Gunung Halimun Salak National Park Corridor Conservation for Javan Gibbon (Hylobates moloch Audebert 1797) Habitats

KONSERVASI KORIDOR TAMAN NASIONAL
GUNUNG HALIMUN SALAK UNTUK HABITAT
OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert 1797)

YUMARNI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Konservasi Koridor Taman
Nasional Gunung Halimun Salak untuk Habitat Owa Jawa (Hylobates moloch
Audebert 1797) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Februari 2012
Yumarni

NRP. E 061060081

ABSTRACT
YUMARNI. Gunung Halimun Salak National Park Corridor Conservation for
Javan Gibbon (Hylobates moloch Audebert 1797) Habitats. Under direction of
HADI SUKADI ALIKODRA, LILIK BUDI PRASETYO, and RINEKSO
SOEKMADI.
The Gunung Halimun Salak National Park (GHSNP) corridor is an area
connecting the Gunung Halimun and the Gunung Salak in the Gunung Halimun
Salak National Park (GHSNP). The corridor functions as a habitat and a
movement line for some important protected wildlife, such as javan gibbon
(Hylobates moloch Audebert 1797). Javan gibbon is an endemic primate of Java
Island. Its populations tend to decline and are scarcely distributed only in West
and Central Java. The IUCN (International Union for Conservation of Nature)
categorizes it as an endangered species. It is heavily dependent on its habitat
condition that should provide appropriate trees for its food and bed. The local
community’s high dependence on land and natural resources in the corridor has
become a thread to the existence of Javan gibbon. The study is aimed at
formulating the management of corridor models for conservation of the javan
gibbon. It employs the Line Transect Methods for the data of javan gibbon’s

population, the square line method for the javan gibbon’s habitat, and the use of
Arc GIS 9.3 program for spatial modelling of javan gibbon’s habitat suitability in
the National Park’s corridor, and the use of secondary data for the analisys of
social economy of community. The research found nine groups of javan gibbon
with 28 individuals in the corridor and nojavan gibbon in the research site of
Cipanas. The group density of javan gibbon varied from 0.01 to 0.03 groups per
km2, the population density was between 0.04 and 0.09 individual per km2. The
average of highest INP values of trees was owned by rasamala (Altingia excelsa)
at 144.26%, manii (Maesopsis eminii) at 64.65% and puspa (Schima wallichii) at
60.90%. The highest INP values for young trees were of kisireum (Syzygium
rostratum) 79.02%, manii (73.68%), and huru hiris (Litsea brachystachya)
62.69%, while those for sapling were of manii (88.58%), kopinango (Nyssa sp.)
81.12%, and mara bereum (Macaranga triloba) 63.53%, for seedling level of
batarua (Quercus gemiliflorus) 83.50%, manii (72.42%), and pasang (Quercus
oldocarpa) 44.39%. For the habitat suitability, all groups of javan gibbon were
found in the suitable class of habitat and nojavan gibbon found in the highly
suitable and unsuitable habitat. There were estimation 28,608 people living in the
corridor at 2020. most of them (76.58%) were at low level education (elementary
and middle school); 52.64% were at 19 to 59 years of age; 63.29% were farmers;
83.4% held land less than 0.25 hectares; and 86.7% had monthly family income

lower than Rp 74,000,-/capyta/year.
Keywords: conservation, corridor, national park, habitat, javan gibbon.

RINGKASAN
YUMARNI. Konservasi Koridor Taman Nasional Gunung Halimun Salak untuk
Habitat Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1797). Dibimbing oleh: HADI
SUKADI ALIKODRA, LILIK BUDI PRASETYO, DAN RINEKSO
SOEKMADI.
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) berasal dari perluasan
Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH), yang ditetapkan dengan SK Menteri
Kehutanan Nomor:175/Kpts-II/2003, dengan luas 113.357 ha. Perluasan ini
membentuk koridor TNGHS, yang menghubungkan Gunung Halimun dan
Gunung Salak. Fungsi koridor TNGHS adalah sebagai habitat dan jalur
pergerakan bagi owa jawa. Owa jawa merupakan primata endemik Pulau Jawa,
yang penyebarannya terbatas hanya di Jawa Barat dan Jawa Tengah. status owa
jawa menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature) termasuk
kategori spesies yang terancam punah (Endangered Species). Selain
penyebarannya yang terbatas, populasi owa jawapun diperkirakan sudah sangat
sedikit. Hasil penelitian Kappeler (1987), memperkirakan populasi owa jawa di
Jawa Barat dan Jawa Tengah 8.000 individu. Iskandar (2007) memperkirakan

populasi owa jawa di TNGHS berkisar antara 2.318-2.695 individu. Supriatna
(2006) menyatakan bahwa diantara populasi owa jawa yang masih tersisa,
sebahagian besar berada di TNGHS.
Tujuan penelitian ini adalah: memformulasikan model konservasi koridor
TNGHS untuk habitat owa jawa. Penelitian ini dilakukan di koridor TNGHS,
berdasarkan administrasi pemerintahan koridor TNGHS berada pada dua
kabupaten yaitu Kabupaten Sukabumi (Kecamatan Kabandungan dengan desa
Cihamerang, Cipeuteuy, dan Kabandungan) dan Kabupaten Bogor (Desa Purasari
di Kecamatan Leuwiliang dan Desa Purwabakti di Kecamatan Pamijahan).
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2010 sampai Juni 2011. Metode yang
dipakai adalah line trnsect sampling untuk owa jawa, metode garis berpetak untuk
habitat owa jawa, analisis spasial untuk kesesuaian habitat owa jawa, dan untuk
melihat tekanan terhadap koridor TNGHS akibat aktifitas penduduk dipakai data
sekunder tentang keadaan sosial ekonomi penduduk di koridor TNGHS.
Diidentifikasi sembilan kelompok owa jawa dengan 28 individu di koridor
TNGHS. Hasil penelitian ini lebih kecil apabila dibandingkan dengan Rinaldi et
al. (2008) yang menemukan 11 kelompok dan lebih besar apabila dibandingkan
dengan Komarudin (2009) yang menemukan empat kelompok. Hal ini dapat
terjadi karena perbedaan frekuensi perjumpaan dengan owa jawa, yang dapat
disebabkan oleh ketersediaan pohon pakan dan pohon tidur pada jalur penelitian.

