Kasta Reproduktif Kasta Prajurit Kasta Pekerja

Gambar 2. Koloni Rayap Captotermes curvignathus Holmgren Sumber : http:tumoutou.netbiologi_perilaku_rayap.htm

1. Kasta Reproduktif

Terdiri atas reproduktif primer dan reproduktif suplementer. Kasta reproduktif primer bersayap dari rayap dewasa atau laron yang bersayap dua pasang, berbentuk sama yaitu bulat memanjang bagian luar dari sayap sama dengan bagian dalamnya. Sayap – sayap ini terletak membujur di atas abdomen. Panjangnya melebihi ukuran panjang tubuhnya. Warna tubuh coklat muda sampai coklat tua dan lebih gelap dari warna tubuh dari anggota kasta – kasta lainnya Hasan, 1986. Gambar 3. Ratu Rayap Sumber : http:tumoutou.netbiologi_perilaku_rayap.htm Universitas Sumatera Utara

2. Kasta Prajurit

Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan sklerotisasi kulitnya agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Mereka berjalan hilir mudik di antara para pekerja yang sibuk mencari dan mengangkut makanan. Setiap ada gangguan dapat diteruskan melalui suara tertentu sehingga prajurit-prajurit bergegas menuju ke sumber gangguan dan berusaha mengatasinya. Jika terowongan kembara diganggu sehingga terbuka tidak jarang kita saksikan pekerja-pekerja diserang oleh semut sedangkan para prajurit sibuk bertempur melawan semut-semut, walaupun mereka umumnya kalah karena semut lebih lincah bergerak dan menyerang. Tapi karena prajurit rayap biasanya dilengkapi dengan mandibel rahang yang berbentuk gunting maka sekali mandibel menjepit musuhnya, biasanya gigitan tidak akan terlepas walaupun prajurit rayap akhirnya mati Tarumingkeng, 2001. Gambar 4. Kasta Prajurit Universitas Sumatera Utara

