PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KOMITMEN DAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT MADU BARU YOGYAKARTA

(1)

xiii INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh: (1) secara simultan budaya organisasi, komitmen organisasi dalam hal ini komitmen afektif, dan kompensasi terhadap kinerja karyawan, (2) secara parsial budaya organisasi, komitmen organisasi dalam hal ini komitmen afektif, dan kompensasi terhadap kinerja karyawan PT. Madu Baru Yogyakarta.

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Madu Baru di bagian Dirut, SPI, SDM dan Umum, Akt & Keuangan, Pemasaran, Tanaman, Tebang dan Angkut, Instalasi, Pabrikasi, Pabrik Spritus yang berjumlah 382. Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik non probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang/kesempatan yang sama pada setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin yang mendapatkan 195 responden. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan kemudian dianalisis dengan menggunakan uji statistik regresi berganda (multiple regression).

Hasil penelitian memperlihatkan variabel dari budaya organisasi, komitmen (komitmen afektif) dan kompensasi secara bersama-sama berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di PT. Madu Baru Yogyakarta, hal ini menunjukkan bahwa semakin baik budaya organisasi, semakin tinggi komitmen (komitmen afektif), dan semakin tinggi kompensasi yang diberikan perusahaan maka semakin baik pula kinerja karyawan PT. Madu Baru Yogyakarta. Sementara itu untuk uji secara parsial antara variabel budaya organisasi, komitmen organisasi (komitmen afektif) dan kompensasi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di PT. Madu Baru Yogyakarta. Hal ini memperlihatkan bahwa variabel-variabel tersebut secara sendiri-sendiri dapat meningkatkan kinerja karyawan di PT, Madu Baru Yogyakarta.

Kata Kunci: Budaya Organisasi, Komitmen organisasi (Commitmen Affective), Kompensasi, dan Kinerja Karyawan.


(2)

xiv ABSTRACT

This research purports to discover (1) the simultaneous influence of organizational culture, organization commitment especially affective commitment and remuneration given on employee performance, (2) the partial influence of organizational culture, organizational commitment especially affective commitment and remuneration given on employee performance in PT. Madu Baru Yogyakarta.

Research population consists of employees of PT. Madu Baru Production unit as many as 269 people. Samples are taken using probability sampling that gives equal chance to each party or population member to be chosen. Sampling is based on Slovin Technique resulting in 160 respondents. Data collection is based on questionnaire which subsequently analyzed using multiple regression statistical test.

The result of the research confirms that organizational culture variable, commitment (affective commitment) and remuneration simultaneously have both positive and significant influence on the employee performance in PT. Madu Baru Yogyakarta, this indicates that the better the organizational culture, the higher the

employees’ commitment (affective commitment) and the higher the remuneration

given by the company, the better the employee performance of PT. Madu Baru Yogyakarta. As for the partial influence test, the organizational culture, organizational commitment (affective commitment) and remuneration partially have both positive and significant influence on the employee performance of PT Madu Baru Yogyakarta. This shows that all of those variables individually can improve the employee performance of PT. Madu Baru Yogyakarta.

Keywords: Organizational Culture, Organizational Commitment (Affective Commitment), Remuneration, Employee Performance


(3)

1 1.1Latar Belakang

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. PT.Madu Baru adalah satu-satunya Pabrik Gula dan Spritus di Daerah Istimewa Yogyakarta yang mengemban tugas untuk mensukseskan program pengadaan pangan Nasional, khususnya Gula Pasir. Sebagai perusahaan padat karya banyak menampung tenaga kerja dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Pabrik ini dibangun pada tahun 1955, yang diprakarsai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, diresmikan oleh Presiden RI Pertama Ir. Soekarno dan pabrik ini baru mulai produksi pada tahun 1958.

Pendirian PT Madu Baru ini dimaksudkan untuk ikut serta memberikan kesejahteraan kepada masyarakat yang saat itu tidak mempunyai pekerjaan. Pabrik ini tentunya akan menampung banyak tenaga kerja, karena banyak pihak yang nantinya akan terlibat di dalam proses produksi gula. Petani akan terlibat dalam proses penanaman tebu sebagai bahan dasar pembuatan gula, juga orang-orang Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri akan dapat bekerja disini.


(4)

Pada tahun 1955, akhirnya PT Madu Baru berhasil didirikan. Selain memproduksi gula, PT Madu Baru juga memproduksi spritus. Antara Pabrik Gula dan Pabrik Spritus sebenarnya sama-sama berdiri di tahun 1955 atas kerjasama pemerintah RI dengan Republik Demokrasi Jerman, namun di tahun 1959. Pabrik spritus baru selesai dikerjakan dan kemudian berproduksi. Tepatnya pada tanggal 4 juni 1955, PG dan PS Madukismo dibentuk menjadi badan usaha, dengan kepemilikan 75% milik keluarga Keraton Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan 25% dari pemerintah Republik Indonesia. Setelah resmi menjadi Badan Usaha, kemudian diresmikan oleh presiden Ir. Soekarno pada 29 Mei 1958.

Pada awal berdirinya, pabrik gula ini adalah P2G Madu Baru, perseroan terbatas (PT) yang membawahi Pabrik Gula dan Pabrik Spritus. Namun, pada tahun 1961 pemerintah memberlakukan politik Nasionalisasi perusahaan swasta, pada akhirnya PT Madu Baru dirubah menjadi Perusahaan Negara dan berada di bawah pengawasan Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPUPPN) yang menjadi induk dari perusahaan-perusahaan di Indonesia yang kurang lebih berjumlah 50 perusahaan-perusahaan.

Pada tahun 1961, yakni pada tahun 1966 BPUPPN dibubarkan, kemudian PT Madu Baru memilih untuk membentuk perseroan terbatas hingga saat ini. Kepemilikan saham terbesar PT Madu Baru yang membawahi PG dan PS Madukismo yaitu dari keluarga Sri Sultan HB. Atas persetujuan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, pada tanggal 4 Mei 1984 PT Madu Baru


(5)

dikelola oleh pemerintah untuk dikelola PT Rawajawali Nusantara Indonesia (RNI).

Visi PT.Madu Baru menjadi perusahaan Agro Indrustri yang unggul di Indonesia dengan petani sebagai mitra sejati. Misi PT Madu Baru. Pertama menghasilkan gula dan ethanol yang berkualitas untuk memenuhi permintaaan masyarakat dan indrustri di Indonesia. Kedua menghasilkan produk dengan memanfaatkan teknologi maju yang ramah lingkungan, dikelola secara profesional dan inovatif, memberikan pelayanan yang prima kepada pelanggan serta mengutamakan kemitraan dengan petani. Ketiga mengembangkan produk/bisnis baru yang mendukung bisnis inti. Keempat menempatkan karyawan dan stekeholders lainnya sebagai bagian terpenting dalam proses penciptaan keunggulan dan pencapaian shareholder values.

PT Madu Baru termasuk dalam perusahaan yang mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Indrustri gula pasir dan spritus terbesar yang berada di Yogyakarta. Perusahaan ini saham mayoritas dimiliki oleh keluarga Kraton Yogyakarta sebesar 65% dan 35% di miliki oleh PT. Rajawali. Memiliki karyawan 1622 yang terbagi didalam 10 divisi yang dimana divisi tersebut divisi umum, divisi keuangan, divisi SDM, divisi Pemasaran, divisi Produksi, divisi umum, divisi tanam.

Sumber daya manusia adalah kunci pemenang persaingan bisnis. Untuk mencapai kualitas sumber daya manusia tinggi, disamping peningkatan pengetahuan dan keterampilan kerja karyawan ( knowledge and skill of work ),


(6)

tidak kalah penting pula perlu dibangun persepsi kerja ( work perception ). Karena persepsi kerja yang positif akan lebih mudah mendorong mereka menuju tercapainya produktivitas dan kreativitas kerja yang lebih tinggi sehingga mereka mampu menghadapi persaingan bisnis yang sangat ketat.

Dalam menghadapi era perdagangan bebas yang telah dimulai sejak tahun 2003, diperlukan berbagai langkah seperti pembenahan strategi dan sumber daya. Hal ini menjadi penting sebab hanya dengan menggunakan sumber daya secara efisien dan efektif perusahaan mampu bertahan dalam menghadapi persaingan di era tersebut. Perusahaan harus mempunyai keunggulan kompetitif (competitive advantage) agar dapat memenangkan persaingan minimal untuk mempertahankan operasi perusahaan. Dalam hal ini sumber strategis yang perlu memperoleh perhatian dan pembenahan adalah faktor sumber daya manusia atau karyawan.

Karyawan perusahaan merupakan penggerak operasi perusahaan, sehingga jika kinerja karyawan baik maka kinerja perusahaan juga akan meningkat. Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal yang tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Lilis, 2009).

PT Madu Baru membagi tingkatan karyawan terbagi menjadi 2 yaitu karyawan tetap, karyawan PKWT/Musiman/Phl. pegawai/karyawan tetap.


(7)

“Karyawan tetap adalah pegawai yang bekerja di suatu badan (perusahaan dsb) secara tetap berdasarkan surat keputusan. Karyawan tetap merupakan karyawan yang sudah bekerja dan mempunyai kualitas sesuai kebutuhan di perusahaan dan sudah bekerja dalam waktu yang cukup lama. Jam kerja karyawan tetap tidak menunggu saat musim giling.

