HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA PADA ANAK DENGAN DISIPLIN BELAJAR SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 2 NEGERIKATON KABUBATEN PESAWARAN TP. 2012/2013

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA PADA ANAK DENGAN DISIPLIN BELAJAR SISWA KELAS VII

DI SMP NEGERI 2 NEGERIKATON KABUBATEN PESAWARAN

TP. 2012/2013 Oleh

STELLA KRISANTIA

Pola asuh orang tua dalam membantu anak mengembangkan kemampuan dan potensinya sangatlah besar, di mana orang tua berkewajiban memberikan pendidikan kepada anak terhadap perkembangan kepribadian anak yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap keberhasilan anak dalam pendidikannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimanakah hubungan pola asuh orang tua pada anak dengan disiplin belajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Negerikaton Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2012/2013.

Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan angket serta wawancara dan dokumentasi sebagai teknik penunjang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 26 responden, yang merupakan siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Negerikaton Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2012/2013.

Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa hubungan pola asuh orang tua pada anak dengan disiplin belajar siswa diperoleh data sebagai berikut: pola asuh orang tua yaitu 53,8% dengan kategori cukup baik dan disiplin belajar yaitu 57,7% dengan kategori kurang disiplin sehingga menunjukkan hubungan antara pola asuh orang tua pada anak dengan disiplin belajar siswa di SMP Negeri 2 Negerikaton Pesawaran Tahun Pelajaran 2012/2013 memiliki keeratan yang sangat kuat.


(2)

I. PENDAHULUAN

A..Latar Belakang

Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anak-anak yang mereka lahirkan. Dalam kelompok ini, arus kehidupan di kemudikan oleh orang tua. Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kartini Kartono (2002:24) “keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan anak.”

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.


(3)

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar bagi perkembangan dan kehidupan anak dikemudian hari.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dinyatakan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anak, atau ayah dan anaknya. Berdasarkan dimensi hubungan sosial, keluarga dapat didefenisikan sebagai sekumpulan orang yang hidup dalam tempat tinggal yang sama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin, sehingga tercipta suasana saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri.

Mengasuh anak adalah mendidik, membimbing, memperhatikan, atau pada segala perkara yang seharusnya diperlukannya, sampai batas bilamana si anak telah mampu melaksanakan keperluannya yang vital, seperti makan, minum, mandi dan berpakaian.

Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, dan sebagai pendidik terhadap anak-anaknya. Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya menjadi manusia yang pandai, cerdas dan berakhlakul karimah. Akan tetapi banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka mendidik membuat


(4)

anak merasa tidak diperhatikan, dibatasi kebebasannya, bahkan ada yang merasa tidak disayang oleh orang tuanya. Perasaan-perasaan itulah yang banyak mempengaruhi sikap, perasaan, cara berpikir, bahkan kecerdasan mereka.

Mendidik anak dengan baik dan benar berati menumbuh kembangkan totalitas potensi anak secara wajar. Potensi jasmaniah dan rohaniah anak diupayakan tumbuh dan berkembang secara selaras. Potensi jasmaniah anak diupayakan pertumbuhannya secara wajar melalui pemenuhan kebutuhankebutuhan jasmani, seperti pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Sedangkan potensi rohaniah anak diupayakan pengembangannya secara wajar melalui usaha pembinaan intelektual, perasaan, dan budi pekerti.

Pola asuh orang tua dalam membantu anak mengembangkan kemampuan dan potensinya sangatlah besar, di mana orang tua berkewajiban memberikan pendidikan kepada anak terhadap perkembangan keperibadian anak dalam keluarga tersebut yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap perkembangan keperibadian anak dalam keluarga tersebut, dan akan berpengaruh terhadap keberhasilan anak dalam pendidikannya.

Perihal memilihkan lembaga pendidikan yang paling tepat bagi anak, merupakan agenda penting bagi para orang tua. Lembaga pendidikan tidak hanya berpengaruh pada perkembangan kognitif atau intelektual semata, melainkan berpengaruh pula pada perkembangan kepribadian anak, di mana ia akan bersosialisasi dengan sesama teman, guru, dan lingkungan di dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, maka orang


(5)

tua hendaklah pandai-pandai dalam mengarahkan anaknya takala hendak memasuki sebuah lembaga pendidikan.

Sebagian orang tua yang tidak peduli dengan kehidupan anak-anaknya, disebabkan karena orang tuanya terlalu sibuk dalam mencari nafkah, sehingga orang tua acuh tak acuh dengan segala kegiatan belajar sang anak. Mengakibatkan anak tidak termotivasi dengan belajar di sekolah, misalnya, anak tidak mengerjakan tugas sekolah, tidak mau belajar, dan bahkan anak bolos sekolah. Hal ini juga berpengaruh terhadap kedisiplinan anak. Begitu juga halnya dengan orang tua yang terlalu memanjakan anak-anaknya, mengakibatkan anak selalu ingin berbuat sekehendak hatinya.

Disiplin selalu dianggap perlu untuk perkembangan anak, tetapi pandangan tentang apa yang merupakan disiplin yang baik telah mengalami banyak perubahan. Dalam mendidik, disiplin berperan mempengaruhi, mendorong, mengendalikan, mengubah, membina dan membentuk perilaku-perilaku tertentu sesuai dengan nilai-nilai yang ditanamkan, diajarkan, dan diteladankan. Banyak orang tua tidak mau berusaha untuk menanamkan kedisiplinan pada anak-anaknya, ketidakseriusan itulah yang mengakibatkan efektivitas kedisiplinan anak tidak optimal sehingga menyebabkan timbulnya rasa benci pada anak, yang kemudian membuat hubungan orang tua dengan anak menjadi tidak menyenangkan.

Banyak orang tua yang beranggapan bahwa, ketika anak mereka diserahkan kepada guru di sekolah maka lepaslah hak dan kewajiban orang tua terhadap pendidikan anak. Semua tanggung jawabnya telah beralih kepada guru di


(6)

sekolah, apakah anak akan menjadi pandai, bodoh, nakal atau berbudi pekerti yang baik dan luhur, maka itu adalah urusan guru di sekolah. Sedangkan banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar, di antaranya adalah :

1. Faktor internal ialah faktor yang timbul dari dalam anak itu sendiri, yang meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.

2. Faktor eksternal ialah faktor yang datang dari luar diri si anak, yang meliputi :

a. Faktor sosial yang terdiri atas lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, dan lingkungan kelompok.

b. Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.

c. Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar dan iklim.

d. Faktor lingkungan spritual atau keagamaan.

Menurut Chabib Thoha (2006:108) ada tiga pola asuh orang tua diantaranya yaitu :

a. Pola asuh demokratis b. Pola asuh otoriter c. Pola asuh permissive

Berdasarkan pengamatan peneliti dapat diperoleh data pola pembinaan orang tua pada anak di SMPN 2 Negerikaton Pesawaran TP. 2012/2013 sebagai berikut :


(7)

Tabel 1.1 Pola Asuh Orang Tua Pada Anak Dengan Disiplin Belajar Siswa Kelas VII di SMPN 2 Negerikaton Pesawaran TP. 2012/2013. No. Pola Asuh Orang Tua Perilaku Anak Di kelas

1. Demokratis a. Aktif dalam bertanya

b. Selalu menyatakan pendapat c. Berani mengambil keputusan 2. Otoriter a. Merasa sungkan bila disuruh

bertanya.

b. Ketika proses KBM, lebih cenderung berbicara dengan teman-teman yang lain.

c. Tidak berani berperan aktif dalam diskusi.

