Kelembagaan Dan Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Sdm) Kehutanan (Studi Kasus Di Bidang Perizinan Kehutanan)

KELEMBAGAAN DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) KEHUTANAN
(STUDI KASUS DI BIDANG PERIZINAN KEHUTANAN)

NURTJAHJAWILASA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul
”KELEMBAGAAN DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
MANUSIA (SDM) KEHUTANAN (STUDI KASUS DI BIDANG PERIZINAN
KEHUTANAN)” adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum
pernah digunakan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi ataupun
Lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,

Februari 2016

Nurtjahjawilasa
NIM E161110061

RINGKASAN
NURTJAHJAWILASA. Kelembagaan dan Kebijakan Pengembangan Sumber
Daya Manusia (SDM) Kehutanan (Studi Kasus di Bidang Perizinan Kehutanan).
Dibimbing HARIADI KARTODIHARDJO, DODIK RIDHO NURROCHMAT
dan AGUS JUSTIANTO.
Dalam rangka memahami kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM
aparatur kehutanan, adalah krusial untuk mengetahui bingkai ilmu pengetahuan
terhadap isi kebijakan (tertuang dalam bentuk narasi regulasi dan norma) dan
kepentingan serta pengaruh para pemangku kepentingan yang terlibat di
dalamnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kelembagaan dan
kebijakan pengembangan SDM kehutanan dengan: (1) mengevaluasi kinerja SDM

kehutanan menuju pelayanan perizinan yang efisien, transparan dan akuntabel; (2)
menganalisis perilaku SDM di bidang perizinan kehutanan: kepentingan
(interests), pengetahuan (knowledge) dan jaringan (networks) para pihak yang
mempengaruhi kinerja di bidang perizinan; dan (3) menganalisis struktur yang
mencakup regulasi, nilai-nilai/norma, dan budaya kognitif SDM di bidang
perizinan kehutanan.
Penelitian ini dilaksanakan di Kementerian Kehutanan (beserta UPT BPPHP
Samarinda dan BPKH Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur), KemenPAN dan
RB, BKN, LAN di Jakarta, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur dan
Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Kalimantan Timur selama 18 bulan.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan metode survei
menggunakan kuesioner terstruktur, observasi mendalam, wawancara dengan
narasumber kunci dengan teknik snowball, studi dokumen, dan kemudian
membangun analisis dan sintesis atas berbagai data dan informasi yang didapat.
Pada penelitian ini digunakan konsep analisis Situation-Structure-BehaviourPerformance / SSBP (Schmid 2004) yang dimodifikasi, yang merupakan
pengembangan dari konsep Structure-Conduct-Performance (Shaffer 1980),
dengan memasukkan faktor situasi sumber daya, yaitu sumber daya manusia
sebagai obyek/fokus penelitiannya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur/kelembagaan
memengaruhi perilaku para pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya di

dalam penciptaan „ruang analisis‟ kebijakan pengembangan SDM aparatur
kehutanan. Perilaku tersebut selanjutnya berkontribusi dominan dan tercermin
pada kinerja yang dihasilkan, yaitu kinerja SDM aparatur bidang perizinan
pemanfaatan hutan. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kinerja SDM
Kehutanan di bidang perizinan pemanfaatan hutan rendah dan perlu ditingkatkan
menuju efektifitas pelayanan sebagaimana tuntutan reformasi birokrasi. Budaya
organisasi pembelajar bagi SDM aparatur kehutanan penting untuk dikembangkan
di internal Kementerian Kehutanan dan di daerah dalam rangka membangun
struktur/kelembagaan yang kuat, selain aturan main dan norma-norma yang
berkembang di institusi.
Pada perilaku SDM aparatur kehutanan, diketahui bahwa hubungan antara
pemangku kepentingan bersifat potensi konflik, kerjasama dan saling mengisi.

Salah satu strategi yang dapat diterapkan untuk mengoptimalkan peran para
pemangku kepentingan dalam perumusan kebijakan SDM aparatur kehutanan
adalah peningkatan integrasi dan kolaborasi dalam rangka mengoptimalkan
sinergi. Hal-hal positif yang dapat dikembangkan terkait behaviour/perilaku
adalah pentingnya membangun hubungan yang saling menguntungkan dan tidak
terjebak pada kepentingan pragmatis jangka pendek pada proses penetapan
kebijakan SDM aparatur. Hubungan yang baik antar pemangku kepentingan dan

di internal kementerian mencakup komitmen, tanggung jawab, otoritas, dan
akuntabilitas dalam setiap penentuan kebijakan pengelolaan dan pengembangan
SDM aparatur kehutanan.
Struktur, khususnya pada regulasi dan nilai-nilai/norma yang mendasari
kebijakan pengembangan SDM aparatur kehutanan dari masa ke masa tidak
mengakar secara fundamental dan lebih bersifat normatif. Regulasi kurang
berkembang dan mengalami hambatan dalam implementasinya. Nilai-nilai yang
diharapkan menjadi budaya kerja belum menjadikan kelembagaan menjadi
„hidup‟. Perubahan-perubahan kebijakan terkait pengembangan SDM aparatur
kehutanan lebih banyak diwarnai oleh kebijakan di tingkat nasional, misalnya
dengan diundangkannya UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM aparatur di Kementerian
Kehutanan menguatkan kebenaran teori SSBP yang mengemukakan bahwa
kinerja institusi dipengaruhi oleh perilaku para pihak yang terlibat, mempunyai
pengaruh dan kepentingan di dalamnya. Secara kelembagaan, hal tersebut terjadi
karena struktur (regulasi, nilai/norma, budaya kognitif) yang melingkupi institusi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur terjadi karena situasi (politik,
ekonomi, dan sosial) yang terbangun memungkinkan terciptanya kondisi
demikian. Meskipun hubungan antara kinerja, perilaku, struktur dan situasi di
dunia nyata yang kompleks tidak bisa ditarik atau disimpulkan secara linear

sebagaimana dikemukakan, namun secara sederhana kebijakan pengembangan
SDM aparatur kehutanan dapat dianalisis dengan menggunakan variabel-variabel
tersebut.
Kebaruan yang diperoleh pada penelitian ini mencakup kebaruan praktis dan
kebaruan konseptual. Kebaruan praktis diperoleh dengan diketahuinya gambaran
tentang struktur, perilaku dan kinerja SDM aparatur kehutanan serta pengaruh
berbagai kepentingan, dinamika kekuasaan, dan pengetahuan serta jaringan para
pihak terkait dengan keputusan perizinan kehutanan yang dilakukan oleh SDM
aparatur kehutanan. Kebaruan praktis lainnya adalah tersedianya informasi
tentang alternatif kebijakan pengembangan SDM aparatur kehutanan. Penggunaan
teori SSBP yang dimodifikasi dan digunakan dalam penelitian tentang
kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM aparatur kehutanan juga
merupakan kebaruan konseptual lainnya.
Kata kunci: kinerja SDM aparatur kehutanan, perilaku pemangku kepentingan,
struktur/kelembagaan, regulasi dan norma/nilai-nilai, kebijakan
pengembangan SDM aparatur kehutanan