Di lokasi Sukagalih dan Cisarua ditemukan masing-masing dua kelompok owa
jawa dengan enam individu, di Cilodor ditemukan dua kelompok dengan lima
individu, di GH dan Ciherang masing-masing ditemukan satu kelompok dengan
empat individu, dan di Cipicung ditemukan satu kelompok dengan tiga individu.
Sementara di lokasi Cipanas tidak ditemukan kelompok owa jawa.
Kerapatan kelompok owa jawa di lokasi Sukagalih, Cilodor, dan Cisarua
yaitu 0,03 kelompok/km², lebih besar dari pada kerapatan kelompok di GH,
Cipicung, dan Ciherang yaitu 0,01 kelompok/km². Kerapatan populasi terbesar
yaitu 0,09 individu/km² ditemui di Sukagalih dan Cisarua, diikuti oleh Cilodor

0,07 individu/km², GH dan Ciherang dengan masing-masing 0,06 individu/km²,
dan Cipicung 0,04 individu/km².
Kerapatan kelompok dan kerapatan populasi beberapa hasil penelitian
sebelum ini yaitu Komarudin (2009) menyatakan kerapatan kelompok owa jawa
di koridor TNGHS 5,7 kelompok/km² dan kerapatan populasi 21,42 individu/km²,
Iskandar (2007) menyatakan rerata kerapatan kelompok owa jawa di Citarik,
Cikaniki, Cibeureum, dan Cisalimar TNGHS 3,4 kelompok/km² dan kerapatan
populasi 8,2 individu/km², Nijman (2004) menyatakan kerapatan kelompok owa
jawa di Gunung Halimun 3,0 kelompok/km² dan kerapatan populasi 6,8
individu/km². Kecilnya kerapatan kelompok dan kerapatan populasi pada

penelitian ini apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Komarudin (2009)
disebabkan oleh semakin berkurangnya habitat owa jawa di koridor TNGHS.
Sesuai dengan hasil penelitian Cahyadi (2003) yang menyatakan bahwa, areal
berhutan di koridor TNGHS mengalami pengurangan setiap saat. Kemudian
apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Iskandar (2007) di Citarik, Cikaniki,
Cibeureum, dan Cisalimar TNGHS dan Nijman (2004) di Gunung Halimun
disebabkan oleh lebih jeleknya kondisi habitat owa jawa di koridor TNGHS dari
pada lokasi lain di TNGHS. Sesuai dengan hasil penelitian Rinaldi et al. (2008),
yang menyatakan bahwa hutan di kawasan koridor TNGHS terputus oleh semak
belukar dan tumbuhan kaliandra yang memanjang dari Utara ke Selatan.
Owa jawa terdistribusi hampir pada semua lokasi penelitian, kecuali di
lokasi Cipanas. Jumlah anggota masing-masing kelompok berkisar antara dua
sampai empat individu. Komposisi kelompok owa jawa di koridor TNGHS secara
keseluruhan lengkap untuk semua tingkatan umur, yaitu ada pasangan induk,
anak remaja, dan ada bayi.
Hasil analisis vegetasi pada seluruh lokasi penelitian ditemukan 77 jenis
vegetasi di koridor TNGHS, dan 42 jenis diantaranya adalah vegetasi tingkat
pohon. Rerata nilai INP tertinggi vegetasi tingkat pohon dimiliki oleh rasamala
(Altingia excelsa) yaitu 144,26%, diikuti oleh manii (Maesopsis eminii) dengan
nilai 64,65% dan puspa (Schima wallichii) dengan nilai 60,90%. Permudaan

vegetasi di koridor TNGHS terdiri dari 40 jenis vegetasi tingkat tiang, 51 jenis
vegetasi tingkat pancang, dan 45 jenis vegetasi tingkat semai. INP tertinggi
vegetasi tingkat tiang adalah 79,02% yaitu kisireum (Syzygium rostratum), diikuti
73,68% yaitu manii, dan 62,69% yaitu huru hiris (Litsea brachystachya). Vegetasi
tingkat pancang INP tertingginya 88,58% yaitu manii, diikuti 81,12% kopinango
(Nyssa sp.), dan 63,53% mara bereum (Macaranga triloba). Vegetasi tingkat
semai INP tertinggi 83,50% yaitu pasang batarua (Quercus gemiliflorus), diikuti
72,42% yaitu manii, dan 44,39% yaitu pasang (Quercus oldocarpa).
Peta kesesuaian habitat owa jawa di koridor TNGHS memperlihatkan
bahwa, semua kelompok owa jawa yang teridentifikasi berada pada kelas sesuai.
Hal ini dapat terjadi karena areal hutan di koridor TNGHS telah mengalami
degradasi dan fragmentasi, sehingga areal yang berhutan di koridor TNGHS sudah
sedikit dan terkelompok-kelompok menjadi areal yang kecil. Keadaan ini
menyebabkan habitat owa jawa di koridor TNGHS sudah sangat terdesak, yang
menyebabkan owa jawa hanya di jumpai pada areal-areal yang memang sesuai
untuk kehidupan mereka.
Kelas kesesuaian habitat sangat sesuai dan tidak sesuai, tidak ditempati oleh
kelompok owa jawa. Habitat dengan kelas sangat sesuai luasannya kecil yaitu

20,44 ha dan terfragmentasi, sehingga tidak memenuhi syarat untuk home range

owa jawa. Kelas kesesuaian habitat tidak sesuai adalah berupa enclave, yang
banyak terdapat di koridor TNGHS yaitu berupa areal pertanian, perusahaan
pertambangan, dan kebun teh. Kelas kesesuaian habitat tidak sesuai jelas tidak
memenuhi syarat untuk kehidupan owa jawa yang arboreal, karena bukan
merupakan areal yang berhutan.
Tingginya aktifitas penduduk di koridor TNGHS disebabkan karena tingkat
sosial ekonomi penduduk yang relatif rendah. Rendahnya tingkat sosial ekonomi
penduduk di koridor TNGHS diindikasikan dengan: jumlah penduduk yang cukup
tinggi yaitu diperkirakan 28.608 jiwa pada tahun 2020, 76,58% penduduk
berpendidikan SD sampai SLTP, 52,64% penduduk berumur 19 sampai 59 tahun,
63,29% penduduk bekerja sebagai petani dengan harga komoditas pertanian yang
rendah, 53,3% keluarga dengan jumlah anggota keluarga lima sampai enam orang,
65,69% pengeluaran rumah tangga adalah untuk kebutuhan beras, 83,4%
kepemilikan lahan penduduk kurang dari 0,25 ha, 56,7% waktu tempuh penduduk
ke hutan adalah cepat (kurang 30 menit), 86,7% penduduk berpenghasilan
dibawah Rp. 74.000,-/kapita/bulan.
Upaya-upaya ke depan yang dapat dilakukan untuk konservasi koridor
TNGHS sebagai habitat owa jawa diantaranya adalah: Pertama selalu memantau
keberadaan populasi owa jawa yang sekarang masih tersisa, karena dengan cara
ini akan dapat diketahui kondisi populasi dan habitatnya. Kedua melakukan

