_AANG_SRITI Kontrol Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Perguruan Tinggi di Indonesia
Kontrol Pengembangan
Teknologi Informasi dan Komunikasi
Perguruan Tinggi di Indonesia
1)
A'ang Subiyakto 1)
Program Studi Sistem Informasi,Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat, Jakarta
Telp. 021-7401925 Ext. 1214
E-mail : [email protected]
Abstrak
Sekarang, perguruan tinggi sebagai penyelenggara
pendidikan tinggi telah dan sedang mengalami perubahan
paradigma, pengelolaan dan persaingan dengan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) sebagai salah satu
katalisator perubahannya. Berdasarkan Matrik McFarlan,
perguruan tinggi termasuk organisasi di kuadran
turnaround, di mana penerapan dan pemanfaatan TIK
secara langsung memberikan keunggulan kompetitif
meskipun eksistensinya tidak tergantung kepada TIK.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana jenis organisasi
ini dapat mengambil manfaat terkait peranan strategis TIK.
Untuk itu, perguruan tinggi harus terlebih dahulu berhasil
mengembangkannya di lingkup bisnisnya. Hanya saja,
beberapa hasil penelitian menunjukan tingkat kegagalan
yang signifikan. Paper ini mengkaji peranan strategis TIK,
gambaran tingkat keberhasilan pengembanganya di
berbagai negara dan salah satu metode kontrol
pengembangan TIK yang diusulkan sebagai arahan studi
lanjutan ke dalam tema kontrol pengembangan TIK
perguruan tinggi di Indonesia dalam rangka meningkatkan
keberhasilan pengembangan TIK sejalan upaya
peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi
yang unggul.
Kata Kunci : keberhasilan, kontrol perguruan tinggi, TIK,
1. Pendahuluan
Salah satu tujuan pendidikan tinggi di Indonesia
adalah mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta
mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan
nasional [1]. Sekarang, perguruan tinggi sebagai
penyelenggaranya telah dan sedang mengalami perubahan
paradigma, pengelolaan dan persaingan [2] [3]. Salah satu
katalisator perubahan tersebut adalah TIK [4]. Jenis
teknologi ini telah menjadi salah satu faktor kunci strategi
bersaing dalam bisnis walaupun secara umum hanya 3%
sampai
8%
pendapatan
dari
penerapan
dan
pemanfaatannya, tetapi TIK tidak dapat dipisahkan dalam
operasional bisnis [5] termasuk juga penyelenggaraan
pendidikan di perguruan tinggi [6]. Grindley [7]
menyebutkan satu-satunya sasaran yang tepat dari TIK
adalah membantu pengguna memperoleh peningkatan
kinerja yang tidak mungkin dan tidak ekonomis bila tanpa
TIK. Untuk mencapai sasaran tersebut, perguruan tinggi
harus terlebih dahulu berhasil menerapkan TIK di lingkup
sistem kerjanya [8] [9].
Secara prinsip, peranan TIK berbeda dari satu
organisasi ke organisasi lainnya termasuk bagi perguruan
tinggi dan paling tidak ada dua hal yang menyebabkan
demikian, yaitu seberapa besar ketergantungan sebuah
organisasi terhadap keberadaan TIK dalam penciptaan
produk atau jasa sehari-harinya dan seberapa besar
perkembangan TIK dapat menciptakan atau meningkatkan
keunggulan kompetitif [10]. Berdasarkan Matrik McFarlan
[11], perguruan tinggi termasuk salah satu jenis organisasi
di kuadran turnaround di mana penerapan dan
pemanfaatan TIK secara langsung memberikan
keunggulan kompetitif meskipun eksistensi lembaga ini
tidak tergantung kepada TIK.
Perkembangan terakhir, keberhasilan penerapan dan
pemanfaatan TIK dalam berbagai bentuknya telah menjadi
salah satu tolok ukur performansi pengelolaan perguruan
tinggi di tingkat nasional maupun internasional. Secara
nasional dapat dilihat pada akreditasi Badan Akreditasi
Nasional Perguruan Tinggi (BANPT) Departemen
Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) [12] dan di tingkat
internasional dalam bentuk perangkingan perguruan tinggi,
seperti The Webometriclab [13] dan The Times Higher
Education Supplement (THES) [14]. Gambaran hasilnya
pada tahun 2008 adalah hanya 5 perguruan tinggi yang
meraih nilai A [15] secara nasional dan di tingkat
internasional 17 perguruan tinggi masuk 5000 teratas, 2 di
antaranya masuk 100 teratas di Asia oleh The
Webometriclab [16].
Terkait hal tersebut dan mengambil pelajaran dari
gambaran keberhasilan pengembangan TIK di berbagai
organisasi berdasarkan survei oleh Standish Group [17]
[18], The Robbins-Gioia Survey dan The Conference
Board Survey di Amerika [17], The OASIG Study di
Inggeris, The KPMG Canada Survey di Canada [17],
kontrol pengembangan TIK perguruan tinggi di Indonesia
menjadi menarik untuk dilakukan untuk dapat diketahui
faktor-faktor keberhasilan apa yang berpengaruh di dalam
proses pengembangannya. Harapannya di masa mendatang
menjadi bahan referensi bagi institusi perguruan tinggi di
Indonesia dalam meningkatkan tingkat keberhasilan
pengembangan TIK sejalan dengan upaya meningkatkan
kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi yang unggul
sesuai Higher Education Long Term Strategy (HELTS)
2003-2010 DEPDIKNAS [19].
menjalankan bisnisnya bahkan menjadikannya sebagai
senjata utama dalam persaingan bisnis, tentunya dapat
dibayangkan bagaimana sebuah bank tanpa fasilitas
automatic teller machine (ATM) pada awal ditemukannya
teknologi ini.
2. Peranan TIK bagi Perguruan Tinggi
Ide mendasar penggunaan teknologi oleh manusia
adalah sebagai alat bantu pencapaian tujuan. Demikian
juga bagi perguruan tinggi, penerapan dan pemanfaatan
TIK jika dihubungkan dengan kondisi sekarang adalah
bahwa manajemen perguruan tinggi dapat memperoleh
manfaat pengembangannya sebagai alat bantu sistem kerja
operasional dengan mengintegrasikan sistem kerja
pengolahan data, administrasi dan pengambilan keputusan
dengan cepat dan akurat. Selanjutnya menjadikannya
strategi pengembangan SI secara berkelanjutan ini menjadi
strategi memenangkan persaingan dalam bentuk
penciptaan produk layanan baru menjadi daya saing
menghadapi kompetisi sekaligus menjadi upaya
pengendalian arah bisnis [20].
Secara prinsip, peranan sebuah TIK berbeda bagi satu
organisasi ke organisasi lainnya. Demikian juga bagi
perguruan tinggi, peranan TIK pada organisasi ini
memiliki perbedaan jika dibandingkan dengan kepentingan
sebuah perusahaan perbankan atau bahkan perusahaan
pabrikasi. Warren McFarlan [11] menyatakan bahwa
terdapat paling tidak dua hal yang menyebabkan hal ini.
Pertama, seberapa besar ketergantungan organisasi
terhadap keberadaan TIK dalam penciptaan produk atau
jasa sehari-harinya, dan kedua, tergantung seberapa besar
perkembangan TIK dapat menciptakan atau meningkatkan
keunggulan kompetitif [10].
Matrik McFarlan (Gambar 1) memperlihatkan
bagaimana memposisikan TIK terkait penyelenggaraan
pedidikan tinggi sebagai dasar perencanaan dan
pengembangannya.
Bagian
matrik
pertama
memperlihatkan bagaimana peranan TIK sebagai tulang
punggung dalam operasional bisnis sekaligus menentukan
eksistensi perusahaan (strategic). Organisasi atau
perusahaan perbankan termasuk dalam bagian matrik ini.
