Uji Efektivitas Beuveria bassiana (Balsamo) vuillemin dan Metarhizium anisopliae var anisopliae Terhadap Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) Di Laboratorium
UJI EFEKTIVITAS
Beauveria bassiana
(Balsamo) vuilemin DAN
Metarhizium anisopliae
var anisopliae TERHADAP RAYAP
(
Coptotermes curvignathus
Holmgren)
(Isoptera : Rhinotermitidae
DI LABORATORIUM
SKRIPSI
OLEH :
ANGEL PRATIWI PURBA 050302038
HPT
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
UJI EFEKTIVITAS
Beauveria bassiana
(Balsamo) vuilemin DAN
Metarhizium anisopliae
var anisopliae TERHADAP RAYAP
(
Coptotermes curvignathus
Holmgran)
(Isoptera : Rhinotermitidae
DI LABORATORIUM
SKRIPSI
OLEH :
ANGEL PRATIWI PURBA 050302038
HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
(Ir. Mena Uly Tarigan, MS) (Ir. Syahrial Oemry, MS)
Ketua Anggota
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
3
ABSTRACT
Angel Pratiwi Purba "Test Effectiveness Beuveria bassiana (Balsamo) vuillemin and Metarhizium anisopliae var anisopliae Against Termites (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) in Laboratory" under the direction of Ir. Mena Uly Tarigan, MS as chairman and Ir. Syahrial Oemry, MS as a member.
This research’s goal was to know which the best concentrate between B.bassiana and M.anisopliae in controlled C.curvignathus in Laboratory.
This research was done on Pest and Disease Laboratory, Faculty of Agriculture, October until November 2009. this experiment was arranged in Completely Randomize Design consist 7 Statements 3 replication. Is that treatment : A0 (Kontrol), A1 (B. bassiana 105), A2 (B. bassiana 106), A3 (B.bassiana 107), A4 (M. anisopliae 105), A5 (M. anisopliae 106), A6 (M. anisopliae 107).
The parameters include the percentage of mortality observed curvignathus Coptotermes lost weight and percentage of ingredients. The results of fingerprint analysis shows the percentage mortality range of A0 (Control) of 0%, A1 (B. bassiana 105) with 90%, A2 (B. bassiana 106) with 95%, A3 (B. bassiana 107) with 100%, A4 ( M. anisopliae 105) with 88.33%, A5 (M.anisopliae 106) by 93%, A6 (M. anisopliae 107) of 98.33%. While the weight of material shrinkage on A0 (Control) with 6.53%, A1 (B. bassiana 105) with 13.73%, A2 (B. bassiana 106) for 10.27%, A3 (B.bassiana 107) for 7 , 53%, A4 (M. anisopliae 105) for 14.27%, A5 (M.anisopliae 106) with 12.33%, A5 (M. anisopliae 106) 9.27% registration. From the research results obtained that the differences in the concentration of fungi B. bassiana and M. anisopliae have real impact on all parameters were observed.
(4)
ABSTRAK
Angel Pratiwi Purba “Uji Efektivitas Beuveria bassiana (Balsamo) vuillemin dan Metarhizium anisopliae var anisopliae Terhadap Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) Di Laboratorium” di bawah bimbingan Ir. Mena Uly Tarigan, MS sebagai ketua dan Ir. Syahrial Oemry, MS selaku anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi kerapatan
Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae yang efektif dalam mengendalikan hama rayap Coptotermes curvignathus di laboratorium.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Hama Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian dari bulan Oktober 2009 sampai dengan November 2009. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) Non factorial yang terdiri dari 7 perlakuan dengan 3 ulangan. Adapun notasinya sebagai berikut : A0 (Kontrol), A1 (B. bassiana 105), A2 (B. bassiana 106), A3 (B.bassiana 107), A4 (M. anisopliae 105), A5 (M. anisopliae 106), A6 (M. anisopliae 107).
Parameter yang diamati meliputi persentase mortalitas
Coptotermes curvignathus dan persentase susut bobot bahan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan persentase mortalitas A0 (Kontrol) sebesar 0%, A1 (B.
bassiana 105) sebesar 90%, A2 (B. bassiana 106) sebesar 95%, A3 (B.bassiana 107) sebesar 100%, A4 (M. anisopliae 105) sebesar 88,33%, A5 (M.anisopliae 106) sebesar 93%, A6 (M.anisopliae 107) sebesar 98,33%. Sedangkan susut bobot bahan pada A0 (Kontrol) sebesar 6,53%, A1 (B. bassiana 105) sebesar 13,73%, A2 (B. bassiana 106) sebesar 10,27%, A3 (B.bassiana 107) sebesar 7,53%, A4 (M.
anisopliae 105) sebesar 14,27%, A5 (M.anisopliae 106) sebesar 12,33%, A5 (M.anisopliae 106) sebesar 9,27%. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa perbedaan konsentrasi Jamur B. bassiana dan M. anisopliae berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati.
(5)
5
RIWAYAT HIDUP
Angel Pratiwi Purba, dilahirkan di Medan pada tanggal 1 Agustus 1986 dari Ayah Ir. Ronly Purba dan Ibunda Dra. Lasmaida Simanungkalit. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.
Tahun 1998 lulus dari SD Negeri 101771 Tembung, tahun 2001 lulus dari SLTP Negeri 1 P. Sei Tuan, tahun 2004 Lulus SMU Negeri 11 Medan, tahun 2005 lulus dari D1 Politeknik Negeri Medan, dan tahun 2005 diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur SPMB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten di Laboratorium Ilmu Gulma, melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN III Sei Silau pada bulan Juni-Juli 2009. Melaksanakan Praktek skripsi di Laboratorium Ilmu Hama Fakultas Pertanian USU, Medan pada bulan Oktober sampai November 2009.
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat melaksanakan proposal usulan penelitian saya ini dengan judul Uji efektivitas Beauveria bassiana (Balmo) villemin Dan Metarhizium anisopliae var anisopliae Terhadap Rayap
(Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) DiLaboratorium.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ketua komisi pembimbing,
Ibu Ir. Mena Uly Tarigan, MS selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Ir. Syahrial Oemry, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan banyak bimbingan serta memberikan banyak arahan dalam melaksanakan proposal usulan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa rencana usulan penelitian ini masih belum sempurna, untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik dalam penyempurnaan proposal usulan penelitian ini.
Akhir kata dengan kerendahan hati penulis mengharapkan agar kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua Terima kasih.
Medan, April 2009
(7)
7
DAFTAR ISI
ABSTRACK ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penulisan ... 3
Hipotesa Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian... 3
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Rayap ... 4
Kasta Rayap ... 5
Gejala Serangan Rayap ... 8
Perilaku Makan ... 9
Sistem Sarang ... 10
Pengendalian Rayap ... 11
Beauveria bassiana ... 13
Metharizium anisopliae ... 15
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 18
Bahan dan Alat ... 18
Metode Penelitian ... 18
Pelaksanaan Penelitian ... 20
Parameter Pengamatan... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Mortalitas (%) C. curvignathus 4-14HSA... 21
(8)
KESIMPULAN
Kesimpulan ... 27 Saran ... 27 .
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(9)
9
DAFTAR TABEL
NO KETERANGAN
HALAMAN
1. Persentase Mortalitas Coptotermes curvignathus ………. 22
(10)
DAFTAR GAMBAR
NO KETERANGAN
HALAMAN
1. Siklus Hidup C. curvignathus ……… 4
2. Koloni Rayap C. curvignathus ……….. 6
3. Ratu Rayap C. curvignathus ……….. 6
4. Kasta Prajurit ………. 7
5. Kasta Pekerja ………. 8
6. Konidia Beauveria bassiana ………. 15
7. Konidia Metarhizium anisopliae ……… 17
8. Grafik Presentase Mortalitas C. curvignathus ……….. 24
(11)
11
DAFTAR LAMPIRAN
NO KETERANGAN
HALAMAN
1. Bagan Percobaan ………. 31
2. Persentase Mortalitas C.curvignathus Pada 4 HSA ………… 32 3. Persentase Mortalitas C.curvignathus Pada 6 HSA ………… 34 4. Persentase Mortalitas C.curvignathus Pada 8 HSA ………… 36 5. Persentase Mortalitas C.curvignathus Pada 10 HSA ……….. 38 6. Persentase Mortalitas C.curvignathus Pada 12 HSA ……….. 40 7. Persentase Mortalitas C.curvignathus Pada 14 HSA ……….. 42
8. Persentase Susut Bobot Bahan Pada 14 HSA ………. 44
(12)
ABSTRACT
Angel Pratiwi Purba "Test Effectiveness Beuveria bassiana (Balsamo) vuillemin and Metarhizium anisopliae var anisopliae Against Termites (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) in Laboratory" under the direction of Ir. Mena Uly Tarigan, MS as chairman and Ir. Syahrial Oemry, MS as a member.
This research’s goal was to know which the best concentrate between B.bassiana and M.anisopliae in controlled C.curvignathus in Laboratory.