SUMMARY
NURTJAHJAWILASA. Institution and Policy on Forestry Human Resources
Development: Case Study on Forestry Licensing. Suverpised by HARIADI

KARTODIHARDJO, DODIK RIDHO NURROCHMAT and AGUS
JUSTIANTO.
In order to understand the institutional and human resource development
policies on forestry sector, it is important to study the frame of knowledge on the
content of policy (set out in narrative form of regulations and norms), the interests
and influence of the stakeholders involved. The purpose of this study is to analyze
the institutional and forestry policy on human resource development focusing on:
(1) evaluating the performance of human resources towards forestry concession
services that is efficient, transparent and accountable; (2) analyzing the behavior
of human resources in the field of forestry licenses: interests, knowledge and
networks that affecting the performance of the parties; and (3) analyzing structure
(regulations, values / norms, cultural cognitive) human resources in the field of
forestry licenses.
This research was conducted at the Ministry of Forestry (including BPPHP
Samarinda and BPKH Samarinda, East Kalimantan Province), Kemenpan and RB,
BKN, LAN in Jakarta, the Forestry Office of East Kalimantan Province, and the
Mines and Energy Office of East Kalimantan Province for totally 18 months.
Techniques of data collection is done by survey method using structured
questionnaires, in-depth observation, interviews with key informants using
snowball technique, document study, and then develop analysis and synthesis of

various data and information obtained. The study uses the modification of
Situation-Structure-Behaviour-Performance/SSBP theory (Schmid 2004), which
is the development of Structure-Conduct-Performance concept (Shaffer 1980), by
inserting factors on resource situation. In this research, the apparatus of forestry
human resource becomes the research object/research focus.
The results indicate that structural/institutional influences the behavior of
stakeholders involved in the creation of 'space analysis of' human resource
development on forestry policy. Furthermore, such behavior contribute
dominantly and reflected on the performance of apparatus of forestry human
resources handling forest utilization licenses. It was found that the performance of
apparatus of forestry human resources in the field of forest utilization licenses is
low and should be increased to achieve the effectiveness of services as the logical
consequence of forestry bureaucratic reform. Learning organization culture for
human resource development in forestry is important both for the Ministry of
Forestry internally and in the East Kalimantan province. It is needed in order to
build strong institutions, including rules and norms developed in the such
institution.
On the behavior of the apparatus of forestry human resources, it is known
that the relationship between stakeholders is conflict, cooperation and
complementarity. One strategy that can be applied to optimize the role of

stakeholders in the formulation of forestry human resource policies is by

increasing integration and collaboration in order to optimize synergies. The
positive things that can be developed is the importance of building a mutually
beneficial relationship in order not to get stuck in the short-term pragmatic
interestsoin the process of establishing the policies of forestry human resources
apparatus. Real good relationships among stakeholders in the internal of Ministry
of Forestry includes commitment, responsibility, authority, and accountability
applied on forestry human resources development policies.
Structure, particularly on related regulation and values/norms that underlie
the human resource development of forestry policy, is still not rooted yet
fundamentally in Ministry of Forestry and even looks like normative. Proper
regulation is less developed. There is also lack of good implementation. The
expected values to be working as daily work culture were not making the „real
institution‟. Changes in policy related to forestry human resource development is
much influenced by policies at the national level (for example, by the enactment
of Law No. 5 year 2014 concerning ASN).
Institutional and policy of human resource development in the Ministry of
Forestry reinforce SSBP theory. The theory argues that performance of
institutions is influenced by behavior of parties involved. In theory, it happens

because of structure (regulations, values / norms, cultural cognitive) surrounding
the institution. The results showed that the structure occurs because of the
situation (political, economic, and social) that enabled the creation of such
conditions. Although the relationship among performance, behavior, structure and
situation in the real world are complex and can not be concluded in a linear
fashion as proposed, but simply forestry human resource development policy can
be analyzed using these specific variables.
Novelty obtained in this study includes practical novelty and conceptual
novelty. Practical novelty addressed by developing structure, behavior and
performance of forestry human resources as well as the influence of various
interests, the dynamics of power, knowledge and networking of related parties
concerned with forestry licensing decisions making process. Other practical
novelty is the availability of information about alternatives of forestry human
resource development policies. The use of theory SSBP modified in research on
institutional and human resource development of forestry policy is also the other
conceptual novelty.

Key words: human resources performance of forestry apparatus, stakeholders
behavior, structure/institutional, regulations and norms/values,
policy on forestry human resource development


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KELEMBAGAAN DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) KEHUTANAN
(STUDI KASUS DI BIDANG PERIZINAN KEHUTANAN)

NURTJAHJAWILASA

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada

Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Tertutup dan Sidang Promosi:
1. Prof. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS
Guru Besar pada Divisi Kebijakan Kehutanan
Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. Boen M. Purnama, MSc.
Ketua Umum Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta
Pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan

PRAKATA
Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga disertasi dengan judul “Kelembagaan dan
Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Kehutanan: Studi Kasus
di Bidang Perijinan Kehutanan ini dapat diselesaikan dengan baik. Disertasi ini
disusun dan diajukan sebagai persyaratan dalam rangka memperoleh gelar Doktor
pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan, Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS selaku ketua komisi pembimbing,
Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, MSc.F.Trop. (anggota komisi
pembimbing) dan Dr. Ir. Agus Justianto, MSc. (anggota komisi
pembimbing) yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi dan
pengetahuan tentang kelembangaan dan kebijakan pembangunan
kehutanan secara komprehensif;
2. Prof. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS, Dr. Ir. Boen M. Purnama, MSc. dan
Dr. Tatang Tiryana, S.Hut, MSc. selaku penguji luar komisi dan wakil
program studi pada ujian tertutup dan pada sidang promosi yang
memberikan wawasan lain yang menambah khazanah kebaruan pada
penelitian ini;
3. Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan
Hutan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor beserta jajarannya
yang telah membantu kelancaran selama penulis mengikuti seluruh proses
pembelajaran program S-3 di Sekolah Pascasarjana IPB;
4. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
(BP2SDM) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta
jajarannya atas kesempatan dan izin yang diberikan kepada penulis untuk
melanjutkan pendidikan Strata 3 di Sekolah Pascasarjana IPB;
5. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia (Pusdiklat
SDM) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta jajarannya
yang memberikan beasiswa dalam menempuh pendidikan dan penelitian di
Sekolah Pascasarjana IPB;
6. Teman-teman pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, khususnya angkatan 2011 atas
dukungan dan motivasi, kebersamaan dan kekeluargaannya selama ini;
7. Istri, anak-anak, dan keluarga besar saya yang telah memberikan semangat
dan dukungan moral secara terus menerus dalam penyelesaian pendidikan
di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor;
8. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam rangka penyediaan dan kelengkapan data, wawancara,

informasi pendukung dan literatur lainnya selama penelitan dan penulisan
disertasi.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa yang membalas kebaikan dan menyertai
kehidupan kita semua.

