Penyamakan Kulit Ikan Tuna (Thunnus sp.) Dengan Menggunakan Penyamakan Kombinasi Aldehida dan Nabati

PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus sp.) DENGAN
MENGGUNAKAN PENYAMAKAN KOMBINASI
ALDEHIDA DAN NABATI

DOLLY ROBBY SAHPUTRA HASIBUAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penyamakan Kulit
Ikan Tuna (Thunnus sp.) dengan Menggunakan Penyamakan Kombinasi Aldehida
dan Nabati” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta

dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Dolly Robby Sahputra Hasibuan
F34090046

ABSTRAK
DOLLY ROBBY SAHPUTRA HASIBUAN. Penyamakan Kulit Ikan Tuna
(Thunnus sp.) Dengan Menggunakan Penyamakan Kombinasi Aldehida dan
Nabati. Dibimbing oleh ONO SUPARNO.
Penelitian mengenai penyamakan kulit ikan tuna sudah mulai dikembangkan
pada skala laboratorium dengan beberapa jenis bahan penyamak dan belum
mencapai hasil optimum. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya diarahkan pada
pengombinasian berbagai jenis bahan penyamak untuk mendapatkan hasil
optimum. Penyamakan kombinasi adalah penyamakan dengan dua atau lebih
bahan penyamak, dengan tujuan saling melengkapi, karena setiap bahan
penyamak memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis bahan penyamak nabati (mimosa,
gambir, dan quebracho) dan konsentrasinya (10%, 15%, dan 20%) terhadap mutu

kulit yang dihasilkan dan menentukan kombinasi perlakuan terbaik. Berdasarkan
penelitian ini, jenis bahan penyamak nabati berpengaruh signifikan terhadap
peningkatan ketebalan, suhu kerut, kuat sobek, dan elongasi kulit samak.
Konsentrasi tidak berpengaruh signifikan terhadap sifat-sifat fisik kulit samak.
Interaksi kedua faktor tidak berpengaruh signifikan terhadap sifat-sifat fisik kulit
samak. Kombinasi penyamakan dengan glutaraldehida (3%) dan mimosa (20%)
memberikan hasil terbaik pada penelitian ini. Sifat-sifat fisik kulit samak yang
dihasilkan adalah memiliki penambahan ketebalan 20.8%, Suhu kerut 88.8°C,
kuat tarik 17.8 N/mm2, perpanjangan putus 41.4%, dan kuat sobek 54.59 N/mm².
Nilai sifat-sifat organoleptiknya adalah kelenturan (fell/handle) 6-7 dan warna 7-8.
Kata kunci: kulit, penyamakan kombinasi, glutaraldehida, bahan penyamak nabati,
sifat fisik kulit samak.

ABSTRACT
DOLLY ROBBY SAHPUTRA HASIBUAN. Tanning of Tuna’s Leather
(Thunnus sp.) Using Aldehyde and Vegetable Combination Tanning. Supervised
by ONO SUPARNO.
The research of tuna’s leather tanning had been developed at laboratory
scale with some type of tannages and not yet achieved optimum results. Therefore,
further research is directed toward the combination of several types of tannage in

order to obtain the optimum result. Combination tanning is a tanning process
using two or more tannages in order to complete each other’s advantage and
disadvantage. This research aimed to determine the effects of vegetable tannages
(e.g. mimosa, gambier, and quebracho) and its concentrations (10%, 15%, and
20%) on the quality of leather produced using combination tanning. It also aimed
to determine the best combination of treatments. Based on the result of this
research, the type of vegetable tannages had a significant effect on increase of
thickness, shrinkage temperature, tear strength, and elongation at break of the
leathers. Concentration had no significant effect on physical properties of tanned
leather. Interaction of two factors had no significant effect on physical properties

of tanned leather. Combination tanning using 3% glutaraldehyde and 20%
mimosa presented the best result. The physical properties of tanned leather
resulted were 20.8% increase of thickness, shrinkage temperature of 88°C, tensile
strength of 17.8 N/mm2, elongation of break of 41.4%, and tear strength of 54.59
N/mm². Organoleptic properties of the tanned leather were flexibility (fell or
handle) in the scale of 6–7 and color of 7–8.
Key words : leather, combination tanning, glutaraldehyde, vegetable tannages,
tanned leather properties


PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus sp.) DENGAN
MENGGUNAKAN PENYAMAKAN KOMBINASI
ALDEHIDA DAN NABATI