peningkatan kuantitas dan kualitas habitat owa jawa di koridor TNGHS yang ada
sekarang, ini dapat dilakukan dengan menanam jenis-jenis pohon yang dibutuhkan
oleh owa jawa sebagai pohon pakan dan pohon tidur, seperti rasamala (Altingia
excelsa), puspa (Schima wallichii), manii (Maesopsis eminii), dan saninten
(Castanopsis argentea). Ketiga dengan meningkatkan luasan habitat yang sesuai
untuk kehidupan owa jawa, hal ini dapat dilakukan juga dengan penanaman untuk
memperluas tutupan lahan berupa hutan dan memperbaiki faktor-faktor
lingkungan yang mendukung kehidupan owa jawa. Keempat adalah dengan
meningkatkan taraf sosial ekonomi penduduk yang berada di koridor TNGHS,
sehingga ketergantungan mereka terhadap lahan dan suberdaya alam yang ada di
koridor TNGHS dapat diminimalkan.
Model konservasi koridor TNGHS untuk habitat owa jawa di koridor
TNGHS harus mempertimbangkan aspek perlindungan, pengawetan, dan
pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang ada di
koridor TNGHS. Aspek perlindungan dilakukan dengan melibatkan penduduk
setempat secara partisipatif, untuk menjaga sumberdaya alam dan lingkungan
yang ada di koridor TNGHS. Aspek pengawetan dilakukan dengan penanaman
untuk membuat penghubung (konektifitas) antar habitat owa jawa yang
terfragmentasi di koridor TNGHS. Sementara konektifitas alami belum berfungsi
optimal, dapat dibangun konektifitas buatan (artificial connectifity) berupa tiangtiang atau jembatan penghubung yang sifatnya sementara. Aspek pemanfaatan

berorientasi pada peningkatan ekonomi penduduk setempat berbasis sumberdaya
hutan non kayu, hal ini dapat dilakukan melalui sistem agroforestri dengan
tumpang sari.
Kata kunci: konservasi, koridor, taman nasional, habitat, owa jawa.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

KONSERVASI KORIDOR TAMAN NASIONAL
GUNUNG HALIMUN SALAK UNTUK HABITAT
OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert 1797)

YUMARNI


Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Dosen penguji pada Ujian Tertutup: Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S.
Prof. Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, M.S.

Dosen penguji pada Ujian Terbuka: Prof. (Ris.). Dr. M. Bismark, M.S.
Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, M.S.

PRAKATA
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Penelitian
untuk penulisan disertasi ini dilakukan di koridor Taman Nasional Gunung
Halimun Salak Provinsi Jawa Barat, dari bulan Oktober 2010 sampai bulan Juni
2011. Tema yang dipilih untuk disertasi ini adalah: Konservasi Koridor Taman
Nasional Gunung Halimun Salak untuk Habitat Owa Jawa (Hylobates moloch
Audebert 1797).
Penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan atas bimbingan,
bantuan,

motivasi

dari

berbagai

pihak,

pada

kesempatan

ini

penulis

menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1.

Bapak Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, M.S. selaku ketua komisi pembimbing,
Prof. Dr. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. dan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc. F.
selaku anggota komisi pembimbing, atas curahan waktu dan fikiran untuk
membimbing penulis dalam penulisan disertasi ini.

2.

Bapak Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. dan Prof. Dr. Ir. Ervizal A. M.
Zuhud, M.S. selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

3.

Bapak Prof. (Ris) Dr. M. Bismark, M.S. dan Dr. Ir. Burhanuddin Masyud,
M.S., selaku dosen penguji luar komisi pada ujian terbuka Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

4.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional
yang memberikan Biaya Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dan Pemerintah
Daerah Provinsi Sumatera Barat atas beasiswa Pemda.

5.

Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan SPs IPB, beserta staf atas semua
layanannya,

6.

Koordinator Kopertis Wilayah X Padang beserta staf, atas izin melanjutkan
studi dan semua bantuannya.

7.

Rektor, Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Muhammadiyah Sumatera
Barat Padang beserta staf, atas izin melanjutkan studi dan semua bantuannya.

8.

Kepala dan staf Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak Provinsi Jawa
Barat, atas fasilitas penelitian, bantuan literatur, peta-peta digital, dan lainlainnya.

9.

Soojung Ham: Division of Eco Science, Ewha Womans University Seoul
Korea, atas foto-foto owa jawa.

10. Kepala

dan

staf

Laboratorium

Satwaliar,

Departemen

Konservasi

Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, atas semua
layanannya.
11. Teman-teman di Laboratorium Analisis Lingkungan, Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, atas semua
bantuannya dalam analisis spasial.
12. Teman-teman Hoya Club beserta keluarga atas semangat, dorongan, bantuan,
perhatian, dan kerjasamanya.
13. Bapak H. M. Al-Husain dan bapak Somad, beserta tim atas pendampingan
selama kegiatan penelitian di lapangan.
14. Kedua orang tua penulis Yusuf Dt. Bagindo dan Mardianis (Almh.) atas
semua jasa, perhatian, kasih sayang, doa, dan pengorbanan yang tidak
terhingga dan tidak akan terbalas.
15. Uda, adik-adik beserta semua keluarga atas semua perhatian, kasih sayang,
dan doanya.
16. Semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.

Semoga disertasi ini bermanfaat bagi semua pihak, dan dapat menambah
khasanah ilmu pengetahuan kita semua.

