“Uji Efektifitas Bacillus thuringiensis dan Beauverria bassiana (Balsamo) vuillemin Terhadap Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren.) (Isoptera: Rhinotermi) di Laboratorium

(1)

UJI EFEKTIFITAS Bacillus thuringiensis DAN

Beauverria bassiana (Balsamo) vuillemin TERHADAP RAYAP

(Coptotermes curvignathus Holmgren.) (Isoptera: Rhinotermi)

DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH:

JHON SIMON SINAGA

060302041

HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAC

Jhon Simon Sinaga "The Study Effectiveness of Bacillus thuringiensis and Beauverria bassiana (Balsamo) vuillemin Against Termites (Coptotermes Holmgren curvignathus.) (Isoptera: Rhinotermi) in the Laboratory" under the guidance and Mena Syahrial Oemry Tarigan Uly. The research was conducted at the Laboratory of Plant Pests Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan with altitude 32 m asl. The research method used is non Completely Randomized Design factorial. Parameters observed in the percentage of termite mortality. The results show the percentage of mortality treatment entomopathogenic fungus B. thuringiensis highest is at 100% in the treatment of I6 and low of 4:44% in the treatment of I1.


(3)

ABSTRAK

Jhon Simon Sinaga “Uji Efektifitas Bacillus thuringiensis dan Beauverria bassiana (Balsamo) vuillemin Terhadap Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren.) (Isoptera: Rhinotermi) di Laboratorium” di bawah bimbingan Syahrial Oemry dan Mena Uly Tarigan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat 32 m dpl. Metode penelitian yang di gunakan adalah Rancangan Acak Lengkap non factorial. Parameter yang di amati adalah persentase mortalitas rayap. Hasil penelitian menunjukkan persentase mortalitas perlakuan jamur entomopatogen B. thuringiensis tertinggi adalah sebesar 100% pada perlakuan I6 dan terendah sebesar 4.44% pada perlakuan I1.


(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Jhon Simon Sinaga, lahir pada tanggal 04 Oktober 1988 di P. beringin. Kec. Silou Kahean Kab. Simalungun. Anak keduan dari empat bersaudara dari Ayahanda T. Sinaga dan Ibunda R.br Damanaik.

Riwayat Pendidikan:

1. Tahun 2000 lulus dari SD NEGERI P. Beringin.

2. Tahun 2003 lulus dari SLTP Swasta ORASI INDO B.Maruhur. 3. Tahun 2006 lulus dari SMA Swasta Ir.H.Djuanda T.Tinggi.

4. Tahun 2006 penulis lulus di Departemen Hama dan Penyakit Perkebunan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.

Pengalaman Kegiatan Akademis

1. Anggota Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN).

2. Melaksanakan Peraktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN III Kebun Gunung Pamela Bulan Juni-Juli 2010.

3. Melaksanakan Penelitian Skripsi di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan Bulan Feberuari 2012.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat melaksanakan proposal usulan penelitian saya ini dengan judul UJI EFEKTIFITAS Bacillus thuringiensis DAN Beauverria bassiana (Balsamo) vuillemin TERHADAP RAYAP (Coptotermes curvignathus Holmgren.) (Isoptera: Rhinotermi) DI LABORATORIUM.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ketua komisi pembimbing,

Bapak Ir. Syahrial Oemry, MS selaku ketua komisi pembimbing Ibu Ir. Mena Uly Tarigan, MS, selaku anggota komisi pembimbing yang telah

memberikan banyak bimbingan serta memberikan banyak arahan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skipsi ini masih belum sempurna, untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik dalam penyempurnaan proposal usulan penelitian ini.

Akhir kata dengan kerendahan hati penulis mengharapkan agar kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua Terima kasih.

Medan, Mei 2012

Penulis iv


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR... iii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penulisan ... 3

Hipotesa Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Rayap ... 5

Kasta Rayap ... 6

Gejala Serangan C. curvignathus pada Kelapa Sawit... 10

Perilaku Rayap ... 10

Sistem Sarang ... 11

Rayap Sebagai Hama... 12

Pengendalian Rayap... 13

Bacillus thuringiensis (Berlinier)... 14

Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin... 17

BAHAN DAN METODE ... 20

Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan dan Alat ... 20

Metode Penelitian ... 19

Pelaksanaan Penelitian ... 21

Parameter Pengamatan ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN... 24

Persentase Mortalitas Rayap... 24

KESIMPULAN DAN SARAN... 27

Kesimpulan... 27

Saran... 27 DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

1. Siklus hidup rayap……… 5

2. Koloni Rayap Captotermes curvignathus Holmgren……….…….. 7

3. Ratu Rayap……….... 7

4. Kasta Prajurit……… 8

5. Kasta Pekerja... 9

6. Konidia Beauveria bassiana (Balsomo) vuillemin... 19

7. Grafik Persentase Mortalistas atas perlakuan... 25


(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman 1. Rataan pengaruh aplikasi Bacillus thuringiensis dan Beauveria

bassiana terhadap mortalitas rayap (Coptotermes curvignathus) (%)

pada pengamatan I-VI……….…. 24


(9)

ABSTRAC

Jhon Simon Sinaga "The Study Effectiveness of Bacillus thuringiensis and Beauverria bassiana (Balsamo) vuillemin Against Termites (Coptotermes Holmgren curvignathus.) (Isoptera: Rhinotermi) in the Laboratory" under the guidance and Mena Syahrial Oemry Tarigan Uly. The research was conducted at the Laboratory of Plant Pests Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan with altitude 32 m asl. The research method used is non Completely Randomized Design factorial. Parameters observed in the percentage of termite mortality. The results show the percentage of mortality treatment entomopathogenic fungus B. thuringiensis highest is at 100% in the treatment of I6 and low of 4:44% in the treatment of I1.


(10)

ABSTRAK

Jhon Simon Sinaga “Uji Efektifitas Bacillus thuringiensis dan Beauverria bassiana (Balsamo) vuillemin Terhadap Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren.) (Isoptera: Rhinotermi) di Laboratorium” di bawah bimbingan Syahrial Oemry dan Mena Uly Tarigan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat 32 m dpl. Metode penelitian yang di gunakan adalah Rancangan Acak Lengkap non factorial. Parameter yang di amati adalah persentase mortalitas rayap. Hasil penelitian menunjukkan persentase mortalitas perlakuan jamur entomopatogen B. thuringiensis tertinggi adalah sebesar 100% pada perlakuan I6 dan terendah sebesar 4.44% pada perlakuan I1.


(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack) diyakini berasal dari Afrika Barat,

Walaupun demikian, kelapa sawit ternyata cocok dikembangkan di luar daerah

asalnya, termasuk Indonesia. Hingga kini kelapa sawit telah diusahakan dalam

bentuk perkebunan dan pabrik kelapa sawit oleh sekitar tujuh negara produsen

terbesarnya (S. Iman, dan W. Yustina., 1992).

Rayap dapat menimbulkan masalah di perkebunan kelepa sawit terutama

pada areal baru bekas hutan. Ada dua jenis yang menyerang kelapa sawit, yakni

Coptotermes curvignathus dan Macrotermes gilvus, yang menyerang batang dan

pelepah daun, baik jaringan yang masih hidup maupun jaringan mati

(M. Soepadiyo, dan S. Haryono., 2003).