Perusahaan jenis ini secara signifikan memiliki keharusan
untuk menerapkan dan memanfaatkan TIK. Eksistensi
perusahaan jenis ini sangat tergantung dengan TIK dalam
Gambar 1. Matrik Strategis TIK [11]
Hal ini memperlihatkan bahwa setiap perusahaan
pada bisnis ini berlomba untuk menarik calon pelanggan
dengan pengembangan secara inovatif TIK-nya secara
berkelanjutan pada tingkat pelayanan . Alasan untuk ini
adalah bahwa mereka berusaha menjaga eksistensi bisnis
utamanya pada pelayanan pelanggan yang notabene dari
fungsi bisnis ini mereka juga mendapatkan nilai
keuntungan tambahan.
Sebaliknya pada perusahaan pabrikasi yang bergerak
pada jenis bisnis produksi barang, penerapan dan
pemanfaatan TIK hanya bertujuan mendukung fungsi
bisnis back office-nya seperti pengolahan data keuangan,
penggajian atau perencanaan produksinya (support).
Eksistensi perusahaan jenis ini tidak tergantung pada
penggunaan TIK tetapi pada fungsi bisnis produksi dan
TIK hanya menjadi sarana pendukung kelancaran bisnis.
Ukuran kinerja perusahaan pada jenis bisnis ini tidak
ditentukan berdasarkan kecangggihan TIK yang dimiliki
dan keberhasilan pengembangan TIK tetapi lebih pada
kualitas produk yang dihasilkan.
Bagian matrik ketiga adalah TIK yang tidak secara
langsung memberikan keunggulan kompetitif kepada
perusahaan namun penggunaannya mutlak diperlukan.
McFarlan menyebutnya factory, seperti mesin pada pabrik.
Salah satu perusahaan pada bagian matrik ini adalah
perusahaan asuransi dengan penerapan dan pemanfaatan
TIK pelayanan nasabah. Seperti perusahaan jasa lainnya,
data lengkap nasabah (pelanggan) harus dimiliki dan
dikelola dengan baik karena perhitungannya sangat
tergantung pada data masing-masing pelanggan. Meskipun
demikian penerapan dan pemanfaatan TIK tidak secara
khusus memberikan nilai kompetitif kepada perusahaan
dibandingkan para pesaingnya.
Terakhir adalah matrik turnover, pada bagian matrik
TIK secara langsung memberikan keunggulan kompetitif
kepada perusahaan tetapi secara mendasar penerapan dan
pemanfaatannya tidak menentukan eksistensi perusahaan
tersebut (turnover). Salah satu contoh perusahaan jenis ini
adalah perguruan tinggi. Kenyataan menunjukan bahwa
banyak perguruan tinggi besar tetap bertahan sampai
sekarang dan kita juga tidak memungkiri pandangan
sebagian masyarakat yang menilai keunggulan perguruan
tinggi tertentu dibanding yang lain disebabkan perguruan
tinggi tersebut menerapkan dan memanfaatkan TIK
dengan lebih berhasil.
Dari matrik McFarlan di atas dapat diketahui bahwa
penerapan dan pemanfaatan TIK di perguruan tinggi
secara prinsip menentukan daya saing dan tidak
menentukan tingkat eksistensinya. Pertanyaan selanjutnya
adalah apakah matrik tersebut masih sesuai dengan kondisi
riil saat ini mengingat teori tersebut muncul pada era tahun
1980-an. Berbagai faktor dapat kita jadikan pertimbangan
terkait hal ini, pertama, tingkat penyebaran pengunaan
TIK telah meluas pada semua bidang kehidupan dan
kedua, percepatan perkembangan jenis teknologi ini
demikian pesat telah mendorong perubahan cara berbisnis
tidak terkecuali bisnis penyelenggaraan pendidikan tinggi.
Pernyataan bahwa TIK menentukan tingkat keunggulan
bisnis dapat dipahami tetapi pernyataan bahwa teknologi
ini tidak menentukan eksistensi perguruan tinggi dapat
dipertanyakan kembali kebenarannya sehubungan dengan
dua faktor di atas, apalagi jika mempertimbangkan konsep
bisnis yang berorientasi pelayanan kepada pelanggan [21].
3.
Sebuah
Pelajaran:
Pengembangan TIK
Keberhasilan
Pengembangan TIK dianggap gagal ketika dalam
pelaksanaannya tidak memenuhi syarat keberhasilan,
yaitu: 1) Pelaksanaan proyeknya tepat waktu; 2) Sesuai
atau dibawah anggaran yang telah ditentukan dan 3)
Hasilnya sesuai permintaan pengguna [22]. Selanjutnya
enam hal yang menjadi alasan kegagalan itu adalah 1)
Kurangnya keterlibatan pengguna dalam proses
pengembangan TIK; 2) Skala waktu yang panjang atau
tidak realistik sesuai dinamika aspek bisnis dan percepatan
TIK hubungannya dengan batasan waktu penyelesaiannya;
3) Tingkat kesesuaian hasilnya karena satu-satunya
sasaran yang tepat dari komputer (TIK) adalah membantu
pengguna memperoleh peningkatan kinerja yang tidak
mungkin dan tidak ekonomis bila tanpa TIK [7]; 4)
Batasan proyek yang tidak jelas sesuai ruang lingkup
pekerjaannya; 5) Tidak adanya sistem pengendalian
perubahan terkait dengan dinamika perkembangan bisnis
yang cenderung berkembang dan rencana pengendalian
yang tepat dan 6) Kurangnya pengendalian pengujian
sesuai perencanaan awal.
Standish Group dalam The Chaos Report [17]
melaporkan hasil survei mereka terhadap 365 para manajer
eksekutif perusahaan TIK tentang kegagalan proyek TIK
di tahun 1995 di AS, bahwa 1) 31.1% dinyatakatan akan
gagal dengan 52.7% di antaranya berindikasi peningkatan
biaya 189% dari perkiraan awal; 2) 16.2% proyek
dinyatakan selesai tepat waktu dengan biaya sesuai
estimasi. 9% pada perusahaan besar dan hanya 42% yang
sesuai fitur dan fungsi yang diharapkan. 78.4% dicapai
oleh perusahaan lebih kecil dan 74.2% yang sesuai fitur
dan fungsi yang diharapkan.
The OASIG Study [17], sebuah Special Interest
Group tentang aspek-aspek organisasi TIK di Inggeris
pada tahun 1995 mewawancarai 45 tenaga ahli yang ratarata memiliki 20 tahun pengalaman di akademisi dan
konsultan TIK, melaporkan bahwa 7 dari 10 proyek TIK
mereka nyatakan gagal.
The KPMG Canada Survey [17] pada bulan April
1997 melaporkan hasil survei kuesioner mereka tentang
kasus manajemen proyek TIK terhadap 1.450 organisasi,
bahwa lebih dari 61 % dinyatakan gagal oleh para
responden.
Stepanek mencatat hasil riset Standish Group [18]
tentang tingkat keberhasilan proyek perangkat lunak tahun
2000, bahwa hanya 28% dapat dikatakan berhasil dan 23%
di antaranya adalah gagal, selanjutnya pada tahun 2003
dilaporkan tingkat keberhasilan proyek TIK adalah 34%
dan menurun 6% di tahun 2004 menjadi 28%.
The Robbins-Gioia Survey [17] sebuah layanan
konsultasi manajemen di Virginia AS
pada 2001
melaporkan hasil survei mereka terhadap 232 responden
dari organisasi publik, TIK, komunikasi, keuangan dan
kesehatan yang sedang dalam proses penerapan sistem
Enterprises Resources Planing (ERP), menyatakan bahwa
51% penerapan sistem ERP mereka tidak berhasil, 46 %
responden di dalamnya menyebutkan bahwa organisasi
tidak memahami bagaimana menggunakan sistem untuk
mengembangkan bisnis mereka. 56 % responden dari
organisasi yang memiliki program management office
(PMO), menyatakan hanya 36% sistem mereka yang tidak
berhasil.
