Analisis Koordinasi Lintas Sektor Satuan Tugas Penanganan Bencana Terhadap Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Kabupaten Karo 2010

1
ANALISIS KOORDINASI LINTAS SEKTOR SATUAN TUGAS PENANGANAN BENCANA TERHADAP PENANGGULANGAN
BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG DI KABUPATEN KARO 2010
TESIS
Oleh ELNY LORENSI SILALAHI
107032098/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

2
ANALISIS KOORDINASI LINTAS SEKTOR SATURN TUGAS PENANGANAN BENCANA TERHADAP PENANGGULANGAN
BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO TAHUN 2010
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M. Kes) dalam program Studi S2 Ilmu Kesehataan Masyarakat
Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pads Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh Elny Lorensi Silalahi
107032098/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

Telah diuji Pada Tanggal: 28 Agustus 2012

3


PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua Anggota

: Prof. Ritha F. Dalimunte, S.E, M.Si : 1. Abdul Muthalib Lubis, S.H, M.A.P
2. dr. Fauzi, S.K.M 3. Suherman, S.K.M, M.Si

4
PERNYATAAN ANALISIS KOORDINASI LINTAS SEKTOR SATUAN TUGAS PENANGANAN BENCANA TERHADAP PENANGGULANGAN
BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO TAHUN 2010
TESIS
Dengan ini Saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan Saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2012
Elny Lorensi Silalahi 107032098/IKM

ABSTRAK
Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat rawan akan bencana alam. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana alam yang melanda berbagai wilayah Indonesia secara terus menerus, baik itu peristiwa gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung berapi, tanah longsor, angin ribut, dan lain-lain. Kabupaten Karo mengalami peristiwa erupsi gunung Sinabung cukup mengejutkan pada tanggal 29 Agustus 2010. Bencana alam letusan gunung berapi menimbulkan korban jiwa dan kerugian yang amat besar. Letusan gunung berapi dapat menimbulkan gejala vulkanik seperti erupsi gunung berapi.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomologi. Pengumpulan data dilakukan dari 13 orang informan satuan tugas penanganan bencana yang terlibat langsung pada penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo tahun 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa koordinasi lintas sektor satuan tugas penanganan bencana terhadap penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa koordinasi lintas sektor satuan tugas penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung tahun 2010 kurang berjalan dengan baik, tidak adanya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sehingga menyebabkan penanggulangan bencana di lapangan belum sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) yaitu: pada pra bencana tidak dilakukan pertemuanpertemuan secara regular yang berhubungan dengan kesiapsiagaan bencana di Kabupaten Karo. Pertemuan terjadi saat tanggap darurat, bencana sudah terjadi sehingga fenomena di lapangan menunjukkan setiap sektor bekerja secara sporadis dan sendiri-sendiri tanpa adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas.

Secara struktur kelembagaan pembentukan BPBD merupakan suatu hal yang sangat mendesak karena untuk mengantisipasi kejadian bencana ke depan agar penanggulangan bencana di pemerintahan Kabupaten Karo lebih baik lagi. Disarankan kepada Pemerintah Kabupaten Karo untuk merealisasikan draft rencana kontijensi penanggulangan bencana Gunung Sinabung dalam bentuk peraturan daerah serta pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo.
Kata Kunci: Analisis, Koordinasi, Lintas Sektor, Bencana
i

ABSTRACT
Indonesia is a country which is very vulnerable to natural disaster and it has been proven by the incident of various natural disasters such as earthquake, tsunami, flood, volcano eruption, land slide, windstorm and so forth, which keep hitting various areas in Indonesia. Karo District was surprisingly hit by the incident of the eruption of Mount Sinabung on August 29, 2010 causing casualties, great loss and volcanic symptom.
The purpose of this qualitative study with phenomenological approach was to analyze the inter-sectoral coordination of disaster management task unit on the Sinabung eruption disaster management. The data for this study were obtained through 13 informants of disaster management task unit who directly get involved in Sinabung eruption disaster management in Karo District in 2010.
The result of this study showed that the inter-sectoral coordination of disaster management task unit for Sinabung eruption in 2010 did not work properly due to the absence of Regional Disaster Management Board that what was done in the disaster sites was not in accordance with the SOP; for example, there was no regular meeting related to the preparedness to face the disaster held before the disaster in Karo District. The meeting was done during the emergency response when the disaster had already occurred that the phenomenon seen in the disaster sites showed that each sector worked sporadically and individually without clear job description and responsibility.
Structurally, the establishment of Local Disaster Management Board is urgent to anticipate the incident of disaster that the disaster management in the District Government of Karo in the future becomes better. The District Government of Karo is suggested to realize the draft of contingency plan of Sinabung Disaster Management in the forms of local regulation and the establishment of Karo Regional Disaster Management Board.
Keywords: Analysis, Coordination, Intersectoral, Disaster
ii

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan anugerahNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul” Analisis Koordinasi Lintas Sektor Satuan Tugas Penanganan Bencana Terhadap Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo tahun 2010 ”. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Magister di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari begitu banyak yang memberi dukungan, bimbingan, informasi, bantuan moril maupun materil dan kemudahan dari berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
iii


