120
BAB VI FILSAFAT PENDIDIKAN DRIYARKARA
A. Riwayat Hidup Driyarkara
Purba 2013:3 mengatakan nama lengkap Driyarkara ialah Nicolaus Driyarkara Sarikat Jesuit. Dari namanya menunjukkan bahwa Driyarkara adalah
seorang Pastor atau pemuka agama Katolik dari tarekat Jesuit. Selain itu Driyarkara juga seorang akademisi yang memiliki gelar professor dan doktor.
Driyarkara lahir di sebuah desa Kedunggubah, Kaligesing, Purworejo, pada tanggal 13 Juni 1913, Jawa Tengah. Meninggal pada tanggal 11 Februari 1967
dan dimakamkan di pemakaman para pastor Katolik di Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah.
Driyarkara sering dikelompokkan dengan pemikir humanism, walau pun pandangannya tidak sama dengan filsafat humanisme yang berkembang di Eropa
setelah Reanessance. Membicarakan perkembangan wacana humanisme di Indonesia tidak mungkin melepaskan diri dari seorang sosok bernama Dr.
Nicolaus Drijarkara, SJ. Pemikirannya meluas dari wilayah pendidikan, sosial, budaya hingga kesenian. Keseluruhan pemikiran tersebut dimanifestasikan ke
dalam berbagai bentuk tulisan seperti esai, artikel media massa, makalah seminar, risalah pidato hingga berlembar diktat materi perkuliahan. Tulisan-tulisan tersebut
diproduksinya mulai dari tahun 1952 hingga tahun 1967 untuk beragam kepentingan acara dan sasaran publikasi. Pembacanya pun beragam mulai dari
politisi, intelektual kampus, mahasiswa hingga orang biasa. Cara penulisannya sangat variatif menyesuaikan momentum yang hendak diungkap dan sasaran
pembacanya Purba, 2013: 3 Driyarkara tidak pernah meninggalkan tulisan dari pemikirannya dalam
sebuah karya utuh tersistematika tentang filsafat pendidikan. Dengan kata lain Drijarkara tidak menulis sebuah buku tentang filsafat pendidikan. Pemikiran
tentang pendidikan dapat diungkap dari tulisan-tulisan yang termuat dalam berbagai majalah, misalnya
Praba, Basis
dan serangkaian ide-ide yang ditulis dalam buku hariannya. Dengan demikian tidaklah mudah untuk dapat memahami
filsafat pendidikan Driyarkara. Pada saat ini para muridnya dengan tekun
121
menggali kembali ide-ide tentang pendidikan yang tercatat dalam buku hariannya dan hal ini juga bukan persoalan atau pekerjaan yang mudah.
Hal ini ditunjukkan dalam sebuah kelompok diskusi terbatas yang berlangsung sejak akhir tahun 2012. Kelompok ini merupakan kelompok
homogen yang terkait langsung atau tidak langsung dengan Sanata Dharma sebuah lembaga pendidikan yang Driyarkara sempat menempati posisi rektor.
Kelompok diskusi ini terdiri dari dosen, beberapa mahasiswa dan alumni, tetapi ada juga seorang yang tidak pernah belajar atau tidak bekerja di lingkungan
Sanata Dharma. Orang yang tidak pernah belajar di Sanata Dharma ini ternyata ayahnya seorang alumnus Sanata Dharma yang pernah diajar langsung oleh
Driyarkara. Kelompok diskusi ini berusaha untuk membaca kembali teks atau dokumen tebal Karya Lengkap Driyarkara sebagai jejak pemikiran Driyarkara
yang belum pernah sama sekali dibicarakan bersama secara komprehensif. Bagi kelompok ini dokumen ini memuat karya inspiratif yang pernah dihasilkan pada
masanya. Karya Lengkap Driyarkara masih dipandang belum sepenuhnya lengkap dan perlu dilengkapi dengan sejumlah teks menjadi terbitan-terbitan baru sebagai
bagian jejak pemikiran Drijarkara. Usaha keras “para murid” kelompok diskusi ini dituangkan dalam karya buku dengan judul Oase Driyarkara Tafsir Generasi
Masa Kini Subanar, 2013: v-x Kelompok diskusi ini sampai saat ini masih berusaha untuk “berdialog”
dengan pemikiran Driyarkara tanpa pretensi untuk melihat kekuatan dan kelemahan pemikirannya, tetapi sebuah upaya untuk ziarah menempuh pemikiran
Driyarkara. Kelompok ini menempatkan diri bersama Driyarkara yang lebih dahulu menempatkan dirinya. Dengan mengumpulkan karya-karya Driyarkara
yang belum termasuk dalam karya lengkap dan catatan buku-buku harian Driyarkara dari 1 Januri 1941
–April 1950 Driyarkara baru dikenal oleh publik pada tahun 1950-an ketika
mengeluarkan pemikiran terkait dengan berbagai persoalan hidup berbangsa dan bernegara setelah Indonesia merdeka. Pemikirannya banyak terkait dengan
masalah sosial, budaya, pendidikan, bahkan tentang dasar negara NKRI yaitu Pancasila. Hampir satu dekade teakhir masa hidupnya, keterlibatannya dalam
122
memikirkan Pancasila yang dimulai dengan tulisannya “Pancasila dan Religi 1959 terus berlanjut Subanar, 2013: xi. Driyarkara dapat disebut juga sebagai
pembela hak mahasiswa dan pelajar untuk melakukan menyampaian aspirasi melalui demonstrasi pada tahun 1966.
Driyarkara merupakan sosok pemikir atau akademisi dan oleh beberapa ahli dikategorikan sebagai seorang filsuf. Hal ini akan terlihat dalam karya-karyanya.
Gelar doktor bidang filsafat diperoleh pada tahun 1952 di Universitas Gregoriana dengan disertasi mengenai Nicolas Malebrance. Sejak tahun 1941 sampai 1967
Driyarkara mengajar di berbagai perguruan tinggi Seminari Tinggi Yogyakarta yang sekarang masuk menjadi salah satu program studi di Universitas Sanata
Dharma. Tahun 1960-1967 menjadi Guru Besar Luar Biasa di Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, menjadi dosen di Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang
Makasar 1961-19670, dan dosen tamu di Universitas St. Louis, Amerika Serikat 1963-1964. Driyarkara juga seorang pemuka agama katolik yang masuk dalam
pemerintahan. Driyarkara pernah menjadi anggota MPRS 1962-1967, dan anggota Dewan Pertimbangan Agung 1965-1967.
Driyarkara tidak pernah menulis sebuah buku. Karya yang dapat disebut “buku” adalah karya disertasi untuk memperoleh gelar doktor ilmu filsafat
tentang filsafat Nicolas Malebranche. Disertasi ini berupa manuskrip setebal 300 halaman yang ditulis dalam bahasa Latin Klasik. Naskah asli disimpan di Roma,
pada tahun 1954 tertib berisi ringkasan setebal 40 halaman. Selain disertasi, hampir semua karya Driyarkara ditulis dalam tulisan-tulisan pendek. Tulisan
panjang ditulis dalam pidato guru besar luar biasa dalam ilmu filsafat pada Fakultas Psikologi dari Universitas Indonesia 1962.
B. Pemikiran Driyarkara tentang Pendidikan