Substitusi minyakprotein nabati Selain karena stok ikan laut dunia sebagai

INOVASI Vol.3XVIIMaret 2005 Persatuan Pelajar Indonesia PPI Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 48 untuk meningkatkan kelangsungan hidup larva, pertumbuhan, dan kualitas daging ikan yang dihasilkan. Juga, membuat pakan ikan yang ramah lingkungan “eco-friendly diet”, misalnya untuk mengurangi loading phosphorous dan ammonia dari ikan ke perairan. Meskipun penggantian minyak ikan dengan minyak nabati sampai 50 tidak mempengaruhi pertumbuhan ikan, akan tetapi kandungan asam lemak EPA dan DHA dalam tubuh ikan turun drastis. Hal tersebut disebabkan karena ikan laut tidak bisa mensintesa sendiri EPA dan DHA dari asam lemak C18 yang banyak dikandung oleh tumbuh-tumbuhan. Jenis ikan budidaya yang telah diketahui tidak memiliki atau sangat rendah aktivitas enzimnya yang bekerja dalam sintesa EPA dan DHA adalah ikan sebelah turbot untuk enzim elongase Ghioni et al., 1999, dan Δ5-desaturase untuk ikan kakap gilthead sea bream Mourente et al., 1993. Ikan salmon menunjukkan kemampuan sedikit lebih besar dalam memanfaatkan minyak nabati. Meskipun demikian, kandungan EPA dan DHA ikan salmon juga menurun bila hanya diberi pakan dengan minyak nabati dan terus menerus. Untuk mengembalikan kandungan EPA dan DHA mendekati ikan yang diberi pakan dengan minyak ikan, Bell et al., 2003 menyarankan perlakuan “wash out”, yaitu mengganti pakan yang mengandung minyak nabati dengan pakan yang mengandung minyak ikan beberapa bulan sebelum panen dilakukan. Substitusi minyak ikan dengan minyak nabati juga telah menurunkan kadar dioxin dan PCBs pada ikan salmon Bell et al., 2004. Selain masalah asam lemak omega-3 di atas, kandungan asam amino tepung nabati juga tidak selengkap dengan tepung ikan yang kaya akan amino esensial seperti lysine dan methionine. Protein nabati juga tidak bisa dimanfaatkan dengan baik oleh ikan. Dengan demikian, ketergantungan ikan budidaya pada tepung ikan juga masih sangat tinggi. Aplikasi bioteknologi yang bisa meningkatkan kemampuan ikan memanfaatkan minyakprotein nabati mungkin akan membatu mengurangi ketergantungan tersebut. Hal ini menjadi tantangan bagi para bioteknologist untuk menemukan faktor pembatas dalam sistem metabolisme protein yang terlibat dalam pencernaan pakan nabati.