3. Permissive a. Kurang bertanggung jawab terhadap penyelesaian tugas b. Tidak antusias dalam mengikuti

pelajaran. Sumber : Hasil Pra-Survei Peneliti

Tabel 1.1 menjelaskan bahwa pola asuh orang tua di rumah sangat mempengaruhi perilaku anak di kelas sehingga menimbulkan perhatian dan efek tertentu. Ada tiga bentuk pola asuh orang tua yaitu demokrasi, otoriter dan permissive. Menurut pengamatan penulis dari penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, ternyata pola asuh demokratis dinilai paling baik buat pendidikan anak dibandingkan dengan pola asuh yang lain. Hal ini disebabkan pola asuh demokratis dapat membentuk anak yang baik, memiliki hubungan sosial yang baik, tingkat kedisiplinan yang tinggi, dan cenderung mempengaruhi anak menjadi dewasa dalam bersikap.

Mengingat pola asuh yang dilakukan orang tua dengan disiplin anak sangat penting untuk diteliti, maka penulis menganggap perlu untuk melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Pola asuh Orang Tua Pada Anak Dengan


(8)

Disiplin Belajar Siswa Kelas VII di SMP Negeri 2 Negerikaton Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2012/2013.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Ketidakseriusan orang tua dalam membentuk disiplin anak. 2. Rendahnya kualitas waktu antara orang tua dan anak. 3. Tingkat kedisiplinan anak cenderung menurun.

4. Komunikasi antara orang tua dengan anak belum terjalin dengan harmonis

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar penelitian ini tidak terlalu luas jangkauannya, maka peneliti membatasi masalah yang diteliti, yaitu : Hubungan Pola Asuh Orang Tua Pada Anak Dengan Disiplin Belajar Siswa Kelas VII di SMP Negeri 2 Negerikaton Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2012/2013.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah bagaimanakah Hubungan Pola Asuh Orang Tua Pada Anak Dengan Disiplin Belajar Siswa Kelas VII di SMP Negeri 2 Negerikaton Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2012/2013?


(9)

E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan mengetahui adanya Hubungan Pola Asuh Orang Tua Pada Anak Dengan Disiplin Belajar Siswa Kelas VII di SMP Negeri 2 Negerikaton Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2012/2013.

F. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis

Secara teoretis kegunaan penelitian tentang hubungan pola asuh orang tua pada anak dengan disiplin belajar siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Negerikaton Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah untuk mengembangkan konsep-konsep ilmu pen-didikan yang termasuk kedalam ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan yang mengkaji tentang upaya pembentukan kedisiplinan pada diri peserta didik.

b. Kegunaan Praktis

Kegunaan penelitian secara praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi Sekolah/Lembaga pendidikan agar berperan untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkompeten.

2. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi guru untuk memberikan contoh yang baik agar dapat dijadikan teladan oleh peserta didik.


(10)

3. Hasil Penelitian dapat dijadikan acuan untuk orang tua agar lebih memperhatikan anak dengan cara pola asuh dan pembinaan yang baik.

4. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi siswa dalam membentuk kepribadian sesuai dengan akhlak yang baik .

G. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup ilmu ini adalah ilmu pendidikan khususnya pendidikan kewarganegaraan yang berhubungan dengan Hubungan Pola Asuh Orang Tua Pada Anak Dengan Disiplin Belajar Anak .

2. Ruang Lingkup Subyek

Ruang lingkup subyek dalam penelitian ini adalah para siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Negerikaton Pesawaran Tahun Pelajaran 2012/2013.

3. Ruang Lingkup Obyek

Ruang lingkup objek dalam penelitian ini adalah Hubungan Pola Asuh Orang Tua Pada Anak Dengan Disiplin Belajar Siswa Kelas VII di SMP Negeri 2 Negerikaton Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2012/2013. 4. Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah SMP Negeri 2 Negerikaton Pesawaran.

5. Ruang Lingkup Waktu

Waktu dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sejak dikeluarkannya surat izin penelitian pendahuluan oleh Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sampai dengan selesainya penelitian ini.


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritis

1. Tinjauan Pola Asuh Orang Tua a. Pengertian Orang Tua

Orang tua didalam kehidupan keluarga mempunyai posisi sebagai kepala keluarga atau pemimpin rumah tangga, orang tua sebagai pembentuk pribadi pertama dalam kehidupan anak, kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh.

Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan sah yang dapat membentuk sebuah keluarga kecil, kedudukan dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan sangatlah penting.

Secara etimologis pengertian orang tua menurut Ensiklopedia Pendidikan yang dikutip oleh Soegarda Poerbakawatja adalah:

Orang tua adalah pendidik atas dasar hubungan darah. Fungsi dan peran orang adalah sebagai pelindung setiap anggota keluarga, orang tua merupakan kepala keluarga. Keluarga adalah sebagai persekutuan hidup terkecil dari masyarakat negara yang luas. Pangkal ketentraman dan kedamaian hidup terletak dalam keluarga mengingat pentingnya hidup keluarga itu maka Islam memandang


(12)

keluarga bukan hanya sebagai persekutuan hidup terkecil saja, tetapi lebih dari itu yakni sebagai lembaga hidup manusia yang dapat memberi kemungkinan celaka dan bahagianya anggota-anggota keluarga tersebut dunia dan akherat.

Pengertian orang tua dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, orang tua artinya ayah dan ibu kandung. Menurut Singgih (2000:151) orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki kehidupan bersama dengan membawa pandanga, pendapat dan kebiasaan sehari-hari.

Jadi, dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua adalah ayah dan ibu yang terikat dalam perkawinan dan siap untuk memiliki tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkan, dan individu yang berbeda memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat, dan kebiasaan sehari-hari.

b. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang berkepribadian baik, sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan anak, dan harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya.

Menurut Zakiyah Daradjat (2004:114) bahwa, “kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh.”

Kemudian, Yulia Singgih D. Gunarso (2000:44) mengemukakan bahwa “pola asuh merupakan sikap mendidik, membina dan memberikan pelakuan terhadap anak dan tidak lain merupakan metode atau cara yang


(13)

dipilih pendidik dalam mendidik anak-anaknya yang meliputi bagaimana pendidik memperlakukan anak didiknya. ”

Menurut Chabib Thoha (2006:106) “Pola pembinaan orang tua adalah merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak.

Sementara itu, Ahmadi (2009:90) mengemukakan bahwa :

Pola pembinaan merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya. Sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua memberikan pengaturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian, tanggapan terhadap keinginan anak.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan pola asuh orang tua adalah bagaimana cara mendidik anak baik secara langsung maupun tidak langsung menuju terbentuknya manusia yang berkepribadian yang dilandasi dengan kesadaran yang berlangsung dalam lingkungan yang ditetapkan orang tua, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.

c. Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua

Pola Asuh adalah sikap atau cara orang tua mendidik dan mempengaruhi anak dalam mencapai suatu tujuan yang ditujukan oleh sikap perubahan tingkah laku pada anak, cara pendidikan dalam keluarga yang berjalan dengan baik akan menumbuhkan perkembangan kepribadian anak menjadi


(14)

pribadi yang kuat dan memiliki sikap positif jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang secara optimal. Dalam mengelompokkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak, para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda.