“Karyawan tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.” Sumber Wawancara dengan Bapak Fuazi bagian SDM dan buku peraturan pegawai tahun 2014-1017

PKWT adalah Perjanjian Waktu Kerja Tertentu/ Kontrak/ Musiman/ PHL yang dimana karyawan PKWT masa kerjanya bergantung dengan perusahaan sedang melakukan proses giling. Apabila perusahaan sedang melakuan proses giling karyawan tersebut akan masuk kerja, apabila proses giling sudah selesai, karyawan PKWT sudah tidak masuk kerja lagi. Namun sebagian karyawan akan di pekerjakan untuk operasional dan pembenahan mesin dan perawatan mesin. Sehingga disebut perjanjian kerja waktu tertentu. ( Sumber : Bapak Fauzi, kepala seksi Pengembangan SDM)

Tabel 1.1 Jumlah Karyawan PT Madu Baru Tahun 2015

NO BAGIAN JUMLAH

1 Pimpinan 55

2 Pelaksana 332

3 PKWT Dalam 746

4 PKWT Luar 175

5 PKWT Bulan 129

6 PKWT Borongan 185

JUMLAH TOTAL 1622


(8)

Pimpinan di sini karyawan tetap yang memimpin bagian –bagian yang ada di perusahaan. Pelaksana disini karyawan tetap yang menjadi penangung jawab dari kegiatan yang ada di dalam perusahaan disetiap bagian, baik Direktur, SPI, SDM & Umum, Akuntasi & Keuangan, Pemasaran, Tanaman, Tebang dan Angkut, Instalasi, Pabrikasi, Pabrik Spritus dan Honorer Tanaman TLD. PKWT dalam karyawan kontrak ikut dalam proses produksi. PKWT Luar, karyawan kontrak yang tidak ikut dalam proses produksi. PKWT bulan karyawan yang kerjanya dituntut oleh target yang harus dicapai setiap bulannya. Terakhir PKWT Borongan, karyawan yang bekerja sesuai apa yang menjadi tugasnya.(Sumber : Kepala Seksi Pengembangan SDM Bapak Fauzi)

Salah satu langkah untuk meningkatkan kinerja karyawan dapat dilakukan dengan mengevaluasi kinerja karyawan dan melakukan serangkaian perbaikan agar selalu meningkatkan kualitas karyawan tersebut, sehingga perusahaan tumbuh dan unggul dalam persaingan, atau minimal tetap dapat bertahan. Selain itu, perusahaan dapat meningkatkan kinerja karyawan melalui pendidikan dan pelatihan, pemberian kompensasi dan motivasi, budaya organisasi, komitmen organisasi serta menciptakan lingkungan kerja yang baik (Susanto, 2006).

Menurut Sarplin dalam Susanto (2006) Budaya oganisasi adalah suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Menurut Ivancevich (2006) budaya organisasi yang kuat dicirikan dengan adanya karyawan yang memiliki nilai inti bersama.


(9)

Semakin banyak nilai berbagi dan menerima nilai inti, semakin kuat budaya, dan semakin besar pengaruhya terhadap perilaku organisasi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan McShane dan Glinow dalam Olu Ojo (2010) menyatakan bahwa budaya perusahaan membantu memahami kegiatan organisasi dan karyawan dapat berkomunikasi dengan lebih efektif dan efisien, meningkatkan kerjasama dengan karyawan yang lain karena mereka saling mengajarkan mental perusahaan secara langsung. Penelitian yang dilakukan Olu Oju menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara budaya organisasi dan kinerja perusahaan, hal ini berarti bahwa budaya organisasi memiliki peran penting dalam perusahaan (Olu Ojo, 2010).

Untuk dapat mengelola organisasi dengan baik diperlukan pengertian yang jelas dan perhatian terhadap budaya organisasi. Sesuai dengan konteks pemberdayaan sumber daya manusia, agar menghasilkan karyawan yang profesional dengan integritas yang tinggi, diperlukan adanya acuan baku yang diberlakukan oleh suatu organisasi. Acuan baku tersebut adalah budaya organisasi yang secara sistematis menuntun karyawan untuk meningkatkan komitmen organisasinya bagi organisasi. PT Madu Baru memiliki nilai budaya yang harus dimiliki oleh seluruh karyawan yaitu budaya profesionalisme. Sesuai dengan arti karyawan harus menjalankan tugas dan fungsinya secara baik dan benar.

Komitmen organisasional (organizational commitment) adalah penerimaan karyawan terhadap tujuan organisasi dan keinginan untuk berusaha mencapai tujuan organisasi (Porter et. al, 1974 ; Angle & Perry,


(10)

1981, Nouri & Parker, 1998) dalam Sutanto 2003), sehingga keterlibatan dalam organisasi atau perusahaan yang bersifat fisik harus diiringi dengan keterlibatan psikis semua anggota atau karyawan, agar terbentuk suatu komitmen di dalamnya yang akan menumbuhkan rasa saling membutuhkan dan saling memiliki antara organisasi atau perusahaan dan pihak yang ada di dalamnya. Hal ini dapat menumbuhkan atau merespon keinginan karyawan untuk mematuhi norma-norma atau peraturan yang berlaku di perusahaan tersebut. Jadi komitmen Organsiasi merupakan sikap para karyawan berkaitan dengan keterlibatannya dalam organisasi, kesetiaannya dengan organisasi dan rasa menjadi bagian organsiasi. Ketiga komponen sikap tersebut diharapkan dapat menciptakan kinerja karyawan menjadi lebih baik sehingga tujuan perusahaan akan cepat tercapai.

Banyak studi tentang komitmen menggunakan konsep affective attachment. Komitmen dianggap sebagai afektif atau emotional attachment terhadap organisasi. Jadi komitmen organisasi adalah kekuatan relatif individu untuk mengidentifikasikan dirinya dan melibatkan dirinya pada organisasi tertentu (Mowday et.al., 1979 dalam Nitisasmito, 1982). Pandangan lain menyatakan, bahwa komitmen dipandang sebagai kecenderungan untuk tetap terus menerus beraktivitas berdasarkan pengakuan individu tentang biaya yang dikaitkan dengan penghentian akvitas (Amalia, 2001). Jadi komitmen akan berlangsung jika ada keuntungan dan akan dihentikan jika terjadi biaya. Pandangan ketiga yang menyatakan bahwa komitmen merupakan kepercayaan tentang tanggung jawab seseorang terhadap organisasi. Seperti yang


(11)

dinyatakan oleh Gibson (1996) bahwa komitmen adalah tekanan normatif yang terinternalisasi untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan tujuan organisasi dan menyatakan bahwa individu yang mempunyai perilaku seperti itu karena mereka percaya hal itu adalah benar dan bermoral untuk melakukannya.

Aranya, et.al (1981) dalam Ghazali (2002), komitmen adalah : (1) kepercayaan akan pengakuan terhadap sasaran dan nilai dari organisasi atau profesi; (2) kemauan untuk mencari upaya yang tepat bagi organisasi atau profesi; dan (3) hasrat untuk memelihara keutuhan keanggotaan dalam organisasi atau profesi. Komitmen sikap dalam organisasi dapat diartikan sebagai suatu kekuatan relatif dari pengenalan dan keterlibatan individu dapat juga dikatakan sebagai keterlibatan kerja.

Selain komitmen, kompensasi dapat meningkatkan kinerja karyawan. Lako (2005) menyatakan bahwa sistem kompensasi yang diberikan kepada karyawan secara umum mampu membuat kinerja karyawan menjadi lebih baik. Kompensasi merupakan bentuk imbalan atas pekerjaan yang dilakukan yang berupa gaji, bonus, insentif lainnya dan imbalan karir seperti rasa aman, pengembangan diri, kejelasan sistem karir, dan imbalan sosial (pujian dan penghargaan).

Kebijakan pemerintah untuk memberikan kompensasi atau insentif berupa tunjangan prestasi kerja dan uang lembur dapat memotivasi pegawai bekerja lebih baik (Safwan dan Abdullah, 2014). Ketidakpuasan terhadap kompensasi akan menurunkan semangat dalam berkinerja yang berdampak


(12)

pada menurunnya kinerja organisasi (Suhartini, 1999). Sebaliknya, kompensasi yang memadai akan memberikan insentif untuk meningkatkan kinerjanya. Karyawan akan termotivasi dalam bekerja, bergairah dalam mencari solusi untuk mengatasi permasalahan terkait pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Motivasi akan tumbuh jika terdapat kompensasi yang terukur dan adil yang berdampak pada peningkatan kinerja organisasi (Murty dan Hudiwinarsih, 2012; Marin and Sanchez, 2005; Murphy, 1985).

Tabel 1.2

Data Penilaian Kinerja Karyawan PT.Madu Baru Periode Februari-Desember 2014

No Bulan Nilai

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 7,68 7,77 7,61 7,98 7,87 8,26 8,09 8,08 8,18 7,70 7,91 Sumber : Bagian SDM PT.Madu Baru

Keterangan Penilaian:

≤ 6,5 : Kurang Sekali 6,5-≤7,5 : Kurang 7,5 -≤8,5 : Cukup 8,5-≤9,5 : Baik 9,5-10 : Baik Sekali

Tabel 1.2 menjelaskan bahwa nilai rata-rata terendah untuk kinerja karyawan pelaksana PT.Madu Baru periode Februari- Desember 2014,berada pada bulan April dengan nilai 7,61 karena pada bulan Mei PT. Madu Baru


(13)

melakukan persiapan untuk menuju produksi. Terdapat ritual-ritual yang sudah turun menurun harus dilaksanakan sebelum proses giling dimulai. Nilai tertinggi berada pada bulan Juli dengan nilai 8,26, hal ini dikarenakan pada bulan Mei-September PT. Madu Baru berada pada fase produksi sehingga karyawan akan bekerja lebih keras. Selain itu, kinerja karyawan pelaksana PT.Madu Baru dalam periode tersebut stag pada taraf nilai “cukup” yang berada pada kisaran nilai antara 7,5 - ≤ 8,5. Nilai tersebut memang masih berada dalam kategori point aman. Artinya pada capaian nilai C karyawan masih dapat meningkatkan 1 grade pada evaluasi tahunan. Namun jika dari tahun ke tahun nilai tersebut tidak mengalami peningkatan, maka bukan tidak mungkin SDM PT.Madu Baru akan kalah saing dari kompetitor lain. Jika hal ini terjadi, tentunya akan menjadi masalah baru untuk perusahaan.