Rayap subteran Coptotermes curvignathus merupakan salah satu serangga

hama utama pada kelapa sawit terutama pada kelapa sawit khususnya di lahan

gambut. Serangannya dapat mematikan tanaman dan kasusnya semakin berat

dengan diterapkannya zero burning dalam pembukaan lahan. Pengendaliannya

sulit dilakukan karena banyaknya sisa kayuan yang merupakan bahan makanan

dan tempat berkembangbiak yang sesuai. Selama ini pengendlian dilakukan

dengan insektisida. Beberapa insektisida efektif menekan serangan rayap tapi

tidak mampu mencegah reinfestasi baru. Dalam jangka panjang, pengendalian

secara kimiawi ini tidak efisien dan dapat mencemari lingkungan. Suatu strategi

pengendalian rayap pada kelapa sawit pada kelapa sawit di lahan gambut dapat


(12)

teknik-teknik pengendalian yang kompatibel dan yang memiliki dampak negatif minimal

(Purba R.Y dkk, 2002).

Pada areal perkebunan kelapa sawit dapat dijumpai beberapa jenis rayap,

tetapi yang menimbulkan masalah adalah Coptotermes curvignathus Holmgren

dan Macrotermes gilvus Hagen. Rayap C. curvignathus lebih berbahaya karena

menyerang jaringan hidup dan dapat mematikan tanaman kelpa sawit. Rayap ini

merupakan spesies asli yang banyak terdapat pada hutan primer di Indonesia dan

Malaysia, terutama di dataran rendah serta daeharah dengan penyebaran curah

hujan merata sepanjang tahun C. curvignathus mudah dibedakan dengan jenis

rayap lainnya dari ciri pertahanan dirinya, prajurit yang terganggu segera

mengeluarkan cairan putih dari kelenjar di kepalanya untuk mempertahankan diri.

Banyak jenis tanaman yang dapat diserang oleh C. curvignathus diantaranya

karet, kapuk, kopi, kelapa, ubi kayu dan kelapa sawit

(Ginting, C.S, Ps. Sudarto, dan Chenon. D. R., 2002).

Pada areal kelapa sawit terserang C. curvignathus di Sumatera Utara

sering dijumpai rayap kasta pekerja dan tentara yang mati karena infeksi jamur

entomopatogenik. Setelah diisolasi pada medium PDA dan diidentifikasi melalui

pengamatan mikroskopik ternyata jamur entomopatogenik tersebut terdiri dari 3

spesies yang termasuk kelompok fungi imperfecti, yaitu Metarhizium anisopliae,

Beauveria bassiana, dan Aspergillus flavus (Purba R.Y. dkk, 2002).

Sampai saat ini, pengendalian serangan rayap skala lapangan sebagian

besar memakai bahan kimia yang sangat beracun dan tidak ramah lingkungan.


(13)

nematoda, bakteri, dan jamur yang diumpankan kepada rayap sehingga akan

mengganggu sistem pencernaan rayap (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).

Pengendalian hayati pada dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan

musuh alami untuk mengendalikan populasi hama yang merugikan. Oleh karena

kemampuannya membunuh hama sejak lama patogen digunakan dalam

pengendalian hayati. Kelompok jamur yang menginfeksi serangga disebut jamur

entomopatogenik. Jamur entomopatogenik yang terkenal adalah Namuraea rileyi,

Metarizium anisopeliae dan Beauveria bassiana. Jamur Beauveria bassiana telah

dicoba untuk mengendalikan hama wereng pada coklat dan hama pengerek buah

kopi. Jenis bakteri patogen yang penting ada dua yaitu Bacillus popiliae dan

Bacillus thuringiensis saat ini sangat menarik dan berkembang sangat cepat.

Dampak negatif pestisida yang merugikan kesehatan masyarakat dan lingkungan

hidup semakin lama semakin menonjol. Munculnya resistensi, resurgensi,

peledakan hama skunder dapat mengurangi keuantungan ekonomi pestisida

dampak negatif inilah yang mendorong berkembangnya pengelolaan hama

terpadu (PHT) (Untung, 1993).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas Bacillus thuringiensis

dan Beauverria bassiana (balsamo) vuillemin terhadap rayap

(Coptotermes curviangthus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermi) di laboratorium.

Hipotesis Penelitian

Pada taraf konsentrasi yang berbeda Bacillus thuringiensis dan

Beauverria bassiana (balsamo) vuillemin memberi pengaruh berbeda untuk


(14)

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat melaksanakan penelitian di

Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan


(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Coptotermescurvignathus Holmgren

Menurut Nandika dkk. (2003) klasifikasi rayap subteran sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phyllum : Arthropoda

Class : Insecta

Ordo : Isoptera

Family : Rhinotermitidae

Genus : Coptotermes

Spesies : Coptotermes curvignathus Holmgren

Perkembangan siklus hidup rayap dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 1. Siklus hidup rayap

(Sumber: www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=78&fnam)

Rayap adalah termasuk binatang Arthropoda, kelas insekta dari ordo

isopteran yang dalam perkembangan hidupnya mengalami metamorphosa gradual

atau bertahap. Kelompok binatang ini ini pertumbuhannya melalui tiga tahap,


(16)

Rayap yang ditemukan di daerah tropis jumlah telurnya dapat mencapai

± 36000 sehari bila koloninya sudah berumur ± 5 tahun. Bentuk telur rayap ada

yang berupa butiran yang lepas dan ada pula yang berupa kelompok terdiri dari

16-24 butir telur yang melekat satu sama lain. Telur-telur ini berbentuk silinder

dengan ukuran panjang yang bervariasi antara 1-1,5 mm (Hasan, 1986). Telur

C. curvignathus akan menetas setelah berumur 8-11 hari (Nandika dkk, 2003).

Nimfa muda akan mengalami pergantian kulit sebanyak 8 kali, sampai

kemudian berkembang menjadi kasta pekerja, prajurit dan calon laron

(Nandika dkk, 2003).

Kepala berwarna kuning, antenna, labrum, dan pronotum kuning pucat.

Bentuk kepala bulat ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya.

Antenna terdiri dari 15 segmen. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung

diujungnya, batas antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata.

Panjang kepala dengan mandibel 2,46-2,66 mm, panjang mandibel tanpa kepala

1,40-1,44 mm dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm.

panjang badan 5,5-6 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang

menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan

(Nandika dkk, 2003).

Kasta Rayap

Rayap hidup sebagai serangga sosial dalam masyarakat yang disebut

koloni. Di dalam setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang memiliki bentuk

yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing yaitu kasta prajurit, kasta


(17)

Gambar 2. Koloni Rayap Captotermes curvignathus Holmgren (Sumber : http://tumoutou.net/biologi_perilaku_rayap.htm)

1. Kasta Reproduktif

Terdiri atas reproduktif primer dan reproduktif suplementer. Kasta

reproduktif primer bersayap dari rayap dewasa atau laron yang bersayap dua

pasang, berbentuk sama yaitu bulat memanjang bagian luar dari sayap sama

dengan bagian dalamnya. Sayap – sayap ini terletak membujur di atas abdomen.

Panjangnya melebihi ukuran panjang tubuhnya. Warna tubuh coklat muda sampai

coklat tua dan lebih gelap dari warna tubuh dari anggota kasta – kasta lainnya

(Hasan, 1986).

Gambar 3. Ratu Rayap


(18)

2. Kasta Prajurit

Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan

(sklerotisasi) kulitnya agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya

mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Mereka berjalan hilir mudik di

antara para pekerja yang sibuk mencari dan mengangkut makanan. Setiap ada

gangguan dapat diteruskan melalui "suara" tertentu sehingga prajurit-prajurit

bergegas menuju ke sumber gangguan dan berusaha mengatasinya. Jika

terowongan kembara diganggu sehingga terbuka tidak jarang kita saksikan

pekerja-pekerja diserang oleh semut sedangkan para prajurit sibuk bertempur

melawan semut-semut, walaupun mereka umumnya kalah karena semut lebih

lincah bergerak dan menyerang. Tapi karena prajurit rayap biasanya dilengkapi

dengan mandibel (rahang) yang berbentuk gunting maka sekali mandibel menjepit

musuhnya, biasanya gigitan tidak akan terlepas walaupun prajurit rayap akhirnya

mati (Tarumingkeng, 2001).