3. Kasta Pekerja

Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80 populasi dalam koloni merupakan individu – individu pekerja Tarumingkeng, 2001. Kasta pekerja terdiri dari nimfa dan dewasa yang steril, memiliki warna yang pucat dan mengalami penebalan di bagian kutikula, tanpa sayap dan biasanya tidak memiliki mata, memiliki mandibel yang relatif kecil Borror and De Long, 1971. Walaupun kasta pekerja tidak terlibat dalam proses perkembangbiakan koloni dan pertahanan, namun hampir semua tugas koloni dikerjakan oleh kasta ini. Kasta pekerja bekerja terus tanpa henti, memelihara telur dan rayap muda. Kasta pekerja bertugas memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan, membuat serambi sarang, dan liang-liang kembara, merawatnya, merancang bentuk sarang, dan membangun termitarium. Kasta pekerja pula yang memperbaiki sarang bila terjadi kerusakan Nandika dkk, 2003. Gambar 5. Kasta Pekerja Universitas Sumatera Utara Gejala Serangan C. curvignathus pada Kelapa Sawit Pada tanaman kelapa sawit muda gejala serangan rayap diketahui dari adanya penumpukan tanah pada pangkal pelepah sampai ke pucuk tanaman. Di dalam lapisan tanah tersebut dapa ditemukan rayap prajurit yang melakukan penggerekan ke dalam batang, mencapai titik tumbuh dan akhirnya tanaman tersebut mati Andriaty, 2007. Gejala serangan C. curvignathus pada bagian luar tanaman kelapa sawit dewasa adalah berupa lapisan tanah mulai daru pangkal batang sampai ke tandan buah. Pada bagian dalam batang gejala tersebut adalah berupa libang besar dan adanya sarang kembara C. curvignathus yang menyerupai lapisan karton yang bercampur dengan kotoran serta dikelilingi oleh kumpulan tanah liat. Sarang kembara tersubut hanya berisi rayap dari kasta prajurit, pekerja dan nimfa, sedangkan raja, ratu, telur berada pada sarang utama. Sarang utama biasanya berada di dalam kayu mati yang berada di bawah atau di atas permukaan tanah Prasetiyo, 2006 . Perilaku Rayap Pola perilaku rayap adalah kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan diri, mereka hidup di dalam tanah dan bila akan invasi mencari objek makanan juga menerobos di bagian dalam, dan bila terpaksa harus berjalan di permukaan yang terbuka mereka membentuk pipa pelindung dari bahan tanah atau humus Tarumingkeng, 2004. Feromon adalah hormon yang dikeluarkan untuk pengaturan populasi koloni misalnya mengatur individu mana yang akan menjadi neoten, menjadi pekerja, prajurit dan fungsi-fungsi fisiologis yang lain Tarumingkeng, 2004. Universitas Sumatera Utara Sifat kanibal terutama menonjol pada keadaan yang sulit misalnya kekurangan air dan makanan, sehingga hanya individu yang kuat saja yang dipertahankan, yaitu dengan membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi karena sakit, sudah tua atau juga mungkin karena malas, baik reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja. Kanibalisme berfungsi untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi energi, dan berperan dalam pengaturan homeostatika keseimbangan kehidupan koloni rayap Tarumingkeng, 2001. Sifat trofalaksis merupakan ciri khas diantara individu-individu dalam koloni rayap. Masing-masing individu sering mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat, mencium dan menggosokkan tubuhnya satu dengan yang lainnya. Sifat ini diinterpretasikan sebagai cara untuk memperoleh protozoa flagellata bagi individu yang baru saja berganti kulit eksidis, karena pada saat eksidis kulit usus juga tanggal sehingga protozoa simbiont yang diperluan untuk mencerna selulosa ikut keluar dan diperlukan reinfeksi dengan jalan trofalaksis. Sifat ini juga diperlukan agar terdapat pertukaran feromon diantara para individu Tarumingkeng, 2004. Sistem Sarang Bahan yang digunakan untuk membangun sarang sangat tergantung pada makanan dan bahan yang tersedia di habitatnya. Tanah, kotoran, dan sisa tumbuhan serta air liur merupakan bahan utama untuk pembuatan sarang. Partikel tanah yang seringkali digunakan untuk membangun sarang dan merupakan komponen yang dominan dapat diklasifikasikan menurut ukurannya, yaitu kerikil 2,00 mm, pasir kuarsa 2,0-0,2 mm, pasir halus 0,2-0,02 mm, Lumpur 0,02-0,002 Universitas Sumatera Utara mm,dan liat 0,002 mm. Sedangkan kotoran dan air liur berfungsi sebagai perekat dalam pembuatan sarang Nandika dkk., 2003. Membuat sarang dan hidup di dalam sarang merupakan karakteristik dari seramgga sosial. Beberapa jenis rayap membuat sarangnya dalam bentuk lorong- lorong di dalam kayu atau lorong-lorong di dalam