Terlihat pula bahwa penilaian kinerja karyawan dari bulan ke bulan cukup fluktuatif meski tidak terlalu signifikan. Misalnya dari bulan Februari ke bulan Maret prestasi kinerja karyawan mengalami peningkatan sebesar 0,09 poin, namun dari bulan Maret ke bulan April justru mengalami penurunan sebesar 0,11poin. Selanjutnya prestasi kerja karyawan mengalami kenaikan lagi pada bulan April ke Mei sebesar 0,37 poin. Hal ini di sebabkan pada bulan maret PT. Madu Baru mengawali proses produksi yang dimana karyawan akan mempersiapkan rangkaian acara penyambutan musim giling.

Namun, dalam proses produksi pasti selalu ada masalah-masalah yang muncul yang menyebabkan turnover menjadi tinggi. Stasiun awal dan akhir yang paling banyak mengalami masalah dan tingkat turnover yang tinggi. Hal


(14)

ini disebabkan oleh pekerjaan yang berat dan kompensasi tidak sesuai dengan pekerjaan yang dikerjakan. Hasil wawancara terhadap beberapa karyawan menjelaskan bahwa hal ini dikarenakan beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain kompensasi yang kurang memuaskan, budaya organisasi yang kurang baik, komitmen organisasi yang lemah, fasilitas/sarana prasarana yang kurang memadai, target kerja yang terlalu menekan, aturan perusahaan yang terlalu mengikat, dan kurangnya perhatian pemimpin kepada karyawan. Berikut sampel data yang diperoleh dari hasil observasi pada 12 karyawan di 8 divisi PT Madu Baru.

Tabel 1.3

Masalah yang Terjadi di PT Madu Baru

No Masalah yang Terjadi Presentase

1 2 3

Kompensasi Budaya organisasi Komitmen organisasi

83% 53% 67%

Sumber: Observasi dengan 12 Karyawan PT. Madu Baru Pada November 2015 Tabel 1.3 menunjukkan bahwa kompensasi menjadi masalah yang sering dikeluhkan oleh karyawan sebanyak 83% jawaban responden. Posisi kedua adalah masalah komitmen organisasi sebanyak 67% jawaban. Posisi ketiga terdapat masalah budaya organisasi yang kurang dengan 53% jawaban. Artinya dapat disimpulkan bahwa masalah yang paling kompleks di PT.Madu Baru adalah kompensasi, komitmen, dan budaya organisasi.

Sebagai perusahaan besar, PT. Madu Baru memiliki banyak karyawan. Masing-masing mempunyai kebutuhan dan keinginan yang berbeda. Bagi sebagian karyawan, harapan dari mereka bekerja adalah untuk mendapatkan penghasilan, yang mana penghasilan tersebut akan di


(15)

pergunakan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masing-masing. Namun dari hasil diskusi dan tanya jawab dengan beberapa karyawan, diperoleh fakta bahwa sebagian karyawan mengeluhkan kompensasi yang mereka terima setiap bulan sudah sangat mepet untuk memenuhi kebutuhan. Efek dari harga BBM yang sudah tidak stabil, membuat semua kebutuhan pokok meningkat. Masalahnya adalah kenaikan harga pokok tidak dimbangi dengan naiknya pendapatan mereka.

Bercermin dari masalah tersebut, kompensasi merupakan faktor yang harus diperhatikan serius oleh manajemen perusahaan. Tentunya setiap organisasi/perusahaan menerapkan sistem kompensasi secara fleksibel dan bebas sesuai dengan kondisi masing-masing. Namun perlu diingat bahwa menurut Handoko (2008), masalah kompensasi merupakan fungsi manajemen personalia yang paling sulit dan membingungkan. Tidak hanya karena pemberian kompensasi merupakan salah satu tugas yang paling kompleks, tetapi juga salah satu yang paling berarti bagi karyawan maupun organisasi. Meskipun kompensasi harus mempunyai dasar yang logis, rasional dan dapat dipertahankan, namun kompensasi juga menyangkut banyak faktor emosional dari sudut pandangan para karyawan .Kompensasi penting bagi karyawan, karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran karya mereka diantara para karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Budaya Organisasi, Komitmen Organisasi dan Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan pada PT Madu Baru Yogyakarta”.


(16)

1.2Batasan Masalah

Mengingat keterbatasan waktu maka pada penelitian ini perlu adanya batasan masalah sehubungan dengan hal tersebut batasan masalah yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Budaya organisasi dibatasi pada interaksi antar karyawan, standar-standar perilaku ditetapkan perusahaan, nilai-nilai yang yang ada diperusahaan, kebijakan dan pedoman yang ditetapkan perusahaan.

2. Komitmen organisasi yang diukur dari kepercayaan yang kuat dan menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi, indikator kemauan yang kuat untuk berusaha atau bekerja keras untuk organisasi, dan indikator keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi.

3. Kompensasi diukur dengan gaji yang layak, pujian, penghargaan, promosi jabatan, fasilitas liburan atau rekreasi.

4. Kinerja karyawan dibatasi pada kualitas kerja, tanggung jawab terhadap pekerjaan, kerjasama dengan rekan kerja, motivasi kerja, dan inisiatif karyawan.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh yang positif dan signifikan antara budaya organisasi terhadap kinerja karyawan PT. Madu Baru Yogyakarta ?


(17)

2. Apakah ada pengaruh yang positif dan signifikan antara komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan PT. Madu Baru Yogyakarta ?

3. Apakah ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kompensasi terhadap kinerja karyawan PT. Madu Baru Yogyakarta ?

4. Apakah ada pengaruh secara positif dan signifikan antara budaya organisasi, komitmen organisasi dan kompensasi secara bersama-sama atau simultan terhadap kinerja karyawan PT. Madu Baru Yogyakarta?

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh yang positif dan signifikan antara budaya organisasi terhadap kinerja karyawan PT. Madu Baru Yogyakarta.

2. Untuk menganalisis pengaruh yang positif dan signifikan antara komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan PT. Madu Baru Yogyakarta.

3. Untuk menganalisis pengaruh yang positif dan signifikan antara kompensasi terhadap kinerja karyawan PT. Madu Baru Yogyakarta. 4. Untuk menganalisis pengaruh secara positif dan signifikan antara budaya

organisasi, komitmen organisasi dan kompensasi secara bersama-sama atau simultan terhadap kinerja karyawan PT. Madu Baru Yogyakarta.


(18)

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini merupakan kesempatan untuk memperdalam pengetahuan melalui praktek di lapangan dengan studi kasus

2. Manfaat Praktek

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk pengambilan keputusan dan kebijakan dalam budaya organisasi, komitmen organisasi, dan kompensasi dalam meningkatkan kinerja karyawan di perusahaan sehingga produktivitas tercapai dengan baik.


(19)

17 2.1Tinjauan Teori

2.1.1 Budaya Organisasi

2.1.1.1 Pengertian Budaya Organisasi

Budaya organisasi sejauh ini secara popular diartikan sebagai perekat yang mengikat organisasi, selanjutnya dapat dimengerti pula bahwa pada organisasi manapun, terutama organisasi yang besar, terdapat jenjang mampun kelompok yang berbeda, baik karena tugas, tanggungjawab sesuai dengan posisinya di organisasi mapun asal usul dari sumber daya manusianya. Perbedaan-perbedaan tersebut perlu dijembatani dengan penyusunan dan penerapan secara konsisten suatu budaya organisasi yang diharapkan dapat berfungsi sebagai perekat organisasi. Block (dalam Moeljono, 2005) berpendapat, bahwa semakin meningkat bukti bahwa hanya perusahaan-perusahaan dengan budaya organisasi yang efektif yang dapat menciptakan peningkatan produktivitas, meningkatkan rasa ikut memiliki dari karyawan, dan pada akhirnya meningkatkan keuntungan perusahaan.

Budaya organisasi berperan sebagai perekat sosial yang mendekatkan antar anggota organisasi, karena adanya pemahaman yang sama (shared meanings) tentang bagaimana anggota organisasi harus berperilaku. Seperti yang dikemukakan oleh Kreitner dan Kinicki


(20)

(Ancok, 2012) bahwa budaya organisasi merupakan pemersatu organisasi dan mengikat anggota organisasi melalui nilai-nilai yang diyakini, serta simbol yang mengandung cita-cita sosial bersama yang ingin dicapai. Dalam lingkungan dengan budaya organisasi yang kuat, karyawan merasakan adanya kesepahaman yang menjadi pengikat antar anggota dan berpengaruh secara positif pada kinerja karyawan.

Sedangkan menurut Amstrong (dalam Ancok, 2012), budaya organisasi adalah sebagai berikut :“Organizational or corporate culture is the pattern of values, norms, beliefs, attitudes, and assumptions that may not have been articulated but shape the way in which people behave and things get done. Values refer to what is believed to be important about how people and the organizations behave. Norms are the unwritten rules of behaviour”.

Berdasarkan definisi di atas, budaya organisasi atau budaya korporat dapat didefinisikan sebagai pola tata nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi tentang bagaimana cara berperilaku dan melakukan pekerjaan di sebuah organisasi. Budaya ini terbentuk karena kebiasaan kerja yang terbangun dalam organisasi, yang dibentuk oleh pendiri dan pemilik organisasi. Budaya yang berasal dari para pendiri tersebut selanjutnya disosialisasikan kepada para karyawan dan karyawan generasi berikutnya. Budaya ini kemudian dipelajari oleh kelompok untuk dijadikan sebagai acuan dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh anggota organisasi (Ancok, 2012). Budaya organisasi mempunyai


(21)

kekuatan untuk menggiring anggota ke arah pencapaian tujuan organisasi dan berpengaruh terhadap individu dan kinerjanya, bahkan terhadap lingkungan kerja. Kemudian pada tataran implementasi, budaya organisasi akan diwujudkan dalam bentuk perilaku individu masing-masing anggota organisasi dalam pembelajaran mengatasi persoalan yang dihadapi.