Bogor, Februari 2012

Yumarni

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotogadang Kabupaten Agam Provinsi Sumatera
Barat pada tanggal 19 Maret 1964 sebagai anak ke dua dari enam bersaudara, dari
pasangan orang tua Yusuf Dt. Bagindo dan Mardianis (Almh.). Pendidikan
Sarjana ditempuh di Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Andalas Padang, lulus pada tahun 1990. Tahun 1999 penulis
diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor, dan menamatkannya pada tahun 2002. Kesempatan
untuk melanjutkan studi ke program doktor pada Program Studi Ilmu Pengetahuan
Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, diperoleh pada tahun
2006. Penulis mendapat Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dari
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional dan dari
Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat Padang.
Penulis bertugas sebagai dosen pada Fakultas Pertanian Universitas
Muhamadiyah Sumatera Barat Padang, dari tahun 1993 sampai 1997. Sejak Tahun
1998 sampai sekarang penulis bertugas di Fakultas Kehutanan perguruan tinggi
yang sama.
Selama mengikuti program doktor, penulis menjadi anggota Masyarakat
Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI). Artikel dengan judul Keadaan Sosial
Ekonomi Penduduk di Koridor Taman Nasional Gunung Halimun Salak
(TNGHS) dan Pengaruhnya terhadap Konservasi Koridor TNGHS untuk Habitat
Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1797) telah diterbitkan pada Jurnal
Menara Ilmu Volume I Nomor 27 Januari Tahun 2012, Analisis Habitat Owa
Jawa (Hylobates moloch Audebert 1797) di Koridor Taman Nasional Gunung
Halimun Salak, akan diterbitkan pada Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi
Alam Volume 9 Nomor 3 Tahun 2012. Analisis Populasi Owa Jawa (Hylobates
moloch Audebert 1797) di Koridor Taman Nasional Gunung Halimun Salak, akan
diterbitkan pada Jurnal Media Konservasi. Karya-karya ilmiah tersebut adalah
merupakan bagian dari disertasi penulis.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .……………………………………………………………...xiii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….iv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………...v
I. PENDAHULUAN 
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1 
1.2. Perumusan Masalah..................................................................................... 4 
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5 
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6 
1.5. Kebaruan (Novelty) Penelitian..................................................................... 6 
1.6. Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 
2.1. Konservasi ................................................................................................... 9 
2.2. Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) ................................... 9 
2.3. Koridor ...................................................................................................... 11 
2.4. Habitat ....................................................................................................... 16 
2.5. Struktur Lansekap Ekologi ........................................................................ 19 
2.6. Sistem Informasi Geografis (SIG) ............................................................. 21 
2.7. Penginderaan Jauh (Remote Sensing) ........................................................ 24 
2.8. Pixel ........................................................................................................... 26 
2.9. Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1797) ......................................... 26 
2.10. Tekanan terhadap Koridor TNGHS ........................................................ 30
III. METODE PENELITIAN 
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1. Lokasi Penelitian ………………………………………………….33
3.1.2. Waktu Penelitian ………………………………………………….34
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
3.2.1. Bahan Penelitian …...………………………………………...…...34
3.2.2. Alat Penelitian …………………………………………………….35
3.3. Pelaksanaan Penelitian
3.3.1. Owa Jawa …………………………………………………………35
3.3.2. Habitat Owa Jawa ………………………………………………...37
3.3.3. Tekanan terhadap Owa Jawa ……...………………………….......45
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 
4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) ................................. 40 
4.2. Koridor TNGHS ........................................................................................ 44 
4.3. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk di Koridor TNGHS ......................... 51 
4.4. Tekanan terhadap Koridor TNGHS .......................................................... 57 

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 
5.1. Owa Jawa
5.1.1. Populasi Owa Jawa ……………………………………………….65
5.1.2. Distribusi Kelompok Owa Jawa …………………………………..69
5.1.3. Komposisi Kelompok Owa Jawa …………………………………74
5.2. Habitat Owa Jawa
5.2.1. Kesesuaian Habitat Owa Jawa ……………………………………80
5.2.2. Analisis Vegetasi Habitat Owa Jawa ……………………………..95
5.3. Tekanan terhadap Owa Jawa
5.3.1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk …………………...….106
5.3.2. Pengurangan Luasan Hutan ………..….………………………...110
5.3.3. Waktu Tempuh Penduduk ke Hutan ...…………………………..111
5.3.4.Tingkat Umur Penduduk …………………………………...……112
5.3.5. Tingkat Pendidikan Penduduk …………………………………..113
5.3.6. Pekerjaan Penduduk ………………………..……...………..…..114
5.3.7. Penghasilan Penduduk …………………………………………..115
5.3.8. Jumlah Anggota Keluarga Penduduk ...………………………….117
5.3.9. Pengeluaran Rumah Tangga Penduduk ………………………....117
5.3.10. Pembahasan Umum Tekanan terhadap Koridor TNGHS ……..118
5.4. Formulasi Model Konservasi Koridor TNGHS
5.4.1. Aspek Perlindungan………………………...…………………...120
5.4.2. Aspek Pengawetan……………………………………….......….120
5.4.3. Aspek Pemanfaatan………………………………...……………121
VI. PEMBAHASAN UMUM ……………………………………………….116
VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan .................................................................................................. 123 
7.2. Saran ........................................................................................................ 124
DAFTAR PUSTAKA ………………………...……………………………….125
LAMPIRAN..............................................……………………………………..138  