Seperti halnya dengan The Robbins-Gioia Survey,
The Conference Board Survey [17] juga mewawancarai
para eksekutif dari 117 perusahaan melaporkan bahwa 34
% merasa puas, 58 % meragukan, 8 % tidak puas dengan
apa yang mereka dapatkan, 40% dari proyek gagal
memberikan dukungan kepada bisnis mereka pada satu
tahun pertama, 25 % proyek mengalami biaya lebih dan
20% proyek membutuhkan biaya pendukung di luar
perkiraan awal.
Hal ini memperlihatkan bahwa keberhasilan
penerapan dan pemanfaatan TIK perguruan tinggi di
Indonesia perlu dikaji lebih jauh. Sugiyanta [23] tahun
2006 menyatakan bahwa ada keterkaitan erat antara
perencanaan strategis dan metodologi pengembangan
sistem informasi (SI). Selanjutnya ia menyatakan bahwa
penyebab utama kegagalan pengembangan SI adalah
hubungan keduanya yang tidak sejalan. Lukas [24] tahun
2007 menyatakan bahwa tingkat kematangan perguruan
tinggi yang diteliti masih berada di level 1 dari 5 level
evaluasi Control Objectives for Information and Related
Technologies (COBIT) dalam pengembangan TIK.
Arif [25] menyatakan bahwa ada delapan
kesenjangan yang menjadi faktor utama kegagalan proyek
e-goverment di Indonesia yang kami anggap relefan pada
persamaan kasus di Indonesia, yaitu: informasi, teknologi,
proses, sasaran dan tujuan, personil dan kemampuannya,
sistem manajemen dan struktur organisasi, sumberdaya
lainnya dan pengaruh dunia luar. Hal ini mengakibatkan
kerugian-kerugian bagi organisasi pengguna antara lain
kerugian keuangan secara langsung dan tidak langsung,
hilang atau berkurangnya peluang, politis, kehilangan
prospek keuntungan dan biaya perbaikan kembali.
4.
Kontrol Pengembangan TIK Perguruan
Tinggi di Indonesia
Strategi TIK pada hakekatnya tidak boleh terlepas
dari strategi korporat secara keseluruhan, dimana visi dan
misi dari organisasi yang dicanangkan sebagai target
tertinggi yang hendak dicapai. Pada tingkat menengah,
organisasi harus menentukan beberapa obyektif yang harus
dicapai dalam jangka waktu tertentu, yang diperlengkapi
dengan ukuran-ukuran kinerja sebagai instrumen kontrol.
Berdasarkan perangkat kontrol inilah disusun taktik jangka
pendek, menengah, dan panjang yang akan secara
langsung berhubungan terhadap penciptaan strategi sistem
informasi
[10].
Selanjutnya,
kerangka
strategi
pengembangan TIK di perguruan tinggi dapat dilakukan
secara top-down seperti halnya pada jenis organisasi
secara umum (Gambar 2).
Gambar . 2. Kerangka Strategi Pengembangan TIK [10]
Salah satu instrumen kontrol yang dapat dipakai
adalah Control Objectives for Information and related
Technology (COBIT). Metode ini merupakan proyek yang
dikembangkan pada tahun 1996 oleh Information Systems
Audit and Control Foundation (ISACF) dan IT Goverment
Institute untuk menghasilkan kerangka kerja kontrol
manajemen TIK yang beorientasi pada pemenuhan TIK
untuk tujuan bisnis. Kerangka kerja ini dikenal dengan
kerangka kerja COBIT. Kerangka kerja ini dibuat dengan
pendekatan bahwa kontrol TIK dilakukan berdasarkan
informasi sebagai pendukung tujuan atau kebutuhan bisnis
dan sebagai hasil kombinasi berbagai sumber daya TIK
yang diatur dalam proses TIK [26].
Kerangka kerja COBIT terdiri dari 34 aktivitas
kontrol dalam empat domain proses TIK (Gambar 3), yaitu
1) Planning & Organisation, yang mencangkup kegiatan
strategi dan taktik serta identifikasi TIK yang paling baik
berkontribusi untuk mendapatkan tujuan bisnis; 2)
Acquisition & Implementation, yang meliputi kegiatan
identifikasi, pembangunan solusi TIK
untuk
diintegrasikan pada proses bisnis; 3) Delivery & Support,
yang meliputi penyerahan layanan solusi TIK dan 4)
Monitoring, yang mencangkup pemantauan terhadap
kualitas dan kekonsistenan dengan
kontrol yang
diinginkan. Setiap domain terdiri dari beberapa proses
TIK.
BUSINESS
OBJECTIVES
INFORMATION
MONITORING
DELIVERY &
SUPPORT
INFORMATION
TECHNOLOGY
RESOURCES
PLANNING &
ORGANIZATION
ACQUISITION &
IMPLEMENTATION
Gambar 3. Domain, Informasi dan Sumber Daya Kerangka Kerja
COBIT [26]
Empat domain tersebut merupakan urutan tahap
pemrosesan TIK yang mengacu pada kriteria informasi
yang dibutuhkan oleh tujuan bisnis. Setiap aktivitas fungsi
kontrol memiliki kumpulan Key Goal Indicators (KGIs)
yang memantau apa yang telah atau akan dicapai dari
tujuan proses TIK, Key Performance Indicators (KPIs)
yang memantau kinerja dalam tiap proses TIK, Critical
Success Factors (CSFs) yang menjadi panduan tindakan
dalam tiap aktivitas proses pengembangan TI dan model
kematangan [24].
Berdasarkan kriteria informasi yang diinginkan,
proses TIK sebagai penggerak (enabler) berusaha untuk
mencapai tujuan proses TI yang diinginkan oleh
manajemen TIK dan bisnis. Hubungan antara Informasi,
KPIs, KGIs, sumber daya TIK dan CSFs dalam setiap
aktivitas fungsi kontrol. (Gambar 4).
5.
Information
Gambar 4. Elemen Elemen Kerangka Kerja COBIT [26]
Sementara itu, model kematangan kontrol TIK dalam
kerangka kerja COBIT berisi pembuatan metode penilaian
kamatangan sehingga perusahaan dapat menilai dirinya
sendiri terhadap kematangan kontrol TIK. Willcocks dan
Lester [27] memperkenalkan bahwa investasi TIK dapat
dievaluasi dengan menggunakan sebuah IT Balanced
Scorecard (IT BSC). IT BSC menggunakan enam
perspektif dalam mengevaluasi TIK, yaitu corporate
financial perspective, system project perspective, business
process
perspective,
customer/user
perspective,
innovation/learning perspective dan technical perspective.
Wim Van Grembergen [28] memperkenalkan sebuah
IT BSC dengan membagi pengukuran kinerja fungsi TIK
menjadi empat perspektif, yaitu business contribution,
user orientation, operation excellence dan future
orientation. Keempat perspektif ini merupakan hasil
pengembangan dari BSC Kaplan dan Norton [29]. Wim
Van Grembergen juga menjelaskan bagaimana aliran
sebuah scorecard dalam proses bisnis dan TI dan
bagaimana tingkatan scorecard dapat mendukung
penyelarasan strategi bisnis dan TIK. Aliran yang
menggambarkan hubungan IT scorecard hingga BSC
dapat dilihat pada Gambar 5.
