -0,23175 0,57866 0,36436 -1,51344 0,49844 6 0,49082 -0,38184 -0,23438 0,64438 -0,79987 -1,38624 0,03507 7 0,38002 0,43527 -0,17988 1,66911 0,35863 0,74445 -0,36560 8 0,61689 0,13545 -0,39228 0,50444 -0,76475 0,03521 0,11778 9 0,93294 0,05892 0,34317 0,77229 -0,75552 0,49003 -1,25534 10 1,28928 -0,03761 -0,90667 0,52009 -0,22967 -2,18763 -1,56533 11 0,61786 1,04968 0,72067 0,08523 2,45898 -0,40389 -3,87657 12 0,26403 1,13895 1,23812 -0,03843 0,16441 0,82232 -2,41252 13 -2,38844 0,52096 4,34606 -0,00662 2,74156 -0,80408 -0,74123 14 0,59510 -0,03265 -0,20577 0,25143 -0,27641 -0,81626 -1,36140 15 0,67663 0,57174 -0,48499 -0,35480 -0,20201 0,19281 -1,13937 16 -0,68995 -0,57667 -0,56670 1,00602 -0,74196 1,82811 -2,60379 17 -3,07655 -0,46734 2,47681 2,37268 -1,12726 -0,09010 -1,59860 18 -1,53069 -1,10586 -2,53073 -1,32344 -0,71443 0,77143 -1,88015 19 -1,17284 -0,73200 1,32290 -0,25473 -1,42760 2,75750 -2,03134 20 0,74267 0,17296 -0,40199 0,32201 0,64763 -0,65959 -1,20649 21 -0,65137 -0,35108 0,62773 1,10189 1,55673 -1,04513 1,02061 22 0,69876 0,31176 -0,17031 0,62943 0,83567 -0,28727 0,05864 23 0,54448 -0,09460 0,04524 -0,96494 0,14905 -1,51942 -0,66738 24 0,56204 -0,18533 0,16692 0,26662 0,09629 -0,11892 0,28591 25 0,17300 -0,10563 -0,97988 -0,49159 -0,54636 -1,79571 -1,21338 26 -0,02334 0,20434 0,84935 -0,19954 0,32833 -0,57298 -0,13228 27 0,63427 0,22819 -0,56773 -0,07338 1,52306 -0,42612 0,01502 28 0,94999 0,37877 -0,01056 -0,11360 -0,19687 -1,06235 -0,89353 29 -1,32538 0,49498 0,20028 1,02419 -0,52005 -1,69928 -0,19457 30 0,50562 0,18158 -0,52732 -0,10163 0,87436 -0,52826 -1,07646 31 -1,97040 -0,68755 -0,96091 0,50889 1,21613 0,08004 0,38420 32 -0,56976 0,11985 1,27748 0,90577 -0,10366 -1,06335 0,32257 33 0,26441 0,29763 1,07704 -0,16268 0,55330 -0,01890 -1,19691 34 0,11500 -0,02114 0,33274 -1,16375 -1,81206 0,17386 2,63723 35 0,17478 -0,21250 -0,00823 -0,59240 -0,22455 0,20318 0,51814 36 -3,19226 -1,55630 -2,75087 -0,08853 0,73568 0,50074 0,21343 37 -0,16301 0,21339 -1,93174 0,65710 0,85791 1,20048 -0,28830 38 0,03512 -0,39235 0,23777 -1,95899 0,41013 -0,06364 0,08115 39 0,87893 3,03042 -2,44381 0,53076 2,49341 3,29321 0,19656 40 0,67250 -0,53973 -0,24773 -1,47543 -1,50300 0,93875 -1,24799 41 1,29224 0,53705 -1,28121 2,29874 1,67240 0,82795 1,31592 42 0,22524 -0,44350 -0,39078 -0,22470 -0,39895 -0,43789 0,25102 43 0,97797 -0,22474 -0,45589 -0,16204 -0,97003 -0,73391 0,15461 44 -1,92588 -2,05054 -2,35110 -1,05207 2,62174 -2,10859 -0,16374 45 0,41078 -0,43305 -0,07275 -1,45570 0,22091 -0,02206 0,11201 46 0,16962 0,41030 -0,77694 1,08389 1,05462 0,39273 -0,21466 47 0,70883 0,04361 -0,91494 -0,25243 -0,21433 -0,19754 -0,41161 48 0,44316 0,45574 -0,06569 0,34540 1,52102 0,62859 0,11675 49 0,74786 0,54259 -0,72578 0,64521 1,64724 0,63873 -0,04605 50 0,42669 -0,22293 -0,12435 -0,66989 0,16549 -0,83275 -0,33309