Menurut Robbins (2006), Budaya organisasi dijelaskan sebagai: (1) nilai-nilai dominan yang didukung oleh organisasi, (2) falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap pegawai dan pelanggan, (3) cara pekerjaan dilakukan di tempat itu, (4) asumsi dan kepercayaan dasar yang terdapat diantara anggota organisasi. Suatu peninjauan yang lebih mendalam dari sederet definisi memperlihatkan sebuah tema sentral budaya organisasi merujuk pada suatu sistem pengertian yang diterima secara bersama. Kesemua itu, pada gilirannya menciptakan pemahaman yang sama di antara para anggota mengenai bagaimana sebenarnya organisasi itu dan bagaimana anggotanya harus berperilaku. Bagaimanapun, budaya yang kuat dicirikan oleh nilai inti dari organisasi yang dianut dengan kuat, diatur dengan baik, dan dirasakan bersama secara luas. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti, menyetujui ajaran tingkat kepentingannya dan merasa sangat terikat kepadanya maka makin kuat budaya tersebut.

Pengertian budaya organisasi menurut Krech (dalam Moeljono, 2005), budaya organisasi adalah sebagai suatu pola semua susunan, baik


(22)

material maupun perilaku yang sudah diadopsi masyarakat sebagai suatu cara tradisional dalam memecahkan masalah - masalah para anggotanya. Pengertian Budaya organisasi mempunyai makna yang luas. Luthans (1997) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan norma–norma dan nilai–nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Setiap anggota organisasi akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar diterima oleh lingkungannya. Davis dalam Lako ( 2005) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai – nilai organisasi yang dipahami, dijiwai dan dilaksanakan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan perilaku dalam organisasi.

Sasongko (2002) menjelaskan budaya organisasi merupakan suatu sistem makna yang diyakini dan dianut sebagai pola perilaku maupun cara pandang terhadap suatu hal oleh seluruh komponen perusahaan bersangkutan. Sehingga wilayah fundamental perusahaan bersangkutan sangat dipengaruhi oleh keyakinan para founders dan akhirnya membentuk nilai- nilai idealistik pada perusahaan yang didirikan. Nilai-nilai idealistik tersebut merupakan tapal batas yang semestinya dilakukan dan tidak semestinya dilakukan oleh anggota organisasi.

Schein (1997) memberikan definisi formal terhadap budaya perusahaan yaitu “A pattern of shared basic assumptions that the group learned as it solved its problems of external adaptation and internal


(23)

integration, that has worked well enough to be considered valid and, therefore, to be tought to new members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those problems.”

Maksud dari definisi Schein terhadap budaya perusahaan bahwa budaya perusahaan sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang diterima, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalah yang timbul akibat adaptasi eksternal atau integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota organisasi baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan, dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi/perusahaan adalah seperangkat nilai-nilai, keyakinan, sikap dan tradisi bersama yang mengikat anggota organisasi sebagai acuan untuk bekerja dan berinteraksi antar sesama anggota organisasi.. dengan kata lain, merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Budaya perusahaan juga diperkirakan akan menjadi suatu faktor penting, bahkan dari faktor ekonomi lainnya dalam menentukan sukses sebuah perusahaan. Hal ini disebabkan karena budaya perusahaan yang buruk, seperti tidak peka terhadap perubahan lingkungan bisnis,


(24)

tidak mau berubah, bertahan dengan pola pikir lama dan pola kerja lama adalah faktor utama yang menyebabkan kemunduran perusahaan (Ancok, 2012).

2.1.1.2 Karakteristik Budaya Organisasi

Schein (dalam Moeljono, 2005) mendefinisikan bahwa budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi–asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah– masalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota–anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah–masalah tersebut. Sejalan dengan hal tersebut Schein memberikan karakteristik dalam mendefinisikan budaya organisasi, yaitu sebagai berikut :

1) Value, the dominant value espoused by an organization

2) The philosophy that guide an organization’s policies toward its employees and customer

3) Norms of behavior that evolve in working groups.

4) Politics and The rules of the game for getting along in organization. 5) The climate of work which conveyed by the physical lat out and the

way people interact

6) Behavior of people when they interact such as the language and demen anor the social interaction.


(25)

Kreitner dan Kinicki (2005) mendefinisikan budaya organisasi adalah satu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit kelompok dan menentukan bagaimana kelompok tersebut rasakan, pikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam. Definisi ini menyoroti tiga karakteristik budaya organisasi yang penting yaitu:

1) Budaya organisasi diberikan kepada para karyawan baru melalui proses sosialisasi.

2) Budaya organisasi mempengaruhi perilaku kita di tempat kerja 3) Budaya organisasi berlaku pada dua tingkat yang berbeda berkaitan

dengan pandangan keluar dan kemampuan bertahan tehadap perubahan.

Robbins dalam Ancok (2012) mengemukakan tujuh komponen yang dapat dijadikan indikator dalam mengukur budaya organisasi. Indikator tersebut adalah sebagai berikut:

1) Keberanian berinovasi dan mengambil resiko.

Hal ini diukur dari sejauh mana organisasi memotivasi pegawai untuk giat melakukan inovasi dan merangsang pegawai untuk berani mengambil resiko. Tanpa keberanian mengambil resiko, inovasi dalam sebuah organisasi akan sulit muncul.

2) Perhatian terhadap hal yang detail.

Sejauh mana organisasi meminta pegawai untuk lebih cermat, memberikan perhatian pada detail, dan menjaga kualitas secara menyeluruh sampai ke hal-hal yang kecil.


(26)

3) Berorientasi pada hasil.

Sejauh mana organisasi merangsang karyawan untuk menghasilkan sesuatu dengan kualitas yang baik dan dalam jumlah yang banyak, dan memberikan kebebasan pada karyawan untuk melakukan pekerjaannya dengan cara mereka sendiri.

4) Berorientasi pada kemanusiaan.

Sejauh mana organisasi menganggap karyawan sebagai anggota yang terhormat dan mempertimbangkan segala keputusan yang tidak merugikan karyawan.

5) Berfokus pada kerja tim.

Sejauh mana organisasi merancang pekerjaan yang berbasis kelompok, dan struktur organisasi menekankan pada organisasi berbasis tim.

6) Agresivitas pegawai dalam berkarya.

Sejauh mana organisasi mampu membuat pegawai bergairah untuk terus berprestasi dan tidak bermalasmalasan.

7) Stabilitas.

Sejauh mana organisasi tidak mempertahankan status quo. Organisasi yang kuat budayanya adalah yang selalu ingin maju dan berkembang dengan mengubah kondisi yang ada ke arah yang lebih baik.

Berdasarkan karakteristik di atas, maka suatu perusahaan dapat menilai sejauh mana budaya organisasinya. Kualitas budaya organisasi suatu perusahaan dapat dilihat dari sepuluh faktor utama, yaitu sebagai


(27)

berikut (Robbins, 2006): a) Inisiatif individu, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi yang dipunyai individu; b) Toleransi terhadap tindakan beresiko, yaitu sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif, dan berani mengambil resiko; c) Arah, yaitu sejauh mana organisasi tersebut menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan mengenai prestasi; d) Integrasi, yaitu tingkat sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi; e) Dukungan manajemen, yaitu tingkat sejauh mana para manajer memberi komunikasi yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap bawahan mereka; f) Kontrol, yaitu jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai; g) Identitas, yaitu tingkat sejauh mana para anggota mengidentifikasi dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya dari pada dengan kelompok kerja tertentu atau dengan bidang keahlian profesional. h. Sistem imbalan, yaitu tingkat sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi) didasarkan atas kriteria prestasi pegawai sebagai kebalikan dari senioritas, pilih kasih, dan sebagainya; i) Toleransi terhadap konflik, yaitu tingkat sejauh mana para pegawai didorong untuk mengemukakan konflik kritik secara terbuka; j) Pola-pola komunikasi, yaitu tingkat sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh hirarki kewenangan yang formal.


(28)

Dilihat dari beberapa teori yang dikemukakan sebelumnya, dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Robbins dalam Ancok (2012) sebagai indikator pengukuran budaya organisasi.

2.1.1.3 Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Rivai (2003), budaya melakukan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi, yaitu:

1) Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.

2) Budaya memberikan identitas bagi anggota organisasi.

3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dan pada kepentingan individu.

4) Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.

5) Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap dan perilaku karyawan.

Secara alami budaya sukar dipahami, tidak berwujud, implisit dan dianggap biasa saja. Tetapi semua organisasi mengembangkan seperangkat inti pengandaian, pemahaman, dan aturan implisit yang mengatur perilaku sehari-hari dalam tempat kerja. Peran budaya dalam mempengaruhi perilaku karyawan semakin penting bagi organisasi.

Dengan dilebarkannya rentang kendali, didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim, dikuranginya formalisasi, dan diberdayakan karyawan oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu


(29)

budaya yang kuat memastikan, bahwa semua karyawan diarahkan kearah yang sama. Pada akhirnya budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2005), Fungsi budaya organisasi ada empat, yaitu sebagai berikut: a) Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya; b) Memudahkan komitmen kolektif; c) Mempromosikan stabillitas sistem sosial; d) Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaannya. Sedangkan menurut Robbins (2006) adalah sebagai berikut:

1) Budaya organisasi merupakan sebuah pembeda, artinya budaya organisasi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain

2) Budaya organisasi membawa suaru rasa identitas bagi anggota– anggota organisasi.