Bogor, Februari 2016

Nurtjahjawilasa

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1

i
ii
iii
iv
v

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kebaruan (Novelty)
Kerangka Pikir Penelitian
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Paradigma Penelitian
Alur Penelitian
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengumpulan Data
Kerangka Pendekatan dan Analisis Data

2

DINAMIKA KELEMBAGAAN DAN KEBIJAKAN
PENGEMBANGAN SDM APARATUR DI KEMENTERIAN
KEHUTANAN
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Pemahaman terhadap Teori dan Konsep Pengelolaan dan
Pengembangan SDM serta Implementasinya di Kementerian
Kehutanan
Dibentuknya Badan dan Pusat
Definisi-Definisi Bencmarking Kompetensi SDM Kehutanan
yang Digunakan
Sekilas Sejarah Pengembangan SDM di Dunia
Pembelajaran Human Resources Development (HRD) dari
Finlandia
Simpulan

ii

1
3
7
7
8
8
9
9
10
10
11
11
12

15
16
17
17

31
35
39
40
42

3

4

5

6

KINERJA SDM APARATUR KEHUTANAN DALAM
PELAYANAN PERIJINAN PEMANFAATAN HUTAN
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Penilaian kinerja SDM aparatur kehutanan secara 360 derajat
Kompetensi etika, kompetensi kepemimpinan, dan kompetensi
teknis SDM aparatur kehutanan
Simpulan

PERILAKU SDM APARATUR KEHUTANAN: ANALISIS
PEMANGKU KEPENTINGAN (STAKEHOLDERS)
KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN SDM
KEHUTANAN
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Identifikasi Pemangku Kepentingan
Kategorisasi Pemangku Kepentingan
Hubungan Antar Pemangku Kepentingan
Simpulan

44
48
49
49
51
53

54
58
60
60
62
65
68

STRUKTUR SDM APARATUR KEHUTANAN: BUDAYA
ORGANISASI PEMBELAJAR DAN ANALISIS ISI
PERATURAN TERKAIT SDM APARATUR KEHUTANAN
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Organisasi dan individu pembelajar bagi SDM aparatur
kehutanan
Analisis isi (content analysis) regulasi
Simpulan

70
71
73
73

SITUASI KELEMBAGAAN DAN KEBIJAKAN
PENGEMBANGAN SDM APARATUR KEHUTANAN
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kondisi SDM Kehutanan saat ini
Kondisi SDM Aparatur Kehutanan yang Diharapkan
High transaction cost dan high exclusion cost kelembagaan dan
kebijakan SDM aparatur kehutanan
Simpulan

83
84
85
85
89
90

77
83

92

93

7

PEMBAHASAN UMUM

8

SIMPULAN, IMPLIKASI TEORI DAN IMPLIKASI
KEBIJAKAN
Simpulan
Implikasi teori
Implikasi kebijakan
Kebijakan Pengembangan SDM Aparatur Kehutanan
Saran/Rekomendasi

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

ii

101
102
104
104
107

DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5

Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
Tabel 17

Tabel 18
Tabel 19

Tabel 20

Tabel 21
Tabel 22
Tabel 23
Tabel 24

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tahun 1980 s/d
2013
Aspek-Aspek yang Perlu Dipertimbangkan dalam Merancang
Penelitian Metode Campuran
Waktu dan Lokasi Penelitian
Kerangka Pendekatan dan Analisis Data Penelitian
Perbandingan Kebijakan Pengelolaan SDM periode 1993 s/d
2014 di Kementerian Kehutanan dengan Konsep Pengelolaan
SDM
Ringkasan Hasil Wawancara terkait Implementasi KonsepKonsep Manajemen SDM di Kementerian Kehutanan
Tahapan Proses SDM dalam Organisasi
Konsep Perencanaan SDM
Ruang Lingkup Pengembangan SDM
Komparasi Konsep Ruang Lingkup Pengembangan SDM dengan
Cakupan Tugas Pokok Pusrenbang SDM Kehutanan
Tahapan-Tahapan Penting Pengembangan SDM di Dunia
Berbagai Pendekatan tentang Manajemen SDM oleh Para Ahli
Definisi Evaluasi Kinerja menurut Beberapa Ahli
Responden Penilai Kinerja SDM Kehutanan (Internal)
Responden Penilai Kinerja SDM Kehutanan (Eksternal)
Penilaian 360° terhadap SDM Kehutaan bidang Perizinan di
Beberapa Unit Organisasi Pusat dan Provinsi Kalimantan Timur
Kompetensi Pejabat Publik/SDM Kehutanan di Beberapa Unit
Organisasi Kementerian Kehutanan dan Provinsi Kalimantan
Timur
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengelompokan Kuantitatif atas Kepentingan dan Pengaruh Para
Pemangku Kepentingan dalam Kebijakan Pengembangan SDM
Kehutanan
Pemangku kepentingan yang terlibat dalam Penentuan Kebijakan
Pengelolaan dan Pengembangan SDM Kehutanan Beserta
Perannya
Pengkategorian Pemangku Kepentingan pada Penentuan
Kebijakan Pengelolaan dan Pengembangan SDM Kehutanan
Tingkat Kepentingan dan Pengaruh Para Pemangku Kepentingan
dalam Pengembangan SDM Aparatur Kehutanan
Tingkat Hubungan antar Pemangku Kepentingan dalam
Pengembangan SDM Aparatur Kehutanan
Kapasitas Kelembagaan di Beberapa Unit Organisasi
Kementerian Kehutanan dan Provinsi Kalimantan Timur
Berdasarkan Konsep Organisasi Pembelajar