(2)

No. urut desa Factor 1 Factor 2 Factor 3 Factor 4 Factor 5 Factor 6 Factor 7

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

51 -0,31866 -0,52770 -0,05763 -1,70706 0,81978 0,07937 0,16937 52 0,49567 -0,40537 0,29936 -1,17521 0,20066 -0,02652 0,52474 53 -0,48119 -0,84402 0,47429 0,10743 0,90833 -1,40728 1,45375 54 -0,07661 -0,68510 0,20793 -1,34774 1,00446 1,37024 1,14689 55 -0,08787 0,05056 1,87421 -1,99292 0,33266 0,97364 0,38262 56 0,04958 -0,16517 2,00569 -2,90510 1,43787 1,19562 0,23273 57 0,54670 -0,14277 0,68849 -2,38660 1,15998 0,47478 0,10504 58 0,61960 0,40887 0,32382 -0,35033 0,95999 0,43329 -0,25077 59 0,91448 0,13017 -0,41899 -0,74123 -0,02524 -1,89372 -0,99912 60 -0,61072 0,01249 1,09209 0,05375 0,40115 -0,50080 -0,54393 61 -1,53223 -0,60917 -0,07864 0,90062 0,15053 -0,01190 1,51769 62 -0,54773 -0,05247 -0,14245 0,79438 -0,21904 0,81135 0,27447 63 -2,51659 -0,35352 -1,80386 -2,51683 -0,47847 0,76268 -0,89796 64 -0,18807 -0,05022 -0,64767 -0,21087 -1,51429 -0,96553 0,01281 65 0,92549 -0,19513 -0,27917 -0,07595 -1,08893 -1,01381 -0,46648 66 0,22840 -0,28321 0,02321 0,16222 -0,81580 0,05561 0,80865 67 0,13579 -0,31403 0,40970 0,01424 -0,89663 -0,69084 0,68098 68 -0,43144 -0,80638 0,25590 0,22457 1,00607 0,44220 1,87319 69 0,43219 -0,03158 -0,23621 -0,18816 -0,31232 -0,19471 -0,00646 70 1,00441 -0,22056 -0,00026 -0,33362 -0,92062 -0,97143 0,19809 71 0,74544 0,02003 0,08523 0,62541 0,22469 0,28878 1,47006 72 -1,03575 -0,26323 1,17146 1,19934 -0,41405 -0,99805 0,26831 73 0,83096 -0,01696 0,38295 0,10492 0,61319 0,73474 1,34004 74 0,88591 0,12323 0,03402 -0,88338 -0,48802 -0,47394 0,36732 75 -0,21057 0,28247 0,88796 -1,02561 0,41145 0,20483 0,16820 76 0,57272 0,20687 0,37071 0,07434 -0,13580 -0,26710 0,61442 77 0,78624 0,23387 -0,27959 1,49018 0,87523 0,01190 1,16103 78 -0,29008 -0,84753 0,35304 0,58098 0,79265 -0,39706 1,26665 79 0,84959 0,29218 0,04195 0,58580 0,77721 0,43492 1,21599 80 -1,03621 -0,45628 -0,47458 -1,08170 -0,40378 0,36218 0,69965 81 -3,28159 8,08899 -0,81967 -1,28062 -1,81927 -1,04661 1,07512 82 0,52017 0,05974 0,55013 -0,39126 -0,46894 -0,23995 0,43712 83 0,76938 0,01607 -0,21325 -0,18558 -0,25240 -0,51765 -0,02578 84 0,78198 -0,00519 0,34875 -0,29626 -0,67808 -0,45183 0,49516 85 0,21785 0,19229 0,19455 -0,31658 -0,07632 -0,21739 0,50610 86 0,80778 0,14590 0,47638 0,94197 -0,01354 1,33513 -0,40223 87 0,46810 -0,06741 -0,16217 0,59250 -0,45974 -0,25171 0,21024 88 0,66009 0,00478 -0,11431 -0,34117 -1,83056 -0,40085 -0,58080 89 0,61381 -0,40330 -0,07671 0,69548 -1,34563 0,59845 -0,55381 90 1,03489 -0,00393 0,43493 -0,01375 -0,82832 0,06984 0,60497 91 0,84869 0,58514 -0,63349 0,36265 -0,46086 0,58122 0,62201 92 0,11507 -0,13889 0,19122 -0,59749 -1,00631 0,77293 0,74156 93 -0,01669 -0,94365 -0,84727 -0,87009 -0,87335 0,78023 1,14773 94 -0,14794 0,15782 0,17306 1,00772 -0,60814 -0,78823 1,67286 95 0,02020 -0,14452 0,92751 0,07060 -1,15018 0,91821 0,76229 96 0,27519 -0,23593 2,04690 0,67484 -0,72562 1,26882 -0,37859 97 0,83934 -0,13740 0,13418 -0,30749 -1,04957 -0,09921 0,54182 98 -0,11871 0,14268 0,24895 2,14697 -0,25180 1,32997 -0,33301 99 -1,04213 -0,81574 -0,58919 -0,11540 -1,31414 2,87920 -0,35413 100 -1,42987 -0,88929 0,01620 2,35252 -1,25164 1,38670 0,56048


