Evaluasi Emergy Pengembangan Sistem Budidaya Udang Supra Intensif Di Kawasan Pesisir Mamboro, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah
EVALUASI EMERGY PENGEMBANGAN SISTEM BUDIDAYA
UDANG SUPRA INTENSIF DI KAWASAN PESISIR MAMBORO,
KOTA PALU, PROVINSI SULAWESI TENGAH
VICKY RIZKY A. KATILI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Evaluasi Emergy
Pengembangan Sistem Budidaya Udang Supra Intensif di Kawasan Pesisir
Mamboro, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017
Vicky Rizky A. Katili
NIM C252124011
RINGKASAN
VICKY RIZKY A. KATILI. Evaluasi Emergy Pengembangan Sistem Budidaya
Udang Supra Intensif di Kawasan Pesisir Mamboro, Kota Palu, Provinsi Sulawesi
Tengah. Dibimbing oleh LUKY ADRIANTO dan YONVITNER.
Budidaya supra intensif diharapkan mampu meningkatkan produksi udang
secara kuantitas dan kualitas yang berkelanjutan. Kemampuan produksi budidaya
udang supra intensif yang tinggi tentu berdampak pada lingkungan pesisir.
Kegiatan budidaya di wilayah pesisir dapat menjadi ancaman bagi ekosistem bila
tidak dikelola secara benar. Pada saat memprediksi atau menganalisis manfaat
ekonomi, biasanya metode yang digunakan mudah untuk menghitung jumlah
modal dan produksi yang dihasilkan. Namun pada saat membandingkan manfaat
ekonomi dan dampak dari kegiatan produksi terhadap lingkungan, kendala yang
dihadapai dalam hal satuan, unit, proporsi dan sebagainya.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menilai keberlanjutan tambak
supra intensif di kawasan pesisir. Penelitian ini memiliki dua tujuan khusus yaitu:
(1) mengidentifikasi dan menguraikan efisiensi aliran emergy dalam kerangka
pengembangan budidaya supra intensif di kawasan pesisir; (2) melakukan analisis
keberlanjutan budidaya udang supra intensif dengan menghitung Emergy
Sustanability Index (ESI).
Lokasi penelitian berada di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kampal
Kelurahan Mamboro, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu, Provinsi Sulawesi
Tengah. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data
dianalisis dengan menggunakan evaluasi emergy yang terdiri dari mendefenisikan
batas sistem, diagram aliran emergy, agregasi sistem, tabel evaluasi emergy dan
indeks emergy.
Hasil penelitian menunjukkan input aliran emergy yang masuk ke sistem
budidaya supra intensif terdiri dari sumberdaya terbarukan (R), sumberdaya tidak
terbarukan (N), dan sumberdaya yang dibeli (F). Aliran emergy sumberdaya
terbarukan (R) sebesar 4.70E+12 sej per siklus. Aliran emergy sumberdaya tidak
terbarukan (N) sebesar 2.77E+15 sej per siklus. Aliran emergy sumberdaya yang
dibeli (F) sebesar 7.45E+16 sej per siklus. Nilai energy output (O) sebesar
1.55E+11 J sebanding dengan total emergy input (Y) yang masuk ke sistem yaitu
7.73E+16 sej per siklus. Input emergy terbesar yang masuk kedalam sistem
budidaya supra intensif yaitu listrik sebesar 3.73E+16 sej per siklus (48.3 %),
pakan 2.33E+16 sej per siklus (30.1%), tenaga kerja 8.54E+15 sej per siklus
(11.1%), dan input air 2.77E+15 sej per siklus (3.59%).
Hasil evaluasi emergy menunjukan nilai emergy sustainability index (ESI)
sebesar 6.32E-05, hal ini berarti bahwa budidaya udang supra intensif cenderung
tidak berkelanjutan dalam jangka panjang. Nilai Emergy Yield Ratio (EYR) yang
rendah yaitu 1.04 mengindikasikan sistem hanya mengubah berbagai macam jenis
sumberdaya yang diimpor menjadi energi dalam bentuk daging udang.
Kata kunci: Budidaya supra intensif, BBIP Kampal, emergy, aliran emergy,
indeks emergy.
SUMMARY
VICKY RIZKY A. KATILI. Emergy Evaluation of Supra Intensive Marine
Shrimps Farms in Mamboro Coastal Area, Palu City, Central Sulawesi Province.
Supervised by LUKY ADRIANTO and YONVITNER.
Supra intensive marine shrimps farms is expected to increase shrimp
production in both quantity and quality of sustainable. The highest capability of
supra intensive marine shrimp production certainly have an impact on the coastal
environment. Aquaculture activities in coastal areas could be a threat to the
ecosystem if not properly managed. For predicting or analyzing the economic
benefits, it is usually used easy method to calculate the amount of capital and the
production. However, when comparing the economic benefits and the impact of
production activities on the environment, more are so many obstacles in terms of
units, unit, proportion and so forth.
The main purpose of this study was to assess the sustainability of supraintensive ponds in coastal areas. This study has two objectives, namely: (1) to
identify and describe the emergy flow efficiency in terms of the development of
supra-intensive aquaculture in coastal areas; (2) to analyze the sustainability of
supra intensive shrimp farming by calculating the emergy sustanability Index
(ESI).
This research was conducted in Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kampal
Mamboro village, Palu Utara subdistrict, Palu city, Central Sulawesi province.
Data were collected consist of primary and secondary data. Data were analyzed
using emergy evaluation consisting of defines the limits of the system, emergy
flow diagram, aggregation system, emergy evaluation table and index emergy.
The results showed that input of emergy flow into supra intensive marine
shrimps farms consist of renewable resources (R), a non-renewable resource (N),
and the resources purchased (F). Renewable resources emergy flow (R) of 4.70E
+ 12 sej per cycle. Emergy flow of non-renewable resources (N) of 2.77E + 15 sej
per cycle. Resources purchased emergy flow (F) of 7.45E + 16 sej per cycle. The
value of energy output (O) of 1.55E + 11 J proportional to total emergy input (Y)
which is entered into the system: 7.73E + 16 sej per cycle. The largest emergy
inputs that involved into supra intensive marine shrimps farms systems were
electric at 3.73E + 16 sej per cycle (48.3%), feed 2.33E + 16 sej per cycle
(30.1%), labor 8.54E + 15 sej per cycle (11.1%), and water input 2.77E + 15 sej
per cycle (3.59%).
Results of emergy evaluation showed the value of Emergy Sustainability
Index (ESI) i.e. 6.32E-05. This means that the supra-intensive shrimp farming
tends to unsustainable over the long term. The value of Emergy Yield Ratio
(EYR) was low at 1.04 and indicates that the system only change the various
types of resources that imported into energy i.e. shrimp meat.
Keywords: Supra intensive, BBIP Kampal, emergy, emergy flow, emergy indices.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EVALUASI EMERGY PENGEMBANGAN SISTEM BUDIDAYA
UDANG SUPRA INTENSIF DI KAWASAN PESISIR
MAMBORO, KOTA PALU, PROVINSI SULAWESI TENGAH
VICKY RIZKY A. KATILI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Ario Damar, MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 sampai Juli
2016 ini evaluasi emergy tambak supra intensif, dengan judul Evaluasi Emergy
Pengembangan Sistem Budidaya Udang Supra Intensif di Kawasan Pesisir
Mamboro, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.
Selama proses penyelesaian karya ilmiah ini, mulai dari kolokium,
penelitian hingga ujian akhir penulis menghaturkan terima kasih kepada bapak Dr.
Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan bapak Dr.
Yonvitner ,M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan ilmu dan arahan bermakna sehingga tesis atau karya
ilmiah ini dapat terselesaikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Irham Yabi dari Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kampal, bapak
Nimrod S.pi beserta staf BBIP Kampal Mamboro, serta Bapak Hardiansyah
beserta staf, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri serta seluruh keluarga, atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2017
Vicky Rizky A. Katili
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
1
1
2
3
3
4
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Ekologi
Ekosistem Pesisir
Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Perkembangan Tambak Udang di Sulawesi Tengah
Karakteristik Tambak Supra Intensif
Dampak Kegiatan Tambak
Defenisi Emergy
Simbol Sistem Diagram Emergy
Penelitian Terdahulu
5
5
5
6
7
7
9
10
11
13
3 METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Prosedur Analisis Data
14
14
14
15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Input Produksi Budidaya Supra Intensif
Produksi Udang
Analisis Evaluasi Emergy
Tabel Evaluasi Emergy
Indeks Emergy
Alternatif Input Sumberdaya Terbarukan (R) pada Tambak
21
21
23
24
25
32
36
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
39
39
39
DAFTAR PUSTAKA
39
LAMPIRAN
44
RIWAYAT HIDUP
49
DAFTAR TABEL
1 Karakteristik jenis teknologi tambak di Indonesia
2 Dampak lingkungan yang timbul dari kegiatan akuakultur di
lingkungan pesisir
3 Simbol dan defenisi aliran energi
4 Penelitian terdahulu evaluasi emergy budidaya perikanan
5 Jenis data primer dan sekunder pada penelitian
6 Contoh tabel evaluasi emergy
7 Data produksi udang vanamme teknologi supra intensif
8 Evaluasi emergy budidaya udang supra intensif
9 Kebutuhan energi listrik dalam satu siklus
10 Kandungan bahan aktif dalam suplemen fytogro
11 Kandungan bahan aktif dalam suplemen mingro
12 Indeks emergy produksi budidaya udang supra intensif
13 Indeks emergy beberapa budidaya perikanan
14 Alternatif input air sebagai sumberdaya terbarukan
9
10
11
13
15
17
23
26
29
30
30
32
32
36
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Kerangka pemikiran
Peta lokasi penelitian
Emergy berdasarkan indeks
Model aliran emergy pada produksi budidaya udang supra intensif
Persentase input sumberdaya yang dibeli (F)
4
14
16
25
31
DAFTAR LAMPIRAN
6 Gambar peralatan dan sarana prasarana input budidaya
7 Perhitungan evaluasi sintesis emergy budidaya udang supra intensif
44
46
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dinamika kebutuhan pangan global berkembang seiring dengan kesadaran
masyarakat akan kesehatan yang beralih pada kebiasaan gaya hidup sehat dari
konsumsi “red meat” (daging sapi, kambing dsb) menjadi “white meat” (ikan &
seafood). Perubahan selera tersebut mempengaruhi jumlah konsumsi ikan per
kapita penduduk dunia yang meningkat sebesar 9.37 persen dari tahun 2011 ke
tahun 2012 (NMFS 2012). Konsumsi ikan per kapita terdiri dari komoditas ikan
laut, termasuk udang dan ikan air tawar yang dikonsumsi oleh penduduk dunia.
Udang vaname (Litopenaeus Vannamei) merupakan komoditas konsumsi
perikanan unggulan di pasar global, namun ketersediaan suplainya belum
tercukupi. Menurut (OECD-FAO 2013) permintaan pasar udang dunia belum
tercukupi oleh suplai udang dunia yang turun akibat penyakit“Early Mortality
Syndrome” (EMS). Negara konsumsi udang terbesar dunia adalah negara
Amerika, Uni Eropa, dan Jepang. Jumlah total permintaan udang dunia di tahun
2013 sebesar 4.18 juta ton namun baru tercukupi oleh suplai udang dunia sebesar
3.08 juta ton. Hal tersebut menunjukkan adanya gap jumlah produksi dengan
permintaan udang minus 1.10 juta ton.Selain potensi pasar udang dunia, jumlah
permintaan udang di pasar domestik meningkat 7.3 persen dari 205 000 ton udang
di tahun 2012 menjadi 220000 ton udang di tahun 2013 (KKP 2014).
Teknologi intensifikasi diharapkan mampu meningkatkan produksi udang
secara kuantitas dan kualitas yang berkelanjutan. Menurut Shrimp Club Indonesia
(2015) teknologi supra intensif ini mampu menghasilkan produktivitas panen
udang vaname sebesar 200 ton udang/ha dari teknologi sebelumnya hanya 70 ton
udang/ha. Teknologi intensifikasi budidaya tambak udang supra intensif
diciptakan oleh CV Dewi Windu pada tahun 2013 di Kabupaten Barru, provinsi
Sulawesi Selatan.
Kemampuan produksi budidaya udang supra intensif yang tinggi tentu
berdampak pada lingkungan pesisir. Kegiatan budidaya di wilayah pesisir dapat
menjadi ancaman bagi ekosistem bila tidak dikelola secara benar. Budidaya udang
biasanya dibangun dekat dengan garis pantai untuk mendapatkan akses air laut
dan stok benih. Hal ini menimbulkan beberapa implikasi terhadap lingkungan
antara lain kerusakan habitat kritis (mangrove), polusi perairan sekitar, eksploitasi
berlebih terhadap larva dan juvenil, konflik lahan dan sumber air, serta bahaya
introduksi spesies. Kemampuan perairan pesisir dalam mengencerkan limbah
selain sangat ditentukan oleh jumlah beban limbah yang masuk ke lingkungan
perairan pesisir, juga ditentukan oleh faktor- faktor yang mendukung kemampuan
asimilasi tersebut, yaitu faktor hidro-oseanografi (arus, pasang surut, batimetri)
serta volume air penerima limbah. Apabila limbah yang masuk atau dibuang ke
lingkungan perairan pesisir melampaui kapasitas asimilasi atau kemampuan daya
dukung lingkungan perairan maka akan berdampak terhadap berubahnya fungsi
ekologis perairan pesisir (Damar 2004).