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4
5
6
7

Faktor penyusun model kesesuaian habitat owa jawa di koridor TNGHS ...... 40
Skor dan bobot faktor penyusun model kesesuaian habitat owa jawa ............ 41
Perkembangan perubahan status lahirnya TNGHS .......................................... 42
Luasan tipe penutupan lahan kawasan koridor TNGHS .................................. 47
Perubahan tutupan lahan di koridor TNGHS Tahun 1990 sampai 2001 ......... 47
Pertumbuhan jumlah penduduk di koridor TNGHS tahun 1989-2004 ............ 52
Pertumbuhan penduduk tahun 1989-2004 dan perkiraan jumlah penduduk
tahun 2020 di koridor TNGHS......................................................................... 52
8 Tingkat pendidikan penduduk di koridor TNGHS........................................... 53
9 Struktur penduduk menurut umur di koridor TNGHS ..................................... 53
10 Pekerjaan penduduk di koridor TNGHS .......................................................... 54
11 Penghasilan penduduk di koridor TNGHS ...................................................... 54
12 Harga jual beberapa komoditas pertanian di koridor TNGHS ......................... 55
13 Jumlah anggota keluarga di Koridor TNGHS.................................................. 55
14 Pengeluaran rumah tangga di koridor TNGHS ................................................ 56
15 Persentase luas pemilikan lahan penduduk di koridor TNGHS ....................... 56
16 Waktu tempuh penduduk ke hutan di koridor TNGHS ................................... 57
17 Jumlah kelompok, jumlah individu, kerapatan kelompok, dan kerapatan
populasi owa jawa di koridor TNGHS ............................................................. 59
18 Jumlah kelompok dan jumlah individu owa jawa di koridor TNGHS ............ 63
19 Faktor lingkungan identifikasi kelompok owa jawa di koridor TNGHS ......... 65
20 Jumlah dan komposisi kelompok owa Jawa di koridor TNGHS ..................... 69
21 Frekuensi relatif, dominansi relatif, kerapatan relatif, dan INP vegetasi
tingkat pohon di koridor TNGHS .................................................................... 90
22 Frekuensi relatif, dominansi relatif, kerapatan relatif, dan INP vegetasi tingkat
tiang di koridor TNGHS .................................................................................. 94
23 Frekuensi relatif, dominansi relatif, kerapatan relatif, dan INP vegetasi tingkat
pancang di koridor TNGHS ............................................................................. 96
24 Frekuensi relatif, dominansi relatif, kerapatan relatif, dan INP vegetasi
tingkat semai di koridor TNGHS ..................................................................... 98

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran penelitian konservasi koridor TNGHS untuk habitat
owa jawa. ........................................................................................................... 8 
2 Peta TNGHS. ................................................................................................... 33 
3 Peta batas administrasi koridor TNGHS. ......................................................... 34 
4 Desain Line Transect Methods. ........................................................................ 36 
5 Proses pembuatan peta ketinggian tempat dan Kemiringan lereng. ................ 38 
6 Alur penentuan peta kesesuaian habitat owa jawa di koridor TNGHS. ........... 39
7 Desain plot Metode Garis Berpetak…………………………………………..44
8 Kerapatan kelompok dan kerapatan populasi owa jawa di koridor TNGHS 61 
9 Areal di koridor TNGHS yang didominasi oleh semak belukar (a) dan
kaliandra (b). .................................................................................................... 62 
10 Jumlah kelompok dan jumlah individu owa jawa di koridor TNGHS. ........... 64 
11 Peta distribusi kelompok owa jawa di koridor TNGHS. ................................. 64 
12 Jumlah dan komposisi kelompok owa jawa di koridor TNGHS...................... 69 
13 Persentase komposisi kelompok owa jawa di koridor TNGHS. ...................... 70 
14 Persentase tingkatan umur owa jawa di koridor TNGHS. ............................... 71 
15 Persentase kelompok owa jawa pada masing-masing lokasi di koridor
TNGHS. ........................................................................................................... 74 
16 Peta tutupan lahan di koridor TNGHS. ........................................................... 75 
17 Peta jarak dari areal pertanian di koridor TNGHS. .......................................... 77
18 Areal pertanian di koridor TNGHS…………………………………………...84
19 Peta jarak dari permukiman di koridor TNGHS……………………………...85
20 Kegiatan adopsi pohon oleh Yamahan Club dan papan nama Kelompok Tani
Hutan di Kampung Sukagalih. ......................................................................... 80 
21 Peta jarak dari jalan di koridor TNGHS........................................................... 81 
22 Peta ketinggian tempat di koridor TNGHS. ..................................................... 82 
23 Peta jarak dari sungai di koridor TNGHS. ...................................................... 84 
24 Peta kemiringan lereng di koridor TNGHS. .................................................... 91 
25 Peta Kesesuaian Habitat Owa Jawa di Koridor TNGHS. ................................ 88
26 Jumlah jenis pohon di koridor TNGHS……………………………………....95
27 Jumlah penduduk di koridor TNGHS tahun 1989 sampai 2004 dan proyeksi
jumlah penduduk tahun 2020. ........................................................................ 101 
28 Persentase pengeluaran rumah tangga di koridor TNGHS. ........................... 112 

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Data identifikasi kelompok owa jawa di koridor TNGHS..............................138
2. Jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di Koridor TNGHS…………………139
3. Famili dan jumlah jenis tumbuhan di koridor TNGHS……………….……..141
4. Sebaran jenis vegetasi tingkat pohon pada tiap lokasi………………………142
5. Sebaran jenis vegetasi tingkat tiang pada tiap lokasi………………………..144
6. Sebaran jenis vegetasi tingkat pancang pada tiap lokasi…………….………146
7. Sebaran jenis vegetasi tingkat semai pada tiap lokasi…………………….…148

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan bagian dari
Kawasan Pelestarian Alam. Sebagai Kawasan Pelestarian Alam, TNGHS
merupakan kawasan ekologi dengan fungsi sebagai perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa,
serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
(Ditjend. PHKA 2004). Fokus utama pengelolaan TNGHS adalah untuk
mempertahankan perwakilan ekosistem hutan pegunungan Provinsi Jawa Barat,
yang unik dan memiliki keanekaragaman jenis hayati yang tinggi. Fungsi TNGHS
diantaranya adalah sebagai tempat perlindungan terhadap tumbuhan dan satwasatwa langka dan hampir punah, perlindungan terhadap sumber air, pendidikan
dan penelitian, serta rekreasi alam (GHSNPMP-JICA 2007a).
TNGHS berasal dari perluasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH),
yang ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan Nomor:175/Kpts-II/2003.
Perluasan ini merupakan perubahan fungsi kawasan hutan produksi Perum
Perhutani dan hutan lindung serta hutan produksi terbatas yang berada di sekitar
TNGH, menjadi satu kesatuan kawasan konservasi TNGHS dari luas awal 40.000
hektar menjadi 113.357 hektar (GHSNPMP-JICA 2007b). TNGHS merupakan
pusat keanekaragaman hayati yang masih tersisa di Provinsi Jawa Barat, serta
merupakan ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas di Pulau Jawa
(GHSNPMP-JICA 2009).
Perluasan TNGH menjadi TNGHS, membentuk koridor TNGHS. Koridor
adalah areal yang menghubungkan dua ekosistem dengan kawasan yang terpisah,
fungsi koridor adalah sebagai habitat dan jalur pergerakan bagi satwa-satwa
penting dan dilindungi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Forman
dan Godron 1986). Koridor TNGHS merupakan areal memanjang dari Barat ke
Timur yang menghubungkan dua ekosistem utama di TNGHS, yaitu ekosistem
Gunung Halimun dan ekosistem Gunung Salak (GHSNPMP-JICA 2009). Koridor
TNGHS merupakan habitat dan jalur pergerakan bagi satwa-satwa penting dan
dilindungi di TNGHS, salah satu diantaranya adalah owa jawa (Hylobates moloch
Audebert 1797) (Rinaldi et al. 2008).