(3)

No. urut desa Factor 8 Factor 9 Fact.10 Fact.11 Fact.12 Fact.13

(1) (9) (10) (11) (12) (13) (14)

1 -0,69884 0,49380 -0,39952 -1,42824 1,54472 0,55067 2 -1,13975 -0,34056 -0,66736 -1,07760 -0,15825 0,36280 3 -2,72298 0,19975 0,59056 -2,05886 2,32855 -0,89313 4 0,04750 -2,39299 0,81498 -1,06950 1,71613 -1,14961 5 -1,60674 -1,30557 0,38191 -1,11149 -1,66237 1,59450 6 0,39527 -0,31027 0,11861 -0,29750 0,30266 0,15004 7 -1,08557 -0,09000 0,27691 0,26715 1,44137 -0,53713 8 -0,57319 -0,21038 -0,28856 -0,56773 -0,08263 -0,32712 9 -0,45325 -0,45426 -0,03754 1,55753 -0,85379 -0,02024 10 -0,69934 -0,40694 0,21124 0,26945 -0,14220 -0,26809 11 -1,31420 0,19768 0,06353 0,35070 -1,59622 -0,16278 12 -1,06408 -0,61524 1,26981 1,22359 -1,11194 -0,61573 13 -0,65066 -1,10012 -0,28383 -1,22510 -1,41694 0,25775 14 0,26067 -0,80827 -0,01853 0,18484 -0,44377 -0,98526 15 0,85158 0,57564 0,43404 0,37857 -0,26302 0,63858 16 0,93612 -0,16673 0,04921 1,39540 -0,49238 -0,52513 17 1,38668 -0,02827 0,52242 -0,84254 -0,57397 0,64047 18 1,99499 -0,89603 0,75656 0,86872 -0,44346 0,13327 19 0,48589 0,99949 0,17387 -1,91106 1,34825 -1,18834 20 -0,21181 -0,93912 0,03611 0,69109 -0,88453 -0,68160 21 0,94359 0,02530 -0,95664 0,26224 -0,82587 0,00992 22 0,01942 0,14449 -0,64044 0,00713 1,03165 -0,71789 23 0,06563 -0,63505 0,04878 -0,71091 -0,88905 -0,86940 24 0,27110 -0,19823 -0,52128 0,42209 0,32505 -0,43428 25 0,05186 -0,72645 0,49612 0,43464 1,75394 -0,21821 26 0,08157 1,64719 -4,68733 0,67529 -0,79337 0,25232 27 0,04632 -0,73101 -0,09153 -0,52813 0,54399 -1,14179 28 -0,55941 0,32697 -0,26795 0,72925 0,24240 0,36334 29 2,45437 1,24427 -3,12401 0,27602 1,22104 0,77290 30 0,57705 0,67909 -0,51413 0,13966 -0,09633 -0,08803 31 -0,50559 -0,10762 -1,22034 -0,08102 0,29608 0,17190 32 1,24149 0,23041 -1,55350 -1,40283 0,83785 0,11648 33 -0,63545 0,78389 0,68940 -0,41553 2,20335 -1,23682 34 1,03694 -1,71425 1,02692 -1,25387 -2,70342 -6,32115 35 0,37390 -0,24693 -0,05331 0,18400 -0,41071 -0,89535 36 1,17915 0,09030 -1,21157 1,13960 0,29640 -1,22194 37 1,78983 0,08398 0,71085 -0,85078 0,59257 -0,07382 38 0,69391 0,03910 0,47128 1,06071 0,85640 0,10137 39 2,16995 0,95657 0,48612 -3,88175 -2,59471 1,87553 40 0,74617 0,70811 0,16896 -3,88598 -0,19514 -0,50719 41 -2,11973 -0,10308 -1,01769 -0,54050 0,97445 0,58586 42 1,38596 0,43521 1,03005 -0,26576 -0,41189 1,69744 43 -0,25780 1,04215 0,38820 -0,26814 -0,57178 1,11470 44 -2,44817 -1,00385 1,34360 -0,81619 -1,63532 0,81262 45 0,68898 -0,20604 0,38856 0,17546 0,59827 0,18825 46 0,15178 0,34849 0,44557 0,55710 1,22911 -1,68344 47 0,81267 1,12642 -0,29072 -0,81888 -0,09176 0,50128 48 0,37238 -0,08782 -0,73905 0,46518 0,90328 -0,72655 49 0,40912 0,19410 -0,42767 -0,27489 -0,11592 -0,26639 50 0,31596 0,39188 -0,38821 0,29070 0,15276 -0,28179