This research was done on Pest and Disease Laboratory, Faculty of Agriculture, October until November 2009. this experiment was arranged in Completely Randomize Design consist 7 Statements 3 replication. Is that treatment : A0 (Kontrol), A1 (B. bassiana 105), A2 (B. bassiana 106), A3 (B.bassiana 107), A4 (M. anisopliae 105), A5 (M. anisopliae 106), A6 (M. anisopliae 107).
The parameters include the percentage of mortality observed curvignathus Coptotermes lost weight and percentage of ingredients. The results of fingerprint analysis shows the percentage mortality range of A0 (Control) of 0%, A1 (B. bassiana 105) with 90%, A2 (B. bassiana 106) with 95%, A3 (B. bassiana 107) with 100%, A4 ( M. anisopliae 105) with 88.33%, A5 (M.anisopliae 106) by 93%, A6 (M. anisopliae 107) of 98.33%. While the weight of material shrinkage on A0 (Control) with 6.53%, A1 (B. bassiana 105) with 13.73%, A2 (B. bassiana 106) for 10.27%, A3 (B.bassiana 107) for 7 , 53%, A4 (M. anisopliae 105) for 14.27%, A5 (M.anisopliae 106) with 12.33%, A5 (M. anisopliae 106) 9.27% registration. From the research results obtained that the differences in the concentration of fungi B. bassiana and M. anisopliae have real impact on all parameters were observed.
(13)
4
ABSTRAK
Angel Pratiwi Purba “Uji Efektivitas Beuveria bassiana (Balsamo) vuillemin dan Metarhizium anisopliae var anisopliae Terhadap Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) Di Laboratorium” di bawah bimbingan Ir. Mena Uly Tarigan, MS sebagai ketua dan Ir. Syahrial Oemry, MS selaku anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi kerapatan
Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae yang efektif dalam mengendalikan hama rayap Coptotermes curvignathus di laboratorium.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Hama Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian dari bulan Oktober 2009 sampai dengan November 2009. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) Non factorial yang terdiri dari 7 perlakuan dengan 3 ulangan. Adapun notasinya sebagai berikut : A0 (Kontrol), A1 (B. bassiana 105), A2 (B. bassiana 106), A3 (B.bassiana 107), A4 (M. anisopliae 105), A5 (M. anisopliae 106), A6 (M. anisopliae 107).
Parameter yang diamati meliputi persentase mortalitas
Coptotermes curvignathus dan persentase susut bobot bahan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan persentase mortalitas A0 (Kontrol) sebesar 0%, A1 (B.
bassiana 105) sebesar 90%, A2 (B. bassiana 106) sebesar 95%, A3 (B.bassiana 107) sebesar 100%, A4 (M. anisopliae 105) sebesar 88,33%, A5 (M.anisopliae 106) sebesar 93%, A6 (M.anisopliae 107) sebesar 98,33%. Sedangkan susut bobot bahan pada A0 (Kontrol) sebesar 6,53%, A1 (B. bassiana 105) sebesar 13,73%, A2 (B. bassiana 106) sebesar 10,27%, A3 (B.bassiana 107) sebesar 7,53%, A4 (M.
anisopliae 105) sebesar 14,27%, A5 (M.anisopliae 106) sebesar 12,33%, A5 (M.anisopliae 106) sebesar 9,27%. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa perbedaan konsentrasi Jamur B. bassiana dan M. anisopliae berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati.
(14)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack) diyakini berasal dari Afrika Barat, Walaupun demikian, kelapa sawit ternyata cocok dikembangkan di luar daerah asalnya, termasuk Indonesia. Hingga kini kelapa sawit telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik kelapa sawit oleh sekitar tujuh negara produsen terbesarnya (S. Iman, dan W. Yustina., 1992).
Rayap dapat menimbulkan masalah di perkebunan kelapa sawit terutama
pada areal baru bekas hutan. Ada dua jenis yang menyerang kelapa sawit, yakni
Coptotermes curvignathus dan macrotermes gilvus, yang menyerang batang dan
pelepah daun, baik jaringan yang masih hidup maupun jaringan mati (M. Soepadiyo, dan S. Haryono., 2003).
Rayap subteran Coptotermes curvignathus merupakan salah satu serangga hama utama pada kelapa sawit terutama pada kelapa sawit khususnya di lahan gambut. Serangannya dapat mematikan tanaman dan kasusnya semakin berat dengan diterapkannya zero burning dalam pembukaan lahan. Pengendaliannya sulit dilakukan karena banyaknya sisa kayuan yang merupakan bahan makanan dan tempat berkembangbiak yang sesuai. Selama ini pengendlian dilakukan dengan insektisida. Beberapa insektisida efektif menekan serangan rayap tapi tidak mampu mencegah reinfestasi baru. Dalam jangka panjang, pengendalian secara kimiawi ini tidak efisien dan dapat mencemari lingkungan. Suatu strategi pengendalian rayap pada kelapa sawit pada kelapa sawit di lahan gambut dapat dilakukan dengan pendekatan ekologi dan hayati serta aplikasi selektif
(15)
teknik-13
teknik pengendalian yang kompatibel dan yang memiliki dampak negatif minimal (Purba R.Y dkk, 2002)
Pada areal perkebunan kelapa sawit dapat dijumpai beberapa jenis rayap, tetapi yang menimbulkan masalah adalah Coptotermes curvignathus Holmgren dan Macrotermes gilvus Hagen. Rayap C.curvignathus lebih berbahaya karena menyerang jaringan hidup dan dapat mematikan tanaman kelpa sawit. Rayap ini merupakan spesies asli yang banyak terdapat pada hutan primer di Indonesia dan Malaysia, terutama di dataran rendah serta daeharah dengan penyebaran curah hujan merata sepanjang tahun C. curvignathus mudah dibedakan dengan jenis rayap lainnya dari ciri pertahanan dirinya, prajurit yang terganggu segera mengeluarkan cairan putih dari kelenjar di kepalanya untuk mempertahankan diri. Banyak jenis tanaman yang dapat diserang oleh C. curvignathus diantaranya
karet, kapuk, kopi, kelapa, ubi kayu dan kelapa sawit (Ginting dan Chenon, 2002)
Pada areal kelapa sawit terserang C. curvignathus di Sumatera Utara sering dijumpai rayap kasta pekerja dan tentara yang mati karena infeksi jamur entomopatogenik. Setelah diisolasi pada medium PDA dan diidentifikasi melalui pengamatan mikroskopik ternyata jamur entomopatogenik tersebut terdiri dari 3 spesies yang termasuk kelompok fungi imperfecti, yaitu Metarhizium anisopliae,
Beauveria bassiana, dan Aspergillus flavus (Purba dkk, 2002)
Sampai saat ini, pengendalian serangan rayap skala lapangan sebagian besar memakai bahan kimia yang sangat beracun dan tidak ramah lingkungan. Metode pengendalian rayap lainnya adalah secara biologi. Cara ini memanfaatkan
(16)
nematoda, bakteri, dan jamur yang diumpankan kepada rayap sehingga akan mengganggu sistem pencernaan rayap (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas jamur entomopatogen Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae, dalam mengendalikan hama rayap C.curvignathus dengan konsentrasi yang berbeda.
Hipotesis Penelitian
Pada taraf konsentrasi yang berbeda , Beauveria bassiana dan
Metarhizium anisopliae memberi pengaruh berbeda untuk menginfeksi rayap (C.curvignathus).
Kegunaan Penelitian
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan tugas akhir di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
(17)
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Coptotermescurvignathus Holmgren
Menurut Nandika dkk (2003) klasifikasi rayap subteran sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Isoptera
Family : Rhinotermitidae Genus : Coptotermes
Spesies : Coptotermes curvignathus Holmgren
Perkembangan siklus hidup rayap dapat dilihat pada gambar:
Gambar 1. Siklus Hidup Rayap
Sumber: www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=78&fnam...
Rayap adalah termasuk binatang Arthropoda, kelas insekta dari ordo isopteran yang dalam perkembangan hidupnya mengalami metamorphosa gradual atau bertahap. Kelompok binatang ini ini pertumbuhannya melalui tiga tahap, tahap telur, tahap nipha dan tahap dewasa (Hasan, 1986).
(18)
Rayap yang ditemukan di daerah tropis jumlah telurnya dapat mencapai ± 36000 sehari bila koloninya sudah berumur ± 5 tahun. Bentuk telur rayap ada yang berupa butiran yang lepas dan ada pula yang berupa kelompok terdiri dari 16-24 butir telur yang melekat satu sama lain. Telur-telur ini berbentuk silinder dengan ukuran panjang yang bervariasi antara 1-1,5 mm (Hasan, 1986). Telur
C. curvignathus akan menetas setelah berumur 8-11 hari (Nandika dkk, 2003). Nimfa muda akan mengalami pergantian kulit sebanyak 8 kali, sampai
kemudian berkembang menjadi kasta pekerja, prajurit dan calon laron (Nandika dkk, 2003).