DOLLY ROBBY SAHPUTRA HASIBUAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

,

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Penyamakan Kulit Ikan Tuna (Thunnus sp.) Dengan Menggunakan
Penyamakan Kombinasi Aldehida dan Nabati
Nama
: Dolly Robby Sahputra Hasibuan
NIM
: F34090046

Disetujui oleh

Prof Dr Ono Suparno, STP, MT
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan limpahan rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi berjudul “Penyamakan
Kulit Ikan Tuna (Thunnus sp.) Dengan Menggunakan Penyamakan Kombinasi
Aldehida dan Nabati” berhasil diselesaikan. Tema yang diangkat dalam penelitian
yang dilaksanakan selama Mei 2013 sampai Nopember 2013 ini adalah proses
penyamakan kulit ikan tuna. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada:
1. Prof Dr Ono Suparno, STP, MT, selaku Pembimbing Akademik atas
perhatian dan bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
2. Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti dan Dr Endang Warsiki STP MSi, selaku
dosen penguji atas kritik dan saran yang telah diberikan.
3. Bapak Ir Moh. Najikh selaku CEO, Bapak Saiful Azis selaku Business
Manager Unit III, Bapak Pebru Yuwono, dan seluruh Staff atas kesediaan
dalam pengadaan bahan baku selama proses penyelesaian skripsi ini.
4. Ayahanda Rustam Effendi Hasibuan, Ibunda Santi Pasaribu, adik-adik
Elfriyanti Srimadona Hasibuan dan Ali Akbar Hasibuan beserta keluarga
besar atas doa, semangat, dan kasih sayangnya.
5. Keluarga besar TIN 46 atas dukungan dan doanya.

6. Seluruh dosen, laboran, dan staff Departemen Teknologi Industri Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
7. Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Dolly Robby Sahputra Hasibuan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Kulit Ikan Tuna (Thunnus sp.)

3

Penyamakan Kulit

4

Penyamakan Aldehida

4

Bahan Penyamak Nabati


6

Reaksi Penyamakan Nabati

7

METODE

7

Waktu dan Tempat

7

Bahan

7

Alat


8

Prosedur Penelitian

8

Prosedur Pengujian

9

Prosedur Analisis Data

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Ketebalan Kulit

10

Suhu Kerut

11

Kuat Sobek

12

Kuat Tarik

13

Elongasi Putus

14

Sifat - Sifat Organoleptik

16

Pemilihan Perlakuan Terbaik

17

Peningkatan Nilai Tambah Limbah Kulit Ikan Tuna

17

SIMPULAN DAN SARAN

20

Simpulan

20

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

49

DAFTAR TABEL
1 Hubungan sifat organoleptik kulit samak tuna dengan bahan penyamak
nabati
2 Perhitungan nilai tambah pengolahan limbah kulit ikan tuna per Kg

16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

(a) Ikan tuna (Thunnus.), (b) struktur kulit hewan
Jaringan kulit sebelum dan setelah disamak (ilustrasi)
Polimerisasi glutaraldehida
Reaksi antara glutaraldehida dan protein
(a) Gambir, (b) black wattle (b), (c) quebracho
Reaksi hidrogen antara bahan penyamak nabati dan kolagen kulit
Hubungan antara jenis bahan penyamak nabati dan konsentrasinya
terhadap ketebalan kulit
Hubungan jenis bahan penyamak nabati dan konsentrasinya terhadap
peningkatan suhu kerut kulit samak
Hubungan antara jenis bahan penyamak nabati dan konsentrasinya
terhadap kuat sobek kulit samak tuna
Hubungan antara jenis bahan penyamak nabati dan konsentrasinya
terhadap peningkatan kuat tarik kulit samak tuna
Hubungan antara jenis bahan penyamak nabati dan konsentrasinya
terhadap peningkatan elongasi putus (%) kulit samak tuna

