Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)Kabupaten Karo dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung

(1)

KOORDINASI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD) KABUPATEN KARO DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

ERUPSI GUNUNG SINABUNG

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Oleh :

110903048

KANSRIDA BR TARIGAN

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui diperbanyak dan dipertahankan oleh: Nama : Kansrida Br Tarigan

NIM : 110903048

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul :Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupatenn Karo dalam Penanggulangan Bencana Erupsi

Gunung Sinabung

Medan, Juni 2015 Ketua Departemen Ilmu

Dosen Pembimbing Administrasi Negara

Dra. Asima Yanti S. Siahaan, PhD

NIP. 196401261988032002 NIP. 195908141986011002

Drs. Rasudyn Ginting, M.Si

Dekan, FISIP USU MEDAN

NIP. 196805251992031002 Prof. Dr. Badaruddin, M.Si


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara oleh :

Nama : Kansrida Br Tarigan

NIM : 110903048

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung

Yang dilaksanakan pada :

Hari :

Tanggal :

Pukul :

Tempat :

Panitia Penguji

Ketua :

Anggota I : Anggota II :


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan kasihNya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung. Penyusunan skripsi ini adalah sebagai satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Sarjana(S1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara pada Departemen Ilmu Aministrasi Negara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun segi bahasa dan penulisan yang digunakan karena masih terbatasnya kemampuan dan pengetahuan penulis. Penulis mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Banyak sekali dukungan, semangat, motivasi dan doa yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kedua orang tua saya yang sangat saya cintai, Bapak K. Tarigan dan Ibu K. Br Lingga yang telah mendidik dan membesarkan saya dengan jerih payah dan kasih sayangnya, senantiasa mendukung dan mendoakan saya. Terimakasih atas semua yang telah Bapak dan Mamak berikan kepada saya, saya sangat bersyukur memiliki orang tua yang begitu hebat seperti Bapak dan Mamak. Saya akan berusaha memberikan yang terbaik kepada Bapak dan Mamak dan saya percaya


(5)

Bapak dan Mamak senantiasa berada dalam perlindungan Yesus Kristus.

2. Kakakku, Kiki Monika br Tarigan, SE dan adikku Kardinata Tarigan, terima kasih untuk doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis. I love you my best sister, I love you my lil’ brother .

3. Bapak Prof. Dr. Baddaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitass Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Rasudyn Ginting, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Dra. Asima Yanti S. Siahaan, PhD, selaku dosen pembimbing saya yang penuh dengan kesabaran dalam membimbing, memotivasi, dan memberikan arahan kepada saya dalam menyempurnakan penyusunan skripsi ini. Semoga Tuhan Yesus Kristus senantiasa memberikan perlindungan, kesehatan dan rejeki kepada ibu.

7. Seluruh dosen Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah membimbung dan memberikan pengetahuan, arahan, dan motivasi selama penulis berada di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


(6)

8. Seluruh staf di Departemen Ilmu Administrasi Negara, khususnya Kak Dian dan Kak Mega yang telah banyak membantu penulis dalam mengurus administrasi.

9. Seluruh pegawai yang ada di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo, Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Karo, dan anggota TAGANA Kabupaten Karo, serta warga Desa Gurukinayan yang tidak dapat penulis sebutkan nama-namanya. Terimakasih atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis.

10.Bik Tua, Santa Lingga yang memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis. Makasih banyak ya bik wa, Tuhan Yesus memberkati. 11.Teman spesial penulis, Aldio Sem Richard Kaban yang senantiasa

mendukung dan memotivasi penulis. Thanks lot boy .

12.Sahabat baik penulis Della Etty Debora Milala dan Yudhita C. Barus, terimakasih buat doa, motivasi dan perhatian yang diberikan kepada penulis. Kalian berdua menjadi kakak yang begitu perhatian kepada penulis selama di kota perantauan. I love you teng, I love you ngud .

13.Teman sekamar penulis, Marina Oktaviani Sitepu, terima kasih penulis ucapkan atas segala dukungan dan perhatian yang diberikan kepada penulis. I love you inno . Semoga penyususnan skripsi Ina juga cepat selesai.

14.Teman-teman magang di Desa Bangun Sari (Della, Yudit, Mori, Marisi, Ranita, Sabam, Andre/Kepok, Jimmy, dan Tomo). Sukses buat kita semua ya teman-teman.


(7)

15.Teman-teman seperjuang AN stambuk 2011, terima kasih untuk masa-masa kuliah yang sudah kita lalui bersama-sama. Selamat berjuang di dunia kerja, Tuhan memberkati.

16.Keluarga dan teman-teman yang lain yang tidak disebutkan namanya, penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.


(8)

ABSTRAKSI

Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung Nama : Kansrida Br Tarigan

NIM : 110903048

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Dosen Pembimbing : Dra. Asima Yanti S. Siahaan, PhD.

Bencana erupsi Gunung Sinabung telah mengakibatkan banyaknya pengungsi, jatuhnya korban jiwa, kerusakan lingkungan dan lahan pertanian serta kerusakan fasilitas umum di Kabupaten Karo. Untuk menanggulangi dampak bencana tersebut dibutuhkan upaya koordinasi yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo dengan seluruh sektor yang terlibat dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung sehingga tidak terjadi tumpang tindih tupoksi dalam penanggulangan bencana.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana BPBD Kabupaten Karo melaksanakan koordinasi dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung pada masa tanggap darurat dari tahun 2014 dengan Dinas-Dinas Pemerintahan Kabupaten Karo, TAGANA Kabupaten Karo serta masyarakat Desa Gurukinayan sebagai salah satu desa dari Kecamatan Payung di Kabupaten Karo yang terkena bencana Erupsi Gunung Sinabung.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam dan observasi. Teknik pengambilan subjek penelitian adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling. Adapun informan kunci dari penelitian ini yaitu Sekretaris BPBD Kabupaten Karo, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Karo, Kepala Bidang Rehabilitasi Pembinaan dan Bantuan Sosial Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Karo, Kepala Bidang Pengendalian dan PSM Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, dan Koordinator wilayah TAGANA Kabupaten Karo. Sedangkan yang menjadi informan utama dari penelitian ini adalah beberapa masyarakat pengungsi bencana erupsi Gunung Sinabung yang berasal dari Desa Gurukinayan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka terdapat beberapa temuan penelitian yaitu BPBD Kabupaten Karo belum melaksanakan tugas dan fungsinya dengan maksimal. Hal ini terjadi karena BPBD Kabupaten Karo memang baru terbentuk dengan jumlah pegawai dan sarana prasarana kantor yang masih kurang lengkap. Selain itu hubungan BPBD Kabupaten Karo dengan dinas-dinas yang lain juga belum harmonis melihat antar instansi masih memiliki ego sektoral masing-masing dalam hal penanggulangan bencana. Saran peneliti diharapkan agar setiap instansi yang berperan dalam penanggulangan bencana Erupsi Gunung Sinabung dapat menjalin komunikasi yang lebih baik sehingga meciptakan koordinasi yang terpadu dalam penanggulangan bencana.

Kata Kunci : Koordinasi, BPBD Kabupaten Karo, Tanggap Darurat, Bencana Erupsi Gunung Sinabung


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAKSI ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Fokus Masalah ... 7

I.3. Rumusan Masalah ... 8

I.4. Tujuan Penelitian ... 9

I.5. Manfaat Penelitian ... 9

I.6. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA .... 12

II.1. Koordinasi ... 12

II.1.1. Pengertian Koordinasi ... 12

II.1.2. Jenis-Jenis Koordinasi ... 13


(10)

II.1.4. Mekanisme dan Proses Koordinasi ... 16

II.1.5. Hambatan Koordinasi ... 17

II.2. Penanggulangan Bencana ... 19

II.2.1. Penanggulangan ... 19

II.2.2. Bencana ... 20

II.2.3. Penanggulangan Bencana ... 21

II.3. Definisi Konsep ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

III.1. Bentuk Penelitian ... 27

III.2. Lokasi Penelitian ... 27

III.3. Informan Penelitian ... 27

III.4. Teknik Pengumpulan Data ... 28

III.5. Teknik Analisis Data ... 30

BAB IV TEMUAN PENELITIAN... 32

IV.1. Pemerintahan Kabupaten Karo ... 32

IV.1.1. Gambaran Umum ... 32

IV.1.2. Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 32

IV.1.3. Kependudukan ... 33

IV.1.4. Administrasi Pemerintahan Kabupaten Karo ... 39

IV.2. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo ... 42

IV.2.1. Sejarah Berdirinya BPBD Kabupaten Karo ... 42

IV.2.2. Visi dan Misi ... 44

IV.2.3. Profil BPBD Kabupaten Karo ... 45


(11)

IV.3. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Karo ... 71

IV.3.1. Visi dan Misi ... 71

IV.3.2. Tugas Pokok dan Fungsi ... 74

IV.4. Dinas Kesehatan Kabupaten Karo ... 77

IV.4.1. Visi dan Misi ... 77

IV.4.2. Tugas Pokok dan Fungsi ... 79

IV.5 Taruna Siaga Bencana (TAGANA) Kabupaten Karo ... 81

BAB V KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG ... 84

V.1. Koordinasi Internal ... 84

V.2. Koordinasi Eksternal ... 87

V.3. Hambatan dalam Koordinasi Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung ... 102

V.4. Strategi Mengatasi Hambatan dalam Koordinasi Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung ... 106

BAB VI PENUTUP ... 109

VI.1 Kesimpulan ... 109

VI.2 Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan

Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Karo Tahun 2013 ... 34 Tabel IV.2 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Rasio

Jenis Kelamin Per Kecamatan di Kabupaten Karo Tahun

2013 ... 36 Tabel IV.3 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Per Kecamatan

di Kabupaten Karo Tahun 2013 ... 37 Tabel IV.4 Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur di

Kabupaten Karo Tahun 2013 ... 38 Tabel IV.5 Data Jumlah SDM BPBD Kabupaten Karo Tahun

2015 ... 45 Tabel V.1 Pos-Pos Kesehatan Penanggulangan Bencana Erupsi


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar IV.1 Struktur Organisasi BPBD Kabupaten Karo ... 51 Gambar IV.2 Struktur Organisasi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

Kabupaten Karo ... 73 Gambar IV.3 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten

Karo ... 77 Gambar V.1 Rapat Harian Tim Tanggap Darurat Penanganan


(14)

ABSTRAKSI

Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung Nama : Kansrida Br Tarigan

NIM : 110903048

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Dosen Pembimbing : Dra. Asima Yanti S. Siahaan, PhD.