(19)

3. Kasta Pekerja

Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80%

populasi dalam koloni merupakan individu – individu pekerja

(Tarumingkeng, 2001). Kasta pekerja terdiri dari nimfa dan dewasa yang steril,

memiliki warna yang pucat dan mengalami penebalan di bagian kutikula, tanpa

sayap dan biasanya tidak memiliki mata, memiliki mandibel yang relatif kecil

(Borror and De Long, 1971).

Walaupun kasta pekerja tidak terlibat dalam proses perkembangbiakan

koloni dan pertahanan, namun hampir semua tugas koloni dikerjakan oleh kasta

ini. Kasta pekerja bekerja terus tanpa henti, memelihara telur dan rayap muda.

Kasta pekerja bertugas memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber

makanan, membuat serambi sarang, dan liang-liang kembara, merawatnya,

merancang bentuk sarang, dan membangun termitarium. Kasta pekerja pula yang

memperbaiki sarang bila terjadi kerusakan (Nandika dkk, 2003).


(20)

Gejala Serangan C. curvignathus pada Kelapa Sawit

Pada tanaman kelapa sawit muda gejala serangan rayap diketahui dari

adanya penumpukan tanah pada pangkal pelepah sampai ke pucuk tanaman. Di

dalam lapisan tanah tersebut dapa ditemukan rayap prajurit yang melakukan

penggerekan ke dalam batang, mencapai titik tumbuh dan akhirnya tanaman

tersebut mati (Andriaty, 2007).

Gejala serangan C. curvignathus pada bagian luar tanaman kelapa sawit

dewasa adalah berupa lapisan tanah mulai daru pangkal batang sampai ke tandan

buah. Pada bagian dalam batang gejala tersebut adalah berupa libang besar dan

adanya sarang kembara C. curvignathus yang menyerupai lapisan karton yang

bercampur dengan kotoran serta dikelilingi oleh kumpulan tanah liat. Sarang

kembara tersubut hanya berisi rayap dari kasta prajurit, pekerja dan nimfa,

sedangkan raja, ratu, telur berada pada sarang utama. Sarang utama biasanya

berada di dalam kayu mati yang berada di bawah atau di atas permukaan tanah

(Prasetiyo, 2006 ).

Perilaku Rayap

Pola perilaku rayap adalah kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan

diri, mereka hidup di dalam tanah dan bila akan invasi mencari objek makanan

juga menerobos di bagian dalam, dan bila terpaksa harus berjalan di permukaan

yang terbuka mereka membentuk pipa pelindung dari bahan tanah atau humus

(Tarumingkeng, 2004).

Feromon adalah hormon yang dikeluarkan untuk pengaturan populasi

koloni misalnya mengatur individu mana yang akan menjadi neoten, menjadi


(21)

Sifat kanibal terutama menonjol pada keadaan yang sulit misalnya

kekurangan air dan makanan, sehingga hanya individu yang kuat saja yang

dipertahankan, yaitu dengan membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak

produktif lagi (karena sakit, sudah tua atau juga mungkin karena malas), baik

reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja. Kanibalisme berfungsi untuk

mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi energi, dan berperan dalam

pengaturan homeostatika (keseimbangan kehidupan) koloni rayap

(Tarumingkeng, 2001).

Sifat trofalaksis merupakan ciri khas diantara individu-individu dalam

koloni rayap. Masing-masing individu sering mengadakan hubungan dalam

bentuk menjilat, mencium dan menggosokkan tubuhnya satu dengan yang

lainnya. Sifat ini diinterpretasikan sebagai cara untuk memperoleh protozoa

flagellata bagi individu yang baru saja berganti kulit (eksidis), karena pada saat

eksidis kulit usus juga tanggal sehingga protozoa simbiont yang diperluan untuk

mencerna selulosa ikut keluar dan diperlukan reinfeksi dengan jalan trofalaksis.

Sifat ini juga diperlukan agar terdapat pertukaran feromon diantara para individu

(Tarumingkeng, 2004).

Sistem Sarang

Bahan yang digunakan untuk membangun sarang sangat tergantung pada

makanan dan bahan yang tersedia di habitatnya. Tanah, kotoran, dan sisa

tumbuhan serta air liur merupakan bahan utama untuk pembuatan sarang. Partikel

tanah yang seringkali digunakan untuk membangun sarang dan merupakan

komponen yang dominan dapat diklasifikasikan menurut ukurannya, yaitu kerikil


(22)

mm,dan liat < 0,002 mm. Sedangkan kotoran dan air liur berfungsi sebagai

perekat dalam pembuatan sarang (Nandika dkk., 2003).

Membuat sarang dan hidup di dalam sarang merupakan karakteristik dari

seramgga sosial. Beberapa jenis rayap membuat sarangnya dalam bentuk

lorong-lorong di dalam kayu atau lorong-lorong-lorong-lorong di dalam tanah, tetapi jenis rayap tertentu

sarangnya membentuk bukit bukit dengan konstruksi sarang yang yang sangat

kokoh dan sangat luas (Nandika dkk., 2003).

Rayap Sebagai Hama

Di Asia Tenggara spesis rayap memiliki kemampuan untuk menyebabkan

kehilangan hasil pada tanaman pertanian dan hutan, C. curvignathus yang

memiliki kemampuan untuk membunuh tanaman yang sehat. Rayap ini

menyerang banyak spesis tanaman. C. curvignathus biasanya membuat sarangnya

dari lumpur dan menyerupai kartun disekitar dasar pohon yang diserang, dan

membentuk liang-liang dengan lubang-lubang tertentu kedalam jaringan yang

hidup dan akhirnya membunuh pohon (Anonimus, 2006).

Kegagalan penyisipan tanaman kelapa sawi pada areal yang telah

terkontaminasi C. curvignathus pada tingkat populasi yang tinggi sering terjadi,

karena tanaman sisipan segera diserang rayap tersebut dan akhirnya mati.

Keadaan ini sering terjadi berulang kali, sehingga akhirnya perkebunan tidak

memanfaatkan lagi areal tersebut (Christina dkk, 1998)

Bahan-bahan yang berkayu yang melimpah pada lahan gambut

merupakan habitat yang ideal bagi rayap C. curvignathus yang menyerang dan


(23)

sawit. Tanaman kelapa sawit di lahan gambut dapat terserang rayap pada

berbagai tingkat perkembangannya. Rayap tersebut pada umumnya bersarang

pada tunggul-tunggul kayuan yang melapuk di sekitar tanaman kelapa sawit,

dimana mereka bertahan hidup dan berkembangbiak, dan dari sana mereka mulai

merayap membentuk lorong-lorong kembara menuju tanaman kelapa sawit

(Tarumingkeng, 2004).

Pengendalian Rayap

Pengumpanan adalah salah satu teknik pengendalian yang ramah

lingkungan. Dilakukan dengan menginduksi racun slow action ke dalam kayu

umpan, dengan sifat trofalaksisnya kayu tersebut dimakan rayap pekerja dan

disebarkan ke dalam koloninya. Teknik pengumpanan selain untuk

mengendalikan juga dapat digunakan untuk mempelajari keragaman rayap tanah.

Pemakaian teknik pengumpanan bila dibandingkan dengan teknik pengendalian

rayap yang lain memiliki keunggulan antara lain : tidak mencemari tanah, tepat

sasaran, bersifat spesifik, dan memudahkan pengambilan sample

(French 1994 dalam Kadarsah, 2005).