3) Budaya organisasi mempermudah timbulnya pertumbuhan komitmen pada sesuatu yang lebih luas dari pada kepentingan diri individual.


(30)

2.1.1.4 Membangun Budaya Organisasi yang Efektif

Pada umumnya model dan strategi untuk membangun suatu budaya organisasi sangat situasional dan tergantung pada keinginan dan komitmen pelaku organisasi (pemilik, manajemen dan karyawan) yang mengelola perusahaan. Schein dalam Lako (2004), inisiatif dan dorongan untuk membentuk atau membangun suatu budaya organisasi seharusnya berasal dari pemimpin karena mereka memiliki potensi terbesar untuk melekatkan dan memperkuat aspek-aspek budaya melalui lima mekanisme utama, yaitu:

1) Attention, yaitu pemimpin dapat mengkomunikasikan prioritas-prioritas, nilai-nilai dan fokus perhatian mereka melalui pilihan terhadap sesuatu yang dapat ditanyakan, diukur, dikomentari, dipuji dan dikritik. Kebanyakan komunikasi tersebut terjadi selama aktivitas monitoring dan perencanaan.

2) Reaction to crisis, dimana krisis memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku organisasi karena emosionalitas terhadap krisis tersebut dapat meningkatkan potensi untuk belajar tentang nilai-nilai dan asumsi-asumsi dasar organisasi.

3) Role modelling, dimana pemimpin dapat mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapan-harapan melalui tindakan-tindakan mereka sendiri. 4) Allocation of rewards, yaitu kriteria yang digunakan untuk

mengalokasikan rewards seperti kenaikan pembayaran atau promosi tentang apa yang dinilai oleh pemimpin dan organisasi.


(31)

5) Criteria for selection and dismissal, dimana pemimpin dapat mempengaruhi budaya dengan merekrut orang-orang yang memiliki values, skill, atau sifat-sifat tertentu, atau mempromosikannya ke posisi-posisi yang memiliki autoritas.

Lako (2005), model budaya organisasi yang ideal untuk suatu organisasi adalah memiliki paling sedikit dua sifat, yaitu:

1) Kuat (strong), artinya budaya organisasi yang dibangun atau dikembangkan harus mampu mengikat dan mempengaruhi perilaku para individu dan organisasi (pemilik, manajemen dan karyawan) untuk menyelaraskan (goals congruence) antara tujuan individu dan tujuan kelompok mereka dengan tujuan organisasi.

2) Dinamis dan adaptif (dynamic and adaptive), artinya budaya organisasi yang dibangun harus fleksibel dan responsif terhadap dinamika lingkungan internal dan eksternal organisasi seperti tuntutan dari stakeholders eksternal dan perubahan dalam lingkungan hukum, ekonomi, politik, sosial, teknologi informasi, dan lain-lain.


(32)

2.1.2 Komitmen Organisasi

2.1.2.1 Pengertian Komitmen Organisasi

Mowday et al (1979) menyebutkan bahwa komitmen organisasi merupakan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai organisasi. Komitmen organisasi sedikitnya memiliki tiga karakteristik. Pertama, memiliki kepercayaan yang kuat dan menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi. Kedua, kemauan yang kuat untuk berusaha atau bekerja keras untuk organisasi. Ketiga, keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi.

Robbins and Judge (2008) mengemukakan bahwa komitmen organisasi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaanya dalam organisasi tersebut. Tiga dimensi terpisah komitmen organisasi adalah: 1) Komitmen afektif (affective commitment) yaitu perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya. 2) Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) yaitu nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut. 3) Komitmen normatif (normative commitment) yaitu kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis. Allen and Meyer (1990) juga menyatakan bahwa komitmen organisasi juga sebagai hubungan psikologi antara karyawan dan organisasi yang membuat kecil kemungkingan bahwa


(33)

karyawan secara sukarela akan meninggalkan organisasi. Komitmen dengan konstruk multidimensional, memilah-milahkan komitmen organisasional menjadi tiga bentuk komitmen, yaitu : affective, continuance, dan normative (Mayer, 1990).

Komponen afektif (affective) mengacu pada sejauh mana seseorang (karyawan) memiliki keterikatan secara emosional dan mendefinisikan diri serta merasa terlibat didalam organisasi. Komponen (continuance) mengacu pada komitmen seseorang (karyawan) yang mendasarkan pada biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan meninggalkan organisasi. Sedangkan komponen normatif (normative) berhubungan dengan kewajiban moral yang dirasakan karyawan untuk tetap berada didalam organisasi. Seorang karyawan yang memiliki komitmen afektif yang tinggi akan tetap berada dalam organisasinya, karena mereka memang menginginkannya, sedangkan karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi akan tetap bekerja untuk organisasinya, karena secara moral dan kepercayaan mereka seharusnya tetap tinggal (Shore, 1995).

Komitmen organisasi merupakan sikap kerja yang didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaannya dalam organisasi tersebut. Jadi komitmen organisasi yang tinggi berarti memihak seseorang pada organisasi yang memperkerjakan (Robbin, 2006).


(34)

2.1.2.2 Jenis-jenis Komitmen Organisasi

Allen dan Meyer (1990) awalnya mengusulkan bahwa perbedaan dibuat antara affective dan continuance commitment. Affective commitment menunjukkan karaktristik emosional, identifikasi dan keterlibatan dalam organisasi, sedangkan continuance commitment menjelaskan yang dirasakan terkait dengan meninggalkan organisasi. Allen dan Meyer (1990) kemudian menyarankan komponen komitmen yang ketiga dapat dibedakan yaitu normative commitment, yang mencerminkan kewajiban yang dirasakan untuk tetap dalam organisaai. Faktor utama yang membedakan berbagai bentuk komitmen dari satu ke yang lain dalan berbagai model adalah pola pikir (misalnya, ikatan emosional, rasa yang terkunci dalam kepercayaan dan penerimaan tujuan) yang mencirikan komitmen (Meyer dan Herseovitch 2001). Berbagai pendekatan komitmen ini dapat membantu mendiagnosis organisasi dan prosedur intervensi yang bisa menentukan kekuatan, ada atau tidak adanya komitmen tertentu (Reichers 1985). Menurut Allen dan Meyer (1990), ketiga komponen komitmen (affective, continuance, and normative) berbeda terutama dalam hal pola pikir yang mengingatkan individu untuk organisasi, oleh karena itu, Toung dan Denize (1995) menyatakan bahwa jenis komitmen yang berbeda bisa lebih atau kurang diinginkan dan memerlukan berbagai jenis program untuk mempertahankan dan memperkuat mereka.


(35)

Guna melihat komitmen organisasi penelitian untuk menggunakan dasar teori Affective Commitment yaitu pendekatan yang paling umum terhadap komitmen organisasi dalam literatur adalah komitmen organisasi sehingga individu sangat berkomitmen mengidentifikasi, terlibat, dan menikmati keanggotaan dalam organisasi (Allen dan Meyer 1990). Karyawan yang memiliki tinggi indentifikasi organisasi telah meningkatkan perasaan rasa memiliki terhadap organisasi mereka dan lebih melekat secara psikologi padanya (Lee et.al.2007). dengan demikian, karyawan dengan komitmen afektif yang kuat tetap berada dalam organisasi karena mereka ingin melakukannya (Allen dan Meyer 1990). Kepemilikan psikologi berbasis organisasi berkaitan dengan perasaan individu anggota terhadap kepemilikan dan hubungan psikologi ke organisasi secara keseluruahan termasuk budaya dan iklim organisasi, sikap manajemen senior tujuan dan visi organisasi, reputasi organisasi, dan kebijakan prosedur perusahaan (Mayhew et.al. 2007).

2.1.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan organisasi, sehingga kunci bagi pihak manajemen adalah bagaimana manajemen mampu menemukan cara yang tepat untuk meningkatkan komitmen karyawan terhadap organisasi. Menurut David (dalam Sadler, 1994), terdapat faktor-faktor


(36)

yang dapat mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi yaitu:

1) Karakteristik individu, merupakan karakteristik yang melekat pada individu seperti usia, masa kerja, pendidikan, jenis kelamin serta faktor kepribadian seperti motif berprestasi, perasaan ikut memiliki, kepuasan kerja dan sebagainya.

2) Karakteristik kerja, berkaitan dengan peran karyawan dalam perusahaan.

3) Karakteristik struktur, yaitu berkaitan dengan struktur organisasi perusahaan. Struktur ini dipengaruhi oleh besarnya organisasi dan bentuk dari struktur tersebut (desentralisasi atau sentralisasi)

4) Pengalaman kerja, berkaitan dengan pengalaman kerja dari karyawan yang kemudian akan mempengaruhi komitmen organisasi.

Buchanan (dalam Gibson, Ivancevich dan Donelly, 1996) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu: 1) Pentingnya pribadi, merupakan suatu pengalaman karyawan sebagai anggota organisaisi yang sangat penting untuk meningkatkan komitmen organisasi. 2) Terpenuhinya harapan, maksudnya adalah bagaimana organisasi mampu untuk memberikan terpenuhinya harapan karyawan pada saat bekerja pada organisasi tersebut. 3) Tantangan pekerjaan merupakan salah satu faktor yang penting karena dengan pemberian tugas yang menantang dan menarik akan memberikan tantangan kerja bagi karyawan sehingga karyawan


(37)

akan berusaha bekerja dengan lebih baik, dan hal ini akan menimbulkan kepuasan kerja yang pada akhirnya meningkatkan komitmen organisasi. 2.1.2.4 Aspek dan Indikator Komitmen Organisasi

Penelitian ini menggunakan variabel independen komitmen organisasi yang digunakan adalah jenis komitmen organisasi menurut Allen dan Mayer (1993) dengan menggunakan konstruk unidimensional yaitu affective commitment. Komponen affective berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan karyawan di dalam suatu organisasi.