Bencana erupsi Gunung Sinabung telah mengakibatkan banyaknya pengungsi, jatuhnya korban jiwa, kerusakan lingkungan dan lahan pertanian serta kerusakan fasilitas umum di Kabupaten Karo. Untuk menanggulangi dampak bencana tersebut dibutuhkan upaya koordinasi yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo dengan seluruh sektor yang terlibat dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung sehingga tidak terjadi tumpang tindih tupoksi dalam penanggulangan bencana.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana BPBD Kabupaten Karo melaksanakan koordinasi dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung pada masa tanggap darurat dari tahun 2014 dengan Dinas-Dinas Pemerintahan Kabupaten Karo, TAGANA Kabupaten Karo serta masyarakat Desa Gurukinayan sebagai salah satu desa dari Kecamatan Payung di Kabupaten Karo yang terkena bencana Erupsi Gunung Sinabung.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam dan observasi. Teknik pengambilan subjek penelitian adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling. Adapun informan kunci dari penelitian ini yaitu Sekretaris BPBD Kabupaten Karo, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Karo, Kepala Bidang Rehabilitasi Pembinaan dan Bantuan Sosial Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Karo, Kepala Bidang Pengendalian dan PSM Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, dan Koordinator wilayah TAGANA Kabupaten Karo. Sedangkan yang menjadi informan utama dari penelitian ini adalah beberapa masyarakat pengungsi bencana erupsi Gunung Sinabung yang berasal dari Desa Gurukinayan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka terdapat beberapa temuan penelitian yaitu BPBD Kabupaten Karo belum melaksanakan tugas dan fungsinya dengan maksimal. Hal ini terjadi karena BPBD Kabupaten Karo memang baru terbentuk dengan jumlah pegawai dan sarana prasarana kantor yang masih kurang lengkap. Selain itu hubungan BPBD Kabupaten Karo dengan dinas-dinas yang lain juga belum harmonis melihat antar instansi masih memiliki ego sektoral masing-masing dalam hal penanggulangan bencana. Saran peneliti diharapkan agar setiap instansi yang berperan dalam penanggulangan bencana Erupsi Gunung Sinabung dapat menjalin komunikasi yang lebih baik sehingga meciptakan koordinasi yang terpadu dalam penanggulangan bencana.

Kata Kunci : Koordinasi, BPBD Kabupaten Karo, Tanggap Darurat, Bencana Erupsi Gunung Sinabung


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Terjadinya bencana alam di suatu wilayah merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan karena bencana alam merupakan suatu gejala alam yang tidak dapat diketahui secara pasti kapan akan terjadinya. Bencana alam biasanya disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi geografis, geologis, hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan merugikan bagi seluruh umat manusia serta makhluk hidup lainnya. Kehilangan akibat bencana akan semakin meningkat dan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi berat bagi kebertahanan hidup, martabat, dan penghidupan individu, terutama bagi kaum miskin, dan bagi kemajuan pembangunan yang dicapai dengan susah payah.

Besarnya resiko yang diakibatkan oleh bencana menjadi perhatian bagi negara-negara dunia termasuk Indonesia dalam upaya pengurangan resiko bencana. Sebagai wujud dari kepedulian negara-negara di dunia tersebut maka pada 18-22 Januari 2005 diselenggarakan Konferensi Sedunia tentang Peredaman Bencana (World Conference on Disaster Reduction) di Kobe, Hyogo, Jepang yang kemudian mengadopsi Kerangka Kerja Aksi 2005-2015: Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana. Konferensi tersebut memberikan suatu kesempatan unik untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan


(16)

sistematis dalam meredam kerentanan dan resiko terhadap bahaya.

Indonesia juga merupakan salah satu negara di dunia yang rawan terhadap bencana. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa selama tahun 2014 tercatat 1567 kejadian bencana di Indonesia. Kejadian bencana ini mengakibatkan korban meninggal dan hilang sebanyak 568 jiwa, korban menderita dan mengungsi 2.680.133 jiwa serta kerusakan pemukiman sebanyak 51.577 unit.Hal ini tentu saja menjadi permasalahan yang serius, apalagi mengingat negara Indonesia merupakan negara yang masih berkembang sehingga pembangunan menjadi terhambat akibat tingginya permasalahan yang ditimbulkan oleh kejadian-kejadian bencana tersebut

Salah satu contoh bencana yang sering terjadi di Indonesia yaitu letusan gunung berapi. Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah erupsi. Bencana erupsi gunung api tercatat sebanyak 5 kali sepanjang tahun 2014. Diantaranya yaitu erupsi Gunung Sinabung (13-9-2013 hingga sekarang), Gunung Kelud (13-2-2014), Gunung Sungeangapi (30-5-2014), Gunung Slamet (13-9-2014), dan Gunung Gamalama (18-12-2014). Total dari bencana erupsi gunung api tersebut adalah 24 orang tewas, 128.167 jiwa mengungsi, dan 17.833 rumah rusak. Erupsi Gunung Kelud adalah yang paling fenomenal dimana material dilontarkan ke angkasa hingga 7 km.

)

Letusan atau erupsi gunung api yang berbahaya akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan penduduk di sekitarnya.


(17)

Bahaya langsungnya adalah bahaya yang diakibatkan oleh material yang keluar dari letusan gunung api seperti aliran lava, batu kerikil, awan panas, lontaran batu pijar dan hujan panas yang jika terkena akan mematikan kehidupan di sekitarnya termasuk penduduk. Bahaya tidak langsungnya adalah aliran lahar atau banjir lahar akibat bertumpuknya materi vulkanik di bagian lereng.

Salah satu gunung api aktif yang terdapat di Sumatera Utara yaitu Gunung Sinabung yang sampai sekarang ini masih sering terjadi erupsi dan meluncurkan awan panas. Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo menggeliat dengan letusan yang memiliki skala berbeda. Sejak 7 April 2010 Gunung Sinabung sudah mulai menunjukkan aktivitasnya dengan semburan-semburan abu vulkanik dalam skala yang kecil dan sampai kepada puncak letusannya pada 27 Agustus 2010. Berselang tiga tahun kemudian Gunung Sinabung semakin sering lagi menunjukkan aktivitas vulkaniknya dengan mengeluarkan aliran lava, awan panas, dan sebagainya. Bahkan baru-baru ini seperti yang dikutip dalam viva news dimana pada hari Kamis 5 Maret 2015 tepatnya pukul 08.20 Gunung Sinabung meletus dengan tinggi kolom abu letusan mencapai 2 hingga 2,5 km dari puncak gunung. Saat meletus, dari pusat letusan juga meluncur awan panas dengan jarak luncur mencapai 3,5 km dengan arah gerak luncuran ke selatan Gunung Sinabung.

Letusan Gunung Sinabung telah menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat di Kabupaten Karo. Sebelumnya Gunung Sinabung menyebabkan 2443 jiwa (795 KK) mengungsi di 7 titik dan sebanyak 1.212 jiwa (370 KK) harus direlokasi karena tempat tinggal semula sudah tidak memungkinkan lagi untuk ditempati. Tidak hanya perumahan yang rusak melainkan lahan pertanian


(18)

warga yang berada dekat dengan Gunung Sinabung juga tidak dapat lagi dijadikan sebagai tempat mata pencaharian. Dari total luas 12.399,16 Ha lahan pertanian yang rusak menyebabkan kerugian yang dicapai sebesar Rp 898.893.186.541,34. Hal ini merupakan kerugian yang cukup besar bagi masyarakat Karo.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan suatu kebijakan dalam hal penanggulangan bencana yaitu Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Melalui undang-undang tersebut maka lembaga dan sistem penanggulangan bencana telah mendapatkan posisi yang lebih kuat sehingga diharapkan dapat berfungsi lebih efektif dalam melaksanakan berbagai tahap penanggulangan bencana. Dalam undang-undang tersebut, kegiatan koordinasi merupakan salah satu fungsi unsur pelaksana penanggulangan bencana. Unsur pelaksana melaksanakan fungsi komando dan sebagai pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Pada pasal 5 dari undang-undang tentang Penanggulangan Bencana di atas menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Melihat lembaga teknis daerah Kabupaten Karo yang sudah gemuk, pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo menjadi terhambat. Padahal pada pasal 18 dari undang-undang tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa pemerintah daerah wajib membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah pada tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Namun yang terjadi di Kabupaten Karo adalah pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah baru dapat


(19)

terlaksana pada awal tahun 2014 silam. Hal ini tentu saja menjadikan penanganan penanggulangan bencana Sinabung berjalan kurang terkoordinasi.