Menurut Bakti (2004) nematoda Steinernema carpocapsae memiliki

efektifitas cukup baik untuk mengendalikan rayap. Umumnya nematoda termasuk

S. carpocapsae banyak ditemukan di dalam tanah, sehingga diharapkan rayap

C. curvignathus yang selalu berhubungan dengan tanah akan dapat dimanfaatkan

sebagai agen hayati. Pemberian nematoda dengan jumlah terkecil menimbulkan

mortalitas 38,16% dan dengan jumlah tertinggi menimbulkan mortalitas 60,80%.

Pegendalian hama terpadu (PHT) termasuk pengendalian rayap pada


(24)

Sistem Budidaya Tanaman, dan dalam sistem tersebut pengendalian hayati dengan

memanfaatkan musuh alami hama seperti parasitoid, predator dan patogen

menjadi komponen utama, sedangkan pengendalian kimiawi menggunakan

pestisida merupakan pilihan (Kadarsah, 2005).

Penelitian mengenai pengaruh jamur Beauveria bassiana (Balsamo)

Vuillemin dan Metarhizium anisopliae (Mets.) Sorokin terhadap rayap

Coptotermes curvignathus Holmgren telah dilakukan di Laboratorium

Mikrobiologi dan Toksikologi, Departemen Biologi ITB pada bulan November

2004 – April 2005. Rayap C. curvignathus diperoleh dari Pusat Studi Ilmu Hayati

IPB Bogor dan jamur B. bassiana serta M. anisopliae diperoleh dari BALITROP

Bogor. Penelitian ini menyimpulkan bahwa B. bassiana dan M. anisopliae dapat

digunakan untuk mengendalikan rayap C. curvignathus (Novianty, 2005).

Pemberian dosis jamur entomopatogen yang lebih tinggi akan semakin

cepat mematikan inang sasaran. Hal ini karena semakin banyak konidia yang

menempel pada tubuh inang sasaran akan semakin cepat mematikan inang sasaran

(Ferron, 1985).

Bacillus thuringiensis Berlinier

Bahan aktif Bacillus thuringiensis Berlinier strain HD-1 varietas kustaki,

merupakan bakteri yang telah diproduksi sebagai insektisida mirobia dengan

nama dagang Thurcide HP yang merupakan insektisida biologi untuk tepung,

dapat bercampur dalam air atau (WP), dengan bahan aktifnya adalah bakteri ini

(serotype IIIa dan IIIb). Cara kerjanya dengan racun perut. Dianjurkan untukk

menyemprot hama – hama pengerek sebelum ulat tersebut masuk ke dalam


(25)

yang memakan bagian tanaman yang telah disemprot bukannya terus mati tetapi

mula – mula akan didahului dengan diam tanpa makan, setelah itu akan mati

kekeringan. Jadi bentuk tubuhnya setelah mati menjadi mengkerut dan

mongering. Thurcide ini digunakan utnuk tanaman :

a. Kelapa sawit yang terserang ulat api Setora nitens dan Settothosea asigna

dianjurkan disemprot dengan konsentrasi 1 – 2 g/l dalam 200 – 400 l/air.

Perhektar membutuhkan 350 – 500 g Thurcide HP. Pada serangan berat

diulangi 2 minggu kemudian.

b. Tebu yang terserang pengerek batang (Chilo sacchariphagus,

Diatraea saccharalis) disemprot dengan konsetrasi 2 – 3 g/l dalam 200 –

400 l air. Setiap hektar lahan tebu memerlukan 500 – 800 gr/ha.

c. Kubis terserang perusak daun (P. xylostlla, C. binotalis dan

Trichoplusiani). Untuk menyemprot lahan 1 ha, membutuhkan 500–

1000g, dengan konsentarasi pemula 4 – 40 g/l dalam 200 – 400 l air.

(Curier dan Cynthia, 1990).

Bacillus thuringiensis berpotensi tinggi mengandung protein. Setelah ulat

makan daun yang disemprot insektisida ini 0,5 – 2 jam kemudian akan berhenti

makan dan paling lama 2 hari akan mati. Insektisida biologi ini hanya mematikan

larva tidak menimbulkan masalah terhadap musuh – musuh ulat seperti predator

dan parasit sehingga pengendalian hayati tidak terganggu walaupun dilakukan

secara terus menerus. Ulat yang terserang menjadi malas, bahkan menjadi tidak

berwarna dan lemas, setelah mati mereka menghasilkan bau busuk. Sel – sel


(26)

terlarut dalam tubuh serangga Kristal ini menyebabkan paralysis pada lambung

(Howard, 1994).

Menurut Huffaker dan Messenger (1989) racun Kristal itu dalam

kenyataannya merupakan protoksin yang aktif apabila dicerna oleh cairan – cairan

yang ada didalam perut Setothosea asigna. Kristal – kristal paraseporal yang

dicerna hanya meracuni larva S. asigna dimana pH ususnya asam. Apabila biakan

– biakan B. thuringiensis yang telah mengalami sporulasi diberikan kepada

serangga, satu di antara tiga akibat utamanya akan terjadi, tergantung terserang

dan tergantung juga kepada besarnya dosis, yaitu:

a. Serangga – serangga yang diracuni oleh Kristal beracun, dengan segera

menjadi lumpuh, menunjukkan adanya perubahan patologis dalam

jaringan – jaringannya, dan kemudian akan mati sebelum pertumbuhan

yang sesungguhnya atau infeksi B. thuringiensis.

b. Serangga – serangga menunjukkan tanda – tanda keracunan (misalnya

berhenti makan) dan rusaknya epithelium midgut (perut bagina tengah)

yang memungkinkan bakteri kedalam darah dan berakibat suatu septi

cemia yang mematikan dengan atau tanpa terjadinya pertumbuhan bakteri

sebelumnya didalam perut.

c. Serangga – serangga relatif tidak rusak oleh kristal karena dalam kasus ini

B. thuringiensis berperilaku seperti B. cereus dan bertindak sebagai

pathogen fakultatif atau pathogen potensial yang mampu menghasilkan


(27)

Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin

Menurut Barnett dan Berry (1972) jamur Beauveria bassiana dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

Division : Eumycotina

Class : Deuteromycotina

Ordo : Moniliales

Famili : Moniliaceae

Genus : Beauveria

Spesies : Beauveria bassiana (Balsomo) vuillemin.

Jamur B. bassiana adalah jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk

benang-benang halus (hifa). Kemudian hifa-hifa tadi membentuk koloni yang

disebut miselia. Jamur ini tidak dapat memproduksi makanannya sendiri, oleh

karena itu ia bersifat parasit terhadap serangga inangnya (Anonimus, 2008).

Jamur Beauveria bassiana merupakan spesies jamur yang sering

digunakan untuk mengendalikan serangga. B. bassiana diaplikasikan dalam

bentuk konidia yang dapat menginfeksi serangga melelui kulit kutikula, mulut dan

ruas-ruas yang terdapat pada tubuh serangga . jamur ini ternyata memiliki

spectrum yang luas dan dapat mengendalikan banyak spesies serangga sebagai

hama tanaman. Hasil penelitian menunjukkan, B. bassiana efektif untuk

mengendalikan semut api, aphid, dan ulat grayak (Dinata, 2006).

Miselium jamur B. bassiana bersekat dan bewarna putih, didalam tubuh

serangga yang terinfeksi terdiri atas banyak sel, dengan diameter 4 µm, sedang

diluar tubuh serangga ukurannya lebih kecil, yaitu 2 µm. hifa fertile terdapat pada


(28)

menggelembung atau menebal. Konidia menempel pada ujung dan sisi konidiofor

atau cabang-cabangnya (Utomo dan Pardede, 1990).