4. Prof. Dr. Ritha F.Dalimunthe S.E, M.Si, dan Abdul Muthalib,S.H,M.A.P selaku pembimbing yang telah memberi perhatian, dukungan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan hingga selesainya tesis ini.
5. Dr.Fuzi S.K.M dan Suherman S.K.M,M.Si selaku tim penguji yang telah memberi masukan sehingga dapat menyempurnakan tesis ini.
6. Ir. Zuraidah, S.KM, M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Medan yang memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan tugas belajar.
7. Dr.Hc.Kena Ukur Surbakti selaku Bupati Karo yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di Kabupaten Karo.
8. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, yang telah memberikan izin untuk peneliti melakukan penelitian di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dan staf yang memberikan bantuan dan dukungan selama penelitian.
9. Let.Kol Prince Meyer Putong, selaku Dandim 0205 Kabupaten Karo yang telah membantu memberikan izin dan pengumpulan data kepada peneliti.
10. Marcelino Sampouw, S.H, S.IK, M.T, selaku Kapolresta Karo yang telah memberikan izin dan pengumpulan data kepada peneliti.
11. Seluruh informan yang telah bersedia menerima kunjungan peneliti, berinteraksi dan memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan peneliti selama penelitian.
12. Seluruh staf dosen dan staf pegawai di Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu serta bantuan kepada penulis.
iv

5
13. Seluruh rekan-rekan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana /Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat Angkatan 2010.
14. Teristimewa bagi suami tercinta Drs. Martua Manihuruk M.Th, ketiga orang anak saya Gracia, Erick dan Katherine.
15. Willem Bangun S.H, M.Si, M.Th/Dra. AKBP Rina Sari Ginting, yang telah memberikan dukungan moriil dan materiil kepada peneliti selama mengikuti pendidikan.
16. Ibunda tercinta Tiomina Pakpahan yang selalu mendoakan keberhasilan peneliti. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak mempunyai kekurangan,
untuk itu diharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Agustus 2012
Penulis


RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Elny Lorensi Silalahi yang dilahirkan pada tanggal 8 Oktober 1969 di Kotapinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan Provinsi Sumatera Utara dari ayah K.Robinson Silalahi (Alm) dan ibu Tiomina br Pakpahan Menikah dengan Drs.Martua Manihuruk dan telah dikaruniai tiga orang anak bernama Gracia Aktri Margaret Manihuruk, Erick Jeremy Manihuruk dan Katherine Olivia Manihuruk. Penulis beragama Kristen Protestan dan bertempat tinggal di Jalan Sedap Malam IV No.6BB Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang Medan. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 1 Kotapinang pada tahun 1977 – 1982, pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri 1 Kotapinang tahun 1982-1985, pendidikan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Kotapinang tahun 1985-1988 lalu tahun 1988 meneruskan pendidikan ke Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan tahun 1988-1991, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan pada tahun 2000-2003. Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar di Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan Jurusan Keperawatan sejak tahun 1993 sampai dengan sekarang.
vi

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK .......................................................................................................... i ABSTRACT ......................................................................................................... ii KATA PENGANTAR......................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vi DAFTAR ISI........................................................................................................ vii DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR........................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi

BAB 1

PENDAHULUAN.............................................................................. 1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1.2 Permasalahan ............................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................

1 1 11 11 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2.1 Koordinasi ................................................................................. 2.2 Satuan Tugas Penanggulangan Bencana.................................... 2.3 Penanggulangan Bencana...........................................................
2.3.1 Pengertian Bencana ....................................................... 2.3.2 Tujuan Penanggulangan Bencana .................................. 2.3.3 Asas Penanggulangan Bencana ..................................... 2.3.4 Perundangan Bencana di Indonesia .............................. 2.3.5 Proses Penanggulangan Bencana ................................... 2.3.6 Tahapan Penanggulangan Bencana ............................... 2.3.7 Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)......... 2.4 Pengertian Gunung Berapi ........................................................ 2.4.1 Distribusi Gunung Berapi ............................................. 2.4.2 Klasifikasi Gunung Berapi di Indonesia ........................ 2.4.3 Gunung Sinabung........................................................... 2.5 Landasan Teori........................................................................... 2.6 Kerangka Konsep .......................................................................

13 13 24 26 26 27 28 30 31 32 35 38 39 42 45 46 52


BAB 3

METODE PENELITIAN ................................................................. 3.1 Jenis Penelitian .......................................................................... 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................
3.2.1 Lokasi Penelitian ........................................................... 3.2.2 Waktu Penelitian ........................................................... 3.3 Pemilihan Informan ...................................................................

53 53 53 53 57 57

vii

3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................ 3.4.1 Data Primer ................................................................... 3.4.2 Data Sekunder ................................................................
3.5 Metode Pengolahan Data dan Analisis Data.............................. 3.6 Definisi Istilah ...........................................................................

59 59 62 62 64

BAB 4

HASIL PENELITIAN ...................................................................... 4.1 Kabupaten Karo ........................................................................
4.1.1 Lokasi dan Keadaan Geografis ..................................... 4.1.2 Kependudukan .............................................................. 4.1.3 Administrasi Pemerintahan ........................................... 4.1.4 Perekonomian ................................................................ 4.2 Potensi Bencana ........................................................................ 4.3 Gunung Sinabung....................................................................... 4.4 Kronologi Erupsi Gunung Sinabung.......................................... 4.4.1 Kegiatan Evakuasi Pengungsi ....................................... 4.4.2 Fasilitas Kesehatan......................................................... 4.4.3 Bantuan Donatur untuk Korban Bencana ..................... 4.4.4 Satuan Tugas Penanganan Bencana Gunung Sinabung.... 4.4.5 Struktur Organisasi .......................................................

66 66 66 67 68 69 70 73 74 81 84 85 85 89


BAB 5

PEMBAHASAN ................................................................................ 5.1 Koordinasi ................................................................................. 5.2 Koordinasi Pra Bencana............................................................. 5.3 Koordinasi Saat Bencana .......................................................... 5.4 Koordinasi Pasca Bencana ........................................................