(4)

No. urut desa Factor 8 Factor 9 Fact.10 Fact.11 Fact.12 Fact.13

(1) (9) (10) (11) (12) (13) (14)

51 1,36189 -0,32737 1,61746 0,45801 1,41699 1,02476 52 0,70724 -0,28840 0,84780 0,99490 0,59798 1,21891 53 1,08110 -0,52661 1,83339 0,32916 -0,92123 0,52018 54 -0,77196 -1,06672 0,58288 0,56959 2,47734 0,64478 55 -0,24704 -0,58272 -0,19454 0,51612 0,02302 0,36901 56 0,52605 -0,55405 0,94313 0,19949 1,88488 0,98671 57 0,63259 -0,32829 0,72490 0,71743 1,18781 0,71229 58 -0,44981 -1,11847 -0,09668 1,26288 -1,04018 -0,69656 59 0,13755 0,81854 -0,20147 -0,46615 -0,15661 0,28678 60 -0,82459 0,63273 0,50245 -1,89876 1,28025 -1,75106 61 1,08806 0,34786 0,58139 1,12616 -0,41180 0,44236 62 0,68663 1,08293 0,55082 0,69086 0,86994 -0,64854 63 -2,12578 1,42579 -2,29498 0,83922 0,29202 -0,97588 64 0,49790 -0,55502 0,73594 -1,39764 1,35229 1,15792 65 0,39795 0,21346 -0,04165 0,59390 -0,46668 -0,04685 66 0,51488 0,21546 -0,37901 0,29620 -0,36997 -0,13699 67 0,92089 -0,26444 0,23396 0,38327 -0,08088 0,23169 68 0,11957 -0,30485 0,60956 0,50683 -1,22598 -0,46861 69 0,71376 0,33718 -0,06369 0,09907 -0,23741 0,52236 70 0,10181 0,30968 -0,10394 0,54235 -0,26175 0,58772 71 0,04977 -0,32338 -0,58600 0,55760 -0,03453 -0,62266 72 1,39090 0,20633 0,92632 -0,96397 0,55913 0,70072 73 -0,05171 -0,42425 -0,37644 1,16089 1,15481 -0,09863 74 0,08497 -0,06437 -0,07812 -0,43889 -1,06836 -0,04586 75 -0,20255 -0,09969 -0,94859 -1,07223 -0,82873 -0,34823 76 0,21535 0,44091 -0,52020 -0,38687 -0,38306 -0,06014 77 0,18473 -0,57454 -0,37618 0,40828 0,32691 -0,76478 78 -1,95049 7,06448 3,87841 0,98887 -0,92646 -0,95849 79 -0,07144 -0,19809 -0,78797 0,65450 0,52007 -0,15183 80 -0,42872 1,57768 -1,78210 -0,63813 -0,26602 -0,58107 81 -0,85515 -0,06439 1,16781 1,46829 0,46764 0,01535 82 0,27498 0,16158 -0,36053 0,36243 -0,17177 -0,03127 83 0,39963 0,29159 -0,14786 0,05763 -0,25703 0,54471 84 0,27147 0,13666 -0,18400 0,40736 -0,42064 0,06972 85 0,35135 1,50900 -1,15255 0,81927 -0,31079 -0,64181 86 -0,20020 -0,59372 -0,25698 1,49504 -1,54593 -0,55164 87 0,31900 -0,49793 0,31111 1,03280 -0,52317 -0,25803 88 -0,62836 -0,14699 0,47060 -0,15296 -0,76137 1,83560 89 -0,20968 -0,13937 0,23885 0,80766 -0,52086 0,74656 90 -0,48767 0,43979 -0,64253 0,42738 -0,41816 0,92430 91 -1,48569 -0,89684 0,34704 -0,10755 -0,57657 1,59672 92 -0,76547 -0,47498 0,10033 -1,16887 -0,78926 0,77471 93 -2,47407 -0,09651 -0,62034 -0,73573 -0,29138 0,40128 94 -0,58268 -1,14777 0,06112 -1,01822 0,93574 0,60738 95 -1,06106 -0,40863 -0,97649 -0,33243 -0,71955 1,30445 96 -0,36818 0,07712 0,35221 0,51891 -0,56963 0,08092 97 -0,19794 -0,18261 -0,03164 0,14232 -0,52627 0,84117 98 -0,31807 -0,41779 1,22662 0,61084 1,50592 0,04387 99 -2,30195 -1,27877 -1,00801 0,75144 -0,38838 0,69119 100 0,53903 -0,48040 1,37491 1,56016 -0,66180 1,10103