Salah satu cendawan entomopatogen yang sangat potensial dalam

pengendalian beberapa spesies serangga hama adalah Beauveria bassiana

(Balsamo) Vuillemin. Cendawan ini dilaporkan sebagai agensi hayati yang sangat

efektif mengendalikan sejumlah spesies serangga hama termasuk rayap, kutu

putih, dan beberapa jenis kumbang. Sebagai patogen serangga, B. bassiana dapat

diisolasi secara alami dari pertanaman maupun dari tanah. Epizootiknya di alam

sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, terutama membutuhkan lingkungan yang

lembab dan hangat. Di beberapa negara, cendawan ini telah digunakan sebagai

agensi hayati pengendalian sejumlah serangga hama mulai dari tanaman pangan,

hias, buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, hortikultura, perkebunan,

kehutanan hingga tanaman gurun pasir (Sutopo. D, dan Indriyani. IGAA., 2007).

Sistem kerjanya yaitu spora jamur B. bassiana masuk ketubuh serangga

inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Selain itu

inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang dapat berkecambah

dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus

kutikula tubuh serangga. Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi

dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Jamur ini selanjutnya akan

mengeluarkan racun beauverin yang membuat kerusakan jaringan tubuh serangga.

Dalam hitungan hari, serangga akan mati. Setelah itu, miselia jamur akan tumbuh

ke seluruh bagian tubuh serangga. Serangga yang terserang jamur B. bassiana

akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan tertutup oleh benang-benang


(29)

Gambar 6. Konidia Beauveria bassiana (Balsomo) vuillemin. (Sumber : www.mycology.adelaide.edu.au/.../beauveria1.htm)


(30)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Maret 2012

di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Medan dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah larva Coptotermes curvignathus Holmgren,

sarang rayap, kayu lapuk, pasir Bacillus thuringiensis, dan jamur

Beauveria bassiana, air, kapas, tissue.

Alat yang digunakan adalah stoples, Erlenmeyer, handsprayer, timbangan

elektrik, beaker gelas, sheaker, kain kasa, karet gelang, kuas, kain muslin, buku

data, pulpen.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non

factorial yang terdiri dari 7 perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan tersebut

adalah:

I0 : Kontrol (air)

I1 : Bacillus thuringiensis (Thuricide) 25 gr/l air

I2 : Bacillus thuringiensis (Thuricide) 50 gr/l air

I3 : Bacillus thuringiensis (Thuricide) 75 gr/l air


(31)

I5 : Beauveria bassiana 50 gr/l air

I6 : Beauveria bassiana 75 gr/l air

Model linear yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij=µ+ ri + εij

Jumlah perlakuan : 7

Jumlah ulangan : 3

Jumlah keseluruhannya : 21

Jumlah rayap dalam 1 toples : 15 ekor

Jumlah rayap yang diperlukan: 315 ekor

Model linier yang digunakan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) non

faktorial adalah sebagai berikut

Y ij = µ + Ti + Σij ; i = 1, 2,....t j = 1, 2,...r

Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan pada taraf ke-j dengan ulangan ke-i

µ = Nilai tengah sebenarnya

Ti = Pengaruh Perlakuan ke-i

Σij = Pengaruh galat pada unit percobaan

Selanjutnya bila analisa menunjukkan hasil yang nyata, maka dilanjutkan


(32)

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian dilakukan dengan menyediakan bahan dan alat yang

dibutuhkan selama pelaksanaan penelitian. Survei dilakukan pada lokasi

pengambilan hama rayap Coptotermes curvignathus Holmgren di lapangan.

Pengambilan Rayap di Lapangan

Rayap dan sarangnya diambil dari lapangan kemudian dimasukkan

kedalam ember dan dipelihara di dalam laboratorium. Rayap yang digunakan

adalah rayap dari kasta pekerja

Penyediaan Jamur B. Bassiana dan B. thuringiensis

Jamur B. bassiana dan B. thuringiensis, diperoleh dari BP2TP Medan.

Jamur dan bakteri tersebut sudah tersedia dalam bentuk biakan yang dapat

diaplikasikan langsung pada serangga uji.

Pembuatan Suspensi B. bassiana dan B. thuringiensis.

Jamur yang diperoleh kemudian ditimbang sesuai perlakuan dan

diletakkan didalam beaker gelas lalu diencerkan dengan 1 liter aquades.

Kemudian akan terbentuk suspense jamur, lalu suspense tersebut disheaker selama

30 menit agar tercampur dengan rata. Begitu juga dilakukan untuk bakteri


(33)

Peubah Amatan

Persentase Mortalitas Rayap

Pengamatan mortalitas rayap dilakukan sebanyak 6 kali yaitu pada 3, 6, 9,

12, 15 dan 18 hari setelah aplikasi. Persentase Mortalitas rayap dihitung dengan menggunakan rumus :

M = x10000 b

a a

+

Keterangan :

M : Presentase Mortalitas rayap

a : Jumlah rayap yang mati


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Mortalitas rayap

Hasil pengamatan rata-rata analisis sidik ragam menunjukkan bahwa

perlakuan yang diberikan dengan menggunakan Bacillus thuringiensis dan

Beuveria bassiana memberi pengaruh sangat nyata terhadap mortalitas rayap di

laboratorium. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Rataan pengaruh aplikasi Bacillus thuringiensis dan Beauveria bassiana terhadap mortalitas rayap (Coptotermes curvignathus) (%) pada pengamatan I-VI.

PERLAKUAN PENGAMATAN

3 Hsa 6 Hsa 9 Hsa 12 Hsa 15 Hsa 18 Hsa

I0 (kontrol) 0.00c 0.00c 0.00d 0.00d 0.00d 0.00d

I1 (B. thuringiensis 25 gr) 4.44b 11.11b 17.78c 26.66c 37.78c 48.88c I2 (B. thuringiensis 50 gr) 4.44b 13.33b 20.00c 28.88c 40.00c 51.11c I3 (B. thuringiensis 75 gr) 8.88a 17.78a 24.44b 37.78c 51.11b 64.44b I4 (B. bassiana 25 gr) 6.66b 15.55b 24.44b 31.11b 48.89b 71.11b

I5 (B. bassiana 50 gr) 11.11a 20.00a 35.55b 46.66b 59.99b 73.33b

I6 (B. bassiana 75 gr) 15.55a 28.88a 51.11a 71.11a 86.66a 100.00a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf P = 0,05 menurut uji jarak Duncan.

Dari tabel pengamatan 3 dan 6 hari setelah aplikasi (HSA) terlihat bahwa

persentase mortalitas rayap tertinggi pada perlakuan B. bassiana 75 gr (I6)

berbeda nyata dengan I0 (kontrol), I1 (B. thuringiensis 25 gr), I2 (B. thuringiensis

50 gr), I4 (B. bassiana 25 gr) namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan I3 (B.

thuringiensis 75 gr) I4 (B. bassiana 25 gr) I5 (B. bassiana 50 gr) yang berbeda

dengan perlakuan lainnya. Hal ini terjadi karena perbedaan dosis yang diberikan


(35)

(2006) bahwa B. bassiana dan M. anisopliae dapat digunakan untuk

mengendalikan rayap C. curvignathus.

Pada pengamatan ke 9 tampak bahwa perlakuan B. Bassianna 75 gr (I6)

mortalitasnya lebih tinggi yaitu 51.11 %, hal ini sangat berbeda nyata dengan

perlakuan I5 (B. bassiana 50 gr), I4 (B. bassiana 25 gr), I3 (B. thuringiensis 75

gr,) I2 (B. thuringiensis 50 gr), I1 (B. thuringiensis 25 gr) dan I0 (kontrol). Hal

ini disebabkan oleh pemberian dosis jamur entomopatogen yang lebih tinggi akan

semakin cepat mematikan inang sasaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ferron

(1985) yang menyatakan bahwa semakin banyak konidia yang menempel pada

tubuh inang sasaran akan semakin cepat mematikan inang sasaran.