2
Owa jawa adalah primata endemik Pulau Jawa, yang penyebarannya sangat
terbatas yaitu hanya di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Status owa jawa menurut
IUCN (International Union for Conservation of Nature) termasuk kategori spesies
yang terancam punah (Endangered Species) (IUCN 2008). Selain penyebarannya
yang terbatas, populasi owa jawa pun diperkirakan sudah sangat sedikit
(MacKinnon 1987). Hasil penelitian Kappeler (1987), memperkirakan populasi
owa jawa di Jawa Barat dan Jawa Tengah sekitar 8.000 individu. Iskandar (2007)
memperkirakan populasi owa jawa di TNGHS berkisar antara 2.318-2.695
individu. Supriatna (2006) menyatakan bahwa, diantara populasi owa jawa yang
masih tersisa sebahagian besar berada di TNGHS.
Fungsi koridor TNGHS sangat penting untuk makhluk yang hidup di
Gunung Halimun dan Gunung Salak, sehingga koridor TNGHS ini perlu dipantau
keadaannya setiap waktu. Owa jawa merupakan spesies payung (umbrella
species), berkurangnya owa jawa di koridor TNGHS menjadi pertanda rusaknya
koridor TNGHS ini. Luas koridor yaitu 4.200 ha dan sepertiganya sudah menjadi
semak belukar, pohon-pohon besar sebagian telah menghilang. Kehidupan owa
jawa sangat bergantung pada kondisi habitatnya, karena mereka membutuhkan
pohon-pohon besar untuk pergerakan, mencari makan, dan beristirahat
(Supriyanto 2007).
Menurut Alikodra (1997) kualitas dan kuantitas habitat sangat menentukan
komposisi, penyebaran, dan produktifitas satwaliar. Owa jawa merupakan salah
satu jenis primata yang sangat sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungannya
(Iskandar et al. 2009). Kehidupan dan perkembangan owa jawa di koridor
TNGHS, membutuhkan habitat dengan jenis-jenis pohon tertentu dan tajuk pohon
yang saling tersambung. Kondisi koridor TNGHS sekarang mengalami
fragmentasi dan degradasi, yang mengakibatkan hubungan antar tajuk pohon
terputus dan ekosistem owa jawa menjadi terganggu.
Data citra satelit (satellite image) TM tahun 1990 sampai 2001
memperlihatkan bahwa, terjadi penyempitan dan fragmentasi koridor TNGHS.
Selama 11 tahun areal berhutan koridor TNGHS telah mengalami penurunan
sebesar 52% yaitu seluas 347,523 ha, dari luas 666,508 ha pada tahun 1990
menjadi 318,985 ha pada tahun 2001 (Cahyadi 2003). Data Citra Ikonos 2004,

3
memperlihatkan bahwa luas hutan di koridor TNGHS yang masih tersisa adalah
1.069,67 ha atau 25,43% dari luas koridor TNGHS yaitu 4.206,18 ha. Hutan yang
masih tersisa di koridor TNGHS ini terdiri dari hutan primer 268,56 ha, hutan
sekunder 759,06 ha, dan hutan tanaman 42,05 ha (GHSNPMP-JICA 2009).
Owa jawa untuk dapat bertahan hidup dan berkembang biak, membutuhkan
habitat yang sesuai untuk kehidupannya yang arboreal. Kesesuaian habitat owa
jawa dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan habitatnya, diantaranya adalah
tutupan lahan, jarak dari areal pertanian, jarak dari permukiman, jarak dari jalan,
ketinggian tempat, jarak dari sungai, dan kemiringan lereng. Kualitas faktor-faktor
lingkungan ini secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh aktifitas
manusia di koridor TNGHS. Aktifitas atau ketergantungan manusia terhadap
lahan dan sumberdaya alam yang ada di koridor TNGHS, dipengaruhi oleh
keadaan sosial ekonomi masyarakat yang berada di koridor TNGHS. Sesuai
dengan yang dikemukakan oleh MacKinnon et al. (1993) bahwa pengelolaan
kawasan yang dilindungi membutuhkan dukungan dari masyarakat yang ada di
dalam dan sekitarnya, karena mereka banyak menggantungkan hidupnya dari
produk dan jasa hutan yang ada di kawasan tersebut.
Ada lima desa dari dua kabupaten dan tiga kecamatan yang berada dalam
koridor TNGHS. Masyarakat dari lima desa ini aktifitas kehidupannya sangat
tergantung dari dalam koridor TNGHS (GHSNPMP-JICA 2009). Koridor
TNGHS banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk permukiman, lahan
pertanian (sawah dan ladang), mengambil kayu bakar dan makanan ternak, serta
keperluan lainnya. Aktifitas masyarakat ini berawal dari pengelolaan hutan
bersama masyarakat (PHBM), yang dilakukan oleh Perum Perhutani sebelum
perluasan TNGH. Kondisi ini mengharuskan pengelolaan koridor TNGHS,
dilakukan secara bersama dengan masyarakat.
Lemahnya pengakuan masyarakat terhadap eksistensi batas kawasan
TNGHS di lapangan serta belum selesainya proses tata batas dan zonasi TNGHS,
merupakan kendala bagi pengelola TNGHS untuk mempertahankan kemantapan
kawasan hutan dan menjalankan fungsi penegakan hukum yang dapat diterima
para pihak (GHSNPMP-JICA 2008). Masyarakat harus diberi pemahaman bahwa
terdapat beberapa wilayah di koridor TNGHS yang didominasi oleh semak