tanah, tetapi jenis rayap tertentu sarangnya membentuk bukit bukit dengan konstruksi sarang yang yang sangat kokoh dan sangat luas Nandika dkk., 2003. Rayap Sebagai Hama Di Asia Tenggara spesis rayap memiliki kemampuan untuk menyebabkan kehilangan hasil pada tanaman pertanian dan hutan, C. curvignathus yang memiliki kemampuan untuk membunuh tanaman yang sehat. Rayap ini menyerang banyak spesis tanaman. C. curvignathus biasanya membuat sarangnya dari lumpur dan menyerupai kartun disekitar dasar pohon yang diserang, dan membentuk liang-liang dengan lubang-lubang tertentu kedalam jaringan yang hidup dan akhirnya membunuh pohon Anonimus, 2006. Kegagalan penyisipan tanaman kelapa sawi pada areal yang telah terkontaminasi C. curvignathus pada tingkat populasi yang tinggi sering terjadi, karena tanaman sisipan segera diserang rayap tersebut dan akhirnya mati. Keadaan ini sering terjadi berulang kali, sehingga akhirnya perkebunan tidak memanfaatkan lagi areal tersebut Christina dkk, 1998 Bahan-bahan yang berkayu yang melimpah pada lahan gambut merupakan habitat yang ideal bagi rayap C. curvignathus yang menyerang dan merusak jaringan-jaringan hidup hingga menyebabkan kematian tanaman kelapa Universitas Sumatera Utara sawit. Tanaman kelapa sawit di lahan gambut dapat terserang rayap pada berbagai tingkat perkembangannya. Rayap tersebut pada umumnya bersarang pada tunggul-tunggul kayuan yang melapuk di sekitar tanaman kelapa sawit, dimana mereka bertahan hidup dan berkembangbiak, dan dari sana mereka mulai merayap membentuk lorong-lorong kembara menuju tanaman kelapa sawit Tarumingkeng, 2004. Pengendalian Rayap Pengumpanan adalah salah satu teknik pengendalian yang ramah lingkungan. Dilakukan dengan menginduksi racun slow action ke dalam kayu umpan, dengan sifat trofalaksisnya kayu tersebut dimakan rayap pekerja dan disebarkan ke dalam koloninya. Teknik pengumpanan selain untuk mengendalikan juga dapat digunakan untuk mempelajari keragaman rayap tanah. Pemakaian teknik pengumpanan bila dibandingkan dengan teknik pengendalian rayap yang lain memiliki keunggulan antara lain : tidak mencemari tanah, tepat sasaran, bersifat spesifik, dan memudahkan pengambilan sample French 1994 dalam Kadarsah, 2005. Menurut Bakti 2004 nematoda Steinernema carpocapsae memiliki efektifitas cukup baik untuk mengendalikan rayap. Umumnya nematoda termasuk S. carpocapsae banyak ditemukan di dalam tanah, sehingga diharapkan rayap C. curvignathus yang selalu berhubungan dengan tanah akan dapat dimanfaatkan sebagai agen hayati. Pemberian nematoda dengan jumlah terkecil menimbulkan mortalitas 38,16 dan dengan jumlah tertinggi menimbulkan mortalitas 60,80. Pegendalian hama terpadu PHT termasuk pengendalian rayap pada kelapa sawit berpedoman pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Universitas Sumatera Utara Sistem Budidaya Tanaman, dan dalam sistem tersebut pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami hama seperti parasitoid, predator dan patogen menjadi komponen utama, sedangkan pengendalian kimiawi menggunakan pestisida merupakan pilihan Kadarsah, 2005. Penelitian mengenai pengaruh jamur Beauveria bassiana Balsamo Vuillemin dan Metarhizium anisopliae Mets. Sorokin terhadap rayap Coptotermes curvignathus Holmgren telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Toksikologi, Departemen Biologi ITB pada bulan November 2004 – April 2005. Rayap C. curvignathus diperoleh dari Pusat Studi Ilmu Hayati IPB Bogor dan jamur B. bassiana serta M. anisopliae diperoleh dari BALITROP Bogor. Penelitian ini menyimpulkan bahwa B. bassiana dan M. anisopliae dapat digunakan untuk mengendalikan rayap C. curvignathus Novianty, 2005. Pemberian dosis jamur entomopatogen yang lebih tinggi akan semakin cepat mematikan inang sasaran. Hal ini karena semakin banyak konidia yang menempel pada tubuh inang sasaran akan semakin cepat mematikan inang sasaran Ferron, 1985. Bacillus thuringiensis Berlinier Bahan aktif Bacillus thuringiensis Berlinier strain HD-1 varietas kustaki, merupakan bakteri yang telah diproduksi sebagai insektisida mirobia dengan nama dagang Thurcide HP yang merupakan insektisida biologi untuk tepung, dapat bercampur dalam air atau WP, dengan bahan aktifnya adalah bakteri ini serotype IIIa dan IIIb. Cara kerjanya dengan racun perut. Dianjurkan untukk menyemprot hama – hama pengerek sebelum ulat tersebut masuk ke dalam bagian tanaman karena thurcide HP buka insektisida kontak atau sistemik. Hama Universitas Sumatera Utara yang memakan bagian