IT Development
BSC
Business
BSC
3) membantu dalam menyelaraskan TI dan strategi bisnis
dan 4) memotivasi kerja berdasarkan tujuan yang
diharapkan. Adapun kekurangan yang ada pada IT BSC
adalah 1) menimbulkan banyaknya pengukuran yang sulit
untuk diterapkan; 2) tidak memiliki asosiasi dengan
strategi dari sisi perusahaan secara menyeluruh; dan 3)
hasilnya tidak cukup digunakan oleh perusahaan.
IT Strategic
BSC
IT Operational
BSC
Gambar 5. Aliran Scorecard [26]
IT BSC memiliki kelebihan dan kekurangan. Peter B
Seddon, Valarie Graeser dan Leslie P. Willcocks [30]
mengidentifikasi empat keuntungan menggunakan IT
BSC, yaitu: 1) dapat merubah proses pengukuran ke dalam
sebuah proses manajemen; 2) memiliki titik berat
pengukuran pada pelayanan pelanggan di perusahaan TI;
Penutup: Kerangka Studi Pengembangan
TIK Perguruan Tinggi di Indonesia
Kerangka studi selanjutnya dapat dikembangkan
dalam rangka penelitian lanjutan, diawali dengan
mengidentifikasi kondisi pengembangan TIK perguruan
tinggi di Indonesia saat ini bekerja sama dengan pihakpihak terkait. DEPDIKNAS termasuk badan atau lembaga
yang berada di dalamnya antara lain Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, BANPT dan Koordinator Perguruan
Tinggi Swasta (KOPERTIS) sebagai regulator bisnis
pendidikan, Departemen Komunikasi dan Informatika
(DEPKOMINFO) sebagai regulator bidang TIK dan pihak
perguruan tinggi sendiri sebagai subjek penelitian.
Gambar 6. Kerangka Penelitian Usulan
Penelitian ini arahkan untuk mendapatkan model
keberhasilan dan kerangka strategi pengembangan TIK
perguruan tinggi di Indonesia dengan unit-unit penelitian
yang diambil dalam gugus bertahap untuk mendapatkan
populasi (N) yang sesuai. Hasilnya diharapkan dapat
menjadi salah satu referensi bagi perguruan tinggi di
Indonesia sehingga mendorong tercapainya kondisi ideal
terkait pengembangan TIK sejalan upaya peningkatan
kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi yang unggul.
Daftar Pustaka
[1]
[2]
Peraturan Pemerintah RI Nomor 60 Tahun 1999
tentang Pendidikan Tinggi
Richardus E. I. & Richardus D., Manajemen
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
[18]
Perguruan Tinggi Moderen, Yogyakarta, Andi,
2004, Hal. 6
Bleiklie, Ivar dan Kogan, Maurice, Organization
and Governance of Universities, Palgrave Journal,
International Association of Universities, 2007,
Hal. 477 493
Clarke Liz, The Essence of Change, Prentice Hall
International (UK), 1994
Brandon, Dan, Project Management in Modern
Information System, Hersey, IRM Press, 2006
Nadika, Dodi dan Soekartawi, Pengalaman
Departemen
Pendidikan
Nasional
dalam
Memanfaatkan TIK (Teknologi Informasi dan
Komunikasi) untuk pendidikan, Prosiding eIndonesia Initiative 2007 (eII2007) Konferensi
Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk
Indonesia: Jakarta, 25-26 April 2007, Jakarta,
Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI)
Institut Teknologi Bandung (ITB), 2007.
Grindley, Kit & Humble, John, The Effective
Computer: A Management By Objectives
Approach, Berkshire UK, McGraw-Hill, 1973
Chan, Y. E. Dan Reich, B.H. IT alignment: What
have we learned? Journal of Information
Technology, Palgrave Macmillan Ltd., 2007, Hal.
297 315.
Sabherwal, R. et al. Information Systems Business
Strategy Alignment. The Dynamics of Alignment:
Insights from A Punctuated Equilibrium Model.
Strategic Information Management: Challenges
and Strategies in Managing Information Systems,
Third Ed, Galliers R. D. dan Leidner D. E. Author,
Oxford, Jordan Hill, 2003
Indrajid RE, Pengantar Konsep Dasar: Manajemen
Sistem Informasi dan Teknologi Informasi, Jakarta,
PT. Elex Media Komputindo, 2000.
McFarlan, Warren and James L. McKenney,
Corporate Information System Management,
Homewood, Illinois, Richard D. Irwin, Inc., 1983.
BAN PT DEPDIKNAS. Buku II: Standar dan
Prosedur Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi,
Jakarta, 2007
The
Webometriclab.
Spanyol.
http://internetlab.cindoc.csic.es/, 2/20/2009, 15:31
WIB
The Times Higher Education Supplement. Inggeris.
http://www.thes.co.uk, 2/20/2009 16:01 WIB
http://www.dikti.org, 2/21/2009 15:15 WIB
Wahono R.S. 17 Universitas Indonesia di Rangking
Webometrics 2008. http://romisatriawahono.net/,
29/01/2008, 17:05 WIB
http://www.it-cortex.com/, 2/20/2009 18:21 WIB
Stepanek, George. Software Project Secrets: Why
Software Projects Fail, Berkeley CA, Apress, 2005,
Hal. 4.
View publication stats
[19]
[20]
[21]
[22]
[23]
[24]
[25]
[26]
[27]
[28]
[29]
[30]
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIRJEN
DIKTI) DEPDIKNAS, Strategi dan Kebijakan
Jangka Panjang Pendidikan Tinggi 2003-2010:
Meningkatkan Peran Serta Masyarakat, 2004
Oetomo, Budi S.D., Sistem Informasi Perusahaan
Makin Dibutuhkan, Harian Bernas, ISSN 02153343; Minggu Pahing, 13 Oktober 2002.
Subiyakto, A ang, Manajemen Perubahan dalam
Pengembangan Sistem Informasi Perguruan
Tinggi, Prosiding Seminar Riset dan Teknologi
Informasi
(SRITI),
STMIK
AKAKOM,
Yogyakarta, 2008
Coley Consulting. Project failure - The six key
reasons
why
projects
fail.
http://www.coleyconsulting.co.uk/failure.htm.
2/22/2009 15:35 WIB
Sugiyanta Lipur, Higher Education Information
System: from Strategic Planning to Development
Phases, Prosiding MoMM & iiWAS, Yogyakarta,
2006
Lukas R.B., Strategi Pengembangan Sistem
Informasi Universitas Katolik Indonesia Atma
Jaya, Prosiding e-Indonesia Initiative 2007
(eII2007) Konferensi Teknologi Informasi dan
Komunikasi untuk Indonesia, Jakarta 25-26 April
2007, Jakarta, Sekolah Teknik Elektro dan
Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung
(ITB), 2007
Arif Muhammad. Kesenjangan: Faktor Utama
Penyebab Kegagalan Proyek E-Government, Di
dalam: Prosiding e-Indonesia Initiative 2008
(eII2008) Konferensi Teknologi Informasi dan
Komunikasi untuk Indonesia, 2008
COBIT Steering Committee and IT Governance
Institute, COBIT 3rd: Management Guidlines: July
2000, Information System Audit and Control
Foundation (ISACF), 2000
Willcocks, L.P., and Lester, S., The evaluation
and management of information systems
investments: from feasibility to routine operations,
In Willcocks, L.P., (ed.), Investing in Information
Systems, London, Chapman and Hall, 1996
Grembergen, W. V., Information Technology
Evaluation Methods and Management. IDEA
Group Publishing, 2001
Kaplan, Robert S. & David P. Norton. Balanced
Scorecard: Translating Strategy into Action,
Harvard Business School Press, 1996.