3
4
5
5
6
7
11
12
13
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Foto-foto bahan dan peralatan yang digunakan
Prosedur Penelitian
Prosedur Analisis dan Uji Sifat Fisik Kulit
Uji Organoleptik
Tabel hasil pengukuran kadar tanin bahan penyamak nabati
Tabel hasil pengukuran peningkatan ketebalan kulit (%)
Tabel uji Anova (α = 5%) terhadap peningkatan ketebalan kulit (%)
Tabel uji Duncan terhadap peningkatan kebebalan kulit (%)
Tabel hasil pengukuran suhu kerut kulit samak (°C)
Tabel uji Anova (α = 5%) terhadap peningkatan suhu kerut kulit (°C)
Tabel uji Duncan terhadap peningkatan suhu kerut kulit (°C)
Tabel hasil pengukuran kuat sobek kulit samak (N/mm)
Tabel uji Anova (α = 5%) terhadap kuat sobek kulit samak (N/mm)
Tabel uji lanjut Duncan terhadap kuat sobek kulit samak (N/mm)
Tabel hasil pengukuran kuat tarik kulit samak (N/mm²)
Tabel uji Anova (α = 5%) terhadap kuat tarik kulit samak (N/mm²)
Tabel hasil pengukuran elongasi putus kulit samak tuna (%)
Tabel uji Anova (α = 5%) terhadap elongasi putus kulit samak (%)
Tabel uji lanjut Duncan terhadap kuat sobek kulit samak (N/mm)
Tabel prosedur perhitungan nilai tambah

23
25
27
29
30
30
30
31
31
32
32
32
33
33
33
34
34
35
35
36

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kulit merupakan salah satu komoditas yang sangat potensial untuk
dikembangkan dalam skala industri di Indonesia. Ikan tuna merupakan salah satu
komoditi perikanan yang diproduksi dalam jumlah besar di Indonesia dan juga
merupakan komoditi ekspor.
PT Kelola Mina Laut (KML), Gresik, Jawa Timur, mengolah sebanyak 7 ton
ikan tuna per hari. Tidak semua ikan tersebut terkonversi secara sempurna menjadi
produk. Proses pengolahan tersebut menghasilkan limbah berupa kulit sebesar
3,4% (Hastuti 2012). Nilai tersebut setara dengan 238 kg kulit yang dihasilkan
sebagai limbah setiap harinya di PT KML. Limbah kulit tersebut dapat
dimanfaatkan dengan lebih baik agar dapat menghasilkan berbagai jenis produk
dengan nilai jual yang tinggi melalui proses penyamakan.
Penyamakan merupakan proses memodifikasi struktur kolagen, komponen
utama kulit dengan mereaksikannya dengan berbagai bahan kimia (tannin atau
bahan penyamak) yang pada umumnya meningkatkan stabilitas hidrotermal kulit
tersebut dan kulit tersebut menjadi tahan terhadap mikroorganisme (Suparno et al.,
2005).
Dewasa ini, sebagian besar kulit samak dunia disamak dengan krom (III)
sulfat, yang merupakan konsekuensi dari kemudahan proses, keluasan kegunaan
produk, dan sangat memuaskannya karakteristik kulit samak yang dihasilkan.
Namun demikian, penyamakan mineral tersebut juga berkontribusi terhadap
masalah pencemaran lingkungan, khususnya di negara-negara berkembang.
Dengan demikian, diperlukan proses penyamakan non mineral yang ramah
lingkungan dalam pembuatan kulit samak (Suparno et al., 2008).
Bahan penyamak nabati terdiri atas bahan penyamak yang ramah lingkungan
karena kemudahannya untuk didegradasi secara biologis (Jianzhong et al., 2009).
Menurut Faxing et al. (2005) and Shi (2006), kulit yang disamak menggunakan
bahan nabati menghasilkan kesempurnaan yang sangat baik seperti sifat-sifat fisik,
ketahanan aus atau pakai, permeabilitas udara, dan ketebalan. Oleh sebab itu,
penggunaan bahan nabati memberikan pengaruh yang sangat besar untuk
mengurangi bahaya penggunaan krom pada proses penyamakan kulit.
Penyamakan
menggunakan
glutaraldehida
(OCH-(CH2)3-CHO)
menghasilkan kulit samak yang tahan terhadap suhu 80-85ºC, halus, kuat, dan
tahan cuci. Untuk mengahasilkan kulit samak yang lebih baik dapat dilakukan
pengkombinaan berbagai jenis bahan penyamak. Penyamakan kombinasi
merupakan proses penyamakan dengan menggunakan dua atau lebih bahan
penyamak yang berbeda dengan tujuan untuk saling melengkapi, karena setiap
jenis bahan penyamak memiliki kelebihan dan kekurangan, agar didapatkan hasil
kulit samak yang lebih baik.
Penelitian mengenai penyamakan kulit ikan tuna pada saat ini sudah mulai
dikembangkan pada skala laboratorium. Penelitian terakhir telah dilakukan oleh
Alfindo (2009) dengan menggunakan penyamakan krom pada proses pretanning
dan penyamakan nabati untuk penyamakan lanjutan. Pada penelitian tersebut,

