Pencemaran Udara Akibat Gas Buang Tungku Pembuatan Kokas dan Pengecoran Logam di Sentra lndustrl Kecil (Studi Kasus : di desa Batur-Ceper, Klaten)

PENCEMARAN UDARA AKIBAT GAS BUANG
TUNGKU PEMBUATAN KOKAS DAN
PENGECORAN LOGAM
Dl SENTRA INDUSTRI KEClL
(Studi Kasus : di desa Batur-Ceper, Klaten)

oleh
HASNEDI

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRACT

HASNEDI: AIR POLLUTION RESULTING FROM COKE'S BAKING OVEN
FLUE GAS AND METAL SMELTING 8 FOUNDRY KILNS IN SMALL
SCALE METAL INDUSTRY CENTERS (Case Study: Metal Foundry Industry
at Batur Village, Ceper-Klaten). Under the supervision of M.Sri Saeni and
Subagio Imam Bakri).
Coke is fuel in the form of carbon made by carbonization of coal. Coke

conventionally made from Ombilin coal of Sub-bituminous type has in fact low
quality. Therefore, it is required other process called double process. In this
process asphalt is used as a binder in the semi-coke briquetting process to
produce high quality coke.
The coke production process by baking semi-coke briquette in a coke's
baking oven will produce flue gas and smoke. The same also happens in its
utilization test in metal foundry kiln known as 'tungkik" (plunging) smelting kiln.
The gas and smoke predictably contain heavy metals and polluted chemical
compounds that will pollute the environment and disturbing the health of
workers if their concentrations pass over defined standard quality level.
The objective of this study is to examine the amount of heavy metals
and chemical compound pollutants produced in the process of baking semicoke to produce coke and in the utilization of coke as fuel in tungkik kilns.
Measurement results show that heavy metals in the kiln's chimneys and
chambers such as As, Cd, Pb, and Hg could not actually be detected, while
Fe, Na, Al. Ca, and K could be easily detected. The concentrations of such
metals are in the range of: Na = 100-315 fig/m3, Al = 215-360 fig/m3, Ca =
786-1330 pg/m3, Fe = 478-2300 pg/m3, and K = 0.25-0.5 pg/m3. Meanwhile
pollutants from other chemical compounds in the flue gas are N 4 = 80.7785
83.3725 mglm3 and S a = 10.85-10.98 mglm3. Pollutants from ambient air are
NO2 = 179.11-236.49 pgl~rn3.SO2 = 112.56-256.52 pgl~m3,CO = 43.80HC

, = 0.05-0.64 pg/Nm3, and 0 3 = 2.8098-19.6065 p g l ~ m ~ .
100.98 p g l ~ r n ~
The total particle's content is also low, which is about 0.283 mglm3 in the coke
bakin oven's chimneys, 0.554 mglm3 in the tungkik kiln's chimneys and 0.259
mglm in the metal melting locations.
Comparison of the measurement results with that of quality standard
defined by the government regulation of the Republic of Indonesia No.41 Year
1999 about air pollution control, show that the results is far below the tolerated
level. Therefore, the existence of coke baking oven is still feasible and safe to
the environment.

9.

Keywords: Coke, coke baking oven, tungkik kiln, heavy metal, chemical
pollutant, environment.

ABSTRAK
HASNEDI.: PENCEMARAN UDARA AKIBAT GAS BUANG TUNGKU
PEMBUATAN KOKAS DAN PENGECORAN LOGAM Dl SENTRA
INDUSTRI KEClL (Studi Kasus : Di Desa Batur-Ceper, Klaten) (Dibawah

bimbingan Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni MS sebagai ketua, dan Dr. Subagio Imam
Bakri sebagai anggota)
Kokas adalah bahan bakar berbentuk arang yang dibuat dengan cara
melakukan karbonisasi terhadap batubara. Kokas yang dibuat secara
konvensional dari batubara Ombilin jenis Sub-bituminous ternyata mutunya
masih rendah. Untuk itu perlu dilakukan proses lain yang disebut dengan
double proses. Dalam proses ini digunakan aspal sebgai bahan pengikat
pada pembriketan semi-kokas supaya dihasilkan kokas yang berrnutu tinggi.
Pada proses pembuatan kokas dengan cara membakar brikei
semikokas didalam tungku kokas dan pada saat uji-coba pemakaiannya di
tungku pengecoran logam atau biasa juya disebut dengan tungku tungkik,
akan mengeluarkan gas dan asap. Diperkirakan gas dan asap tersebut
mengandung logam berat dan senyawa kimia pencemar yang akan
mencemari lingkungan, dan akan mengganggu kesehatan para pekeja.
apabila kadarnya melewati ambang batas baku mutu yang telah ditentukan.
Tujuan penulisan ini adalah untuk meneliti banyaknya cemaran oleh
logam berat dan senyawa kimia, yang timbul pada saat proses pembakaran
briket semikokas menjadi kokas dan penggunaan kokas tersebut sebagai
bahan bakar di tungku tungkik. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa logam
berat di cerobong tungku dan disekitar pengecoran seperti As, Cd, Pb dan Hg

ternyata tidak terdeteksi, sedangkan yang terdeteksi adalah logam Fe, Na, Al.
Ca, dan K. Konsentrasi logam-logam tersebut berkisar pada; Na = 100 - 315
pglm3. Al = 215 360 pglm3. Ca = 786 1330 jtglm3, Fe = 478 - 2300 pglm3,
dan K = 0,25 0.5 jtglm3. Sedangkan cemaran dari senyawa kimia lainnya
pada emisi gas buang seperti NO2 = 80,7785 - 83,3725 mglm3 dan SO2 =
10,85 - 10,98 mglm3. Cemaran dari udara ambien seperti N 9 = 179,ll 236.49 pglNm3, SOz = 112,56 - 256,52 pglrn~rn~,
CO = 43,80 - 100,98
pgl~rn3
HC = 0,05 0,64 pglNm3, 0 3 = 2,8098 - 19,6065 pg/Nm3. Demikian
juga partikel totalnya cukup rendah yaitu sebesar 0,283 mslm3 di cerobong
tungku kokas, 0,554 mglm3 di cerobong tungku tungkik dan 0,259 mglm3 di
lokasi pengecoran baja.
Setelah membandingkan hasil pengukuran tersebut dengan baku mutu
yang telah ditentukan oleh peraturan pemerintah Republik Indonesia No 41
tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara, ternyata hasil
pengukuran tersebut masih jauh di bawah ambang batas. Oleh karena itu
keberadaan tungku pembuatan kokas masih layak dan aman terhadap
lingkungan.

-


-

-

-

P

Kata kunci : Kokas, tungku kokas, tungku tungkik, logam berat, cemaran
kimia, lingkungan

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

PENCEMARAN UDARA AKlBAT GAS BUANG
TUNGKU PEMBUATAN KOKAS DAN
PENGECORAN LOGAM
Dl SENTRA INDUSTRI KEClL

(Studi Kasus : di desa Batur-Ceper, Klaten)
adalah benar rnerupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
dipublikasikan.