Seddon, Peter B.. et al, Measuring Organizational
IS Effectiveness: An Overview and Update of
Senior Management Perspectives", The Database
for Advances in Information Systems Spring 2002
(Vo1.33, No.2), 2002
Teknologi Informasi dan Komunikasi
Perguruan Tinggi di Indonesia
1)
A'ang Subiyakto 1)
Program Studi Sistem Informasi,Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat, Jakarta
Telp. 021-7401925 Ext. 1214
E-mail : [email protected]
Abstrak
Sekarang, perguruan tinggi sebagai penyelenggara
pendidikan tinggi telah dan sedang mengalami perubahan
paradigma, pengelolaan dan persaingan dengan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) sebagai salah satu
katalisator perubahannya. Berdasarkan Matrik McFarlan,
perguruan tinggi termasuk organisasi di kuadran
turnaround, di mana penerapan dan pemanfaatan TIK
secara langsung memberikan keunggulan kompetitif
meskipun eksistensinya tidak tergantung kepada TIK.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana jenis organisasi
ini dapat mengambil manfaat terkait peranan strategis TIK.
Untuk itu, perguruan tinggi harus terlebih dahulu berhasil
mengembangkannya di lingkup bisnisnya. Hanya saja,
beberapa hasil penelitian menunjukan tingkat kegagalan
yang signifikan. Paper ini mengkaji peranan strategis TIK,
gambaran tingkat keberhasilan pengembanganya di
berbagai negara dan salah satu metode kontrol
pengembangan TIK yang diusulkan sebagai arahan studi
lanjutan ke dalam tema kontrol pengembangan TIK
perguruan tinggi di Indonesia dalam rangka meningkatkan
keberhasilan pengembangan TIK sejalan upaya
peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi
yang unggul.
Kata Kunci : keberhasilan, kontrol perguruan tinggi, TIK,
1. Pendahuluan
Salah satu tujuan pendidikan tinggi di Indonesia
adalah mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta
mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan
nasional [1]. Sekarang, perguruan tinggi sebagai
penyelenggaranya telah dan sedang mengalami perubahan
paradigma, pengelolaan dan persaingan [2] [3]. Salah satu
katalisator perubahan tersebut adalah TIK [4]. Jenis
teknologi ini telah menjadi salah satu faktor kunci strategi
bersaing dalam bisnis walaupun secara umum hanya 3%
sampai
8%
pendapatan
dari
penerapan
dan
pemanfaatannya, tetapi TIK tidak dapat dipisahkan dalam
operasional bisnis [5] termasuk juga penyelenggaraan
pendidikan di perguruan tinggi [6]. Grindley [7]
menyebutkan satu-satunya sasaran yang tepat dari TIK
adalah membantu pengguna memperoleh peningkatan
kinerja yang tidak mungkin dan tidak ekonomis bila tanpa
TIK. Untuk mencapai sasaran tersebut, perguruan tinggi
harus terlebih dahulu berhasil menerapkan TIK di lingkup
sistem kerjanya [8] [9].
Secara prinsip, peranan TIK berbeda dari satu
organisasi ke organisasi lainnya termasuk bagi perguruan
tinggi dan paling tidak ada dua hal yang menyebabkan
demikian, yaitu seberapa besar ketergantungan sebuah
organisasi terhadap keberadaan TIK dalam penciptaan
produk atau jasa sehari-harinya dan seberapa besar
perkembangan TIK dapat menciptakan atau meningkatkan
keunggulan kompetitif [10]. Berdasarkan Matrik McFarlan
[11], perguruan tinggi termasuk salah satu jenis organisasi
di kuadran turnaround di mana penerapan dan
pemanfaatan TIK secara langsung memberikan
keunggulan kompetitif meskipun eksistensi lembaga ini
tidak tergantung kepada TIK.
Perkembangan terakhir, keberhasilan penerapan dan
pemanfaatan TIK dalam berbagai bentuknya telah menjadi
salah satu tolok ukur performansi pengelolaan perguruan
tinggi di tingkat nasional maupun internasional. Secara
nasional dapat dilihat pada akreditasi Badan Akreditasi
Nasional Perguruan Tinggi (BANPT) Departemen
Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) [12] dan di tingkat
internasional dalam bentuk perangkingan perguruan tinggi,
seperti The Webometriclab [13] dan The Times Higher
Education Supplement (THES) [14]. Gambaran hasilnya
pada tahun 2008 adalah hanya 5 perguruan tinggi yang
meraih nilai A [15] secara nasional dan di tingkat
internasional 17 perguruan tinggi masuk 5000 teratas, 2 di
antaranya masuk 100 teratas di Asia oleh The
Webometriclab [16].
Terkait hal tersebut dan mengambil pelajaran dari
gambaran keberhasilan pengembangan TIK di berbagai
organisasi berdasarkan survei oleh Standish Group [17]
[18], The Robbins-Gioia Survey dan The Conference
Board Survey di Amerika [17], The OASIG Study di
Inggeris, The KPMG Canada Survey di Canada [17],
kontrol pengembangan TIK perguruan tinggi di Indonesia
menjadi menarik untuk dilakukan untuk dapat diketahui
faktor-faktor keberhasilan apa yang berpengaruh di dalam
proses pengembangannya. Harapannya di masa mendatang
menjadi bahan referensi bagi institusi perguruan tinggi di
Indonesia dalam meningkatkan tingkat keberhasilan
pengembangan TIK sejalan dengan upaya meningkatkan
kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi yang unggul
sesuai Higher Education Long Term Strategy (HELTS)
2003-2010 DEPDIKNAS [19].
menjalankan bisnisnya bahkan menjadikannya sebagai
senjata utama dalam persaingan bisnis, tentunya dapat
dibayangkan bagaimana sebuah bank tanpa fasilitas
automatic teller machine (ATM) pada awal ditemukannya
teknologi ini.
2. Peranan TIK bagi Perguruan Tinggi
Ide mendasar penggunaan teknologi oleh manusia
adalah sebagai alat bantu pencapaian tujuan. Demikian
juga bagi perguruan tinggi, penerapan dan pemanfaatan
TIK jika dihubungkan dengan kondisi sekarang adalah
bahwa manajemen perguruan tinggi dapat memperoleh
manfaat pengembangannya sebagai alat bantu sistem kerja
operasional dengan mengintegrasikan sistem kerja
pengolahan data, administrasi dan pengambilan keputusan
dengan cepat dan akurat. Selanjutnya menjadikannya
strategi pengembangan SI secara berkelanjutan ini menjadi
strategi memenangkan persaingan dalam bentuk
penciptaan produk layanan baru menjadi daya saing
menghadapi kompetisi sekaligus menjadi upaya
pengendalian arah bisnis [20].
Secara prinsip, peranan sebuah TIK berbeda bagi satu
organisasi ke organisasi lainnya. Demikian juga bagi
perguruan tinggi, peranan TIK pada organisasi ini
memiliki perbedaan jika dibandingkan dengan kepentingan
sebuah perusahaan perbankan atau bahkan perusahaan
pabrikasi. Warren McFarlan [11] menyatakan bahwa
terdapat paling tidak dua hal yang menyebabkan hal ini.
Pertama, seberapa besar ketergantungan organisasi
terhadap keberadaan TIK dalam penciptaan produk atau
jasa sehari-harinya, dan kedua, tergantung seberapa besar
perkembangan TIK dapat menciptakan atau meningkatkan
keunggulan kompetitif [10].
Matrik McFarlan (Gambar 1) memperlihatkan
bagaimana memposisikan TIK terkait penyelenggaraan
pedidikan tinggi sebagai dasar perencanaan dan
pengembangannya.
Bagian
matrik
pertama
memperlihatkan bagaimana peranan TIK sebagai tulang
punggung dalam operasional bisnis sekaligus menentukan
eksistensi perusahaan (strategic). Organisasi atau
perusahaan perbankan termasuk dalam bagian matrik ini.