Salah satu pernyataan sebagai bukti dari kurangnya koordinasi penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung yaitu oleh Syamsul Ma’arif kepala BNPB menyorot kinerja tim penanggulangan bencana Gunung Sinabung tidak tanggap dan kurang koordinasi. Masing-masing tim tidak tahu tugas dan fungsi secara jelas dan berjalan sendiri-sendiri sehingga hasil yang dicapai tidak maksimal. Ujung-ujungnya masyarakat korban erupsi Sinabunglah yang memperoleh dampak negatifnya seperti keterlambatan pengadaan logistik pangan, pengadaan air bersih dan MCK serta kebutuhan lainnya.

Koordinasi yang ideal dalam hal penanggulangan bencana adalah koordinasi yang mampu menjalin kerja sama dan komunikasi yang baik antara seluruh unit organisasi baik secara internal maupun secara eksternal sehingga masing-masing unit organisasi mampu melaksanakan fungsi dan tugasnya masing-masing guna mencapai efektivitasnya pelaksanan penanggulangan bencana. Koordinasi sangat penting dalam penanggulangan bencana karena dalam pelaksanaan penanggulangan bencana, satu unit organisasi tidak akan mampu berjalan sendiri tanpa terkait dengan unit-unit organisasi lainnya.

Untuk menanggulangi bencana Gunung Sinabung serta mencegah jatuhnya korban pasca erupsi, perlu dilakukan berbagai upaya dari semua sektor. Upaya-upaya tersebut dilaksanakan oleh pemerintah dan juga non pemerintah. Upaya yang bertujuan memberikan pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat korban bencana tidak akan berjalan dengan baik apabila masing-masing sektor


(20)

berjalan sendiri tanpa ada ikatan atau keterkaitan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu semua upaya yang dilakukan harus dikoordinasikan agar berjalan sinergi dan berdampak maksimal bagi korban bencana. Penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung dilaksanakan oleh beberapa instansi dalam Pemerintahan Daerah Kabupaten Karo, diantaranya BPBD Kabupaten Karo, beberapa instansi dinas terkait seperti Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Karo, Dinas Koperasi, Industri dan Perdagangan Kabupaten Karo, Dinas Pendidikan Kabupaten Karo, dan dinas-dinas atau badan yang lain, TNI/Polri Kabupaten Karo, pihak swasta dan lain-lain. Oleh karena itu diperlukan sekali kesatuan masing-masing sektor dalam upaya penanggulangan bencana tersebut agar tidak terjadi masalah-masalah yang dapat menghambat percepatan penanganan bencana.

Namun yang terjadi pada masa pasca bencana sekarang ini sepertinya terjadi kesenjangan-kesenjangan antar stakeholders yang berkepentingan sehingga yang terjadi adalah keterlambatan penanganan bencana. Masing-masing

stakeholders sepertinya hanya saling menuduh ketidaksiagaan stakeholders yang lain dalam menangani bencana erupsi Gunung Sinabung. Salah satu contohnya yaitu mengenai pelaksanaan relokasi pengungsi Sinabung yang dianggap lamban tahap pelaksanaannya. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Wakil Ketua DPRD Karo, Ferianta Purba, SE bahwa persoalan relokasi pengungsi Sinabung pada dasarnya tidak akan dapat diselesaikan sendiri oleh BPBD, butuh keterlibatan banyak pihak, termasuk DPRD Karo. Namun, yang dilihat sekarang ini adalah sama sekali tidak pernah ada komunikasi yang kontinu. Padahal sejatinya, sejak awal BPBD dipercepat pembentukannya demi membuka akses


(21)

lebih luas lagi penanganan bencana daerah 27 Maret 2015)

Sugandha (1991) menyatakan bahwa koordinasi sangat penting dilaksanakan untuk menghindari kecenderungan pemisahan diri dari unit-unit yang dibentuk sebagai akibat adanya spesialisasi fungsi (pembagian tugas menjadi fungsi-fungsi) di dalam organisasi. Hal ini senada dengan yang tercantum dalam UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana bahwa BPBD dalam melaksanakan upaya penanggulangan bencana harus terkoordinasi, terencana dan terpadu baik secara internal maupun eksternal. Melihat bunyi undang-undang tersebut maka pelaksanaan upaya penanggulangan bencana hendak dilaksanakan oleh berbagai sektor yang saling terkait satu dengan yang lain. Permasalahannya adalah bagaimana BPBD Kabupaten Karo mampu melaksanakan fungsi koordinasinya secara internal dan juga dengan instansi lain yang terkait dalam upaya penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung. Apalagi melihat usia pembentukan BPBD Kabupaten Karo yang masih cukup baru yaitu kurang lebih satu tahun.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk melihat sejauh mana koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung.

I.2. Fokus Masalah

Dilihat dari latar belakang di atas, maka yang menjadi fokus masalah peneliti adalah bagaimana koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah


(22)

(BPBD) Kabupaten Karo dalam upaya penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung dengan instansi-instansi terkait lain yang tergabung dalam satuan tugas penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung. Selain itu peneliti juga tertarik untuk mengetahui apakah BPBD Kabupaten Karo dalam melakukan koordinasi penanggulangan bencana tersebut mengalami hambatan serta bagaimana strategi BPBD Kabupaten Karo dalam mengatasi hambatan dalam koordinasi tersebut pada saat bencana erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo.

Perlu diketahui bahwa fokus peneliti mengenai koordinasi yang dilaksanakan oleh BPBD Kabupaten Karo yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah koordinasi yang dilakukan sejak BPBD Kabupaten Karo ditetapkan sebagai koordinator dan pelaksana dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung yaitu pada tanggal 24 Mei 2014.

I.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : “Bagaimanakah Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung?”.

Untuk menjawab rumusan masalah utama diatas maka dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut yaitu :

1. Apakah yang menjadi hambatan dalam koordinasi pada tahapan upaya penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung, baik dalam organisasi


(23)

internal maupun organisasi eksternal yang berkaitan dalam upaya penaggulangan bencana?

2. Bagaimana strategi BPBD Kabupaten Karo dalam mengatasi hambatan yang terjadi pada saat dilaksanakannya koordinasi dalam upaya penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung?

I.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo dalam Upaya Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung.

2. Untuk mengetahui apakah yang menjadi hambatan dalam koordinasi pada tahapan upaya penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung, baik dalam organisasi internal maupun organisasi eksternal yang berkaitan dalam upaya penaggulangan bencana.

3. Untuk mengetahui strategi BPBD Kabupaten Karo dalam mengatasi hambatan pada saat dilaksanakannya koordinasi dalam upaya penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung.

I.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :


(24)

1. Secara akademis, penelitian ini merupakan salah satu syarat penyelesaian program studi sarjana Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Secara praktis, sebagai masukan/sumbangan pemikiran bagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo dan pemerintahan daerah Kabupaten Karo.

3. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang Peranan Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo.

I.6. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian nantinya akan dilaporkan dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Fokus Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat tentang teori-teori yang dipakai, seperti koordinasi dan penanggulangan bencana.


(25)

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data,dan teknik analisis data.

BAB IV TEMUAN PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum dari daerah penelitian yang meliputi keadaan geografis, kependudukan, sosial, karakteristik pemerintahan berupa sejarah singkat, visi dan misi, tugas pokok, fungsi dan struktur organisasi serta hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang dianalisis.

BAB V ANALISA TEMUAN

Bab ini membahas tentang kajian dan analisa data-data yang diperoleh dari lokasi penelitian.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang dianggap perlu sebagai bahan rekomendasi.


(26)

BAB II

KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

Koordinasi merupakan suatu tindakan untuk mengintegrasikan unit-unit pelaksana kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam hal penanggulangan bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling berintegrasi/berkoordinasi, saling terkait satu organisasi dengan yang lainnya dalammelaksanakan unsur-unsur kegiatan pada manajemen bencana guna mencapai efektivitas penanggulangan bencana.

II.1. Koordinasi

II.1.1. Pengertian Koordinasi

Fayol (dalam Arsyad, 2002) menjelaskan bahwa koordinasi adalah suatu usaha untuk mengharmoniskan dalam rangkaian struktur yang ada. Fayol (dalam Moekijat : 1989) juga menambahkan bahwa koordinasi merupakan suatu unsur manajemen yang diartikan sebagai penggabungan usaha dan peraturan semua kegiatan perusahaan agar sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan.

Adapun Brech (dalam Hasibuan, 2011) memberikan pengertian koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri.


(27)

Hal di atas dapat dipahami bahwa dalam melaksanakan koordinasi harus ada kesesuaian antara peraturan dan tindakan serta kerja sama antar anggota yang pada akhirnya menimbulkan keharmonisan kerja sehingga tidak adanya pekerjaan yang tumpang tindih dan semua usaha atau kegiatan yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.

Hasibuan (2011) menyatakan bahwa koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Koordinasi mengimplikasikan bahwa elemen-elemen sebuah organisasi saling berhubungan dan mereka menunjukkan keterkaitan sedemikian rupa, sehingga semua orang melaksanakan tindakan-tindakan tepat, pada waktu tepat dalam rangka upaya mencapai tujuan-tujuan.