Sernua sbmber data dan informasi yang digunakan telah

dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

PENCEMARAN UDARA AKIBAT GAS BUANG
TUNGKU PEMBUATAN KOKAS DAN
PENGECORAN LOGAM
Dl SENTRA INDUSTRI KEClL
(Studi Kasus : di desa Batur-Ceper, Klaten)

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan


PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul tesis

PENCEMARAN UDARA AKlBAT GAS BUANG
TUNGKU
PEMBUATAN
KOKAS
DAN
PENGECORAN LOGAM Dl SENTRA lNDUSTRl
KEClL (Studi Kasus : di desa Batur-Ceper,
Klaten)

Nama Mahasiswa

: HASNEDI

Nomor pokok


: 99253

Menyetujui
Komisi Pebimbing,

4

/,
---

-'

Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni MS
Ketua

Dr. Ir. Subaaio Imam Bakri MSc
Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi PSL

/
6
'
'
_:/-----,'

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto MSc

Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni MS
Tanggal Lulus : 30 April 2002

I

e 6 J,!,

,,,,

Penulis dilahirkan di Padang Panjang pada tanggal 1 September 1953.

penulis merupakan anak ketiga dari lima berasaudara, dari ayah Drs. Hasan
Basri dan ibu Saona.
Penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri 50 Padang pada tahun 1966,
dari Sekolah Menengah Pertama V Padang pada tahun 1969, dan dari
Sekolah Menengah Atas I Padang pada tahun 1972.

Pada tahun 1974

penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Andalas dan berhasil
menyelesaikan studi di Jurusan Kimia - FMlPA pada bulan September 1980
Pada tahun 1981 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf peneliti
di Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta. Pada tahun
1994 penulis berkesempatan mengikuti training tentang 'Policy Making of

Industrial Energy" di Jepang.

Pada tahun 1992-1993 penulis mendapat

kesempatan training tentang pencairan Batubara (Coal Liquefaction) di
Hokkaido Jepang.

Penulis menikah dengan Endang Dara pada tahun 1985. Pada saat ini
telah dikaruniai dua orang putra bemama Yogi Waldingga (enam belas tahun)
dan Yoga Dwidingga (dua belas tahun) serta seorang putri Yola Putridingga
(delapan tahun)

PRAKATA

Berkat Rahmat Allah SVVT dan bantuan banyak pihak penelitian ini
dapat diselesaikan dengan baik yang sekaligus untuk memenuhi persyaratan
kelulusan penulis dalam pendidikan di Program Studi Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan, Program Pascasajana Institute Pertanian Bogor.
Penulis memfokuskan penelitian ini pada pencemaran yang oleh adanya gas
buang akibat pembakaran briket semikokas menjadi kokas dan pada
pemakaian kokas tersebut di industri pengecoran logam di desa CeperKlaten.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, MS dan Dr. Ir. Subagio Imam Bakri selaku

Komisi Pembimbing, yang telah rnembimbing penulis dalam penyelesaian
tesis ini
2. Ir. M. Nur Hidayat MEng, selaku Direktur P3TPSE -BPPT periode tahun
1998 - 2001, yang ielah membiayai penelitian ini
3. Ir. Herry Suprianto, Ir. Suharyono dan lr. Amiral Azais MSc selaku

koordinator dan koordinator lapangan Proyek Pemanfaatan KOKAS di
Direktorat P3TPSE-BPPT

selta rekan-rekan lainnya yang secara

langsung maupun tidak langsung telah ikut membantu terlaksananya
penelitian ini.
4. Ir. Bunawas dan kawan-kawan yang telah membantu sampling dan

analisis di BATAN-Ps Jumat dan Serpong.

5. Ir. Wiharja dan kawan-kawan, yang telah membantu analisis pencemaran

senyawa kimia di Lab. LSDE Serpong serta kawan-kawan di Lemigas..
6. Bapak HM. Suyitno selaku general manager Laboratorium Uji Logam dan

Mini Foundry di desa Ceper yang telah menyediakan tempat untuk
dilakukan pembuatan kokas briket dan penelitian ini.
7. Bapak H. Anas Yusuf Mahmudi selaku ketua koperasi lndustri Pengecoran

Logam dan Permesinan 'Batur Jaya", yang telah menyediakan tempat uji
coba pemakaian kokas untuk pengecoran logam.
8. lstri dan ketiga anakku tercinta atas pengorbanannya selama studi dan

orang tua yang telah memberikan doa restu serta semangatnya;
9. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu dalam ruang ini,

dengan tulus telah memberikan dorongan dan bantuan hingga penelitian
ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tulisan ini maka, tidak
lupa penulis juga mengharapkan dan sangat menghargai saran dan kritik
yang membangun. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, April 2002

Penulis
Hasnedi

DAFTAR IS1
Halaman
Daftar lsi ..............................................................................
Daftar Tabel ..........................................................................

xii

Daftar Gambar ......................................................................

xiii

Daftar Lampiran ..................................................................... xiv
I.

PENDAHULUAN ..............................................................
1.1 . Latar Belakang ............................................................
1.2 . Perumusan Masalah .....................................................
1.2.1 . Pencemaran Batubara ...........................................
1.2.2 . Pencemaran Akibat Pembakaran Aspal .....................
1.2.3 . Darnpak Kegiatan Terhadap Udara ...........................
. .
1.3 . Kerangka Pemlk~ran.......................................................
..
1-4. Tujuan Penel~t~an
.........................................................
1.5 . Manfaat Penelitian ..........................................................
1.6 . Hipotesa ......................................................................

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................
2-1 . Perkembangan Batubara ................................................
2.2 . Pencemaran Udara ........................................................
2.3 . Dampak Terhadap Manusia .............................................
2.3.1 . Merkuri (Hg) ...........................................................
2.3.2 . Kadmium (Cd) ........................................................
2.3.3 . Timbal (Pb) ............................................................
2.3-4 . Arsen (As) .............................................................
2.3.5 . Besi (Fe) ................................................................
2-4. Sistem Sampling Gas Pencemar .................................

Ill. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KLATEN ..........................
3.1 . Letak dan Luas Wilayah .............................................
3.2 . lklim .......................................................................
3.3 . Aspek Sosial Ekonomi Penduduk .................................
IV. METODE PENELlTlAN ................................................
4.1 . Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................
4.2 . Bahan dan Alat ........................................................
4.2.1

. Bahan .............................................................

4.2.2 . Alat ................................................................
4.3 . Rancangan Penelitian ................................................
4.4 . Metode Penelitian ......................................................
4.4.1 . Tahap Persiapan ...............................................
4.4.2 . Tahap Pengambilan Sampel ................................
4.4.3 . Tahap Analisis ..................................................
V. HASlL DAN PEMBAHASAN ...............................................
5.1 . Pembuatan Semikokas ...............................................
5.2 . Pernbuatan Briket Semikokas ......................................
5.3 . Karbonisasi Suhu Tinggi .............................................
5.4 . Penggunaan Kokas di Tungku Tungkik .........................
5.5 . Pengambilan Sampel Gas Buang ................................
5.6 . Pengukuran Distribusi Diameter Partikel Asap ...............
5.7 . Pengukuran Logam-Logam Yang Mencemari Lingkungan..
5.8 . Pengukuran Dengan Alat Spektrofotometri dan Gas
Kromatografi .......................................................
VI . KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................
61
. . Kesimpulan .............................................................
6.2 . Saran ....................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kandungan As. Cd. Pb dan Hg Dalam Batubara dan Minyak

Mentah................................................................................
2 . Kandungan Logam Berat Dari Limbah Penggunaan Energi
Batubara dan Minyak di Eropah Tahun 1979 ...............................
3. Ukuran Diameter dari Massa Unsur-unsur .................................
4 . Penduduk Kecamatan Ceper menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin tahun 1998 ...............................................................