91 91 94 101 107

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 108 6.1 Kesimpulan ................................................................................ 108 6.2 Saran .......................................................................................... 109

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 111 LAMPIRAN......................................................................................................... 114

viii

DAFTAR GAMBAR

No. 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 4.10.

Judul


Halaman

Pencapaian Koordinasi dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan 22

Kerangka Konsep Koordinasi............................................................. 23

Kerangka Kerja dalam Penanggulangan Bencana.............................. 25

Siklus Bencana ................................................................................... 35

Kerangka Konsep Penelitian .............................................................. 52

Peta Wilayah Administrasi Karo ........................................................ 68

Gunung Sinabung Kabupaten Karo, ................................................... 73

Erupsi Gunung Sinabung Minggu 29 Agustus 2010 .......................... 76

Erupsi Gunung Sinabung Senin 30 Agustus 2010.............................. 77


Masyarakat Pengendara. Sepeda Motor ............................................. 78

Erupsi Gunung Sinabung Jumat 3 September 2010 ........................... 78

Kunjungan Presiders RI Bapak SBY.................................................. 79

Pengungsi Sinabung di Posko Utama ................................................. 82

Pengungsi Sinabung Memakai Masker............................................... 82

Struktur Satuan Tugas Penanganan Bencana...................................... 90

ix

DAFTAR TABEL

No. 4.1. 4.3.1.

Judul


Halaman

Ibukota Kecamatan Jumlah Desa dan Luas Wilayah ........................ 69

Lokasi dan Jumlah Pengungsi ............................................................ 83

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran

Halaman

1. Pedoman Wawancara .......................................................................... 114

2. Surat Izin Penelitian ............................................................................ 117

3. Satuan Tugas Penanganan Bencana .................................................... 127


3. Gambar dan Lokasi Informan ............................................................. 133

xi

ABSTRAK
Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat rawan akan bencana alam. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana alam yang melanda berbagai wilayah Indonesia secara terus menerus, baik itu peristiwa gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung berapi, tanah longsor, angin ribut, dan lain-lain. Kabupaten Karo mengalami peristiwa erupsi gunung Sinabung cukup mengejutkan pada tanggal 29 Agustus 2010. Bencana alam letusan gunung berapi menimbulkan korban jiwa dan kerugian yang amat besar. Letusan gunung berapi dapat menimbulkan gejala vulkanik seperti erupsi gunung berapi.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomologi. Pengumpulan data dilakukan dari 13 orang informan satuan tugas penanganan bencana yang terlibat langsung pada penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo tahun 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa koordinasi lintas sektor satuan tugas penanganan bencana terhadap penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa koordinasi lintas sektor satuan tugas penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung tahun 2010 kurang berjalan dengan baik, tidak adanya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sehingga menyebabkan penanggulangan bencana di lapangan belum sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) yaitu: pada pra bencana tidak dilakukan pertemuanpertemuan secara regular yang berhubungan dengan kesiapsiagaan bencana di Kabupaten Karo. Pertemuan terjadi saat tanggap darurat, bencana sudah terjadi sehingga fenomena di lapangan menunjukkan setiap sektor bekerja secara sporadis dan sendiri-sendiri tanpa adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas.
Secara struktur kelembagaan pembentukan BPBD merupakan suatu hal yang sangat mendesak karena untuk mengantisipasi kejadian bencana ke depan agar penanggulangan bencana di pemerintahan Kabupaten Karo lebih baik lagi. Disarankan kepada Pemerintah Kabupaten Karo untuk merealisasikan draft rencana kontijensi penanggulangan bencana Gunung Sinabung dalam bentuk peraturan daerah serta pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo.
Kata Kunci: Analisis, Koordinasi, Lintas Sektor, Bencana
i

ABSTRACT
Indonesia is a country which is very vulnerable to natural disaster and it has been proven by the incident of various natural disasters such as earthquake, tsunami, flood, volcano eruption, land slide, windstorm and so forth, which keep hitting various areas in Indonesia. Karo District was surprisingly hit by the incident of the eruption of Mount Sinabung on August 29, 2010 causing casualties, great loss and volcanic symptom.
The purpose of this qualitative study with phenomenological approach was to analyze the inter-sectoral coordination of disaster management task unit on the Sinabung eruption disaster management. The data for this study were obtained through 13 informants of disaster management task unit who directly get involved in Sinabung eruption disaster management in Karo District in 2010.
The result of this study showed that the inter-sectoral coordination of disaster management task unit for Sinabung eruption in 2010 did not work properly due to the absence of Regional Disaster Management Board that what was done in the disaster sites was not in accordance with the SOP; for example, there was no regular meeting related to the preparedness to face the disaster held before the disaster in Karo District. The meeting was done during the emergency response when the disaster had already occurred that the phenomenon seen in the disaster sites showed that each sector worked sporadically and individually without clear job description and responsibility.
Structurally, the establishment of Local Disaster Management Board is urgent to anticipate the incident of disaster that the disaster management in the District Government of Karo in the future becomes better. The District Government of Karo is suggested to realize the draft of contingency plan of Sinabung Disaster Management in the forms of local regulation and the establishment of Karo Regional Disaster Management Board.
Keywords: Analysis, Coordination, Intersectoral, Disaster
ii


BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat rawan akan bencana alam.
Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana alam yang melanda berbagai wilayah Indonesia secara terus menerus, baik itu peristiwa gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung berapi, tanah longsor, angin ribut, dan lain-lain. Bencana alam yang terjadi akan mengakibatkan berbagai penderitaan bagi masyarakat, baik berupa korban jiwa manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan dan musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai. (BNPB, 2011).
Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Gunung berapi pada lokasi tersebut kebanyakan adalah gunung berapi-gunung berapi aktif yang dapat membahayakan kehidupan umat manusia kira-kira 500 juta orang tinggal di daerah yang beresiko di dekat 1.500 gunung berapi aktif di seluruh dunia. Tanah subur dan puncak gunung berapi yang mengagumkan menarik perhatian penduduk dan wisatawan, akibatnya jumlah orang yang terancam resiko yang ditimbulkan gunung berapi yang berpotensi aktif terus meningkat (Prager, 2006).
Indonesia memiliki gunung berapi-gunung berapi aktif yang lebih banyak dari pada negara-negara lain, terdapat 129 gunung berapi aktif di Indonesia, di pulau
1

2
Sumatera terdapat 30 gunung berapi penyebaran gunung berapi di Indonesia merentang sepanjang 700 km dari Aceh sampai ke Sulawesi Utara melalui Bukit Barisan, Pulau Jawa, Nusa Tenggara dan Maluku. Beberapa diantara gunung berapi tersebut adalah gunung berapi yang pernah meletus dengan dahsyat, yang tak terlupakan dalam sejarah peradapan manusia seperti Gunung Krakatau. (Departemen Kesehatan RI, 2007). Letusan Gunung Krakatau sekitar satu abad yang silam menyebabkan sekitar 36 ribu orang yang berada di daerah sekitar Pulau Jawa dan Pulau Sumatera meninggal dunia (Winardi, 2006).
Indonesia memiliki 139 gunung berapi dan tiga gunung berapi yang masuk dalam status siaga yaitu: Gunung Soputan, Gunung Merapi, dan Gunung Sinabung. Gunung Soputan di Sulawesi Utara meletus dan memuntahkan vulkanik setinggi 6 kilometer pada tanggal 3 Juli 2011 lalu. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat awan panas yang membawa material dengan pijar vulkanik setinggi 250 meter dari kawah. Erupsi terus terjadi dan susul menyusul ke arah utara dan barat laut disertai kilat dan suara gemuruh. Gunung Merapi meletus di Jawa tengah tanggal 25 Oktober 2010 dengan korban jiwa 29 orang meninggal.
Letusan gunung berapi merupakan salah satu fenomena yang menjadi perhatian utama di Indonesia, disebabkan bencana alam letusan gunung berapi menimbulkan korban jiwa dan kerugian yang amat besar. Letusan gunung berapi dapat menimbulkan gejala vulkanik seperti erupsi gunung berapi. Erupsi gunung berapi membawa awan panas serta material vulkanik yang amat berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Luka bakar dan memburuknya kesehatan terutama

3
pernafasan merupakan dampak yang secara langsung dapat dirasakan manusia akibat erupsi gunung berapi selain kerugian dari segi materil. Erupsi gunung berapi juga mengakibatkan kerusakan kehidupan ekosistem disekitar wilayah gunung berapi. Hutan, udara, sungai, sawah dan perkebunan penduduk menjadi tercemar akibat debu dan material vulkanik yang muncul dari erupsi gunung berapi (Adiputro, 2002). Letusan gunung berapi terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Magma merupakan cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 oC. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200 oC. Letusan gunung berapi membawa batu dan debu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km bahkan lebih, sedangkan lavanya bisa mengalir sampai sejauh radius 90 km (Pollard, 2007)
Kabupaten Karo secara geografis berada di dekat jejeran gunung berapi wilayah Sumatera, di Kabupaten Karo ada 2 dari 129 gunung berapi aktif yang berada di Indonesia yaitu Gunung Berapi Sinabung dan Gunung Berapi Sibayak. Kedua gunung ini berstatus siaga (level III). Kedua gunung ini tidak pernah erupsi sejak tahun 1600.
Kabupaten Karo mengalami peristiwa erupsi Gunung Sinabung cukup mengejutkan pada tanggal 29 Agustus 2010. Surono selaku Kepala PVMBG sebelumnya menyatakan: “Gunung Sinabung tidak akan mengalami erupsi” Akhirnya Surono mengumumkan pernyataan: “Gunung Sinabung berbahaya dari status tipe B

4
berubah menjadi tipe A. Masyarakat agar mengungsi sejauh 6 Km dari kaki Gunung Sinabung.” Erupsi Sinabung juga mengakibatkan rusaknya pertanian dan perkebunan seluas 60 ha. Sektor mata pencaharian utama sebahagian besar masyarakat Kabupaten Karo adalah sektor pertanian. Masyarakat mengungsi ke 21 titik pengungsian sebanyak 27.472 orang, korban meninggal sebanyak dua orang (KeMenKes RI, 2010).
Pemerintah Kabupaten Karo salah memprediksi dan memberi informasi kepada warganya dan belum menangani pengungsi erupsi gunung Sinabung dengan baik. Koordinator Palang Merah Indonesia (PMI) di lokasi bencana, M. Irsal mengatakan : “pemerintah kabupaten Karo tidak memiliki satuan koordinasi penanganan bencana. Relawan dari berbagai elemen seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI), Tim Search and Rescue (SAR), Pecinta Alam, Universitas dan Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) bekerja secara sporadis dan sendiri-sendiri.” Korban berasal dari empat kecamatan yang terdekat dengan Sinabung, yaitu Kecamatan Tiga Nderket, Kecamatan Payung, Kecamatan Simpang Empat, dan Kecamatan Naman Teran. Pengungsi kekurangan air untuk MCK dan air minum. Irsal mengatakan, pada Sabtu, 29 Agustus relawan telah bersiap-siap mengantisipasi meletusnya gunung Sinabung dengan membawa sejumlah peralatan dan bantuan darurat. Rapat Muspida, Bupati Karo menegaskan sebelumnya daerahnya aman dan tidak akan terjadi letusan. Penduduk pulang ke daerah masing-masing. Lima menit meninggalkan kantor bupati, terjadilah letusan, masyarakat tidak siap. Masyarakat sempat mengungsi sudah terlanjur disuruh