Dari tabel tampak bahwa perlakuan B. bassiana yang memiliki mortalitas

tertinggi dibanding perlakuan lainnya yaitu pada I6 (B. bassiana 75gr) mampu

mencapai 100%. Hal ini berarti perlakuan B. bassiana lebih efektif dibanding B.

Thuringensis. Menurut Tarumingkeng (2001) menyatakan B. bassiana memiliki

spektrum pengendalian yang luas dan bisa mengendalikan banyak spesies dari

hama tanaman. Hal ini didukung oleh pernyataan Sweetman (1963) menyatakan

strain-strain B. bassiana pada periode yang sangat lama mampu mempertahankan


(36)

Gambar 7. Grafik Persentase Mortalistas atas perlakuan.

Gambar menjelaskan dosis perlakuan yang berbeda menghasilkan

mortalitas rayap yang berbeda. Diantara semua perlakuan, mortalitas rayap

tertinggi terdapat pada perlakuan I6 yaitu B. bassiana 75gr sebesar 100% pada

pengamata 18 HSA. kemudian I5 yaitu B. bassiana 50gr sebesar 73.33% dan

I4 B. bassiana 25gr sebesar 71.11%. Dalam hal ini penggunaan B. bassiana

sangat efektif dalam mengendalikan rayap. Hal ini sesuai dengan literatur

Kadarsah (2005) menyatakan bahwa Salah satu cendawan entomopatogen yang

sangat potensial dalam pengendalian beberapa spesies serangga hama adalah

Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin. Cendawan ini dilaporkan sebagai

agensi hayati yang sangat efektif mengendalikan sejumlah spesies serangga hama


(37)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Persentase mortalitas perlakuan jamur entomopatogen B. bassiana yang

lebih efektif terdapat pada perlakuan I6 dengan dosis 75 gr sebesar 100%

pada pengamatan 18 hari setelah aplikasi (HSA).

2. Persentase mortalitas perlakuan jamur entomopatogen B. thuringiensisyang

lebih efektif terdapat pada perlakuan I3 dengan dosis 75grsebesar 64.44 %

pada pengamatan 18 hari setelah aplikasi (HSA).

3. Perbandinga persentase perlakuan jamur entomopatogen B. bassiana dan

B. thuringiensisyang lebih efektif terdapat pada perlakuan B. bassiana 75gr

(I6) sebesar 100% pengamatan 18 hari setelah aplikasi (HSA).

4. Persentase mortalitas perlakuan jamur entomopatogen B. thuringiensis

paling rendah terdapat pada perlakuan I1 dengan dosis 25 gr sebesar 4.44%

pada pengamatan 3 hari setelah aplikasi (HSA).

5. Persentase mortalitas perlakuan jamur entomopatogen B bassiana paling

rendah terdapat pada perlakuan I4 dengan dosis 25 gr sebesar 6.66% pada

pengamatan 3 hari setelah aplikasi (HSA).

Saran

Disarankan penelitian lanjutan mengenai uji efektif Bacillus thuringiensis


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2008. Jamur Bermanfaat Dalam Pertanian. http://Jamur%20bermanfaat%20dalam%20pertanian.htm (diakses 9 Juni 2011).

Anwar , 2006. Termites in Forestry. Diakses dari http://www.chem.unep.ch/pops/termites_ch5.htm pada tanggal 12 Juni 2011.

Andriaty R., 2007. Rayap dan Pengendaliannya. Diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/rayap pada tanggal 11 Juni 2011.

Bakti, D. 2004. Pengendalian Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren menggunakan Nematoda Steinernema carpocapsae W. dalam Skala Laboratorium. Jurnal Natur Indonesia, 6(2):81-83.

Barnet, H. L. And B. H. Barry., 1972. Illustrated Genera of Fungi Third Edition. Burges Publishing Company. Mineapolis-Minnesota

Borror, D.J. and D.M. De long, 1971. An Indroduction to The Study of Insects. United State of America.

Dinata, A., 2006. Insektisida Yang Ramah Lingkungan. http://www.pikiran rakyat.com (diakses 20 Juni 2011)

Ellis. D., 2009. Mycology Online. www.mycology.adelaide.edu.au/.../beauveria1.htm (diakses 5 Juli 2011).

Ferron, 1985. Illustrated Genera of Fungi Third Edition. Burges Publishing Company. Mineapolis-Minnesota Can. J. Zool, 63:2529-2533.

Read more:

http://www.readperiodicals.com/201101/2250449151.html#ixzz1vPFAy WeF

Ginting, C.S, Ps. Sudarto, dan Chenon. D. R., 2002. Strategi Pengendalian Rayap Pada Kelapa Sawit di Lahan Gambut. Warta PPKS. Medan

Hasan. T., 1986. Rayap dan Pemberantasannya (Penaggulangan dan Pecegahan). CV. Yasaguna, Jakarta.


(39)

Kadarsah, A. 2005. Studi Keragaman Rayap Tanah dengan Teknik Pengumpanan pada Tumpukan Jerami Padi dan Ampas Tepu di Perusahaan Jamur PT. Zeta Agro Corporation Jawa Tengah. Bioscientiae 2(2):17-22. http://bioscientiae.tripod.com (diakses 11 februari 2011).

M. Soepadiyo, dan S. Haryono., 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Nandika, D., Y. Rismayadi, dan F. Diba, 2003. Rayap, Biologi dan Pengendalian . Muhammadiah University Press, Surakarta

Purba R.Y., Sudharto dan R.Desmier de Chenon, 2002. Gejala Serangan dan

Bioekologi Coptotermes cirvignathus Holmgren (Isoptera:Rhinotermidae) pada Tanaman Kelapa Sacit di Lahan Gambut

.Warta PPKS, Medan, Sumatera Utara.

Prasetiyo, K.W. dan S. Yusuf, 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap Secara Ramah Lingkungan dan Kimiawi. Agromedia Pustaka, Jakarta.

S. Iman, dan W. Yustina., 1992. Kelapa Sawit Usaha Budi Daya Pemanfaatan hasil dan Aspek Pemasaran. Tim Penulis PS, Jakarta.

Sutopo. D, dan Indriyani. IGAA., 2007. Status, Teknologi, dan Prospek B. Bassiana Untuk Pengendalian Serangga Hama. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang.

Tarumingkeng, R.C., 2001. Biologi dan Perilaku Rayap. http://tumoutou.net/biologi_perilaku _rayap.htm (diakses 06 Juli 2011).

, R.C., 2004. biologi dan Pengendalian Rayap Hama Bangunan di Indonesia. http://tumoutou.net/dethh/5_termite_biology_and_control.htm (diakses 06 Februari 2008).

Utomo, C. dan DJ. Pardede, 1990. Efikasi Jamur Beauveria bassiana. Buletin Perkebunan. Kanisius.