tanaman yang telah disemprot bukannya terus mati tetapi mula – mula akan didahului dengan diam tanpa makan, setelah itu akan mati kekeringan. Jadi bentuk tubuhnya setelah mati menjadi mengkerut dan mongering. Thurcide ini digunakan utnuk tanaman : a. Kelapa sawit yang terserang ulat api Setora nitens dan Settothosea asigna dianjurkan disemprot dengan konsentrasi 1 – 2 gl dalam 200 – 400 lair. Perhektar membutuhkan 350 – 500 g Thurcide HP. Pada serangan berat diulangi 2 minggu kemudian. b. Tebu yang terserang pengerek batang Chilo sacchariphagus, Diatraea saccharalis disemprot dengan konsetrasi 2 – 3 gl dalam 200 – 400 l air. Setiap hektar lahan tebu memerlukan 500 – 800 grha. c. Kubis terserang perusak daun P. xylostlla, C. binotalis dan Trichoplusiani. Untuk menyemprot lahan 1 ha, membutuhkan 500– 1000g, dengan konsentarasi pemula 4 – 40 gl dalam 200 – 400 l air. Curier dan Cynthia, 1990. Bacillus thuringiensis berpotensi tinggi mengandung protein. Setelah ulat makan daun yang disemprot insektisida ini 0,5 – 2 jam kemudian akan berhenti makan dan paling lama 2 hari akan mati. Insektisida biologi ini hanya mematikan larva tidak menimbulkan masalah terhadap musuh – musuh ulat seperti predator dan parasit sehingga pengendalian hayati tidak terganggu walaupun dilakukan secara terus menerus. Ulat yang terserang menjadi malas, bahkan menjadi tidak berwarna dan lemas, setelah mati mereka menghasilkan bau busuk. Sel – sel bakteri mengadung satu kristal protein racun demikian juga dalam sporanya. Jika Universitas Sumatera Utara terlarut dalam tubuh serangga Kristal ini menyebabkan paralysis pada lambung Howard, 1994. Menurut Huffaker dan Messenger 1989 racun Kristal itu dalam kenyataannya merupakan protoksin yang aktif apabila dicerna oleh cairan – cairan yang ada didalam perut Setothosea asigna. Kristal – kristal paraseporal yang dicerna hanya meracuni larva S. asigna dimana pH ususnya asam. Apabila biakan – biakan B. thuringiensis yang telah mengalami sporulasi diberikan kepada serangga, satu di antara tiga akibat utamanya akan terjadi, tergantung terserang dan tergantung juga kepada besarnya dosis, yaitu: a. Serangga – serangga yang diracuni oleh Kristal beracun, dengan segera menjadi lumpuh, menunjukkan adanya perubahan patologis dalam jaringan – jaringannya, dan kemudian akan mati sebelum pertumbuhan yang sesungguhnya atau infeksi B. thuringiensis. b. Serangga – serangga menunjukkan tanda – tanda keracunan misalnya berhenti makan dan rusaknya epithelium midgut perut bagina tengah yang memungkinkan bakteri kedalam darah dan berakibat suatu septi cemia yang mematikan dengan atau tanpa terjadinya pertumbuhan bakteri sebelumnya didalam perut. c. Serangga – serangga relatif tidak rusak oleh kristal karena dalam kasus ini B. thuringiensis berperilaku seperti B. cereus dan bertindak sebagai pathogen fakultatif atau pathogen potensial yang mampu menghasilkan septicemia yang mematikan apabila haemocoel-nya terlibat. Universitas Sumatera Utara Beauveria bassiana Balsamo Vuillemin Menurut Barnett dan Berry 1972 jamur Beauveria bassiana dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Division : Eumycotina Class : Deuteromycotina Ordo : Moniliales Famili : Moniliaceae Genus : Beauveria Spesies : Beauveria bassiana Balsomo vuillemin. Jamur B. bassiana adalah jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-benang halus hifa. Kemudian hifa-hifa tadi membentuk koloni yang disebut miselia. Jamur ini tidak dapat memproduksi makanannya sendiri, oleh karena itu ia bersifat parasit terhadap serangga inangnya Anonimus, 2008. Jamur Beauveria bassiana merupakan spesies jamur yang sering digunakan untuk mengendalikan serangga. B. bassiana diaplikasikan dalam bentuk konidia yang dapat menginfeksi serangga melelui kulit kutikula, mulut dan ruas-ruas yang terdapat pada tubuh serangga . jamur ini ternyata memiliki spectrum yang luas dan dapat mengendalikan banyak spesies serangga sebagai hama tanaman. Hasil penelitian menunjukkan, B. bassiana efektif untuk mengendalikan semut api, aphid, dan ulat grayak Dinata, 2006. Miselium jamur B. bassiana bersekat dan bewarna putih, didalam tubuh serangga yang terinfeksi terdiri atas banyak sel, dengan diameter 4 µm, sedang diluar tubuh serangga ukurannya lebih kecil, yaitu 2 µm. hifa fertile terdapat pada cabang branchlests, tersusun melingkar verticillate dan biasanya Universitas Sumatera Utara menggelembung atau menebal. Konidia menempel pada ujung dan sisi konidiofor atau cabang-cabangnya Utomo dan