Paul Hauck (2003:47) menggolongkan pengelolaan anak ke dalam empat macam pola, yaitu :

1. Kasar dan tegas

Orang tua yang mengurus keluarganya menurut skema neurotik menentukan peraturan yang keras dan teguh yang tidak akan di ubah dan mereka membina suatu hubungan majikan-pembantu antara mereka sendiri dan anak-anak mereka.

2. Baik hati dan tidak tegas

Metode pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak nakal yang manja, yang lemah dan yang tergantung, dan yang bersifat kekanak-kanakan secara emosional.

3. Kasar dan tidak tegas

Inilah kombinasi yang menghancurkan kekasaran tersebut biasanya diperlihatkan dengan keyakinan bahwa anak dengan sengaja berprilaku buruk dan ia bisa memperbaikinya bila ia mempunyai kemauan untuk itu.

4. Baik hati dan tegas

Orang tua tidak ragu untuk membicarakan dengan anak-anak mereka tindakan yang mereka tidak setujui. Namun dalam melakukan ini,


(15)

mereka membuat suatu batas hanya memusatkan selalu pada tindakan itu sendiri, tidak pernah si anak atau pribadinya.

Abu Ahmadi (2004:98) mengemukakan bahwa corak hubungan orang tua-anak dapat dibedakan menjadi tiga pola, yaitu :

1. Pola menerima-menolak, pola ini didasarkan atas taraf kemesraan orang tua terhadap anak.

2. Pola memiliki-melepaskan, pola ini didasarkan atas sikap protektif orang tua terhadap anak. Pola ini bergerak dari sikap orang tua yang overprotektif dan memiliki anak sampai kepada sikap mengabaikan anak sama sekali.

3. Pola demokrasi-otokrasi, pola ini didasarkan atas taraf partisifasi anak dalam menentukan kegiatan-kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi berarti orang tua bertindak sebagai diktator terhadap anak, sedangkan dalam pola demokrasi, sampai batas-batas tertentu, anak dapat berpartisifasi dalam keputusan keputusan keluarga.

Kemudian cara mendidik anak menurut Syamsu Yusuf (2006:21) terdapat tiga pola asuh (gaya perlakuan) orang tua yaitu:

1. Authoritarian : (sikap “aceptance” , suka menghukum, memaksa, kaku/keras dan bersikap menolak)

2. Authoritative : (sikap “aceptance” dan controlnya tinggi, responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong serta memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk)


(16)

3. Permisive : (sikap “aceptance” nya tinggi, kontrolnya rendah memberi kebebasan anak untuk menyatakan dorongan atau keinginannya.

Sementara itu, Chabib Thoha (2006:108) mengemukakan ada tiga pola asuh orang tua yaitu:

1. Demokratis

Menurut Utami Munandar (1998:82), pola asuh demokratis adalah cara mendidik anak, di mana orang tua menentukan peraturan-peraturan tetapi dengan memperhatikan keadaan dan kebutuhan anak.

Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung kepada orang tua. Orang tua sedikit member kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak didengar pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. Anak diberi kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggung jawab kepada diri sendiri. Anak dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur hidupnya.

Orang tua yang bergaya demokratis bertingkah laku hangat tetapi tetap tegas. Mereka menerapkan seperangkat standar untuk mengatur anak-anaknya, tetapi sekaligus berusaha membangun harapan-harapan yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan, serta kemampuan dan kebutuhan anak-anaknya. Mereka juga menunjukkan kasih sayang,


(17)

mau mendengarkan dengan sabar pandangan anak-anaknya, dan mendukung keterlibatan anaknya dalam membuat keputusan didalam keluarga.

Kebiasaan-kebiasaan demokrasi, saling menghargai dan menghormati hak-hak orangtua dan anak-anak ditanamkan dalam keluarga yang demokratis. Dalam keluarga yang demokratis, keputusan-keputusan yang penting akan diputuskan secara bersama-sama walaupun keputusan akhir seringkali berada di tangan orangtua. Anak-anak diberikan kesempatan untuk memberikan alasan mengapa mereka ingin memutuskan atau akan melakukan sesuatu. Apabila alasan-alasan itu masuk akal dan dapat diterima maka orangtua yang demokratis akan memberikan dukungan, tetapi jika tidak maka orangtua akan menjelaskan alasan-alasannya mengapa dia tidak merestui keputusan anaknya tersebut.

Orang tua yang demokratis selalu berusaha menanamkan nilai-nilai kemandirian dan pengendalian diri yang tinggi pada anak-anaknya, sekaligus tetap bertanggung jawab penuh terhadap tingkah laku anak-anaknya. Dengan demikian, akan memunculkan keberanian, motivasi dan kemandirian anak-anaknya dalam menghadapi masa depannya.

Pola pengasuha demokratis ini dapat mendorong tumbuhnya kemampuan sosial, meningkatkan rasa percaya diri, dan tanggungjawab sosial pada anak remaja. Para remaja yang hidup dalam keluarga yang demokratis akan menjalani kehidupannya dengan rasa penuh semangat


(18)

dan bahagia, percaya diri, dan memiliki pengendalian diri dalam mengelola emosinya sehingga tidak akan bertindak anarkis. Mereka juga akan memiliki kemandirian yang tinggi, mampu menjalin persahabatan dan kerja sama yang baik, memiliki kematangan sosial dalam berinteraksi dengan keluarga dan lingkungannya.

Adapun ciri-ciri pola demokratis adalah sebagai berikut :

1. Menentukan peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima, dipahami dan dimengerti oleh anak

2. Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik agar di tinggalkan

3. Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian 4. Dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga

5. Dapat menciptakan suasana komunikatif antara orang tua dan anak serta sesama keluarga.

Jadi dapat disimpulkan, bahwa pola asuh demokratis adalah pola pendidikan, dimana anak diberi kebebasan dan kesempatan luas dalam mendiskusikan segala permasalahannya dengan orang tua, dan orang tua mendengarkan, memberi tanggapan, pandangan serta menghargai pendapat anak, keputusan dari orang tua selalu dipertimbangkan dengan anak-anaknya. Namun orang tua tetap menentukan dalam segala pengambilan keputusan.


(19)

2. Otoriter

Pola otoriter merupakan suatu bentuk pengasuhan orang tua yang pada umumnya sangat ketat dan kaku ketika berinteraksi dengan anaknya. Orang tua yang berpola asuh otoriter menekankan adanya kepatuhan seorang anak terhadap peraturan yang mereka buat tanpa banyak basa-basi, tanpa penjelasan kepada anaknya mengenai sebab dan tujuan diberlakukannya peraturan tersebut, cenderung menghukum anaknya yang melanggar peraturan atau menyalahi norma yang berlaku. Orang tua yang demikian yakin bahwa cara yang keras merupakan cara yang terbaik dalam mendidik anaknya. Orang tua demikian sulit menerima pandangan anaknya, tidak mau memberi kesempatan kepada anaknya untuk mengatur diri mereka sendiri, serta selalu mengharapkan anaknya untuk mematuhi semua peraturannya.