2

9
11
12

18
27
29
30
31
35
39
40
45
48
49
50

51
58

59

61
62
63
66

74

Tabel 25
Tabel 26
Tabel 27
Tabel 28
Tabel 29

Tenaga Kerja Kehutanan pada IUPHHK-HA s/d 2013
Tenaga Kerja Kehutanan pada IUPHHK-HT Berdasarkan Latar
Belakang Pendidikan s/d 2013
Sebaran PNS Kementerian Kehutanan Berdasarkan Pendidikan
tahun 2013
Sebaran PNS Kementerian Kehutanan Berdasarkan Golongan
dan Gender tahun 2013
Empat Kriteria SDM Kementerian Kehutanan dan Cakupannya

ii

85
86
87
88
89

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14
Gambar 15
Gambar 16
Gambar 17
Gambar 18
Gambar 19

Indeks Integritas Unit Pelayanan Izin Pelepasan Kawasan Hutan
Kerangka Pikir Konseptual Penelitian secara Keseluruhan
Alur Pikir Penelitian
Konsep-Konsep dalam Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Fungsi-Fungsi Manajemen SDM
Jalur Karier PNS Kementerian Kehutanan
Struktur Organisasi Awal BP2SDM Kehutanan
Kedudukan Pusrenbang SDM dalam Struktur Organisasi BP2SDM
Kehutanan
Struktur Organisasi BP2SDM setelah Penggabungan Menjadi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Sebuah Sistem yang Terintegrasi untuk Manajemen Kompetensi dan
Pengembangan SDM
Berbagai Penilai dalam Evaluasi Kinerja
Kinerja SDM Aparatur Kehutanan Bidang Perizinan
Kompetensi Pejabat Publik/SDM Aparatur Kehutanan di Tingkat
Pusat dan di Propinsi Kalimantan Timur
Matriks Kepentingan dan Pengaruh para Pemangku Kepentingan
dalam Pengelolaan dan Pengembangan SDM Kehutanan
Komponen-Komponen Organisasi Pembelajar
Kapasitas Kelembagaan SDM Aparatur Kehutanan Berdasarkan
Konsep Organisasi Pembelajar
Sebaran SDM Aparatur Kementerian Kehutanan tahun 2013 menurut
Lokasi
Sebaran SDM Aparatur Kementerian Kehutanan tahun 2013 menurut
Golongan
Segitiga Kompetensi Profesionalisme Pelayanan Publik

5
8
10
19
20
25
33
33
34
41
47
50
52

65
71
76
87
88
90

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2

Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12

Hasil-Hasil Penelitian tentang Sumber Daya Manusia
Analisis SSBP (Schmid 2004: Conflict and Cooperation:
Institutional and Behavioral Economics; Schmid 1987:
Property, Power, and public Choice An Inquiry into law
and Economics.)
Kuesioner Penilaian Kinerja SDM Aparatur Kehutanan
secara 360 Derajat
Kuesioner Penilaian Kompetensi SDM Aparatur
Kehutanan oleh Para Pemangku Kepentingan
Rekapitulasi Penilaian Kinerja 360 Derajat
Rekapitulasi Kompetensi SDM Aparatur Kehutanan oleh
Para Pemangku Kepentingan
Rekapitulasi Analisis Stakeholders
Kuesioner Organisasi Pembelajar SDM Aparatur
Kehutanan
Rekapitulasi Penilaian Variabel dan Indikator untuk
Organisasi Pembelajar pada SDM Aparatur Kehutanan
Analisis Isi Peraturan Perundangan terkait Pengelolaan
SDM Aparatur Kehutanan
Kebaruan (Novelty) Praktis sebagai Implikasi Kebijakan
Hasil Penelitian
Rancang Bangun Sistem Informasi Pola Karir dan Pola
Diklat Terintegrasi di Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan

118
122

123
129
130
134
136
137
143
146
159
162

ISTILAH DAN SINGKATAN
ASN
Balitbang
Bappeda
Baperjakat
BKD
BKN
BP2SDM
BPKH
BPPHP/BP2HP
BUK
BUMN
CPNS

: Aparatur Sipil Negara
: Badan Penelitian dan Pengembangan
: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
: Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan
: Badan Kepegawaian Daerah
: Badan Kepegawaian Nasional
: Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
: Balai Pemantauan Kawasan Hutan
: Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi
: Bina Usaha Kehutanan
: Badan Usaha Milik Negara
: Calon Pegawai Negeri Sipil

ii

Dishut
Distamen
Ditjen
DPR
DPRD
D-4
HRD
IKK
IPK
IPM
IUPHHK-HA
IUPHHK-HT
IUPHHK-RE
KASN
KemenPAN dan
RB
KIP
KKN
KPI
KPK
LAN
Kemenhut
KemenLH dan K
LSM
MBA
MM
NGO
NKB
PAC
PNS
Pusdiklat
Pusluh
Pusenbang
Renstra
RPJMN
SD
SDM
SLTA
SLTP
SOP
SP3K
SSBP
S1
S2
S3

: Dinas Kehutanan
: Dinas Pertambangan dan Energi
: Direktorat Jenderal
: Dewan Perwakilan Rakyat
: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
: Diploma 4
: Human Resources Development
: Indikator Kinerja Kunci
: Izin Pemanfaatan Kayu
: Indeks Pembangunan Manusia
: Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hutan Alam
: Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hutan Tanaman
: Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Restorasi Ekosistem
: Komisi Aparatur Sipil Negara
: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi
: Keterbukaan Informasi Publik
: Korupsi Kolusi Nepotisme
: Key Performance Indicator
: Komisi Pemberantasan Korupsi
: Lembaga Administrasi Negara
: Kementerian Kehutanan
: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
: Lembaga Swadaya Masyarakat
: Master Bussiness Administration
: Magister Management
: Non Government Organization
: Nota Kesepakatan Bersama
: Personnel Accesment Centre
: Pegawai Negeri Sipil
: Pusat Pendidikan dan Pelatihan
: Pusat Penyuluhan
: Pusat Perencanaan dan Pengembangan
: Rencana Strategis
: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
: Sekolah Dasar
: Sumber Daya Manusia
: Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
: Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
: Standard Operational Procedure
: Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
: Situation-Structure-Behaviour-Performance
: Strata 1
: Starta 2
: Strata 3