Kepala berwarna kuning, antenna, labrum, dan pronotum kuning pucat. Bentuk kepala bulat ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya. Antenna terdiri dari 15 segmen. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya, batas antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata. Panjang kepala dengan mandibel 2,46-2,66 mm, panjang mandibel tanpa kepala 1,40-1,44 mm dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm. panjang badan 5,5-6 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang
menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan (Nandika dkk, 2003).
Kasta Rayap
Rayap hidup sebagai serangga sosial dalam masyarakat yang disebut koloni. Di dalam setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang memiliki bentuk yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing yaitu kasta prajurit,kasta pekerja, dan kasta reproduktif (Anwar, 2006).
(19)
17
Gambar 2. Koloni Rayap Captotermes curvignathus Holmgren
Sumber :
1. Kasta Reproduktif
Terdiri atas reproduktif primer dan reproduktif suplementer. Kasta reproduktif primer bersayap dari rayap dewasa atau laron yang bersayap dua pasang, berbentuk sama yaitu bulat memanjang bagian luar dari sayap sama dengan bagian dalamnya. Sayap – sayap ini terletak membujur diatas abdomen. Pnjangnya melebihi ukuran panjang tubuhnya. Warna tubuh coklat muda sampai coklat tua dan lebih gelap dari warna tubuh dari anggota kasta – kasta lainnya (Hasan, 1986).
Gambar 3. Ratu Rayap
Sumber :
2. Kasta Prajurit
Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan (sklerotisasi) kulitnya agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Mereka berjalan hilir mudik di
(20)
antara para pekerja yang sibuk mencari dan mengangkut makanan. Setiap ada gangguan dapat diteruskan melalui "suara" tertentu sehingga prajurit-prajurit bergegas menuju ke sumber gangguan dan berusaha mengatasinya. Jika terowongan kembara diganggu sehingga terbuka tidak jarang kita saksikan pekerja-pekerja diserang oleh semut sedangkan para prajurit sibuk bertempur melawan semut-semut, walaupun mereka umumnya kalah karena semut lebih lincah bergerak dan menyerang. Tapi karena prajurit rayap biasanya dilengkapi dengan mandibel (rahang) yang berbentuk gunting maka sekali mandibel menjepit musuhnya, biasanya gigitan tidak akan terlepas walaupun prajurit rayap akhirnya mati (Tarumingkeng, 2001). .
Gambar 4. Kasta Prajurit
3. Kasta Pekerja
Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80%
populasi dalam koloni merupakan individu-individu pekerja (Tarumingkeng, 2001). Kasta pekerja terdiri dari nimfa dan dewasa yang steril,
memiliki warna yang pucat dan mengalami penebalan di bagian kutikula, tanpa
sayap dan biasanya tidak memiliki mata, memiliki mandibel yang relatif kecil (Borror and De Long, 1971).
(21)
19
Walaupun kasta pekerja tidak terlibat dalam proses perkembangbiakan koloni dan pertahanan, namun hampir semua tugas koloni dikerjakan oleh kasta ini. Kasta pekerja bekerja terus tanpa henti, memelihara telur dan rayap muda. Kasta pekerja bertugas memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan, membuat serambi sarang, dan liang-liang kembara, merawatnya, merancang bentuk sarang, dan membangun termitarium. Kasta pekerja pula yang memperbaiki sarang bila terjadi kerusakan (Nandika dkk, 2003).
Kasta pekerja jumlahnya jauh lebih besar dari seluruh kasta yang terdapat dalam koloni rayap. Nimfa yang menetas dari telur pertama dari sebuah koloni yang baru akan berkembang menjadi kasta pekerja. Waktu keseluruhan yang dibutuhkan dari keadaan telur sampai dapat bekerja secara aktif sebagai kasta pekerja pada umumnya adalah 6-7 bulan. Umur kasta pekerja dapat mencapai 19-24 bulan (Hasan, 1986).
Gambar 5. Kasta Pekerja
Gejala Serangan C. Curvignathus pada Kelapa Sawit
Pada tanaman kelapa sawit muda gejala serangan rayap diketahui dari adanya penumpukan tanah pada pangkal pelepah sampai ke pucuk tanaman. Di dalam lapisan tanah tersebut dapa ditemukan rayap prajurit yang melakukan
(22)
penggerekan ke dalam batang, mencapai titik tumbuh dan akhirnya tanaman tersebut mati (Andriaty, 2007).
Gejala serangan C. Curvignathus pada bagian luar tanaman kelapa sawit dewasa adalah berupa lapisan tanah mulai daru pangkal batang sampai ke tandan buah. Pada bagian dalam batang gejala tersebut adalah berupa libang besar dan adanya sarang kembara C. Curvignathus yang menyerupai lapisan karton yang bercampur dengan kotoran serta dikelilingi oleh kumpulan tanah liat. Sarang kembara tersubut hanya berisi rayap dari kasta prajurit, pekerja dan nimfa, sedangkan raja, ratu, telur berada pada sarang utama. Sarang utama biasanya berada di dalam kayu mati yang berada di bawah atau di atas permukaan tanah (Prasetiyo, 2006 ).
Perilaku Rayap
Pola perilaku rayap adalah kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan diri, mereka hidup di dalam tanah dan bila akan invasi mencari objek makanan juga menerobos di bagian dalam, dan bila terpaksa harus berjalan di permukaan yang terbuka mereka membentuk pipa pelindung dari bahan tanah atau humus (Tarumingkeng, 2004).
Sifat kanibal terutama menonjol pada keadaan yang sulit misalnya kekurangan air dan makanan, sehingga hanya individu yang kuat saja yang dipertahankan, yaitu dengan membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi (karena sakit, sudah tua atau juga mungkin karena malas), baik reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja. Kanibalisme berfungsi untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi energi, dan berperan dalam
(23)
21
pengaturan homeostatika (keseimbangan kehidupan) koloni rayap (Tarumingkeng, 2001).
Sifat trofalaksis merupakan ciri khas diantara individu-individu dalam koloni rayap. Masing-masing individu sering mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat, mencium dan menggosokkan tubuhnya satu dengan yang lainnya. Sifat ini diinterpretasikan sebagai cara untuk memperoleh protozoa flagellata bagi individu yang baru saja berganti kulit (eksidis), karena pada saat eksidis kulit usus juga tanggal sehingga protozoa simbiont yang diperluan untuk mencerna selulosa ikut keluar dan diperlukan reinfeksi dengan jalan trofalaksis. Sifat ini juga diperlukan agar terdapat pertukaran feromon diantara para individu (Tarumingkeng, 2004).
Sistem Sarang
Bahan yang digunakan untuk membangun sarang sangat tergantung pada makanan dan bahan yang tersedia di habitatnya. Tanah, kotoran, dan sisa tumbuhan serta air liur merupakan bahan utama untuk pembuatan sarang. Partikel tanah yang seringkali digunakan untuk membangun sarang dan merupakan komponen yang dominan dapat diklasifikasikan menurut ukurannya, yaitu kerikil > 2,00 mm, pasir kuarsa 2,0-0,2 mm, pasir halus 0,2-0,02 mm, Lumpur 0,02-0,002 mm,dan liat < 0,002 mm. Sedangkan kotoran dan air liur berfungsi sebagai perekat dalam pembuatan sarang (Nandika dkk, 2003).
Membuat sarang dan hidup di dalam sarang merupakan karakteristik dari seramgga sosial. Beberapa jenis rayap membuat sarangnya dalam bentuk lorong-lorong di dalam kayu atau lorong-lorong-lorong-lorong di dalam tanah, tetapi jenis rayap tertentu
(24)
sarangnya membentuk bukit bukit dengan konstruksi sarang yang yang sangat kokoh dan sangat luas (Nandika dkk, 2003).
Rayap Sebagai Hama
Kegagalan penyisipan tanaman kelapa sawi pada areal yang telah terkontaminasi C. Curvignathus pada tingkat populasi yang tinggi sering terjadi, karena tanaman sisipan segera diserang rayap tersebut dan akhirnya mati. Keadaan ini sering terjadi berulang kali, sehingga akhirnya perkebunan tidak memanfaatkan lagi areal tersebut (Christina dkk, 1998)
Bahan-bahan yang berkayu yang melimpah pada lahan gambut merupakan habitat yang ideal bagi rayap C. Curvignathus yang menyerang dan merusak jaringan-jaringan hidup hingga menyebabkan kematian tanaman kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit di lahan gambut dapat terserang rayap pada berbagai tingkat perkembangannya. Rayap tersebut pada umumnya bersarang pada tunggul-tunggul kayuan yang melapuk di sekitar tanaman kelapa sawit, dimana mereka bertahan hidup dan berkembangbiak, dan dari sana mereka mulai merayap membentuk lorong-lorong kembara menuju tanaman kelapa sawit (Tarumingkeng, 2004).