Perusahaan jenis ini secara signifikan memiliki keharusan
untuk menerapkan dan memanfaatkan TIK. Eksistensi
perusahaan jenis ini sangat tergantung dengan TIK dalam
Gambar 1. Matrik Strategis TIK [11]
Hal ini memperlihatkan bahwa setiap perusahaan
pada bisnis ini berlomba untuk menarik calon pelanggan
dengan pengembangan secara inovatif TIK-nya secara
berkelanjutan pada tingkat pelayanan . Alasan untuk ini
adalah bahwa mereka berusaha menjaga eksistensi bisnis
utamanya pada pelayanan pelanggan yang notabene dari
fungsi bisnis ini mereka juga mendapatkan nilai
keuntungan tambahan.
Sebaliknya pada perusahaan pabrikasi yang bergerak
pada jenis bisnis produksi barang, penerapan dan
pemanfaatan TIK hanya bertujuan mendukung fungsi
bisnis back office-nya seperti pengolahan data keuangan,
penggajian atau perencanaan produksinya (support).
Eksistensi perusahaan jenis ini tidak tergantung pada
penggunaan TIK tetapi pada fungsi bisnis produksi dan
TIK hanya menjadi sarana pendukung kelancaran bisnis.
Ukuran kinerja perusahaan pada jenis bisnis ini tidak
ditentukan berdasarkan kecangggihan TIK yang dimiliki
dan keberhasilan pengembangan TIK tetapi lebih pada
kualitas produk yang dihasilkan.
Bagian matrik ketiga adalah TIK yang tidak secara
langsung memberikan keunggulan kompetitif kepada
perusahaan namun penggunaannya mutlak diperlukan.
McFarlan menyebutnya factory, seperti mesin pada pabrik.
Salah satu perusahaan pada bagian matrik ini adalah
perusahaan asuransi dengan penerapan dan pemanfaatan
TIK pelayanan nasabah. Seperti perusahaan jasa lainnya,
data lengkap nasabah (pelanggan) harus dimiliki dan
dikelola dengan baik karena perhitungannya sangat
tergantung pada data masing-masing pelanggan. Meskipun
demikian penerapan dan pemanfaatan TIK tidak secara
khusus memberikan nilai kompetitif kepada perusahaan
dibandingkan para pesaingnya.
Terakhir adalah matrik turnover, pada bagian matrik
TIK secara langsung memberikan keunggulan kompetitif
kepada perusahaan tetapi secara mendasar penerapan dan
pemanfaatannya tidak menentukan eksistensi perusahaan
tersebut (turnover). Salah satu contoh perusahaan jenis ini
adalah perguruan tinggi. Kenyataan menunjukan bahwa
banyak perguruan tinggi besar tetap bertahan sampai
sekarang dan kita juga tidak memungkiri pandangan
sebagian masyarakat yang menilai keunggulan perguruan
tinggi tertentu dibanding yang lain disebabkan perguruan
tinggi tersebut menerapkan dan memanfaatkan TIK
dengan lebih berhasil.
Dari matrik McFarlan di atas dapat diketahui bahwa
penerapan dan pemanfaatan TIK di perguruan tinggi
secara prinsip menentukan daya saing dan tidak
menentukan tingkat eksistensinya. Pertanyaan selanjutnya
adalah apakah matrik tersebut masih sesuai dengan kondisi
riil saat ini mengingat teori tersebut muncul pada era tahun
1980-an. Berbagai faktor dapat kita jadikan pertimbangan
terkait hal ini, pertama, tingkat penyebaran pengunaan
TIK telah meluas pada semua bidang kehidupan dan
kedua, percepatan perkembangan jenis teknologi ini
demikian pesat telah mendorong perubahan cara berbisnis
tidak terkecuali bisnis penyelenggaraan pendidikan tinggi.
Pernyataan bahwa TIK menentukan tingkat keunggulan
bisnis dapat dipahami tetapi pernyataan bahwa teknologi
ini tidak menentukan eksistensi perguruan tinggi dapat
dipertanyakan kembali kebenarannya sehubungan dengan
dua faktor di atas, apalagi jika mempertimbangkan konsep
bisnis yang berorientasi pelayanan kepada pelanggan [21].
3.
Sebuah
Pelajaran:
Pengembangan TIK
Keberhasilan
Pengembangan TIK dianggap gagal ketika dalam
pelaksanaannya tidak memenuhi syarat keberhasilan,
yaitu: 1) Pelaksanaan proyeknya tepat waktu; 2) Sesuai
atau dibawah anggaran yang telah ditentukan dan 3)
Hasilnya sesuai permintaan pengguna [22]. Selanjutnya
enam hal yang menjadi alasan kegagalan itu adalah 1)
Kurangnya keterlibatan pengguna dalam proses
pengembangan TIK; 2) Skala waktu yang panjang atau
tidak realistik sesuai dinamika aspek bisnis dan percepatan
TIK hubungannya dengan batasan waktu penyelesaiannya;
3) Tingkat kesesuaian hasilnya karena satu-satunya
sasaran yang tepat dari komputer (TIK) adalah membantu
pengguna memperoleh peningkatan kinerja yang tidak
mungkin dan tidak ekonomis bila tanpa TIK [7]; 4)
Batasan proyek yang tidak jelas sesuai ruang lingkup
pekerjaannya; 5) Tidak adanya sistem pengendalian
perubahan terkait dengan dinamika perkembangan bisnis
yang cenderung berkembang dan rencana pengendalian
yang tepat dan 6) Kurangnya pengendalian pengujian
sesuai perencanaan awal.
Standish Group dalam The Chaos Report [17]
melaporkan hasil survei mereka terhadap 365 para manajer
eksekutif perusahaan TIK tentang kegagalan proyek TIK
di tahun 1995 di AS, bahwa 1) 31.1% dinyatakatan akan
gagal dengan 52.7% di antaranya berindikasi peningkatan
biaya 189% dari perkiraan awal; 2) 16.2% proyek
dinyatakan selesai tepat waktu dengan biaya sesuai
estimasi. 9% pada perusahaan besar dan hanya 42% yang
sesuai fitur dan fungsi yang diharapkan. 78.4% dicapai
oleh perusahaan lebih kecil dan 74.2% yang sesuai fitur
dan fungsi yang diharapkan.
The OASIG Study [17], sebuah Special Interest
Group tentang aspek-aspek organisasi TIK di Inggeris
pada tahun 1995 mewawancarai 45 tenaga ahli yang ratarata memiliki 20 tahun pengalaman di akademisi dan
konsultan TIK, melaporkan bahwa 7 dari 10 proyek TIK
mereka nyatakan gagal.
The KPMG Canada Survey [17] pada bulan April
1997 melaporkan hasil survei kuesioner mereka tentang
kasus manajemen proyek TIK terhadap 1.450 organisasi,
bahwa lebih dari 61 % dinyatakan gagal oleh para
responden.
Stepanek mencatat hasil riset Standish Group [18]
tentang tingkat keberhasilan proyek perangkat lunak tahun
2000, bahwa hanya 28% dapat dikatakan berhasil dan 23%
di antaranya adalah gagal, selanjutnya pada tahun 2003
dilaporkan tingkat keberhasilan proyek TIK adalah 34%
dan menurun 6% di tahun 2004 menjadi 28%.
The Robbins-Gioia Survey [17] sebuah layanan
konsultasi manajemen di Virginia AS
pada 2001
melaporkan hasil survei mereka terhadap 232 responden
dari organisasi publik, TIK, komunikasi, keuangan dan
kesehatan yang sedang dalam proses penerapan sistem
Enterprises Resources Planing (ERP), menyatakan bahwa
51% penerapan sistem ERP mereka tidak berhasil, 46 %
responden di dalamnya menyebutkan bahwa organisasi
tidak memahami bagaimana menggunakan sistem untuk
mengembangkan bisnis mereka. 56 % responden dari
organisasi yang memiliki program management office
(PMO), menyatakan hanya 36% sistem mereka yang tidak
berhasil.