TI
UKP4
UNDP
UPT
7M dan 1I

: Teknologi Informasi
: Unit Kerja Presiden di bidang Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan
: United Nations Development Programme
: Unit Pelayanan Teknis
: man, money, method, material, machine, market, minutes, dan
information

ii

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Organisasi pada hakikatnya adalah suatu ikatan atau entitas sosial dari
individu-individu yang memiliki tujuan bersama (Robbins 2009). Namun,
penamaan ‗organisasi‘, terlebih jika sudah bertahun-tahun, sering mengabaikan
fenomena bahwa salah satu unsur terbesar organisasi adalah manusia
(Rachmawati 2008). Kualitas manusia di dalam organisasi, bersama-sama dengan
sumber daya yang lain, bersinergi menentukan kualitas organisasi (Rowley dan
Jackson 2012). Lombardi Jr (2003) menyatakan bahwa ‗the achievements of an
organization are the result of the combined effort of each individual‘. Namun
demikian, seringkali unsur sumber daya manusia (SDM) dan dinamikanya sering
tidak diperhitungkan pada saat organisasi mengalami perubahan (Sugiarto 2007).
Lebih detail, individu di dalam organisasi merupakan sesuatu yang dinamis dan
‗bergerak‘ mengikuti tuntutan kebutuhan, nilai-nilai dan harapan yang dimilikinya
(Simamora 1995). Apabila individu tidak terkelola dengan baik, saling egois,
patronisme, bisa membuat organisasi tidak terkontrol dan pada akhirnya tidak
produktif (Siagian 2012).
Peran sumber daya manusia (SDM) dalam sebuah organisasi menjadi
semakin penting dan strategis. Menurut Dessler (2005) dalam Hanggraeni (2012),
beberapa tantangan SDM saat ini antara lain globalisasi, perkembangan teknologi,
relokasi industri, sifat pekerjaan yang semakin menuntut pengetahuan
(knowledge), ketrampilan (skills) dan sikap kerja (work attitude) yang tinggi, dan
demografi tenaga kerja seiring semakin heterogennya dunia kerja. Kemampuan
organisasi di dalam menghadapi dan menjawab tuntutan perubahan membutuhkan
modal insani yang memiliki tingkat keunggulan kompetitif terutama di bidang
penguasaan teknologi informasi dan budaya kerja organisasi yang baik
(Marwansyah 2010). Tanpa manajemen sumber daya manusia yang handal,
pengelolaan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber-sumber daya yang lainnya
menjadi kurang berdaya guna dan berhasil guna. Pengembangan SDM harus
dilakukan dengan pendekatan yang menyeluruh dan multidimensional mencakup
dimensi politik, ekonomi, hukum, sosio-kultural, administrasi, dan teknologikal
(Siagian 2012).
Memasuki era persaingan tenaga kerja yang semakin ketat dan bersifat
borderless (misalnya memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir
2015), membangun model manusia Indonesia yang terampil, kompeten,
berbudaya kerja keras, berdisiplin tinggi, pantang menyerah, dan memahami
kehormatan diri menjadi sangat penting. Pembangunan manusia berkualitas dapat
diwujudkan salah satunya dalam pendidikan yang mengandalkan kurikulum dan
pengajar sebagai satu kesatuan pendorong yang mencetak manusia yang berdaya
saing tinggi. Dengan SDM dan sistem pendidikan yang tepat akan terbangun
manusia Indonesia yang cakap memanfaatkan segala potensi bangsa demi
terciptanya kesejahteraan (Suryohadiprojo 2014). Tersedianya sumber daya
manusia berkualitas yang memiliki kompetensi tinggi menjadi prasarat utama
peningkatan daya saing dunia usaha dan perekonomian nasional (Kadin 2013).

2

Di tingkat nasional, data terbaru yang dirilis Forum Ekonomi Dunia (Word
Economic Forum/WEF) dalam Global Competitiveness Report 2014-2015 tentang
peringkat daya saing global menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat
34 dari 144 negara di dunia1. Rendahnya peringkat Indonesia salah satunya adalah
masalah pemberantasan korupsi yang masih menjadi titik lemah penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia (Kompas 16 April 2015).
Sebagai contoh, di tingkat provinsi, meski mengelola dana otonomi khusus
yang cukup besar (mencapai 280 triliun rupiah), Provinsi Papua selama 12 tahun
tetap dalam kondisi miskin dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di bawah
rata-rata IPM Nasional. Pada tahun 1996 IPM Papua 60,2 dan tahun 1999 sebesar
58,8 yang merupakan IPM terendah kedua nasional. Tahun 2012, IPM Papua naik
menjadi 65,86 tetapi rata-rata IPM propinsi adalah 73,292. Faktor kualitas SDM
yang rendah dan tingginya tindak korupsi diduga menjadi penyebab. Di tingkat
nasional, IPM Indonesia dan rankingnya adalah sebagaimana Tabel 1.
Tabel 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM3) Indonesia tahun 1980 s/d 20134
Tahun
IPM Peringkat IPM
Jumlah Negara
1980
0,471
83
124
1990
0,528
98
141
2000
0,609
94
168
2005
0,640
103
174
2008
0,654
104
187
2010
0,671
110
187
2011
0,678
110
187
2012
0,681
108
187
2013
0,684
108
187
Sumber: Human Development Report, UNDP, http://hdr.undp.org/en/content/human-developmentindex-hdi-table (7 Juli 2015)

Di bidang kehutanan, salah satu kungkungan dogma yang berkembang
adalah bahwa masalah kehutanan semata merupakan masalah teknis yang
berorientasi kepada obyek/hutan, bukan berpijak pada kesadaran bahwa masalah
kehutanan salah satunya berakar pada masalah yang jauh dari sumber daya hutan
(Nugroho 2011). Subyek, dalam hal ini adalah SDM yang berperan dalam
pembuatan kebijakan terkait sumber daya alam, memegang peran penting pada
pembangunan kehutanan. Untuk memahami suatu proses kelembagaan dan
kebijakan tertentu, misalnya kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM
1

Sistem pemeringkatan berdasarkan indikator pendidikan, efisiensi pasar, infrastruktur, teknologi,
dan makro ekonomi (Harian Nasional Kompas 16 April 2015)
2
Harian Kompas, 8 Maret 2014: Otsus Tidak Berpengaruh, 12 Tahun Kelola Dana Rp 280 Triliun,
Papua Tetap Miskin
3
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah pengukuran
perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara
seluruh dunia. IPM mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar
kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi
dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan kehidupan yang
layak (Badan Pusat Statistik).
4
Rentang IPM adalah 0 sd 1, komponen IPM adalah angka harapan hidup, indeks tingkat
kesehatan, indeks tingkat pendidikan dan indeks standar hidup