5
kembali ke desa. Ratusan pengungsi korban letusan Gunung Sinabung, memblokir jalan menuju pendopo rumah dinas Bupati Karo di Jalan Veteran, Kabanjahe, Karo, Sumatera Utara, kesal belum juga mendapatkan bantuan makanan. Pengungsi sempat ribut dengan petugas kepolisian yang mencoba menenangkan massa. Ratusan warga tersebut meminta pemerintah daerah setempat segera memberikan bantuan makanan. Masyarakat ada yang sudah dua malam di pengungsian mengaku belum mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat. Bantuan makanan tidak dikirimkan dari posko penanggulangan bencana. Pengungsi merasa kesal,di lokasi pengungsian beberapa kilometer dari pendopo rumah dinas Bupati Karo yang kini dijadikan posko penanggulangan bencana, ternyata bantuan tidak sampai. Kepala Bidang Humas Kabupaten Karo, Jhonson Tarigan menyatakan dari tujuh belas kecamatan yang ada di Kabupaten Karo, empat kecamatan lokasinya berada di sekitar gunung Sinabung. Yakni : kecamatan Naman Teran, Kecamatan Payung, Kecamatan Simpang Empat dan Kecamatan Tigan Nderket. Warga dari keempat kecamatan ini, terutama yang desanya di bawah gunung Sinabung, untuk dapat dievakuasi. Baik ke Berastagi, ke Kabanjahe atau tempat lain (http://www.haluankepri.com/news/nasional/3221gunung-sinabung-meletus-18-ribu-warga-menungsi.html) Diakses 23 Maret 2012 pukul 11.00 WIB.
Fidel Bustami peneliti kebencanaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada seminar jurnalisme bencana di Banda Aceh mengatakan: “Ketiadaan Standar Operasi Prosedur (SOP) nasional saat ini menyebabkan penanggulangan bencana tidak terarah dan terkoordinasi antara instansi tekait juga kacau yang terjadi

6
di Indonesia sekarang campur aduk, tidak jelas pada saat bencana baru sadar, belum ada komitmen dari petinggi negara kita, pemerintah hanya terlihat panik saat bencana datang tetapi komitmen untuk mencegah bencana yang seharusnya bisa dilakukan belum terlihat keseriusannya. Ketika terjadi bencana tidak terlihat adanya koordinasi yang baik antara lembaga-lembaga tekhnis karena ketiadaan SOP yang jelas dimiliki secara nasional, kita belum melihat bagaimana koordinasi Badan Penanggulangan Bencana dengan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika dan juga dengan kementrian kordinator kesehatan rakyat, serta dengan melibatkan aparat keamanan dalam mengurusi tanggap darurat tidak berjalan mulus kerap terjadi kericuhan karena ketidaksiapan aparat dalam mengendalikan emosi warga korban bencana. ketidakseriusan pemerintah terlihat dimana hingga sekarang belum ada lembaga yang bisa memberikan informasi mitigasi bencana secara detail kepada media untuk diberikan sebagai upaya memahami sekaligus menyiapkan masyarakat menghadapi kemungkinan terjadinya bencana.(http://www.waspada.co.id/in) Penanganan Bencana Masih Amburadul, Thursday, 23 Desember 2010 pukul 09.18.
Ketua Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Barat, Udjwalprana Sigit mengatakan: “Seluruh Indonesia merekomendasikan agar Badan Nasional Penanggulangan Bencana menerbitkan SOP mengenai penanggulangan tanggap darurat. Penanganan bencana sarat dengan koordinasi dan komando jadi tidak boleh banyak tangan harus satu komando, siapa yang bertanggung jawab mengendalikan penanganan bencana, misalnya logistik tidak datang siapa yang bertanggung jawab, jangan nanti melempar tanggung jawab.” (http://m.tempo.co/2011/11/0) Daerah

7
Butuh SOP Penanggulangan Bencana tempo.co, Bandung 7 November 2011-Forum BPBD pukul 21.04 WIB
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Utara adalah badan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya untuk melaksanakan penanggulangan bencana di wilayah Provinsi Sumatera Utara (Perda 6 No. 29 tahun 2008 ). Pemerintah Sumatera Utara segera tanggap dalam menghadapi penanggulangan bencana erupsi Sinabung 2010. BPBD belum terbentuk di wilayah Kabupaten Karo sementara institusi yang menangani bencana adalah Satuan Tugas Penanganan Bencana yang khusus dibentuk sementara dalam penanggulangan erupsi Gunung Sinabung SK Bupati Karo Nomor 800/174/Kesbang/Tahun 2010 tentang pembentukan struktur organisasi satuan tugas penanganan bencana Gunung Sinabung. Satuan Tugas terdiri dari berbagai instansi yang ada di Kabupaten Karo antara lain: Kodim 0205, Polisi Resort (Polres), Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), Kesbang Linmas, Dinas Komunikasi PDE ditambah dengan 4 kecamatan terdekat dengan Gunung Sinabung.
Koordinasi adalah proses pengintegrasian (penggabungan yang padu) dari semua tujuan dan kegiatan anggota satuan-satuan yang letaknya boleh terpisah berjauhan di lingkup organisasi masing-masing, supaya dapat menghasilkan suatu hasil optimal yang disetujui bersama (Rowland, 2004).
Koordinasi (Coordination) adalah salah satu dari kegiatan yang dilaksanakan dalam “manajemen bencana” yang dikenal dengan empat C yaitu Command (komando), Control (Pengendalian); Coordination (Koordinasi) dan Communication

