1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia pendidikan diperlukan untuk mempersiapkan generasi muda agar menjadi sumber daya manusia SDM, yang mampu bersaing dalam era
persaingan bebas. Pendidikan sangat terkait dengan adanya sistem pendidikan yang diterapkan, karena sistem pendidikan memainkan peranan
penting dalam menciptakan peserta didik yang berkualitas, tangguh, kreatif, mandiri dan profesional. Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan dari
sistem pendidikan evaluasi memegang peranan yang amat penting. Dari evaluasi itu para pengambil keputusan pendidikan mendasari diri dalam
memutuskan apakah seseorang siswa dapat dinyatakan lulus atau tidak serta layak diberikan sertifikasi atau tidak.
Tanpa evaluasi tidak dapat diketahui sejauh mana keluaran pendidikan telah sesuai atau bahkan menyimpang dari tujuan awal yang
telah dicanangkan. Evaluasi yang dilakukan secara benar akan banyak manfaatnya karena dari hasil evaluasi itu akan diperoleh umpan balik yang
berharga bagi masukkan maupun proses pendidikan Hisyam, 2000. Terkait dengan persoalan diatas, belum lama ini banyak terdapat perubahan-
perubahan yang terjadi dalam sistem evaluasi belajar di Indonesia. Sejak tahun ajaran 20022003, pemerintah mengganti Evaluasi
Belajar Tahap Akhir Nasional Ebtanas menjadi Ujian Akhir Nasional
2
UAN sebagai tolak ukur atau parameter akhir dari proses pendidikan. Sistem UAN diberlakukan pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP,
Madrasah Tsanawiyah MTs, Sekolah Menengah Umum SMU, Madrasah Aliyah MA dan Sekolah Menengah Kejuruan SMK.
Selanjutnya pada tahun pelajaran 20052006, UAN berganti istilah menjadi Ujian Nasional UN. Kebijakan yang berlaku juga berbeda dari
tahun ke tahun sebelumnya. Nilai minimal standar kelulusan yang semula 4.25 dinaikan menjadi 4,26 untuk nilai setiap mata pelajaran dan rata-rata
nilai ujian nasional harus lebih dari 4,5. Ini berarti nilai ketiga mata pelajaran jumlahnya minimal harus 13,5. Standar kelulusan UN ini
bertambah dari tahun ketahun. Sampai terakhir tahun 2012 nilai minimal kelulusan 4,00 dan rata-rata minimal yaitu 5,50. Pikiran Rakyat, 19
Oktober 2005. Dan bila dibagankan, standar nilai kelulusan pada tingkat SMP MTS dan
SMA MA SMK dapat dilihat sebagai berikut : Standar Nilai Kelulusan
Tahun Nilai
minimal Rata-rata
minimal
2005 4,25
5,25 2006
4,50 2007
5,00 2008
4,25 5,25
2009 5,50
2010 2011
4,00 2012
3
Untuk standar kelulusan UN tahun 2013 sendiri, Kemendikbud akan menaikkan
untuk jenjang
SMP, SMAMASMKsederajat.
Yaitu menaikkan nilai rata-rata dari 5,5 menjadi 6 atau tetap 5,5, tetapi tingkat
kesulitan soal dinaikkan. Namun akhirnya rencana Pemerintah tersebut tidak dijalankan untuk UN 2013, walaupun menaikkan standar ujian nasional
merupakan sebuah kebijakan yang tepat. Untuk penyelenggaraan Ujian Nasional UN pada tahun 2013 nanti, batas nilai minimum kelulusan bagi
para siswa ditargetkan tetap pada angka 5,5. Tapi bobot soal rencananya yang akan diubah. Abuhalim, 02 Juni 2012.