3

kehutanan, sangat penting untuk mengetahui bingkai ilmu pengetahuan terhadap
isi kebijakan/regulasi dan norma (discourse/narrative), posisi para pelaku dalam
jejaring (actors/network), dan dinamika kekuasaan (politics/interest) yang bersifat
membangun atau menghambat kebijakan (Kartodihardjo 2011). Pada konteks
kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM kehutanan, berbagai peraturan
dan norma-norma tentang SDM kehutanan, posisi dan jaringan aktor serta pola
interaksinya, kepentingan dan politik aktor yang melatarbelakangi pengambilan
kebijakan SDM menjadi fokus utama di dalam penelitian ini. Pada penelitian ini
digunakan teori Situation-Structure-Behaviour-Performance / SSBP (Schmid
2004) yang dimodifikasi, yang merupakan pengembangan dari konsep StructureConduct-Performance (Shaffer 1980), dengan memasukkan faktor situasi sumber
daya, di dalam penelitian ini yaitu sumber daya manusia sebagai obyek/fokus
penelitiannya. Pada teori ini disebutkan bahwa situasi dan struktur dapat saling
mempengaruhi, kemudian keduanya secara bersama-sama mempengaruhi
perilaku. Pada akhirnya perilaku mempengaruhi kinerja yang ditunjukkan
(Schmid 2004).

Perumusan Masalah
“Bahwa hutan, sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber
kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya, oleh karena itu keberadaannya
harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan
diurus dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, profesional, serta
bertanggung-gugat. (Konsideran Undang Undang Kehutanan No.41 tahun 1999)”
”Dalam pengurusan hutan secara lestari, diperlukan sumber daya manusia
berkualitas yang bercirikan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
didasari dengan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui
penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta
penyuluhan kehutanan yang berkesinambungan (Undang-Undang Kehutanan No. 41
tahun 1999 pasal 52 ayat 1)”

Selain konsideran Undang-Undang Kehutanan No. 41 tahun 1999 dan pasal
52 ayat 1, Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K) sebagai kelanjutan pidato Presiden
RI tahun 2005 yang bertujuan membangkitkan kembali peran penyuluhan dalam
mewujudkan revitalisasi pertanian, perkebunan, perikanan, dan kehutanan
dianggap sebagai titik awal berkembangnya kelembagaan pada sektor-sektor
pembangunan5. Perkembangan ini selanjutnya direspon oleh internal Kementerian
Kehutanan salah satunya dengan dibentuknya sebuah badan/lembaga setingkat
Eselon I yaitu Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
(BP2SDM) Kehutanan melalui Peraturan Menteri Kehutanan No. 40 tahun 2000
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan. Dua tahun kemudian
melalui Permenhut No. 33 tahun 2012 tentang Perubahan Permenhut No. 40 tahun
2000 dibentuk Pusat Perencanaan Pengembangan SDM Kehutanan sebagai
lembaga setingkat Eselon II di bawah BP2SDM Kehutanan. Munculnya
5

Dr. Tachrir Fathoni, Kepala BP2SDM Kehutanan dalam Agro Indonesia Vol VII No. 420,
Oktober 2012 dan beberapa dokumen tentang berdirinya BP2SDM dan Pusrenbang Kehutanan

4

terminologi pengembangan SDM antara lain didasarkan pada kesadaran
pengembangan organisasi yang menginisiasi kebijakan pengembangan SDM yang
semula telah dilaksanakan di Sekretariat Jenderal melalui Biro Kepegawaian6
(yang lahir lebih banyak didasarkan pada undang-undang kepegawaian). Analisis
atas kelembagaan dan kebijakan dua lembaga baru di atas yang pada dasarnya
mendasari ide penelitian ini, dengan mencoba menelaah fenomena yang ada
dengan teori kelembagaan, teori kebijakan, dan konsep pengembangan sumber
daya manusia.
Dengan menggunakan kerangka SSBP, permasalahan-permasalahan SDM
secara nasional maupun di tingkat Kementerian Kehutanan dikelompokkan ke
dalam kerangka sebagai berikut: Permasalahan SDM terkait struktur antara lain
pengaturan kepegawaian terdapat di berbagai undang-undang dan menimbulkan
kompleksitas, pekerjaan tempat PNS mengabdi tidak dipandang sebagai profesi,
pengadaan PNS melalui sistem formasi menjadi komoditi yang menggiurkan,
penempatan dan pengangkatan dalam jabatan struktural dicemari intervensi
politik, terbatasnya mobilitas PNS melemahkan NKRI, sembilan dari sepuluh
(9/10) PNS tidak pernah diberi kesempatan mengembangkan diri, kualifikasi dan
kompetensi PNS tidak sesuai kebutuhan, desentralisasi pengadaan PNS
menyuburkan semangat kedaerahan, perkiraan terjadinya ‗tsunami‘ pensiun pada
2025 (sekitar 2.7 juta PNS akan pensiun dan beban fiskal mencapai Rp 165
triliun), fragmentasi peraturan perundangan sistem kepegawaian berdasarkan
perjanjian kerja, sistem remunerasi dan tunjangan sangat bervariasi antar instansi
melemahkan esprit de corps, masalah overstaff dan understaff, remunerasi tidak
terkait kinerja, promosi jabatan tertutup dan penuh KKN, pengadaan aparatur
tidak objektif dan penuh KKN (KemenPAN dan RB 2012). Masalah-masalah
tersebut timbul salah satunya karena kelemahan dalam implementasi dan
ketidakadaan atau ketidakcukupan norma dalam UU sebelumnya. Permasalahan
lainnya adalah kurang luasnya ilmu pengetahuan dan keterampilan, lemah dan
dangkalnya profesionalisme, lemahnya kepemimpinan (Darusman 2012).
Permasalahan yang berhubungan dengan behaviour/perilaku SDM antara
lain: suka bersifat sebagai pengikut (follower), lemahnya budaya pengguna ilmu
pengetahuan, suka melihat perbedaan cara dan tidak suka melihat kesamaan
tujuan, tidak jujur dan tidak mau belajar dari kesalahan, sindrom zona kemapanan
(comfort zone syndrome), individualis dan egois, jauh dari gaya hidup
profetik/kehidupan dengan berpedoman pada hal-hal yang terbaik yang pernah
ada/the highest but realistic standard of life (Darusman 2012).
Selanjutnya, permasalahan terkait performance/kinerja SDM antara lain:
high cost and low performance (belanja aparatur ditingkat nasional sekitar 38
persen dari APBN, dan mencapai lebih dari 63 persen di daerah, bahkan di 11
daerah mencapai 76 persen; KemenPAN dan RB 2012). berdasarkan Survey
Integritas Sektor Publik tahun 2012 yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), pada rentang skor 0 (nol) sampai dengan 10 (sepuluh) untuk
menggambarkan buruk dan baiknya tingkat integritas kementerian/lembaga,
hanya terdapat satu instansi pusat yang memperoleh nilai integritas di bawah 6,
6

Hasil wawancara dengan Kepala BP2SDM pertama, Kepala BP2SDM, Sekretaris BP2SDM,
Kepala Pusat Perencanaan Pengembangan SDM, Kepala Pusat pendidikan dan pelatihan
Kehutanan, dan beberapa eselon III di biro kepegawaian dan lingkup BP2SDM Kehutanan tahun
2014.