Pengendalian Rayap
Pengumpanan adalah salah satu teknik pengendalian yang ramah lingkungan. Dilakukan dengan menginduksi racun slow action ke dalam kayu umpan, dengan sifat trofalaksisnya kayu tersebut dimakan rayap pekerja dan disebarkan ke dalam koloninya. Teknik pengumpanan selain untuk mengendalikan juga dapat digunakan untuk mempelajari keragaman rayap tanah.
(25)
23
Pemakaian teknik pengumpanan bila dibandingkan dengan teknik pengendalian rayap yang lain memiliki keunggulan antara lain : tidak mencemari tanah, tepat sasaran, bersifat spesifik, dan memudahkan pengambilan sample (French 1994 dalam Kadarsah, 2005).
Menurut Bakti (2004) nematoda Steinernema carpocapsae memiliki
efektifitas cukup baik untuk mengendalikan rayap. Umumnya nematoda termasuk S. carpocapsae banyak ditemukan di dalam tanah, sehingga diharapkan rayap C. curvignathus yang selalu berhubungan dengan tanah akan dapat dimanfaatkan
sebagai agen hayati. Pemberian nematoda dengan jumlah terkecil menimbulkan mortalitas 38,16% dan dengan jumlah tertinggi menimbulkan mortalitas 60,80%.
Pegendalian hama terpadu (PHT) termasuk pengendalian rayap pada kelapa sawit berpedoman pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, dan dalam sistem tersebut pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami hama seperti parasitoid, predator dan patogen menjadi komponen utama, sedangkan pengendalian kimiawi menggunakan pestisida merupakan pilihan (Kadarsah, 2005).
Penelitian mengenai pengaruh jamur Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin dan Metarhizium anisopliae (Mets.) Sorokin terhadap rayap
Coptotermes curvignathus Holmgren telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Toksikologi, Departemen Biologi ITB pada bulan November 2004 – April 2005. Rayap C. curvignathus diperoleh dari Pusat Studi Ilmu Hayati IPB Bogor dan jamur B. bassiana serta M. anisopliae diperoleh dari BALITROP Bogor. Penelitian ini menyimpulkan bahwa B. bassiana dan M. anisopliae dapat digunakan untuk mengendalikan rayap C. curvignathus (Novianty, 2005).
(26)
Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin
Menurut Barnett dan Berry (1972) jamur Beauveria bassiana dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Division : Eumycotina Class : Deuteromycotina
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae Genus : Beauveria
Spesies : Beauveria bassiana (Balsomo) vuillemin.
Jamur B. bassiana adalah jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-benang halus (hifa). Kemudian hifa-hifa tadi membentuk koloni yang disebut miselia. Jamur ini tidak dapat memproduksi makanannya sendiri, oleh karena itu ia bersifat parasit terhadap serangga inangnya (Anonimus, 2008).
Jamur Beauveria bassiana merupakan spesies jamur yang sering digunakan untuk mengendalikan serangga. B. bassiana diaplikasikan dalam bentuk konidia yang dapat menginfeksi serangga melelui kulit kutikula, mulut dan ruas-ruas yang terdapat pada tubuh serangga. jamur ini ternyata memiliki spectrum yang luas dan dapat mengendalikan banyak spesies serangga sebagai hama tanaman. Hasil penelitian menunjukkan, B. bassiana efektif untuk mengendalikan semut api, aphid, dan ulat grayak (Dinata, 2006).
Miselium jamur B. bassiana bersekat dan bewarna putih, didalam tubuh serangga yang terinfeksi terdiri atas banyak sel, dengan diameter 4 µ m, sedang diluar tubuh serangga ukurannya lebih kecil, yaitu 2 µ m. hifa fertile terdapat pada cabang (branchlests), tersusun melingkar (verticillate) dan biasanya
(27)
25
menggelembung atau menebal. Konidia menempel pada ujung dan sisi konidiofor atau cabang-cabangnya (Utomo dan Pardede, 1990).
Salah satu cendawan entomopatogen yang sangat potensial dalam pengendalian beberapa spesies serangga hama adalah Beauveria bassiana
(Balsamo) Vuillemin. Cendawan ini dilaporkan sebagai agensi hayati yang sangat efektif mengendalikan sejumlah spesies serangga hama termasuk rayap, kutu putih, dan beberapa jenis kumbang. Sebagai patogen serangga, B. bassiana dapat diisolasi secara alami dari pertanaman maupun dari tanah. Epizootiknya di alam sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, terutama membutuhkan lingkungan yang lembab dan hangat. Di beberapa negara, cendawan ini telah digunakan sebagai agensi hayati pengendalian sejumlah serangga hama mulai dari tanaman pangan, hias, buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga tanaman gurun pasir (Sutopo. D, dan Indriyani, 2007).
Sistem kerjanya yaitu spora jamur B. bassiana masuk ketubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Selain itu inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang dapat berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kutikula tubuh serangga. Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Jamur ini selanjutnya akan mengeluarkan racun beauverin yang membuat kerusakan jaringan tubuh serangga. Dalam hitungan hari, serangga akan mati. Setelah itu, miselia jamur akan tumbuh ke seluruh bagian tubuh serangga. Serangga yang terserang jamur B. bassiana
akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan tertutup oleh benang-benang hifa berwarna putih (Anonimus, 2008)
(28)
Serangga yang terinfeksi gerakannya lamban, nafsu makan berkurang bahkan berhenti, lama kelamaan diam dan mati. Tubuh mulai pucat dan mengeras serta permukaannya penuh dengan badan buah dan konidia berwarna putih (Riyatno dan Santoso, 1991)
Gambar 6. Konidia Beauveria bassiana (Balsomo) vuillemin.
Sumber :
Metarhizium anisopliae var anisopliae
Menurut Alexopoulus (1996), klasifikasi Metarhizium anasopliae adalah sebagai berikut :
Division : Eumycotina Class : Deuteromycotina
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae Genus : Metarhizium
Spesies :Metarhizium anisopliae var anisopliae
Jamur M. anisopliae ini pertama kali ditemukan oleh Metschikoff pada tahun 1879, jamur ini bersifat parasitik terhadap serangga termasuk kumbang kelapa (Jumar, 2000)
(29)
27
Jamur ini biasanya disebut Green Muscardine Fungus dan tersebar diseluruh dunia. Jamur ini pertama kali digunakan untuk mengendalikan hama kumbang kelapa lebih dari 85 tahun yang lalu, dan sejak itu digunakan dibeberapa Negara termasuk Indonesia (Tanada dan Kaya, 1993).
Pada awal pertumbuhan, koloni jamur bewarna putih, kemudian berubah menjadi hijau gelap dengan bertambahnya umur koloni. Miselium berdiameter 1,98 – 2,97 µm, kemudian tersusun dengan tegak, berlapis dan bercorak yang dipenuhi dengan konidia bersel satu berwarna hialin, berbentuk bulat silinder dengan ukuran 9 µm (Prayogo, dkk., 2005).
Konidiofor tersusun rapat dalam struktur seperti spodokium, mendukung beberapa “phialidae” yang sering kali tersusun seperti susunan lilin “phialidae” berbentuk silindris. Pada ujungnya dibentuk konidia dalam rantai konidia satu sel, berdinding halus, tidak bewarna dan berbentuk silindris “oval” (Rayati, 2000).
Jamur M. anisopliae terdiri dari dua jenis/bentuk, yang pertama adalah yang mempunyai spora pendek yaitu M. anisopliae var anisopliae dan yang mempunyai spora panjang yaitu M. anisopliae var major. Strain varietas M. anisopliae yang memiliki spora pendek, konidia berukuran 9,0 – 9,9 µ m sedangkan varietas major memiliki spora yang panjang, konidia berukuran 9,0 – 18,0 µm. pada pengujian dengan enzim yang sama strain varietas major relative genusnya sama tetapi untuk strain varietas anisopliae genusnya sangat berbeda (Tanada dan Kaya. 1993).
Jamur M. anisopliae ini bersifat parasit pada serangga dan bersifat saprofit pada tanah atau bahan organic. Jamur ini mengadakan penetrasi ke dalam tubuh serangga melalui kontak dengan kulit di antara ruas-ruas tubuh. Mekanisme
(30)
penetrasinya di mulai dengan menempelkan konidia pada kutikula atau mulut serangga. Konidia ini selanjutnya berkecambah dengan membentuk tubuh kecambah. Apresorium mula-mula dibentuk dengan menembus epitikula, selanjutnya menembus jaringan yang lebih dalam (Situmorang, 1990).
Cendawan ini bersifat parasit pada beberapa jenis serangga dan bersifat
saprofit di dalam tanah dengan bertahan pada sisa-sisa tanaman (Alexopoulus dan Mims, 1996). Cendawan ini pertama kali digunakan untuk
mengendalikan hama kumbang kelapa lebih dari 85 tahun yang lalu, dan sejak itu digunakan di beberapa negara termasuk Indonesia. M. anisopliae telah lama digunakan sebagai agen hayati dan menginfeksi beberap jenis serangga, antara
lain ordo Coleoptera, Lepidoptera, Homoptera, Hemiptera, dan Isoptera (Strack, 2003).