Dalam memprediksi atau menganalisis manfaat ekonomi, biasanya metode
yang digunakan mudah untuk menghitung jumlah modal dan produksi yang
dihasilkan. Namun pada saat membandingkan manfaat ekonomi dan dampak dari
2
kegiatan produksi terhadap lingkungan, kendala yang dihadapai dalam hal satuan,
unit, proporsi dan sebagainya, oleh karena itu diperlukan analisis emergy. Analisis
emergy menjelaskan bagaimana hirarki suatu sistem bisa bertahan dan dapat
diatur dengan menggunakan energi secara efisien (Odum 2000). Selain itu emergy
juga adalah ekspresi dari seluruh energi yang digunakan dalam proses kerja yang
menghasilkan produk dan jasa dalam satu satuan energy. Emergy merupakan
metode kuantitatif untuk mengevaluasi system, baik system ekologi, ekonomi, dan
kemasyarakatan (Voora dan Thrift 2010). Analisis emergy adalah bentuk analisis
energi yang mengukur nilai input sumber daya alam, barang dan jasa,dan ekonomi
secara umum untuk mendapatkan kontribusi alam terhadap aktivitas
perekonomian manusia.
Beberapa metode yang digunakan untuk mengukur keberlanjutan suatu
kegiatan ekonomi yang menggunakan sumberdaya pesisir diantaranya ecological
footprint, daya dukung, dan life cycle assessment. Perbedaan utama dengan
pendekatan emergy adalah unit yang diukur, dimana pada ecological footprint
dan daya dukung yang diukur adalah biomassa yang mampu di dukung oleh
sumberdaya pesisir. Sedangkan pada analisis emergy yang diukur adalah energi
yang tersedia (Energy Memory) dan analisis emergy merupakan pelengkap dari
life cycle assessment dimana menghitung semua input sumberdaya yang gratis.
Berdasarkan hal di atas, maka evaluasi emergy pengembangan budidaya udang
supra intensif di kawasan pesisir adalah untuk melihat sudah sejauh mana variabel
dalam aspek ekologi, barang, dan jasa memberikan dampak atau pengaruh terhadap
kegiatan budidaya udang supra intensif pada saat ini maupun di masa datang dan
sebaliknya sudah seberapa besar tekanan budidaya udang supra intensif terhadap
sumberdaya pesisir.
Perumusan Masalah
Puncak perikanan tangkap pada skala global yaitu tahun 1989 (FAO 2002;
2009) setelah itu terjadi penurunan stok ikan. Perikanan budidaya menjadi
alternatif pengganti untuk memenuhi produksi perikanan dunia, salah satunya
budidaya udang. Komoditi udang adalah komoditi ekspor utama dalam perikanan,
memproduksi udang melalui budidaya sangat menguntungkan karena dengan
input rupiah dapat menghasilkan output dollar. Isu nasional sail tomini 2015
salah satunya membahas tentang budidaya tambak supra intensif. Produksi
tambak ini tertinggi di dunia yaitu 200 ton per hektar, dengan produksi ini tentu
harapan Indonesia menjadi negara penghasil produksi udang dunia bukan tidak
mungkin menjadi kenyataan. Menurut Atjo (2013) budidaya udang supra intensif
sangat tergantung pada (1) kondisi perairan lingkungan setempat, kondisi perairan
sangat vital untuk mendukung usaha perairan karena modal utama adalah air, (2)
pemberian pakan yang tepat dan berkualitas, (3) penggunaan teknologi rekayasa
konstruksi, suplai oksigen dan pengolahan limbah.
Budidaya udang supra intensif adalah usaha padat modal, yang dapat
dikategorikan sebagai kegiatan industri dengan jenis komoditas produksi utama
“biomassa udang”. Seperti kegiatan industri yang lain maka dalam kondisi iklim
investasi kondusif dan pasar yang mapan, keuntungan usaha akan berbanding
lurus dengan kecepatan dan volume produksi. Oleh karena itulah maka tidak
mengherankan jika petani udang berusaha memacu produksi udang dengan
membesarkan udang berkepadatan tinggi dengan memberikan pakan berlebih.
3
Pemberian pakan yang berlebihan inilah yang menjadi awal kendala bagi
keberlanjutan produksi udang.
Budidaya udang intensif didefenisikan sebagai system budidaya berbasiskan
perlakuan, memiliki jumlah pengeluaran dan pemasukan nutrient yang mengarah
pada eutrofikasi (Troel et al. 1999 dalam Cao et al. 2007). Unsur nitrogen
(ammonia, nitrit, dan nitrat) merupakan bahan kontaminan utama didalam air
limbah perikanan budidaya. Ackefors dan Enell (1994) dalam Cao et al. (2007)
memperkirakan bahwa 9.5 Kg P dan 78 Kg N per ton ikan dilepaskan kedalam
kolom air per tahun ketika koefisien konversi pakan adalah 1.5 dan kandungan
dalam pakan adalah 0.9% P dan 7.2% N. Diperkirakan sekitar 72% N dan 70% P
dalam pakan tidak dikonsumsi oleh ikan. Limbah perikanan budidaya yang
terjadi pada tahun 1999 dan 2000 mengakibatkan kerugian ekonomi sekitar 0.132
milliar dollar (Yang et al. 2002 dalam Cao et al. 2007).
Analisis evaluasi emergy diperlukan untuk mengkaji seberapa besar jumlah
energy yang digunakan untuk memproses sistem budidaya udang supra intensif.
Emergy yang masuk ke sistem yang terdiri dari renewable energy (R), non
renewable emergy (N), dan Sumberdaya yang dibeli (F) bisa dihitung dan
bagaimana efisiensi emergy yang masuk ke sistem tersebut.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka beberapa pertanyaan yang
timbul dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana aliran emergy dalam sistem (input, proses, output)
budidaya udang supra intensif.
2. Bagaimana efisiensi emergy yang masuk ke dalam sistem dan
keberlanjutan sistem budidaya udang supra intensif.
Tujuan Penelitian
Fokus penelitian ditujukan untuk keberlanjutan tambak supra intensif di
kawasan pesisir. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka ditentukan
beberapa tujuan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Mengidentifikasi dan menguraikan efisiensi aliran emergy dalam
kerangka pengembangan budidaya udang supra intensif di kawasan
pesisir.
2. Melakukan analisis keberlanjutan budidaya udang supra intensif
berdasarkan analisis emergy.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Menjadi informasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
pengelolaan tambak supra intensif di Indonesia.
2. Menjadi bahan pertimbangan pengambil kebijakan dalam
pengelolaan wilayah pesisir melalui tambak supra intensif di
Kelurahan Mamboro, Kota Palu.
3. Memberikan informasi pengetahuan pengelolaan tambak supra
intensif secara optimal berbasis sumberdaya pesisir.
4
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran atau alur pikir yang digunakan di dalam penelitian ini
adalah menghitung nilai Emergy Sustainability Index (ESI) yang tahapannya
terdiri dari mendefenisikan batasan sistem, aggregasi sistem, tabel evaluasi
emergy, dan kemudian indeks emergy. Secara umum kerangka pemikiran tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 1):
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah apabila input energi
sumberdaya terbarukan dan sumberdaya yang dibeli baik, maka akan
menghasilkan energi yang seimbang, sehingga menunjang keberlanjutan sistem
budidaya udang supra intensif.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Ekologi
Intervensi atau interaksi manusia dengan lingkungannya menyebabkan
berbagai perubahan di biosfer. Pandangan ekologi manusia melihat bahwa
hubungan sistem ekologis (ekosistem) saling mempengaruhi dengan sistem sosial.
Adanya aliran massa, energi, dan informasi yang menghubungkan ekosistem dan
sistem sosial, menyebabkan kualitas ekosistem dapat dipengaruhi oleh sistem
sosial atau sistem sosial pun dipengaruhi oleh kondisi ekologis. Perubahan yang
terjadi dalam salah satu sistem dapat mempengaruhi keberlangsungan sistem
lainnya. Sistem sosial-ekologis didefinisikan sebagai sistem yang terpadu dari
alam dan manusia dengan hubungan yang timbal balik (Carpenter et al. 1999:
Folke et al. 2005).
Menurut Anderies et al. (2004), sistem sosial-ekologi adalah sebuah sistem
dari unit biologi/ekosistem yang berhubungan dan dipengaruhi oleh satu atau
lebih sistem sosial, dalam arti membentuk kerjasama dan hubungan saling
tergantung dengan yang lain. Dengan demikian sistem sosial-ekologi ini meliputi
suatu unit ekosistem seperti wilayah pesisir, ekosistem mangrove, danau, terumbu
karang, pantai yang berasosiasi dengan struktur dan proses sosial yang ada
didalamnya.
Dalam konteks pengelolaan wilayah pesisir, konsep ini sangat penting
mengingat karakteristik dan dinamika ekosistem perairan, sumberdaya perikanan
dan pelaku perikanan merupakan satu keterkaitan. Hal ini didasarkan pada
karakteristik dan dinamika pesisir yang merupakan suatu sistem dinamis saling
terkait antara sistem komunitas manusia dengan sistem alam sehingga kedua
sistem inilah yang berubah secara dinamik dalam kesamaan besaran (magnitude).
Untuk itu diperlukan integrasi pengetahuan dalam implementasi pengelolaan
wilayah pesisir. Integrasi inilah yang dikenal dengan paradigma Social Ecological
System (SES) dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan (Adrianto dan Aziz
2006).
Ekosistem Pesisir
Pengertian wilayah pesisir secara umum digunakan untuk menjelaskan
wilayah daratan sepanjang garis pantai dan perairan sekitarnya (Thia-Eng 2006).
Undang Undang No. 27 Tahun 2007 menyebutkan bahwa wilayah pesisir adalah
daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan
di darat dan laut. Di wilayah pesisir terdapat ekosistem yang saling terkait satu
dengan yang lainnya. Ekosistem pesisir merupakan suatu unit tatanan interaksi antara
organisme dengan lingkungannya dan secara bersama – sama menjalankan fungsinya
masing – masing pada suatu tempat atau habitat (Odum 1971). Ekosistem pesisir
merupakan himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan nir-hayati (abiotik)
yang mutlak dibutuhkan untuk hidup dan meningkatkan mutu kehidupan (Dahuri
2003). Selanjutnya dikatakan bahwa komponen hayati dan nir-hayati secara
fungsional berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu
sistem. Apabila terjadi perubahan pada salah satu sistem dari kedua komponen
tersebut, maka dapat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada, baik dalam
6
kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya (Moss 1980, diacu
dalam Dahuri 2003).
Keterkaitan berbagai ekosistem pesisir ini menyebabkan wilayah pesisir
mempunyai produktivitas hayati yang cukup tinggi dan berperan penting dalam
menunjang sumberdaya ikan. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa kehidupan
sekitar 85 % biota laut tropis, termasuk Indonesia tergantung pada ekosistem pesisir
dan juga sekitar 90 % dari hasil tangkapan ikan di dunia berasal dari perairan pesisir
(Berwick 1993).
Sumberdaya pesisir memiliki tingkat produktivas alami yang tinggi yang
menopang kebutuhan hidup manusia, selain itu merupakan wilayah yang
pemanfaatannya beragam sehingga sebagian penduduk dunia hidup di wilayah
pesisir. Hal ini menyebabkan wilayah pesisir dan laut terkena imbas dari berbagai
polusi, sedimentasi, dan perubahan hidrologi yang disebabkan oleh aktifitas
manusia. Pengelolaan secara sektoral tidak bisa diandalkan untuk pemanfaatannya
karena menimbulkan berbagai masalah dalam keberlanjutan sumberdaya alam,
sehingga keterpaduan merupakan hal mutlak dalam pengelolaan sumberdaya
pesisir dan laut untuk mencapai keberlanjutan sumberdaya alam. Valuasi dan
perhitungan jasa ekosistem merupakan subjek penelitian yang semakin
mendapatkan perhatian lebih dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebijakan
(Moberg dan Folke 1999; Salles 2011; Barbier 2012; Hussain dan Tschirhart
2013).
Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
The World Commission on Environment and Development (WCED 1987)
mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai "pembangunan yang
memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi
mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri." Beberapa ahli pun
memiliki pengertiannya sendiri (Costanza dan Patten 1995). Pembangunan
berkelanjutan adalah isu-isu kompleks yang sulit untuk didefinisikan dan berlaku
untuk budidaya (Philips 1995). Definisi bahkan lebih ringkas dari Uni
Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) mengatakan bahwa "pembangunan
berkelanjutan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dalam konteks daya
dukung bumi".
Budidaya tambak merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat dan
sering tidak memiliki lahan di wilayah pesisir meskipun keuntungan dapat
menurun di masa depan. Dengan harapan budidaya terus berkontribusi terhadap
ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan, maka perlu memastikan
pengembangan akuakultur yang keberlanjutan. Pembangunan berkelanjutan
merupakan isu penting dan telah menjadi perhatian utama dari industri akuakultur
(Srinath 2000). Perikanan dan sistem budidaya yang beragam, kompleks, dan
dinamis menciptakan kepedulian dan tantangan bagi para pemangku kepentingan
yang terlibat di sektor perikanan dan budidaya. Keanekaragaman berarti bahwa
terdapat sistem yang beragam dan multi segi dilihat dari pemangku kepentingan
yang terlibat, karakteristik wilayah, serta kondisi sosial dan budaya. Kompleks
berarti bahwa hubungan antara sistem dan fitur lingkungan yang rumit. Dinamis
mengacu pada fluktuasi dan perubahan dalam sistem dan antara sistem yang tidak
dapat diprediksi dan tidak terkendali Kooiman (2005) dan Jentoft (2007).