8
(Komunikasi). Koordinasi dilakukan karena melibatkan multi sektor yang terkait dalam penanganan bencana. Komando adalah fungsi perintah didasarkan atas sistem hirarki suatu organisasi yang dilakukan secara vertikal. Pengendalian adalah fungsi mengarahkan dan dilakukan pada suatu situasi yang menyangkut lintas organisasi. Koordinasi adalah fungsi yang diarahkan pada penggunaan sumber daya secara sistematis dan efektif (Rowland, 2004). Koordinasi adalah proses perpaduan kegiatan lintas sektoral baik dalam pemerintahan maupun stake holders lainnya dalam upaya penanganan bencana agar dapat mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Fungsi koordinasi dilakukan secara terintegrasi dengan sektor terkait pada tahap pra bencana, pasca bencana, dan pada tanggap darurat, fungsi yang dilaksanakan adalah dominan fungsi komando karena fungsi koordinasi telah dilaksanakan pada tahap pra bencana (Depkes RI, 2002).
Koordinasi antar tim lintas sektor Satuan Tugas kegiatan menjadi perhatian utama dalam melancarkan proses penanggulangan bencana. Koordinasi, setiap tugas dan tanggung jawab masing-masing personil dan tim dalam Satuan Tugas penanganan bencana tertata rapi dan berlangsung efektif. Sehingga proses pemulihan daerah bencana segera terselesaikan dengan baik.
Menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang bencana kegiatan koordinasi merupakan salah satu fungsi Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana. Unsur pelaksana melaksanakan fungsi komando dan sebagai pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Fungsi komando diperlukan dalam saat

9
tahap tanggap darurat, tidak ada kesempatan untuk melakukan perdebatan atau argumentasi melaksanakan tugas diperintahkan oleh komando atasan.
Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko dan dampak bencana. Kata terpadu dalam penanggulangan bencana penting karena masalah yang ditimbulkan terkait dengan berbagai sektor yang multi kompleks.
Koordinasi pada saat pra bencana dan tanggap darurat di lapangan memperlihatkan fakta antar tim lintas sektor yang ada pada Satuan Tugas Penanganan Bencana erupsi Sinabung tahun 2010 kurang berjalan dengan baik dan tidak menjadi satu kesatuan yang defenitif. Lembaga yang ada bergerak sendiri-sendiri tanpa adanya perencanaan dan koordinasi bersama, hal ini mengakibatkan kurang efektifnya proses penanganan bencana dan secara tidak langsung menyebabkan penanggulangan warga yang menjadi korban bencana kurang berjalan dengan baik.
Pernyataan-pernyataan berikut yang mendukung kurangnya koordinasi penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo 2010: Syamsul Ma’arif kepala BNPB di posko utama pendopo rumah dinas Bupati Karo menyorot kinerja tim penanggulangan bencana Gunung Sinabung tidak tanggap dan kurang koordinasi. Penanganan tanggap darurat Gunung Sinabung kurang koordinasi setiap tim tidak tahu tugas dan fungsinya secara jelas dan berjalan sendiri-sendiri dan hasil

10
yang dicapai tidak maksimal. Hal ini harus segera diatasi untuk melindungi puluhan ribu pengungsi, perlunya kekompakan tim penanggulangan bencana Gunung Sinabung dalam penanganan bencana di lapangan. (http://www.waspada.co.id/index.php) Friday, 17 September 2010 21.59 WIB.
Nasril Bahar anggota komisi VI DPR RI fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ketika meninjau ke lokasi pengungsian erupsi Gunung Sinabung bersama ketua Marzuki Alie mengatakan : ” penanganan bencana Sinabung terkendala masalah koordinasi, masalah-masalah koordinasi dimiliki masih menjadi persoalan utama dalam penanggulangan Gunung Sinabung secara tidak sadar antar lembaga saling unjuk kewenangan.” (http://m.detik.com/read/2010) Jumat, 3 September 2010.
Nicholaus Prasetya berkomentar realitas yang terjadi di Gunung Sinabung mengenai minimnya informasi untuk melakukan pengungsian yang tersebar di masyarakat menunjukkan bahwa penyebaran informasi yang terjadi di daerah Karo masih buruk bukan hanya di daerah Karo saja namun bisa dikatakan hampir di keseluruhan daerah yang sering mengalami bencana (http://m.kompasiana.com/po...) Meletusnya Gunung Sinabung dan Buruknya Manajemen Kesiapan Bencana Alam Indonesia 28 Agustus 2010 pukul 21.44 WIB.
Komandan korem 064 Maulana Yusuf, kolonel Inf Endro Warsito di Serang usai rapat koordinasi manajemen penanggulangan bencana bersama Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah & Muspida Banten mengatakan: “Saya melihat saat ini kesiapan penanggulangan bencana belum sesuai harapan salah satunya kurangnya disiplin

11
dalam tugas dan fungs masing-masing terkait.” (www.banten klip21.com) (http://taganabanten.info.blo) Kamis, 14 Januari 2012.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merasa perlu untuk menganalisis koordinasi lintas sektor satuan tugas penanganan bencana khususnya dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo tahun 2010.
1.2 Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat dirumuskan
permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana Koordinasi Lintas Sektor Satuan Tugas Penanganan Bencana Terhadap Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo tahun 2010.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Koordinasi Lintas Sektor
Satuan Tugas Penanganan Bencana Terhadap Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo tahun 2010.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai wahana bagi peneliti untuk meangaplikasikan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Pasca sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, khususnya yang terkait dengan perencanaan dan koordinasi dalam penanggulangan bencana.

