Parameter yang Berpengaruh pada Performa Fuel Cell.

4.3. Parameter yang Berpengaruh pada Performa Fuel Cell.

a. Temperatur Melalui simulasi CFD dapat diketahui pengaruh temperatur terhadap performa fuel

cell . Variasi temperatur yang digunakan adalah 30°C, 50°C, dan 75°C sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.6. Semakin tinggi temperatur dari fuel cell maka semakin rendah arus yang dihasilkan. Kenaikan temperatur akan menyebabkan penurunan

reversible voltage dari fuel cell yang berimbas pada penurunan arus yang dihasilkan. Tabel 4.6. Hasil simulasi fuel cell J101 dengan variasi temperatur.

Tegangan (Volt)

Arus (Ampere) Variasi temperatur

Dari persamaan Butler-Volmer dapat dilihat bahwa besarnya arus berbanding terbalik terhadap temperatur fuel cell.

= (4.3) Dimana

i = Current density

i 0 = Refference current density = Charge transfer coefficient

F = Konstanta Faraday act = Overvoltage R = Konstanta gas ideal T = Temperatur F = Konstanta Faraday act = Overvoltage R = Konstanta gas ideal T = Temperatur

adalah 0,2, 0,4, 0,6, dan 0,8. Hasil dari simulasi dengan berbagai nilai porositas gas diffusion layer dapat dilihat pada Tabel 4.7. Data simulasi dengan variasi porositas gas diffusion layer tidak memperlihatkan adanya pengaruh dari porositas gas diffusion layer , dimana hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Yong Sang Wey dan Hon Zhu yang menunjukkan peningkatan performa fuel cell seiring dengan naiknya porositas gas diffusion layer pada tegangan dibawah 0,7 Volt. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa porositas gas diffusion layer yang tinggi

dapat menurunkan resistansi difusi gas akibat terdapatnya fasa cair dari H 2 O yang

terkondensasi. Penelitian menunjukkan adanya pengaruh porositas gas diffusion layer

karena reaktan yang dimasukkan pada chanel anoda maupun katoda bukan H 2 dan O 2 murni namun terdapat juga fraksi massa H 2 O (Humidified gas)(Wei dkk., 2011), sedangkan pada pemodelan fuel cell J101 hanya H 2 dan O 2 sehingga tidak terdapat resistansi difusi gas hydrogen akibat fasa cair dari H 2 O yang terkondensasi.

Tabel 4.7. Hasil simulasi fuel cell J101 dengan variasi porositas gas diffusion layer.

Tegangan (mVolt)

Arus (Ampere) Variasi Porositas GDL

Gambar 4.12 menunjukkan nilai-nilai fraksi massa H 2 sepanjang garis dari

inlet sampai outlet pada permukaan setelah gas diffusion layer. Line tersebut

dibuat untuk membantu melihat H 2 yang terdifusi dari channel ke katalis. Tidak dibuat untuk membantu melihat H 2 yang terdifusi dari channel ke katalis. Tidak

layer dengan porositas 0,2 sampai porositas 0,8, namun jika dilihat melalui kontur

H 2 pada keseluruhan permukaan antara gas diffusion layer dengan katalis dapat

dilihat bahwa terjadi perbedaan persebaran dari gas H 2 .

Gambar 4.12. Perbandingan fraksi massa H 2 pada GDL dengan variasi porositas GDL (posisi 0,0727 untuk Outlet dan posisi 0 untuk Inlet).

Gambar 4.13. Kontur H 2 pada channel anoda dengan variasi porositas gas diffusion

Posisi (m)

porositas 0.2 Porositas 0.4 porositas 0.6 porositas 0.8

Gambar 4.13 memperlihatkan bahwa dengan porositas gas diffusion layer yang tinggi

gas H 2 terdifusi lebih merata sehingga memungkinkan meningkatkan efektifitas katalis dan membran dimana perbandingan luas katalis dan membran yang terpakai

dengan luas katalis dan membran total lebih besar .

c. Porositas Katalis Variasi porositas katalis yang digunakan adalah 0,2, 0,5, dan 0,8. Simulasi

CFD menunjukkan hasil seperti pada Tabel 4.8. Hasilnya tidak terlihat pengaruh porositas katalis terhadap arus yang dihasilkan fuel cell. Katalis memberi pengaruh pada proses ionisasi hidrogen menjadi ion H + dan elektron. Sifat dasar dari katalis sendiri adalah mempercepat suatu proses reaksi tanpa ikut bereaksi. Hal ini dapat

dilihat pada fraksi H 2 O yang terbentuk pada awal channel katoda.

Tabel 4.8. Hasil simulasi fuel cell J101 dengan variasi porositas katalis

Tegangan (Volt)

Arus (Ampere) Variasi porositas katalis

0.2 0.5 0.8

416,75

1,543

1,5429

1,5421

595,00

0,744

0,7363

0,7355

758,33

0,1055

0,1055

0,1055

787,62

0,0441

0,0441

0,0441

799,27

0,036

0,0360

0,036

834,55

0,0167

0,0167

0,0167

853,85

0,0096

0,0096

0,0096

872,00

0,0074

0,0074

0,0074

965,62

Gambar 4. 14. Perbandingan fraksi massa H 2 O terbentuk dengan variasi porositas katalis (posisi 0,0727 untuk Outlet dan posisi 0 untuk Inlet)

Gambar 4.15. Kontur fraksi massa H 2 O yang terbentuk.

Posisi (m)

Porositas Katalis 0.2 Porositas Katalis 0.5 Porositas Katalis 0.8

Pengaruh porositas katalis dapat dilihat dari fraksi massa H 2 O yang terbentuk. Gambar 4.14 dan Gambar 4.15 menunjukkan bahwa H 2 O yang terbentuk pada variasi

porositas katalis 0,2 lebih besar jika disbanding dengan variasi porositas katalis 0,5.

H 2 O yang terbentuk pada variasi porositas katalis 0,8 adalah yang paling sedikit. Banyaknya H 2 O yang terbentuk mengindikasikan katalis bekerja dengan baik, dimana

reaksi berjalan dengan baik. Luas permukaan katalis dan banyaknya bahan katalis (misal Pt) yang ada pada lembaran katalis tersebut memiliki andil dalam menentukan performa dari katalis berdasarkan porositasnya. Tingginya kecepatan reaksi yang

terjadi memungkinkan untuk meningkatkan mass flow dari H 2 dan O 2 . Semakin besar

mass flow rate dari bahan bakar akan dapat meningkatkan pula performa fuel cell pada kondisi tegangan yang sama.

Variasi porositas katalis 0,2 menunjukkan hasil yang paling baik, karena dengan ukuran yang sangat tipis dari katalis itu sendiri maka pengaruh porositas terhadap perubahan luas permukaan katalis tidak begitu besar. Katalis dengan porositas 0,2 akan lebih banyak mengandung bahan katalis (nasal Pt) disbanding dengan katalis dengan porositas 0,8.