5. Analisis Kualitas Batubara 9mbilin ...........................................
6. Analisis Kualitas Semi-Kokas Ombilin.......................................

7. Analisis Kualitas Kokas Briket Ombilin ......................................
8. Distribusi Diameter Partikel pada Cerobong Tungku Kokas ...........

9. Distribusi Diameter Partikel pada Cerobong Tungku Tungkik .......
10. Distribusi Diameter Partikel pada Lokasi Pengecoran Logam ......
11. Partikel Total Ditiap Lokasi ....................................................

12. Persentase Ukuran Partikel Ditiap Lokasi .................................
13. Konsentrasi Logam Yang Terdapat Dalam Gas Buang ................
14. Konsentrasi Emisi Pencemaran ..............................................
15. Pencemaran Emisi Gas Buang Dibandingkan dengan Baku Mutu .
16. Konsentrasi Pencemaran Udara Ambien ..................................

17. Pencemaran Udara Ambien Dibandingkan dengan Baku Mutu ......

5

6

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1. Bagan Pembuatan Kokas dan Pemakaian Kokas di
tungku Tungkik serta Gas Buang Yang Ditimbulkan ......... .........

3

2. Gambar 2. Skema Pencemaran Udara menurut De Never .........

13

3. Gambar 3. Grafik Distribusi Ukuran Partikel ...... ... ......... ... ......

41

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Tabel Lampiran 1. Tabel Baku Mutu Udara Ambien dan Emisi

Gas Buang ....... ... ... .................. .......... . . . . . . . .

54

2. Gambar Lampiran 1. Tungku Pembuatan Semikokas di desa

Kayu Gadang - Sawahlunto ............ ... ...... ... ...... .................

55

3. Gambar Lampiran 2. Mesin Penghancur dan Pengayak

Semikokas .......................................................................

56

4. Gambar Lampiran 3. Mesin Pengaduk Semikokas dengan Aspal

57

5. Gambar Lampiran 4. Mesin Briket Semikokas ...... ... ......... ......

58

6. Ganlbar Lampiran 5. Briket Semikokas ..................................

59

7. Gambar Lampiran 6. Tungku Karbonisasi Kedua didesa Batur

-

Ceper .............................................................................

60

8. Gambar Lampiran 7. Uji Coba Pemakaian Kokas di Tungku

Tungkik ...........................................................................

61

9. Gambar Lampiran 8. Besi Cair hasil Pembakaran dengan Briket
KOkas ... .................. .................... ....... ......... ......... .. .... ... .. 62
10. Gambar Lampiran 9. Peta Lokasi Penelitian ... ... ... ... ...... ..... ....

63

I. PENDAHULUAN
1-1. Latar Belakang

lndonesia yang memiliki cadangan batubara yang cukup banyak,
ternyata masih mengimpor kokas untuk bahan bakar pada industri
pengewran logam baik di industri kecil rnaupun di industri menengah dan
besar. lmpor kokas ini akan sernakin meningkat dengan meningkatnya
pertumbuhan industri pengewran logam di lndonesia.
Pembuatan kokas dengan cara konvensional dilakukan dalam
tungku

sarang

tawon

(Beehive-oven)

dan

Coke-oven.

Cara

ini

rnernbutuhkan urnpan batubara yang bermutu tinggi ditinjau dari jurnlah
kandungan karbon dan kadar zat-zat volatil serta sifat coking nya (sifat
mengkokas).

Menurut Ambyo (1980), batubara Ombilin rne~pakan

batubara dengan jenis yang terbaik yang ada di lndonesia, namun ternyata
mutu kokas yang dihasilkan belum memenuhi syarat untuk pemakaian
pada tungku pengewran logam.
Batubara sebagai bahan baku kokas, terlebih dahulu dibuat
semikokas dengan cara membakar batubara sub-bituminous dari tambang
batubara Ombilin di Propinsi Sumatera Barat didalam tungku yang disebut
tungku sarang tawon (beehive oven). Tungku ini dibuat sejak tahun 1983
di Desa Bukit Gadang Kodya Sawahlunto oleh Pusat Pengembangan
Teknologi Mineral (PPTM) Bandung, kebetulan penulis sempat ikut dalam
percobaan perdananya pada tahun 1984.

Karena semikokas yang

dihasilkan tungku ini tidak memenuhi persyaratan kokas yang digunakan
sebagai bahan bakar pada tungku pengecoran logam, maka kegiatan
tersebut dihentikan setelah beroperasi selarna lebih kurang 2 tahun.
Sejak tahun 1998 BPPT bekejasama dengan PPTM Bandung dan
Departemen Perindustrian dan Perdagangan, mencoba meningkatkan
rnutu kokas Ornbilin tersebut dengan rnenggunakan sistem pengkokasan
dengan proses karbonisasi dua tingkat.

Setelah melalui serangkaian

perwbaan skala laboratoriurn, maka pada akhir tahun 1999 dibangun
tungku perwntohan kokas di Desa Batur Kecarnatan Ceper, Kabupaten
Klaten, Propinsi Jawa Tengah, dengan kapasitas produksi 500 kg per hari.

Desa Batur ini dipilih karena di sekitar daerah tersebut banyak industri kecil
dan rnenengah pengecoran logam yang membutuhkan dan akan menyerap
kokas yang dihasilkan.
Menurut Bambang (1998), untuk bisa menghasilkan kokas yang
mendekati persyaratan yang diperlukan untuk pengecoran logam,
digunakan cara pembuatan kokas dengan sistem double process. Pada
proses ini batubara Ombilin terlebih dahulu dibuat semi kokas pada tungku
sarang tawon (beehive), kemudian semikokas tersebut digerus (grinding)
serta diayak pada ayakan 3 mm. Selanjutnya semikokas halus dicampur
dengan aspal sebagai bahan pengikat kemudian dibriket dengan tekanan
250-300 kglcm2. Hasil pembriketan ini kemudian dibakar pada suhu diatas
900

OC

di dalam tungku yang disebut dengan tungku karbonisasi suhu

tinggi.
Dengan cara ini akan didapat jenis kokas yang memenuhi
persyaratan untuk digunakan pada tungku tungkik atau tungku untuk
melelehkan logam di industri pengecoran logam rakyat.