2
bahan penyamak nabati yang digunakan hanya satu jenis yaitu mimosa dengan
konsentrasi 5%, 10%, dan 15%.
Pada penelitian ini, kombinasi penyamakan yang dilakukan menggunakan
dua jenis bahan penyamak yaitu aldehida sebagai proses penyamakan awal (pretanning) dengan menggunakan Relugan GT50, dan nabati sebagai proses
penyamakan lanjutan dengan menggunkan mimosa, gambir dan quebracho.
Kombinasi bahan penyamak ini diharapkan dapat menghasilkan sifat fisik kulit
samak tuna yang lebih baik seperti ketebalan kulit samak, suhu kerut, kuat tarik,
elongasi putus, kuat sobek, dan sifat organoleptik kulit samak seperti kelenturan
(feel/handle) dan warna.

Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh jenis dan konsentrasi bahan penyamak nabati
terhadap sifat fisik kulit samak ikan tuna yang dihasilkan?
2. Jenis dan konsentrasi bahan penyamak nabati manakah yang menghasilkan
kulit samak ikan tuna terbaik?
3. Bagaimanakah sifat fisik kulit samak ikan tuna yang dihasilkan?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi
beberapa bahan penyamak nabati (mimosa, gambir, quebracho) terhadap mutu
kulit samak ikan tuna, menentukan kombinasi jenis dan konsentrasi bahan
penyamak nabati yang terbaik untuk penyamakan kulit ikan tuna, serta
mengetahui sifat-sifat kulit samak ikan tuna yang dihasilkan.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa proses
kombinasi bahan penyamak aldehida dan nabati dapat menghasilkan sifat fisik
kulit samak ikan tuna yang lebih baik bila dibandingkan dengan menggunakan
satu jenis bahan penyamak. Disamping itu, limbah kulit ikan tuna dapat
dimanfatkan secara lebih luas dengan dengan meningkatkan nilai tambahnya
dengan proses penyamakan (tanning).

3

TINJAUAN PUSTAKA
Kulit Ikan Tuna (Thunnus sp.)
Ikan tuna termasuk ke dalam ikan pelagis besar dalam keluarga Scombridae
yang mempunyai warna biru kehitaman pada bagian punggung dan berwarna
keputih-putihan pada bagian perut. Ikan tuna tergolong ikan perenang cepat,
tubuhnya seperti cerutu, mempunyai dua sirip punggung, sirip depan biasanya
lebih pendek dan terpisah dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan
(finlet) di belakang punggung dan dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip
perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong
menutup seluruh hypural (DKP 2008). Gambar ikan tuna dapat dilihat pada
Gambar 1a. .
Kulit merupakan lapisan terluar dari tubuh makhluk hidup yang berfungsi
sebagai pelindung tubuh dari berbagai pengaruh luar seperti panas, pengaruh
mekanis maupun kimiawi. Secara histologis kulit ikan dapat dibagi atas tiga
lapisan yaitu lapisan epidermis, lapisan corium atau cutis, dan lapisan subcutis.
Epidermis adalah lapisan paling luar dari kulit, yang berfungsi sebagai
penghalang antara binatang dengan lingkungannya (Covington 2011). Lapisan ini
merupakan lapisan dengan struktur seluler dan terdiri dari lapisan-lapisan sel
epitel yang dapat berkembang biak dengan sendirinya. Pada penyamakan kulit,
biasanya lapisan ini harus dibuang sampai bersih.
Lapisan corium atau cutis adalah bagian pokok tenunan kulit yang akan
diubah menjadi kulit samak. Corium sebagian besar tersusun dari serat-serat
tenunan pengikat. Dalam derma terdapat tiga tipe tenunan pengikat yaitu tenunan
kolagen, elastin, dan reticular. Sedangkan lapisan subcutis adalah tenunan
pengikat longgar yang menghubungkan corium dengan bagian-bagian lain dari
tubuh. Struktur kulit dapat dilihat pada Gambar 1b.