Pola “otoriter” adalah suatu sikap mau menang sendiri, main bentak, main pukul, anak serba salah, orang tua serba benar. Dengan kata lain orang tua menerapkan pola asuh otoriter membatasi anak, berorientasi pada hukuman (fisik maupun verbal) mendesak anak untuk bertanya mengapa ia harus melakukan hal-hal tersebut mekispun sesungguhnya tidak ingin melakukan sesuatu kegiatan yang diperintah oleh orang tuanya, ia harus tetap melakukan kegiatan tersebut disisi lain ia tidak ingin melakukannya. Disisi lain orang tua melarang anaknya melakukan sesuatu kegiatan meskipun kegiatan tersebut mungkin sangat disenangi atau diinginkan oleh sang anak, maka anak harus tetap rela untuk tidak melakukannya.


(20)

Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-aturan yang ketat seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama dirinya sendiri dibatasi. Anak jarang diajak berkomunikasi dan bertukar pikiran dengan orang tua. Orang tua menganggap bahwa semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu dipertimbangkan dengan anak. Orang tua menentukan aturan dan batasan mutlak yang harus ditaati anak, apabila dilanggar anak dihukum.

Pola seperti ini, diikuti dengan sikap orang tua yang keras, biasanya memberikan batasan yang jelas antara tingkah laku yang diperbolehkan dengan tingkah laku yang dilarang. Namun dalam memperthankannya mereka sering mengabaikan kehangatan dan moral memberikan dukungan serta semangat diperlukan oleh seorang anak.

Orang tua otoriter meyakini bahwa seorang anak akan menerima dengan baik setiap perkataan atau setiap perintah orang tuanya, setiap anak harus melaksanakan tingkah laku yang dipandang baik oleh orang tuanya. Orang tua otoriter akan mencoba mengontrol remaja dengan peraturan-peraturan yang mereka tetapkan, selalu memberi perintah tanpa mau memberikan penjelasan. Orang tua otoriter selalu menuntut, kurang memberikan otonomi pada anaknya, dan seringkali gagal memberikan kehangatan kepada anaknya.

Orang tua otoriter selalu berusaha mengarahkan, menentukan, dan menilai tingkah laku dan sikap anaknya sesuai dengan standar peraturan


(21)

yang ditetapkannya sendiri. Standar dimaksud biasanya didasarkan pada standar yang absolut seperti nilai-nilai ajaran dan norma-norma agama, sehingga menutup kemungkinan bagi anaknya untuk dapat membantah orang tuanya. Pola pengasuhan orang tua yang demikian sangat berpotensi menimbulkan konflik dan perlawanan seorang anak, terutama saat anak sudah menginjak masa remaja, atau sebaliknya akan menimbulkan sikap ketergantungan seorang remaja terhadap orang tuanya, anak remaja akan kehilangan aktivitas kreatifnya, dan akan tumbuh menjadi anak yang tidak efektif dalam kehidupan dan interaksinya dengan lingkungan sosial, remaja cenderung akan mengucilkan dirinya, kurang berani dalam menghadapi tantangan tugas dan tidak merasa bahagia.

Adapun ciri-ciri dari pola asuh otoriter adalah sebagai berikut :

1. Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh membantah.

2. Orang tua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudian menghukumnya.

3. Orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan kepada anak.

4. Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan anak, maka anak dianggap pembangkang.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa dengan cara otoriter ditambah dengan sikap keras, menghukum, mengancam


(22)

anak menjadikan anak patuh dihadapan orang tua, tetapi dibelakangnya ia memperlihatkan reaksi-reaksi, misalnya menentang atau melawan, bisa ditampilkan dalam bentuk tingkah laku yang melanggar norma-norma dan menimbulkan persoalan dan kesulitan baik pada dirinya, lingkungan rumah, sekolah maupun pergaulannya.

3. Permissive

Pola pengasuhan ini, dimana orang tua sangat terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka. Orang tua seperti ini membiarkan anak melakukan apa yang ia inginkan. Hasilnya anak tidak pernah belajar mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginannya. Beberapa orang tua sengaja membesarkan anak mereka dengan cara ini karena mereka percaya bahwa kombinasi antara keterlibatan yang hangat dan sedikit batasan akan menghasilkan anak yang kreatif dan percaya diri. Namun, anak yang memiliki orang tua yang selalu menurutinya jarang belajar menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan perilakunya. Mereka mungkin mendominasi, egosentris, tidak menuruti aturan, dan kesulitan dalam hubungan dengan teman sebaya.

Pola permissive merupakan perlakuan orang tua saat berinteraksi dengan anaknya dengan memberikan kelonggaran atau kebebasan tanpa kontrol atau pengawasan yang ketat. Orang tua yang permisf akan memberikan kebebasan penuh kepada anak-anaknya untuk bertindak sesuai dengan keinginan anaknya. Sekiranya orang tua membuat sebuah


(23)

peraturan tertentu namun anak-anaknya tidak menyetujui atau tidak mematuhinya, maka orang tua yang permissive cenderung akan bersikap mengalah dan akan mengikuti kemauan anak-anaknya.

Ketika anak-anaknya melanggar suatu peraturan di dalam keluarga, orang tua yang permissive jarang menghukum anak-anaknya, bahkan cenderung berusaha untuk mencari pembenaran terhadap tingkah laku anaknya yang melanggar suatu peraturan tersebut. Orang tua yang seperti demikian umumnya membiarkan anaknya (terutama anak remajanya) untuk menentukan tingkah lakunya sendiri, mereka tidak menggunakan kekuasaan atau wewenangnya sebagai orang tua dengan tegas saat mengasuh dan membesarkan anaknya. Orang tua yang permisif bersikap lunak, lemah dan pasif dalam persoalan disiplin. Mereka cenderung tidak menempatkan tuntutan-tuntutan pada tingkah laku anak remajanya, memberikan kebebasan yang lebih tinggi untuk bertindak sesuai dengan kehendak anak remajanya sendirinya. Kontrol atau pengendalian yang ketat terhadap remaja menurut pandangan orang tua yang permissive adalah sebuah pelanggaran terhadap kebebasan yang dapat menganggu perkembangan seorang anak.

Anak yang berada dalam pengasuhan orangtua yang permissive sangat tidak matang dalam berbagai aspek psikososial. Mereka sulit mengendalikan desakan hati (impulsive), tidak patuh, dan menentang apabila diminta untuk mengerjakan sesuatu yang bertentangan dengan keinginan-keinginan sesaatnya. Mereka juga terlalu menuntut, sangat


(24)

tergantung pada orang lain, kurang gigih dalam mengerjakan tugas-tugas, tidak tekun dalam belajar di sekolah. Tingkah laku sosial remaja ini kurang matang, kadang-kadang menunjukkan tingkah laku agresif, pengendalian dirinya amat jelek, dan tidak mampu mengarahkan diri dan tidak bertanggung jawab.

Pola permissive ditandai dengan orang tua mendidik anak secara bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa (muda), ia diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga tidak memberikan bimbingan yang cukup berarti bagi anaknya, semua yang telah dilakukan anak adalah benar dan tidak perlu mendapatkan teguran, arahan (bimbingan). Dalam pola ini anak mencari sendiri batasan perilaku baik dan yang tidak baik tanpa dituntut kewajiban dan tanggung jawab, kurang kontrol terhadap perilaku anak dan hanya berperan sebagai pemberi fasilitasi serta kurang berkomunikasi dengan anak.

