Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana kita ketahui bahwa badai krisis berkepanjangan yang melanda negara kita belum sepenuhnya berakhir. Justru jika kita simak lebih jauh badai krisis yang pada awalnya hanya menimpa bidang ekonomi dan moneter telah telah lahirnya krisis baru di berbagai bidang kehidupan atau sering disebut krisis multi dimensial yang akhirnya sedemikian rupa permasalahan-permasalahan pembangunan harus diselesaikan. Permasalahan pembangunan yang dimaksud diantaranya adalah masalah kemiskinan dan peluang untuk mendapatkan usaha penghidupan yang mantap. Salah satu usaha yang sangat sederhana dan ada disemua jajaran kota dalam meningkatkan kesejahteraan dan untuk mencukupi kehidupan sehari-hari becak menjadi salah satu usaha sarana transportasi masyarakat terutama karena kemampuannya untuk beroperasi di daerah yang berbukit-bukit yang tarifnya cukup murah. Implementasi dari kutipan diatas harus kita akui bahwa pembangunan ekonomi sampai saat ini belum mampu mengantar masyarakat secara umum dalam memcapai tujuan kesejahteraan masyarakat. Sebagai salah satu penyebab diantaranya adalah rendahnya tingkat dan mutu pendidikan dan pengetahuan serta ketrampilan masyarakat disamping belum dikembangkannya suasana yang dapat membangkitkan peranan aktif dan dinamis dalam lapangan pekerjaan. Dalam perkembangan ekonomi biasanya diikuti dengan perubahan status pekerjaan yang ditandai dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja disektor formal dan informal. Tenaga kerja disektor informal masih lebih tinggi dari pada di sektor formal. Kondisi ini disebabkan antara lain: 1. Kecepatan tranformasi tenaga kerja yang mana lebih tinggi 2. Sektor informal masih dibutuhkan pada mendatang dalam rangka menampung tenaga kerja. Secara umum sektor informal didaerah perkotaan dipandang sekedar melakukan peran masyarakat pasar periferial yang tidak melakukan prinsip-prinsip ekonomi pasar modern, dengan aneka ragam usaha dibidang pelayanan dan jasa pada tingkat bawah. Sebagiamana dikemukakan diatas, sektor informal memberikan kontribusi yang cukup bagi stabilisasi perekonomian didesa maupun diperkotaan dengan membuka katub pengaman masalah pengembangan ekonomi yang lebih maju. Tinggal permasalahannya sejauh mana berpihak kebijakan pemerintah untuk memberdayakan dan mengfungsikan peran mereka dalam membangun dan mengisi dinamika kota. Salah satu sektor usaha yang menonjol di kota - kota baik kota kecil maupun kota besar yakni para pengguna jasa yang saat ini adalah dengan adanya muncul perubahan Becak Manual Engkol menjadi Becak Motor CAKTOR atau becak yang dimodifikasi dengan memakai mesin yang mana saat ini menjadi gejolak permasalahan terjadi di Kabupaten Magetan. Dalam hal ini tidak dipungkiri bahwa penjual jasa becak karena juga dituntut perkembangan ekonomi yang lebih maju namun disisi lain juga merupakan delima dengan penjual jasa yang lain yakni Angkutan Kota. Belum lama berselang di Kabupaten Magetan tuntutan dari kedua belah pihak pun telah terjadi yang disuarakan melalui unjuk rasa demo antara pengguna jasa Angkutan Kota dengan Becak Motor Caktor . Disisi lain Caktor mengingin kan kemajuan setingkat dari manual ke tehnis mesin disisi lain pengguna jasa Angkutan Kota merasa trayeknya merasa diserobot oleh Caktor. Selanjutnya keberadaan becak kayuhengkol di Kabupaten Magetan terdapat paguyubanya yakni : Paguyuban Becak dan Becak Motor mengikuti perkembangan yang mana akhirnya becak di modifikasi dengan memakai mesin yang dinamakan Becak Motor CAKTOR dan bukan BENTOR . CAKTOR bukan BENTOR keduanya ada kesamaan secara linguistic, namun ada celah perbedaan yang mendasar keberadaannya yaitu : CAKTOR adalah becak hasil rakitan, atau hasil modifikasi becak kayuh engkol dengan diesel memakai mesin, sedangkan BENTOR adalah rakitan, atau hasil modifikasi sepeda motor dengan Performance Becak, lazimnya alat angkut ini difungsikan ditempat berbukit, ataupun pegunungan. Contoh Caktor sepertinya diwilayah Jawa Timur yaitu di Kabupaten Nganjuk, Blitar dan yang cukup lumayan banyak adalah di daerah kota Lamongan serta luar jawa, ada juga di Aceh atau Daerah Kabupaten pegunungan lain yang mana sampai saat ini terlihat di media elektronik. Setelah beberapa saat keberadaan Caktor di Kabupaten Magetan akhirnya mendapat kecaman dari pihak jasa Angkutan Kota Angkot , yang mana sempat terjadi perang mulut dan bahkan lagi hamprr terjadi bentrok fisik diantara kedua belah pihak. Kejadian bentrok tersebut sering terjadi karena