Dari beberapa pengertian koordinasi di atas dapat disimpulkan bahwa koordinasi adalah kerjasama antar bagian atau sektor yang menciptakan keharmonisan kerja dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan bersama yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

II.1.2. Jenis-Jenis Koordinasi

Menurut Sugandha (1991), jenis-jenis koordinasi menurut lingkupnya terdiri dari koordinasi intern yaitu koordinasi antar pejabat atau antar unit di dalam suatu organisasi dan koordinasi ekstern yaitu koordinasi antar pejabat dari berbagai organisasi atau antar organisasi. Umumnya organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi


(28)

tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas agar pencapaian tujuan tercapai dengan baik.

Adapun menurut Hasibuan (2011) jenis-jenis koordinasi dibagi menjadi dua bagian besar yaitu koordinasi vertikal dan koordinasi horizontal. Makna dari kedua jenis koordinasi ini yaitu sebagai berikut :

a. Koordinasi Vertikal

Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasikan semua aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur.

b. Koordinasi Horizontal

Koordinasi horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat. Koordinasi horizontal ini dibagi atas interdisciplinary dan interrelated.

Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan-tindakan, mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern maupun secara ekstern pada unit-unit yang sama tugasnya.

Interrelated adalah koordinasi antarbadan (instansi); unit-unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergantung


(29)

atau mempunyai kaitan, baik secara intern maupun secara ekstern yang levelnya setaraf. Koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan karena koordinator tidak dapat memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya yang setingkat.

Selanjutnya Sugandha (1991) dua jenis koordinasi yang lain yaitu koordinasi diagonal dan koordinasi fungsional. Kordinasi diagonal yaitu koordinasi antara pejabat atau unit yang berbeda fungsi dan tingkatan hierarkinya sedangkan koordinasi fungsional adalah koordinasi antar pejabat, antar unit atau antar organisasi yang didasarkan atas kesamaan fungsi atau karena koordinatornya mempunyai fungsi tertentu.

Berdasarkan uraian tersebut di atas tampak bahwa terdapat beberapa jenis koordinasi dalam suatu organisasi yang ditinjau dari lingkupnya meliputi koordinasi intern dan ekstern. Sedangkan koordinasi ditinjau dari arahnya meliputi koordinasi vertikal, koordinasi horizontal, koordinasi diagonal dan koordinasi fungsional.

II.1.3. Prinsip-Prinsip Koordinasi

Sugandha (1991) menyatakan ada beberapa prinsip yang perlu diterapkan dalam menciptakan koordinasi antara lain adanya kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama, adanya kesepakatan mengenai kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak, termasuk target dan jadwalnya, setelah itu adanya kataatan


(30)

atau loyalitas dari setiap pihak terhadap bagian tugas masing-masing serta jadwal yang telah diterapkan.

Kemudian adanya saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerja sama mengenai kegiatan dan hasilnya pada suatu saat tertentu, termasuk masalah-masalah yang dihadapi masing-masing, didukung dengan adanya koordinator yang dapat memimpin dan menggerakkan serta memonitor kerjasama tersebut, serta memimpin pemecahan masalah bersama, dan adanya informasi dari berbagai pihak yang mengalir kepada koordinator sehingga koordinator dapat memonitor seluruh pelaksanaan kerjasama dan mengerti masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh semua pihak, serta dilengkapi denagn adanya saling hormati terhadap wewenang fungsional masing-masing pihak sehingga tercipta semangat untk saling bantu.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa prinsip-prinsip koordinasi adalah suatu usaha dalam menyatukan informasi yang disertai dengan kepatuhan terhadap pemimpin dan peraturan.

II.1.4. Mekanisme dan Proses Koordinasi

Mekanisme koordinasi yaitu adanya kesadaran dan kesediaan sukarela dari semua anggota organisasi atau pemimpin-pemimpin organisasi untuk kerjasama antarinstansi, adanya komunikasi yang efektif, tujuan kerjasamanya, dan peranan dari tiap pihak yang terlibat, harus dapat menciptakan organisasinya sendiri sedemikian rupa sehingga menjadi suatu organisasi yang mampu memipin organisasi-organisasi lainnya, meminta ketaatan, kesetiaan, dan displin kerja tiap pihak yang terlibat, terciptanya koordinasi di dalam suatu organnisasi akan


(31)

menunjukkan bahwa organisasi tersebut benar-benar bergerak sebagai suatu sistem, dan pemimpin akan bertindak sebagai fasilitator dan tenaga pendorong (Sugandha, 1991).

Siagian (1991)berpendapat mengenai cara-cara yang dapat dilakukan dalam mengkoordinasi, yaitu dengan melakukan briefing staf untuk memberitahukan kebijaksanaan pimpinan organisasi kepada staf yang dalam waktu sesingkat mungkin harus diketahui dan mendapat perumusan. Setelah itu diadakan rapat staf untuk mengadakan pengecekan terhadap kegiatan yang telah dan sedang dilakukan oleh staf serta mengadakan integrasi daripada pkok-pokok hasil pekerjaan staf. Lalu mengumpulkan laporan-laporan mengenai pelaksanaan keputusan pimpinan organisasi. Selanjutnya mengadakan kunjungan serta inspeksi mengenai pelaksanaan keputusan pimpinan organisasi serta memberikan petunjuk-petunjuk sesuai dengan pedoman atau ketentuan yang telah ditetapkan oleh pimpinan organisasi.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa mekanisme dan proses koordinasi bertujuan untuk menjaga keharmonisan komunikasi dan hubungan antara pimpinan dan bawahannya pada kegiatan koordinasi.

II.1.5. Hambatan Koordinasi

Dalam pelaksanaan koordinasi sering mengalami beberapa hambatan. Menurut Handayaningrat (1986), hambatan-hambatan tersebut adalah :


(32)

Dalam koordinasi vertikal (struktural) sering terjadi hambatan-hambatan, disebabkan perumusan tugas, wewenang dan tanggung jawab tiap-tiap satuan kerja (unit) yang kurang jelas. Di samping itu adanya hubungan dan tata kerja yang kurang dipahami oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan kadang-kadang timbul keragu-raguan di antara yang mengkoordinasi dan yang dikoordinasi ada hubungan dalam susunan organisasi yang bersifat hierarki.

b. Hambatan-hambatan dalam koordinasi fungsional

Hambatan-hambatan yang timbul pada koordinasi fungsional, baik yang horizontal maupun diagonal, disebabkan karena antara yang mengkoordinasikan keduanya tidak terdapat hubungan hierarki (garis komando).

Menurut Sugandha (1991) hambatan-hambatan yang terjadi dalam koordinasi akan menimbulkan beberapa kesalahan yang sering dilakukan seseorang dalam melakukan usaha pengkoordinasian, yaitu kesalahan anggapan orang mengenai organisasinya sendiri, kesalahan anggapan orang mengenai instansi induknya, kesalahan pandangan mengenai arti koordinasi sendiri, dan kesalahan pandangan mengenai kedudukan departemennya di pusat.


(33)

II.2. Penanggulangan Bencana II.2.1. Penanggulangan

Penanggulangan dapat diartikan sebagai manajemen. Terry (2003) mengatakan bahwa manajemen adalah suatu proses khusus yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Senada dengan pendapat Terry, Fuad, dkk (2006) berpendapat bahwa manajemen merupakan suatu proses yang melibatkan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan. Dan pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran perusahaan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

Pengertian di atas menjelaskan bahwa dalam manajemen terdapat aktivitas-aktivitas khusus berupa perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.

Gibson (1994) mengatakan bahwa manajemen dapat didefinisikan sebagai suatu proses, yakni sebagai suatu rangkaian tindakan, kegiatan, atau operasi yang mengarah kepada beberapa sasaran tertentu. Sedangkan Miftah Thoha (1995) yang berpendapat bahwa manajemen merupakan jenis pemikiran yang khusus dari kepemimpinan di dalam usahanya mencapai tujuan organisasi.

Sedangkan dalam UNISDR (United Nations International Strategy Disaster Reduction) lebih memahami manajemen sebagai suatu proses yang sistematis dengan menggunakan sumber daya yang ada sesuai peraturan administratif, lembaga dan ketrampilan serta kapasitas operasional untuk


(34)

melaksanakan strategi dan kebijakan dan mencapai tujuan. diakses tanggal 27 Maret 2015)

Pengertian manajemen menurut para ahli dan UNISDR diatas terlihat memiliki persamaan yaitu suatu proses yang dilaksanakan dengan tahapan dan perencanaan sesuai dengan peraturan guna mencapai tujuan.

II.2.2. Bencana

Menurut Purnomo dan Sugiantoro (2010), pemahaman tentang istilah bencana dari beberapa orang, meskipun beragam, namun pada ending-nya atau pada akhirnya, semuanya mengindikasikan sebagai peristiwa buruk yang merugikan kehidupan manusia.

Dalam Undang-undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1 ayat (1), bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Bencana itu dibagi menjadi tiga jenis menurut Undang-Undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yaitu

1. Bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.


(35)

2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

Dalam UNISDR dikatakan bencana merupakan sebuah gangguan serius terhadap berfungsinya sebuah komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian dan dampak yang meluas terhadap manusia, materi, ekonomi dan lingkungan, yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak tersebut untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi secara sengaja dan tidak sengaja yang pada akhirnya memberikan dampak yang merugikan dalam segala aspek kehidupan manusia.