Pardede, 1990. Salah satu cendawan entomopatogen yang sangat potensial dalam pengendalian beberapa spesies serangga hama adalah Beauveria bassiana Balsamo Vuillemin. Cendawan ini dilaporkan sebagai agensi hayati yang sangat efektif mengendalikan sejumlah spesies serangga hama termasuk rayap, kutu putih, dan beberapa jenis kumbang. Sebagai patogen serangga, B. bassiana dapat diisolasi secara alami dari pertanaman maupun dari tanah. Epizootiknya di alam sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, terutama membutuhkan lingkungan yang lembab dan hangat. Di beberapa negara, cendawan ini telah digunakan sebagai agensi hayati pengendalian sejumlah serangga hama mulai dari tanaman pangan, hias, buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga tanaman gurun pasir Sutopo. D, dan Indriyani. IGAA., 2007. Sistem kerjanya yaitu spora jamur B. bassiana masuk ketubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Selain itu inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang dapat berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kutikula tubuh serangga. Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Jamur ini selanjutnya akan mengeluarkan racun beauverin yang membuat kerusakan jaringan tubuh serangga. Dalam hitungan hari, serangga akan mati. Setelah itu, miselia jamur akan tumbuh ke seluruh bagian tubuh serangga. Serangga yang terserang jamur B. bassiana akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan tertutup oleh benang-benang hifa berwarna putih Anonimus, 2008. Universitas Sumatera Utara Gambar 6. Konidia Beauveria bassiana Balsomo vuillemin. Sumber : www.mycology.adelaide.edu.au...beauveria1.htm Universitas Sumatera Utara BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Maret 2012 di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah larva Coptotermes curvignathus Holmgren, sarang rayap, kayu lapuk, pasir Bacillus thuringiensis, dan jamur Beauveria bassiana, air, kapas, tissue. Alat yang digunakan adalah stoples, Erlenmeyer, handsprayer, timbangan elektrik, beaker gelas, sheaker, kain kasa, karet gelang, kuas, kain muslin, buku data, pulpen. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap RAL non factorial yang terdiri dari 7 perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan tersebut adalah: I : Kontrol air I 1 : Bacillus thuringiensis Thuricide 25 grl air I 2 : Bacillus thuringiensis Thuricide 50 grl air I 3 : Bacillus thuringiensis Thuricide 75 grl air I 4 : Beauveria bassiana 25 grl air Universitas Sumatera Utara I 5 : Beauveria bassiana 50 grl air I 6 : Beauveria bassiana 75 grl air Model linear yang digunakan adalah sebagai berikut: Yij= µ+ ri + εij Jumlah perlakuan : 7 Jumlah ulangan : 3 Jumlah keseluruhannya : 21 Jumlah rayap dalam 1 toples : 15 ekor Jumlah rayap yang diperlukan: 315 ekor Model linier yang digunakan dalam Rancangan Acak Lengkap RAL non faktorial adalah sebagai berikut Y ij = µ + Ti + Σij ; i = 1, 2,....t j = 1, 2,...r Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan pada taraf ke-j dengan ulangan ke-i µ = Nilai tengah sebenarnya Ti = Pengaruh Perlakuan ke-i Σij = Pengaruh galat pada unit percobaan Selanjutnya bila analisa menunjukkan hasil yang nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil BNT Satrosupadi, 2000. Universitas Sumatera Utara Pelaksanaan Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan penelitian dilakukan dengan menyediakan bahan dan alat yang dibutuhkan selama pelaksanaan penelitian. Survei dilakukan pada lokasi pengambilan hama rayap Coptotermes curvignathus Holmgren di lapangan. Pengambilan Rayap di Lapangan Rayap dan sarangnya diambil dari lapangan kemudian dimasukkan kedalam ember dan dipelihara di dalam laboratorium. Rayap yang digunakan adalah rayap dari kasta pekerja Penyediaan Jamur B. Bassiana dan B. thuringiensis Jamur B. bassiana dan B. thuringiensis, diperoleh dari BP2TP Medan. Jamur dan bakteri tersebut sudah tersedia dalam bentuk biakan yang dapat diaplikasikan langsung pada serangga uji. Pembuatan Suspensi B. bassiana dan B. thuringiensis. Jamur yang diperoleh kemudian ditimbang sesuai perlakuan dan diletakkan didalam beaker gelas lalu diencerkan dengan 1 liter aquades. Kemudian akan terbentuk suspense jamur, lalu suspense tersebut disheaker selama 30 menit agar tercampur dengan rata. Begitu juga dilakukan untuk bakteri Bacillus thuringiensis. Universitas Sumatera Utara Peubah Amatan Persentase Mortalitas Rayap Pengamatan mortalitas rayap dilakukan sebanyak 6 kali yaitu pada 3, 6, 9,