12
2. Sebagai bahan masukan bagi ilmu Manajemen Kesehatan Bencana sehingga koordinasi satuan tugas penanganan bencana dapat dilaksanakan sesuai dengan kajian-kajian ilmiah dalam penanggulangan bencana.
3. Sebagai bahan masukan bagi badan penanggulangan bencana daerah khususnya Kabupaten Karo dalam meningkatkan kinerja melalui koordinasi yang baik, sehingga pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana erupsi Sinabung ke depan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Koordinasi Koordinasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perihal
mengatur suatu organisasi atau kegiatan sehingga peraturan dan tindakan yang akan dilaksanakan tidak saling bertentangan atau simpang siur (Alwi, et al., 2003). Dalam pengertian lain, koordinasi merupakan usaha untuk mengharmoniskan atau menserasikan seluruh kegiatan sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Keharmonisan dan keserasian selalu diciptakan baik terhadap tugas-tugas yang bersifat teknis, komersial, finansial, personalia maupun administrasi (Argadiredja, 2001). Menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang bencana bahwa kegiatan koordinasi merupakan salah satu fungsi Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana. Unsur pelaksana juga melaksanakan fungsi komando dan sebagai pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Fungsi komando diperlukan dalam saat tahap tanggap darurat, dimana tidak ada lagi kesempatan untuk melakukan perdebatan atau argumentasi yang berlarut-larut selain hanya melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh komando atasan.
Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada
13

14
masyarakat dari ancaman, risiko dan dampak bencana. Kata terpadu dalam penanggulangan bencana penting karena masalah yang ditimbulkan terkait dengan berbagai sektor yang multi kompleks.
Koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang sesuai dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara anggota (Hasibuan, 2007). Tunggal (2002), mendefinisikan koordinasi (coordination) sebagai proses pengintegrasian sasaran-sasaran dan aktivitas dari unit kerja yang terpisah (departemen atau area fungsional) agar dapat merealisasikan sasaran organisasi secara efektif. Kebutuhan akan koordinasi tergantung pada sifat dan kebutuhan komunikasi dalam pelaksanaan tugas dan derajat saling ketergantungan bermacam-macam satuan pelaksananya.
Griffin (2008), memberikan suatu definisi yang lebih singkat tentang koodinasi yaitu suatu proses menghubungkan (linking) semua kegiatan dari berbagaibagai bagian kerja (departement) pada lingkup organisasi. Linking diperlukan karena bermakna mengaitkan semua departemen untuk selalu saling membantu dalam koordinasi yang efektif.
Thompson (Handoko, 2003) menyatakan 3 (tiga) jenis ketergantungan antara organisasi, yaitu :

15
a. Saling ketergantungan yang menyatu (pooled interdependence), bila satuansatuan organisasi tidak saling tergantung satu dengan yang lain dalam melaksanakan kegiatan harian tetapi tergantung pada pelaksanaan kerja setiap satuan yang memuaskan untuk suatu hasil akhir.
b. Saling ketergantungan yang berurutan (sequential interdependence), di mana suatu satuan organisasi harus melakukan pekerjaannya terlebih dulu sebelum satuan yang lain dapat bekerja.
c. Saling ketergantungan timbal balik (reciprocal interdependence), merupakan hubungan memberi dan menerima antar satuan organisasi. Handoko (2003), menyebutkan derajat koordinasi yang tinggi sangat
bermanfaat untuk pekerjaan yang tidak rutin dan tidak dapat diperkirakan, faktorfaktor lingkungan selalu berubah-ubah serta saling ketergantungan adalah tinggi. Koordinasi sangat dibutuhkan bagi organisasi-organisasi yang menetapkan tujuan yang tinggi. Peningkatan spesialisasi akan menaikkan kebutuhan akan koordinasi, semakin besar derajat spesialisasi, semakin sulit bagi manajer untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan khusus dari satuan-satuan yang berbeda.
Lawrence dan Lorch (Handoko, 2003) mengungkapkan 4 (empat) tipe perbedaan dalam sikap dan cara kerja yang mempersulit tugas pengkoordinasian, yaitu : 1. Perbedaan dalam orientasi terhadap tujuan tertentu. Anggota dari departemen
yang berbeda mengembangkan pandangan tentang bagaimana cara mencapai kepentingan organisasi yang baik. Bagian penjualan misalnya menganggap

16
bahwa diversifikasi produk harus lebih diutamakan daripada kualitas produk. Bagian akuntansi melihat pengendalian biaya sebagai faktor paling penting sukses organisasi. 2. Perbedaan dalam orientasi waktu. Manajer produksi akan lebih memperhatikan masalah-masalah yang harus dipecahkan segera atau dalam periode waktu pendek. Biasanya bagian penelitian dan pengembangan lebih terlibat dengan masalah-masalah jangka panjang. 3. Perbedaan dalam orientasi antar-pribadi. Kegiatan produksi memerlukan komunikasi dan pembuatan keputusan yang cepat agar prosesnya lancar, sedang bagian penelitian dan pengembangan mungkin dapat lebih santai dan setiap orang dapat mengemukakan pendapat serta berdiskusi satu dengan yang lain. 4. Perbedaan dalam formalitas struktur. Setiap tipe satuan dalam organisasi mungkin mempunyai metode-metode dan standar yang berbeda untuk mengevaluasi program terhadap tujuan dan untuk balas jasa bagi karyawan. Menurut Hasibuan (2007), terdapat 2 (dua) tipe koordinasi, yaitu: 1. Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggungjawabnya. 2. Koordinasi horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatankegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat.