(40)

Lampiran 1. Bagan Penelitian

U

S

Keterangan:

I0 : Kontrol (air)

I1 : Bacillus thuringiensis (Thuricide) 25 gr/l air I2 : Bacillus thuringiensis (Thuricide) 50 gr/l air I3 : Bacillus thuringiensis (Thuricide) 75 gr/l air I4 : Beauveria bassiana 25 gr/l air

I5 : Beauveria bassiana 50 gr/l air I6 : Beauveria bassiana 75 gr/l air

I0

I6

I4

I5

I4

I3

I5

I2

I1

I0

I6

I1

I5

I3

I2

I2

I6

I4

I3

I1

I0


(41)

Lampiran 2. Data Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren.) Untuk setiap Perlakuan Pada Pengamatan 3 HAS.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

I0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

I1 6,66 0,00 6,66 13,32 4,44

I2 0,00 6,66 6,66 13,32 4,44

I3 13,33 6,66 6,66 26,65 8,88

I4 6,66 6,66 6,66 19,98 6,66

I5 6,66 13,33 13,33 33,32 11,11

I6 13,33 13,33 20,00 46,66 15,55

Total 46,64 46,64 59,97 153,25

Rataan 6,66 6,66 8,57 7,30

Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

I0 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

I1 7,37 0,71 7,37 15,44 5,15

I2 0,71 7,37 7,37 15,44 5,15

I3 14,04 7,37 7,37 28,77 9,59

I4 7,37 7,37 7,37 22,10 7,37

I5 7,37 14,04 14,04 35,44 11,81

I6 14,04 14,04 20,71 48,78 16,26

Total 51,59 51,59 64,92 168,10

Rataan 7,37 7,37 9,27 8,00

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F

hitung 0,05 0,01

Perlakuan 6 1747,03 291,17 23,59 ** 4,00 7,72

Galat 12 148,12 12,34

Total 18 1895,15

FK 64,08


(42)

Uji Jarak Duncan

SY 1,66 -7,15 -3,10 -3,31 -1,22 0,86 2,96 7,34

I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

SSR 0.01 4,32 4,55 4,68 4,76 4,84 4,92 4,96

LSR 0.01 7,15 7,54 7,75 7,88 8,02 8,15 8,21

Perlakuan I0 I1 I2 I4 I3 I5 I6

Rataan 0,00 4,44 4,44 6,66 8,88 11,11 15,55

a

b


(43)

Lampiran 3. Data Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren.) Untuk setiap Perlakuan Pada Pengamatan 6 HAS.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

I0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

I1 13,33 6,66 13,33 33,32 11,11

I2 6,66 13,33 20,00 39,99 13,33

I3 20,00 13,33 20,00 53,33 17,78

I4 13,33 13,33 20,00 46,66 15,55

I5 13,33 26,66 20,00 59,99 20,00

I6 26,66 26,66 33,33 86,65 28,88

Total 93,31 99,97 126,66 319,94

Rataan 13,33 14,28 18,09 15,24

Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

I0 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

I1 14,04 7,37 14,04 35,44 11,81

I2 7,37 14,04 20,71 42,11 14,04

I3 20,71 14,04 20,71 55,45 18,48

I4 14,04 14,04 20,71 48,78 16,26

I5 14,04 27,37 20,71 62,11 20,70

I6 27,37 27,37 34,04 88,77 29,59

Total 98,26 104,92 131,61 334,79

Rataan 14,04 14,99 18,80 15,94

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F

hitung 0,05 0,01

Perlakuan 6 6488,03 1081,34 43,77 ** 4,00 7,72

Galat 12 296,46 24,70

Total 18 6784,49

FK 254,16


(44)

Uji Jarak Duncan

SY 2,34 -10,12 0,45 2,36 4,40 6,44 8,47 17,26

I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

SSR 0.01 4,32 4,55 4,68 4,76 4,84 4,92 4,96

LSR 0.01 10,12 10,66 10,97 11,15 11,34 11,53 11,62

Perlakuan I0 I1 I2 I4 I3 I5 I6

Rataan 0,00 11,11 13,33 15,55 17,78 20,00 28,88

a

b


(45)

Lampiran 4. Data Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren.) Untuk setiap Perlakuan Pada Pengamatan 9 HAS.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

I0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

I1 20,00 13,33 20,00 53,33 17,78

I2 13,33 20,00 26,66 59,99 20,00

I3 26,66 20,00 26,66 73,32 24,44

I4 20,00 26,66 26,66 73,32 24,44

I5 26,66 40,00 40,00 106,66 35,55

I6 46,66 46,66 60,00 153,32 51,11

Total 153,31 166,65 199,98 519,94

Rataan 21,90 23,81 28,57 24,76

Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

I0 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

I1 20,71 14,04 20,71 55,45 18,48

I2 14,04 20,71 27,37 62,11 20,70

I3 27,37 20,71 27,37 75,44 25,15

I4 20,71 27,37 27,37 75,44 25,15

I5 27,37 40,71 40,71 108,78 36,26

I6 47,37 47,37 60,71 155,44 51,81

Total 158,26 171,60 204,93 534,79

Rataan 22,61 24,51 29,28 25,47

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F

hitung 0,05 0,01

Perlakuan 6 17456,59 2909,43 84,14 ** 4,00 7,72

Galat 12 414,92 34,58

Total 18 17871,50

FK 648,53


(46)

Uji Jarak Duncan

SY 2,77 -11,97 5,17 7,03 11,25 11,02 21,91 37,36

I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

SSR 0.01 4,32 4,55 4,68 4,76 4,84 4,92 4,96

LSR 0.01 11,97 12,61 12,97 13,19 13,42 13,64 13,75

Perlakuan I0 I1 I2 I3 I4 I5 I6

Rataan 0,00 17,78 20,00 24,44 24,44 35,55 51,11

a

b

c d


(47)

Lampiran 5. Data Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) Untuk setiap Perlakuan Pada Pengamatan 12 HAS.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

I0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

I1 33,33 20,00 26,66 79,99 26,66

I2 26,66 26,66 33,33 86,65 28,88

I3 40,00 33,33 40,00 113,33 37,78

I4 26,66 33,33 33,33 93,32 31,11

I5 33,33 53,33 53,33 139,99 46,66

I6 66,66 73,33 73,33 213,32 71,11

Total 226,64 239,98 259,98 726,60

Rataan 32,38 34,28 37,14 34,60

Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

I0 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

I1 34,04 20,71 27,37 82,11 27,37

I2 27,37 27,37 34,04 88,77 29,59

I3 40,71 34,04 40,71 115,45 38,48

I4 27,37 34,04 34,04 95,44 31,81

I5 34,04 54,04 54,04 142,11 47,37

I6 67,37 74,04 74,04 215,44 71,81

Total 231,59 244,93 264,93 741,45

Rataan 33,08 34,99 37,85 35,31

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F

hitung 0,05 0,01 Perlakuan 6 33311,99 5552,00 140,51 ** 4,00 7,72

Galat 12 474,15 39,51 Total 18 33786,14

FK 1246,59


(48)

Uji Jarak Duncan

SY 2,96 -12,80 13,18 15,01 17,01 23,44 32,08 56,41

I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

SSR 0.01 4,32 4,55 4,68 4,76 4,84 4,92 4,96

LSR 0.01 12,80 13,48 13,87 14,10 14,34 14,58 14,70

Perlakuan I0 I1 I2 I4 I3 I5 I6

Rataan 0,00 26,66 28,88 31,11 37,78 46,66 71,11

a

b

c d


(49)

Lampiran 6 Data Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) Untuk setiap Perlakuan Pada Pengamatan 15 HAS.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

I0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

I1 40,00 33,33 40,00 113,33 37,78

I2 40,00 33,33 46,66 119,99 40,00

I3 60,00 40,00 53,33 153,33 51,11

I4 40,00 53,33 53,33 146,66 48,89

I5 46,66 66,66 66,66 179,98 59,99

I6 80,00 86,66 93,33 259,99 86,66

Total 306,66 313,31 353,31 973,28

Rataan 43,81 44,76 50,47 46,35

Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

I0 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

I1 40,71 34,04 40,71 115,45 38,48

I2 40,71 34,04 47,37 122,11 40,70

I3 60,71 40,71 54,04 155,45 51,82

I4 40,71 54,04 54,04 148,78 49,59

I5 47,37 67,37 67,37 182,10 60,70

I6 80,71 87,37 94,04 262,11 87,37

Total 311,61 318,26 358,26 988,13

Rataan 44,52 45,47 51,18 47,05

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F

hitung 0,05 0,01

Perlakuan 6 56588,91 9431,49 141,50 ** 4,00 7,72

Galat 12 799,87 66,66

Total 18 57388,78

FK 2214,06


(50)