Seperti halnya dengan The Robbins-Gioia Survey,
The Conference Board Survey [17] juga mewawancarai
para eksekutif dari 117 perusahaan melaporkan bahwa 34
% merasa puas, 58 % meragukan, 8 % tidak puas dengan
apa yang mereka dapatkan, 40% dari proyek gagal
memberikan dukungan kepada bisnis mereka pada satu
tahun pertama, 25 % proyek mengalami biaya lebih dan
20% proyek membutuhkan biaya pendukung di luar
perkiraan awal.
Hal ini memperlihatkan bahwa keberhasilan
penerapan dan pemanfaatan TIK perguruan tinggi di
Indonesia perlu dikaji lebih jauh. Sugiyanta [23] tahun
2006 menyatakan bahwa ada keterkaitan erat antara
perencanaan strategis dan metodologi pengembangan
sistem informasi (SI). Selanjutnya ia menyatakan bahwa
penyebab utama kegagalan pengembangan SI adalah
hubungan keduanya yang tidak sejalan. Lukas [24] tahun
2007 menyatakan bahwa tingkat kematangan perguruan
tinggi yang diteliti masih berada di level 1 dari 5 level
evaluasi Control Objectives for Information and Related
Technologies (COBIT) dalam pengembangan TIK.
Arif [25] menyatakan bahwa ada delapan
kesenjangan yang menjadi faktor utama kegagalan proyek
e-goverment di Indonesia yang kami anggap relefan pada
persamaan kasus di Indonesia, yaitu: informasi, teknologi,
proses, sasaran dan tujuan, personil dan kemampuannya,
sistem manajemen dan struktur organisasi, sumberdaya
lainnya dan pengaruh dunia luar. Hal ini mengakibatkan
kerugian-kerugian bagi organisasi pengguna antara lain
kerugian keuangan secara langsung dan tidak langsung,
hilang atau berkurangnya peluang, politis, kehilangan
prospek keuntungan dan biaya perbaikan kembali.
4.
Kontrol Pengembangan TIK Perguruan
Tinggi di Indonesia
Strategi TIK pada hakekatnya tidak boleh terlepas
dari strategi korporat secara keseluruhan, dimana visi dan
misi dari organisasi yang dicanangkan sebagai target
tertinggi yang hendak dicapai. Pada tingkat menengah,
organisasi harus menentukan beberapa obyektif yang harus
dicapai dalam jangka waktu tertentu, yang diperlengkapi
dengan ukuran-ukuran kinerja sebagai instrumen kontrol.
Berdasarkan perangkat kontrol inilah disusun taktik jangka
pendek, menengah, dan panjang yang akan secara
langsung berhubungan terhadap penciptaan strategi sistem
informasi
[10].
Selanjutnya,
kerangka
strategi
pengembangan TIK di perguruan tinggi dapat dilakukan
secara top-down seperti halnya pada jenis organisasi
secara umum (Gambar 2).
Gambar . 2. Kerangka Strategi Pengembangan TIK [10]
Salah satu instrumen kontrol yang dapat dipakai
adalah Control Objectives for Information and related
Technology (COBIT). Metode ini merupakan proyek yang
dikembangkan pada tahun 1996 oleh Information Systems
Audit and Control Foundation (ISACF) dan IT Goverment
Institute untuk menghasilkan kerangka kerja kontrol
manajemen TIK yang beorientasi pada pemenuhan TIK
untuk tujuan bisnis. Kerangka kerja ini dikenal dengan
kerangka kerja COBIT. Kerangka kerja ini dibuat dengan
pendekatan bahwa kontrol TIK dilakukan berdasarkan
informasi sebagai pendukung tujuan atau kebutuhan bisnis
dan sebagai hasil kombinasi berbagai sumber daya TIK
yang diatur dalam proses TIK [26].
Kerangka kerja COBIT terdiri dari 34 aktivitas
kontrol dalam empat domain proses TIK (Gambar 3), yaitu
1) Planning & Organisation, yang mencangkup kegiatan
strategi dan taktik serta identifikasi TIK yang paling baik
berkontribusi untuk mendapatkan tujuan bisnis; 2)
Acquisition & Implementation, yang meliputi kegiatan
identifikasi, pembangunan solusi TIK
untuk
diintegrasikan pada proses bisnis; 3) Delivery & Support,
yang meliputi penyerahan layanan solusi TIK dan 4)
Monitoring, yang mencangkup pemantauan terhadap
kualitas dan kekonsistenan dengan
kontrol yang
diinginkan. Setiap domain terdiri dari beberapa proses
TIK.
BUSINESS
OBJECTIVES
INFORMATION
MONITORING
DELIVERY &
SUPPORT
INFORMATION
TECHNOLOGY
RESOURCES
PLANNING &
ORGANIZATION
ACQUISITION &
IMPLEMENTATION
Gambar 3. Domain, Informasi dan Sumber Daya Kerangka Kerja
COBIT [26]
Empat domain tersebut merupakan urutan tahap
pemrosesan TIK yang mengacu pada kriteria informasi
yang dibutuhkan oleh tujuan bisnis. Setiap aktivitas fungsi
kontrol memiliki kumpulan Key Goal Indicators (KGIs)
yang memantau apa yang telah atau akan dicapai dari
tujuan proses TIK, Key Performance Indicators (KPIs)
yang memantau kinerja dalam tiap proses TIK, Critical
Success Factors (CSFs) yang menjadi panduan tindakan
dalam tiap aktivitas proses pengembangan TI dan model
kematangan [24].
Berdasarkan kriteria informasi yang diinginkan,
proses TIK sebagai penggerak (enabler) berusaha untuk
mencapai tujuan proses TI yang diinginkan oleh
manajemen TIK dan bisnis. Hubungan antara Informasi,
KPIs, KGIs, sumber daya TIK dan CSFs dalam setiap
aktivitas fungsi kontrol. (Gambar 4).
5.
Information
Gambar 4. Elemen Elemen Kerangka Kerja COBIT [26]
Sementara itu, model kematangan kontrol TIK dalam
kerangka kerja COBIT berisi pembuatan metode penilaian
kamatangan sehingga perusahaan dapat menilai dirinya
sendiri terhadap kematangan kontrol TIK. Willcocks dan
Lester [27] memperkenalkan bahwa investasi TIK dapat
dievaluasi dengan menggunakan sebuah IT Balanced
Scorecard (IT BSC). IT BSC menggunakan enam
perspektif dalam mengevaluasi TIK, yaitu corporate
financial perspective, system project perspective, business
process
perspective,
customer/user
perspective,
innovation/learning perspective dan technical perspective.
Wim Van Grembergen [28] memperkenalkan sebuah
IT BSC dengan membagi pengukuran kinerja fungsi TIK
menjadi empat perspektif, yaitu business contribution,
user orientation, operation excellence dan future
orientation. Keempat perspektif ini merupakan hasil
pengembangan dari BSC Kaplan dan Norton [29]. Wim
Van Grembergen juga menjelaskan bagaimana aliran
sebuah scorecard dalam proses bisnis dan TI dan
bagaimana tingkatan scorecard dapat mendukung
penyelarasan strategi bisnis dan TIK. Aliran yang
menggambarkan hubungan IT scorecard hingga BSC
dapat dilihat pada Gambar 5.