permasalahan penumpang yang mana dari angkot merasa diserobot oleh caktor, namun bentrok pisik tidak sampai terjadi karena permasalahan sementara dapat dilerai oleh teman-teman sesamanya. Kejadian seringnya bentrok diawali pada sekitar pertengahan bulan Januari 2010. Setelah mendapat kecaman protes dari pihak Asosiasi Jasa Angkutan Kota akhirnya pihak Caktor pada tanggal, 1 Pebruari 2010 menyampaikan unjuk rasa balas ke DPRD Kabupaten Magetan. Dalam orasinya yang disampaikan di halaman Pemda Paguyuban Caktor Kabupaten Magetan yang diketuai oleh Subandi yang didukung juga oleh dr. Mateus Ts dari LSM Aksi Solidaritas Aspirasi Rakyat Kabupaten Magetan secara tertulis dan dalam orasinya menyampaikan permohonan kepada Pemerintah khususnya di Kabupaten Magetan agar dapatnya menerbitkan Payung Hukum insan Pengemudi Becak Motor CAKTOR dalam mencari nafkahnya bisa merasa aman dan tentram. Permohonan juga disampaikan ke jajaran Kepolisian POLRES Magetan dan Dinas Perhubungan Kabupaten Magetan agar dapatnya menerapkan Undang-undang Lalu lintas dengan rasa persuasive dan educative. Dalam penyampaian tertulisnya juga disampaikan oleh Mateus antara legal dan ilegal yakni : “ Dengan selayaknya masih ada celah perangkat hukum yang belum lengkap atau lemah, maka Law Enforment Penegakan Hukum tidak bisa serta merta mengacu proporsional. Suatu contoh keberadaan CAKTOR di Magetan khususnya, maka segala hal harus diformulasikan dengan konkrit menggunakan Chek and Balance Sosial Budaya yang mempertimbangkan aspek kehidupan masyarakat pluralistic “. Sudah selayaknya Becak Motor Caktor di Kabupaten Magetan mendapatkan Payung Hukum dari Pemerintah tentunya hendak memberikan Garansi Proteksitas insan Pengemudi Becak Motor dengan rasa aman, tentram dan nyaman seperti halnya kota lain seperti Madiun, Ponorogo, Pacitan, Nganjuk, Lamongan, Jombang, Kediri, Tulungagung, Blitar dan lainnya. Mereka hidup sangat rukun dan damai diantara insane komunitas pengemudi becak motor dengan komunitas angkutan umum, hal ini merupakan cermin indahnya sosial budaya yang tidak pernah luntur. Disampaikan juga kepihak Pemda bahwasanya posisi Ojek dimata hukum ojek merupakan suatu angkutan umum yang juga melawan hukum, awalnya sepeda motor merupakan angkutan pribadi namun menjilma angkutan umum. Bahkan Dirjenhub Darat RI tidak pernah menerbitkan ijin trayek untuk Ojek, inilah merupakan celah hukum yang belum akomodatif, secara fakta seharusnya mengacu pada educative atau persuasive dan sangat tidak ungkin Penegakan Hukum dirasakan dengan cara Represif. Kendaraan Caktor lainnya ini juga banyak ditemui beroperasi di kota- kota besar antara lain di Gorontalo dan Medan juga Jakarta belahan pinggiran. Caktor merupakan modifikasi dari becak yang digabungkan dengan sepeda motor, baik dibagian depan, belakang maupun samping. Untuk menarik minat pada calon penumpang para pemilik berlomba-lomba mempercantik diri dengan memakai asesoris untuk melengkapi penampilan mereka, mulai dari pemilihan jenis motor hingga perlengkapan jok dan audio yang sangat nyaman. Sayangnya para pembuat bentor kurang memperhatikan aspek keselamatan dan aspek yuridis. Mensikapi hal tersebut secara umum bagi pengguna jasa lebih efisien dan efektif memilih Caktor dari pada naik jasa Angkutan kota karena pengguna jasa Caktor dipandang lebih cepat berangkat dan sampai ditujuan yang lebih lagi ke titik tujuan, namun jasa angkutan kota masih menunggu antrian penumpang penuh baru berangkat dan tidak sampai ke titik tujuan. Fenomena tersebut memang menarik untuk diteliti dalam me ngetahui sejauh mana Pemerintah Kota Magetan dalam membijaki keadaan dan kenyataan yang saat ini baru muncul permasalahan konflik diantara pengguna jasa Angkutan Kota dan Caktor atau sebaliknya. Dengan munculnya konflik permasalahan yang ada ini akhirnya disuarakan lewat demo unjuk rasa baik yang dilaksanakan dari pihak jasa angkutan kota maupun dari pihak abang becak. Unjuk rasa ini disampaikan ke Eksekutif maupun Legislatif dengan rekapitulasi kejadian tuntutan yang disampaikan sebagai berikut : 1. Tanggal, 1 Pebruari 2010 oleh Becak Motor Caktor ke DPRD ; 2. Tanggal, 8 Maret 2010 oleh Jasa Angkutan Kota ke Pemda ; 3. Tanggal, 9 Maret 2010 oleh Becak Motor Caktor ke Pemda ; 4. Tanggal, 26 Maret 2010 oleh Angkutan Kota ke Pemda ; 5. Tanggal, 29 Maret 2010 oleh Becak Motor dan Angkot musyawarah ke Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika ; 6. Tanggal, 6 April 2010 oleh Becak Motor ke Dinas Perhubungan.

B. Rumusan Masalah