5

yaitu Kementerian Kehutanan terkait dengan integritas SDM pada perizinan
pelepasan kawasan hutan. Survei dilakukan terhadap 498 unit layanan yang
tersebar di 20 instansi pusat, 5 instansi vertikal, dan 60 pemerintah daerah, dengan
melibatkan jumlah responden pengguna layanan sebanyak 15.000 orang yang
terdiri dari 1.200 orang responden di tingkat pusat, 8.160 orang responden di
tingkat instansi vertikal, dan 5.640 orang responden di tingkat pemerintah daerah.
Seluruh responden merupakan pengguna langsung dari layanan publik yang
disurvei dalam satu tahun terakhir. Dalam survei ini standar minimal integritas
yang ditetapkan oleh KPK adalah sebesar 6,00 dengan rentang penilaian adalah
dari 0 (terburuk) sampai dengan 10 (terbaik). Penilaian survei dilakukan dengan
menggabungkan dua unsur, yakni pengalaman integritas (bobot 0,667): yang
merefleksikan pengalaman responden terhadap tingkat korupsi yang dialaminya;
dan potensi integritas (bobot 0,333) yang merefleksikan faktor-faktor yang
berpotensi menyebabkan terjadinya korupsi (Gambar 1).
Pengalaman integritas
5,28

Indeks
integritas
4,84

Potensi integritas
3,98

Pengalaman korupsi
5,21

Jumlah/besaran korupsi 4,94
Frekuensi pemberian gratifikasi 5,23
Waktu pemberian gratifikasi 5,42

Cara pandang thd
korupsi
5,21

Arti pemberian gratifikasi 5,52
Tujuan pemberian gratifikasi 5,23

Lingkungan kerja
6,56
Sistem administrasi
3,63
Perilaku individu
5,22
Pencegahan korupsi
2,13

Kebiasaan pemberian gratifikasi 3,53
Kebutuhan pertemuan di luar prosedur 8,87
Keterlibatan calo 8,85
Fasilitas di sekitar lingk. Pelayanan 7,87
Suasana/Kondisi di sekitar pelayanan 7,94
Kepraktisan SOP 4,41
Keterbukaan informasi 3,00
Pemanfaatan teknologi informasi 4,76
Keadilan dlm pelayanan 6,50
Ekspektasi petugas thd gratifikasi 5,10
Perilaku pengguna layanan 3,36
Tk upaya anti korupsi 2,39
Mekanisme pengaduan masyarakat 1,35

Gambar 1. Indeks Integritas Unit Pelayanan Izin Pelepasan Kawasan Hutan
(sumber: KPK 2012; keterangan: merah=buruk, < 5; kuning 5-6=
kurang; > 6=cukup)
Unit Kerja Presiden di bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan
(UKP4) pada akhir 2012 juga melakukan survey tentang rapor kementerian dan
terdapat 6 (enam) kementerian yang memiliki rapor merah. Survei tersebut
dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang kinerja kementerian/lembaga
tingkat pusat secara menyeluruh. Walaupun hasil penilaian tidak menyebutkan
secara jelas kementerian mana yang mendapat rapor merah, namun kedua hal di
atas secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan kualitas sumber
daya manusia terkait integritas dan kinerjanya. Pada bagian lain dari laporan itu

6

disebutkan bahwa secara khusus hal yang perlu mendapat perhatian adalah
pentingnya perbaikan kualitas pelayanan perizinan dan transparansi anggaran.
UNDP Indonesia (2014) di dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa
indeks perizinan kehutanan online adalah rendah ditandai kurangnya ketepatan
waktu dan biaya tidak resmi yang muncul, kurangnya independensi penyedia
layanan, lemahnya peraturan tentang pengawasan, tidak ada sanksi untuk perilaku
korup, dan lemahnya tindak lanjut pengaduan. Fakta bahwa sistem perizinan
online satu pintu, banyak atap, dan terpadu berdampak pada ketidakpercayaan
pengguna layanan pada reformasi perizinan kehutanan dan disinsentif pada usahausaha reformasi sistem perizinan secara umum. Hal-hal terkait struktur, perilaku,
dan kinerja tersebut yang melatarbelakangi penelitian ini.
Di sektor kehutanan, beberapa permasalahan yang dihadapi dalam
pengembangan SDM Kehutanan yang berbasis kompetensi ditinjau dari aspek
kelembagaan
antara lain: (i) Peran kelembagaan BP2SDMK dalam
pengembangan SDM berbasis kompetensi belum optimal (struktur); (ii)
Hubungan kerjasama dengan berbagai instansi terkait dalam pengembangan SDM
berbasis kompetensi belum terpadu (struktur); (iii) Masih tingginya ego sektoral
dalam pengembangan SDM berbasis kompetensi (perilaku); dan (iv) Peran Pusat
dan Balai Diklat Kehutanan dalam pengembangan SDM berbasis kompetensi di
lingkungan Kementerian Kehutanan belum optimal (struktur; Justianto 2013).
Berbagai pertanyaan yang timbul antara lain: Apa yang terjadi dengan
kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM aparatur kehutanan? Mengapa
demikian? Bagaimana sebaiknya dan bagaimana hal ini dianalisis?
Dengan menggunakan konsep SSBP (Situasi, Struktur, Behaviour/Perilaku,
dan Performance/Kinerja), maka dapat dielaborasi permasalahan pengelolaan dan
pengembangan SDM Kehutanan adalah sebagai berikut:
1. Struktur: regulasi, norma, budaya kognitif pada pengembangan SDM
kehutanan belum kondusif untuk menghasilkan performa perizinan yang
efisien, transparan dan akuntabel7.
2. Perilaku: perilaku para pihak yang terlibat dalam proses kebijakan
pengembangan SDM Kehutanan dalam menghadapi berbagai kepentingan
(interests), pengetahuan (knowledge) dan jaringan (networks) belum
mencerminkan perilaku yang saling bersinergi dalam mewujudkan
pencapaian visi dan misi pembangunan kehutanan.
3. Kinerja: kinerja SDM kehutanan di bidang perizinan kehutanan rendah.
Fokus dan batasan/ruang lingkup SDM Kehutanan di bidang perizinan
kehutanan yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah pada SDM aparatur yang
terkait dengan perizinan lingkup Ditjen Planologi dan Ditjen Bina Usaha
Kehutanan, Kementerian Kehutanan, yaitu perizinan pelepasan kawasan hutan
7