Kondisi permissive ini cenderung mengakibatkan anak memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Bersikap impulsif dan progresif b. Suka bersikap memberontak c. Kurang memiliki rasa percaya diri d. Prestasinya rendah


(25)

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa ada tiga bentuk pola pembinaan yaitu pola demokrasi, pola otoriter dan pola permissive. Dan ternyata pola demokratis dinilai paling baik buat pendidikan anak dibandingkan dengan pola yang lain. Hal ini disebabkan pola demokratis dapat membentuk anak yang baik, memiliki hubungan sosial yang baik, cenderung mempengaruhi anak menjadi dewasa dalam bersikap serta membentuk akhlak anak.

Dalam penulisan ini penulis menggunakan tiga macam pola pembinaan sebagaimana yang dikemukakan oleh (Chabib Thoha, 2006) yakni pola demokratis, pola otoriter dan pola permissive. Pemilihan ketiga jenis pola pembinaan ini secara umum diterapkan oleh orang tua dalam mendidik dan mengasuh anaknya baik secara terpisah maupun secara bersama-sama, ada orang tua yang melaksanakan pola pembinaan demokratis tetapi kadang juga menerapkan pola pembinaan otoriter dan pola pembinaan permissive. Bahkan sangat sulit menemukanorang tua yang melaksanakan satu pola pembinaan murni tetapi orang tua cenderung menggabungkan ketiga pola pembinaan tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut, maka indikator pola pembinaan dari orang tua terhadap anaknya dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Demokratis, antara lain mempunyai indikator hubungan orang tua – anak hangat, hubungan orang tua – anak bersifat fleksibel dan pemberian tanggung jawab dari orang tua kepada anak yang disertai tanggung jawab anak kepada orang tua.


(26)

2. Otoriter, antara lain mempunyai indikator hubungan orang tua – anak kurang hangat, orang tua sering merasa berkuasa, dan hubungan orang tua dan anak kaku serta penuh formalitas.

3. Permissive, antara lain mempunyai indikator hubungan orang tua dan anak kurang terkontrol, orang tua memberikan kebebasan kepada anak, dan hubungan orang tua dan anak cenderung acuh tak acuh.

2. Tinjauan Disiplin Belajar a. Pengertian Disiplin

Menurut Muhammad Shochib (1997:3) disiplin dapat diartikan sebagai suatu ketaatan atau kepatuhan pada aturan dan tata tertib. Pribadi yang memiliki dasar-dasar dan mampu mengembangkan disiplin diri, berarti memiliki peraturan diri berdasarkan acuan nilai moral, sehubungan dengan itu disiplin diri dibangun dari asimilasi dan penggabungan nilai-nilai moral untuk diinternalisasi oleh subjek didik sebagai dasar untuk mengarahkan perilakunya.

Setiap orang harus tahu bahwa hidup dalam masyarakat berarti harus dapat menaati peraturan yang berlaku. Demikian juga lembaga pendidikan sebagai pencetak generasi penerus bangsa harus mampu membawa anak didik menjadi sosok yang cerdas dan berakhlak mulia. Itu bisa terwujud salah satunya bila sekolah bisa menegakkan disiplin sebagai bentuk menciptakan kondisi yang menyenangkan untuk belajar.


(27)

Disiplin secara umum dapat diartikan sebagai pengendalian diri sehubungan dengan proses penyesuaian diri dan sosialisasi. Disiplin merupakan faktor positif dalam hidup, sebagai perkembangan dari “pengawasan dari dalam” yang menuntut seseorang kearah pola perilaku dapat diterima oleh masyarakat dan yang menunjang kesejahteraan diri sendiri.

Menurut Suharsimi (2003:114) “disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian diri seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan di mana aturan tersebut diterapkan oleh orang yang bersangkutan maupun berasal dari luar. Sedangkan Moenir (2010:94) memberikan “definisi disiplin adalah suatu bentuk ketaatan terhadap aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang telah ditetapkan”.

Menurut Malayu (2002:193) “kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diartikan disiplin adalah pengendalian diri seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah diterapkan oleh orang yang bersangkutan maupun berasal dari luar serta bentuk kesadaran akan tugas dan tanggung jawabnya

b. Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan


(28)

hidupnya. Menurut Slameto (2010:2) “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Menurut Sugihartono (2007:74) “belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya”.

Menurut Ngalim (2006:102) “belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan atau kecakapan”. Wina (2009:112) “belajar adalah proses mental yang terjadi di dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan prilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari”.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri karena adanya interaksi dengan lingkungan yang disadari.

c. Pengertian Disiplin Belajar

Disiplin yang dikaitkan dengan belajar dapat diartikan bahwa disiplin yang dimaksud adalah disiplin belajar. Berdasarkan definisi disiplin sebelumnya, disiplin belajar dapat diartikan sebagai pengendalian diri


(29)

terhadap bentuk-bentuk aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah diterapkan. Moenir (2010:95) mengemukakan :

Ada dua jenis disiplin yang sangat dominan dalam usaha untuk menghasilkan sesuatu yang dikehendaki organisasi. Kedua disiplin itu ialah disiplin dalam hal waktu dan disiplin dalam hal perbuatan. Kedua disiplin tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan serta saling mempengaruhi.

Berdasarkan pendapat di atas ada dua jenis disiplin yaitu disiplin waktu dan disiplin perbuatan. Berdisiplin waktu apabila seseorang memulai dan mengakhiri pekerjaan tepat waktu, sedangkan disiplin perbuatan mengharuskan seseorang untuk mengikuti dengan ketat perbuatan atau langkah tertentu dalam perbuatan agar dapat mencapai dan menghasilkan sesuatu dengan standar yang telah ditetapkan. Kedua disiplin ini harus dilaksanakan serentak dan tidak separuh-separuh. Disiplin waktu tanpa disertai disiplin perbuatan tidak ada artinya, sebaliknya disiplin perbuatan tanpa disiplin waktu tidak ada manfaatnya.

Disiplin belajar dapat berupa disiplin belajar di sekolah dan disiplin belajar di rumah. Menurut Slameto (2010:67) “Agar siswa belajar lebih maju, siswa harus disiplin baik di sekolah, di rumah, dan di perpustakaan”.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin belajar adalah pengendalian diri terhadap bentuk-bentuk aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah diterapkan oleh anak yang bersangkutan maupun berasal dari luar serta bentuk kesadaran akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelajar, baik disiplin di rumah maupun di sekolah


(30)

dengan tidak melakukan sesuatu yang dapat merugikan tujuan dari proses belajarnya.

Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat disiplin belajar berdasar ketentuan disiplin waktu dan disiplin perbuatan dikemukakan Moenir (2010:95), yaitu:

1. Disiplin waktu, meliputi :

a. Tepat waktu dalam belajar, mencakup datang dan pulang sekolah tepat waktu, mulai dan selesai belajar di sekolah tepat waktu dan mulai dan selesai belajar di rumah.

b. Tidak keluar dan membolos saat kegiatan belajar mengajar c. Menyelesaikan tugas sesuai waktu yang ditetapkan

2. Disiplin perbuatan, meliputi:

a. Patuh dan tidak menentang peraturan b. Tidak malas belajar

c. Tidak menyuruh orang lain bekerja demi dirinya d. Tidak suka berbohong

e. Tingkah laku yang menyenangkan, mencakup tidak mencontek, tidak membuat keributan

B. Kerangka Pikir

Pola Asuh Orang Tua adalah bagaimana cara mendidik anak baik secara langsung maupun tidak langsung menuju terbentuknya manusia yang berkepribadian dan berlangsung dalam lingkungan yang ditetapkan orang tua, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah


(31)

laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. Pola asuh orang tua dapat dikelompokkan sebagai pola demokratis, otoriter dan permissive. Pemilihan ketiga jenis pola pembinaan ini secara umum diterapkan oleh orang tua dalam mendidik dan mengasuh anaknya baik secara terpisah maupun secara bersama-sama.