7
Keberlanjutan di bidang pertanian dan perikanan umumnya dibagi menjadi
tiga komponen yang terpisah: keberlanjutan sosial, keberlanjutan ekonomi, dan
kelestarian lingkungan (Kooiman 2005). Hal ini juga mengintegrasikan tiga tujuan
utama: pengelolaan lingkungan, profitabilitas perikanan, dan masyarakat yang
sejahtera. Sumber alam utama yang dibutuhkan untuk budidaya tambak
tradisional adalah tanah, air, dan sumber daya hayati, termasuk benih dan pakan.
Sumber daya yang tersedia dan cara bagaimana menggunakannya menentukan
sebagian besar keberhasilan ekonomi dan keberlanjutan tambak tradisional.
Perkembangan Tambak Udang di Sulawesi Tengah
Terdapat empat infrastruktur utama dalam pengembangan tambak udang
komersial, yaitu: hatchery, fasilitas pembesaran, pabrik pakan, dan fasilitas
pengolahan (Boyd 1990). Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi di
Indonesia yang memiliki potensi perikanan budidaya yang luas, salah satunya
adalah tambak udang. Beberapa wilayah memiliki basis infrastruktur budidaya
udang. Misalnya fasilitas hatchery yang berada di Kota Palu, Parigi Moutong,
Banggai, dan Tolitoli. Sedangkan fasilitas pembesaran umumnya tersebar di
beberapa kabupaten seperti Banggai, Parigi Moutong, Buol, Tolitoli, Morowali,
Tojo Unauna, dan Donggala dengan teknologi sederhana. Tambak intensif
beroperasi di wilayah Kabupaten Banggai melalui perusahaan PT. Banggai
Sentral Shrimp.
Perkembangan budidaya udang di Sulawesi Tengah mulai dilakukan dengan
diaplikasikannya teknologi budidaya supra intensif. Teknologi budidaya udang
vaname supra intensif di Indonesia pertama dilakukan pada tambak udang ketua
Shrimp Club Indonesia wilayah Sulawesi, Dr. Hasanuddin Atjo yang berada di
kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, 139 km dari Makassar ke arah kota Parepare.
Selain teknologi intensif dan supra intensif, sebagian besar tambak di Sulawesi
Tengah masih menggunakan teknologi tradisional.
Karakteristik Tambak Supra Intensif
Teknologi supra intensif merupakan teknologi budidaya tambak udang
vaname dengan kepadatan tebar benur udang yang tinggi, mengelola kualitas
lingkungan secara terukur, menggunakan standarisasi teknologi dan peralatan
pendukung yang digunakan. Oleh sebab itu, pemilihan lokasi usaha harus
memperhatikan; Tersedianya air laut sebagai media budidaya, ketersediaan energi
listrik, ketersediaaan bahan baku (pakan, benur, dan tenaga kerja), kondisi iklim,
fasilitas transportasi dan pengembangan usaha. Tabel 1 menjelaskan perbedaan
teknologi tambak di Indonesia.
1. Ketersediaan air laut
Air laut adalah media budidaya udang yang sangat penting untuk
keberlanjutan usaha budidaya. Kualitas air laut di lokasi tambak harus sesuai dan
mendekati kriteria syarat hidup udang vaname. Kualitas air yang baik akan
memudahkan dan efisien dari biaya pengelolaan air.
8
2. Energi listrik
Budidaya tambak udang vaname supra intensif bergantung dengan adanya
energi listrik, karena kepadatan udang yang tinggi perlu di imbangi oleh
penggunaan teknologi pendukung seperti kincir dan blower yang beroperasi 24
jam non stop membutuhkan energi listrik. Kategori listrik yang dibutuhkan
adalah listrik golongan industri 3 PAS (14 KVA – 200 KVA), apabila adanya
pemadaman listrik maka, dibutuhkan genset untuk sumber energi alternatif
sementara. Jarak SPBU dengan petak tambak hanya berjarak 1 km sehingga
mudah untuk mendapatkan bahan baku solar.
3. Bahan Baku Benur (benih udang)
Padat penebaran teknologi supra intensif menggunakan padat tebar benur
tinggi yaitu 1000ekor/m2. Oleh karena itu, kualitas benur yang baik menjadi input
syarat utama keberhasilan budidaya. Kualitas benur yang baik didukung oleh
forward output benur udang dari pengusaha hatchery udang. Harga benur udang
di Sulawesi Rp35/ekor, akan tetapi petambak tidak jarang membeli benur udang
vaname dari Jawa dan Bali dengan harga Rp 38/ekor dan biaya transportasi
sebesar 10 persen dari harga benur.
4. Bahan Baku Pakan
Pakan adalah unsur terpenting yang menunjang pertumbuhan udang vaname,
dan pada budidaya udang intensif biaya pakan mencapai 60% dari biaya
operasional. Kandungan pakan yang berkualitas ditentukan pula oleh jarak antara
pabrik pakan ke lokasi usaha, dan metode penyimpanannya. Semakin jauh jarak
antara pabrik pakan dengan lokasi usaha, rentan terhadap penurunan kualitas
pakan. BBIP Mamboro membeli pakan udang yang berlokasi di Makassar,
namun pembelian tersebut disuplai dari pabrik di pulau Jawa. Harga pakan udang
yang dibeli Rp10 000 per kilogram dengan biaya transportasi pakan sebesar 10
persen dari biaya pakan.
5. Ketersediaan Tenaga Kerja
Teknisi yang diperlukan untuk mengoperasikan teknologi dan mengatur
produksi minimal berpendidikan Diploma 3 perikanan dan operator minimal SMK
perikanan. Standar kebutuhan pekerja dengan teknologi supra intensif satu orang
teknisi dan operator tambak dapat memantau 5- 10 petak tambak. Aktifitas
kegiatan insidental seperti persiapan tambak, panen parsial dan total yang
membutuhkan SDM lebih banyak tersedia oleh warga sekitar.
6. Lokasi dan Iklim
Lokasi wilayah tambak hendaknya memenuhi prasyarat relatif pada
ketinggian minimal 2 m dari permukaan laut hal ini agar pembuangan output air
dan proses pengeringan tidak lembab yang memicu datangnya penyakit.
Berikutnya temperature suhu udara rata-rata 28 sampai 33 0C. Tidak banyak curah
hujan yang menyebabkan kondisi asam. Lokasi tambak perlu diperhatikan tidak di
hilir dari aliran sungai pertanian yang membuang pestisida. Lokasi tidak berada di
kawasan suaka alam atau tempat wisata, rawan bencana longsor dan tidak dekat
dengan pemukiman penduduk yang padat dan industri. Akses jalan yang mampu
dimasuki truck pengangkut hasil panen udang.
9
7. Fasilitas Transportasi
Lokasi BBIP Mamboro berada 1 km dari pemukiman padat penduduk, tidak
berada di hilir sungai pertanian, maupun industri dan strategis di depan jalan raya
nasional poros trans Sulawesi. Aksesbilitas tersebut memudahkan terhadap aliran
bahan baku. Begitu pun untuk pemasaran produk udang, akses jalan penting untuk
mengirim hasil panen udang dengan tersedianya kondisi jalan yang baik.
Tabel 1. Karakteristik jenis teknologi tambak di Indonesia
Teknologi Budidaya
Kriteria
Pakan
Pengelolaan
Air
Padat
penebaran
(ekor/m³)
Ukuran petak
tambak (ha)
Produksi
(ton/MT)
Lama
Pemeliharaan
(bulan)
Dampak
Budidaya
Supra Intensif
Automatic
feeder,
pakan formula lengkap
Intensif
Pakan formula lengkap
Semi Intensif
Alami dan tambahan
pakan buatan
surut
Tradisional
Alami
Kincir, turbo jet, central
drain, aerasi, pompa
Kincir, pompa, aerasi,
sifon
Kincir, pasang
dan pompa
1000
50 -200
10 - 50
1 - 15
0.1-1
0.1-2
1-5
2-20
100-153
2-20
1-10
0.1-0.5
3
3-4
3-4
4-6
Sangat tinggi
Sangat tinggi
Sedang-tinggi
Tidak
signifikan
Pasang surut
(Sumber: Sianipar dan Genisa 1987; Shiau 1998; Lan 2013; Atjo 2013)
Dampak Kegiatan Tambak
Pengaruh budidaya udang terhadap lingkungan pesisir dan sosial ekonomi
masyarakat tergantung dari metode budidaya, tingkat produksi, serta karakteristik
fisika, kimia dan biologi suatu kawasan pesisir (GESAMP 1991). Pada budidaya
supra intensif formulasi pakan pelet menjadi sumber yang paling signifikan dari
nutrisi untuk komoditas budidaya, sehingga memungkinkan intensifikasi produksi.
Pelaksanaan kegiatan budidaya udang dapat memberikan dampak terhadap
lingkungan pesisir. Beberapa diantaranya adalah kerusakan habitat, masuknya
spesies budidaya baru ke perairan berdampak pada rantai makanan, penggunaan
antibiotik dan bahan kimia, limbah budidaya dan polusi perairan, salinisasi
perairan tawar, ketergantungan terhadap tepung ikan dan minyak ikan, dan
lainnya. Kesalahan dalam pengelolaan budidaya tambak udang akan mengakibatkan
terjadinya penurunan mutu lingkungan sehingga akan mengancam kelestarian
sumberdaya pesisir dan pada akhirnya dapat membahayakan pula kesinambungan
kegiatan budidaya udang tersebut. Pada umumnya, isu utama dalam perencanaan
pembangunan budidaya tambak udang yaitu: (i) teknologi yang tepat; (ii)
meminimumkan dampak lingkungan; (iii) memperhatikan daya dukung lingkungan,
(iv) meminimumkan penyakit; (v) memaksimumkan nilai produksi dan; (vi)
mengurangi kemiskinan (Boyd dan Clay 1998). Pada Tabel 2 dapat dilihat potensi
dampak lingkungan yang dapat terjadi oleh kegiatan budidaya.
Selain berdampak terhadap lingkungan, juga terdapat dampak sosio
ekonomi masyarakat. Dampak negatif lain dari budidaya meliputi: memblokir
10
akses ke sumber daya pesisir oleh kolam dan struktur tambak; bahaya navigasi;
privatisasi lahan publik dan jalur air; konversi pemukiman, pertanian (beras,
padang rumput) dan lahan umum; salinisasi pasokan air bagi pertanian dan
perumahan; menurunnya produksi perikanan dan kerawanan pangan;
pengangguran di pedesaan dan migrasi perkotaan; dan dalam beberapa kasus
terdapat pelanggaran hak asasi manusia, gangguan sosial, konflik dan kekerasan
(Paul dan Roskaft 2013).
Mekanisme ini mengabaikan fakta bahwa banyak masalah utama yang
disebabkan dampak kumulatif pada badan air. Pertanyaan tentang ukuran dan
sebaran kegiatan budidaya dapat dijawab dengan mempertimbangkan lokal,
kriteria lokasi atau dengan proses yang reaktif daripada proaktif. Sebaliknya,
kriteria penentuan lokasi budidaya lebih baik jika dikelola melalui perencanaan
umum suatu wilayah dan berdasarkan peraturan tepat yang ditujukan untuk
mengatasi dampak kumulatif.
Tabel 2. Dampak lingkungan yang mungkin timbul dari kegiatan akuakultur di
lingkungan pesisir
Input Budidaya
Komoditas
Budidaya
Pakan
Obatobatan
Pestisida
Hormon/
Perangsa
ng
Pertumb
uhan
●
●
●
●
●
○
-
○
-
-
●
●
●
-
○
○
-
○
-
-
●
-
●
-
●
-
○
-
○
-
●
●
●
-
-
○
●
-
○
-
●
●
○
-
-
○
-
-
○
-
-
○
-
-
-
-
-
-
-
●
-
●
-
-
○
-
-
-
●
●
-
-
-
-
-
-
-
-
-
●
○
-
●
-
-
-
-
-
-
-
-
●
-
○
-
-
●
-
-
-
●
-
-
-
-
-
●
●
-
-
-
●
●
-
-
-
○
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
●
Dampak Lingkungan
Penyuburan perairan
Jaring makanan laut
Konsumsi oksigen
Kerusakan ekosistem
mangrove
Biodiversitas
Biofouling
Perubahan
mikrofauna bentik
Resistensi antibiotik
Salinisasi lapisan
akuifer
Peningkatan
keasaman tanah
Penurunan muka
tanah
Satwa liar
Salinisasi lahan
pertanian
Mengerasnya dasar
laut
Pertumbuhan spesies
yang tidak diinginkan
Eutrofikasi
Keracunan pada
hewan laut
Limbah
feses
Penempat
an
Bangunan
Fisik
● = Berdampak signifikan. ○ = Dampak yang mungkin terjadi. - = Tidak ada hubungan.
Spesies
eksotis
Pengguna
an Air
Tanah
Senyawa
antifouling
dan zat aditif
plastik
Sumber : Thia-Eng (2006)
Defenisi Emergy
Emergy adalah energy yang tersedia dari suatu system yang digunakan
dengan transformasi langsung dan tidak langsung untuk membuat sebuah produk
atau jasa (Odum 1996; Brown dan Ulgiati 2004). Analisis emergy adalah sebuah
teori yang dikembangkan oleh Howard T. Odum yang mempelajari tentang fungsi
11
system ekologi dan lainnya (Hau dan Bakshi 2004). Teori menjelaskan
bagaimana hirarki suatu system bisa bertahan dan dapat diatur dengan
menggunakan energy secara efisien sehingga bisa menghasilkan kekuatan yang
besar (Odum 2000).
Selain itu emergy juga adalah ekspresi dari seluruh energy yang digunakan
dalam proses kerja yang menghasilkan produk atau jasa dalam satu satuan energy.