12, 15 dan 18 hari setelah aplikasi. Persentase Mortalitas rayap dihitung dengan

Dokumen yang terkait

Uji Efektifitas Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana (Balsamo) dan Metarrhizium anisopliae (Metch) Sorokin Terhadap Chilo sacchariphagus Boj. (Lepidoptera:Pyralidae) di Laboratorium

4 89 58

Uji Konsentrasi Kitosan untuk Mengendalikan Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) pada Tanaman Karet di Lapangan

0 92 48

Uji Efektivitas Termitisida Nabati Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren)(Isoptera : Rhinotermitidae) di Laboratorium

5 52 70

Penggunaan Beauveria bassiana dan Bacillus thuringiensis Untuk Mengendalikan Plutella xylostella L. (Lepidoptera; Plutellidae) Di Laboratorium

1 41 50

Uji Efektifitas Beauveria basianna DAN Bacillus thuringiensis Terhadap Ulat Api (Setothosea asigna Eeck) Di Laboratorium

1 36 46

Uji Efektivitas Bacillus thuringiensis Berliner dan Beauveria bassiana Vui!! Terhadap Ulat Krop Crocidolomia binotalis ZeC (Lepidoptera : Pyralidae) Pada Tanaman Kubis di Laboratorium

2 59 84

Uji Termitisida Hewani dan Termitisida Kimiawi Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) Di Laboratorium

2 44 52

Pengendalian Rayap Coptotermes curvignatus Holmgren. (Isoptera: Rhinotermitidae) dengan Menggunakan Daun Sirsak (Annona muricata L.) pada Berbagai Jenis Umpan Di Laboratorium

1 49 74

Uji Efektivitas Beuveria bassiana (Balsamo) vuillemin dan Metarhizium anisopliae var anisopliae Terhadap Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) Di Laboratorium

5 64 58

Uji Efektifitas Beauveria bassiana (Balsamo) Dan Daun Lantana camara L. Terhadap Hama Penggerek Umbi Kentang (Phthorimaea operculella Zell.) Di Gudang

1 40 72