Karena dalam

proses pembuatan kokas tersebut, meliputi proses-proses pembakaran
batubara dan aspal dengan suhu tinggi, maka diperkirakan akan
menghasilkan gas pencemar atau emisi gas, yang beracun berupa gas-gas
yang mengandung NOx dan SOX serta logam berat yang terdapat dalam
umpan batubara dan aspal. Pada Gambar 1 dapat dilihat bagan pembuatan
kokas

berikut

energi

yang

dibutuhkan

dan

pencemaran

yang

diakibatkannya.
Upaya pengembangan pembuatan kokas tersebut tidak hanya
dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas produk saja, namun yang
paling penting adalah mengelola limbah atau pencemaran yang
ditimbulkannya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian gas-gas beracun
terutama logam berat yang dihasilkannya serta mengkaji sejauh mana
dampaknya terhadap lingkungan udara, baik di sekitar pabrik maupun di
sekitar Desa Batur.

7
Semi Kokas

Pulverizing

I

Serbuksernikokas

Pencampuran
Listrik

I

Pencairan

Aspal Cair

I

pf~--j+

Pernbriketan

n
Gas \
buang /
L,

Pernakaian
Kokas pada
Tungku Tungkik

,--

Gas '\ I
buang )

Gambar 1. Bagan Pernbuatan Kokas dengan Energi yang dibutuhkan dan
Pernakaian kokas pada pengecoran logarn serta Gas buang
yang ditirnbulkan

1-2. Perurnusan Masalah.
Pencemaran logarn berat terhadap lingkungan selain disebabkan
oleh panggunaan logam tersebut secara langsung, juga disebabkan oleh
oksidasi dan pembentukan garam logam tersebut sebagai hasil reaksi
kimia logam tersebut dengan senyawa lainnya. Dalam proses industri yang
memerlukan suhu tinggi seperti pembakaran batubara dan pemumian
minyak bumi atau biasa disebut kilang minyak, pembangkit tenaga listrik
baik dengan energi minyak, maupun batubara, dan pengecoran logarn
banyak mengeluarkan limbah yang mencemari lingkungan.

Hal ini

terutama terjadi pada logam-logam yang relatif mudah menguap dan larut
dalam air (berbentuk ion), sepetti arsen (As), kadmium (Cd), merkuri (Hg)
'dan timah hitam (Pb). Demikian juga partikulat dan senyawa kimia lainnya
dapat mencemari udara dan lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pencemaran udara yang
ditimbulkan oleh industri pembuatan kokas untuk pengecoran logam, pada
Proyek Percontohan Pembuatan Kokas di desa Batur Kecamatan Ceper,
Kabupaten Klaten. Pengamatan dilakukan tenrtama pada emisi gas buang
dan udara ambien di tungku kokas dan tungku tungkik.
1-2-1. Pencemaran Batubara.

Batubara merupakan bahan bakar atau sumber energi dari fosil
biologi. Batubara digunakan juga sebagai bahan baku pembuatan kokas
untuk pengecoran atau peleburan logam.

Dalam pengolahan atau

pembakaran batubara menjadi kokas terjadi asap dan gas sebagai limbah
yang mencemari lingkungan.

Biasanya gas buang pada pembakaran

batubara mengandung logarn arsen (As), kadmium (Cd), timah hitam (Pb)
dan merkuri (Hg).

Menurut Kuhn dkk. (1980) dalarn Darmono (1995)

biasanya arsen, merkuri, kadmium dan tirnah hitam ditemukan dalam
bentuk sulfida baik organik maupun inorganik didalarn batubara dan minyak
burni. Jadi keberadaan logam berat ini tergantung juga dari tinggi atau
rendahnya konsentrasi sulfur didalam batubara atau minyak bumi tersebut.
Konsentrasi kandungan logam berat dalam batubara juga tergantung pada

sumber produksi atau daerah penambangannya.

Beberapa penelitian

menyatakan bahwa batubara muda seperti lignit dan sub-bituminous
ternyata mengandung logam berat dengan konsentrasi yang lebih rendah
dibandingkan batubara yang

lebih tua seperti bituminous ataupun

anthrasit, (Darmono 2001)
Kondisi dan tingkat pencemaran dari logam berat yang berasal dari
gas buang pada pembakaran sangat tergantung pada
a) Daya gabung (afinitas) dari logam yang terdapat dalam batubara
ataupun minyak dengan mineral lainnya.
b) Sifat-sifat fisik dan kimia serta tinggi rendahnya kandungan logam
tersebut dalam bahan bakar
c) Kondisi pembakaran (suhu tinggi).
Walaupun logam berat yang berbahaya tersebut kadarnya dalam
batubara dan minyak bumi sangat kecil, tetapi kekuatan untuk
menyebabkan keracunan terhadap linkungan sangat besar. Logam-logam
berat tersebut biasanya terikat dalam bentuk bahan organik dan fraksi
mineral. Kandungan logam berat dari gas buang pembakaran batubara dan
minyak mentah dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1, Kandungan As. Cd. Pb dan Hg dalam batubara dan minyak
mentah (pglg)

I NO.

(

~ o g a m(

Batubara

(

Minyak mentah

1

AS

0,34 - 130

0.0024 - 1.63

2

Cd

0,Ol -300

0,0300 - 2.10

3

Pb

0,70 - 220

0,0010 - 0.31

4

Hg

0,Ol - 1.6

0,014 - 30

Sumber, Pacyna (1987) dalam Darmono (1995)
1-2-2. Pencemaran Akibat Pembakaran Aspal

Aspal merupakan sisa atau buangan (residu) dari pemurnian minyak
mentah pada kilang minyak. Dari pemurnian minyak mentah tersebut
diperkirakan ada sekitar 30% kandungan logam berat dalam minyak

mentah terdapat dalam aspal tersebut (Smith dkk (1975) dalam Dannono
1995)
Pada penelitian ini aspal yang digunakan sebagai bahan pengikat
(binderj adalah aspal dari kilang minyak Dumai. Propinsi Riau. Banyaknya
aspal yang digunakan adalah antara 7

- 10 % bobot bubuk semikokas.

Untuk mengetahui pencemaran udara oleh gas, partikel dan logam berat,
yang terdapat dalam aspal dilakukan pengamatan pada saat pembakaran
briket semikokas yang telah dicampur dengan aspal sebagai bahan
perekat.
Setiap minyak mentah akan berbeda kandungan logam beratnya
sesuai dengan asal atau sumber minyak mentah tersebut. Sebagai
gambaran dapat dilihat pada Tabel 2, tentang banyaknya logam berat yang
mencemari lingkungan di daratan Eropah akibat pembakaran batubara dan
pembakaran minyak di Eropah pada tahun 1979.
Tabel 2. Kandungan logam berat dari limbah penggunaan energi
batubara dan minyak di Eropah tahun 1979 (tonltahun)

Sumber
A.

Pembakaran Batubara
1. Energi Listrik

2. Pabrik

3.Rumah Tangga dan Komersial
B.