Definisi efisien, transparan, dan akuntable yang digunakan adalah sesuai definisi 14 prinsip good
governance oleh Bappenas (2005). Indikator efisien: (i) terlaksananya administrasi
penyelenggaraan negara yang berkualitas dan tepat sasaran dengan penggunaan sumber daya yg
optimal; (ii) adanya perbaikan berkelanjutan (continuous improvement); dan (iii) berkurangnya
tumpah tindih penyelenggaraan fungsi organisasi/unit kerja. Transparan: (i) tersedianya informasi
yg memadai pada setiap proses penyusunan dan implementasi kebijakan publik; (ii) adanya akses
informasi yg siap, mudah dijangkau, bebas diperoleh, dan tepat waktu. Akuntabel: (i) adanya
kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan; (ii) adanya sanksi yang
diterapkan atas kesalahan atau kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan.

7

dan perizinan pinjam pakai kawasan hutan. Pendalaman kelembagaan dan
kebijakan SDM aparatur kehutanan juga difokuskan pada kelembagaan dan
kebijakan BP2SDM dan Biro Kepegawaian, Kementerian Kehutanan. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan bahwa perizinan-perizinan di atas terkait dengan
efisiensi, transparansi dan akuntabilitas pelayanan kehutanan kepada publik dan
menjadi perhatian berbagai pihak saat ini. Untuk studi kasus dipilih Provinsi
Kalimantan Timur yang merupakan salah satu propinsi terluas dari sisi perizinan
pemanfaatan hutan untuk kegiatan pertambangan.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kelembagaan dan kebijakan
pengembangan SDM aparatur kehutanan dengan sub-sub tujuan:
1. Mengevaluasi kinerja SDM aparatur kehutanan menuju pelayanan perizinan
yang efisien, transparan dan akuntabel.
2. Menganalisis perilaku SDM aparatur kehutanan di bidang perizinan
kehutanan: kepentingan (interests), pengetahuan (knowledge) dan jaringan
(networks) para pihak yang memengaruhi kinerja di bidang perizinan.
3. Menganalisis struktur (regulasi, nilai-nilai/norma, budaya kognitif) SDM
aparatur kehutanan di bidang perizinan kehutanan.

Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini memberikan manfaat secara:
1. Keilmuan: adalah memperluas wawasan pengembangan cakupan keilmuan
kehutanan tidak hanya terfokus pada forest first dan forest second, tetapi lebih
jauh pada salah satu unsur sumber daya manajemen yang mencakup 7M dan
1I: man power, money, method, material, machine, market, minutes, dan
information (Roestamzadeh dan Saudah 2009), yaitu pelaku/man
pembangunan kehutanan dalam mendukung pembangunan kehutanan menuju
terpenuhinya kondisi pengelolaan hutan lestari.
2. Praktis: memberikan gambaran tentang kelembagaan dan kebijakan
pengembangan SDM aparatur kehutanan mendekati pencapaian kompetensi
yang dikehendaki (teknis, leadership, etika); mengetahui para pihak/aktor
kunci dalam pengelolaan dan pengembangan SDM aparatur kehutanan;
menjelaskan analisis kebijakan pengelolaan dan pengembangan SDM
aparatur kehutanan.
3. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat dalam memberikan
gambaran tentang kerja/proses dan performance SDM aparatur kehutanan
dalam pengambilan keputusan terkait perizinan di bidang kehutanan.

8

Kebaruan (Novelty)
Unsur-unsur kebaruan dalam penelitian ini yang merupakan kelanjutan dari
penelitian-penelitian tentang sumber daya manusia (selengkapnya di Lampiran 1)
dikelompokkan ke dalam kebaruan praktis dan kebaruan konseptual:
1. Kebaruan praktis: (i) diketahuinya gambaran tentang struktur, perilaku dan
kinerja SDM aparatur di Kementerian Kehutanan dan di Provinsi Kalimantan
Timur, serta pengaruh berbagai kepentingan (interests), dinamika kekuasaan
(power), dan pengetahuan (knowledge) serta jaringan (networks) para pihak
yang memengaruhi terkait dengan keputusan-keputusan perizinan kehutanan
yang dilakukan oleh SDM aparatur kehutanan; (ii) tersedianya informasi
alternatif-alternatif kebijakan pengembangan SDM aparatur kehutanan yang
berhubungan dengan efisiensi perizinan di bidang pemanfaatan hutan,
pelepasan kawasan hutan, dan pinjam pakai kawasan hutan menuju
terselenggaranya good forestry governance, diantaranya efisiensi,
transparansi, dan akuntabilitas.
2. Kebaruan konseptual: (i) kemungkinan dikembangkannya konsep-konsep
tentang pengembangan SDM yang relevan dengan kondisi kehutanan
Indonesia (scholar), policy process pengembangan SDM kehutanan secara
nasional (focus), analisis dan sintesis yang digunakan dalam metode
penelitian (advance). Penelitian ini juga sekaligus merupakan
kelanjutan/pengembangan dari hasil-hasil penelitian terkait sumber daya
manusia (Lampiran 1), khususnya SDM aparatur di bidang kehutanan yang
belum banyak diteliti sampai dengan tingkat pasca sarjana di Indonesia.

Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian yang digunakan adalah sebagaimana Gambar 2
sebagai berikut:

Gambar 2. Kerangka Pikir Konseptual Penelitian secara Keseluruhan
Pada kerangka pikir dapat dijelaskan bahwa pada tahapan pertama yang
hendak diketahui adalah tentang struktur, perilaku dan kinerja SDM aparatur

9

kehutanan di Kementerian Kehutanan. Pada tahap berikutnya ingin diketahui
kepentingan (interests), pengetahuan (knowledge) dan jaringan (networks) para
pihak yang mempengaruhi struktur dan kinerja SDM Kehutanan terkait perizinan
pemanfaatan hutan, pelepasan kawasan hutan, dan pinjam pakai kawasan hutan.
Pada bagian akhir akan dianalisis proses pembuatan kebijakan terkait
pengembangan SDM aparatur kehutanan dalam rangka perbaikan struktur dan
peningkatan kinerja SDM aparatur kehutanan di bidang perizinan pemanfaatan
hutan, pelepasan kawasan hutan, dan pinjam pakai kawasan