Uji Jarak Duncan

SY 3,85 -16,63 20,27 21,99 30,57 32,48 41,05 67,57

I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

SSR 0.01 4,32 4,55 4,68 4,76 4,84 4,92 4,96

LSR 0.01 16,63 17,51 18,01 18,32 18,63 18,94 19,09

Perlakuan I0 I1 I2 I4 I3 I5 I6

Rataan 0,00 37,78 40,00 48,89 51,11 59,99 86,66

a

b

c d


(51)

Lampiran 7. Data Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) Untuk setiap Perlakuan Pada Pengamatan 18 HAS.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

I0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

I1 53,33 46,66 46,66 146,65 48,88

I2 60,00 46,66 46,66 153,32 51,11

I3 73,33 60,00 60,00 193,33 64,44

I4 53,33 80,00 80,00 213,33 71,11

I5 60,00 80,00 80,00 220,00 73,33

I6 100,00 100,00 100,00 300,00 100,00

Total 399,99 413,32 413,32 1226,63

Rataan 57,14 59,05 59,05 58,41

Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

I0 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

I1 54,04 47,37 47,37 148,77 49,59

I2 60,71 47,37 47,37 155,44 51,81

I3 74,04 60,71 60,71 195,45 65,15

I4 54,04 80,71 80,71 215,45 71,82

I5 60,71 80,71 80,71 222,12 74,04

I6 100,71 100,71 100,71 302,12 100,71

Total 404,94 418,27 418,27 1241,48

Rataan 57,85 59,75 59,75 59,12

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F

hitung 0,05 0,01

Perlakuan 6 87016,75 14502,79 172,72 ** 4,00 7,72

Galat 12 1007,61 83,97

Total 18 88024,36

FK 3494,94


(52)

Uji Jarak Duncan

SY 4,32 -18,66 29,23 30,89 43,88 50,20 52,08 78,57

I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

SSR 0.01 4,32 4,55 4,68 4,76 4,84 4,92 4,96

LSR 0.01 18,66 19,65 20,22 20,56 20,91 21,25 21,43

Perlakuan I0 I1 I2 I3 I4 I5 I6

Rataan 0,00 48,88 51,11 64,44 71,11 73,33 100,00

a

b

c d


(53)

(1)

SY 2,96 -12,80 13,18 15,01 17,01 23,44 32,08 56,41 I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 SSR 0.01 4,32 4,55 4,68 4,76 4,84 4,92 4,96 LSR 0.01 12,80 13,48 13,87 14,10 14,34 14,58 14,70 Perlakuan I0 I1 I2 I4 I3 I5 I6 Rataan 0,00 26,66 28,88 31,11 37,78 46,66 71,11

a

b

c d


(2)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

I0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 I1 40,00 33,33 40,00 113,33 37,78 I2 40,00 33,33 46,66 119,99 40,00 I3 60,00 40,00 53,33 153,33 51,11 I4 40,00 53,33 53,33 146,66 48,89 I5 46,66 66,66 66,66 179,98 59,99 I6 80,00 86,66 93,33 259,99 86,66 Total 306,66 313,31 353,31 973,28

Rataan 43,81 44,76 50,47 46,35 Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

I0 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71 I1 40,71 34,04 40,71 115,45 38,48 I2 40,71 34,04 47,37 122,11 40,70 I3 60,71 40,71 54,04 155,45 51,82 I4 40,71 54,04 54,04 148,78 49,59 I5 47,37 67,37 67,37 182,10 60,70 I6 80,71 87,37 94,04 262,11 87,37 Total 311,61 318,26 358,26 988,13 Rataan 44,52 45,47 51,18 47,05 Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F

hitung 0,05 0,01 Perlakuan 6 56588,91 9431,49 141,50 ** 4,00 7,72

Galat 12 799,87 66,66 Total 18 57388,78

FK 2214,06

KK 0,31


(3)

SY 3,85 -16,63 20,27 21,99 30,57 32,48 41,05 67,57 I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 SSR 0.01 4,32 4,55 4,68 4,76 4,84 4,92 4,96 LSR 0.01 16,63 17,51 18,01 18,32 18,63 18,94 19,09 Perlakuan I0 I1 I2 I4 I3 I5 I6 Rataan 0,00 37,78 40,00 48,89 51,11 59,99 86,66

a

b

c d


(4)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

I0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 I1 53,33 46,66 46,66 146,65 48,88 I2 60,00 46,66 46,66 153,32 51,11 I3 73,33 60,00 60,00 193,33 64,44 I4 53,33 80,00 80,00 213,33 71,11 I5 60,00 80,00 80,00 220,00 73,33 I6 100,00 100,00 100,00 300,00 100,00 Total 399,99 413,32 413,32 1226,63 Rataan 57,14 59,05 59,05 58,41 Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

I0 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71 I1 54,04 47,37 47,37 148,77 49,59 I2 60,71 47,37 47,37 155,44 51,81 I3 74,04 60,71 60,71 195,45 65,15 I4 54,04 80,71 80,71 215,45 71,82 I5 60,71 80,71 80,71 222,12 74,04 I6 100,71 100,71 100,71 302,12 100,71 Total 404,94 418,27 418,27 1241,48

Rataan 57,85 59,75 59,75 59,12 Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F

hitung 0,05 0,01 Perlakuan 6 87016,75 14502,79 172,72 ** 4,00 7,72

Galat 12 1007,61 83,97 Total 18 88024,36

FK 3494,94

KK 0,22


(5)

SY 4,32 -18,66 29,23 30,89 43,88 50,20 52,08 78,57 I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 SSR 0.01 4,32 4,55 4,68 4,76 4,84 4,92 4,96 LSR 0.01 18,66 19,65 20,22 20,56 20,91 21,25 21,43 Perlakuan I0 I1 I2 I3 I4 I5 I6 Rataan 0,00 48,88 51,11 64,44 71,11 73,33 100,00

a

b

c d


(6)

Dokumen yang terkait

Uji Efektifitas Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana (Balsamo) dan Metarrhizium anisopliae (Metch) Sorokin Terhadap Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera:Pyralidae) di Laboratorium

4 89 58

Uji Konsentrasi Kitosan untuk Mengendalikan Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) pada Tanaman Karet di Lapangan

0 92 48

Uji Efektivitas Termitisida Nabati Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren)(Isoptera : Rhinotermitidae) di Laboratorium

5 52 70

Penggunaan Beauveria bassiana dan Bacillus thuringiensis Untuk Mengendalikan Plutella xylostella L. (Lepidoptera; Plutellidae) Di Laboratorium

1 41 50

Uji Efektifitas Beauveria basianna DAN Bacillus thuringiensis Terhadap Ulat Api (Setothosea asigna Eeck) Di Laboratorium

1 36 46

Uji Efektivitas Bacillus thuringiensis Berliner dan Beauveria bassiana Vui!! Terhadap Ulat Krop Crocidolomia binotalis ZeC (Lepidoptera : Pyralidae) Pada Tanaman Kubis di Laboratorium

2 59 84

Uji Termitisida Hewani dan Termitisida Kimiawi Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) Di Laboratorium

2 44 52

Pengendalian Rayap Coptotermes curvignatus Holmgren. (Isoptera: Rhinotermitidae) dengan Menggunakan Daun Sirsak (Annona muricata L.) pada Berbagai Jenis Umpan Di Laboratorium

1 49 74

Uji Efektivitas Beuveria bassiana (Balsamo) vuillemin dan Metarhizium anisopliae var anisopliae Terhadap Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) Di Laboratorium

5 64 58

Uji Efektifitas Beauveria bassiana (Balsamo) Dan Daun Lantana camara L. Terhadap Hama Penggerek Umbi Kentang (Phthorimaea operculella Zell.) Di Gudang

1 40 72