Gambar 7. Konidia Metarhizium anisopliae var anisopliae
(31)
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut. Dilaksanakan mulai awal Oktober sampai November 2009
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah rayap
Coptotermes curvignathus Holmgren , sarang rayap, kayu lapuk, pasir B. bassiana
dan M. anisopliae, aquadest.
Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah toples, kain kasa, karet gelang, timbangan digital, beaker glass, handsprayer, label nama, alat pengaduk, cangkul, kuas, dan alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan RAL nonfaktorial yang terdiri 7 perlakuan dan 3 ulangan:
Perlakuan yang diuji adalah ; A0 : Kontrol
A1 : Suspensi B. bassiana 105 A2 : Suspensi B. bassiana 106
(32)
A4 : Suspensi M. anisopliae 105
A5 : Suspensi M. anisopliae 106 A6 : Suspensi M. anisopliae 107
Jumlah perlakuan : 7
Jumlah ulangan : 3
Jumlah keseluruhannya : 21 Jumlah rayap dalam 1 toples : 20 ekor Jumlah rayap yang diperlukan: 420 ekor
Model linier yang digunakan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial adalah sebagai berikut
Y ij = μ + Ti + Σij ; i = 1, 2,....t j = 1, 2,...r
Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan pada taraf ke-j dengan ulangan ke-i μ = Nilai tengah sebenarnya
Ti = Pengaruh Perlakuan ke-i
Σij = Pengaruh galat pada unit percobaan
Selanjutnya bila analisa menunjukkan hasil yang nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Satrosupadi, 2000).
(33)
31
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian dilakukan dengan menyediakan bahan dan alat yang dibutuhkan selama pelaksanaan penelitian. Survei dilakukan pada lokasi pengambilan hama rayap Coptotermes curvignathus Holmgren di lapangan.
Pengambilan Rayap di Lapangan
Rayap dan sarangnya diambil dari lapangan kemudian dimasukkan kedalam ember dan dipelihara di dalam laboratorium. Rayap yang digunakan adalah rayap dari karta pekerja
Penyediaan Jamur B. Bassiana dan M. anisopliae
Jamur B. bassiana dan M. anisopliae, diperoleh dari BP2TP Medan. Jamur tersebut sudah tersedia dalam bentuk biakan yang dapat diaplikasikan langsung pada serangga uji.
Pembuatan Suspensi B. bassiana dan M. anisopliae.
Jamur yang telah diperoleh dari BP2TP dengan kerapatan konidia 107. Jamur diambil sebanyak 50 gr kemudian dicampur dengan 450 ml air aquadest maka diperoleh kerapatan konidia 107, kemudian diambil 50 ml suspensi dan dicampur 450 ml air aquadest maka diperoleh kerapatan konidia 106, kemudian diambil 50 ml suspensi dan dicampur 450 ml air aquadest maka diperoleh kerapatan konidia 105.
(34)
Peubah Amatan
1. Persentase Mortalitas rayap
Pengamatan mortalitas rayap dilakukan sebanyak 6 kali yaitu pada 3, 6, 9, 11, 14 dan 17 hari setelah aplikasi. Persentase Mortalitas rayap dihitung dengan menggunakan rumus :
M = x10000
b a
a
+
Keterangan :
M : Presentase Mortalitas rayap a : Jumlah rayap yang mati b : Jumlah rayap yang hidup
2. Persentase Susut Bobot Bahan
Persentase susut bobot bahan dapat dihitung pada 17 hari setelah aplikasi (HAS).
Persentase Susut Bobot = x10000
a b a−
Keterangan : a = Berat Awal b = Berat Akhir
(35)
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
I. Persentase Mortalitas Rayap (%)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jamur M. anisopliae dan
B. bassiana menunjukkan perbedaan yang Sangat nyata pada tingkat kerapatan yang berbeda terhadap mortalitas C. curvignathus setelah 3 hari setelah aplikasi sampai dengan 17 hari setelah aplikasi (HSA) (Lampiran 2, 3, 4, 5, dan 6). Perbedaan efektifitas tingkat konsentrasi kedua jamur tersebut terhadap mortalitas imago C.curvignathus dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Presentase Mortalitas rayap pada setiap tarap perlakuan pada pengamatan 3, 6, 9, 11, 14, 17 HSA
PERLAKUAN
Hari Setelah Aplikasi
3 6 9 11 14 17
A0 (Kontrol) 0.00e 0.00f 0.00d 0.00d 0.00c 0.00c
A1 (B.bassiana 105) 11.67c 20.00de 28.33bc 46.67d 56.67bc 90.00bc A2 (B.bassiana 106) 16,67b 26.67bc 30.00bc 48.33bc 65.00ab 95.00ab A3 (B.bassiana 107) 21.67a 38.33a 45.00a 60.00bc 83.33a 100.00a A4 (M.anisopliae 105) 6.67d 18.33de 26.67bc 38.33b 63.33b 88.33c A5 (M.anisopliae 106) 11.67c 23.33cd 26.67bc 41.67cd 66.67ab 95.00b A6 (M.anisopliae 107) 16.67b 28.33bc 33.33b 51.67a 80.00a 98.33a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf P = 0,05 menurut uji jarak Duncan.
Dari tabel 1 pengamatan 3 hari setelah aplikasi (HSA) terlihat bahwa persentase mortalitas rayap tertinggi pada perlakuan B. bassiana 107 (A3) yang berbeda dengan perlakuan lainnya. Sedangkan perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan M. anisopliae 107 (A6) tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Perlakuan A3 pada tabel 1 pengamatan 3 HSA memberikan presentase kematian rayap tertinggi yaitu 21,67%, kemudian perlakuan A2 dan A6 sebesar
(36)
16,67%, perlakuan A2 dan A5 sebesar 11,67, perlakuan A4 sebesar 6,67 sedangkan perlakuan A0 (kontrol) tidak menimbulkan kematian pada rayap. Hal ini disebabkan karena perbedaan ketebalan konsentrasi masing-masing perlakuan yang dapat mempengaruhi mekanisme kecepatan kematian pada rayap.
Dari Tabel 1 diatas persentase mortalitas C. curvignathus menunjukkan perbedaan yang nyata untuk masing-masing jamur yang digunakan pada tingkat kerapatan yang berbeda pada penggunaa jamur B. bassiana mortalitas rayap tertinggi pada perlakuan A3 yaitu perlakuan jamur B. bassiana 107 sebesar 100% (17 HSA). Sedangkan untuk perlakuan A1 yaitu perlakuan B.bassiana 105 dan A2
yaitu perlakuan jamur B. bassiana 106 memiliki presentase mortalitas
C. curvignathus yang hampir sama yaitu 93,33% dan menunjukkan perbedaan tidak nyata untuk perlakuan tersebut. Hal ini disebabkan karena pada tingkat kerapatan yang tinggi dapat menginfeksi tubuh inang dimana dengan banyaknya kepadatan conidia maka semakin cepat membangun inang. Hal ini didukung oleh Ferron (1985) yang menyatakan bahwa semakin banyak konidia yang menempel pada tubuh inang sasaran akan semakin cepat mematikan inang sasaran.
Pada pengunaan jamur M. anisopliae persentase mortalitas rayap teringgi terdapat pada A6 yaitu menggunakan jamur M. anisopliae dengan kerapatan 107
sebesar 98,33% dan terendah pada perlakuan A4 yaitu perlakuan
M. anisopliae 105 sebesar 88,33% (17 HSA). Untuk penggunaan jamur
M. anisopliae tingkat keefektifan jamur tersebut pada tingkat kerapatan konidia 107. Menurut Ferron (1985) kepadatan conidia biasanya 106-108 cukup memadai dalam uji patogenitas.
(37)
35
Pada semua perlakuan didapat mortalitas rayap yang tertinggi terdapat pada perlakuan A3 yaitu menggunakan jamur B. bassiana dengan kerapatan konidia 107 sebesar 100%. Hal ini berarti jamur B. bassiana lebih efektif dalam mengendalikan rayap dibanding jamur M. anisopliae. Menurut Dinata (2006) menyatakan B. bassiana memiliki spektrum pengendalian yang luas dan bisa mengendalikan banyak spesies dari hama tanaman. Hal ini didukung oleh pernyataan Sweetman (1963) menyatakan strain-strain B. bassiana pada periode yang sangat lama mampu mempertahankan virulensinya.