Disiplin belajar adalah pengendalian diri terhadap bentuk-bentuk aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah diterapkan oleh anak yang bersangkutan maupun berasal dari luar serta bentuk kesadaran akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelajar, baik disiplin di rumah maupun di sekolah dengan tidak melakukan sesuatu yang dapat merugikan tujuan dari proses belajarnya. Tingkat disiplin belajar meliputi disiplin waktu dan disiplin perbuatan.

Dari uraian diatas, maka kerangka pikir adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Pola Asuh Orang Tua (X)

1. Demokrasi 2. Otoriter 3. Permissive

Disiplin Belajar (Y) 1. Disiplin Waktu 2. Disiplin Perbuatan


(32)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Kegiatan penelitian berupaya untuk menemukan data yang valid, dan serta dalam usaha mengadakan analisa secara logis rasional diperlukan langkah-langkah pengkajian dengan menggunakan metode penelitian agar tujuan penelitian dapat tercapai seperti yang diharapkan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif, yaitu dimana suatu metode penelitian yang bertujuan menggambarkan dan memaparkan secara tepat keadaan tertentu dalam masyarakat. Metode deskriptif adalah suatu penyelidikan yang bertujuan untuk menggambarkan atau menunjukkan keadaan seseorang, lembaga atau masyarakat tertentu pada masa sekarang ini berdasarkan pada faktor-faktor yang nampak saja (surface factor) di dalam situasi yang diselidikinya.

Mohamad Ali ( 1985:120 ) menjelaskan bahwa:

Metode penelitian deskriptif dipergunakan untuk memecahkan masalah atau menjawab masalah yang sedang dihadapi pada situasi sekarang, dilakukan dengan langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi, dengan analisis atau pengolahan data, menarik kesimpulan atau melaporkan dengan tujuan untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan dengan cara objektif dalam suatu deskripsi situasi.

Berdasarkan pendapat di atas, maka penggunaan metode deskriptif sangat tepat dalam penelitian yang peneliti laksanakan, karena sasaran dan kajiannya


(33)

adalah untuk menjelaskan hubungan pola pembinaan orang tua pada anak dengan disiplin belajar anak SMP Negeri 2 Negerikaton Kabubaten Pesawaran Tahun 2012/2013, dan menggambarkan serta menganalisis masalah yang ada sesuai kenyataan berdasarkan data-data dilapangan.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Sugiyono (2008:117) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah dewan guru dan seluruh siswa Di SMP Negeri 2 Negerikaton Kabupaten Pesawaran 2012/2013. Untuk lebih jelasnya, berikut data populasi yang dijadikan objek dalam penelitian ini. Tabel 3.1 Jumlah Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Negerikaton Kabupaten

Pesawaran 2012/2013

No. Siswa Jumlah

1. Kelas VII A 40

B 44

C 44

D 44

E 43

F 43

Jumlah 258


(34)

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dijadikan sasaran dalam penelitian. Menurut Mohammad Ali (1987:62), sampel merupakan sebagian besar yang diambil dari keseluruhan objek penelitian yang dianggap mewakili populasi dan pengambilannya menggunakan teknik tertentu.

Menentukan besarnya sampel, peneliti berpedoman pada pendapat Suharsimi Arikunto (2006:144) yaitu sebagai berikut :

Untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi.Selanjutnya bila subjeknya lebih besar dari 100 dapat diambil 10 %-15 % atau 20 %-25 % atau lebih,tergantung setidak-tidaknya dari: 1. Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana.

2. Sempitnya wilayah pengamatan dari setiap subjek kerena menyangkut hal banyak sedikitnya data.

3. Besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti.

Berdasarkan pendapat di atas, maka jumlah sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebesar 10% dari jumlah populasi. Jumlah populasi siswa kelas VII di SMPN 2 Negerikaton Pesawaran Tahun 2013 sebanyak 258 siswa. Sehingga sampelnya adalah 10% x 258 = 25,8 Dengan demikian jumlah keseluruhan sampel dibulatkan menjadi 26 orang.

3. Teknik Sampling

Teknik yang digunakan dalam menetukan sampel penelitian ini adalah dengan menggunakan sampel random yaitu mencampurkan subjek di dalam populasi sehingga semua subjek-subjek di dalam populasi dianggap sama sehingga setiap subjek memperoleh kesempatan (chance) yang sama untuk


(35)

dipilih menjadi sampel Suharsimin Arikunto (1997:120). Untuk mengetahui berapa besar penelitian sampel ini dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 3.2 Distribusi Sampel Penelitian di SMPN 2 Negerikaton Pesawaran Tahun 2012/2013

No. Siswa Perhitungan 1. Kelas VII A 40 x 10%= 4

B 44 x 10%=4,4 C 44 x 10%=4,4 D 44 x 10%=4,4 E 43 x 10%=4,3 F 43 x 10%=4,3

Jumlah 25,8 = 26

Sumber : Hasil perhitungan proposional random sampling

C. Variabel Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2006:96) “variabel penelitian adalah objek suatu penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Jadi, variabel adalah sesuatu yang mempunyai nilai, dan yang menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian.”

a. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas dalam penelitian ini ialah Pola Asuh Orang Tua. b. Variabel Terikat (Y)


(36)

D. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional 1. Definisi Konseptual

a. Pola Asuh Orang tua

Pola Asuh Orang Tua adalah bagaimana cara mendidik anak baik secara langsung maupun tidak langsung menuju terbentuknya manusia yang berkepribadian dan berlangsung dalam lingkungan yang ditetapkan orang tua, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.

b. Disiplin Belajar

Disiplin belajar adalah pengendalian diri terhadap bentuk-bentuk aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah diterapkan oleh anak yang bersangkutan maupun berasal dari luar serta bentuk kesadaran akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelajar, baik disiplin di rumah maupun di sekolah dengan tidak melakukan sesuatu yang dapat merugikan tujuan dari proses belajarnya. Tingkat disiplin belajar meliputi disiplin waktu dan disiplin perbuatan

2. Definisi Operasional

Rencana Pengukuran variabel untuk mempermudah pengukuran di lapangan, maka beberapa konsep dalam penelitian ini perlu dioperasionalkan, yaitu:


(37)

1. Pola Asuh Orang Tua adalah bagaimana cara mendidik anak baik secara langsung maupun tidak langsung menuju terbentuknya manusia yang berkepribadian dan berlangsung dalam lingkungan yang ditetapkan orang tua, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal

Indikatornya sebagai berikut: a. Demokrasi

b. Otoriter c. Permissive

2. Disiplin Belajar adalah pengendalian diri terhadap bentuk-bentuk aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah diterapkan oleh anak yang bersangkutan maupun berasal dari luar serta bentuk kesadaran akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelajar, baik disiplin di rumah maupun di sekolah dengan tidak melakukan sesuatu yang dapat merugikan tujuan dari proses belajarnya

indikatornya sebagai berikut: a. Disiplin waktu


(38)

E. Rencana Pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini variabel yang diukur adalah:

1. Pola Asuh Orang tua (X) yang diukur melalui pengukuran indikator pola asuh orang tua yang demokratis, pola asuh orang tua yang otoriter dan pola asuh orang tua yang permissive berdasarkan skala 3 yaitu :

a. Baik

b. Cukup Baik c. Tidak Baik

2. Disiplin Belajar (Y) ) yang diukur melalui pengukuran indikator disiplin waktu dan disiplin perbuatan berdasarkan skala 3 yaitu :

a. Disiplin b. Cukup disiplin c. Kurang disiplin

F. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Pokok

Teknik pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Angket

Angket adalah pertanyaan yang dibuat oleh peneliti yang akan diberikan kepada responden. Metode ini peneliti gunakan dengan tujuan mengumpulkan data secara langsung dari responden.

Menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar (2004:10) “angket adalah daftar pernyataan atau pertanyaan yang dikirimkan pada responden baik secara langsung atau tidak langsung (melalui pos atau perantara)”


(39)

Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini penulis menggunakan angket. Teknik angket adalah teknik pokok yang penulis gunakan untuk mengumpulkan data dengan cara membuat daftar pertanyaan secara tertulis yang kemudian diajukan kepada responden.

Dalam penelitian ini bentuk angket yang digunakan adalah angket tertutup. Setiap item soal memiliki 3 alternatif jawaban terdiri dari A, B, danC sehingga responden dengan mudah memilih salah satu diantara jawaban yang tersedia. Adapun pemberian nilai dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Memilih alternatif A diberi skor 3

2) Memilih alternatif B diberi skor 2 3) Memilih alternatif C diberi skor 1

Teknik ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi yang relevan dengan tujuan survey.

2. Teknik Penunjang

Teknik penunjang dalam penelitian ini adalah : a. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara). Metode wawancara yang digunakan oleh peneliti bertujuan untuk menunjang hasil angket yang belum lengkap.


(40)

b. Dokumentasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2006:206) teknik dokumentasi adalah “mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, lager, agenda. Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengadakan pencatatan dokumen yang telah ada pada objek penelitian, seperti ; arsip-arsip, laporan, buku-buku yang menyangkut dengan penelitian ini.”

c. Observasi

Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek yang akan diteliti sehingga data yang diperoleh lebih lengkap dan akurat.

G. Validitas Alat Ukur dan Uji Reliabilitas 1. Uji Validitas

Validitas adalah ukuran kevalidan instrument pengumpul data, seperti yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2006:144) bahwa “validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrument.”

Sesuai pendapat di atas, untuk menentukan validitas item, penelitian menggunakan logikal validity yaitu melalui kontrol langsung terhadap teori-teori yang melahirkan indikator-indikator dengan cara konsultasi kepada para pembimbing kemudian dilakukan perbaikan atau revisi sesuai dengan keperluan.


(41)

2. Uji Reliabilitas

Menurut Suharsimi Arikunto (2006:170) “uji reliabilitas merupakan suatu instrumen yang cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik sehingga mampu mengungkap data yang bisa dipercaya”.

Uji reliabilitas angket dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menyebarkan angket kepada 10 orang di luar responden.

2. Hasil uji coba dikelompokkan dalam belahan ganjil dan genap.

3. Hasil item ganjil dan genap dikolerasikan dengan Product Moment, yaitu:

Keterangan :

rxy : Koefisien korelasi antar gejala x dan y xy : Product dari gejala x dan y

n : Jumlah sampel. Sutrisno Hadi (1989:318 )

4. Untuk reliabilitas angket digunakan rumus Sperman Brown, yaitu :

rxy =

) ( 1 ) ( 2 rgg gg r r Keterangan :

rxy = koefisien reliabilitas seluruh item rgg = koefisien antara item genap dan ganjil Sutrisno Hadi (1989:37)

n y y n x x n y x xy rxy 2 2 2 2


(42)

5. Adapun hasil perhitungan di masukan dalam kriteria reliabilitas menurut Manase Malo ( 1989 : 139 ) adalah sebagai berikut :

0,90 – 1,00 = reliabilitas tinggi 0,50 – 0,89 = reliabilitas sedang 0,00 – 0,49 = reliabilitas rendah

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif yaitu dengan cara menangkap secara objektif temuan-temuan dilapangan yang dibantu dengan mempergunakan tabel distribusi frekuensi untuk kemudian diinterprestasikan dengna kalimat-kalimat atau pertanyaan-pertanyaan yang mudah dipahami.

Teknik untuk mengolah dan menganalisis data dalam penelitian ini digunakan rumus Chi kuadrat yaitu:

Rumus :

Keterangan :

= Chi Kuadrat = Jumlah baris

= Jumlah kolom

= Frekuensi pengamatan = Frekuensi yang diharapkan

B i K d

Eij

Eij

Oij

X

1 : :1

2 2 2 B j I K I j

ij

0

ij

E


(43)

Kriteria uji hipotesis= adalah H0 ditolak jika hit < tab dengan signifikansi 5 % Sudjana (1992:280). Untuk menguji hipotesis yang kedua digunakan tabel kontrol Chi Kuadrat, dengan kriteria uji : H1 diterima jika hit ≥ tab pada taraf signifikansi 5% N : 25. Untuk mengolah dan menganalisis data, akan digunakan teknik analisis data dengan merumuskan :

I =

Keterangan : I : Interval

NT : Nilai Tertinggi NR : Nilai Terendah K : Kategori.

Sutrisno Hadi (1996:12)

Untuk menguji keeratan maka digunakan rumus kontigensi sebagai berikut :

Keterangan :

C : Koefisien Kontigensi : Chi Kuadrat

n : Jumlah Sampel

Agar C diperoleh dapat dipakai untuk derajat asosiasi antara faktor-faktor diatas maka harga C dibandingkan koefisien maksimum yang biasa terjadi maka harga maksimum ini dapat dihitung dengan rumus:

2

2 2

K NR NT

n

X x

C 2

2

2 X


(44)

Keterangan :

: Koefisien kontigen maksimum

m : Harga maksimum antara baris dan kolom 1 : Bilangan konstan.

Sutrisno Hadi (1996:37)

Makin dekat harga C pada C maksimum maka makin besar derajat asosiasi antara variabel.

m m Cm aks 1

m aks


(45)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai hubungan pola asuh orang tua pada anak dengan disiplin belajar siswa kelas VII SMPN2 Negerikaton Kabupaten Pesawaran tahun pelajaran 2012/2013 maka dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan pola asuh orang tua dengan indikator pola asuh demokrasi, otoriter, permissive pada siswa kelas VII SMPN2 Negerikaton Kabupaten Pesawaran tahun pelajaran 2012/2013 masuk dalam kategori sangat kuat dalam meningkatkan disiplin belajar siswa kelas VII

B. Saran 1. Orang tua

Diharapkan orang tua mampu membentuk tingkah laku, watak, moral dan pendidikan pada anak. Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan menentukan pula pola tingkah laku anak dengan cara orang tua menerapkan pola asuh demokratis dalam mendidik anak, karena semakin demokratis pola asuh yang diterapkan, maka akan semakin tinggi disiplin belajar yang dapat dicapai.