Prosentase tingkat kelulusan siswa SMP MTS di dprovinsi Jawa Tengah sendiri Sebanyak 4.287 siswa SMP sederajat tidak lulus Ujian
Nasional 2012. Adapun jumlah peserta UN SMPMTs di wilayah Jateng sebanyak 506.643 siswa. Dan nilai rata-rata UN SMPMTs murni tahun ini
mengalami penurunan dibanding tahun lalu. Tahun ini nilai rata-rata UN murni hanya 7,47, sedangkan tahun lalu mencapai 7,88. Namun, persentase
jumlah kelulusan mengalami peningkatan sekitar 0,12 persen. Pada tahun ajaran 20102011 presetase kelulusan nasional 99,45 persen, tahun
20112012 mencapai 99,57. Surya Yuli P, 05 Oktober 2012. Salah satu penyebab ketidak lulusan siswa SMP adalah nilai
standarisasi kelulusan UN yang bertambah dari tahun ke tahun dan dirasakan sebagai beban berat bagi siswa, namun kenyataannya mau tidak
mau Ujian Nasional UN harus tetap diikuti dan tetap berfungsi sebagai
4
“hakim” yang dapat memutuskan seorang itu bernasib baik lulus atau buruk tidak lulus.
Dalam situasi yang seperti ini akan muncul perasaan tertekan, kekhawatiran dan ketakutan akan kegagalan dalam UN tersebut yang
dirasakan oleh berbagai pihak, diantaranya para guru, orangtua siswa dan siswa itu sendiri. Tentu saja derajat kecemasan siswa berbeda-beda. Namun
prinsipnya, tinggi rendahnya kecemasan seseorang terhadap sesuatu ditentukan oleh berat ringannya konsekuensi yang akan diterimanya jika
mengalami kegagalan. Kenyatan tidak lulus dan harus mengulangi kelas tiga lagi jika gagal ujian adalah konsekuensi yang sangat berat bagi siswa.
Menurut Chaplin, J.P. 2000 Kecemasan didefiniskan sebagai perasaan campuran berisikan ketakutan dan keberhasilan mengenai masa-
masa mendatang tanpa sebab khususnya untuk ketakutan-ketakutan yang lain. Sehubung dengan hal tersebut menurut Atkinson 2000 kecemasan
adalah emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan kekhawatiran, kepribadian dan rasa takut yang berada pada tingkat yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK di SMP N 1 Sumowono menjelaskan bahwa tingkat keyakinan siswa SMP N 1
Sumowono, berbeda-beda, ada yang merasa yakin akan kemampuannya, ada juga yang merasa ragu akan kemampuannya. Sedangkan dari tingkat
kecemasannya siswa kelas IX untuk menghadapi UN tersebut cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya siswa kelas IX yang datang
berkonseling untuk menceritakan kecemasannya menghadapi UN, sehingga
5
dari pihak sekolah mengadakan pelajaran tambahan, dan mengadakan latihan soal atau Try Out bagi siswa kelas IX agar siswa kelas IX dapat
mempersiapkan UN dengan baik, dan kecemasanpun akan berkurang. Penulis juga berbincang-bincang dengan beberapa siswa 30 siswa
kelas IX SMP N 1 Sumowono. Beberapa siswa tersebut merasakan cemas menjelang Ujian Nasional , perasaan cemas tersebut akan berpengaruh pada
fisik dan psikis. Pada fisik yaitu takut, tidak bisa tidur nyenyak karena khawatir memikirkan Ujian nasiona. Gejala psikisnya yaitu perasaan
tertekan, dan kekhawatiran akan kegagalan dalam UN. Namun siswa kelas IX tersebut merasa yakin mempersiapkan diri menghadapi ujian, karena
mereka merasa sudah mulai mempersiapkannya dari sekarang dengan baik. Pada bulan Februari 2013 penulis melakukan penelitian pada siswa
kels IX SMP N 1 Sumowono. Penulis memilih secara acak siswa kelas IX yang berjumlah 30 siswa. Dan penulis menyebarkan skala sikap
self-efficacy
dan kecemasan menghadapi ujian siswa kelas IX SMP N 1 Sumowono dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2