Emergy merupakan metode kuantitatif untuk mengevaluasi system, baik system
ekologi dan system kemasyarakatan (Voora dan Thrift 2010). Kerangka emergy
telah banyak digunakan untuk menganalisis system yang berbeda seperti
ekosistem, industry, dan ekonomi (Lei dan Wang 2008). Satuan emergy adalah
emjoule atau joule emergy (Odum 2000; Brown dan Ulgiati 2004; Wang et al.
2006). Nilai satuan dari unit emergy dihitung berdasarkan nilai emergy yang
dihasilkan dari tiap unit emergy.
Ada tiga jenis utama dari unit emergy (Brown dan Ulgiati 2004) yaitu: a)
Transformity, adalah satu contoh satuan nilai emergy dan didefenisikan sebagai
emergy per unit dari ketersediaan energy (exergy), biasanya dinyatakan dengan
emjoule surya per joule (sej/J). b) Emergy spesifik, adalah nilai unit materi emergy
yang didefenisikan sebagai emergy per massa. Biasanya dinyatakan dengan
emergy surya per gram (sej/gram). Padatan dapat dievaluasi dengan baik dengan
data emergy per satuan massa untuk konsentrasinya. Karena energy dibutuhkan
untuk konsentrasi materi, maka nilai satuan emergy zat apapun dapat meningkat
sesuai dengan konsentrasinya. c) emergy uang per unit, adalah nilai unit emergy
yang digunakan untuk mengkonversi pembayaran uang ke unit emergy. Biasanya
dinyatakan dengan emjoules/$. Rata – rata emergy per rasio uang dalam
emjoules/$ dapat dihitung dengan membagi penggunaan emergy total produk
ekonomi bruto dari suatu negara atau daerah.
Simbol Sistem Diagram Emergy
Simbol bahasa dalam system energy menggambarkan aliran energi. System
dalam energy adalah seperangkat dari bagian-bagian dan mencakup aliran energy
yang saling terhubung satu sama lain (lihat Tabel 3). Untuk memudahkan analisis,
system energy digambar dengan menggunakan symbol bahasa energy system
ekologi untuk memudahkan dalam menilai dalam suatu system yang mewakili
komponen ekologi/energy, sektor ekonomi, pengguna sumberdaya dan sirkulasi
uang (Odum dan Odum 1976; Odum 1996; Odum 1983; Odum dan Odum 2000) .
Tabel 3. Simbol dan Defenisi Aliran Energi (Odum 1996)
Simbol
Definisi
Sirkuit Energi. Suatu aliran yang berbanding lurus
dengan kuantitas dalam simpanan atau dalam sumber
hulu (upstream)
Sumber energi. Sumber energi eksternal dengan
ketersediaan konstan yang mengirimkan gaya secara
terkontrol.
12
Tabel 3. Simbol dan Defenisi Aliran Energi (Lanjutan)
Simbol
Defenisi
Tangki. Suatu ruang penyimpanan energi didalam
sistem yang menyimpan suatu kuantitas sebagai hasil
keseimbangan aliran masuk dan aliran keluar; suatu
variabel kondisi.
Pembuangan panas.
Dispersi energi potensial
menjadi panas yang menyertai semua proses
transformasi dan simpanan yang sebenarnya;
kehilangan energi potensial karena pemakaian lebih
lanjut oleh sistem.
Interaksi. Interaksi dua alur berganda menghasilkan
suatu aliran keluar yang sebanding dengan fungsi
keduanya; gerak/aksi kontrol suatu aliran terhadap
aliran energi lainnya; aksi/gerak faktor pembatas;
gerbang kerja.
Konsumen. Unit yang mentransformasikan kualitas
energi, menyimpannya dan menyimpan balikkan
secara autokatalis untuk memperbaiki aliran masuk.
Gerak peubah. Suatu simbol yang menandakan satu
atau lebih “gerak peubah”.
Produsen.
Unit
yang
menerima
dan
mentransformasikan energi berkualitas rendah
dibawah kontrol interaksi aliran berkualitas tinggi.
Kotak. Simbol aneka macam yang digunakan untuk
unit atau fungsi apa saja sesuai dengan yang ditulis
didalam kotak.
Transaksi. Suatu unit yang menunjukan penjualan
barang atau jasa (garis utuh) sebagai penukar
pembayaran dengan uang (garis terputus).
13
Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mengambil topik tentang evaluasi emergy pengembangan
sistem budidaya udang supra intensif di Pesisir Mamboro. Kajian yang dilakukan
meliputi: 1) mengidentifikasi batasan sistem budidaya supra intensif 2) melakukan
analisis evaluasi emergy. Beberapa penelitian terdahulu tentang evaluasi emergy
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Penelitian terdahulu evaluasi emergy budidaya perikanan
Acuan
Judul Penelitian
Howard T. Analisis emergy
Odum dan budidaya udang
Jan Arding vaname semi
tahun 1991
intensif di Ekuador
Tujuan Penelitian
Menghitung nilai
EIR, ELR, EYR,
dan ESI
Hasil Penelitian
Nilai ESI adalah
3.79E-01
Sistem KJA nila
Evaluasi emergy
Mengevaluasi
memiliki
karamba jaring
keberlanjutan sistem keberlanjutan yang
apung ikan nila
KJA nila dengan
rendah dan tidak
dengan tenaga listrik menggunkan tenaga efisien dengan
air waduk di Brazil
listrik
besarnya
penggunaan pupuk.
Evaluasi emergy
Kedua sistem
Membandingkan
dari budidaya udang
menunjukan nilai
Juliana
keberlanjutan
vaname semi
ESI yang rendah
Lima, Rivera
budidaya tradisional
intensif dan
dengan
E, U focken,
dan semi intensif
tradisional di
penggunaaan lokal
tahun 2012
dengan evaluasi
Lagoon Guaraira
sumberdaya yang
emergy.
Brazil
rendah.
Kedua sistem
memiliki dampak
Membandingkan
TR
Analisis emergy
lingkungan yang
keberlanjutan sistem
Williamson, untuk evaluasi dua
rendah, sistem
budidaya tiram
DR Tilley, E sistem budidaya
budidaya terapung
terapung dan sistem
Campbell,
tiram di Teluk
memiliki input
budidaya tiram di
tahun 2015
Chesapeake USA
sumberdaya yang
dasar.
dibeli labih besar
dari sistem dasar.
Budidaya dengan
LX Zhang, S Evaluasi emergy
Mengevaluasi dan
model sistem
Ulgiati, ZF dari tiga sistem
memilih model
intensif cenderung
Yang,
B budidaya ikan karp
produksi terbaik dari
tidak berkelanjutan
Chen, Tahun di Danau Nansi
sisi ekonomi dan
dengan semakin
2011
China
ekologi
tinggi nilai ESI
F.
Garcia,
JM Kimpara,
WC
Valenti,La
Ambrosio
tahun 2014
14
3 METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Mamboro Kecamatan Palu Utara
Provinsi Sulawesi Tengah (Gambar 2). Wilayah ini adalah BBIP (Balai Benih
Ikan Pantai) kampal dkp Sulawesi Tengah dan merupakan kawasan baru
pertambakan budidaya udang supra intensif di Kecamatan Palu Utara. Penelitian
dilakukan selama 2 bulan, yaitu pada Bulan Mei 2016 sampai dengan Juli 2016.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder selama
penelitian dilakukan. Pengumpulan data ini untuk mengetahui bagaimana input
pakan, pupuk, benur (larva), barang dan jasa, tenaga kerja, biaya perbaikan, energi
matahari, energi angin, teknik budidaya supra intensif, dan tingkat kesejahteraan
petambak.
15
Data primer dikumpulkan dengan cara pengambilan langsung pada saat
penelitian, melalui kuisioner, wawancara, observasi dan penghitungan langsung di
lokasi penelitian. Data sekunder didapatkan dari beberapa instansi terkait yaitu
Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Palu, Bappeda Sulawesi Tengah, Badan
Pusat Statistik Kota Palu, serta referensi lain untuk menunjang penelitian ini. Jenis
data primer dan sekunder dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jenis data primer dan sekunder pada penelitian.
o
Jenis Data
A. Data Primer
1 Input dan Teknis Budidaya
a. Input pakan
b. Debit air
c. Probiotik
d. Musim tebar
e. Persiapan tambak
f. Persiapan air dan pengisian
air tambak
g. Input Benih
h. Pengelolaan air
i. Spesifiksi Peralatan
j. Kebutuhan energi listrik
k .Kebutuhan bahan bakar
2 Tingkat Kesejahteraan
a. Sarana Produksi
b. Biaya Produksi
c. Hasil Produksi
d. Penerimaan
B.
1
Metode
Sumber Data
Kuisioner,
wawancara, dan
observasi lapang.
Petambak dan
Lokasi
penelitian
Kuisioner,
wawancara, dan
observasi lapang.
Data Sekunder
Kebijakan, infrastruktur dan dukungan pemerintah
Studi Literatur
2
Produksi Perikanan.
3
Insolasi Matahari, Curah Hujan, Kecepatan Angin
Petambak dan
Lokasi
Penelitian
Intansi Terkait
dan Penelitian
Sebelumya.
Prosedur Analisis Data
Analisis Kondisi Existing Tambak Supra Intensif
Pengambilan data mengenai tahapan budidaya dilaksanakan dengan
menggunakan wawancara dengan kuisioner, dan pengamatan langsung dilokasi.
Data yang dikumpulkan meliputi luasan tambak, input pakan, input air, curah
hujan, intensitas cahaya matahari, sarana dan prasarana produksi, tenaga kerja,
barang dan jasa. Teknik budidaya yang meliputi: musim tebar, persiapan tambak,
persiapan dan pengisian air, kualitas benih, pengelolaan air, manajemen dasar
tambak, manajemen pakan, dan treatment penyakit. Hasil pengamatan dan
wawancara diuraikan secara deskriptif berdasarkan kondisi di lokasi penelitian.
Analisis ini berguna untuk mengetahui kapasitas pengembangan dan kondisi
existing tambak supra intensif.
16
Analisis Evaluasi Emergy
Metode evaluasi emergy atau yang disebut sintesis emergy, seluruh sistem
dianggap melalui diagram dimana aliran emergy sumberdaya dan informasi yang
mendorong untuk analisis sistem (Gambar 3). Tahapan yang umum digunakan
untuk melakukan analisis sisntesis emergy dimulai dari mendefinisikan batas
sistem dengan menggunakan diagram sistem energi untuk menggambarkan fitur
sistem, input dan output. Langkah berikutnya membuat sebuah tabel yang
merangkum nilai-nilai emergy dari stok sistem dan aliran. Stok dan aliran
dikonversi dari unit energi atau massa yang setara dengan menggunakan koefisien
emergy transformity. Keberlanjutan sistem ini kemudian dapat dievaluasi dengan
menggunakan sejumlah indikator emergy (Voora dan Thrift, 2010). Berikut
adalah beberapa metode analisis sintesis emergy :
1. Batasan sistem yang didefenisikan sebagai daerah yang digunakan untuk
produksi secara keseluruhan dan untuk sub sistem individu (bidang manajeman).
Dimensi dari batasan ini adalah dalam waktu biasanya satu tahun.
2. Semua sumber energi utama dan sumberdaya material yang mengalir dan yang
tersimpan didalam sistem diidentifikasi dan ditabulasi menggunakan bahasa
sistem energi dan kuantitas dicatat dan dikonversi menjadi unit energi (Joule), unit
massa (gram), atau unit moneter.
3. Berbagai sumber daya yang mengalir baik yang diukur secara langsung atau
diperkirakan dari catatan produksi, catatan keuangan dan data yang tersedia.
Untuk memperoleh nilai emergy dari arus sumber daya, jumlahnya ditabulasi dan
dikalikan dengan transformasi yang sesuai dari berbagai literatur yang tersedia.
Gambar 3. Emergy berdasarkan indeks, nilai dari input lokal emergy terbarukan
(R), lokal input yang tidak terbarukan (N), dan input yang diperoleh dari luar
sistem (F) (Brown dan Ulgiati 2004, Wang et al. 2006).
17
Tabel Evaluasi Emergy
Hasil analisis emergy disajikan dalam dua bentuk yaitu bentuk diagram dan
tabel. Analisis menggunakan tabel merupakan data aliran dan cadangan
penyimpanan yang diubah menjadi unit emergy dan kemudian dijumlahkan untuk
menghasilkan aliran emergy total dalam sistem. Tabel evaluasi emergy digunakan
untuk evaluasi dari sebuah proses yang mewakili aliran energi per satuan waktu
(biasanya per tahun). Keterangan dalam evaluasi menggunakan tabel mengikuti
aturan format yang dikembangkan oleh odum (2000) dan Brown and Ulgiati
(2004) seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 6 terdiri dari:
1. Kolom 1 merupakan item nomor baris yang menujukkan catatan yang
ditemukan atau merupakan data mentah perhitungan yang akan
ditampilkan.
2. Kolom 2 adalah nama dari input yang akan ditampilkan yang juga
ditunjukkan pada diagram analisis.
3. Kolom 3 adalah data mentah dalam joule, gram, dolar atau unit lainnya.
4. Kolom 4 adalah tampilan satuan untuk setiap item (g, J, $, dll ).
5. Kolom 5 adalah emergy per unit yang digunakan untuk faktor konversi
perhitungan (transformity).
6. Kolom 6 adalah emergy surya dari aliran tertentu, dihitung sebagai
masukkan mentah kali transformity (kolom 3 kali kolom 5).