Pembakaran Minyak
1. Energi Listrik
2. Rumah Tangga dan Komersial

Kiterangan :
Sumber, Pacyna (1987) dalam Darmono (1995)
TT = Tidak tercatat

SR = Sangat rendah

Logam Berat

1-2-3. Dampak Kegiatan Terhadap Udara.
Pembakaran batubara dan aspal selain mengeluarkan logam berat
seperti Hg, Pb, Cd, dan As 'juga mengeluarkan senyawa-senyawa kimia
lain nya seperti CO, COz, SOz. SO3, NO, NO*, HNOl dan H2S04. Menurut
Endang

(1996)

pembakaran

batubara

menjadi

penyebab

utama

pencemaran lingkungan adalah emisi-emisi SOX. NOx dan partikel debu.
Ketiga jenis emisi tersebut secara langsung maupun tak langsung
menyebabkan kerugian bagi manusia dan lingkungan. Seperti penyebab
terjadinya perubahan cuaca, hujan asam, terhambatnya radiasi matahari,
terganggunya pertumbuhan tanaman dan terganggunya kesehatan
manusia, seperti penyaklit paru-paru dan pemafasan. Menurut Budoyo dan
Endang (1996), SO2 dengan kandungan 1500 pglm3stationer dalam 24 jam
dapat menimbulkan kematian. Pada 115 pg1m3 (rata-rata dalam 1 tahun)
atau konsentrasi 300 pg1m3 dalam 24 jam akan berakibat buruk pada
kesehatan. Biasanya gangguan yang ditimbulkan antara lain iritasi mata,
saluran pemafasan, pandangan kabur. Adanya NO2 pada konsentrasi 117

-

205 pg1m3 dalam waktu paparan 2

-

3 tahun dapat menyebabkan

bronchitis gawat. Pada konsentrasi 162 mglm3 dalam waktu paparan 30
menit, akan menimbulkan bisul-bisul berair pada paru-paru. Adanya partikel
debu akan mengendap di paw-paw dan menimbulkan berbagai gangguan
pemafasan. Pada tahun 1991 lebih dari 6% dari luas pulau Jawa sudah
merupakan daerah kritis, diperkirakan pada tahun 2021 daerah kritis
tersebut akan berkembang menjadi 38% dari luas pulau Jawa.
Dalam penelitian ini pengarnatan pencemaran udara difokuskan
pada pencemaran yang disebabkan partikulat dan logam berat yang
mungkin .ada selama proses pembakaran kokas dan pada saat kokas
tersebut digunakan untuk melelehkan logam di tungku tungkik.

Namun

pengamatan terhadap pencemaran bahan-bahan kimia beracun lainnya
tetap dilakukan untuk mendukung pengamatan terhadap keberadaan
logam berat tersebut.

1-3. Kerangka Pemikiran.
Pada percobaan pembuatan kokas, pencemaran yang terjadi
disebabkan oleh adanya emisi gas buang pada saat pembakaran briket
semi kokas menjadi kokas dan pada waktu penggunaan kokas sebagai
bahan bakar pada tungku pengecoran logarn. Mengingat bahwa di Desa
Batur Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten terdapat banyak sekali industri
kecil pengecoran logam dan jika tungku percontohan kokas berkembang
menjadi tungku kornersial, maka emisi gas buang yang timbul akibat
kegiatan industri ini akan semakin meningkat pada tahun-tahun yang akan
datang. Untuk mengantisipasi timbulnya peningkatan pencernaran udara
dan lingkungan didaerah ini, maka perlu dari sekarang dimulai pengamatan
dan penanganan dampak yang akan timbul.
1-4. Tujuan Penelitian.

Tujuan penelitian ini adalah :
1. Melakukan analisis terhadap emisi gas buang yang timbul selama

proses pembakaran briket semikokas menjadi kokas
2. Melakukan analisis terhadap emisi gas buang yang terjadi selama

proses peleburan logam dengan menggunakan kokas dalam negeri
sebagai bahan bakar ditungku tungkik.
3. Meganalisis udara arnbien selama proses pembuatan kokas dan

pemakaiannya dilokasi pengecoran logam.
1-5. Manfaat Penelitian.

Manfaat penelitian ini antara lain adalah :
1. Hasil penelitian ini berguna untuk mengetahui besarnya pencemaran

yang terjadi selama proses pembuatan kokas.
2. Untuk

mengetahui

apakah

pemakaian

kokas

dalam

negeri

menyebabkan pencemaran yang tinggi atau rendah.
3. Hasi penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran apakah

pembangunan pabrik kokas yang komersial cukup aman terhadap
lingkungan.

1-6. Hipotesis.
1. Keberadaan tungku percontohan pembuatan kokas di Desa Batur

Kecamatan Ceper,

Kabupaten Klaten,

menyebabkan terjadinya

pencemaran udara yang akan mengakibatkan penurunan kualitas udara
tersebut.
2. Penggunaan

kokas

produksi

dalam

negeri

dapat

memacu

pembangunan industri kecil dan menengah di Desa Batur Kecamatan
Ceper-Klaten, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Tetapi sebaliknya ha1 itii akan berdampak pada peningkatan
pencemaran udaranya.

II. TINJAUAN PUSTAKA
2-1. Perkembangan Batubara.

Batubara adalah suatu jenis sumberdaya alarn yang sangat
berrnanfaat, baik sebagai sumber energi, maupun sebagai bahan baku
pada industri-industri kokas. lndonesia memiliki cadangan batubara yang
cukup besar yaitu sekitar 36,3 milyar ton, yang tersebar di pulau Sumatera
sebesar 24,7 milyar ton atau 67,9% dan di Kalimantan sebesar 11,5 milyar
ton atau 31.6% serta sisanya sebanyak 0,5% tersebar dipulau Jawa,
Sulawesi dan lrian Jaya.
Menurut Mangkusubroto (1994) dalam rangka meningkatkan
pernanfaatan

batubara

perlu

dilakukan

diversifikasi

atau

penganekaragaman pemanfaatan batubara supaya batubara tersebut
dapat berfungsi optimal dalam memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.
Konservasi atau pemanfaatan yang optimal dan bejangka panjang yang
berarti menghernat pemanfaatan sumberdaya alam perlu dipertimbangkan
aspek-aspek lingkungan. Lebih lanjut Mangkusubroto menyatakan bahwa
endapan batubara lndonesia relatif masih muda, yang mempunyai
kandungan zat terbang atau zat volatil yang tinggi dan kadar karbon yang
relatif rendah. Oleh karena itu dalam rangka diversifikasi dan konservasi
sumberdaya batubara perlu digunakan suatu teknologi pengolahan
batubara menjadi kokas yang ramah lingkungan.
Sesuai dengan pendapat Rozik (1999) tentang kebijakan penelitian
dan pengambangan, rnaka penelitian dan pengembangan batubara
diarahkan kepada peningkatan kemampuan nasional dalam bidang
penguasaan teknologi dalam rangka pengembangan industri batubara yang
dimulai dari pemahaman atas endapan, teknologi penambangan sampai
pada pemanfaatan yang efisien dan ramah lingkungan. Menyadari
sebagian besar batubara lndonesia tergolong berperingkat rendah yang
pangsa pasarnya sangat terbatas, maka dibutuhkan terobosan teknologi
'upgrading' yang bernilai ekonomi dan kompetitif, sehingga dapat

mernenuhi persyaratan spesifikasi pasar domestik dan ekspor. Untuk itu

batubara selain untuk pembangkit listrik, juga diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan industri kecil. Salah satu kebutuhan indutri kecil pengecoran
logam di Desa Batur, Kecamatan Ceper ini adalah bahan bakar kokas,
yang berguna untuk membakar logam atau besi sampai meleleh.
Selanjutnya logam cair tersebut dituang kedalam cetakan sesuai dengan
bentuk yang diinginkan.
Kokas adalah bahan bakar yang dihasilkan dari membakar batubara
dalam suatu tungku yang disebut tungku sarang tawon (beehive oven),
dengan membatasi jumlah udara pada saat pembakaran, sehingga
dihasilkan suatu bentuk yang menyerupai arang kayu tetapi dengan
kekerasan dan nilai kalor yang lebih tinggi.