Tabel 1.1 Data skala sikap
self-efficacy
pada siswa kelas IX SMP N 1 sumowono
KATEGORI RANGE
SKOR FREKUENSI
PROSENTASE Rendah
88-94 6
20 Sedang
95-101 5
16,7 Agak tinggi
102-109 9
30 Tinggi
110-117 10
33,3 JUMLAH
30 100
6
Tabel 1.2 Data skala sikap kecemasan menghadapi ujian nasional siswa kelas IX
SMP N 1 Sumowono
KATEGORI RANGE
SKOR FREKUENSI
PROSENTASE Rendah
53-59 4
13,4 Sedang
60-66 7
23,4 Agak tinggi
67-74 6
20 Tinggi
75-82 13
43,4 JUMLAH
100 Dari Tabel 1.1 sebagian besar siswa 33,3 memiliki
self-efficacy
pada kategori Tinggi dan diharapkan siswa memiliki kecemasan menghadapi ujian pada tabel 1.2 Rendah, namun data pra penelitian pada
kategori tabel 1.2 menunjukkan : Tinggi juga 43,4. Bila dilakukan analisis korelasi mempunyai kemungkinan tidak ada hubungan yang
signifikasi antara
self-efficacy
dengan kecemasan menghadapi ujian pada siswa kelas IX SMP, untuk memastikan ada tidaknya hubungan perlu
dilakukan penelitian dengan populasi yang lebih luas pada siswa kelas IX SMP N 1 Sumowono.
Salah satu cara untuk mengurangi tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian nasional ini adalah dengan mengembangkan potensi yang
dimiliki oleh individu yaitu penilaian yang positif dan merasa yakin
self- efficaccy
terhadap kemampuan diri. Seseorang yang mempunyai persepsi yang positif dan yakin terhadap kemampuannya dalam menghadapi tugas-
tugasnya akan dapat mengurangi tingkat kecemasannya dibandingkan dengan individu yang mempunyai persepsi negatif.
7
Menurut Bandura, 1986
Self efficacy
adalah penilaian seseorang tentang apa yang individu dapat lakukan dengan ketrampilan apapun yang
individu miliki. Penilaian seseorang terhadap kemampuan diri yang dimiliki
self efficacy
mempunyai peran yang sangat penting dalam proses perkembangan individu, khususnya terkait dengan kemampuan dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Seseorang yang mempunyai
self efficacy
yang tinggi artinya ia mempunyai keyakinan diri dalam menghadapi situasi yang tidak menentu yang mengandung kekaburan, tidak dapat
diramalkan dan penuh tekanan, keyakinan akan kemampuan dalam mengatasi masalah atau tantangan yang muncul, keyakinan mencapai target
yang telah ditetapkan, keyakinan akan kemampuan menumbuhkan motivasi, kemampuan kognitif dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk
mencapai suatu hasil cenderung mempunyai prestasi ang baik. Sehubung dengan paparan diatas, penulis menguraikan dua riset isue
yaitu sebagai berikut : Penelitian yang dilakukan Nooriizki, 2011 menunjukkan sebagian besar siswa kelas XII SMK PGRI 6 Malang
memiliki efikasi diri rendah dan kecemasan terhadap Ujian Nasional yang sedang. Penelitian Hadi Warsito 2004 menunjukan bahwa terdapat
hubungan kausal positif signifikan antara S
elf- Efficacy
dengan Prestasi Akademik. Hasil selanjutnya juga menemukan bahwa S
elf-Efficacy
berhubungan kausal baik secara langsung maupun secara tak langsung dengan prestasi akademik. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa
hubungan kausal langsung lebih kuat daripada tak langsung, maka dapat
8
disimpulkan bahwa prestasi akademik lebih dipengaruhi secara langsung oleh
Self-Efficacy
. Melihat uraian tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul Hubungan Antara
Self-Efficacy
Dengan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Siswa kelas IX di SMP N 1 Sumowono.
1.2 Rumusan Masalah Apakah ada hubungan yang signifkasi dengan arah negatif antara