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00
I II III IV V VI
Pengamatan M o rt al it as R ayap ( % ) A0 A1 A2 A3 A4 A5 A6
Gambar 8. Grafik Presentase Mortalitas Imago C. curvignathus Untuk Setiap Waktu Pengamatan
Gambar menjelaskan kerapatan konidia yang berbeda menghasilkan mortalitas rayap yang berbeda. Dianta semua perlakuan, mortalitas rayap tertinggi terdapat pada perlakuan A3 yaitu B. bassiana 107 sebesar 100% pada pengamata 17HSA. kemudian A6 yaitu M. anisopliae 107 sebesar 98,33% dan A2 B.bassiana
107 sebesar 95%. Dalam hal ini penggunaan B. bassiana sangat efektif dalam mengendalikan rayap. Hal ini sesuai dengan literatur Sutopo dan Indriyani. (2007)
(38)
menyatakan bahwa Salah satu cendawan entomopatogen yang sangat potensial dalam pengendalian beberapa spesies serangga hama adalah Beauveria bassiana
(Balsamo) Vuillemin. Cendawan ini dilaporkan sebagai agensi hayati yang sangat efektif mengendalikan sejumlah spesies serangga hama termasuk rayap, kutu putih, dan beberapa jenis kumbang
2. Persentase Susut Bobot
Pengaruh terhadap persentase susut bobot bahan pada setiap perlakuan menghasilkan pengaruh yang sangat nyata (Tabel 2). Hasil uji jarak Duncan dan besarnya persentase susut bobot bahan pada masing-masing perlakuan selama pengamatan dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2. Rataan persentase susut bobot bahan (%) / 50gr
Perlakuan Rataan
A0 16.53
A1 13.73
A2 10.27
A3 7.53
A4 14.27
A5 12.33
A6 9.27
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf P = 0,05 menurut uji jarak Duncan.
Dari tabel 2 dapat kita ketahui bahwa pengamatan terhadap persentase susut bobot pada masing-masing perlakuan (A0-A6) mempunyai pengaruh nyata.
Dalam hal ini perlakuan A1 (B.bassiana 105), A2 (B. bassiana 106), A3 (B. bassiana 107), A4 (M. anisopliae 105), A5 (M. anisopliae 106), A6 (M. anisopliae 107) menunjukkan saling berbeda nyata. Dimana perlakuan A3
(39)
37
(B. bassiana 107) memiliki nilai persentase susut bobot yang paling rendah (7,53%), hal ini berhubungan dengan kerapatan konidia diaplikasikan (107) yang menyebabkan rayap lebih cepat mati. Sedangkan persentase susut bobot bahan yang tertinggi adalah perlakuan A0 sebesar 16,53%. Hal ini terjadi karena tidak adanya jamur yang diaplikasikan dalam makananya sehingga rayap masih mau makan. Hal ini sesuai dengan literatur Riyatno dan Santoso (1991) serangga yang terinfeksi gerakannya lamban, nafsu makan berkurang bahkan berhenti, lama kelamaan diam dan mati. Tubuh mulai pucat dan mengeras serta permukaannya penuh dengan badan buah dan konidia berwarna putih.
Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat grafik dibawah ini.
Rataan 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00
A0 A1 A2 A3 A4 A5 A6
Perlakuan S u s u t B o b o t ( % ) Rataan
Gambar 9. Grafik Persentase Susut Bobot Bahan 17 Hari Setelah Aplikasi (HSA)
Dari grafik tersebut dapat kita lihat bahwa perlakuan A3 lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya yang ditandai dengan nilai susut bobot bahan yang paling rendah, sementara A0 memiliki nilai susut bobot yang paling tinggi sehingga kita mengetahui bahwa persentase penyusutan bobot bahan banding terbalik dengan persentase nilai mortalitas imago rayap.
(40)
Kesimpulan
1. Persentase mortalitas perlakuan jamur entomopatogen B. Bassiana yang lebih efektif terdapat pada perlakuan A3 dengan kerapatan konidia 107 sebesar 100% pada pengamatan 17 hari setelah aplikasi (HSA)
2. Persentase mortalitas perlakua jamur entomopatogen M. anisopliae yang lebih efektif terdapat pada perlakuan A6 dengan kerapatan konidia 107 sebesar 98,33% pada pengamatan 17 hari setelah aplikasi (HSA)
3. Perbandinga persentase perlakuan jamur entomopatogen B. bassiana dan
M. anisopliae yang lebih efektif terdapat pada perlakuan B. bassiana 107 sebesar 100% pengamatan 3 hari setelah aplikasi (HSA)
4. Persentase susut bobot bahan yang tertinggi diperolah dari perlakuan A0 sebesar 16,53%, dan yang terendah A3 sebesar 7,53%
Saran
Jamur entomopatogen B.bassiana dan M.anisopliae dapat menginfeksi dan mematikan rayap C.curvignathus di Laboratorium, maka perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui bagaimana patogenitasnya jika diaplikasikan di lapangan.
(41)
39
DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulus, C. J, C.W. Mims, and M. Blackwell. 1996. Introductory Mycology Fourth Edition. John Wiley and Sons Inc, New York.
Anonimus, 2008. Jamur Bermanfaat Dalam Pertanian.
Affrc, 2008. Metarhizium anisopliae.
(diakses 9 Maret 2008).
Anwar , 2006. Termites in Forestry. Diakses dari (diakses 2 Februari 2009)
2009.
Andriaty R., 2007. Rayap dan Pengendaliannya. Diakses dari
Bakti, D. 2004. Pengendalian Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren menggunakan Nematoda Steinernema carpocapsae W. dalam Skala Laboratorium. Jurnal Natur Indonesia, 6(2):81-83.
Barnet, H. L. And B. H. Barry., 1972. Illustrated Genera of Fungi Third Edition. Burges Publishing Company. Mineapolis-Minnesota
Borror, D.J. and D.M. De long, 1971. An Indroduction to The Study of Insects. United State of America.
Dinata, A., 2006. Insektisida Yang Ramah Lingkungan.
rakyat.com
Ellis. D., 2009. Mycology Online. (diakses 20 Maret 2009)
Ginting, C.S, Ps. Sudarto, dan Chenon. D. R., 2002. Strategi Pengendalian Rayap Pada Kelapa Sawit di Lahan Gambut. Warta PPKS. Medan
Hasan. T., 1986. Rayap dan Pemberantasannya (Penaggulangan dan Pecegahan). CV. Yasaguna, Jakarta.
Jumar, 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta
Kadarsah, A. 2005. Studi Keragaman Rayap Tanah dengan Teknik Pengumpanan pada Tumpukan Jerami Padi dan Ampas Tepu di Perusahaan Jamur PT.
(42)
Zeta Agro Corporation Jawa Tengah. Bioscientiae 2(2):17-22.
M. Soepadiyo, dan S. Haryono., 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Nandika, D., Y. Rismayadi, dan F. Diba, 2003. Rayap, Biologi dan Pengendalian . Muhammadiah University Press, Surakarta
Novianty, D. 2005. Pengaruh Jamur Beauveria bassiana (Balsomo) vuillemin dan
Metarhizium anisopliae (Mets). Sorokin Terhadap Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren. http:// rayap%20perlakuan.htm
Prayogo, Y., Wedanimbi. T dan Marwoto., 2005. Prospek Cendawan Entomopatogen Metarhizium anisopliae untuk Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera litura pada kedelai.
(diakses 20 Maret 2009)
Purba R.Y., Sudharto dan R.Desmier de Chenon, 2002. Gejala Serangan dan Bioekologi Coptotermes cirvignathus Holmgren (Isoptera:Rhinotermidae) pada Tanaman Kelapa Sacit di Lahan Gambut .Warta PPKS, Medan, Sumatera Utara.
Prasetiyo, K.W. dan S. Yusuf, 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap Secara Ramah Lingkungan dan Kimiawi. Agromedia Pustaka, Jakarta.
(diakses 20 Maret 2009)
Riyatno dan SS. Santoso., 1991. Cendawan Beauveria bassiana dan Cara Pengembangannya Guna Mengendalikan Hama Bubuk Buah Kopi. Direktorat Jendral Perkebunan.
S. Iman, dan W. Yustina., 1992. Kelapa Sawit Usaha Budi Daya Pemanfaatan hasil dan Aspek Pemasaran. Tim Penulis PS, Jakarta.
Situmorang, J., 1990. Petunjyk Praktikum Pathologi Serangga. PAV. Bioteknologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sutopo. D, dan Indriyani. IGAA., 2007. Status, Teknologi, dan Prospek B. Bassiana Untuk Pengendalian Serangga Hama. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang.
Tanada, Y. dan Kaya, H>K., 1993. Insect Pathology. Academia Press. Inc. Publisher Sandiego New York Boston. London Sydney Tokyo Toronto.
Tarumingkeng, R.C., 2001. Biologi dan Perilaku Rayap.
(43)
41
Tarumingkeng, R.C., 2004. biologi dan Pengendalian Rayap Hama Bangunan di
Indonesia.
(diakses 06 Februari 2008).
Utomo, C. dan DJ. Pardede, 1990. Efikasi Jamur Beauveria bassiana. Buletin Perkebunan. Kanisius.