Karena rnutu dan jenis

batubara lndonesis tidak cocok dengan proses ini akibatnya mutu kokas
yang dihasilkan belum memenuhi persyaratan untuk digunakan pada
tungku peleburan logam. Untuk itu diupayakan suatu cara yang dapat
menghasilkan kokas yang sesuai dengan mutu yang dikehendaki yaitu
dengan sistem pembakaran 'double proces'.
Menurut Bambang (1998), salah satu cara pembuatan kokas dengan
menggunakan batubara Ombilin adalah dengan sistem pembakaran dua
tingkat. Cara ini dapat menghasilkan jenis kokas yang

memenuhi

persyaratan sebagai bahan bakar pada tungku peleburan logam rakyat
atau biasa juga disebut dengan tungku tungkik.
2-2. Pencemaran Udara.

Sesungguhnya

pembangunan

industri

di

satu

sisi

akan

meningkatkan ekonomi dan kualitas hidup manusia dengan meningkatnya
pendapatan masyarakat, namun di sisi lain dapat mengakibatkan
penurunan kesehatan masyarakat dan kerusakan lingkungan. Hal tersebut
diakibatkan oleh

pencemaran yang

berasal dari limbah industri.

Pencemaran tersebut selain disebabkan karena kurangnya pengetahuan
dan

kesadaran masyarakat dengan hal-ha1 yang berhubungan dengan

masalah lingkungan, juga tidak adanya fasilitas yang memadai dalam

menangani dan mengelola limbah yang ditimbulkan oleh industri-industri
yang ada.
Menurut

UU nomor 23 Tahun 1997, tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup, bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain
kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas
lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan
hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Menurut

Darmono (1995), udara yang bersih adalah udara yang tidak mengandung
uap atau gas dari bahan-bahan kimia yang beracun. Juga mempunyai
cukup kandungan oksigen, tidak bewarna dan tidak berbau.Pencemaran
udara biasanya terjadi pada proses-proses industri yang menggunakan
suhu tinggi.

Derajat pencemaran udara ini sesungguhnya berrnacam-

macam, mulai dari yang berat sampai yang ringan, tergantung kepada
adanya sumber pencemaran disuatu daerah.
Menurut Canter (1996), pencemsran udara disebabkan adanya satu
atau lebih zat pencemar diluar ruangan atau atmosfir dalam jumlah dan
lamanya sedemikian rupa yang cenderung membahayakan kehidupan
manusia, tumbuhan,

hewan atau peralatan ataupun mengganggu

kenyamanan dan kegiatan. Pencemaran udara disebabkan adanya SOz
NO*, CO, hidrokarbon, ozon, oksidan, Hfi, bahan-bahan partikulat, asap

dan kabut. Lebih lanjut Canter membagi pencemaran udara dalam dua
kelompok yaitu kelompok gas dan kelompok partikulat. Gas seperti SO2
dan NOz memperlihatkan sifat difusi dan pada kondisi normal tidak
berbentuk zat cair atau tidsk berobah kebentuk cair akibat peningkatan
tekanan dan penurunan suhu.

Partikulat adalah bahan pencemar yang

tersebar atau terdispersi dalam bentuk padat atau cair.

Dalam bentuk

individu ukurannya lebih besar dari molekul kecil tunggal (sekitar 0.0002
pm) tetapi lebih kecil dari ukuran 500 pm.
Menurut pendapat terakhir ukuran bahan partikulat adalah sama
atau kurang dari 10 pm. Tetapi akhir-akhir ini perhatian lebih ditujukan
pada "udara beracun" atau pencemaran udara yang berbahaya. Udara

beracun adalah suatu jenis senyawa yang mungkin ada di atmosfir dan
memperlihatkan potensi pengaruh beracun tidak hanya kepada manusia
tapi juga terhadap seluruh ekosistem
I V l e n ~Clean
~ t Air Act dalam Bishop (2000). kategori udara beracun
meliputi 189 bahan kimia khusus yang berhubungan dengan studi
pengaruh kualitas udara. Lebih lanjut pencemaran udara atau gangguan
pada atmosfir yang perlu diperhatikan meliputi asap fotokimia, hujan asam
dan pemanasan global. Asap fotokimia artinya pembentukan senyawa
pengoksidasi seperti halnya ozon dan nitrogen okasida (NOx).
Sementara itu Crawford (1980) membagi pencemaran dalam
beberapa definisi, antara lain: pencemaran udara didefinisikan sebagai
adanya partikel padat, butiran cairan atau senyawa gas di atmosfir yang
tidak normal, atau terdapat dalam konsentrasi yang lebih besar dari
bisanya. Dia juga

membedakannya antara pencemaran buangan dan

pencemaran bahan kimia, apabila pencemar tersebut berada dalam
jaringan tumbuhan atau hewan dan bahan makanan.
De Never (1995), lebih lanjut menggambarkan skema pencemaran
udara

yang

memperlihatkan interelasi antara

emisi,

transportasi,

pengenceran, modifikasi dan pengaruhnya
Emisi :
- Sumber
- Pengukuran
- Kontrol

Atmosfir :

- Modifikasi

- Cuaca global

r-1
Pembersihan
pencemaran dengan
mekanisme alam

Gambar 2. Skema Pencemaran Udara menurut De Never (1995).