4
belukar, sehingga perlu direstorasi. Akibat banyaknya areal semak belukar ini
hubungan antara Gunung Halimun dan Gunung Salak terputus, dan keadaan ini
tidak cocok untuk kehidupan owa jawa (Supriyanto 2007).
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan, maka penting dilakukan penelitian
untuk: Memformulasikan upaya-upaya konservasi koridor TNGHS untuk habitat
owa jawa, dengan memperhatikan aspek owa jawanya sendiri, habitatnya, dan
tekanan terhadap koridor TNGHS akibat aktifitas penduduk.
1.2. Perumusan Masalah
Kehidupan owa jawa semakin terancam dengan adanya indikasi penurunan
kuantitas dan kualitas habitat mereka di koridor TNGHS (Rinaldi et al. 2008). Hal
ini dapat mengakibatkan penurunan populasi bahkan kepunahan bagi primata
endemik Pulau Jawa ini, sehingga perlu dilakukan pemantauan populasi, kualitas
dan kuantitas habitat, dan intensitas gangguan akibat aktifitas manusia terhadap
kehidupan owa jawa di koridor TNGHS
Keberadaan owa jawa di koridor TNGHS sangat dipengaruhi oleh kuantitas
dan kualitas habitatnya. Kuantitas dan kualitas habitat ini akan menentukan
kesesuaian habitat owa jawa di koridor TNGHS. Faktor-faktor yang menentukan
kesesuaian habitat owa jawa di koridor TNGHS diantaranya adalah jenis tutupan
lahan, jarak dari areal pertanian, jarak dari permukiman, jarak dari jalan raya,
ketinggian tempat, jarak dari sungai, dan kemiringan lereng. Agar koridor
TNGHS sesuai sebagai habitat owa jawa, maka harus diperhatikan faktor-faktor
lingkungan yang mendukung untuk kehidupan owa jawa tersebut.
Koridor TNGHS banyak mengalami tekanan, yang diakibatkan oleh aktifitas
penduduk yang tinggal di sana. Tekanan yang terjadi seperti berupa perambahan
hutan untuk dijadikan lahan pertanian berupa sawah dan ladang, penambahan
areal permukiman seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, dan
penebangan liar. Semua gangguan tersebut berpengaruh terhadap kuantitas dan
kualitas habitat owa jawa di koridor TNGHS, karena owa jawa membutuhkan
kondisi hutan dengan jenis-jenis pohon tertentu dan tajuk pohon yang saling
tersambung untuk kelangsungan hidupnya. Habitat dengan semua komponennya
menjadi sangat penting bagi owa jawa, karena dapat menyediakan berbagai hal

5
yang dibutuhkannya seperti tersedianya cukup pohon sebagai sumber makanan,
pohon tempat tidur dan tempat berlindung, serta ruang untuk bergerak.
Usaha yang dapat dilakukan untuk melindungi kelestarian owa jawa di
koridor TNGHS adalah dengan menyediakan habitat dan ruang pergerakan yang
sesuai untuk kehidupan mereka, serta meminimalkan tekanan terhadap habitat
owa jawa di koridor TNGHS. Koridor TNGHS dapat berfungsi sebagai habitat
maupun jalur pergerakan dari kawasan Gunung Halimun ke Gunung Salak, atau
sebaliknya bagi owa jawa (GHSNPMP-JICA 2009). Dengan tersedianya habitat
dan ruang pergerakan bagi owa jawa, serta kecilnya tekanan yang terjadi akibat
aktifitas manusia di koridor TNGHS, berarti kita dapat melestarikan owa jawa
yang harus mendapatkan makanan, melakukan pergerakan, beristirahat, dan
terhindar dari gangguan predator dan manusia.
Situasi yang ada saat ini menimbulkan masalah yang menjadi fokus
penelitian ini yaitu:
1. Berapa jumlah populasi, dimana distribusi, dan bagaimana komposisi
kelompok owa jawa di koridor TNGHS.
2. Bagaimana tingkat kesesuaian habitat owa jawa di koridor TNGHS.
3. Bagaimana kuantitas dan kualitas habitat owa jawa di koridor TNGHS.
4. Seberapa besar tekanan terhadap koridor TNGHS, akibat aktifitas
penduduk di koridor TNGHS.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: memformulasikan model konservasi koridor
TNGHS untuk habitat owa jawa. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat tujuan
antara sebagai berikut:
1. Menghitung populasi, menggambarkan distribusi, dan mendeskripsikan
komposisi kelompok owa jawa di koridor TNGHS.
2. Melakukan analisis spasial tingkat kesesuaian habitat owa jawa di koridor
TNGHS.
3. Menganalisis kuantitas dan kualitas habitat owa jawa di koridor TNGHS.
4. Mengetahui tekanan terhadap koridor TNGHS, akibat aktifitas penduduk
yang berada di koridor TNGHS.

6
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah berupa informasi atau masukan bagi
pengelola TNGHS terkait dengan konservasi koridor TNGHS untuk habitat owa
jawa, ditinjau dari aspek keberadaan owa jawanya, tingkat kesesuaian serta
ekologi habitatnya, dan potensi ancaman terhadap owa jawa akibat aktifitas
penduduk yang tinggal di koridor TNGHS.
1.5. Kebaruan (Novelty) Penelitian
Keterbaruan dari penelitian ini adalah formulasi model konservasi koridor
TNGHS untuk habitat owa jawa, ditinjau dari aspek owa jawanya, ekologi
habitatnya, dan ancaman terhadap owa jawa akibat aktifitas penduduk yang
tinggal di koridor TNGHS.
1.6. Kerangka Pemikiran Penelitian
Keberadaan koridor TNGHS salah satunya ditujukan sebagai jalur
pergerakan dan habitat bagi owa jawa. Owa jawa merupakan primata endemik
Pulau Jawa, penyebarannya terbatas hanya di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Populasi owa jawa diperkirakan sudah sangat sedikit (Indrawan et al. 2007),
diantara populasi owa jawa yang masih tersisa sebahagian besar berada di
TNGHS (Supriatna 2006). Status owa jawa menurut IUCN adalah spesies yang
terancam punah (Endangered Species) (IUCN 2008). Hasil penelitian Kappeler
(1987), memperkirakan populasi owa jawa di Jawa Barat dan Jawa Tengah sekitar
8.000 individu. Iskandar (2007) memperkirakan populasi owa jawa di TNGHS
berkisar antara 2.318-2.695 individu. Kondisi seperti digambarkan tersebut,
sangat mengkhawatirkan akan kelangsungan hidup dari kelompok primate yang
dilindungi ini.
Owa jawa membutuhkan hutan dengan jenis-jenis pohon tertentu dan pohonpohon yang tinggi, multi strata, tajuk yang rapat dan saling tersambung untuk
kelangsungan hidupnya yang arboreal dan untuk pergerakannya secara brakhiasi.
Saat ini koridor TNGHS mengalami degradasi yang cukup serius, yang
diakibatkan oleh adanya perubahan kawasan hutan alam menjadi hutan tanaman,
lahan pertanian dan perkebunan, serta permukiman oleh masyarakat (Cahyadi
2003). Keadaan ini sangat tidak mendukung untuk kelangsungan hidup owa jawa,