II.2.3. Penanggulangan Bencana

Penanggulangan bencana atau manajemen bencana menurut Agus Rahmat (2010) merupakan seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang


(36)

kegiatan ini adalah untuk mencegah kehilangan jiwa, mengurangi penderitaan manusia, memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai resiko, dan mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis.

Sedangkan dalam UNISDR menyatakan bahwa manajemen bencana atau manajemen resiko bencana merupakan suatu proses sistematis dalam mengunakan peraturan administratif, lembaga dan ketrampilan serta kapasitas operasional untuk melaksanakan strategi-strategi, kebijakan-kebijakan dan kapasitas bertahan yang lebih baik untuk mengurangi dampak merugikan yang ditimbulkan ancaman bahaya dan kemungkinan bencana. Manajemen bencana tersebut dilaksanakan melalui aktivitas-aktivitas dan langkah-langkah untuk pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaa

Dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dijelaskan bahwa asas-asas penanggulangan bencana, yaitu kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah, keseimbangan, keselarasan dan keserasian, ketertiban dan kepastian hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tujuan dari penanggulangan bencana adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana, menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada, menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh, menghargai budaya lokal, membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta, mendorong


(37)

semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan, dan menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Undang-undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 4).

Penanggulangan bencana harus memiliki prinsip seperti cepat dan tepat, prioritas, koordinasi dan keterpaduan, berdaya guna dan berhasil guna, transparansi dan akuuntabilitas, kemitraan, pemberdayaan, dan nondiskriminatif sehingga tujuan dari penanggulangan bencana dapat tercapai.

Ada beberapa upaya dalam menanggulangi bencana seperti yang tertulis dalam Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yaitu:

1. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. (Pasal 1 ayat (6))

2. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. (Pasal 1 ayat (7))

3. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. (Pasal 1 ayat (8))

4. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. (Pasal 1 ayat (9))


(38)

5. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pelindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. (Pasal 1 ayat (10))

6. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. (Pasal 1 ayat (11))

7. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. (Pasal 1 ayat (12))

II.3. Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatianilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang diteliti (Singarimbun, 1995).


(39)

Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan definisi konsep dari penelitian, yaitu :

1. Koordinasi adalah kerjasama antar bagian atau sektor yang menciptakan keharmonisan kerja dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan bersama yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

2. Penanggulangan bencana adalah suatu proses sistematis dalam mengunakan peraturan administratif, lembaga dan segala sumber daya yang ada untuk melaksanakan strategi-strategi pada pra bencana, saat bencana dan pasca bencana dengan cepat dan tepat sehingga dapat memberikan perlindungan bagi seluruh masyarakat.

3. Koordinasi dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung

Sinabung adalah bagaimana kerjasama antar unit bagian, lembaga internal dan lembaga eksternal serta masyarakat dalam menciptakan keharmonisan kerja dalam menanggulangi bencana erupsi Gunung Sinabung.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Alasan peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif adalah karena peneliti ingin mengetahui bagaimana sebenarnya koordinasi yang dilaksanakan di lapangan sehingga untuk mengetahuinya sangat dibutuhkan untuk dilakukan wawancara mendalam kepada subjek penelitian sehingga didapatkan data-data yang kemudian dapatdideskripsikan dengan interpretasi peneliti.

Nawawi (1992) Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan gejala/keadaan sebagaimana adanya secara lengkap dan diikuti dengan pemberian analisa dan interpretasi. Metode penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menjelaskan realitas secara kontekstual, interpretasi terhadap fenomena yang menjadi perhatian peneliti dan memahami perspektif partisipan terhadap masalah yang terjadi. Ciri pokok dari pendekatan penelitian deskriptif adalah memusatkan perhatian pada masalah yang ada saat penelitian dilakukan atau masalah-masalah yang bersifat aktual dan menggambarkan fakta-fakta tentang masalah-masalah yang diselidiki sebagaimana adanya dan diiringi dengan interpretasi rasional yang akurat. Sama halnya dengan Nawawi, Moleong (2005) juga menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain.


(41)

III.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat, yaitu sebagai berikut :

1. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo yang beralamat di Jalan Jamin GintingNo. 17 Kabanjahe.

2. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja yang beralamat di Jalan Jamin Ginting No.70 Kabanjahe.

3. Dinas Kesehatan Kabupaten Karo yang beralamat di Jalan Kapt. Selamat Ketaren No.9 Kabanjahe

Alasan memilih tempat lokasi ini adalah karena BPBD Kabupaten Karo merupakan unit pemerintahan Kabupaten Karo yang melakukan fungsi koordinasi dalam melakukan penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung. Sedangkan dalam pemberian bantuan saat terjadi bencana, BPBD Kabupaten Karo melakukan fungsi koordinasi dan berkerjasama dengan beberapa dinas di Kabupaten Karo, diantaranya adalah Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Karo dan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo.

III.3. Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan kuntuk membuat generalisasi dari hasil penelitian yang dilakukan sehingga subyek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja atau purpossive sampling. Subyek penelitian inilah yang akan menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian (Usman, 2009).

Adapun informan yang menjadi objek penelitian ini dibedakan atas tiga jenis yaitu informan kunci, informan utama dan informan tambahan. Informan


(42)

kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Sedangkan informan utama adalah mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti.

Adapun yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah : 1. Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo 2. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana

Daerah Kabupaten Karo.

3. Kepala Bidang Rehabilitasi Pembinaan dan Bantuan Sosial Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Karo

4. Kepala Bidang Pengendalian dan PSM Dinas Kesehatan Kabupaten Karo 5. Koordinator wilayah TAGANA Kabupaten Karo.

Sedangkan yang menjadi informan utama dari penelitian ini adalah beberapa masyarakat pengungsi/korban erupsi Gunung Sinabung, khususnya pengungsi yang berasal dari Desa Gurukinayan.

III.4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang akan peneliti gunakan adalah : a. Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :

1. Wawancara yaitu proses tanyajawab yang dilakukan secara mendalam dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan masalah penelitian


(43)

seperti birokrat dan masyarakat pengungsi bencana yang berasal dari Desa Gurukinayan. Menurut Lincoln dan Guba (dalam A. Sonhadji K.H, 1994) wawancara dinyatakan sebagai suatu percakapan dengan tujuan untuk memperoleh kontruksi yang terjadi sekarang mengenai orang, kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, pengakuan, kerisauan, dan sebagainya.

2. Pengamatan atau observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan mengamati langsung objek penelitian dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkenaan dengan topik penelitian (Bungin,2007). Hal-hal yang diamati di lokasi penelitian adalah mengenai pelaksanaan penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung mulai dari hubungan antara BPBD Kabupaten Karo dengan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Karo dan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo seperti metode berkomunikasi dan berkoordinasi, sumber daya manusia dan sarana prasarana yang dimiliki, kondisi pengungsi bencana erupsi, dan lain-lain.

b. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan bahan kepustakaan yang dapat mendukung data primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan mengguunakan instrumen sebagai berikut :

1. Studi Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang


(44)

penelitian atau sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

2. Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku—buku, karya ilmiah, serta pendapat para ahli yang berkompetensi serta memiliki relevansi dengan masalah yang akan diteliti (Bagong Suryanto, 2005).

III.5. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan metode analisis data kualitatif. Data yang diperoleh, kemudian diolah secara sistematis. Teknik analisis data kualitatif dilakukan dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah data dan menyusunnya dalam satu-satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya, dan memeriksa keabsahan dan serta menafsirkannya dengan analisis sesuai sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian (Moleong, 2006)

Menurut Miles dan Huberman (Sugiono, 2009) terdapat 3 jalur analisis data kualitatif, yaitu :

a. Reduksi Data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.

b. Penyajian Data yaitu kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan dan pengambilan tindakan.


(45)

c. Kesimpulan yaitu penarikan arti data dimana peneliti sudah memulianya sejak pengumpulan data.

Adapun pada saat melaksanakan penelitian, peneliti menemkan hambatan-hambatan dalam memperoleh data-data yang diperlukan peneliti seperti kurangnya ketersediaan waktu yang dimiliki oleh informan penelitian, kurang terbukanya informan penelitian dalam memberikan jawaban dari pertanyaan peneliti namun peneliti tidak pernah bosan dan tetap menggali dengan pertanyaan-pertanyaan yang mendalam sehingga informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh peneliti. Selain itu data-data sekunder yang dibutuhkan seperti profil suatu instansi, rencana kerja, dan lain-lain juga sulit diperoleh dari lokasi penelitian. Hal tersebut menjadikan proses penelitian yang dilakukan peneliti menjadi lebih lama dari yang diperkirakan.


(46)

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN

IV.1. Pemerintahan Kabupaten Karo IV.1.1. Gambaran Umum

Kabupaten Karo atau sering juga disebut dengan Tanah Karo Simalem merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang terletak di dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan. Ibukota dari Kabupaten Karo adalah Kabanjahe. Kabupaten Karo terkenal sebagai daerah penghasil buah-buahan, bunga-bungaan, dan sayur-sayuran dengan mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah dibidang pertanian. Selain itu Kabupaten Karo juga terkenal dengan dua gunung api yang masih aktif yaitu Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak sehingga Kabupaten Karo rawan terhadap gempa vulkanik.

Kabupaten Karo dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Utara. Saat ini Kabupaten Karo sedang dipimpin oleh Terkelin Brahmana sebagai pelaksana tugas Bupati Karo.