(44)
Lampiran 1. Bagaan Percobaan
I II III
Keterangan : A0 = Kontrol
A1 = Suspensi B. bassiana 105 A2 = Suspensi B. bassiana 106 A3 = Suspensi B. bassiana 107 A4 = M. Anisopliae 105
A5 = Suspensi M. Anisopliae 106 A6 = Suspensi M. Anisopliae 107
A0
A6 A4
A3
A2 A5
A5
A4
A3
A2
A0 A0
A5
A0 A6 A1 A4
A2
U
S
A3 A1
(45)
43
Lampiran 2. Persentase mortalitas Coptotermes curvignathus Pada 3 Hari Setelah Aplikasi (HSA)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
A1 10.00 15.00 10.00 35.00 11.67
A2 15.00 15.00 20.00 50.00 16.67
A3 25.00 20.00 20.00 65.00 21.67
A4 5.00 5.00 10.00 20.00 6.67
A5 15.00 10.00 10.00 35.00 11.67
A6 20.00 15.00 15.00 50.00 16.67
Total 90.00 80.00 85.00 255.00 Rataan 12.86 11.43 12.14 12.14
Transformasi Arcsin √x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A0 4.97 4.97 4.97 14.90 4.97
A1 18.43 22.79 18.43 59.66 19.89
A2 22.79 22.79 26.57 72.14 24.05
A3 30.00 26.57 26.57 83.13 27.71
A4 12.92 12.92 18.43 44.28 14.76
A5 22.79 18.43 18.43 59.66 19.89
A6 26.57 22.79 22.79 72.14 24.05
Total 138.46 131.25 136.19 405.90 Rataan 19.78 18.75 19.46 19.33
Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F Hit F 0,05 F 0,01
Ulangan 2 3.89 1.94 0.34 tn 3.88 6.93
Perlakuan 6 1027.44 171.24 29.98 ** 3.00 4.82
Galat 12 68.53 5.71
Total 20 1099.86
KK = 19.68% FK = 7845.48
Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata tn =
Tidak Nyata
(46)
Uji Jarak Duncan
Sy = 1.07
P 2 3 4 5 6
SSR 0.05 1.78 2.11 2.29 2.41 2.50 LSR 0.05 1.90 2.26 2.45 2.58 2.67
Perlakuan A0 A4 A1 A2 A3
A5 A6
Rataan 4.97 14.76 19.89 24.05 27.71
a b
c
d e
(47)
45
Lampiran 3. Persentase mortalitas Coptotermes curvignathus Pada 6 Hari Setelah Aplikasi (HSA)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
A1 20.00 25.00 15.00 60.00 20.00
A2 20.00 30.00 30.00 80.00 26.67
A3 40.00 35.00 40.00 115.00 38.33
A4 20.00 15.00 20.00 55.00 18.33
A5 25.00 25.00 20.00 70.00 23.33
A6 30.00 30.00 25.00 85.00 28.33
Total 155.00 160.00 150.00 465.00 Rataan 22.14 22.86 21.43 22.14
Transformasi Arcsin √x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A0 4.97 4.97 4.97 14.90 4.97
A1 26.57 30.00 22.79 79.35 26.45
A2 26.57 33.21 33.21 92.99 31.00
A3 39.23 36.27 39.23 114.73 38.24
A4 26.57 22.79 26.57 75.92 25.31
A5 30.00 30.00 26.57 86.57 28.86
A6 33.21 33.21 30.00 96.42 32.14
Total 187.11 190.45 183.33 560.88 Rataan 26.73 27.21 26.19 26.71
Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F Hit F 0,05 F 0,01
Ulangan 2 3.63 1.81 0.27 tn 3.88 6.93
Perlakuan 6 1980.77 330.13 48.34 ** 3.00 4.82
Galat 12 81.96 6.83
Total 20 2066.35
KK = 11.80% FK =
14980.3 4
Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata
Uji Jarak Duncan Sy = 1.17
(48)
P 2 3 4 5 6 7 8 SSR 0.05 1.78 2.11 2.29 2.41 2.50 2.58 2.64 LSR 0.05 2.08 2.47 2.68 2.82 2.92 3.02 3.09
Perlakuan A0 A4 A1 A5 A2 A6 A3
Rataan 4.97 25.31 26.45 28.86 31.00 32.14 38.24
a b
c d
e f
(49)
47
Lampiran 4. Persentase mortalitas Coptotermes curvignathus Pada 9 Hari Setelah Aplikasi (HSA)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
A1 35.00 25.00 25.00 85.00 28.33
A2 30.00 30.00 30.00 90.00 30.00
A3 55.00 35.00 45.00 135.00 45.00
A4 35.00 20.00 25.00 80.00 26.67
A5 35.00 25.00 20.00 80.00 26.67
A6 40.00 30.00 30.00 100.00 33.33
Total 230.00 165.00 175.00 570.00 Rataan 32.86 23.57 25.00 27.14
Transformasi Arcsin √x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A0 4.97 4.97 4.97 14.90 4.97
A1 36.27 30.00 30.00 96.27 32.09
A2 33.21 33.21 33.21 99.63 33.21
A3 47.87 36.27 42.13 126.27 42.09
A4 36.27 26.57 30.00 92.84 30.95
A5 36.27 30.00 26.57 92.84 30.95
A6 39.23 33.21 33.21 105.65 35.22
Total 234.09 194.23 200.09 628.41 Rataan 33.44 27.75 28.58 29.92
Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F Hit F 0,05 F 0,01
Ulangan 2 132.40 66.20 3.03 tn 3.88 6.93
Perlakuan 6 2449.27 408.21 59.63 ** 3.00 4.82
Galat 12 82.14 6.85
Total 20 2663.80
KK = 9.64% FK = 18804.45 Keterangan
: ** = Sangat Nyata
* = Nyata tn = Tidak Nyata
(50)
Uji Jarak Duncan
Sy = 1.17
P 2 3 4 5 6 7
SSR 0.05 1.78 2.11 2.29 2.41 2.50 2.58 LSR 0.05 2.08 2.47 2.68 2.82 2.93 3.02
Perlakuan A0 A4 A1 A2 A6 A3
A5
Rataan 4.97 30.95 32.09 33.21 35.22 42.09
a b
c
(51)
49
Lampiran 5. Persentase mortalitas Coptotermes curvignathus Pada 11 Hari Setelah Aplikasi (HSA)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
A1 50.00 50.00 40.00 140.00 46.67
A2 55.00 45.00 45.00 145.00 48.33
A3 70.00 60.00 50.00 180.00 60.00
A4 45.00 35.00 35.00 115.00 38.33
A5 50.00 40.00 35.00 125.00 41.67
A6 60.00 45.00 50.00 155.00 51.67
Total 330.00 45.00 255.00 860.00 Rataan 47.14 39.29 36.43 40.95
Transformasi Arcsin √x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A0 4.97 4.97 4.97 14.90 4.97
A1 45.00 45.00 39.23 129.23 43.08
A2 47.87 42.13 42.13 132.13 44.04
A3 56.79 50.77 45.00 152.56 50.85
A4 42.13 36.27 36.27 114.67 38.22
A5 45.00 39.23 36.27 120.50 40.17
A6 50.77 42.13 45.00 137.90 45.97
Total 292.53 260.50 248.87 801.90 Rataan 41.79 37.21 35.55 38.19
Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F Hit F 0,05 F 0,01
Ulangan 2 146.02 73.01 12.77 ** 3.88 6.93
Perlakuan 6 4159.68 693.28 121.22 ** 3.00 4.82
Galat 12 68.63 5.72
Total 20 4374.33
KK = 5.84% FK = 30621.01 Keterangan
: ** = Sangat Nyata
* = Nyata tn = Tidak Nyata
(52)
Uji Jarak Duncan Sy = 1.07
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR 0.05 1.78 2.11 2.29 2.41 2.50 2.58 2.64 LSR 0.05 1.90 2.26 2.45 2.58 2.67 2.76 2.82 Perlakua
n A0 A1 A5 A3 A2 A4 A6
Rataan 4.97 38.22 40.17 43.08 44.04 45.97 50.85
a
b c
(53)
51
Lampiran 6. Persentase mortalitas Coptotermes curvignathus Pada 14 Hari Setelah Aplikasi (HSA)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
A1 50.00 60.00 60.00 170.00 56.67
A2 55.00 70.00 70.00 195.00 65.00
A3 85.00 80.00 85.00 250.00 83.33
A4 60.00 65.00 65.00 190.00 63.33
A5 70.00 65.00 65.00 200.00 66.67
A6 80.00 85.00 75.00 240.00 80.00
Total 400.00 45.00 420.00 1245.00 Rataan 57.14 60.71 60.00 59.29
Transformasi Arcsin √x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A0 4.97 4.97 4.97 14.90 4.97
A1 45.00 50.77 50.77 146.54 48.85
A2 47.87 56.79 56.79 161.45 53.82
A3 67.21 63.43 67.21 197.86 65.95
A4 50.77 53.73 53.73 158.23 52.74
A5 56.79 53.73 53.73 164.25 54.75
A6 63.43 67.21 60.00 190.65 63.55
Total 336.04 350.63 347.20 1033.87 Rataan 48.01 50.09 49.60 49.23
Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F Hit F 0,05 F 0,01
Ulangan 2 16.62 8.31 0.94 tn 3.88 6.93