Menurut Whytlaw-Gray eta1 (1923), pencemaran udara disebabkan
oleh aerosol yaitu partikel-partikel padat halus atau cairan dalam bentuk
gas yang terdispersi diatmosfir. Seng oksida dalam bentuk uap atau asap
berukuran antara 0,01 - 0,15 pm.
Menurut Bunawas dkk. (1999) pada industri yang menggunakan
proses suhu tinggi dan transportasi yang menggunakan bahan bakar
minyak akan mengeluarkan gas buang yang mengandung partikel aerosol
padat, partikel aerosol anorganik antara lain seperti Cu, Cd, Hg, Pb dan
lain-lain yang berukuran antara 0,08 - 6 um.
Sementara menurut Setiawan (1992), pencemar udara adalah zat
berupa gas, partikel dan senyawa kimia yang dapat mengubah komposisi
udara, dalam konsentrasi dan jangka waktu tertentu akan menyebabkan
pencemaran di udara yang menimbulkan efek buruk terhadap lingkungan
hidup. Berdasarkan WHO (1972) ada lima macam zat pencemar yang
mempengaruhi kesehatan lingkungan yaitu : 1. partikel, 2. sulfur dioksida,
3. karbon monooksida, 4. fotokimia oksidan, dan 5. nitrogen oksida.
Michel, P (1994) dalam Wilson (1996), menyatakan bahwa
pencemaran atmosfir dapat berupa partikulat (padatan sangat kecil atau
tetesan cairan) atau berupa gas. Partikulat yang paling sering adalah
jelaga, timbal, asbes dan oksida-oksida besi. Kebanyakan partikel padat ini
amat kecil sehingga ditangkap dapat oleh rambut dan lapisan lendir
dibagian teratas saluran pemafasan dan kemudian terbawa kedalam alveoli
paru-paru. Jelaga yang merupakan pecahan karbon, dapat menghisap
belerang diosida yang secara normal akan ditangkap oleh lapisan lendir
dan dibawa kedalam alveoli, kemudian senyawa ini akan terurai kedalam
cairan alveolar membentuk asam belerang. Partikel besi oksida jika ada,
berperan sebagai katalis dan mengubah asam belerang menjadi asam
sulfat yang sangat merusak jaringan paw-paru. Gas-gas pencemar utama
udara adalah belerang dioksida, karbon monoksida, hidrokarbon dari olefin
dan kelompok aromatik dan nitrogen (\I) oksida. Apalagi menurut Bishop
(2000) bahwa lebih dari 70% SO2 diudara disebabkan oleh pembakaran
batubara pada pembangkit listrik.

Bahkan menurut Kusnoputranto, H (1996). di Amerika, dari segi efek
dan gangguan kesehatan, temyata sulfur dioksida dan partikulat
menempati urutan teratas sebagai

pencemar. Sebaliknya karbon

monoksida menempati urutan terbawah walaupun dari segi jumlah emisi
karbon monoksida menempati urutan teratas.
2-3.

Dampak Terhadap Manusia.
Menurut Sudomo (2001) dan The Clean Air Act 1970 dalam Bishop

(2000) pencemaran udara pada dasamya berbentuk partikel (debu,
aerosol, timah hitam) dan gas bercpa (CO, NGx, SOX, H2S dan
hidrokarbon).

Udara yang tercemar oleh partikel dan gas ini dapat

menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya.
tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya.

Gangguan

tersebut terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh, seperti paruparu dan pembuluh darah atau menyebakan iritasi pada mata dan kulit.
Redmond (1972) da!am Martin A (1981), mencoba menghubungkan
resiko terhadap kanker paw-paru dalam suatu pabrik kokas dengan lokasi
tempat bekerja dan lamanya pekerjaan. Hasil studi Redmond terhadap
sekitar 60.000 pekerja pada 7 pabrik logam, memperlihatkan bahwa orang
yang telah bekerja letih dari 5 tahun dalam area yang terkena emisi oven
kokas (yaitu bagian atas oven), mengalami sekitar 900 % lebih kematian
yang disebabkan kanker paru-paru dibandingkan dengan pekerja yang
berada pada ruangan yang bersih (dalam pabrik yang sama) akan terkena
emisi sedikit sekali.
Lloyd (1971) dalam Martin A (1981), dalam studinya terhadap pekerja
pada tungku kokas, menemukan bahwa kamatian semua pekerja pada
tungku kokas tersebut disebabkan oleh neoplasma yang berbahaya dari
paru-paru adalah 2,5 kali dari yang diperkirakan. Resiko yang dialami
adalah 6,5 kali untuk pekerja yang selalu berada pada bagian atas tungku
dibandingkan dengan pekerja yang berada pada sisi tungku.
Menurut The World Bank (1994) dalam Kusnoputranto, H (1996),
menyatakan bahwa kelebihan 1 lglm3

partikel atau disebut juga Total

Suspended Particulates (TSP) dari baku mutu akan meningkatkan angka
kematian sebesar 0,000682 p i n , peningkatan angka serangan bronkitis
sebasar 0,00086 poin per anak per tahun, peningkatan serangan asma
sebesar 0,0053 poin pada setiap penderita asma serta peningkatan
kehilangan hari kerja sebesar 0,00145 poin per dua minggu per pekerja.
Banyak para peneliti telah mencoba mengidentifikasi zat-zat yang
berpotensi sebagai penyebab kanker dalam batubara, dalam produknya
dan dalam pencemaran dari pengolahan batubara. Menurut Martin (l981),
senyawa yang paling berpotensi sebagai penyebab kanker terlihat pada
senyawa hidrokarbon polisiklik

aromatik atau

"polyciclic arcmatic

hydrocalibonon(PAH). Jenis lainnya yang penting adalah jenis senyawa
organik seperti senyawa azoheterosiklik polisiklik, amin aramatik dan
benzena dan juga zat-zat inorganik.
Menurut Darmono (1995), logam berat adalah unsur-unsur kimia
dengan bobot jenis lebih besar dari 5 glcm3,terletak di sudut kanan bawah
daftar berkala yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan
biasanya bemomor atom 22 sampai 92, dari periode 4 sampai 7.
Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd) dan
merkuri (Hg) serta arsen (As), merupakan zat pencemar yang berbahaya.
Afinitas yang tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini menyerang
ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim yang bersangkutan menjadi
'tak mobil'. Gugus karboksilat (-COOH) dan amino (-NH3 juga bereaksi
dengan logam berat.

Menurut Manahan (1994), kadmium, merkuri dan

tembaga terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses
transportasi melalui dinding sel.

Logam berat juga mengendapkan

senyawa fosfat biologis atau mengkatalisis penguraiannya.

Berikut ini

dapat dilihat sifat-sifat toksik dari logam Hg, Pb, Cd dan As yang belum
diketahui kegunaannya baik bagi tumbuh-tumbuhan maupun dalam tubuh
manusia.

23-1. Merkuri (Hg).
Merkuri mempunyai nomor atom 80 dan berbobot atom 200,6
dengan titik beku 3 8 , 9 "C, dan titik didih 35,6 OC. Merkuri merupakan
satu-satunya unsur logam yang berbentuk cair pada suhu kamar. Akibatnya
menurut Saeni (1997). karena merkuri mempunyai tekanan uap yang tinggi
pada suhu kamar, maka uap merkuri dapat masuk kedalam tubuh manusia
melalui pernafasan. Hal ini biasanya banyak dialami oleh pekerja
penambangan biji emas dan dokter gigi beserta asistennya pada waktu
membuat amalgam tambal gigi.
Menurut Manahan (1994). proses perusakan dalam tubuh manusia
oleh merkuri disebabkan karena :
1. Semua senyawa Hg adalah beracun dalam berbagai tingkat.

2. Senyawa Hg yang ada dalam lingkungan, diubah menjadi senyawa

Hg yang berbeda dengan proses biologi.
3. Merkuri mempunyai kecenderungan yang kuat untuk bereaksi

dengan unsur S. didalam tubuh manusia Hg bereaksi dengan enzim
yang memiliki gugus S H , sehingga menghambat reaksi kimia
dalam tubuh atau mengganggu fungsi biologis tubuh.
4. Proses perusakan dalam kehidupan organisme bersifat permanen.