(46)

2. Guru

Sekolah merupakan lembaga pendidikan setelah keluarga, oleh karena itu guru diharapkan mampu memberikan perhatian pada siswa dengan cara memperhatikan perkembangan siswa terutama yang mempunyai pestasi rendah atau mempunyai kesulitan dalam belajar.

3. Siswa

Diharapkan siswa mampu terbuka kepada orang tua maupun guru dengan cara berkomunikasi yang baik dan mengungkapkan setiap masalah yang sedang dihadapi karena para pendidiklah yang akan membimbing anak didik mereka menuju kedewasaan. Namun, yang lebih penting berusahalah terus untuk dapat berprestasi.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. 2009. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : Aditya Media.

Ahmadi, Abu. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : PT. Rieneka Cipta

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineke Cipta.

Chabib Thoha. 2006. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Depdikbud. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Depdiknas. 2003. UU No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional.

Bandung: Citra Umbara

Hadi, Sutrisno. 1986. Metodologi Research. Fakultas Psikologi UGM. Yogyakarta.

Hasibuan, Malayu S.P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Hauck, Paul2003. Psikologi Populer Mendidik Anak dengan Berhasil. Jakarta : Arcan

Kartini Kartono. 2002. Peran Keluarga Memandu Anak. Jakarta : Rajawali Press

Moenir, A.S. 2010. Manajemen pelayanan umum di Indonesia. Jakarta: bumi aksara

Muhibbin, Syah. 2000. Psikologi Belajar. Jakarta : Logos Wacana Ilmu.

Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian . Jakarta : Ghalia Indonesia.

Purwanto, Ngalim 2006. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya,.

Shochib, Muhammad. 1997. Pola Asuh Orang tua Untuk Membantu Anak


(48)

Sudjana. 1986. Metode Statistika.. Bandung: Tarsito

Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sulistyo, Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu PenetahuanBudaya Universitas Indonesia.

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas

Lampung. Bandar Lampung.

Utami Munandar, 1998. Pemanduan Anak Berbakat. Jakarta : CV. Rajawali.

Wikipedia Bahasa Indonesia. 2013. Pengertian orang Tua http://id.wikipedia.org/wiki/Orang Tua. diknas pada 23 Maret 2013.

Yulia Singgih D. Gunarso. 2000. Azas psikologi Keluarga Idaman. Jakarta: BPR Gunung Mulia.

Yusuf,Syamsu. 2006. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : Erlangga


(1)

42

Kriteria uji hipotesis= adalah H0 ditolak jika hit < tab dengan signifikansi 5 % Sudjana (1992:280). Untuk menguji hipotesis yang kedua digunakan tabel kontrol Chi Kuadrat, dengan kriteria uji : H1 diterima jika hit ≥ tab pada taraf signifikansi 5% N : 25. Untuk mengolah dan menganalisis data, akan digunakan teknik analisis data dengan merumuskan :

I =

Keterangan : I : Interval

NT : Nilai Tertinggi NR : Nilai Terendah K : Kategori.

Sutrisno Hadi (1996:12)

Untuk menguji keeratan maka digunakan rumus kontigensi sebagai berikut :

Keterangan :

C : Koefisien Kontigensi : Chi Kuadrat

n : Jumlah Sampel

Agar C diperoleh dapat dipakai untuk derajat asosiasi antara faktor-faktor diatas maka harga C dibandingkan koefisien maksimum yang biasa terjadi maka harga maksimum ini dapat dihitung dengan rumus:

2 2 2 K NR NT n X x C 2 2 2 X


(2)

43

Keterangan :

: Koefisien kontigen maksimum

m : Harga maksimum antara baris dan kolom 1 : Bilangan konstan.

Sutrisno Hadi (1996:37)

Makin dekat harga C pada C maksimum maka makin besar derajat asosiasi antara variabel.

m m Cm aks 1

m aks


(3)

74

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai hubungan pola asuh orang tua pada anak dengan disiplin belajar siswa kelas VII SMPN2 Negerikaton Kabupaten Pesawaran tahun pelajaran 2012/2013 maka dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan pola asuh orang tua dengan indikator pola asuh demokrasi, otoriter, permissive pada siswa kelas VII SMPN2 Negerikaton Kabupaten Pesawaran tahun pelajaran 2012/2013 masuk dalam kategori sangat kuat dalam meningkatkan disiplin belajar siswa kelas VII

B. Saran

1. Orang tua

Diharapkan orang tua mampu membentuk tingkah laku, watak, moral dan pendidikan pada anak. Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan menentukan pula pola tingkah laku anak dengan cara orang tua menerapkan pola asuh demokratis dalam mendidik anak, karena semakin demokratis pola asuh yang diterapkan, maka akan semakin tinggi disiplin belajar yang dapat dicapai.


(4)

75

2. Guru

Sekolah merupakan lembaga pendidikan setelah keluarga, oleh karena itu guru diharapkan mampu memberikan perhatian pada siswa dengan cara memperhatikan perkembangan siswa terutama yang mempunyai pestasi rendah atau mempunyai kesulitan dalam belajar.

3. Siswa

Diharapkan siswa mampu terbuka kepada orang tua maupun guru dengan cara berkomunikasi yang baik dan mengungkapkan setiap masalah yang sedang dihadapi karena para pendidiklah yang akan membimbing anak didik mereka menuju kedewasaan. Namun, yang lebih penting berusahalah terus untuk dapat berprestasi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. 2009. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : Aditya Media.

Ahmadi, Abu. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : PT. Rieneka Cipta

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineke Cipta.

Chabib Thoha. 2006. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Depdikbud. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Depdiknas. 2003. UU No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional.

Bandung: Citra Umbara

Hadi, Sutrisno. 1986. Metodologi Research. Fakultas Psikologi UGM.

Yogyakarta.

Hasibuan, Malayu S.P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Hauck, Paul2003. Psikologi Populer Mendidik Anak dengan Berhasil. Jakarta : Arcan

Kartini Kartono. 2002. Peran Keluarga Memandu Anak. Jakarta : Rajawali Press Moenir, A.S. 2010. Manajemen pelayanan umum di Indonesia. Jakarta: bumi

aksara

Muhibbin, Syah. 2000. Psikologi Belajar. Jakarta : Logos Wacana Ilmu. Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian . Jakarta : Ghalia Indonesia.

Purwanto, Ngalim 2006. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya,.

Shochib, Muhammad. 1997. Pola Asuh Orang tua Untuk Membantu Anak


(6)

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Bina Aksara

Sudjana. 1986. Metode Statistika.. Bandung: Tarsito

Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sulistyo, Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu PenetahuanBudaya Universitas Indonesia.

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas

Lampung. Bandar Lampung.

Utami Munandar, 1998. Pemanduan Anak Berbakat. Jakarta : CV. Rajawali. Wikipedia Bahasa Indonesia. 2013. Pengertian orang Tua

http://id.wikipedia.org/wiki/Orang Tua. diknas pada 23 Maret 2013.

Yulia Singgih D. Gunarso. 2000. Azas psikologi Keluarga Idaman. Jakarta: BPR Gunung Mulia.

Yusuf,Syamsu. 2006. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : Erlangga