1) Emosional : Komitmen afektif menyatakan bahwa organisasi akan membuat karyawan memiliki keyakinan yang kuat untuk mengikuti segala nilai-nilai organisasi, dan berusaha untuk mewujudkan tujuan organisasi sebagi prioritas utama.

2) Identifikasi : Komitmen afektif muncul karena kebutuhan, dan memandang bahwa komitmen terjadi karena adanya ketergantungan terhadap aktivitas-aktivitas yang telah dilakukan dalam organisasi pada masa lalu dan hal ini tidak dapat ditinggalkan karena akan merugikan.

3) Keterlibatan karyawan dalam organisasional : Karyawan akan merasa terlibat dalam setiap aktivitas organisasi.

Adapun indikator dari komitmen afektif adalah : 1) Menggangap organisasinya adalah yang terbaik 2) Loyalitas


(38)

2.1.3 Kompensasi

2.1.3.1 Pengertian Kompensasi

Menurut Wibowo (2011), kompensasi merupakan kontraprestasi terhadap penggunaan tenaga atau jasa yang telah diberikan oleh tenaga kerja. Wibowo juga mengatakan kompensasi merupakan jumlah paket yang ditawarkan organisasi kepada pekerja sebagai imbalan atas penggunaan tenaga kerjanya. Kadarisman (2012) mengemukakan kompensasi adalah apa yang seseorang karyawan/pegawai/pekerja terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikannya. Kompensasi yang diberikan organisasi ada yang berbentuk uang, namun ada yang tidak berbentuk uang. Kompensasi yang berwujud upah pada umumnya berbentuk uang, sehingga kemungkinan nilai riilnya turun naik.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan kompensasi merupakan bentuk finansial, jasa-jasa berwujud dan tunjangan-tunjangan yang diperoleh karyawan sebagai bagian dari sebuah hubungan sebagai pegawai dan merupakan salah satu faktor penting dan menjadi perhatian pada banyak organisasi dalam mempertahankan dan menarik sumber daya manusia yang berkualitas. 2.1.3.2 Jenis-jenis Kompensasi

Rivai dan Sagala (2011) mengemukakan kompensasi finansial terdiri dari kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung terdiri dari pembayaran karyawan dalam bentuk upah, gaji, bonus dan komisi. Kompensasi tidak langsung, atau benefit,


(39)

terdiri dari pembayaran yang tidak tercakup dalam kompensasi finansial langsung yang meliputi liburan, berbagai macam asuransi, jasa seperti perawatan anak atau kepedulian keagamaan, dan sebagainya. Penghargaan nonfinansial seperti pujian, penghargaan diri sendiri, dan pengakuan yang dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan, produktivitas dan kepuasan.

Menurut Wibowo (2011) jenis-jenis kompensasi meliputi: 1) Upah dan gaji

Upah biasanya diberikan kepada pekerja tingkat bawah sebagai kompensasi atas waktu yang telah diserahkan. Sementara gaji diberikan sebagai kompensasi atas tanggung jawab terhadap pekerjaan tertentu dari pekerjaan pada tingkatan yang lebih tinggi. Pemberian upah dapat lebih bervariasi tergantung dari sifat dan jenis pekerjaan.

Menurut waktu upah diberikan dalam ukuran harian, mingguan, dua mingguan dan sebagainya,. Namun upah juga dapat diberikan atas dasar prestasi dan produksinya, seperti pembayaran upah per unit produksi atau jasa yang dihasilkan atau berdasarkan terselesaikannya suatu unit pekerjaan tertentu

2) Insentif

Insentif dibagi dalam beberapa bentuk, yaitu: a) Piecework merupakan pembayaran diukur menurut banyaknya unit atau satuan barang atau jasa yang dihasilkan; b) Production bonus merupakan


(40)

penghargaan yang diberikan atas prestasi yang melebihi target yang telah ditetapkan; c) Commissions merupakan presentasi harga jual atau jumlah tetap atas barang yang dijual; d) Maturity Curves merupakan pembayaran berdasarkan kinerja berdasarkan tingkatannya : marginal, below average, average, good, outstanding; e) Merit raises merupakan pembayaran kenaikan upah diberikan setelah evaluasi kinerja; f) Pay-for-knowledge/pay-for-skills merupakan kompensasi karena kemampuan menimbulkan inovasi; g) Non-maturity incentives, merupakan penghargaan diberikan dalam bentuk plakat, sertifikat, liburan dan lain-lain; h) Executive incentives, merupakan insentif yang diberikan kepada eksekutif yang perlu mempertimbangkan keseimbangan hasil jangka pendek dengan kinerja jangka panjang; i) International incentives, diberikan karena penempatan seseorang untuk penempatan di luar negeri.

3) Penghargaan

Penghargaan dapat dibedakan atas penghargaan ekstrinsik dan penghargaan intrinsik. Penghargaan Ekstrinsik, yaitu penghargaan yang bersifat eksternal yang diberikan terhadap kinerja yang telah diberikan oleh pekerja, mencakup penghargaan finansial seperti; upah dan gaji, serta jaminan sosial, penghargaan interpersonal seperti: pengakuan, dan promosi jabatan. Penghargaan Intrinsik, yaitu bagian dari pekerjaan itu sendiri, seperti tanggung jawab, tantangan dan karakteristik umpan balik dari pekerjaan


(41)

4) Tunjangan

Tunjangan merupakan komponen kompensasi finansial tidak langsung, yang meliputi semua imbalan yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung (gaji, upah, komisi). Berikut ini bentuk-bentuk tunjangan antara lain: a) Retirement Plan,rencana pensiun pekerja; b) Cafetaria benefits plan, suatu rencana pemberian kompensasi tambahan dengan menetapkan batas jumlah tertentu per pekerja, tapi mereka boleh memilih variasi dari bentuknya; c) Liburan; d) Best performer, karyawan terpilih untuk mengikuti program pendidikan dan pelatihan.

2.1.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Kompensasi Menurut Tohardi (dalam Dharmawan, 2011) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian kompensasi, antara lain sebagai berikut: 1) Kinerja

Pemberian kompensasi melihat besarnya kinerja yang disumbangkan oleh karyawan kepada pihak perusahaan. Untuk itu, semakin tinggi tingkat output, maka akan semakin besar pula kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan.

2) Kemampuan untuk membayar

Secara logis, ukuran pemberian kompensasi sangat tergantung kepada kemampuan perusahaan dalam membayar gaji atau upah tenaga kerja. Karena sangat mustahil bila perusahaan membayar kompensasi diatas kemampuan yang ada.


(42)

3) Kesediaan untuk membayar

Walaupun perusahaan mempunyai kemampuan membayar kompensasi, tapi belum tentu perusahaan tersebut memiliki kesediaan membayar kompensasi tersebut dengan layak dan adil. 4) Penawaran dan permintaan tenaga kerja

Penawaran dan permintaan tenaga kerja berpengaruh terhadap pemberian kompensasi. Jika permintaan tenaga kerja banyak, maka kompensasi akan cenderung tinggi, demikian sebaliknya bila penawaran tenaga kerja ke perusahaan banyak (oversuplay) maka pembayaran kompensasi cenderung rendah.

5) Organisasi karyawan

Organisasi karyawan yang ada dalam perusahaan seperti serikat kerja akan turut mempengaruhi kebijakan besar atau kecilnya pemberian kompensasi.

6) Peraturan dan perundang-undangan

Adanya peraturan perundang-undangan yang ada mempengaruhi kebijakan perusahaan dalam pemberian kompensasi, misal berlakunya kebijakan pemberian Upah Minimal Regional (UMR). 3.1.3.4 Tujuan Pemberian Kompensasi

Tujuan-tujuan pemberian kompensasi menurut Handoko (dalam Dharmawan, 2011), antara lain sebagi berikut:

1) Memperoleh personalia qualified

Kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi untuk menarik pelamar. Karena perusahaan-perusahaan bersaing dalam pasar


(43)

tenaga kerja, tingkat pengupahan, harus sesuai dengan kondisi penawaran dan permintaan tenaga kerja. Kadang-kadang tingkat gaji yang relatif tinggi diperlukan untuk menarik para pelamar yang sudah bekerja diberbagai perusahaan lain.

2) Mempertahankan kayawan yang ada sekarang

Bila tingkat kompensasi tidak kompetitif, niscaya banyak karyawan yang baik akan keluar dari pekerjaannya. Untuk mencegah perputaran karyawan, pengupahan harus dijaga agar tetap kompetitif dengan perusahaan-perusahaan lain.

3) Menjamin keadilan

Keadilan atau konsistensi internal dan eksternal sangat penting diperhatikan dalam penentuan tingkat kompensasi. Agar tidak terjadi kecemburuan diantara karyawan.

4) Menghargai perilaku yang diinginkan

Kompensasi hendaknya mendorong perilaku-perilaku yang diinginkan. Prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung jawab yang baru, dan perilaku-perilaku lain dapat dihargai melalui rencana kompensasi yang efektif.

5) Mengendalikan biaya-biaya

Perusahaan harus memiliki struktur pengupahan dan penggajian sistematik. Organisasi dapat membayar kurang (underpay) atau lebih (overpay) kepada karyawannya.


