Agama dan Kepercayaan Persiapan Upacara Kematian Suku Dayak Lawangan 1. Pemberitahuan Kabar Kematian

2.1. Daerah Persebaran Suku Dayak Lawangan

Daerah perkampungan suku Dayak Lawangan didirikan memanjang sejajar dengan sungai, di sisi kiri dan kanan jalan darat yang menghubungkan satu rumah dengan rumah lainnya di dalam perkampungan itu. Jalan kampung ini berawal dan berakhir pada kedua ujung kampung tersebut. Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau yang dilalui oleh garis khatulistiwa, dengan sinar matahari yang berlimpah–limpah dan curah hujan yang besar hal ini diakibatkan juga karena banyaknya laut selat yang mengelilinginya. Dengan iklim yang seperti ini sebagian besar Kalimantan Tengah ditutupi oleh hutan-hutan tropis yang lebat, yang memberi kesempatan kepada binatang untuk hidup bebas dan liar di dalamnya, seperti : kera, beruk, orang utan, rusa, kijang, babi, beruang, ular berbisa dan lain-lain. Selain hutan tropis di Kalimantan Tengah juga banyak dilalui sungai-sungai besar maupun kecil, danau-danau dan rawa-rawa di bagian pesisirnya.Sungai-sungai juga mempunyai peranan penting dalam pelbagai kegiatan manusia setempat, misal, sebagai sumber pengairan bagi ladang mereka, sebagai satu-satunya sumber air minum, jalur lalu lintas untuk mengadakan hubungan dengan kampung- kampung lain. Suku Dayak Lawangan mendiami sebelah Timur sungai Barito.

2.2. Agama dan Kepercayaan

Suku Dayak Lawangan mempunyai sistim kepercayaan lama yang diperoleh secara turun temurun dikenal dengan istilah kaharingan, sehingga orang-orang banyak mengenal agama asli penduduk Kalimantan Tengah sebagai Kaharingan. Istilah Kaharingan ini sebenarnya hanya sering digunakan di Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Istilah kaharingan pada awal mulanya muncul pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, nama kaharingan diusulkan oleh Damang Y. Salilah untuk memberi nama pada kepercayaan berkembang Kalimantan Tengah. Sebelum diperkenalkannya istilah kaharingan, semua kepercayaan berkembang di Kalimantan Tengah dahulunya dikenal dengan berbagai nama, misalnya agama Tempon, Telon, agama Helo, Hiden, Kapir, dan sebagainya. Penggunaan istilah Kaharingan yang pada awal mulanya direstui oleh pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia tersebut kemudian terus berlanjut. Universitas Sumatera Utara Seiring dengan perkembangan lebih lanjut agama Kaharingan kemudian bergabung ke dalam kelompok agama Hindu. Jadi dewasa ini secara resmi istilah Kaharingan kemudian bergabung ke dalam agama Hindu. Suku Dayak Lawangan penganut Kaharingan percaya bahwa roh orang yang sudah meninggal akan tinggal di Gunung Lumut, yang terletak di hulu sungai Mea Kalimantan Tengah. Setelahnya agama Kristen masuk dan disebarkan ke daerah hulu sungai beberapa tahun yang silam, dan ini mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap penduduk setempat. Demikian juga dengan agama Islam, telah banyak penduduk yang merubah kepercayaan lama mereka dan menggantinya.

