37
sosial-politik-ekonomi yang melingkupinya. Kedua, praktik budaya adalah akumulasi pengetahuan dan representasi struktur dan relasi sosial, karenanya
mengandung dimensi kultural berupa visi sosial dan kepentingan serta mengatur relasi. Ketiga, budaya Raju yang dipraktikkan orang Mbawa adalah strategi
komunikasi, manajemen konflik, cara mengatasi hegemoni, dan jalan mengembalikan atau memproyeksikan harmoni di masa depan.
2.2 Konsep
Dalam penelitian ini tertera konsep mengenai praktik budaya Raju, masyarakat pluralistik, dan konsep Dou Mbawa. Uraian konsep ini membantu
peneliti dalam memahami gejala-gejala kultural yang memiliki struktur, kategori, dan berbagai sistem norma yang berbeda Ratna, 2010: 110, sebagaimana halnya
praktik budaya Raju yang diteliti.
2.2.1 Praktik Budaya Raju
Praktik adalah cara melakukan sesuatu, sebuah tindakan atau perilaku yang dilaksanakan sebagai refleksi dari niat, kebiasaan dan rutinitas Barker 2004:
163. Menurut Barker, istilah praktik dalam cultural studies diderivasi dari konsep-konsep mengenai bahasa, teks, dan diskursus. Habermas menggunakan
istilah “praksis” yang merujuk kepada suatu proses pencerahan rasio yang berujung pada pemihakan emansipatoris Hardiman, 2009b: 61. Dengan kata
lain, praktik adalah kesinambungan dari gagasan, teori, dan wacana. Praktik adalah representasi makna yang sengaja dirancang untuk mewadahi keterbatasan
bahasa, sehingga secara semiotik, praktik adalah tanda, teks, atau bahasa itu
38
sendiri. Sementara budaya adalah konsep paling kompleks dan rumit dalam ilmu-
ilmu sosial humaniora. Kata “budaya” memiliki makna konotatif yang banyak, dan mempunyai kesenjangan pengertian antara penggunaan yang satu dengan
yang lainnya. Dengan demikian, mendefinisikan budaya tidak lain dari upaya memahami situasi dan lingkungan pembentuknya. Teori-teori kebudayaan, mulai
dari cultural evolusionism sampai teori-teori progresif dari tradisi kritis dan poststrukturalisme, telah banyak membahas mengenai kebudayaan dan aspek yang
melingkupinya. Selain dari definisi yang beragam dan luas mengenai budaya dari tradisi
sosiologi, antropologi, dan sastra, cultural studies memiliki coraknya sendiri dalam memahami budaya Barker 2009: 37. Raymond William, salah seorang
perintis dalam tradisi cultural studies, misalnya, memahami budaya sebagai masalah keseharian hidup yang luas sampai hal remeh temeh Barker 2009: 39.
Dalam pengertian Barker, ritual dan hal-hal yang menyertainya termasuk bagian dari budaya. Sementara Hartley 2010: 29 mendefinisikan budaya sebagai
produksi dan sirkulasi dari rasa, makna, dan kesadaran, pada saat bersamaan budaya adalah ranah reproduksi bukan atas benda-benda material, tetapi atas
hidup. Dengan demikian, praktik budaya adalah sesuatu yang kompleks. Dalam
cultural studies, praktik dipandang sebagai representasi wacana, teks atau bahasa. Praktik adalah budaya itu sendiri, dan sebaliknya, yang bekerja seperti bahasa
sebagai representasi sesuatu yang sedang bekerja menghasilkan makna. Artinya,
39
pembentukan representasi makna melibatkan seleksi dan organisasi tanda ke dalam teks yang terbentuk melalui suatu bentuk tata bahasa. Bahasa mewadahi
objek material dan praktik sosial dengan makna-makna yang terusung sehingga bisa dipahami. Praktik budaya ibarat bahasa yang memuat berbagai makna dan
wacana, tidak netral, dan sarat muatan kepentingan. Praktik budaya menjadi arena pertarungan kepentingan dan ranah bagi relasi kuasa yang bergerak dinamis dalam
masyarakat. Praktik budaya Raju adalah ritual adat yang dilaksanakan oleh Dou Mbawa
secara rutin dalam rangka menyongsong musim tanam. Lama waktu rangkaian ritual dalam praktik budaya Raju tidak sama setiap tahun, berlangsung dalam
jumlah hari ganjil, 3, 5, 7, atau 9 hari tergantung dari perhitungan bulan yang diputuskan oleh para tetua adat.
Puncak dari rangkaian itu ditandai dengan berkumpulnya para pendukung praktik budaya Raju di Uma Ncuhi, sebuah rumah warisan leluhur yang terletak di
sebuah bukit kecil di tengah kampung. Uma Ncuhi adalah bangunan berupa gubuk tradisional ala Donggo yang berdiri di lokasi gundukan bukit kecil di bawah
sebuah pohon besar dan bongkahan batu. Mereka percaya di situs itulah leluhur mereka bersemayam. Mereka mengadakan upacara dan persembahan sesajen di
situ dengan pembacaan mantra dan doa. Tiga hari sebelum acara sesajen dan berdoa dilangsungkan, para lelaki pergi berburu ke hutan di sekitar kampung,
sebagian untuk bekal perayaan itu, sebagian lagi sebagai penanda baik buruknya hasil tanaman mereka di musim yang akan tiba. Jika hewan tangkapan mereka
lebih banyak betina, pertanda hasil panen mereka nanti akan berlimpah, dan
40
sebaliknya. Praktik budaya Raju dilaksanakan oleh Dou Mbawa secara lintas agama. Pendukungnya dari agama Kristen Katolik dan Protestan dan Islam,
terutama mereka yang masih berpegang kuat pada kepercayaan Parafu. Doa yang digunakan adalah campuran antara lafal-lafal doa Islam dan Kristiani serta
mantra-mantra lama yang bersumber dari tradisi. Bahasa doa yang digunakan adalah perpaduan antara bahasa Bima dialek setempat dengan selipan ungkapan-
ungkapan doa dalam bahasa Arab. Berdasarkan pengertian yang terpisah di atas, frase praktik budaya Raju
dalam penelitian ini merujuk kepada praktik budaya Raju dan seluruh rangkaian ritual, pertunjukan, dan perangkat-perangkatnya. Praktik budaya Raju itu telah
menjadi fenomena budaya yang dilingkupi berbagai simbolisasi kultural yang mengandung makna, kontestasi, kepentingan, dan relasi-relasi di dalamnya.
2.2.2 Pluralitas