17
Menurut Hasibuan (2007), terdapat 3 (tiga) sifat koordinasi, yaitu: 1. Koordinasi adalah dinamis bukan statis. 2. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang koordinator
(manajer) dalam rangka mencapai sasaran. 3. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan. Asas koordinasi
adalah asas skala (hierarki) artinya koordinasi itu dilakukan menurut jenjangjenjang kekuasaan dan tanggungjawab yang disesuaikan dengan jenjang-jenjang yang berbeda-beda satu sama lain. Tegasnya, asas hirarki bahwa setiap atasan (koordinator) harus mengkoordinasikan bawahan langsungnya. Menurut Hasibuan (2007), terdapat 4 (empat) syarat koordinasi, yaitu: 1. Sense of cooperation (perasaan untuk bekerjasama), ini harus dilihat dari sudut bagian per bagian bidang pekerjaan, bukan orang per orang. 2. Rivalry, dalam perusahaan-perusahaan besar sering diadakan persaingan antara bagian-bagian, agar bagian-bagian ini berlomba-lomba untuk mencapai kemajuan. 3. Team spirit, artinya satu sama lain pada setiap bagian harus saling menghargai. 4. Esprit de corps, artinya bagian-bagian yang diikutsertakan atau dihargai, umumnya akan menambah kegiatan yang bersemangat. Menurut Handayaningrat (2005), koordinasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Bahwa tanggungjawab koordinasi adalah terletak pada pimpinan. Koordinasi adalah merupakan tugas pimpinan. Koordinasi sering disamakan dengan kata koperasi yang sebenarnya mempunyai arti yang berbeda. Pimpinan tidak

18
mungkin mengadakan koordinasi apabila tidak melakukan kerjasama. Kerjasama merupakan suatu syarat yang sangat penting dalam membantu pelaksanaan koordinasi. 2. Adanya proses (continues process). Karena koordinasi adalah pekerjaan pimpinan yang bersifat berkesinambungan dan harus dikembangkan sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik. 3. Pengaturan secara teratur usaha kelompok. Koordinasi adalah konsep yang ditetapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu, sejumlah individu yang bekerjasama, dengan koordinasi menghasilkan suatu usaha kelompok yang sangat penting untuk mencapai efisiensi dalam melaksanakan kegiatan organisasi. Adanya tumpang tindih, kekaburan dalam tugas-tugas pekerjaan merupakan pertanda kurang sempurnanya koordinasi. 4. Konsep kesatuan tindakan adalah merupakan inti dari koordinasi. Kesatuan usaha, berarti bahwa harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha tiap kegiatan individu sehingga terdapat keserasian di dalam mencapai hasil. 5. Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama, kesatuan dari usaha meminta suatu pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan sebagai kelompok kerja.
Koordinasi adalah proses pengintegrasian (penggabungan yang padu) dari semua tujuan dan kegiatan anggota satuan-satuan letaknya boleh terpisah berjauhan di lingkup organisasi masing-masing, dapat menghasilkan suatu hasil optimal yang disetujui bersama (Rowland, 2004). Koordinasi disimpulkan sebagai berikut :

19
1. Koordinasi dari usaha meliputi penyesuaian dari kegiatan-kegiatan untuk memperoleh suatu atau sekelompok tujuan. Pekerja diberikan kebebasan melakukan pekerjaan menurut cara sendiri-sendiri, masing-masing akan dipandu oleh ide masing-masing tentang yang harus dilakukan. Semua memiliki keinginan untuk kooperatif, hasil akhir dapat menghasilkan pemborosan waktu, daya upaya, dan sumber daya uang karena tidak ada petunjuk yang jelas memandu usaha tersebut. Konsekuen koordinasi dibutuhkan dan menjadi suatu tanggung jawab utama dari pemimpin-pemimpin (manejer-manejer).
2. Koordinasi adalah berbeda sikap kooperatif. Kooperatif boleh terjadi secara spontan di lingkungan kelompok pekerja koordinasi terjadi hanya bila ada kepemimpinan yang efektif (effective leadership). Arti praktis koordinasi berarti konsentrasi dan penggunaan usaha yang kooperatif diseluruh angg

Dokumen yang terkait

Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)Kabupaten Karo dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung

17 161 128

Keanekaragaman Tumbuhan Obat Di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara

6 97 49

Analisis Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Bpbd) Kabupaten Karo Dalam Upaya Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Kabupaten Karo

7 129 257

Peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo Dalam Mengkoordinasi Upaya Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung

8 56 117

Peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo Dalam Mengkoordinasi Upaya Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung

0 0 11

Peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo Dalam Mengkoordinasi Upaya Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung

0 0 1

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA - Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)Kabupaten Karo dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koordinasi - Analisis Koordinasi Lintas Sektor Satuan Tugas Penanganan Bencana Terhadap Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Kabupaten Karo 2010

0 0 40

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Koordinasi Lintas Sektor Satuan Tugas Penanganan Bencana Terhadap Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Kabupaten Karo 2010

0 1 12

ANALISIS KOORDINASI LINTAS SEKTOR SATURN TUGAS PENANGANAN BENCANA TERHADAP PENANGGULANGAN BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO TAHUN 2010 TESIS

0 0 15