2.3. Mata Pencaharian

Mata pencaharian Suku Dayak Lawangan di Kalimantan Tengah masih tergantung dengan alam sekitarnya, seperti : 1. Berburu, hutan-hutan tropis menyimpan banyak binatang di dalamnya merupakan tempat yang baik untuk melalukan perburuan. Perburuan dialkukan baik siang ataupun malam hari, tergantung kepada jenis binatang yang diburu. Berburu hanya dilakukan oleh laki-laki dewasa, sedangkan kaum wanita serta anak-anak hanyalah membantu apabila dibutuhkan. 2. Meramu, sebagaimana berburu, meramu juga merupakan mata pencaharian sambilan yang dilakukan sesudah masa bertanam padi. Hasil ramuan biasanya, hanya digunakan untuk kebutuhan sendiri. Ini dilakukan oleh kaum pria da wanita yang sudah dewasa di hutan-hutan yang terdapat di sekitar daerah pemukiman. 3. Perikanan, pencarian ikan dilakukan di rawa, sungai, danau dan laut. 4. Pertanian, pertanian di ladang merupakan mata pencaharian pokok Suku Dayak Lawangan. Pekerjaan ini melibatkan seluruh anggota keluarga bahkan juga keluarga-keluarga lain. 5. Kerajinan, para penduduk membuat kerajinan dari rotan, tanduk, dan kayu. Hasilnya adalah topi, tas, pakaian, gagang mandau, patung dan ukir-ukiran.

BAB III UPACARA KEMATIAN SUKU DAYAK LAWANGAN KALIMANTAN TENGAH

Universitas Sumatera Utara 3.1. Persiapan Upacara Kematian Suku Dayak Lawangan 3.1.1. Pemberitahuan Kabar Kematian Pada waktu seseorang meninggal dunia, salah satu keluarga akan memukul gong berulang-ulang yang berarti pemberitahuan bahwa baru saja ada orang yang meninggal dunia. Ini dilakukan ketika si sakit telah meninggal dunia. Ini bertujuan memberitahukan kepada tetangga- tetangga disekelilingnya dan masyarakat di kampung tersebut bahwa ada seseorang yang meninggal dunia. Biasanya spontanitas tetangga dan masyarakat di kampung tersebut akan berdatangan ke tempat tersebut walaupun tengah malam ataupun hujan lebat sekalipun

3.1.2. Memandikan Mayat

Setelah itu dilakukan pemandian mayat yang pada hakekatnya akan sama saja seperti pada agama yang lain. Pada saat jenazah dimandikan hingga diangkat kerumah jenazah, orang membunyikan satu gong dengan irama cepat dan berturut-turut. Di rumah jenazah orang meletakkan jenazah. Bila yang meninggal adalah laki-laki maka kakinya diarahkan ke hilir sungai, sedangkan bila wanita sebaliknya yaitu kakinya diarahkan ke hulu sungai.

3.1.3. Membungkus Mayat

Biasanya membungkus mayat itu dengan kain putih. Tetapi sebelum mayat itu di bungkus, lebih dahulu harus disediakan perlengkapan sebagai berikut: a. Uang tutup mata yaitu perak yang ditaruh pada kedua buah mata mayat yang tertutup itu. Hal ini menandakan bahwa orang mati telah benar-benar mati. b. Lamiang sejenis merjan merah dimasukkan ke dalam mulut si mati. Menurut kepercayaan masyarakat pada waktu si mati ini diantarkan rohnya oleh Wandian Wara roh-roh orang Lawangan yang mati terdahulu berkumpul dan mengucapkan selamat datang kepada yang mati belakangan ini. Kepada roh yang baru datang ini, ia disuruh meludah oleh roh penyambut Universitas Sumatera Utara kedatangannya. Apabila ia tidak bisa meludah, yang berarti air liurnya itu benar telah mati. Jelas tidak bisa meludah karena mulut mayat ini dimasukan dan disumbat oleh lamiang. c. Pada genggaman kedua belah tangannya dimasukkan uang perak. Benda ini berguna dalam perjalanan si mati ke tempat tujuan nanti, sebagai bekal dalam perjalanan. Orang Dayak Lawangan percaya bahwa roh si mati, sama keadaannya pada waktu hidup didunia, ia membutuhkan uang untuk berbelanja. d. Pada dadanya, terutama di bagian ulu hati diletakkan uang, sasiri sejenis mangkuk kecil dan sebutir telur ayam. Ini merupakan tanda yang menunjukkan kesedihan, dan perlambang si mati seolah-olah sedih berpisah dengan sanak keluarganya 3.2. Pelaksanaan Upacara Kematian Suku Dayak Lawangan 3.2.1. Menjaga Jenazah Selama Satu Malam Penuh