7. Kolom 7 adalah nilai emdollar (emergy uang) dari barang yang
diberikan untuk suatu tahun tertentu. Hal ini diperoleh dengan membagi
emergy di kolom 6 dengan rasio emergy untuk uang (EMR) untuk
negara dan tahun dipilih dalam evaluasi (unit sej/$). EMR dihitung
secara independen. Nilai – nilai yang dihasilkan dalam kolom ini
menyatakan jumlah aktivitas ekonomi yang dapat didukung oleh aliran
emergy yang diber
UDANG SUPRA INTENSIF DI KAWASAN PESISIR MAMBORO,
KOTA PALU, PROVINSI SULAWESI TENGAH
VICKY RIZKY A. KATILI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Evaluasi Emergy
Pengembangan Sistem Budidaya Udang Supra Intensif di Kawasan Pesisir
Mamboro, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017
Vicky Rizky A. Katili
NIM C252124011
RINGKASAN
VICKY RIZKY A. KATILI. Evaluasi Emergy Pengembangan Sistem Budidaya
Udang Supra Intensif di Kawasan Pesisir Mamboro, Kota Palu, Provinsi Sulawesi
Tengah. Dibimbing oleh LUKY ADRIANTO dan YONVITNER.
Budidaya supra intensif diharapkan mampu meningkatkan produksi udang
secara kuantitas dan kualitas yang berkelanjutan. Kemampuan produksi budidaya
udang supra intensif yang tinggi tentu berdampak pada lingkungan pesisir.
Kegiatan budidaya di wilayah pesisir dapat menjadi ancaman bagi ekosistem bila
tidak dikelola secara benar. Pada saat memprediksi atau menganalisis manfaat
ekonomi, biasanya metode yang digunakan mudah untuk menghitung jumlah
modal dan produksi yang dihasilkan. Namun pada saat membandingkan manfaat
ekonomi dan dampak dari kegiatan produksi terhadap lingkungan, kendala yang
dihadapai dalam hal satuan, unit, proporsi dan sebagainya.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menilai keberlanjutan tambak
supra intensif di kawasan pesisir. Penelitian ini memiliki dua tujuan khusus yaitu:
(1) mengidentifikasi dan menguraikan efisiensi aliran emergy dalam kerangka
pengembangan budidaya supra intensif di kawasan pesisir; (2) melakukan analisis
keberlanjutan budidaya udang supra intensif dengan menghitung Emergy
Sustanability Index (ESI).
Lokasi penelitian berada di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kampal
Kelurahan Mamboro, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu, Provinsi Sulawesi
Tengah. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data
dianalisis dengan menggunakan evaluasi emergy yang terdiri dari mendefenisikan
batas sistem, diagram aliran emergy, agregasi sistem, tabel evaluasi emergy dan
indeks emergy.
Hasil penelitian menunjukkan input aliran emergy yang masuk ke sistem
budidaya supra intensif terdiri dari sumberdaya terbarukan (R), sumberdaya tidak
terbarukan (N), dan sumberdaya yang dibeli (F). Aliran emergy sumberdaya
terbarukan (R) sebesar 4.70E+12 sej per siklus. Aliran emergy sumberdaya tidak
terbarukan (N) sebesar 2.77E+15 sej per siklus. Aliran emergy sumberdaya yang
dibeli (F) sebesar 7.45E+16 sej per siklus. Nilai energy output (O) sebesar
1.55E+11 J sebanding dengan total emergy input (Y) yang masuk ke sistem yaitu
7.73E+16 sej per siklus. Input emergy terbesar yang masuk kedalam sistem
budidaya supra intensif yaitu listrik sebesar 3.73E+16 sej per siklus (48.3 %),
pakan 2.33E+16 sej per siklus (30.1%), tenaga kerja 8.54E+15 sej per siklus
(11.1%), dan input air 2.77E+15 sej per siklus (3.59%).
Hasil evaluasi emergy menunjukan nilai emergy sustainability index (ESI)
sebesar 6.32E-05, hal ini berarti bahwa budidaya udang supra intensif cenderung
tidak berkelanjutan dalam jangka panjang. Nilai Emergy Yield Ratio (EYR) yang
rendah yaitu 1.04 mengindikasikan sistem hanya mengubah berbagai macam jenis
sumberdaya yang diimpor menjadi energi dalam bentuk daging udang.
Kata kunci: Budidaya supra intensif, BBIP Kampal, emergy, aliran emergy,
indeks emergy.
SUMMARY
VICKY RIZKY A. KATILI. Emergy Evaluation of Supra Intensive Marine
Shrimps Farms in Mamboro Coastal Area, Palu City, Central Sulawesi Province.
Supervised by LUKY ADRIANTO and YONVITNER.
Supra intensive marine shrimps farms is expected to increase shrimp
production in both quantity and quality of sustainable. The highest capability of
supra intensive marine shrimp production certainly have an impact on the coastal
environment. Aquaculture activities in coastal areas could be a threat to the
ecosystem if not properly managed. For predicting or analyzing the economic
benefits, it is usually used easy method to calculate the amount of capital and the
production. However, when comparing the economic benefits and the impact of
production activities on the environment, more are so many obstacles in terms of
units, unit, proportion and so forth.
The main purpose of this study was to assess the sustainability of supraintensive ponds in coastal areas. This study has two objectives, namely: (1) to
identify and describe the emergy flow efficiency in terms of the development of
supra-intensive aquaculture in coastal areas; (2) to analyze the sustainability of
supra intensive shrimp farming by calculating the emergy sustanability Index
(ESI).
This research was conducted in Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kampal
Mamboro village, Palu Utara subdistrict, Palu city, Central Sulawesi province.
Data were collected consist of primary and secondary data. Data were analyzed
using emergy evaluation consisting of defines the limits of the system, emergy
flow diagram, aggregation system, emergy evaluation table and index emergy.
The results showed that input of emergy flow into supra intensive marine
shrimps farms consist of renewable resources (R), a non-renewable resource (N),
and the resources purchased (F). Renewable resources emergy flow (R) of 4.70E
+ 12 sej per cycle. Emergy flow of non-renewable resources (N) of 2.77E + 15 sej
per cycle. Resources purchased emergy flow (F) of 7.45E + 16 sej per cycle. The
value of energy output (O) of 1.55E + 11 J proportional to total emergy input (Y)
which is entered into the system: 7.73E + 16 sej per cycle. The largest emergy
inputs that involved into supra intensive marine shrimps farms systems were
electric at 3.73E + 16 sej per cycle (48.3%), feed 2.33E + 16 sej per cycle
(30.1%), labor 8.54E + 15 sej per cycle (11.1%), and water input 2.77E + 15 sej
per cycle (3.59%).
Results of emergy evaluation showed the value of Emergy Sustainability
Index (ESI) i.e. 6.32E-05. This means that the supra-intensive shrimp farming
tends to unsustainable over the long term. The value of Emergy Yield Ratio
(EYR) was low at 1.04 and indicates that the system only change the various
types of resources that imported into energy i.e. shrimp meat.
Keywords: Supra intensive, BBIP Kampal, emergy, emergy flow, emergy indices.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EVALUASI EMERGY PENGEMBANGAN SISTEM BUDIDAYA
UDANG SUPRA INTENSIF DI KAWASAN PESISIR
MAMBORO, KOTA PALU, PROVINSI SULAWESI TENGAH
VICKY RIZKY A. KATILI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Ario Damar, MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 sampai Juli
2016 ini evaluasi emergy tambak supra intensif, dengan judul Evaluasi Emergy
Pengembangan Sistem Budidaya Udang Supra Intensif di Kawasan Pesisir
Mamboro, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.
Selama proses penyelesaian karya ilmiah ini, mulai dari kolokium,
penelitian hingga ujian akhir penulis menghaturkan terima kasih kepada bapak Dr.
Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan bapak Dr.
Yonvitner ,M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan ilmu dan arahan bermakna sehingga tesis atau karya
ilmiah ini dapat terselesaikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Irham Yabi dari Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kampal, bapak
Nimrod S.pi beserta staf BBIP Kampal Mamboro, serta Bapak Hardiansyah
beserta staf, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri serta seluruh keluarga, atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2017
Vicky Rizky A. Katili
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
1
1
2
3
3
4
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Ekologi
Ekosistem Pesisir
Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Perkembangan Tambak Udang di Sulawesi Tengah
Karakteristik Tambak Supra Intensif
Dampak Kegiatan Tambak
Defenisi Emergy
Simbol Sistem Diagram Emergy
Penelitian Terdahulu
5
5
5
6
7
7
9
10
11
13
3 METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Prosedur Analisis Data
14
14
14
15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Input Produksi Budidaya Supra Intensif
Produksi Udang
Analisis Evaluasi Emergy
Tabel Evaluasi Emergy
Indeks Emergy
Alternatif Input Sumberdaya Terbarukan (R) pada Tambak
21
21
23
24
25
32
36
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
39
39
39
DAFTAR PUSTAKA
39
LAMPIRAN
44
RIWAYAT HIDUP
49
DAFTAR TABEL
1 Karakteristik jenis teknologi tambak di Indonesia
2 Dampak lingkungan yang timbul dari kegiatan akuakultur di
lingkungan pesisir
3 Simbol dan defenisi aliran energi
4 Penelitian terdahulu evaluasi emergy budidaya perikanan
5 Jenis data primer dan sekunder pada penelitian
6 Contoh tabel evaluasi emergy
7 Data produksi udang vanamme teknologi supra intensif
8 Evaluasi emergy budidaya udang supra intensif
9 Kebutuhan energi listrik dalam satu siklus
10 Kandungan bahan aktif dalam suplemen fytogro
11 Kandungan bahan aktif dalam suplemen mingro
12 Indeks emergy produksi budidaya udang supra intensif
13 Indeks emergy beberapa budidaya perikanan
14 Alternatif input air sebagai sumberdaya terbarukan
9
10
11
13
15
17
23
26
29
30
30
32
32
36
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Kerangka pemikiran
Peta lokasi penelitian
Emergy berdasarkan indeks
Model aliran emergy pada produksi budidaya udang supra intensif
Persentase input sumberdaya yang dibeli (F)
4
14
16
25
31
DAFTAR LAMPIRAN
6 Gambar peralatan dan sarana prasarana input budidaya
7 Perhitungan evaluasi sintesis emergy budidaya udang supra intensif
44
46
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dinamika kebutuhan pangan global berkembang seiring dengan kesadaran
masyarakat akan kesehatan yang beralih pada kebiasaan gaya hidup sehat dari
konsumsi “red meat” (daging sapi, kambing dsb) menjadi “white meat” (ikan &
seafood). Perubahan selera tersebut mempengaruhi jumlah konsumsi ikan per
kapita penduduk dunia yang meningkat sebesar 9.37 persen dari tahun 2011 ke
tahun 2012 (NMFS 2012). Konsumsi ikan per kapita terdiri dari komoditas ikan
laut, termasuk udang dan ikan air tawar yang dikonsumsi oleh penduduk dunia.
Udang vaname (Litopenaeus Vannamei) merupakan komoditas konsumsi
perikanan unggulan di pasar global, namun ketersediaan suplainya belum
tercukupi. Menurut (OECD-FAO 2013) permintaan pasar udang dunia belum
tercukupi oleh suplai udang dunia yang turun akibat penyakit“Early Mortality
Syndrome” (EMS). Negara konsumsi udang terbesar dunia adalah negara
Amerika, Uni Eropa, dan Jepang. Jumlah total permintaan udang dunia di tahun
2013 sebesar 4.18 juta ton namun baru tercukupi oleh suplai udang dunia sebesar
3.08 juta ton. Hal tersebut menunjukkan adanya gap jumlah produksi dengan
permintaan udang minus 1.10 juta ton.Selain potensi pasar udang dunia, jumlah
permintaan udang di pasar domestik meningkat 7.3 persen dari 205 000 ton udang
di tahun 2012 menjadi 220000 ton udang di tahun 2013 (KKP 2014).
Teknologi intensifikasi diharapkan mampu meningkatkan produksi udang
secara kuantitas dan kualitas yang berkelanjutan. Menurut Shrimp Club Indonesia
(2015) teknologi supra intensif ini mampu menghasilkan produktivitas panen
udang vaname sebesar 200 ton udang/ha dari teknologi sebelumnya hanya 70 ton
udang/ha. Teknologi intensifikasi budidaya tambak udang supra intensif
diciptakan oleh CV Dewi Windu pada tahun 2013 di Kabupaten Barru, provinsi
Sulawesi Selatan.
Kemampuan produksi budidaya udang supra intensif yang tinggi tentu
berdampak pada lingkungan pesisir. Kegiatan budidaya di wilayah pesisir dapat
menjadi ancaman bagi ekosistem bila tidak dikelola secara benar. Budidaya udang
biasanya dibangun dekat dengan garis pantai untuk mendapatkan akses air laut
dan stok benih. Hal ini menimbulkan beberapa implikasi terhadap lingkungan
antara lain kerusakan habitat kritis (mangrove), polusi perairan sekitar, eksploitasi
berlebih terhadap larva dan juvenil, konflik lahan dan sumber air, serta bahaya
introduksi spesies. Kemampuan perairan pesisir dalam mengencerkan limbah
selain sangat ditentukan oleh jumlah beban limbah yang masuk ke lingkungan
perairan pesisir, juga ditentukan oleh faktor- faktor yang mendukung kemampuan
asimilasi tersebut, yaitu faktor hidro-oseanografi (arus, pasang surut, batimetri)
serta volume air penerima limbah. Apabila limbah yang masuk atau dibuang ke
lingkungan perairan pesisir melampaui kapasitas asimilasi atau kemampuan daya
dukung lingkungan perairan maka akan berdampak terhadap berubahnya fungsi
ekologis perairan pesisir (Damar 2004).