IT Development
BSC
Business
BSC
3) membantu dalam menyelaraskan TI dan strategi bisnis
dan 4) memotivasi kerja berdasarkan tujuan yang
diharapkan. Adapun kekurangan yang ada pada IT BSC
adalah 1) menimbulkan banyaknya pengukuran yang sulit
untuk diterapkan; 2) tidak memiliki asosiasi dengan
strategi dari sisi perusahaan secara menyeluruh; dan 3)
hasilnya tidak cukup digunakan oleh perusahaan.
IT Strategic
BSC
IT Operational
BSC
Gambar 5. Aliran Scorecard [26]
IT BSC memiliki kelebihan dan kekurangan. Peter B
Seddon, Valarie Graeser dan Leslie P. Willcocks [30]
mengidentifikasi empat keuntungan menggunakan IT
BSC, yaitu: 1) dapat merubah proses pengukuran ke dalam
sebuah proses manajemen; 2) memiliki titik berat
pengukuran pada pelayanan pelanggan di perusahaan TI;
Penutup: Kerangka Studi Pengembangan
TIK Perguruan Tinggi di Indonesia
Kerangka studi selanjutnya dapat dikembangkan
dalam rangka penelitian lanjutan, diawali dengan
mengidentifikasi kondisi pengembangan TIK perguruan
tinggi di Indonesia saat ini bekerja sama dengan pihakpihak terkait. DEPDIKNAS termasuk badan atau lembaga
yang berada di dalamnya antara lain Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, BANPT dan Koordinator Perguruan
Tinggi Swasta (KOPERTIS) sebagai regulator bisnis
pendidikan, Departemen Komunikasi dan Informatika
(DEPKOMINFO) sebagai regulator bidang TIK dan pihak
perguruan tinggi sendiri sebagai subjek penelitian.
Gambar 6. Kerangka Penelitian Usulan
Penelitian ini arahkan untuk mendapatkan model
keberhasilan dan kerangka strategi pengembangan TIK
perguruan tinggi di Indonesia dengan unit-unit penelitian
yang diambil dalam gugus bertahap untuk mendapatkan
populasi (N) yang sesuai. Hasilnya diharapkan dapat
menjadi salah satu referensi bagi perguruan tinggi di
Indonesia sehingga mendorong tercapainya kondisi ideal
terkait pengembangan TIK sejalan upaya peningkatan
kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi yang unggul.
Daftar Pustaka
[1]
[2]
Peraturan Pemerintah RI Nomor 60 Tahun 1999
tentang Pendidikan Tinggi
Richardus E. I. & Richardus D., Manajemen
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
[18]
Perguruan Tinggi Moderen, Yogyakarta, Andi,
2004, Hal. 6
Bleiklie, Ivar dan Kogan, Maurice, Organization
and Governance of Universities, Palgrave Journal,
International Association of Universities, 2007,
Hal. 477 493
Clarke Liz, The Essence of Change, Prentice Hall
International (UK), 1994
Brandon, Dan, Project Management in Modern
Information System, Hersey, IRM Press, 2006
Nadika, Dodi dan Soekartawi, Pengalaman
Departemen
Pendidikan
Nasional
dalam
Memanfaatkan TIK (Teknologi Informasi dan
Komunikasi) untuk pendidikan, Prosiding eIndonesia Initiative 2007 (eII2007) Konferensi
Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk
Indonesia: Jakarta, 25-26 April 2007, Jakarta,
Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI)
Institut Teknologi Bandung (ITB), 2007.
Grindley, Kit & Humble, John, The Effective
Computer: A Management By Objectives
Approach, Berkshire UK, McGraw-Hill, 1973
Chan, Y. E. Dan Reich, B.H. IT alignment: What
have we learned? Journal of Information
Technology, Palgrave Macmillan Ltd., 2007, Hal.
297 315.
Sabherwal, R. et al. Information Systems Business
Strategy Alignment. The Dynamics of Alignment:
Insights from A Punctuated Equilibrium Model.
Strategic Information Management: Challenges
and Strategies in Managing Information Systems,
Third Ed, Galliers R. D. dan Leidner D. E. Author,
Oxford, Jordan Hill, 2003
Indrajid RE, Pengantar Konsep Dasar: Manajemen
Sistem Informasi dan Teknologi Informasi, Jakarta,
PT. Elex Media Komputindo, 2000.
McFarlan, Warren and James L. McKenney,
Corporate Information System Management,
Homewood, Illinois, Richard D. Irwin, Inc., 1983.
BAN PT DEPDIKNAS. Buku II: Standar dan
Prosedur Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi,
Jakarta, 2007
The
Webometriclab.
Spanyol.
http://internetlab.cindoc.csic.es/, 2/20/2009, 15:31
WIB
The Times Higher Education Supplement. Inggeris.
http://www.thes.co.uk, 2/20/2009 16:01 WIB
http://www.dikti.org, 2/21/2009 15:15 WIB
Wahono R.S. 17 Universitas Indonesia di Rangking
Webometrics 2008. http://romisatriawahono.net/,
29/01/2008, 17:05 WIB
http://www.it-cortex.com/, 2/20/2009 18:21 WIB
Stepanek, George. Software Project Secrets: Why
Software Projects Fail, Berkeley CA, Apress, 2005,
Hal. 4.
View publication stats
[19]
[20]
[21]
[22]
[23]
[24]
[25]
[26]
[27]
[28]
[29]
[30]
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIRJEN
DIKTI) DEPDIKNAS, Strategi dan Kebijakan
Jangka Panjang Pendidikan Tinggi 2003-2010:
Meningkatkan Peran Serta Masyarakat, 2004
Oetomo, Budi S.D., Sistem Informasi Perusahaan
Makin Dibutuhkan, Harian Bernas, ISSN 02153343; Minggu Pahing, 13 Oktober 2002.
Subiyakto, A ang, Manajemen Perubahan dalam
Pengembangan Sistem Informasi Perguruan
Tinggi, Prosiding Seminar Riset dan Teknologi
Informasi
(SRITI),
STMIK
AKAKOM,
Yogyakarta, 2008
Coley Consulting. Project failure - The six key
reasons
why
projects
fail.
http://www.coleyconsulting.co.uk/failure.htm.
2/22/2009 15:35 WIB
Sugiyanta Lipur, Higher Education Information
System: from Strategic Planning to Development
Phases, Prosiding MoMM & iiWAS, Yogyakarta,
2006
Lukas R.B., Strategi Pengembangan Sistem
Informasi Universitas Katolik Indonesia Atma
Jaya, Prosiding e-Indonesia Initiative 2007
(eII2007) Konferensi Teknologi Informasi dan
Komunikasi untuk Indonesia, Jakarta 25-26 April
2007, Jakarta, Sekolah Teknik Elektro dan
Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung
(ITB), 2007
Arif Muhammad. Kesenjangan: Faktor Utama
Penyebab Kegagalan Proyek E-Government, Di
dalam: Prosiding e-Indonesia Initiative 2008
(eII2008) Konferensi Teknologi Informasi dan
Komunikasi untuk Indonesia, 2008
COBIT Steering Committee and IT Governance
Institute, COBIT 3rd: Management Guidlines: July
2000, Information System Audit and Control
Foundation (ISACF), 2000
Willcocks, L.P., and Lester, S., The evaluation
and management of information systems
investments: from feasibility to routine operations,
In Willcocks, L.P., (ed.), Investing in Information
Systems, London, Chapman and Hall, 1996
Grembergen, W. V., Information Technology
Evaluation Methods and Management. IDEA
Group Publishing, 2001
Kaplan, Robert S. & David P. Norton. Balanced
Scorecard: Translating Strategy into Action,
Harvard Business School Press, 1996.
Seddon, Peter B.. et al, Measuring Organizational
IS Effectiveness: An Overview and Update of
Senior Management Perspectives", The Database
for Advances in Information Systems Spring 2002
(Vo1.33, No.2), 2002