YANG DIBOLEHKAN KETIKA PUASA
YANG DIBOLEHKAN KETIKA PUASA
1. Mendapati waktu fajar dalam keadaan junub
Dari ‘Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma, mereka berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapati waktu fajar (waktu Shubuh) dalam keadaan junub karena bersetubuh dengan
istrinya, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.” 94
2. Bersiwak ketika berpuasa
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya akan kuperintahkan mereka untuk menyikat gigi (bersiwak) setiap kali berwudhu. 95 ”
Penulis Tuhfatul Ahwadzi rahimahullah mengatakan, “Hadits-hadits yang semakna dengan di atas yang membicarakan keutamaan bersiwak adalah hadits mutlak yang menunjukkan bahwa siwak dibolehkan
setiap saat. Inilah pendapat yang lebih tepat.” 96 Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Yang benar adalah siwak dianjurkan bagi orang yang berpuasa mulai dari awal hingga
sore hari 97 .” Adapun pasta gigi lebih baik tidak digunakan ketika berpuasa karena pasta gigi memiliki pengaruh
sangat kuat hingga bisa mempengaruhi bagian dalam tubuh dan kadang seseorang tidak merasakannya. Waktu untuk menyikat gigi sebenarnya masih lapang. Jika seseorang mengakhirkan untuk menyikat gigi
hingga waktu berbuka, maka dia berarti telah menjaga diri dari perkara yang dapat merusak puasanya. 98
3. Berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung asal tidak berlebihan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) kecuali jika engkau berpuasa. 99 ” Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Adapun
berkumur-kumur dan beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) dibolehkan bagi orang yang berpuasa dan hal ini disepakati oleh para ulama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat juga berkumur-kumur dan beristinsyaq ketika berpuasa. ... Akan tetapi, dilarang untuk berlebih-lebihan
ketika itu. 100 ”
94 HR. Bukhari no. 1926. 95 Hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya secara mu’allaq (tanpa sanad). Dikeluarkan pula oleh
Ibnu Khuzaimah 1/73 dengan sanad lebih lengkap. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.. 96 Tuhfatul Ahwadzi, 3/345.
97 Majmu’ Fatwa wa Rosa’il Ibnu ‘Utsaimin, 17/259. 98 Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 17/261-262. 99 HR. Abu Daud no. 142, Tirmidzi no. 788, An Nasa’i no. 87, Ibnu Majah no. 407, dari Laqith bin Shobroh. At Tirmidzi
mengatakan bahwa hadits tersebut hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih. 100 Majmu’ Al Fatawa, 25/266.
4. Bercumbu dan mencium istri selama aman dari keluarnya mani
Orang yang berpuasa dibolehkan bercumbu dengan istrinya selama tidak di kemaluan dan selama terhindar dari terjerumus pada hal yang terlarang. Puasanya tidak batal selama tidak keluar mani. 101 An
Nawawi rahimahullah mengatakan, “Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa bercumbu atau mencium 102 istri tidak membatalkan puasa selama tidak keluar mani”.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mencium dan mencumbu istrinya sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan berpuasa. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan demikian karena beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya. 103 ”
Dari Jabir bin ‘Abdillah, dari ‘Umar bin Al Khaththab, beliau berkata, “Pada suatu hari aku rindu dan hasratku muncul kemudian aku mencium istriku padahal aku sedang berpuasa, maka aku mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan aku berkata, "Hari ini aku melakukan suatu kesalahan besar, aku telah mencium istriku padahal sedang berpuasa" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, "Bagaimana pendapatmu jika kamu berpuasa kemudian berkumur-kumur?" Aku menjawab, "Seperti itu tidak mengapa." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Lalu apa masalahnya?" 104
Masyruq pernah bertanya pada ‘Aisyah, “Apa yang dibolehkan bagi seseorang terhadap istrinya ketika puasa? ‘Aisyah menjawab, ‘Segala sesuatu selain jima’ (bersetubuh)’.” 105
5. Bekam dan donor darah jika tidak membuat lemas
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam dalam keadaan berihrom dan berpuasa. 106
Anas bin Malik radhi yallahu ‘anhu ditanya, “Apakah kalian tidak menyukai berbekam bagi orang yang berpuasa? 107 ” Beliau berkata, “Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.”
Imam Asy Syafi’i rahimahullah dalam Al Umm mengatakan, “Jika seseorang meninggalkan bekam ketika puasa dalam rangka kehati-hatian, maka itu lebih aku sukai. Namun jika ia tetap melakukan bekam, aku
tidak menganggap puasanya batal.” 108 Termasuk dalam pembahasan bekam ini adalah hukum donor darah karena keduanya sama-sama
mengeluarkan darah sehingga hukumnya pun diqiyaskan (dianalogikan). 109
101 Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 36/52-53 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2/110-111. 102 Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/215. 103 HR. Bukhari no. 1927 dan Muslim no. 1106. 104 HR. Ahmad 1/21. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim. 105 Riwayat ini disebutkan dalam Fathul Bari (4/ 149), dikeluarkan oleh ‘Abdur Rozaq dengan sanad yang shahih. 106 HR. Bukhari no. 1938 107 HR. Bukhari no. 1940 108 Al Umm, 2/106.
6. Mencicipi makanan selama tidak masuk dalam kerongkongan
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan, “Tidak mengapa seseorang yang sedang berpuasa mencicipi cuka atau sesuatu, selama tidak masuk sampai ke kerongkongan. 110 ” Yang termasuk dalam
mencicipi adalah mengunyah makanan untuk suatu kebutuhan seperti membantu mengunyah makanan untuk si kecil.
7. Bercelak dan tetes mata
Bercelak dan tetes mata 112 tidaklah membatalkan puasa . Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Tidak mengapa bercelak untuk orang yang berpuasa. 113 ”
8. Mandi dan menyiramkan air di kepala untuk membuat segar
Dari Abu Bakr bin ‘Abdirrahman, beliau berkata, “Sungguh, aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Al ‘Aroj mengguyur kepalanya -karena keadaan yang sangat haus atau sangat terik- dengan air
sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. 114 ”
9. Menelan dahak
Menurut madzhab Hanafiyah dan Malikiyah, menelan dahak 115 tidak membatalkan puasa karena dianggap sama seperti air ludah dan bukan sesuatu yang asalnya dari luar. 116
10. Menelan sesuatu yang sulit dihindari
Seperti masih ada sisa makanan yang ikut pada air ludah dan itu jumlahnya sedikit serta sulit dihindari, juga seperti darah pada gigi yang ikut bersama air ludah dan jumlahnya sedikit, maka seperti ini tidak mengapa jika tertelan. Namun jika darah atau makanan lebih banyak dari air ludah yang tertelan,
puasanya jadi batal. 117
109 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/113-114. 110 HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushon naf 2/304. Syaikh Al Albani dalam Irwa’ no. 937 mengatakan bahwa riwayat
ini hasan. 111 Tetes mata diqiyaskan (dianalogikan) dengan bercelak.
112 Lihat Shifat Shoum Nabi, hal. 56 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2/115. 113 Dikeluarkan oleh ‘Abdur Rozaq dengan sanad yang shahih. Lihat Fathul Bari, 4/154. 114 HR. Abu Daud no. 2365. 115 Dahak adalah sesuatu yang keluar dari hidung atau lendir yang naik dari dada. 116 Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 28/65-66 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2/117. 117 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/118.