Perlakuan 6 7523.46 1253.91 141.63 ** 3.00 4.82
Galat 12 106.24 8.85
Total 20 7646.32
KK = 5.02% FK = 50899.63 Keterangan
: ** = Sangat Nyata
* = Nyata tn = Tidak Nyata
(54)
Uji Jarak Duncan Sy = 1.33
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR 0.05 1.78 2.11 2.29 2.41 2.50 2.58 2.64 LSR 0.05 2.37 2.81 3.05 3.21 3.33 3.43 3.51
Perlakuan A0 A1 A4 A2 A5 A6 A3
Rataan 4.97 48.85 52.74 53.82 54.75 63.55 65.95
a b
(55)
53
Lampiran 7. Persentase mortalitas Coptotermes curvignathus Pada 17 Hari Setelah Aplikasi (HSA)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
A1 85.00 90.00 95.00 270.00 90.00
A2 90.00 100.00 95.00 285.00 95.00
A3 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00
A4 90.00 85.00 90.00 265.00 88.33
A5 95.00 90.00 95.00 280.00 93.33
A6 100.00 95.00 100.00 295.00 98.33
Total 560.00 45.00 575.00 1695.00 Rataan 80.00 80.00 82.14 80.71
Transformasi Arcsin √x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A0 4.97 4.97 4.97 14.90 4.97
A1 67.21 71.57 77.08 215.86 71.95
A2 71.57 90.00 77.08 238.64 79.55
A3 90.00 90.00 90.00 270.00 90.00
A4 71.57 67.21 71.57 210.34 70.11
A5 77.08 71.57 77.08 225.72 75.24
A6 90.00 77.08 90.00 257.08 85.69
Total 472.39 472.39 487.77 1432.55 Rataan 67.48 67.48 69.68 68.22
Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F Hit F 0,05 F 0,01
Ulangan 2 22.53 11.26 0.39 tn 3.88 6.93
Perlakuan 6 14926.82 2487.80 85.39 ** 3.00 4.82
Galat 12 349.62 29.14
Total 20 15298.97
KK = 6.69% FK = 97724.06
Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata
(56)
Uji Jarak Duncan Sy = 2.41
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR 0.05 1.78 2.11 2.29 2.41 2.50 2.58 2.64 LSR 0.05 4.30 5.09 5.53 5.82 6.03 6.23 6.37
Perlakuan A0 A4 A1 A5 A2 A6 A3
Rataan 4.97 70.11 71.95 75.24 79.55 85.69 90.00
a
b
(57)
55
Lampiran 8. Persentase Susut Bobot Bahan Pada 17 HSA
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
I II III
A0 16.80 16.40 16.40 49.60 16.53
A1 13.00 14.20 14.00 41.20 13.73
A2 10.60 10.00 10.20 30.80 10.27
A3 7.60 7.40 7.60 22.60 7.53
A4 14.20 14.40 14.20 42.80 14.27
A5 12.20 12.20 12.60 37.00 12.33
A6 9.40 9.20 9.20 27.80 9.27
Total 83.80 83.80 84.20 251.80 Rataan 11.97 11.97 12.03 11.99
Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F Hit F 0,05 F 0,01
Ulangan 2 0.02 0.01 0.07 tn 3.88 6.93
Perlakuan 6 177.69 29.62 275.19 ** 3.00 4.82
Galat 12 1.29 0.11
Total 20 179.00
KK = 2.74% FK = 3019.20
Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata
Uji Jarak Duncan Sy = 0.15
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR
0.05 1.78 2.11 2.29 2.41 2.50 2.58 2.64 LSR
0.05 0.26 0.31 0.34 0.35 0.37 0.38 0.39 Perlaku
an A3 A6 A2 A5 A1 A4 A0
Rataan 7.53 9.27 10.27 12.33 13.73 14.27 16.53
a
b c
d e
(58)
Lampiran 9. Gambar Penelitian
(1)
Lampiran 6. Persentase mortalitas
Coptotermes curvignathus
Pada 14 Hari
Setelah Aplikasi (HSA)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00A
1 50.00 60.00 60.00 170.00 56.67A
2 55.00 70.00 70.00 195.00 65.00A
3 85.00 80.00 85.00 250.00 83.33A
4 60.00 65.00 65.00 190.00 63.33A
5 70.00 65.00 65.00 200.00 66.67A
6 80.00 85.00 75.00 240.00 80.00Total
400.00 45.00 420.00 1245.00Rataan
57.14 60.71 60.00 59.29Transformasi Arcsin √x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A
0 4.97 4.97 4.97 14.90 4.97A
1 45.00 50.77 50.77 146.54 48.85A
2 47.87 56.79 56.79 161.45 53.82A
3 67.21 63.43 67.21 197.86 65.95A
4 50.77 53.73 53.73 158.23 52.74A
5 56.79 53.73 53.73 164.25 54.75A
6 63.43 67.21 60.00 190.65 63.55Total
336.04 350.63 347.20 1033.87Rataan
48.01 50.09 49.60 49.23Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F Hit F 0,05 F 0,01
Ulangan 2 16.62 8.31 0.94 tn 3.88 6.93
Perlakuan 6 7523.46 1253.91 141.63 ** 3.00 4.82
Galat 12 106.24 8.85
Total 20 7646.32
KK = 5.02% FK = 50899.63 Keterangan
: ** = Sangat Nyata
* = Nyata tn = Tidak Nyata
(2)
Uji Jarak Duncan
Sy = 1.33
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR 0.05 1.78 2.11 2.29 2.41 2.50 2.58 2.64
LSR 0.05 2.37 2.81 3.05 3.21 3.33 3.43 3.51
Perlakuan
A
0A
1A
4A
2A
5A
6A
3Rataan 4.97 48.85 52.74 53.82 54.75 63.55 65.95
a
b
(3)
Lampiran 7. Persentase mortalitas
Coptotermes curvignathus
Pada 17 Hari
Setelah Aplikasi (HSA)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00A
1 85.00 90.00 95.00 270.00 90.00A
2 90.00 100.00 95.00 285.00 95.00A
3 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00A
4 90.00 85.00 90.00 265.00 88.33A
5 95.00 90.00 95.00 280.00 93.33A
6 100.00 95.00 100.00 295.00 98.33Total
560.00 45.00 575.00 1695.00Rataan
80.00 80.00 82.14 80.71Transformasi Arcsin √x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A
0 4.97 4.97 4.97 14.90 4.97A
1 67.21 71.57 77.08 215.86 71.95A
2 71.57 90.00 77.08 238.64 79.55A
3 90.00 90.00 90.00 270.00 90.00A
4 71.57 67.21 71.57 210.34 70.11A
5 77.08 71.57 77.08 225.72 75.24A
6 90.00 77.08 90.00 257.08 85.69Total
472.39 472.39 487.77 1432.55Rataan
67.48 67.48 69.68 68.22Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F Hit F 0,05 F 0,01
Ulangan 2 22.53 11.26 0.39 tn 3.88 6.93
Perlakuan 6 14926.82 2487.80 85.39 ** 3.00 4.82
Galat 12 349.62 29.14
Total 20 15298.97
KK = 6.69% FK = 97724.06
Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata
(4)
Uji Jarak Duncan
Sy = 2.41
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR 0.05 1.78 2.11 2.29 2.41 2.50 2.58 2.64
LSR 0.05 4.30 5.09 5.53 5.82 6.03 6.23 6.37
Perlakuan
A
0A
4A
1A
5A
2A
6A
3Rataan 4.97 70.11 71.95 75.24 79.55 85.69 90.00
a
b
(5)
Lampiran 8. Persentase Susut Bobot Bahan Pada 17 HSA
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
I II III
A
0 16.80 16.40 16.40 49.60 16.53A
1 13.00 14.20 14.00 41.20 13.73A
2 10.60 10.00 10.20 30.80 10.27A
3 7.60 7.40 7.60 22.60 7.53A
4 14.20 14.40 14.20 42.80 14.27A
5 12.20 12.20 12.60 37.00 12.33A
6 9.40 9.20 9.20 27.80 9.27Total
83.80 83.80 84.20 251.80Rataan
11.97 11.97 12.03 11.99Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F Hit F 0,05 F 0,01
Ulangan 2 0.02 0.01 0.07 tn 3.88 6.93
Perlakuan 6 177.69 29.62 275.19 ** 3.00 4.82
Galat 12 1.29 0.11
Total 20 179.00
KK = 2.74% FK = 3019.20
Keterangan : ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata
Uji Jarak Duncan
Sy = 0.15
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR
0.05 1.78 2.11 2.29 2.41 2.50 2.58 2.64
LSR
0.05 0.26 0.31 0.34 0.35 0.37 0.38 0.39
Perlaku
an
A
3A
6A
2A5
A1
A4
A
0Rataan 7.53 9.27 10.27 12.33 13.73 14.27 16.53
a
b c
d e
(6)