7
karena pada hutan tanaman satu strata dan pada areal pertanian yang sudah tidak
ada pohon-pohonnya tidak sesuai untuk kehidupan owa jawa.
Owa jawa membutuhkan jenis-jenis pohon tertentu untuk dijadikan pohon
pakan dan pohon tidur. Jenis-jenis pohon yang dibutuhkan owa jawa tersebut
seperti jenis-jenis darangdan (Ficus sinuata), pasang batarua (Quercus
gemiliflorus), rasamala (Altingia excelsa), dan saninten (Castanopsis javanica)
yang sekarang sudah jarang ditemui di TNGHS (Iskandar 2007). Perlu dilakukan
analisis vegetasi habitat owa jawa di koridor TNGHS, sebagai salah satu indikasi
untuk melihat kualitas habitat owa jawa di koridor TNGHS dan untuk
merencanakan upaya konservasi koridor TNGHS sebagai habitat owa jawa.
Fragmentasi dan degradasi hutan di koridor TNGHS akan menimbulkan
perubahan lansekap dan tutupan lahan, hal ini akan mempengaruhi kuantitas dan
kualitas habitat owa jawa. Habitat merupakan aspek penting yang mempengaruhi
kehidupan owa jawa. Komponen habitat yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup owa jawa adalah vegetasi. Vegetasi bagi owa jawa berfungsi sebagai
penyedia pohon-pohon sebagai tempat mencari makanan, tempat tidur, tempat
berlindung, dan ruang pergerakan.
Tingginya aktifitas penduduk di koridor TNGHS, seperti bertani (sawah dan
ladang), bertempat tinggal, pengambilan kayu bakar dan makanan ternak, dan
perburuan (GHSNPMP-JICA 2009), akan menyebabkan tekanan terhadap koridor
TNGHS sebagai habitat owa jawa. Tekanan tersebut dapat menyebabkan
menurunnya kuantitas dan kualitas habitat mereka, maupun merasa terganggunya
owa jawa berada di koridor TNGHS karena kehadiran manusia. Akibat dari semua
ini akan mempengaruhi jumlah populasi, daerah distribusi, dan komposisi
kelompok owa jawa yang dapat bertahan hidup di koridor TNGHS.
Bertitik tolak dari pemikiran yang ada, maka penelitian ini penting
dilakukan, yang bertujuan untuk memformulasikan model konservasi koridor
TNGHS sebagai habitat owa jawa. Tujuan penelitian ini dicapai dengan
melakukan

perhitungan

jumlah

populasi,

mengetahui

distribusi,

dan

mendeskripsikan komposisi kelompok owa jawa di koridor TNGHS, menganalisis
tingkat kesesuaian serta kualitas dan kuantitas habitat owa jawa di koridor
TNGHS, dan tingkat tekanan terhadap koridor TNGHS akibat aktifitas penduduk.

8
Penelitian ini akan mengetahui keadaan populasi owa jawa itu sendiri,
tingkat kesesuaian serta kualitas dan kuantitas habitat owa jawa, dan tingkat
tekanan penduduk terhadap habitat owa jawa di koridor TNGHS. Hasil akhir yang
diharapkan dari penelitian ini adalah memformulasikan model konservasi koridor
TNGHS untuk habitat owa jawa.
Diagram alir kerangka pemikiran penelitian konservasi koridor TNGHS
untuk habitat owa jawa, dapat dilihat pada Gambar 1.
Koridor TNGHS

Owa Jawa

Habitat

Penduduk

- Populasi
- Distribusi
- Komposisi

Analisis
- Kesesuaian Habitat
- Vegetasi

Aktifitas
Penduduk di
Koridor TNGHS

- Peta Kesesuaian
Habitat Owa Jawa
- INP Vegetasi

Tekanan terhadap
Owa Jawa dan
Habitatnya

- Jumlah Populasi
- Peta Distribusi
- Komposisi Kelompok

Keadaan Populasi, Kesesuaian Habitat, Kuantitas dan
Kualitas Habitat, dan Tekanan terhadap Owa Jawa

Formulasi Model Konservasi
Koridor TNGHS
U k H bi O J
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian konservasi koridor TNGHS untuk
habitat owa jawa.

9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konservasi
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, menyebutkan bahwa
konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati
yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan
persediaannya

dengan

tetap

memelihara

dan

meningkatkan

kualitas

keanekaragaman dan nilainya. Konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan: perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya, dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya (Anonim 1990).
2.2. Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, menyebutkan bahwa taman nasional
adalah Kawasan Pelestarian Alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola
dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Kawasan
Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun
di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara
lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Anonim 1990).
Tujuan pengelolaan taman nasional adalah untuk melindungi kawasan
alami dan berpemandangan alam indah yang penting, secara nasional atau
internasional serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah, pendidikan, dan
rekreasi (MacKinnon et al. 1993). Fungsi taman nasional adalah sebagai: (1)
kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan, (2) kawasan pengawetan
keragaman jenis tumbuhan dan satwa, dan (3) kawasan pemanfaatan secara lestari
potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Ditjen. PHPA 1996).
Indonesia memiliki 50 kawasan taman nasional sampai tahun 2006,
dengan total luas sebesar 16.384.194,14 Ha, salah satu diantaranya adalah

10
TNGHS (Dirjen. PHKA 2006b). TNGHS terletak pada dua provinsi yaitu Provinsi
Jawa Barat yang meliputi dua kabupaten yaitu Kabupaten Sukabumi dan
Kabupaten Bogor dan Provinsi Banten dengan Kabupaten Lebak. TNGHS
ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.175/Kpts-II/2003
tanggal 10 Juni 2003 dengan luas 113.357 hektar (GHSNPMP-JICA 2007a).
TNGHS sebagai Kawasan Pelestarian Alam, adalah merupakan