(44)

6) Memenuhi peraturan-peraturan legal

Seperti aspek manajemen lainnya, administrasi kompensasi menghadapi batasan-batasan legal. Program kompensasi yang baik memperhatikan kendala-kendala tersebut dan memenuhi semua peraturan pemerintah yang mengatur kompensasi karyawan

2.1.4 Kinerja Karyawan

2.1.4.1 Pengertian Kinerja

Kinerja karyawan (job performance) dapat diartikan sebagai hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab yang diberikan organisasi dalam upaya mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Maulizar, 2012). Menurut Rivai dan Sagala (2011), kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan oleh setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya.

Berdasarkan pengertian di atas kinerja atau performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Tercapainya tujuan lembaga atau perusahaan hanya dimungkinkan


(45)

karena upaya para pelaku yang terdapat dalam organisasi lembaga atau perusahaan tersebut.

2.1.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Wirawan (dalam Wijonarko, 2014) mengatakan, kinerja dipengaruhi oleh faktor intrinsik yaitu personal individu dan faktor ekstrinsik yaitu kepemimpinan, sistem, tim, situasional, dan konflik. Uraian rincian faktor-faktor tersebut sebagai berikut:

1) Faktor personal/individual, meliputi unsur pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh tiap individu karyawan.

2) Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan team leader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja kepada karyawan.

3) Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim.

4) Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kerja dalam organisasi.

5) Faktor situasional, meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

6) Konflik, meliputi konflik dalam diri individu/konflik peran, konflik antar individu,konflik antar kelompok/organisasi.


(46)

Sedangkan menurut Simamora (dalam Dharmawan 2011), kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: a) Faktor individual yang terdiri dari; kemampuan dan keahlian, latar belakang dan demografi; b) Faktor psikologis yang terdiri dari; persepsi, attitude, personality, pembelajaran, dan motivasi; 3) Faktor organisasi yang terdiri dari; sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, job design.

2.2Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Judul & Peneliti Variabel Hasil Penlitian Pengaruh Lingkungan Kerja,

Budaya Organisasi, Kepemimpinan Terhadap Kinerja (Studi Pada Pegawai Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga)

Tri Widodo

Independen

 Lingkungan Kerja  Budaya Organisasi  Kepemimpinan Dependen

 Kinerja

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan kerja, budaya organisasi, dan kepemimpinan

berpengaruh terhadap kinerja.

Pengaruh Kompensasi, Motivasi dan Komitmen Organisasional Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Akuntansi (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Di Surabaya)

Windy Aprilia Murty Gunasti Hudiwinarsih Independen  Kompensasi  Motivasi  Komitmen Dependen  Kinerja Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompensasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja, untuk motivasi dan komitmen berpengaruh signifikan terhadap kinerja Pengaruh Komitmen

Organisasi dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Hubungan Antara Partisipasi Anggaran dan Kinerja Manajerial

Marsudi Endang Sri Rejeki

Independen  Komitmen

 Gaya Kepemimpinan Dependen

 Kinerja

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, komitmen, gaya kepemimpian

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja


(47)

Judul & Peneliti Variabel Hasil Penlitian Analysis of Effect of

Organizational Culture and Organizational Commitment on Job Satisfaction in Improving The

Performance of Employees (Study on PT. Sido Muncul Kaligawe Semarang) Chaterina Melina Taurisa Intan Ratnawati

Independen

 Budaya Organisasi  Kepuasan kerja  Komitmen Dependen  Kinerja

Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa, budaya organisasi, kepuasan kerja, komitmen kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Pengaruh Motivasi Kerja,

Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap

Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia)

Ida Ayu Brahmasari Agus Suprayetno

Independen  Motivasi Kerja  Kepemimpinan  Budaya Organisasi Dependen

 Kepuasan Kerja  Kinerja

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, Motivasi kerja, budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kinerja, sementara kepemimpinan

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan dan kinerja Pengaruh Komitmen

Organisasional dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja

Karyawan PT. Perkebunan Nusantara III di Sumatera Utara

Diana Sulianti K. L. Tobing

Independen  Komitmen

Organisasional  Kepuasan kerja Dependen

 Kinerja

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, komitmen dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

Job Satisfaction and

Organizational Commitmen : Is It important for Employee Performance

K. Nath Gangai, R. Agrawal

Independen

 Kepuasan Kerja  Komitmen Organisasi Dependen

 Kinerja kaeyawan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, variabel independen berpengaruh postif dan signifikan terhadap variabel dependen. Pengaruh Motivasi, Lingkungan Kerja, Kompetensi, dan Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kantor Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali

Anak Agung Ngurah Bagus Dhermawan, I Gede

Independen  Motivasi

 Lingkungan Kejra  Kompetensi  Kompensasi Dependen

 Kepuasan Kerja  Kinerja

Hasil penelitain ini menunjukkan bahwa, variabel independen berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen.


(48)

Judul & Peneliti Variabel Hasil Penlitian Adnyana Sudibya, I Wayan

Mudiatha Utama

Managerial Compensation And Firm Performance The Moderating Role Of Firm Strategy As A Proxy Of Managerial Discretion Marin, G.S. and Sanchez, A.A. Independen  Kompensasi Dependen  Kinerja Moderasi  Peran

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, variabel independen yang dimoderasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadp variabel dependen. The Influence of

Organizational Structure and Organization Culture

on the Organizational Performance of Higher Educational Institutions: The Moderating Role of Strategy Communication Haim Hilman &

Mohammed Siam

Independen

 Struktur Organisasi  Budaya Organisasi Dependen

 Kinerja Moderasi  Peran strategi

komunikasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, variabel independen yang dimoderasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadp variabel dependen.

Research on the Influence of Organizational Culture and Organizational

Restructuring on Organizational

Performance: Taking Old Folks Nursing Organization in Taiwan as an Example Keng-Sheng Ting, Department of Business Administration, Kao Yuan University, Taiwan

Independen

 Budaya Organisasi  Restrukturisasi

Organisasi Dependen  Kinerja

Hasil penelitain ini menunjukkan bahwa, variabel independen berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen.

Job Satisfaction and

Organizational Commitment: A Correlational Study in Bahrain

Fatema Mohammed, MBA dan Muath Eleswed, Ph.D.

Dependen

 Kepuasan kerja  Komitmen organisasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, kedua variabel saling berkorelasi .

Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Administrasi Iain Ar-Raniry Banda Aceh

Subhan Z, Said Musnadi2, M. Sabri

Independen  Kepemimpinan  Motivasi

 Budaya Organisasi Dependen

 Kinerja

Hasil penelitain ini menunjukkan bahwa, variabel independen berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen.


(49)

Judul & Peneliti Variabel Hasil Penlitian An Empirical Analysis of The

Impact of Compensation on Job Performance and Work-Family Conflict In The Kingdom of Sudi Arabia- “ A Correlation Model”

Modammed Owais Qureshi, PhD, MBA, BIT dan Syed Rumaiya Sajjad, PhD, MBA, BUMS King Abdul Aziz University, Kingdom of Saudi Arabia

Independen  Kompensasi

Dependen  Kineja  Konflik Kerja

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, variabel independen berpengaruh posifi dan signifikan terhadap variabel dependen.

Perbedaan Penelitian

a. Penelitian Tri Widodo memiliki variabel independen lingkungan organisasi, budaya organisasi dan kepemimpinan, sementara Chaterina Melina Taurisa Intan Ratnawati memiliki variabel independen budaya organisasi, kepuasan kerja dan komitmen kerja.

b. Penelitian Windy Aprilia&MurtyGunasti Hudiwinarsih tentang kinerja dengan variabel independen kompensasi, motivasi dan komitmen, sementara dalam penelitian ini tidak menggunakan variabel motivasi. c. Penelitian Marsudi &Endang Sri Rejeki menggunakan 2 variabel

independen sebagai faktor yang akan mempengaruhi variabel depanden. d. Penelitian Ida Ayu Brahmasari & Agus Suprayetno dengan tiga variabel

independen yang akan mempengaruhi dua variabel dependen.

e. Penelitian Diana Sulianti variabel independen adalah kepuasan kerja dan komitmen kerja yang akan mempengaruhi kinerja.

f. Marin, G.S. and Sanchez, A.A., penelitian ini menganalisis pengaruh kompensasi terhadap kinerja yang dimoderasi oleh variabel peran. Sementara penelitian ini tidak menggunakan variabel moderasai.

g. Haim Hilman & Mohammed Siam, mengetahui pengaruh struktur organisasi dan budaya organisasi terhadap kinerja yang dimoderasi variabel peran.


(50)

h. Keng-Sheng Ting, Department of Business Administration, Kao Yuan University, Taiwan, mengetahui pengaruh budaya organisai dan restrukturisasi oraganisasi terhadap kinerja karyawan.

i. Subhan Z, Said Musnadi, M. Sabri, mengetahui pengaruh kepemimpinan, motivasi dan budaya terhadap kinerja, sementara pada penelitian ini tidak menggunakan variabel kepemimpinan dan motivasi.

2.3Logika Berpikir

2.3.1 Pengaruh antara Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan. Budaya organisasi mengikat para karyawan yang bekerja di dalamnya untuk berperilaku sesuai dengan budaya organisasi yang ada. Apabila pengertian ini ditarik ke dalam organisasi, maka seperangkat norma sudah menjadi budaya dalam organisasi sehingga karyawan harus bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan budaya yang ada tanpa merasa terpaksa. Keberadaan budaya dalam organisasi akan menjadi perekat dan pedoman dari seluruh kebijakan perusahaan serta tuntutan operasional bagi aspek-aspek lain dalam organisasi. Jika nilai-nilai budaya telah menjadi pedoman dalam pembuatan aturan organisasi, maka budaya perusahaan akan mampu memberikan kontribusi terhadap kinerja organisasi Halim Hilman Muhammed Siam(2014). Hal tersebut berarti bila budaya organisasinya baik maka kinerja organisasi juga akan baik. Budaya organisasi adalah sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam perusahaan untuk mencapai


(51)

tujuan perusahaan yang telah ditetapkan, sehingga secara langsung ataupun tidak langsung memiliki pengaruh terhadap kinerja organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Chaterina Melina Taurisa Intan Ratnawati (2012) berkesimpulan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi. Penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Subhan Z, Said Musnadi, M. Sabri (2012) yang menyimpulkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Ida Ayu Brahmasari dan Agus Suprayetno (2008) menunjukkan bahwa budaya organisasi berhubungan positif dengan kinerja karyawan. Sedangkan Keng-Sheng Ting, (2011) menunjukkan bahwa budaya organisasi berhubungan positif dengan kinerja karyawan.