(5)

Lampiran 6. Classification of Cases setiap desa hasil analisis fungsi diskriminan Incorrect classifications are marked with *

No. urut desa Observed

classification Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3

(1) (2) (3) (4) (5)

1 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

2 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

3 G_3:3 G_3:3 G_1:1 G_2:2

4 G_3:3 G_3:3 G_2:2 G_1:1

5 G_3:3 G_3:3 G_1:1 G_2:2

6 G_1:1 G_1:1 G_3:3 G_2:2

7 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

8 G_1:1 G_1:1 G_3:3 G_2:2

9 G_1:1 G_1:1 G_3:3 G_2:2

10 G_3:3 G_3:3 G_1:1 G_2:2

11 G_3:3 G_3:3 G_1:1 G_2:2

12 G_3:3 G_3:3 G_1:1 G_2:2

13 G_3:3 G_3:3 G_1:1 G_2:2

14 G_3:3 G_3:3 G_1:1 G_2:2

15 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

16 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

17 G_3:3 G_3:3 G_1:1 G_2:2

18 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

19 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

20 G_3:3 G_3:3 G_1:1 G_2:2

21 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

22 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

23 G_3:3 G_3:3 G_1:1 G_2:2

24 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

25 G_3:3 G_3:3 G_1:1 G_2:2

26 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

27 G_2:2 G_2:2 G_3:3 G_1:1

28 G_1:1 G_1:1 G_3:3 G_2:2

29 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

30 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

31 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

32 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

33 G_3:3 G_3:3 G_2:2 G_1:1

34 G_3:3 G_3:3 G_1:1 G_2:2

35 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

36 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

37 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

38 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

39 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

40 G_1:1 G_1:1 G_3:3 G_2:2

41 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

42 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

43 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

44 G_3:3 G_3:3 G_2:2 G_1:1

45 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

46 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3


(6)

No. urut desa

classification Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3

(1) (2) (3) (4) (5)

51 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

52 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

53 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

54 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

55 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

56 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

57 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

58 G_3:3 G_1:1 G_3:3 G_2:2

59 G_1:1 G_1:1 G_3:3 G_2:2

60 G_3:3 G_3:3 G_1:1 G_2:2

61 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

62 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

63 G_1:1 G_1:1 G_3:3 G_2:2

64 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

65 G_1:1 G_1:1 G_3:3 G_2:2

66 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

67 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

68 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

69 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

70 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

71 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

72 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

73 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

74 G_1:1 G_1:1 G_3:3 G_2:2

75 G_1:1 G_1:1 G_3:3 G_2:2

76 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

77 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

78 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

79 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

80 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

81 G_3:3 G_3:3 G_1:1 G_2:2

82 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

83 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

84 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

85 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

86 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

87 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

88 G_1:1 G_1:1 G_3:3 G_2:2

89 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

90 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

91 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

92 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

93 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

94 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

95 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

96 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

97 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3

98 G_2:2 G_2:2 G_1:1 G_3:3

99 G_1:1 G_1:1 G_2:2 G_3:3