2. Pemeliharaan ikan jenis

herbivoraomnivora Saat ini, salah satu jenis ikan yang menjadi ikan budidaya unggulan yang telah ditetapkan oleh Departemen Perikanan dan Kelautan adalah ikan kerapu. Walau harga ikan kerapu relatif mahal dibandingkan dengan ikan budidaya laut lainnya, tetapi kita tahu bahwa ikan ini adalah ikan jenis karnivora dan sampai saat ini ikan kerapu belum bisa memanfatkan pakan buatan. Akibatnya, hampir semua daerah yang mengembangkan ikan kerapu menggunakan pakan berupa ikan rucah mentah http: www.dkp.go.id ; http:www.bptp-jatim-deptan.go.id . Harga ikan rucah memang murah dan masih relatif mudah diperoleh. Akan tetapi selain suplainya sangat tergantung musim, juga kualitasnya sangat bervariasi. Dengan hanya memberikan pakan berupa ikan rucah ditambah beberapa sumber protein nabati seperti kedele, untuk memproduksi ikan kerapu dengan bobot 0.5 kg, dibutuhkan sekitar 6 kg ikan rucah. Bisa dibayangkan berapa banyak ikan rucah yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan budidaya ikan kerapu yang sudah digongkan oleh DKP tersebut. Pada beberapa daerah yang suplai ikan rucahnya sudah tidak mencukupi, misalnya di Riau, ikan kerapu diberi pakan berupa ikan tongkoltuna yang mentah yang berukuran kecil. Mereka mengorbankan ikan tongkol kecil karena harganya lebih murah daripada ikan kerapu. Mereka lupa bahwa ikan tongkoltuna yang kecil merupakan cikal tongkoltuna ukuran besar. Bila kegiatan budidaya seperti itu terus berjalan dan menjadi intensif, maka stok ikan tongkoltuna di perairan kita akan menurun drastis dalam waktu yang singkat. Untuk itu menjadi tantangan bagi Tim Rusnas DKP program ikan kerapu untuk membuat pakan buatan yang disenangi oleh ikan kerapu dalam waktu yang tidak terlalu lama. Strategi yang pernah dilakukan pada ikan ekor kuning yellowtail atau kakap merah red seabream di Jepang yang pada awalnya tidak bisa memanfaatkan pakan buatan menjadi terbiasa, bisa ditiru untuk ikan INOVASI Vol.3XVIIMaret 2005 Persatuan Pelajar Indonesia PPI Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 49 kerapu. Ikan air tawar pada umumnya mampu mensintesa omega-3 EPA dan DHA dari asam lemak C18. Sehingga mereka tidak begitu membutuhkan suplai minyaktepung ikan dalam makanannya. Oleh karena itu, pengembangan budidaya ikan yang bersifat herbivora atau omnivora sebagai sumber protein hewani, dapat menjadi alternatif pengganti budidaya ikan jenis karnivora. Beberapa peneliti Jepang sudah mulai memikirkan untuk mengembangkan ikan-ikan herbivora. Akan tetapi mereka tidak punya banyak pilihan jenis ikan. Ikan tilapia yang telah menunjukkan pertumbuhan dan kualitas daging yang bagus walau hanya diberi makan berupa plankton, tidak bisa hidup bebas di alam Jepang dengan temperatur yang sangat bervariasi tergantung musim. Selain itu, orang Jepang tidak begitu senang makan ikan air tawar. Sebaliknya, beberapa jenis ikan air tawar yang telah lama kita kembangkan, seperti ikan tilapia, mujair, gurame, ikan mas dan ikan patin, bisa lebih ditingkatkan produksinya, baik melalui perbaikan sistem budidaya atau pun dengan aplikasi bioteknologi. Ada beberapa jenis ikan air tawar, seperti tilapia dan mujair, mampu hidup pada rentang salinitas yang luas. Ikan-ikan seperti ini dapat kita kembangkan untuk masa depan. Beberapa hasil penelitian bioteknologi pada tanaman telah menunjukkan adanya peningkatan daya tahan terhadap kadar garam tinggi. Teknik ini mungkin bisa digunakan untuk meningkatkan daya adaptasi ikan air tawar pada salinitas air payau atau bahkan air laut untuk mengantisipasi semakin sempitnya lahan budidaya air tawar. 3. Bioteknologi dalam budidaya ikan Ikan air tawar umumnya mengandung omega-6 lebih banyak daripada omega-3. Sebaliknya, ikan laut mempunyai omega-3 lebih banyak. Asam lemak omega-6 banyak kita dapatkan dari sayur-sayuran, dan jarang orang kekurangan asam lemak kelompok ini. Meskipun ikan air tawar bisa memproduksi sendiri asam lemak omega-3, tetapi kadar asam lemaknya jauh lebih rendah dibandingkan dengan apa yang ada pada ikan laut. Ikan laut banyak mengandung omega-3 bukan sebagai hasil produksi sendiri, tetapi hanya mengakumulasikan asam lemak tersebut di dalam tubuhnya secara selektif dari makanan yang dimakan. Hal ini yang menyebabkan ikan laut yang dibudidayakan tidak bisa terlepas dari suplai EPA dan DHA dalam makanannya, khususnya pada fase pembenihan. Sehingga peningkatan produksi akuakultur yang berlipat ganda dalam dua dasawarsa terakhir ini merupakan salah satu penyebab cepatnya penurunan stok ikan laut dunia seperti yang dilaporkan dalam jurnal Nature Naylor et al., 2000. Salah satu bentuk kemajuan bioteknologi yang mungkin dapat digunakan untuk membantu memecahkan masalah pakan ikan laut dan juga suplai EPA dan DHA untuk manusia adalah melalui modifikasi sistem metabolisme asam lemak pada ikan. Metode ini mulai dikembangkan di Jepang pada tahun 2000 dengan menggunakan ikan air tawar sebagai model. Hasil yang diperoleh sangat menggembirakan. Kemajuan tahap pertama penelitian ini telah disampaikan dalam seminar Internasional Ilmu Nutrisi dan Pemberian Pakan pada Ikan di Phuket-Thailand bulai Mei 2004 yang lalu Alimuddin et al., 2004a. Dengan cara melipatgandakan jumlah copy gen yang bekerja dalam sintesa asam lemak HUFA, maka kadar EPA dan DHA dalam tubuh ikan meningkat sebesar 1,4 dan 2,1 kali lipat daripada ikan biasa Alimuddin et al., 2004b. Gen yang ditambahkan pada ikan percobaan adalah berasal dari ikan salmon. Penelitian yang dilakukan di Tokyo University of Marine Science Technology ini masih terus berjalan untuk menentukan enzim yang paling berperan dan konstruksi vektor yang paling baik sehingga ikan air tawar mampu mensintesa EPA dan DHA dalam jumlah yang hampir atau sama dengan ikan laut. Aplikasi teknologi ini pada ikan laut akan membuka jalan untuk menghasilkan ikan laut jenis “baru” yang bisa memproduksi asam lemak EPA dan DHA sendiri tanpa harus mengorbankan ikan laut yang berukuran kecilharga murah untuk dijadikan makanannya. Juga dengan membudidayakan ikan laut jenis ini, kebutuhan akan minyak ikan menjadi menurun atau mungkin semuanya bisa digantikan oleh minyak nabati. Dengan kata lain biaya pakan ikan budidaya yang bisa melebihi 50 biaya produksi dapat