IV.1.2. Letak Geografis dan Luas Wilayah

Secara geografis, Kabupaten Karo terletak di antara 2o50’-3o19’ Lintang Utara dan 97o55’-98o38’ Bujur Timur dengan luas wilayah 2.127,25 Km2 atau


(47)

2,97 persen dari luas provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Karo adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Toba Samosir.

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Provinsi Nangroe Aceh Darusalam).

Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 280-1420 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 16,4oC-23,9oC. Seperti halnya daerah lain, Kabupaten Karo juga memiliki iklim tropis dengan dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau.

IV.1.3. Kependudukan

Penduduk Kabupaten Karo termasuk jenis penduduk yang heterogen karena terdiri dari berbagai macam suku yaitu suku Karo sebagai suku mayoritas, suku Toba, Padang, Tionghoa, Jawa dan lain-lain. Hasil sensus penduduk tahun 2010 penduduk Kabupaten Karo berjumlah 350.960. pada tahun 2013, menurut proyeksi penduduk Kabupaten Karo adalah sebesar 363.755 yang mendiami wilayah seluas 2.127,25 Km2 sehingga kepadatan penduduk diperkirakan sebesar 171 jiwa/Km2.


(48)

Dari 17 kecamatan yang dimiliki Kabupaten Karo, tiga kecamatan yang paling banyak jumlah penduduknya tahun 2013 adalah Kecamatan Tigas Panah sebanyak 30.388 jiwa , Kecamatan Berastagi sebanyak 44.091 jiwa, dan kecamatan terpadat yaitu Kecamatan Kabanjahe sebanyak 65.635 jiwa atau 1469 orang per kilo meter persegi. Adapun kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk paling rendah adalah kecamatan Kutabuluh yaitu sebanyak 56 orang per kilo meter persegi.

Data jumlah penduduk Kabupaten Karo tahun 2013 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel IV.1

Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Karo Tahun 2013

No Kecamatan Luas wilayah

(Km2)

Penduduk Kepadatan Penduduk (tiap

Km2)

1 Mardinding 267,11 17.684 66,20

2 Laubaleng 252,60 18.359 72,68

3 Tigabinanga 160,38 2.626 128,61

4 Juhar 218,56 13.726 62,80

5 Munte 125,64 20.404 162,40

6 Kutabuluh 195,70 10.972 56,07

7 Payung 47,24 11.232 237,76


(49)

9 Simpang Empat 93,48 19.707 210,82

10 Naman Teran 87,82 13.263 151,02

11 Merdeka 44,17 13.794 312,29

12 Kabanjahe 44,65 65.635 1 469,99

13 Berastagi 30,50 44.091 1 445,61

14 Tigapanah 186,84 30.388 162,64

15 Dolat Rayat 32,25 8.599 266,64

16 Merek 125,51 18.712 149,09

17 Barusjahe 128,04 22.904 178,88

Jumlah/Total 2013 363.755 99.945 3,64

2012 358.823 98.301 3,65

2011 354.242 94.938 3,68

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo Tahun 2014

Pada tahun 2013 di Kabupaten Karo penduduk laki-laki lebih sedikit dari perempuan, dimana laki-laki berjumlah 180.535 jiwa sedangkan perempuan berjumlah 183.220 jiwa dengan sex rasionya adalah sebesar 98,53. Data jumlah penduduk berdasarkan jumlah kelamin menurut kecamatan dan sex ratio dapat dilihat berdasarkan tabel berikut ini :


(50)

Tabel IV.2

Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin Per Kecamatan di Kabupaten Karo Tahun 2013

No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Penduduk Sex Rasio

1 Mardinding 8.825 8.859 17.684 99,62

2 Laubaleng 9.218 9.141 1.359 100,84

3 Tigabinanga 10.262 10.364 20.626 99,02

4 Juhar 6.823 6.903 13.726 98,84

5 Munte 10.081 10.323 20.404 97,66

6 Kutabuluh 5.425 5.547 10.972 97,80

7 Payung 5.552 5.680 11.232 97,75

8 Tiganderket 6.660 6.999 13.659 95,16

9 Simpang Empat 9.848 9.859 19.707 99,89

10 Naman Teran 6.751 6.512 13.263 103,67

11 Merdeka 6.915 6.879 13.794 100,52

12 Kabanjahe 32.076 33.559 65.635 95,58

13 Berastagi 21.950 22.141 44.091 99,14

14 Tigapanah 15.028 15.360 30.388 97,84

15 Dolat Rayat 4.252 4.347 8.599 97,81

16 Merek 9.584 9.128 18.712 105,00

17 Barusjahe 11.285 11.619 22.904 97,13


(51)

2012 178.073 180.750 358.823 98,52

2011 176.077 178.165 354.242 98,83

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo Tahun 2014

Berdasarkan jumlah rumah tangga, Kabanjahe berada pada posisi pertama yaitu sebanyak 16.586 diikuti Berastagi di posisi kedua sebanyak 11.079 dan yang ketiga yaitu Kecamatan Tigapanah sebanyak 8.564 rumah tangga. Data tersebut dapat dilihat menurut tabel di bawah ini:

Tabel IV.3

Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Per Kecaatan di Kabupaten Karo Tahun 2013

No Kecamatan Jumlah Penduduk

Jumlah Rumah Tangga

Rata-rata Jiwa Per Rumah

Tangga

1 Mardinding 17.684 4.631 3,82

2 Laubaleng 18.359 5.049 3,64

3 Tigabinanga 2.626 6.083 3,39

4 Juhar 13.726 4.416 3,11

5 Munte 20.404 6.055 3,37

6 Kutabuluh 10.972 3.565 3,08

7 Payung 11.232 3.381 3,32

8 Tiganderket 13.659 4.010 3,41


(52)

10 Naman Teran 13.263 3.561 3,72

11 Merdeka 13.794 3.623 3,81

12 Kabanjahe 65.635 16.586 3,96

13 Berastagi 44.091 11.079 3,98

14 Tigapanah 30.388 8.564 3,55

15 Dolat Rayat 8.599 2.326 3,70

16 Merek 18.712 4.738 3,95

17 Barusjahe 22.904 6.655 3,44

Jumlah/Total 2013 363.755 99.945 3,64

2012 358.823 98.301 3,65

2011 354.242 94.938 3,68

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo Tahun 2014

Komposisi penduduk Kabupaten Karo didominasi oleh penduduk berusia muda yaitu usia 0-4 tahun. Adapun distribusi jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia di Kabupaten Karo pada tahun 2013 dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel IV.4

Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur di Kabupaten Karo Tahun 2013

No Kelompok Umur

Laki-Laki Perempuan Laki-laki + Perempuan


(53)

2 5-9 19.984 19.085 39.069

3 10-14 17.799 16.932 34.731

4 15-19 14.672 13.697 28.369

5 20-24 12.852 12.149 25.001

6 25-29 14.099 14.044 28.143

7 30-34 14.796 14.725 29.521

8 35-39 14.188 14.035 28.223

9 40-44 12.533 12.607 25.140

10 45-49 10.131 11.052 21.183

11 50-54 8.418 9.286 17.704

12 55-59 7.160 8.012 15.172

13 60-64 5.248 5.730 10.978

14 65-69 3.269 4.439 7.708

15 70-74 2.130 2.871 5.001

16 75+ 1.733 3.735 5.468

Jumlah/Total 2013 180.535 183.220 363.755

2012 178.073 180.750 358.823

2011 176.077 178.165 354.242

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo Tahun 2014

IV.1.4. Administrasi Pemerintahan Kabupaten Karo

Wilayah pemerintahan Kabupaten Karo sejak tanggal 29 Desember 2006 resmi berubah dari 13 kecamatan menjadi 17 kecamatan. Tahun 2010 juga terjadi pemekaran di beberapa desa sehingga saat ini Kabupaten Karo memiliki 259 desa


(54)

dan 10 kelurahan yang tersebar di 17 kecamatan. Adapun 17 kecamatan tersebut adalah

1. Kecamatan Mardinding 2. Kecamatan Laubaleng 3. Kecamatan Tigabinanga 4. Kecamatan Juhar

5. Kecamatan Munte 6. Kecamatan Kutabuluh 7. Kecamatan Payung 8. Kecamatan Tiganderket 9. Kecamatan Simpang Empat 10.Kecamatan Naman Teran 11.Kecamatan Merdeka 12.Kecamatan Kabanjahe 13.Kecamatan Berastagi 14.Kecamatan Tigapanah 15.Kecamatan Dolat Rayat 16.Kecamatan Merek 17.Kecamatan Barusjahe

Pemerintahan Kabupaten Karo juga terdiri dari beberapa instansi-instansi pemerintah yang secara bersama-sama melaksanakan tugas pokok dan fungsi pemerintahan yaitu :

1. Dinas Pendidikan 2. Dinas Kesehatan


(55)

3. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja 4. Dinas Perhubungan

5. Dinas Komunikasi, Informasi dan PDE 6. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 7. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 8. Dinas Pekerjaan Umum

9. Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan 10.Dinas Pertanian dan Perkebunan

11.Dinas Peternakan dan Perikanan 12.Dinas Kehutanan

13.Dinas Pertambangan dan Energi

14.Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah 15.Dinas Kebersihan dan Pertamanan

16.Dinas Kepemudaan dan Olah Raga

Adapun lembaga teknis daerah yang ada di Kabupaten Karo adalah sebagai berikut :

1. Badan Perencanaan Pembangunan

2. Badan Kesatuan Bangsa, Politikdan Perlindungan Masyarakat 3. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa 4. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana 5. Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan

6. Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan 6.a. Badan Penanggulangan Bencana Daerah


(56)

7. Inspektorat Kabupaten

8. Kantor Kearsipan, Perpustakaan dan Dokumentasi 9. Kantor Ketahanan Pangan

10. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja 11. Kantor Lingkungan Hidup

12. Rumah Sakit Umum

IV.2. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo

IV.2.1. Sejarah Berdirinya BPBD Kabupaten Karo

Kabupaten Karo merupakan daerah yang memiliki kondisi geografis, geologis, dan hidrologis yang berpotensi rawan bencana seperti gunung berapi, angin topan, kekeringan, tanah longsor, kebakaran hutan, dan faktor alam lainnya. Pada tahun 2010 Kabupaten Karo dilanda bencana alam dalam skala besar yaitu erupsi Gunung Sinabung yang mengakibatkan kerusakan lahan pertanian dan perumahan sehingga masyarakat yang tinggal di daerah sekitar Gunung Sinabung harus diungsikan ke daerah-daerah yang lebih aman. Berselang tiga tahun kemudian yaitu tahun 2013 Gunung Sinabung kembali menunjukkan aktivitas vulkaniknya yang lebih dahsyat dengan jangkauan jarak awan panas dan lahar dingin yang semakin luas sehingga jumlah korban pengungsi dari erupsi gunung tersebut juga semakin banyak.

Penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung yang terjadi pada tahun 2010 dan 2013 silam dilaksanakan oleh jajaran pemerintahan Kabupaten Karo yang turut dibantu oleh BNPB, dan BPBD Provinsi Sumatera Utara. Dimana pada


(57)

masa tersebut Kabupaten Karo memang belum membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerahnya sendiri padahal Gunung Sinabung pada kala itu sering sekali menunjukkan aktivitas vulkaniknya seperti letusan abu vulkanik, gempa vulkanik, banjir lahar dingin, serta potensi bencana yang lain.

Melihat kejadian tersebut pemerintah Kabupaten Karo sadar bahwa sangat diperlukan sekali suatu lembaga perangkat daerah yang menangani urusan di bidang penanggulangan bencana. Hal ini penting agar penanganan bencana dapat terlaksana secara sistematis, terpadu dan terkoordinasi. Oleh karena itu pada tanggal 22 Januari Tahun 2014 Pemerintah Daerah Kabupaten Kato menetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah (BPBD) Kabupaten Karo Nomor 19 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Karo. Dalam Perda tersebut yaitu pasal 1 dan 2 menjelaskan bahwa adanya penambahan lembaga teknis daerah yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo dan perubahan selanjutnya yaitu perubahan lembaga teknis Inspektorat Kabupaten menjadi Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat.

Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten Karo mulai melaksanakan fungsinya sebagai koordinator dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung adalah sejak tanggal 24 Mei Tahun 2014 silam. Hal ini terjadi karena pada tanggal tersebutlah secara sah Komandan satuan tugas nasional penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung yaitu Kepala BNPB menyerahkan penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung dilaksanakan oleh Pemerintahan Daerah Kabupaten Karo, kemudian Bupati Kabupaten Karo


(58)

tersebut. Selanjutnya pemerintah Kabupaten Karo berharap penanganan bencana Erupsi Gunung Sinabung dan potensi bencana yang lain akan dapat terlaksana dengan terpadu dan lebih baik.

Perlu diketahui bahwa dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana bahwa BPBD pada umumnya memiliki tiga fungsi utama dalam penanganan bencana yaitu fungsi komando, koordinasi dan pelaksana. Dalam penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung tahun 2014, BPBD Kabupaten Karo hanya melaksanakan dua fungsi yaitu fungsi koordinasi dan fungsi pelaksana. Adapun fungsi komando dilaksanakan oleh Ketua Dandim 0205 Tanah Karo sebagai Komandan tanggap darurat penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung. Pemerintah Kabupaten Karo melihat penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung harus dilaksankan dengan cepat sehingga Ketua Dandim 0205 Tanah Karo dianggap lebih tepat untuk menjalankan fungsi komando tersebut. Menanggapi hal tersebut, menurut BPBD Kabupaten Karo dan instansi dinas yang lain tidak ada masalah karena dalam penetapan komando pada tim tanggap darurat dalam suatu bencana adalah suatu kebijakan dari kepala pemerintah daerah.

IV.2.2. Visi dan Misi

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo memiliki visi “Mewujudkan Ketangguhan dan Kesiapsiagaan Kabupaten Karo dalam Menghadapi Bencana”.


(59)

Untuk membantu pencapaian visi tersebut, ada 3 misi yang harus dilaksanakan yaitu :

1. Melindungi masyarakat dari ancaman bencana melalui pengurangan resiko bencana.

2. Membangun sistem dan penguatan kapasitas penanggulangan bencana yang handal.

3. Menyelenggarakan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, menyeluruh dan berbasis masyarakat.

IV.2.3. Profil BDBD Kabupaten Karo

Tabel IV.5

Data Jumlah SDM BPBD Kabupaten Karo Tahun 2015

No Nama NIP Gol Jabatan

1. Ir. Subur Tambun, MM 19611214

198910 1 002

IV/c Kepala Pelaksana

2. Drs. Jhonson Tarigan 19640519

199303 1 004

IV/a Sekretaris

3. Ruslely Br Sitepu 19651231

199403 2 028

III/c Kasubbag Umum

4. Seriawani Br Ginting, SH

19650323 198602 2 002

III/d Kasubbag Keuangan


(60)

Habeahan, A.Md 201101 2 004 6. Berta Br Surbakti,

A.Md

19810221 201001 2 018

II/d Staf Sekretariat

7. Winda Ansari Br Ginting, A.Md

19850609 201001 2 034

II/d Staf Sekretariat

8. Phoppy Maria Br Simarmata, SE

- - Staf Sekretariat

(Honorer)

9. M. Rizky - - Staf Sekretariat

(Honorer)

10. Bintang Surbakti - - Staf Sekretariat

(Honorer) 11. A Rachman Putra

Brahmana

- - Staf Sekretariat

(Honorer)

12. Nettta Siregar - - Staf Sekretariat

(Honorer) 13. Jefri Cornelius

Sebayang

- - Staf Sekretariat

(Honorer)

14. Susilawati - - Staf Sekretariat

(Honorer)

15. Ardiansyah - - Staf Sekretariat

(Honorer)

16. Rinto Ginting, SH 19810302

200502 1 001

III/c Kabid Kedaruratan dan Logistik 17. Riwanda Ketaren, SH 19770909 III/c Kasi. Kedaruratan


(61)

199803 1 002 18. Damayanti Siregar,

ST, M.I.L

19810713 200803 2 001

III/c Kasi. Logistik

19. Beratayuda Perangin-angin, A.Md

19831103 200805 1 001

II/d Staf Bid.

Kedaruratan dan Logistik

20. Victor Suranta Ginting 19790902 200901 1 006

II/b Staf Bid.

Kedaruratan dan Logistik

21. Amri Purba 19830805

200901 1 007

II/b Staf Bid.

Kedaruratan dan Logistik

22. Reinhard Ojahan Lingga

- - Staf Bid.

Kedaruratan dan Logistik (Honorer) 23. Haris Rinaldy

Sinulingga, SE

- - Staf Bid.

Kedaruratan dan Logistik (Honorer) 24. Suharta Sembiring, ST 19710906

200502 1 001

III/c Kabid. Rehabiliitas dan Rekonstruksi 25. Lely Junita Br Ginting,

ST

19780604 200903 2 005

III/c Kasi. Rekonstruksi


(62)

200212 1 004 Rehabiliitas dan Rekonstruksi 27. Ebenneser Suranta

Sitepu, ST

19821020 201101 1 011

III/a Staf Bid.

Rehabiliitas dan Rekonstruksi 28. Meily Nita Meliala,

S.Psi

- - Staf Bid.

Rehabiliitas dan Rekonstruksi (Honorer) 29. Sempurna

Singarimbun

19731001 199303 1 003

III/b Kasi. Kesipasiagaan

30. Samson Tarigan, SP 19730214

200801 1 001

III/a Staf Bid.

Pencegahan dan Kesipasiagaan

31. Markus 19761006

201001 1 010

II/b Staf Bid.

Pencegahan dan Kesipasiagaan

32. Herison Ginting, SH 19770501

200801 1 0002

III/a Staf Bid.

Pencegahan dan Kesipasiagaan

33. Rani Aurora Barus - - Staf Bid.

Pencegahan dan Kesipasiagaan (Honorer)


(63)

34. Jhon Kristo Sembiring Kembaren

- - TRC (Tim Reaksi

Cepat) 35. Bram Jeremia

Brahmana

- - TRC (Tim Reaksi

Cepat) 36. Leymart Leonardo

Surbakti

- - TRC (Tim Reaksi

Cepat) 37. Florida Br Pinem,

S.Sos

- - TRC (Tim Reaksi

Cepat) 38. Gedli Ramadhana S

Kembaren

- - TRC (Tim Reaksi

Cepat)

39. Niconta Purba - - TRC (Tim Reaksi

Cepat)

40. Danni Purba - - TRC (Tim Reaksi

Cepat)

41. Welkandris Sembiring - - TRC (Tim Reaksi

Cepat) 42. Desnatanael Firdaus

Sinuraya, SH

- - TRC (Tim Reaksi

Cepat)

43. Victor Francius Sitepu - - TRC (Tim Reaksi

Cepat)

Sumber : BPBD Kabupaten Karo


(64)

pencegahan dan kesiapsiagaan, pegawai di bidang pencegahan, dan pegawai di seksi rehabilitasi. Selain itu, pegawai yang ada juga sebagian besar adalah tenaga honorer. Adapun pada pegawai harian lepas seperti Tim Reaksi Cepat (TRC) masih sangat dibutuhkan oleh BPBD Kabupaten Karo karena tim inilah yang tugasnya bergerak di lapangan apabila terjadi bencana. Jumlah yang dibutuhkan pada TRC ini adalah sekitar 30 orang dan berpengalaman dalam penanggulangan bencana. Berikut bagan struktur organisasi BPBD Kabupaten Karo.