Dalam memprediksi atau menganalisis manfaat ekonomi, biasanya metode
yang digunakan mudah untuk menghitung jumlah modal dan produksi yang
dihasilkan. Namun pada saat membandingkan manfaat ekonomi dan dampak dari
2
kegiatan produksi terhadap lingkungan, kendala yang dihadapai dalam hal satuan,
unit, proporsi dan sebagainya, oleh karena itu diperlukan analisis emergy. Analisis
emergy menjelaskan bagaimana hirarki suatu sistem bisa bertahan dan dapat
diatur dengan menggunakan energi secara efisien (Odum 2000). Selain itu emergy
juga adalah ekspresi dari seluruh energi yang digunakan dalam proses kerja yang
menghasilkan produk dan jasa dalam satu satuan energy. Emergy merupakan
metode kuantitatif untuk mengevaluasi system, baik system ekologi, ekonomi, dan
kemasyarakatan (Voora dan Thrift 2010). Analisis emergy adalah bentuk analisis
energi yang mengukur nilai input sumber daya alam, barang dan jasa,dan ekonomi
secara umum untuk mendapatkan kontribusi alam terhadap aktivitas
perekonomian manusia.
Beberapa metode yang digunakan untuk mengukur keberlanjutan suatu
kegiatan ekonomi yang menggunakan sumberdaya pesisir diantaranya ecological
footprint, daya dukung, dan life cycle assessment. Perbedaan utama dengan
pendekatan emergy adalah unit yang diukur, dimana pada ecological footprint
dan daya dukung yang diukur adalah biomassa yang mampu di dukung oleh
sumberdaya pesisir. Sedangkan pada analisis emergy yang diukur adalah energi
yang tersedia (Energy Memory) dan analisis emergy merupakan pelengkap dari
life cycle assessment dimana menghitung semua input sumberdaya yang gratis.
Berdasarkan hal di atas, maka evaluasi emergy pengembangan budidaya udang
supra intensif di kawasan pesisir adalah untuk melihat sudah sejauh mana variabel
dalam aspek ekologi, barang, dan jasa memberikan dampak atau pengaruh terhadap
kegiatan budidaya udang supra intensif pada saat ini maupun di masa datang dan
sebaliknya sudah seberapa besar tekanan budidaya udang supra intensif terhadap
sumberdaya pesisir.
Perumusan Masalah
Puncak perikanan tangkap pada skala global yaitu tahun 1989 (FAO 2002;
2009) setelah itu terjadi penurunan stok ikan. Perikanan budidaya menjadi
alternatif pengganti untuk memenuhi produksi perikanan dunia, salah satunya
budidaya udang. Komoditi udang adalah komoditi ekspor utama dalam perikanan,
memproduksi udang melalui budidaya sangat menguntungkan karena dengan
input rupiah dapat menghasilkan output dollar. Isu nasional sail tomini 2015
salah satunya membahas tentang budidaya tambak supra intensif. Produksi
tambak ini tertinggi di dunia yaitu 200 ton per hektar, dengan produksi ini tentu
harapan Indonesia menjadi negara penghasil produksi udang dunia bukan tidak
mungkin menjadi kenyataan. Menurut Atjo (2013) budidaya udang supra intensif
sangat tergantung pada (1) kondisi perairan lingkungan setempat, kondisi perairan
sangat vital untuk mendukung usaha perairan karena modal utama adalah air, (2)
pemberian pakan yang tepat dan berkualitas, (3) penggunaan teknologi rekayasa
konstruksi, suplai oksigen dan pengolahan limbah.
Budidaya udang supra intensif adalah usaha padat modal, yang dapat
dikategorikan sebagai kegiatan industri dengan jenis komoditas produksi utama
“biomassa udang”. Seperti kegiatan industri yang lain maka dalam kondisi iklim
investasi kondusif dan pasar yang mapan, keuntungan usaha akan berbanding
lurus dengan kecepatan dan volume produksi. Oleh karena itulah maka tidak
mengherankan jika petani udang berusaha memacu produksi udang dengan
membesarkan udang berkepadatan tinggi dengan memberikan pakan berlebih.
3
Pemberian pakan yang berlebihan inilah yang menjadi awal kendala bagi
keberlanjutan produksi udang.
Budidaya udang intensif didefenisikan sebagai system budidaya berbasiskan
perlakuan, memiliki jumlah pengeluaran dan pemasukan nutrient yang mengarah
pada eutrofikasi (Troel et al. 1999 dalam Cao et al. 2007). Unsur nitrogen
(ammonia, nitrit, dan nitrat) merupakan bahan kontaminan utama didalam air
limbah perikanan budidaya. Ackefors dan Enell (1994) dalam Cao et al. (2007)
memperkirakan bahwa 9.5 Kg P dan 78 Kg N per ton ikan dilepaskan kedalam
kolom air per tahun ketika koefisien konversi pakan adalah 1.5 dan kandungan
dalam pakan adalah 0.9% P dan 7.2% N. Diperkirakan sekitar 72% N dan 70% P
dalam pakan tidak dikonsumsi oleh ikan. Limbah perikanan budidaya yang
terjadi pada tahun 1999 dan 2000 mengakibatkan kerugian ekonomi sekitar 0.132
milliar dollar (Yang et al. 2002 dalam Cao et al. 2007).
Analisis evaluasi emergy diperlukan untuk mengkaji seberapa besar jumlah
energy yang digunakan untuk memproses sistem budidaya udang supra intensif.
Emergy yang masuk ke sistem yang terdiri dari renewable energy (R), non
renewable emergy (N), dan Sumberdaya yang dibeli (F) bisa dihitung dan
bagaimana efisiensi emergy yang masuk ke sistem tersebut.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka beberapa pertanyaan yang
timbul dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana aliran emergy dalam sistem (input, proses, output)
budidaya udang supra intensif.
2. Bagaimana efisiensi emergy yang masuk ke dalam sistem dan
keberlanjutan sistem budidaya udang supra intensif.
Tujuan Penelitian
Fokus penelitian ditujukan untuk keberlanjutan tambak supra intensif di
kawasan pesisir. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka ditentukan
beberapa tujuan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Mengidentifikasi dan menguraikan efisiensi aliran emergy dalam
kerangka pengembangan budidaya udang supra intensif di kawasan
pesisir.
2. Melakukan analisis keberlanjutan budidaya udang supra intensif
berdasarkan analisis emergy.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Menjadi informasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
pengelolaan tambak supra intensif di Indonesia.
2. Menjadi bahan pertimbangan pengambil kebijakan dalam
pengelolaan wilayah pesisir melalui tambak supra intensif di
Kelurahan Mamboro, Kota Palu.
3. Memberikan informasi pengetahuan pengelolaan tambak supra
intensif secara optimal berbasis sumberdaya pesisir.
4
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran atau alur pikir yang digunakan di dalam penelitian ini
adalah menghitung nilai Emergy Sustainability Index (ESI) yang tahapannya
terdiri dari mendefenisikan batasan sistem, aggregasi sistem, tabel evaluasi
emergy, dan kemudian indeks emergy. Secara umum kerangka pemikiran tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 1):
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah apabila input energi
sumberdaya terbarukan dan sumberdaya yang dibeli baik, maka akan
menghasilkan energi yang seimbang, sehingga menunjang keberlanjutan sistem
budidaya udang supra intensif.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Ekologi
Intervensi atau interaksi manusia dengan lingkungannya menyebabkan
berbagai perubahan di biosfer. Pandangan ekologi manusia melihat bahwa
hubungan sistem ekologis (ekosistem) saling mempengaruhi dengan sistem sosial.
Adanya aliran massa, energi, dan informasi yang menghubungkan ekosistem dan
sistem sosial, menyebabkan kualitas ekosistem dapat dipengaruhi oleh sistem
sosial atau sistem sosial pun dipengaruhi oleh kondisi ekologis. Perubahan yang
terjadi dalam salah satu sistem dapat mempengaruhi keberlangsungan sistem
lainnya. Sistem sosial-ekologis didefinisikan sebagai sistem yang terpadu dari
alam dan manusia dengan hubungan yang timbal balik (Carpenter et al. 1999:
Folke et al. 2005).
Menurut Anderies et al. (2004), sistem sosial-ekologi adalah sebuah sistem
dari unit biologi/ekosistem yang berhubungan dan dipengaruhi oleh satu atau
lebih sistem sosial, dalam arti membentuk kerjasama dan hubungan saling
tergantung dengan yang lain. Dengan demikian sistem sosial-ekologi ini meliputi
suatu unit ekosistem seperti wilayah pesisir, ekosistem mangrove, danau, terumbu
karang, pantai yang berasosiasi dengan struktur dan proses sosial yang ada
didalamnya.
Dalam konteks pengelolaan wilayah pesisir, konsep ini sangat penting
mengingat karakteristik dan dinamika ekosistem perairan, sumberdaya perikanan
dan pelaku perikanan merupakan satu keterkaitan. Hal ini didasarkan pada
karakteristik dan dinamika pesisir yang merupakan suatu sistem dinamis saling
terkait antara sistem komunitas manusia dengan sistem alam sehingga kedua
sistem inilah yang berubah secara dinamik dalam kesamaan besaran (magnitude).
Untuk itu diperlukan integrasi pengetahuan dalam implementasi pengelolaan
wilayah pesisir. Integrasi inilah yang dikenal dengan paradigma Social Ecological
System (SES) dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan (Adrianto dan Aziz
2006).
Ekosistem Pesisir
Pengertian wilayah pesisir secara umum digunakan untuk menjelaskan
wilayah daratan sepanjang garis pantai dan perairan sekitarnya (Thia-Eng 2006).
Undang Undang No. 27 Tahun 2007 menyebutkan bahwa wilayah pesisir adalah
daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan
di darat dan laut. Di wilayah pesisir terdapat ekosistem yang saling terkait satu
dengan yang lainnya. Ekosistem pesisir merupakan suatu unit tatanan interaksi antara
organisme dengan lingkungannya dan secara bersama – sama menjalankan fungsinya
masing – masing pada suatu tempat atau habitat (Odum 1971). Ekosistem pesisir
merupakan himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan nir-hayati (abiotik)
yang mutlak dibutuhkan untuk hidup dan meningkatkan mutu kehidupan (Dahuri
2003). Selanjutnya dikatakan bahwa komponen hayati dan nir-hayati secara
fungsional berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu
sistem. Apabila terjadi perubahan pada salah satu sistem dari kedua komponen
tersebut, maka dapat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada, baik dalam
6
kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya (Moss 1980, diacu
dalam Dahuri 2003).
Keterkaitan berbagai ekosistem pesisir ini menyebabkan wilayah pesisir
mempunyai produktivitas hayati yang cukup tinggi dan berperan penting dalam
menunjang sumberdaya ikan. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa kehidupan
sekitar 85 % biota laut tropis, termasuk Indonesia tergantung pada ekosistem pesisir
dan juga sekitar 90 % dari hasil tangkapan ikan di dunia berasal dari perairan pesisir
(Berwick 1993).
Sumberdaya pesisir memiliki tingkat produktivas alami yang tinggi yang
menopang kebutuhan hidup manusia, selain itu merupakan wilayah yang
pemanfaatannya beragam sehingga sebagian penduduk dunia hidup di wilayah
pesisir. Hal ini menyebabkan wilayah pesisir dan laut terkena imbas dari berbagai
polusi, sedimentasi, dan perubahan hidrologi yang disebabkan oleh aktifitas
manusia. Pengelolaan secara sektoral tidak bisa diandalkan untuk pemanfaatannya
karena menimbulkan berbagai masalah dalam keberlanjutan sumberdaya alam,
sehingga keterpaduan merupakan hal mutlak dalam pengelolaan sumberdaya
pesisir dan laut untuk mencapai keberlanjutan sumberdaya alam. Valuasi dan
perhitungan jasa ekosistem merupakan subjek penelitian yang semakin
mendapatkan perhatian lebih dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebijakan
(Moberg dan Folke 1999; Salles 2011; Barbier 2012; Hussain dan Tschirhart
2013).
Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
The World Commission on Environment and Development (WCED 1987)
mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai "pembangunan yang
memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi
mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri." Beberapa ahli pun
memiliki pengertiannya sendiri (Costanza dan Patten 1995). Pembangunan
berkelanjutan adalah isu-isu kompleks yang sulit untuk didefinisikan dan berlaku
untuk budidaya (Philips 1995). Definisi bahkan lebih ringkas dari Uni
Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) mengatakan bahwa "pembangunan
berkelanjutan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dalam konteks daya
dukung bumi".
Budidaya tambak merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat dan
sering tidak memiliki lahan di wilayah pesisir meskipun keuntungan dapat
menurun di masa depan. Dengan harapan budidaya terus berkontribusi terhadap
ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan, maka perlu memastikan
pengembangan akuakultur yang keberlanjutan. Pembangunan berkelanjutan
merupakan isu penting dan telah menjadi perhatian utama dari industri akuakultur
(Srinath 2000). Perikanan dan sistem budidaya yang beragam, kompleks, dan
dinamis menciptakan kepedulian dan tantangan bagi para pemangku kepentingan
yang terlibat di sektor perikanan dan budidaya. Keanekaragaman berarti bahwa
terdapat sistem yang beragam dan multi segi dilihat dari pemangku kepentingan
yang terlibat, karakteristik wilayah, serta kondisi sosial dan budaya. Kompleks
berarti bahwa hubungan antara sistem dan fitur lingkungan yang rumit. Dinamis
mengacu pada fluktuasi dan perubahan dalam sistem dan antara sistem yang tidak
dapat diprediksi dan tidak terkendali Kooiman (2005) dan Jentoft (2007).
7
Keberlanjutan di bidang pertanian dan perikanan umumnya dibagi menjadi
tiga komponen yang terpisah: keberlanjutan sosial, keberlanjutan ekonomi, dan
kelestarian lingkungan (Kooiman 2005). Hal ini juga mengintegrasikan tiga tujuan
utama: pengelolaan lingkungan, profitabilitas perikanan, dan masyarakat yang
sejahtera. Sumber alam utama yang dibutuhkan untuk budidaya tambak
tradisional adalah tanah, air, dan sumber daya hayati, termasuk benih dan pakan.