Logam Hg ini tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia, sehingga tubuh
akan mengeluarkan sebahagian besar dari logam Hg tersebut dan sisanya
akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu seperti ginjal, hati, kuku, dan
rambut. Goldwater dan Clarkson (1972). menyatakan bahwa dalam sistem
biologis, merkuri yang terakumulasi pada organ ginjal akan lebih besar
dibandingkan dengan yang terakumulasi dalam hati maupun rambut.
Efektivitas ginjal dalam mengikat merkuri, mengakibatkan kadar logam
tersebut dalam plasma darah relatif rendah.
Pengaruh toksik merkuri terhadap manusia diantaranya adalah
kerusakan syaraf, termasuk menjadi pemarah, paralisis, kebutaan atau
gangguan jiia, kerusakan kromosom, dan cacat bayi dalam kandungan.

Gejala-gejala ringan yang terlihat akibat keracunan merkuri adalah, depresi
dan suka marah yang merupakan sifat dari penyakit jiwa (Manahan 1994)
Menurut Saeni (1997) garam-garam merkuri memperlihatkan
toksisitas yang akut dengan bemacam-macam gejala dan bahayanya
seperti pneumonia dan oedema paru, tremor dan gingivis. Metil merkuri
merupakan senyawa yang sangat beracun dan membahayakan kesehatan
manusia karena mengakibatkan efek teratogenik kuat, karsiogenik dan
aktivitas mutagenik. Disamping itu keracunan oleh merkuri organik adalah
berupa gangguan syaraf yaitu ataksia, hiperstese (peka), konvulsi.
kebutaan, koma dan kematian.
Menurut Tsubaki et a1 (1971) dalam Diniah (1995) bahwa gangguan
syaraf dan tekanan darah tinggi mulai timbul apabila rambut manusia telah
mengandung 20

-

50 ppm Hg. Perkembangan lebih lanjut akan

menyebabkan gangguan terhadap penglihatan, organ sensor, ataksia dan
disarthria, apabila dalam darah seseorang telah mengandung 20 pg HgllOO
g darah (Sanusi ,1985). Sementara menurut Doi dan Jun (1973) dalam
Diniah (1995), umumnya darah manusia mengandung 3 pg HgllOO g
darah. Sedangkan menurut Stockholm International Committee, kadar Hg
maksimum yang diperbolehkan dalam darah manusia adalah 10 pg Hg
total11009 darah.
2-3-2. Kadmiurn (Cd).
Kadmium perlu mendapat perhatian karena memiliki toksisitas tinggi
dan akumulatif (Thorp dan Lake 1974) dalam Piniah (1995). Kadmium
masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pencemaan dan
pemafasan. Penyerapan kadmium oleh dinding usus manusia sekitar 6%
(Friberg et a/, 1974) dalam Diniah (1995).

Menurut Damono (1995)

penyerapan kadmium dan daya toksisitasnya akan meningkat dalam tubuh
manusia apabila konsumsi protein serta Ca dan Fe manusia tersebut
rendah. Kadmium yang diserap mula-mula masuk kedalam darah dan
kemudian didistribusikan ke organ-organ tubuh seperti ginjal, hati, pankreas
dan prostat.

Menurut Nordberg et a1 (1973) dalam Diniah (1995), pengaruh racun
akut dari kadmium yang masuk lewat makanan dan minuman dengan
konsentrasi lebih besar

dari 15 mg Cdlliter, ditandai dengan muntah-

muntah dan diare. Lebih lanjut menurut Saeni (1997) diantara penderita
keracunan Cd mengalami tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal,
kerusakan testikular dan kerusakan sel-sel darah merah. Clarkson et a1
(1988) dalam Diniah (1995), memperingatkan bahwa bila konsentrasi Cd
yang masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan sebesar 200 bglhari
sepanjang hidupnya, maka pada usia 50 tahun orang tersebut akan
mengalami kegagalan ginjal.

2-3-3.Timbal (Pb).
Menurut Saeni (1997). keberadaan timbal di lingkungan berasa! dari
industri cat, baterai, tekstil, penyepuhan, kabel, penyamakan kulit,
peralatan listrik, pestisida, dan emisi kendaraan bermotor.

Timbal

ditambahkan pada bensin dalam bentuk timbal trietil atau timbal tetrametil.
Setelah pembakaran bensin timbal akan keluar dalam bentuk PbCI2 atau
PbBr2, atau sebagai partikel Pb yang sangat halus. Sebagian dari Pb akan
tetap berada di udara dan sebagian lagi akan jatuh ke permukaan bumi dan
mengendap.
Timbal masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan, minuman
dan pemafasan (udara). Persentase aerosol Pb yang tertinggal dalam
paw-paw sekitar 40%, tergantung pada ukuran partikel Pb, dan waktu
paruhnya adalah 10,5 - 11,5 jam.
Menurut Darmono (1995), penyerapan Pb oleh usus orang dewasa

- 10% dan pada kondisi puasa penyerapan akan lebih
28 - 52%. Dan 8% Pb yang diserap melalui saluran

adalah sekitar 8
besar sekitar

makanan, sekitar 90% nya masuk kedalam darah dan diikat oleh sel darah
merah.

Sedangkan sekitar 60% dari Pb yang ada dalam darah ini

diekskresikan lewat urin dan 25% nya didistribusikan kedalam jaringan
lunak seperti hati, ginjal dan otak dan diekskresikan lewat keringat, sekresi
pencemaan, dan rambut. Waktu paruh Pb dalam sel darah merah adalah

sekitar 33 hari. Sedangkan waktu tinggal Pb dalam jaringan lunak adalah
20 hari, dan 85% daari Pb yang ada dalam jaringan lunak tidak
dikembalikan kedalam darah, tetapi segera diekskresikan. Sisa Pb yang
ada dalam darah yaitu sekitar 13% selanjutnya disimpan dalam jaringan
keras (tulang). Lebih dari 90% Pb dalam tubuh, berada dan ditemukan
dalam tulang dan waktu paruh nya mencapai 30-40 tahun.
Menurut Thomas et a/ (1988) dalam Diniah (1995), gejala keracunan
Pb adalah berupa pusing-pusing, muntah dan diare. Keluhan-keluhan
seperti mudah tersinggung, sakit kepala, gelisah, gugup dan cemas
merupakan tanda-tanda yang

merupakan yang

mendahului efek

keracunan, sebelum terjadinya koma dan kematian.
Tsalev dan Zaprinev (1985) dalam Saeni (1997) menyatakan kondisi
yang mempengaruhi tingkat keracunan Pb antara lain :
1. Umur ; janin yang masih berada dalam kandungan, balita dan anakanak lebih rentan dibandingkan orang dewasa.
2. Jenis kelamin; wanita lebih rentan dibandingkan pria.
3. penderita penyakit keturunan atau orang-orang yang sakit akan lebih
renta