(65)

Gambar IV.1

Struktur Organisasi BPBD Kabupaten Karo

Sumber : BPBD Kabupaten Karo

BADAN PENANGGULANGAN BENCANA KABUPATEN KARO

KEPALA

UNSUR PELAKSANA KEPALA PELAKSANA BPBD UNSUR PENGARAH BPBD

SEKRETARIAT SUB BAGIAN UMUM SUB BAGIAN PROGRAM SUB BAGIAN KEUANGAN KELOMPOK UNSUR PENGARAH BPBD BIDANG REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI BIDANG KEDARURATAN DAN LOGISTIK SEKSI KEDARURATAN

SEKSI LOGISTIK SEKSI LOGISTIK SEKSI LOGISTIK BIDANG PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN SEKSI PENCEGAHAN SEKSI PENCEGAHAN SATUAN TUGAS


(66)

IV.2.4. Tugas Pokok dan Fungsi

Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah (BPBD) Kabupaten Karo Nomor 19 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Karo, maka BPBD Kabupaten Karo mempunyai tugas antara lain :

a. Menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana; b. Menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulaangan

bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara;

c. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana; d. Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah; e. Menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan

bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan;

f. Melaksanakan, mengendalikan pengumpulan dan penyaluran bantuan uang dan barang;

g. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumbangan pihak lain yang sah serta tidak mengikat; h. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan/peraturan

perundang-undangan; dan

i. Melaporkan penyelenggaraan, penanggulangan bencana kepada Bupati setiap bulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana.


(67)

Untuk menyelenggarakan tugas pokoknya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo mempunyai fungsi :

a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi secara cepat, tepat, efektif dan efisien; dan

b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.

(1) Kepala Pelaksana

Kepala Pelaksana mempunyai tugas pokok memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang penanggulangan bencana secara terintegrasi yang meliputi prabencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana.

Dalam melaksanakan tugas pokok, Kepala Pelaksana menyelenggarakan fungsi :

a. Penetapan rumusan kebijakan rencana dan program penanggulangan becana.

b. Penetapan rumusan kebijakan pengkoordinasian penyelenggaraan penanggulangan bencana.

c. Penetapan rumusan kebijakan pengomandoan penyelenggaraan

penanggulangan bencana.

d. Penetapan rumusan kebijakan pelaksanaan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.


(68)

e. Penetapan rumusan kebijakan evaluasi dan pelaksanaan tugas penanggulangan bencana.

f. Pelaksanaan tugas dinas lain sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya. g. Pelaksaanaan koordinasi/kerjasama dan kemitraan dengan unit

kerja/instansi/lembaga atau pihak ketiga di bidang penanggulangan bencana.

(2) Sekretariat

Sekretariat unsur pelaksana dipimpin oleh seorang sekretaris yang memiliki tugas pokok memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang pengelolaan pelayanan kesekretariatan yang meliputi pengkoordinasian penyusunan program, pengelolaan umum, kepegawaian, pengelolaan keuangan dan pengembangan pola kerjasama penanggulangan bencana.

Adapun fungsi yang harus dilaksanakan Sekretaris adalah :

a. Penetapan penyusunan rencana dan program kerja pengelolaan pelayanan kesekretariatan.

b. Penetapan rumusan kebijakan koordinasi penyusunan program dan penyelenggaraan tugas-tugas Bidang secara terpadu.

c. Penetapan rumusan kebijakan pengelolaan administrasi umum dan kerumahtanggaan.

d. Penetapan rumusan kebijakan pengelolaan kelembagaan dan


(69)

e. Penetapan rumusan kebijakan pengelolaan administrasi kepegawaian dan keuangan Badan.

f. Penetapan rumusan kebijakan pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas Badan.

g. Penetapan rumusan kebijakan pengkoordinasian publikasi pelaksanaan tugas Badan.

h. Penetapan rumusan kebijakan pengkoordinasian penyusunan dan penyampaian bahan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan.

i. Pelaporan pelaksanaan tugas pengelolaan kesekretariatan.

j. Evaluasi pelaksanaan tugas pengelolaan pelayanan kesekretariatan. k. Pelaksanaan tugas dinas lain sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.

l. Pelaksanaan koordinasi/kerjasama dan kemitraan dengan unit

kerja/instansi/lembaga atau pihak ketiga di bidang pengelolaan pelayanan kesekretariatan.

(3) Kepala Sub Bagian Penyusunan Program

Kepala Sub Bagian Penysusuna Program mempunyai tugas pokok merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas pelayanan dan pengkoordinasian penyusunan rencana dan program Badan.

Dalam melaksanakan tugas pokoknya tersebut, Kepala Sub Bagian Penysusuna Program menyelenggarakan fungsi :

a. Penyusunan rencana dan program kerja operasioal kegiatan pelayanan dan pengkoordinasian penyusunan rencana dan program kerja Badan.


(1)

BAB VI

PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakuakan oleh peneliti, koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung masih belum maksimal. Peran BPBD Kabupaten Karo sebagai koordinator dan pelaksanan dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung sangat dibutuhkan demi keharmonisan kinerja dari tim penanggulangan bencana tersebut. Namun karena BPBD Kabupaten Karo merupakan suatu lembaga daerah yang baru dibentuk sehingga belum berpengalaman dalam hal penanggulangan bencana. Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) serta sarana dan prasarana yang tidak memadai di BPBD Kabupaten Karo juga menjadikan kurang efektifnya BPBD Karo dalam melaksanakan tupoksinya sebagai koordinator dan pelaksana penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung.

Dalam hal koordinasi ekternal yang dilaksanakan BPBD Kabupaten Karo pada penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung jika dilihat dari mekanisme koordniasi yang dilakukan memang sudah cukup baik. Namun dalam hal berkomunikasi dengan instansi lain seperti Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Karo, Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, TAGANA Kabupaten Karo masih terlihat kurang sehingga menjadikan adanya egosektoral masing-masing


(2)

Sedangkan koordinasi pemberian bantuan seperti bantuan logistik dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat pengungsi bencana erupsi Gunung Sinabung khususnya masyarakat pengungsi dari Desa Gurukinayan ung sudah cukup bagus. Dimana pemenuhan kebutuhan yang dibutuhkan pengungsi selama beradadi pos pengungsiansudah terpenuhi dengan baik.

VI.2 Saran

Koordinasi BPBD Kabupaten Karo dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung pada tahap selanjutnya diharapkan dapat berjalan dengan maksimal yang didukung dengan Sumber Daya Manusia (SDM) dan sarana prasarana kantor yang lebih lengkap dan memadai.

Begitu juga koordinasi BPBD Kabupaten Karo dengan dinas-dinas pemerintah Kabupaten Karo diharapkan dapat lebih bersinergi dengan menjalin komunikasi yang baik dan menjadikan adanya rasa saling membutuhkan antara satu instansi dengan instansi yang lain dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung.

Pendidikan dan pelatihan tentang siaga bencana juga sangat penting dilakukan bagi BPBD Kabupaten Karo khususnya dan instansi-instansi pemerintah Kabupaten Karo secara umum yang terlibat dalam penangggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung sehingga dapat menambah pengetahuan dan pemahaman bagi BPBD Kabupaten Karo dan instansi lain tersebut dalam melaksanakan penanggulangan bencana di Kabupaten Karo.


(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Arsyad, Azhar. 2002. Pokok-Pokok Manajemen, Pengetahuan Praktis Bagi Pimpinan dan Eksekutif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

BNPB. 2014. Info Bencana-Edisi Desember 2014. Jakarta: Pusat Data Informasi dan Humas BNPB.

Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Fuad, M, dkk. 2006. Pengantar Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama..

Handayaningrat, Soewarno. 1986. Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Gunung Agung.

Hasibuan, Melayu S.P, 2011. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah-Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Moekijat. 1985. Dasar-Dasar Administrasi dan Manajemen Perusahaan.

Bandung: Mandar Maju

Moleong, Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mana University Press


(5)

Siagian, Sondang P. 1991. Administrasi Pembangunan. Jakarta: Gunung Agung

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES.

Sugandha, Dann. 1991. Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi.

Jakarta : Intermedia.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial:Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Prenada Media.

Syafiie, Inu Kencana. 20003. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI). Jakarta: Bumi Aksara.

Perundang-undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 1 Tahun 2014 Tentang tentang Perubahan atas Peraturan Daerah (BPBD) Kabupaten Karo Nomor 19 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Karo.


(6)

Sumber lain

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2014. Info Bencana,

Unsyiah. 2006.

Pengurangan Bencana di Asia dan Pacific,

diakses pada 2 Februari 2015.

Maret 2015.

Website Kabupaten Karo. 2014. Posko Satuan Tugas Nasional Penanggulangan Bencana Erupsi Gungapi Sinabung,