H1 : Ada pengaruh secara positif dan signifikan antara budaya organisasi terhadap kinerja karyawan PT. Madu Baru Yogyakarta.

2.3.2 Pengaruh Antara Komitmen Organisasi dengan Kinerja Karyawan Komitmen organisasi adalah komitmen yang diciptakan oleh semua komponen-komponen individual dalam menjalankan operasional organisasi. Komitmen tersebut dapat terwujud apabila individu dalam organisasi menjalankan hak dan kewajiban mereka sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing dalam organisasi, karena pencapaian tujuan organisasi merupakan hasil kerja semua anggota organisasi yang bersifat kolektif.

Penelitian yang dilakukan oleh Windy Aprilia Murty Gunasti Hudiwinarsih (2012), menunjukkan bahwa kredibilitas yang tinggi mampu


(52)

menghasilkan suatu komitmen, dan hanya dengan komitmen yang tinggi, suatu instansi pemerintahan mampu menghasilkan kinerja yang baik. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Marsudi Endang Sri Rejeki (2012) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi publik. Diana Sulianti K. L. Tobing (2009) meniliti hubungan antara Komitmen Organisasi, Kepuasan kerja terhadap kinerja. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara komitmen organisasi dengan kinerja karyawan. Sedangkan K. Nath Gangai, R. Agrawal (2015) menginvestigasi dampak komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan hasil penelitian menujukkan adanya hubungan positif dan dampak yang signifikan antara komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan.

Penelitian Achmad Sani. (2013), menunjukkan bahwa komitmen organisasi meningkatkan kinerja menuju tercapainya tujuan organisasi. Penelitian ini didukung oleh Fatema Mohammed dan Muath Eleswed (2013) mengemukakan bahwa komitmen organisasi yang kuat akan mendorong para individu untuk berusaha lebih keras dalam mencapai tujuan organisasi. Sehingga komitmen yang tinggi menjadikan individu lebih mementingkan organisasi dari pada kepentingan pribadi dan berusaha menjadikan organisasi menjadi lebih baik lagi. Jadi antara komitmen organisasi dengan kinerja terdapat pengaruh yang positif dimana kinerja yang baik pastinya dilatar belakangi oleh komitmen yang kuat. Komitmen organisasi yang buruk tidak


(53)

menghasilkan kinerja yang tinggi. Jadi, semakin tinggi derajat komitmen organisasi semakin tinggi pula kinerja yang dicapainya.

H2 : Ada pengaruh secara positif dan signifikan antara komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan PT. Madu Baru Yogyakarta. 2.2.3 Pengaruh Antara Kompensasi dengan Kinerja karyawan

Kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Saydam (dalam Kadarisman, 2012) mengatakan bahwa kegiatan sumber daya manusia selanjutnya setelah karyawan diangkat dan ditempatkan untuk melakukan pekerjaan, adalah memikirkan perlunya atau pentingnya pemberian kompensasi kepada para karyawan tersebut. Pemberian kompensasi yang satimpal dan tepat waktu merupakan hal yang paling didambakan oleh setiap karyawan.

Windy Aprilia Murty Gunasti Hudiwinarsih (2012) meneliti pengaruh kompensasi, motivasi, komitmen kinerja. Menunjukan bahawa komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Marin, G.S. and Sanchez, A.A. (2005) meneliti pengaruh kompensasi terhadap kinerja yang di moderasi variabel peran. Hasil penelitian ini menunjukkan kompensasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja yang di moderasi varibel peran.

Mohammed Owais Qureshi dan Syed Rumaiya Sajjad (2015) meneliti pengaruh kompensasi terhadap kinerja karyawan dan konflik kerja keluarga di


(54)

Arab Saudi. Menunjukan kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadp kinerja karyawan.

H3 : Ada pengaruh secara positif dan signifikan antara kompensasi terhadap kinerja karyawan PT. Madu Baru Yogyakarta.

H4 : Adanya pengaruh secara simultan antara budaya organisasi, komitmen organisasi dan kompensasi terhadap kinerja karyawan PT. Madu Baru Yogyakarta

2.4Model Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori, penurunan hipotesis di atas, maka model penelitian adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Penelitian Budaya

Organisasi (X1) Komitmen

Afektif (X2)

Kompensasi (X3)

Kinerja Karyawan


(55)

53 3.1Obyek dan subyek penelitian

Obyek penelitian yaitu PT. Madu Baru yang beralamat di Kelurahan Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan yang menjadi subyek penelitian yaitu Karyawan bagian produksi PT. Madu Baru.

3.2Populasi, Tehnik pengambilan sampel, dan Jumlah Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan bagian Pabrikasi/ Produksi PT. Madu Baru yang berjumlah 269 karyawan.

3.2.2 Sampel

Sekaran (2006:123) menyatakan sampel adalah sebagaian dari populasi. Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang memiliki sifat dan karakteristik yang sama serta memenuhi populasi yang diselediki. Ghozali (2005:65) menyebutkan ada tiga asumsi dasar seperti halnya pada teknik multivariate yang lain yang harus dipenuhi untuk dapat menggunakan model persamaan struktural, salah satunya adalah responden harus diambil secara random (random sampling respondent). Oleh karena itu Teknik


(56)

pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang/kesempatan yang sama pada setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2010: 63).

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin. Rumus adalah sebagai berikut:

Keterangan:

n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi e : Tingkat kesalahan

Populasi (N) sebanyak 382 karyawan dengan asumsi taraf kesalahan (e) sebesar 5%, maka jumlah sampel (n) adalah :

269/1+269(0,05)2= 160,8 = 160 karyawan

Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 160 karyawan bagian Pabrikasi yang terbagi di 6 stasiun tahapan produksi gula pasir. Sedangkan jumlah sampel yang digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas sebanyak 20 responden.

3.3Jenis data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung pada obyek penelitian dimana data primer diperoleh dari kuisioner.


(57)

Data yang diperlukan dalam analisis untuk menjawab atau membuktikan hipotesis adalah data primer yang diperoleh dari kuesioner. Untuk mendukung penjelasan obyek dan subyek penelitian juga diperlukan data-data sekunder yang diperoleh dari dokumentasi dan literatur.

Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh organisasi yang menerbitkan atau menggunakannya (Heru Kurnianto Tjahjono: 2009). Untuk memperoleh data primer ini penulis menyebarkan kuesioner kepada responden penelitian, yang berisikan daftar pertanyaan yang telah disusun secara sistematis, yang merepresntasikan variabel-variabel yang akan diteliti.

3.4Tehnik Pengambilan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan metode kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Responden menjawab dengan memberi tanda tertentu sesuai dengan jawaban responden pada kolom jawaban yang disediakan. Daftar pertanyaan mencakup variabel independen dan dependen. Dalam hal ini variabel independen adalah budaya organisasi, komitmen organisasi, dan kompensasi sedangkan variabel dependen adalah kinerja karyawan. Skala yang digunakan adalah skala ordinal atau skala LIKERT.

Skala likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik


(58)

olehpeneliti yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Dalam skalalikert variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.

Tabel 3.1

Bobot Kriteria Jawaban Skala Likert

Keterangan Arti Angka

SS S N TS STS

Sangat Setuju Setuju Netral Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

5 4 3 2 1

3.5Definisi Operasional Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja (Y). Kinerja didefinisikan sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Maulizar, 2012). Indikator yang digunakan antara lain :

a. Kualitas kerja

b. Tanggung jawab terhadap pekerjaan c. Kerjasama dengan rekan kerja d. Motivasi kerja


(1)

Statistik Deskriptif

Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Budaya Organisasi 160 38.00 68.00 54.9125 5.22137

Komitmen 160 19.00 33.00 26.2250 2.63253

Kompensasi 160 12.00 39.00 27.3750 4.47600

Kinerja Karyawan 160 24.00 54.00 41.2938 4.58682


(2)

Uji Normalitas

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Budaya

Organisasi Komitmen Kompensasi

Kinerja Karyawan

N 160 160 160 160

Normal Parametersa Mean 54.9125 26.2250 27.3750 41.2938

Std. Deviation 5.22137 2.63253 4.47600 4.58682

Most Extreme Differences

Absolute .094 .085 .073 .081

Positive .046 .084 .058 .060

Negative -.094 -.085 -.073 -.081

Kolmogorov-Smirnov Z 1.191 1.071 .923 1.023

Asymp. Sig. (2-tailed) .117 .201 .362 .246


(3)

Regression

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered Variables Removed Method

1 Kompensasi, Budaya

Organisasi,

Komitmena . Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Kinerja Karyawan

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .661a

.436 .426 3.47640

a. Predictors: (Constant), Kompensasi, Budaya Organisasi, Komitmen

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1459.875 3 486.625 40.266 .000a

Residual 1885.319 156 12.085

Total 3345.194 159

a. Predictors: (Constant), Kompensasi, Budaya Organisasi, Komitmen b. Dependent Variable: Kinerja Karyawan

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 8.671 3.297 2.630 .009

Budaya Organisasi .234 .062 .266 3.787 .000

Komitmen .419 .130 .241 3.216 .002

Kompensasi .321 .074 .313 4.333 .000


(4)

(5)

(6)