Sumber daya yang tersedia dan cara bagaimana menggunakannya menentukan
sebagian besar keberhasilan ekonomi dan keberlanjutan tambak tradisional.
Perkembangan Tambak Udang di Sulawesi Tengah
Terdapat empat infrastruktur utama dalam pengembangan tambak udang
komersial, yaitu: hatchery, fasilitas pembesaran, pabrik pakan, dan fasilitas
pengolahan (Boyd 1990). Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi di
Indonesia yang memiliki potensi perikanan budidaya yang luas, salah satunya
adalah tambak udang. Beberapa wilayah memiliki basis infrastruktur budidaya
udang. Misalnya fasilitas hatchery yang berada di Kota Palu, Parigi Moutong,
Banggai, dan Tolitoli. Sedangkan fasilitas pembesaran umumnya tersebar di
beberapa kabupaten seperti Banggai, Parigi Moutong, Buol, Tolitoli, Morowali,
Tojo Unauna, dan Donggala dengan teknologi sederhana. Tambak intensif
beroperasi di wilayah Kabupaten Banggai melalui perusahaan PT. Banggai
Sentral Shrimp.
Perkembangan budidaya udang di Sulawesi Tengah mulai dilakukan dengan
diaplikasikannya teknologi budidaya supra intensif. Teknologi budidaya udang
vaname supra intensif di Indonesia pertama dilakukan pada tambak udang ketua
Shrimp Club Indonesia wilayah Sulawesi, Dr. Hasanuddin Atjo yang berada di
kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, 139 km dari Makassar ke arah kota Parepare.
Selain teknologi intensif dan supra intensif, sebagian besar tambak di Sulawesi
Tengah masih menggunakan teknologi tradisional.
Karakteristik Tambak Supra Intensif
Teknologi supra intensif merupakan teknologi budidaya tambak udang
vaname dengan kepadatan tebar benur udang yang tinggi, mengelola kualitas
lingkungan secara terukur, menggunakan standarisasi teknologi dan peralatan
pendukung yang digunakan. Oleh sebab itu, pemilihan lokasi usaha harus
memperhatikan; Tersedianya air laut sebagai media budidaya, ketersediaan energi
listrik, ketersediaaan bahan baku (pakan, benur, dan tenaga kerja), kondisi iklim,
fasilitas transportasi dan pengembangan usaha. Tabel 1 menjelaskan perbedaan
teknologi tambak di Indonesia.
1. Ketersediaan air laut
Air laut adalah media budidaya udang yang sangat penting untuk
keberlanjutan usaha budidaya. Kualitas air laut di lokasi tambak harus sesuai dan
mendekati kriteria syarat hidup udang vaname. Kualitas air yang baik akan
memudahkan dan efisien dari biaya pengelolaan air.
8
2. Energi listrik
Budidaya tambak udang vaname supra intensif bergantung dengan adanya
energi listrik, karena kepadatan udang yang tinggi perlu di imbangi oleh
penggunaan teknologi pendukung seperti kincir dan blower yang beroperasi 24
jam non stop membutuhkan energi listrik. Kategori listrik yang dibutuhkan
adalah listrik golongan industri 3 PAS (14 KVA – 200 KVA), apabila adanya
pemadaman listrik maka, dibutuhkan genset untuk sumber energi alternatif
sementara. Jarak SPBU dengan petak tambak hanya berjarak 1 km sehingga
mudah untuk mendapatkan bahan baku solar.
3. Bahan Baku Benur (benih udang)
Padat penebaran teknologi supra intensif menggunakan padat tebar benur
tinggi yaitu 1000ekor/m2. Oleh karena itu, kualitas benur yang baik menjadi input
syarat utama keberhasilan budidaya. Kualitas benur yang baik didukung oleh
forward output benur udang dari pengusaha hatchery udang. Harga benur udang
di Sulawesi Rp35/ekor, akan tetapi petambak tidak jarang membeli benur udang
vaname dari Jawa dan Bali dengan harga Rp 38/ekor dan biaya transportasi
sebesar 10 persen dari harga benur.
4. Bahan Baku Pakan
Pakan adalah unsur terpenting yang menunjang pertumbuhan udang vaname,
dan pada budidaya udang intensif biaya pakan mencapai 60% dari biaya
operasional. Kandungan pakan yang berkualitas ditentukan pula oleh jarak antara
pabrik pakan ke lokasi usaha, dan metode penyimpanannya. Semakin jauh jarak
antara pabrik pakan dengan lokasi usaha, rentan terhadap penurunan kualitas
pakan. BBIP Mamboro membeli pakan udang yang berlokasi di Makassar,
namun pembelian tersebut disuplai dari pabrik di pulau Jawa. Harga pakan udang
yang dibeli Rp10 000 per kilogram dengan biaya transportasi pakan sebesar 10
persen dari biaya pakan.
5. Ketersediaan Tenaga Kerja
Teknisi yang diperlukan untuk mengoperasikan teknologi dan mengatur
produksi minimal berpendidikan Diploma 3 perikanan dan operator minimal SMK
perikanan. Standar kebutuhan pekerja dengan teknologi supra intensif satu orang
teknisi dan operator tambak dapat memantau 5- 10 petak tambak. Aktifitas
kegiatan insidental seperti persiapan tambak, panen parsial dan total yang
membutuhkan SDM lebih banyak tersedia oleh warga sekitar.
6. Lokasi dan Iklim
Lokasi wilayah tambak hendaknya memenuhi prasyarat relatif pada
ketinggian minimal 2 m dari permukaan laut hal ini agar pembuangan output air
dan proses pengeringan tidak lembab yang memicu datangnya penyakit.
Berikutnya temperature suhu udara rata-rata 28 sampai 33 0C. Tidak banyak curah
hujan yang menyebabkan kondisi asam. Lokasi tambak perlu diperhatikan tidak di
hilir dari aliran sungai pertanian yang membuang pestisida. Lokasi tidak berada di
kawasan suaka alam atau tempat wisata, rawan bencana longsor dan tidak dekat
dengan pemukiman penduduk yang padat dan industri. Akses jalan yang mampu
dimasuki truck pengangkut hasil panen udang.
9
7. Fasilitas Transportasi
Lokasi BBIP Mamboro berada 1 km dari pemukiman padat penduduk, tidak
berada di hilir sungai pertanian, maupun industri dan strategis di depan jalan raya
nasional poros trans Sulawesi. Aksesbilitas tersebut memudahkan terhadap aliran
bahan baku. Begitu pun untuk pemasaran produk udang, akses jalan penting untuk
mengirim hasil panen udang dengan tersedianya kondisi jalan yang baik.
Tabel 1. Karakteristik jenis teknologi tambak di Indonesia
Teknologi Budidaya
Kriteria
Pakan
Pengelolaan
Air
Padat
penebaran
(ekor/m³)
Ukuran petak
tambak (ha)
Produksi
(ton/MT)
Lama
Pemeliharaan
(bulan)
Dampak
Budidaya
Supra Intensif
Automatic
feeder,
pakan formula lengkap
Intensif
Pakan formula lengkap
Semi Intensif
Alami dan tambahan
pakan buatan
surut
Tradisional
Alami
Kincir, turbo jet, central
drain, aerasi, pompa
Kincir, pompa, aerasi,
sifon
Kincir, pasang
dan pompa
1000
50 -200
10 - 50
1 - 15
0.1-1
0.1-2
1-5
2-20
100-153
2-20
1-10
0.1-0.5
3
3-4
3-4
4-6
Sangat tinggi
Sangat tinggi
Sedang-tinggi
Tidak
signifikan
Pasang surut
(Sumber: Sianipar dan Genisa 1987; Shiau 1998; Lan 2013; Atjo 2013)
Dampak Kegiatan Tambak
Pengaruh budidaya udang terhadap lingkungan pesisir dan sosial ekonomi
masyarakat tergantung dari metode budidaya, tingkat produksi, serta karakteristik
fisika, kimia dan biologi suatu kawasan pesisir (GESAMP 1991). Pada budidaya
supra intensif formulasi pakan pelet menjadi sumber yang paling signifikan dari
nutrisi untuk komoditas budidaya, sehingga memungkinkan intensifikasi produksi.
Pelaksanaan kegiatan budidaya udang dapat memberikan dampak terhadap
lingkungan pesisir. Beberapa diantaranya adalah kerusakan habitat, masuknya
spesies budidaya baru ke perairan berdampak pada rantai makanan, penggunaan
antibiotik dan bahan kimia, limbah budidaya dan polusi perairan, salinisasi
perairan tawar, ketergantungan terhadap tepung ikan dan minyak ikan, dan
lainnya. Kesalahan dalam pengelolaan budidaya tambak udang akan mengakibatkan
terjadinya penurunan mutu lingkungan sehingga akan mengancam kelestarian
sumberdaya pesisir dan pada akhirnya dapat membahayakan pula kesinambungan
kegiatan budidaya udang tersebut. Pada umumnya, isu utama dalam perencanaan
pembangunan budidaya tambak udang yaitu: (i) teknologi yang tepat; (ii)
meminimumkan dampak lingkungan; (iii) memperhatikan daya dukung lingkungan,
(iv) meminimumkan penyakit; (v) memaksimumkan nilai produksi dan; (vi)
mengurangi kemiskinan (Boyd dan Clay 1998). Pada Tabel 2 dapat dilihat potensi
dampak lingkungan yang dapat terjadi oleh kegiatan budidaya.
Selain berdampak terhadap lingkungan, juga terdapat dampak sosio
ekonomi masyarakat. Dampak negatif lain dari budidaya meliputi: memblokir
10
akses ke sumber daya pesisir oleh kolam dan struktur tambak; bahaya navigasi;
privatisasi lahan publik dan jalur air; konversi pemukiman, pertanian (beras,
padang rumput) dan lahan umum; salinisasi pasokan air bagi pertanian dan
perumahan; menurunnya produksi perikanan dan kerawanan pangan;
pengangguran di pedesaan dan migrasi perkotaan; dan dalam beberapa kasus
terdapat pelanggaran hak asasi manusia, gangguan sosial, konflik dan kekerasan
(Paul dan Roskaft 2013).
Mekanisme ini mengabaikan fakta bahwa banyak masalah utama yang
disebabkan dampak kumulatif pada badan air. Pertanyaan tentang ukuran dan
sebaran kegiatan budidaya dapat dijawab dengan mempertimbangkan lokal,
kriteria lokasi atau dengan proses yang reaktif daripada proaktif. Sebaliknya,
kriteria penentuan lokasi budidaya lebih baik jika dikelola melalui perencanaan
umum suatu wilayah dan berdasarkan peraturan tepat yang ditujukan untuk
mengatasi dampak kumulatif.
Tabel 2. Dampak lingkungan yang mungkin timbul dari kegiatan akuakultur di
lingkungan pesisir
Input Budidaya
Komoditas
Budidaya
Pakan
Obatobatan
Pestisida
Hormon/
Perangsa
ng
Pertumb
uhan
●
●
●
●
●
○
-
○
-
-
●
●
●
-
○
○
-
○
-
-
●
-
●
-
●
-
○
-
○
-
●
●
●
-
-
○
●
-
○
-
●
●
○
-
-
○
-
-
○
-
-
○
-
-
-
-
-
-
-
●
-
●
-
-
○
-
-
-
●
●
-
-
-
-
-
-
-
-
-
●
○
-
●
-
-
-
-
-
-
-
-
●
-
○
-
-
●
-
-
-
●
-
-
-
-
-
●
●
-
-
-
●
●
-
-
-
○
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
●
Dampak Lingkungan
Penyuburan perairan
Jaring makanan laut
Konsumsi oksigen
Kerusakan ekosistem
mangrove
Biodiversitas
Biofouling
Perubahan
mikrofauna bentik
Resistensi antibiotik
Salinisasi lapisan
akuifer
Peningkatan
keasaman tanah
Penurunan muka
tanah
Satwa liar
Salinisasi lahan
pertanian
Mengerasnya dasar
laut
Pertumbuhan spesies
yang tidak diinginkan
Eutrofikasi
Keracunan pada
hewan laut
Limbah
feses
Penempat
an
Bangunan
Fisik
● = Berdampak signifikan. ○ = Dampak yang mungkin terjadi. - = Tidak ada hubungan.
Spesies
eksotis
Pengguna
an Air
Tanah
Senyawa
antifouling
dan zat aditif
plastik
Sumber : Thia-Eng (2006)
Defenisi Emergy
Emergy adalah energy yang tersedia dari suatu system yang digunakan
dengan transformasi langsung dan tidak langsung untuk membuat sebuah produk
atau jasa (Odum 1996; Brown dan Ulgiati 2004). Analisis emergy adalah sebuah
teori yang dikembangkan oleh Howard T. Odum yang mempelajari tentang fungsi
11
system ekologi dan lainnya (Hau dan Bakshi 2004). Teori menjelaskan
bagaimana hirarki suatu system bisa bertahan dan dapat diatur dengan
menggunakan energy secara efisien sehingga bisa menghasilkan kekuatan yang
besar (Odum 2000).
Selain itu emergy juga adalah ekspresi dari seluruh energy yang digunakan
dalam proses kerja yang menghasilkan produk atau jasa dalam satu satuan energy.
Emergy merupakan metode kuantitatif untuk mengevaluasi system, baik system
ekologi dan system kemasyarakatan (Voora dan Thrift 2010). Kerangka emergy
telah banyak digunakan untuk menganalisis system yang berbeda seperti
ekosistem, industry, dan ekonomi (Lei dan Wang 2008). Satuan emergy adalah
emjoule atau joule emergy (Odum 2000; Brown dan Ulgiati 2004; Wang et al.
2006). Nilai satuan dari unit emergy dihitung berdasarkan nilai emergy yang
dihasilkan dari tiap unit emergy.
Ada tiga jenis utama dari unit emergy (Brown dan Ulgiati 2004) yaitu: a)
Transformity, adalah satu contoh satuan nilai emergy dan didefenisikan sebagai
emergy per unit dari ketersediaan energy (exergy), biasanya dinyatakan dengan
emjoule surya per joule (sej/J). b) Emergy spesifik, adalah nilai unit materi emergy
yang didefenisikan sebagai emergy per massa. Biasanya dinyatakan dengan
emergy surya per gram (sej/gram). Padatan dapat dievaluasi dengan baik dengan
data emergy per satuan massa untuk konsentrasinya. Karena energy dibutuhkan
untuk konsentrasi materi, maka nilai satuan emergy zat apapun dapat meningkat
sesuai dengan konsentrasinya. c) emergy uang per unit, adalah nilai unit emergy
yang digunakan untuk mengkonversi pembayaran uang ke unit emergy. Biasanya
dinyatakan dengan emjoules/$. Rata – rata emergy per rasio uang dalam
emjoules/$ dapat dihitung dengan membagi penggunaan emergy total produk
ekonomi bruto dari suatu negara atau daerah.
Simbol Sistem Diagram Emergy
Simbol bahasa dalam system energy menggambarkan aliran energi. System
dalam energy adalah seperangkat dari bagian-bagian dan mencakup aliran energy
yang saling terhubung satu sama lain (lihat Tabel 3). Untuk memudahkan analisis,
system energy digambar dengan menggunakan symbol bahasa energy system
ekologi untuk memudahkan dalam menilai dalam suatu system yang mewakili
komponen ekologi/energy, sektor ekonomi, pengguna sumberdaya dan sirkulasi
uang (Odum dan Odum 1976; Odum 1996; Odum 1983; Odum dan Odum 2000) .
Tabel 3. Simbol dan Defenisi Aliran Energi (Odum 1996)
Simbol
Definisi
Sirkuit Energi. Suatu aliran yang berbanding lurus
dengan kuantitas dalam simpanan atau dalam sumber
hulu (upstream)
Sumber energi. Sumber energi eksternal dengan
ketersediaan konstan yang mengirimkan gaya secara
terkontrol.
12
Tabel 3. Simbol dan Defenisi Aliran Energi (Lanjutan)
Simbol
Defenisi
Tangki. Suatu ruang penyimpanan energi didalam
sistem yang menyimpan suatu kuantitas sebagai hasil
keseimbangan aliran masuk dan aliran keluar; suatu
variabel kondisi.
Pembuangan panas.
Dispersi energi potensial
menjadi panas yang menyertai semua proses
transformasi dan simpanan yang sebenarnya;
kehilangan energi potensial karena pemakaian lebih
lanjut oleh sistem.
Interaksi. Interaksi dua alur berganda menghasilkan
suatu aliran keluar yang sebanding dengan fungsi
keduanya; gerak/aksi kontrol suatu aliran terhadap
aliran energi lainnya; aksi/gerak faktor pembatas;
gerbang kerja.
Konsumen. Unit yang mentransformasikan kualitas
energi, menyimpannya dan menyimpan balikkan
secara autokatalis untuk memperbaiki aliran masuk.
Gerak peubah. Suatu simbol yang menandakan satu
atau lebih “gerak peubah”.
Produsen.
Unit
yang
menerima
dan
mentransformasikan energi berkualitas rendah
dibawah kontrol interaksi aliran berkualitas tinggi.
Kotak. Simbol aneka macam yang digunakan untuk
unit atau fungsi apa saja sesuai dengan yang ditulis
didalam kotak.
Transaksi. Suatu unit yang menunjukan penjualan
barang atau jasa (garis utuh) sebagai penukar
pembayaran dengan uang (garis terputus).
13
Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mengambil topik tentang evaluasi emergy pengembangan
sistem budidaya udang supra intensif di Pesisir Mamboro. Kajian yang dilakukan
meliputi: 1) mengidentifikasi batasan sistem budidaya supra intensif 2) melakukan
analisis evaluasi emergy. Beberapa penelitian terdahulu tentang evaluasi emergy
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Penelitian terdahulu evaluasi emergy budidaya perikanan
Acuan
Judul Penelitian
Howard T. Analisis emergy
Odum dan budidaya udang
Jan Arding vaname semi
tahun 1991
intensif di Ekuador
Tujuan Penelitian
Menghitung nilai
EIR, ELR, EYR,
dan ESI
Hasil Penelitian
Nilai ESI adalah
3.79E-01
Sistem KJA nila
Evaluasi emergy
Mengevaluasi
memiliki
karamba jaring
keberlanjutan sistem keberlanjutan yang
apung ikan nila
KJA nila dengan
rendah dan tidak
dengan tenaga listrik menggunkan tenaga efisien dengan
air waduk di Brazil
listrik
besarnya
penggunaan pupuk.
Evaluasi emergy
Kedua sistem
Membandingkan
dari budidaya udang
menunjukan nilai
Juliana
keberlanjutan
vaname semi
ESI yang rendah
Lima, Rivera
budidaya tradisional
intensif dan
dengan
E, U focken,
dan semi intensif
tradisional di
penggunaaan lokal
tahun 2012
dengan evaluasi
Lagoon Guaraira
sumberdaya yang
emergy.
Brazil
rendah.
Kedua sistem
memiliki dampak
Membandingkan
TR
Analisis emergy
lingkungan yang
keberlanjutan sistem
Williamson, untuk evaluasi dua
rendah, sistem
budidaya tiram
DR Tilley, E sistem budidaya
budidaya terapung
terapung dan sistem
Campbell,
tiram di Teluk
memiliki input
budidaya tiram di
tahun 2015
Chesapeake USA
sumberdaya yang
dasar.
dibeli labih besar
dari sistem dasar.
Budidaya dengan
LX Zhang, S Evaluasi emergy
Mengevaluasi dan
model sistem
Ulgiati, ZF dari tiga sistem
memilih model
intensif cenderung
Yang,
B budidaya ikan karp
produksi terbaik dari
tidak berkelanjutan
Chen, Tahun di Danau Nansi
sisi ekonomi dan
dengan semakin
2011
China
ekologi
tinggi nilai ESI
F.
Garcia,
JM Kimpara,
WC
Valenti,La
Ambrosio
tahun 2014
14
3 METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Mamboro Kecamatan Palu Utara
Provinsi Sulawesi Tengah (Gambar 2). Wilayah ini adalah BBIP (Balai Benih
Ikan Pantai) kampal dkp Sulawesi Tengah dan merupakan kawasan baru
pertambakan budidaya udang supra intensif di Kecamatan Palu Utara. Penelitian
dilakukan selama 2 bulan, yaitu pada Bulan Mei 2016 sampai dengan Juli 2016.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder selama
penelitian dilakukan. Pengumpulan data ini untuk mengetahui bagaimana input
pakan, pupuk, benur (larva), barang dan jasa, tenaga kerja, biaya perbaikan, energi
matahari, energi angin, teknik budidaya supra intensif, dan tingkat kesejahteraan
petambak.
15
Data primer dikumpulkan dengan cara pengambilan langsung pada saat
penelitian, melalui kuisioner, wawancara, observasi dan penghitungan langsung di
lokasi penelitian. Data sekunder didapatkan dari beberapa instansi terkait yaitu
Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Palu, Bappeda Sulawesi Tengah, Badan
Pusat Statistik Kota Palu, serta referensi lain untuk menunjang penelitian ini. Jenis
data primer dan sekunder dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jenis data primer dan sekunder pada penelitian.
o
Jenis Data
A. Data Primer
1 Input dan Teknis Budidaya
a. Input pakan
b. Debit air
c. Probiotik
d. Musim tebar
e. Persiapan tambak
f. Persiapan air dan pengisian
air tambak
g. Input Benih
h. Pengelolaan air
i. Spesifiksi Peralatan
j. Kebutuhan energi listrik
k .Kebutuhan bahan bakar
2 Tingkat Kesejahteraan
a. Sarana Produksi
b. Biaya Produksi
c. Hasil Produksi
d. Penerimaan
B.
1
Metode
Sumber Data
Kuisioner,
wawancara, dan
observasi lapang.
Petambak dan
Lokasi
penelitian
Kuisioner,
wawancara, dan
observasi lapang.
Data Sekunder
Kebijakan, infrastruktur dan dukungan pemerintah
Studi Literatur
2
Produksi Perikanan.
3
Insolasi Matahari, Curah Hujan, Kecepatan Angin
Petambak dan
Lokasi
Penelitian
Intansi Terkait
dan Penelitian
Sebelumya.
Prosedur Analisis Data
Analisis Kondisi Existing Tambak Supra Intensif
Pengambilan data mengenai tahapan budidaya dilaksanakan dengan
menggunakan wawancara dengan kuisioner, dan pengamatan langsung dilokasi.
Data yang dikumpulkan meliputi luasan tambak, input pakan, input air, curah
hujan, intensitas cahaya matahari, sarana dan prasarana produksi, tenaga kerja,
barang dan jasa. Teknik budidaya yang meliputi: musim tebar, persiapan tambak,
persiapan dan pengisian air, kualitas benih, pengelolaan air, manajemen dasar
tambak, manajemen pakan, dan treatment penyakit. Hasil pengamatan dan
wawancara diuraikan secara deskriptif berdasarkan kondisi di lokasi penelitian.
Analisis ini berguna untuk mengetahui kapasitas pengembangan dan kondisi
existing tambak supra intensif.
16
Analisis Evaluasi Emergy
Metode evaluasi emergy atau yang disebut sintesis emergy, seluruh sistem
dianggap melalui diagram dimana aliran emergy sumberdaya dan informasi yang
mendorong untuk analisis sistem (Gambar 3). Tahapan yang umum digunakan
untuk melakukan analisis sisntesis emergy dimulai dari mendefinisikan batas
sistem dengan menggunakan diagram sistem energi untuk menggambarkan fitur
sistem, input dan output. Langkah berikutnya membuat sebuah tabel yang
merangkum nilai-nilai emergy dari stok sistem dan aliran. Stok dan aliran
dikonversi dari unit energi atau massa yang setara dengan menggunakan koefisien
emergy transformity. Keberlanjutan sistem ini kemudian dapat dievaluasi dengan
menggunakan sejumlah indikator emergy (Voora dan Thrift, 2010). Berikut
adalah beberapa metode analisis sintesis emergy :
1. Batasan sistem yang didefenisikan sebagai daerah yang digunakan untuk
produksi secara keseluruhan dan untuk sub sistem individu (bidang manajeman).
Dimensi dari batasan ini adalah dalam waktu biasanya satu tahun.
2. Semua sumber energi utama dan sumberdaya material yang mengalir dan yang
tersimpan didalam sistem diidentifikasi dan ditabulasi menggunakan bahasa
sistem energi dan kuantitas dicatat dan dikonversi menjadi unit energi (Joule), unit
massa (gram), atau unit moneter.
3. Berbagai sumber daya yang mengalir baik yang diukur secara langsung atau
diperkirakan dari catatan produksi, catatan keuangan dan data yang tersedia.
Untuk memperoleh nilai emergy dari arus sumber daya, jumlahnya ditabulasi dan
dikalikan dengan transformasi yang sesuai dari berbagai literatur yang tersedia.
Gambar 3. Emergy berdasarkan indeks, nilai dari input lokal emergy terbarukan
(R), lokal input yang tidak terbarukan (N), dan input yang diperoleh dari luar
sistem (F) (Brown dan Ulgiati 2004, Wang et al. 2006).
17
Tabel Evaluasi Emergy
Hasil analisis emergy disajikan dalam dua bentuk yaitu bentuk diagram dan
tabel. Analisis menggunakan tabel merupakan data aliran dan cadangan
penyimpanan yang diubah menjadi unit emergy dan kemudian dijumlahkan untuk
menghasilkan aliran emergy total dalam sistem. Tabel evaluasi emergy digunakan
untuk evaluasi dari sebuah proses yang mewakili aliran energi per satuan waktu
(biasanya per tahun). Keterangan dalam evaluasi menggunakan tabel mengikuti
aturan format yang dikembangkan oleh odum (2000) dan Brown and Ulgiati
(2004) seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 6 terdiri dari:
1. Kolom 1 merupakan item nomor baris yang menujukkan catatan yang
ditemukan atau merupakan data mentah perhitungan yang akan
ditampilkan.
2. Kolom 2 adalah nama dari input yang akan ditampilkan yang juga
ditunjukkan pada diagram analisis.
3. Kolom 3 adalah data mentah dalam joule, gram, dolar atau unit lainnya.
4. Kolom 4 adalah tampilan satuan untuk setiap item (g, J, $, dll ).
5. Kolom 5 adalah emergy per unit yang digunakan untuk faktor konversi
perhitungan (transformity).
6. Kolom 6 adalah emergy surya dari aliran tertentu, dihitung sebagai
masukkan mentah kali transformity (kolom 3 kali kolom 5).
7. Kolom 7 adalah nilai emdollar (emergy uang) dari barang yang
diberikan untuk suatu tahun tertentu. Hal ini diperoleh dengan membagi
emergy di kolom 6 dengan rasio emergy untuk uang (EMR) untuk
negara dan tahun dipilih dalam evaluasi (unit sej/$). EMR dihitung
secara independen. Nilai – nilai yang dihasilkan dalam kolom ini
menyatakan jumlah aktivitas ekonomi yang dapat didukung oleh aliran
emergy yang diber