Sumber: (Collette 1995)
(a)
Sumber : (Said 2000)
(b)
Gambar 1 (a) Ikan tuna (Thunnus.), (b) struktur kulit hewan

4
Penyamakan Kulit
Penyamakan merupakan tahap paling penting dalam produksi kulit samak.
Selama penyamakan, kolagen akan memfiksasi bahan penyamak pada situs-situs
reaktifnya (Heidemann, 1993 dan Bossche et al.,1997). Mekanisme penyamakan
kulit pada prinspnya adalah memasukkan bahan tertentu yang disebut bahan
penyamak ke dalam anyaman atau jaringan serat kulit, sehingga terjadi ikatan
kimia antara bahan penyamak dengan serat kulit (Purnomo 1991). Panampakan
jaringan kulit sebelum dan setelah dilakukan penyamakan dapat dilihat pada
Gambar 2.

Serat-serat pada kulit
Ikatan yang terbentuk selama proses penyamakan
Gambar 2. Jaringan kulit sebelum dan setelah disamak (ilustrasi) (Mann 2000)
Menurut Purnomo (1992), proses penyamakan secara garis besar meliputi
proses pra-penyamakan, proses penyamakan, proses pasca penyamakan, dan
proses penyelesaian. Penyamakan dapat dilakukan dengan berbagai cara
tergantung bahan yang akan digunakan. Secara praktis penyamakan dapat
digolongkan menjadi lima yaitu penyamakan nabati, aldehida, minyak, mineral,
dan penyamakan sintetis.

Penyamakan Aldehida
Bahan-bahan penyamak yang digunakan untuk penyamakan awal dalam
produksi kulit samoa adalah formaldehida, glutaraldehida atau oksazolidin.
Glutaraldehida (OCH-(CH2)3-CHO) adalah dialdehida yang dapat digunakan
sebagai bahan penyamak kulit. Karena penggunaan formaldehida dalam
penyamakan kulit menurun, penggunaan glutaraldehida sebagai bahan pengganti
meningkat. Gambar 3 menunjukkan struktur dialdehida alifatik tersebut dalam
larutan. Struktur tersebut merupakan sebuah struktur penghubung antara dua
molekul glutaraldehida yang bereaksi (Suparno 2009).
Dalam suatu skema komplek reaksi, glutaraldehida membentuk basa Schiff
dengan protein dan distabilisasi oleh molekul-molekul glutaraldehida lain. Tidak
ada bukti bahwa crosslink terbentuk. Tiga molekul glutaraldehida difiksasi per
grup amino lisyne, tidak ada bukti untuk sebuah matriks terpolimerisasi (Damink
et al., 1995).
Basa Schiff terbentuk karena adanya hubungan antara ikatan antara gugus
aldehida dan gugus amino. Ikatan yang paling sering berhubungan adalah ikatan

5
antara gugus aldehida hidroksilisin dan gugus amino hidroksilisin lain. Basa
Schiff yang dihasilkan dari proses ikatan antara kedua gugus tersebut yang
menghasilkan aldehida sedikitnya satu atom hidrogen terikat pada karbon dalam
gugus karbonil. Gugus fungsi dalam senyawa ini adalah gugus karbonil, C=O.
Keberadaan atom hidrogen tersebut menjadikan aldehida sangat mudah teroksidasi.
Atau dengan kata lain, aldehida adalah agen pereduksi yang kuat (Arsyad 2001).
Gambar 4 menunjukkan reaksi yang terjadi antara glutaraldehida dengan protein.

Gambar 3 Polimerisasi glutaraldehida (Suparno 2009)

Gambar 4 Reaksi antara glutaraldehida dan protein (Covington 2009)
Seperti formaldehida, kulit yang disamak dengan glutaraldehida adalah
tahan cuci dan hidrofilik. Suhu kerutnya mirip. Namun, warnanya berbeda,
glutaraldehida menghasilkan warna kuning. Turunan glutaraldehida telah
ditawarkan ke industri, yakni Relugan GT, turunan tambahan bisulfit. Bahan
tersebut menghasilkan kulit samak lebih pucat, tetapi tetap menghasilkan warna
kuning. Produk lainnya adalah Relugan GT50, yang merupakan larutan 50 persen
dari glutaraldehida yang digunakan sebagai pretanning, selftanning, dan retanning
agents untuk seluruh jenis kulit samak (Suparno 2009).

6
Bahan Penyamak Nabati
Penyamak nabati (condensed vegetable tannages) seperti mimosa,
quebracho, dan gambir merupakan bahan penyamak non mineral yang dihasilkan
dari sumberdaya alam terbarukan dan bersifat ramah lingkungan. Mimosa
dihasilkan dari kayu dan kulit kayu Acacia mearnsii dan A. mangium; quebracho
dari kayu Schinopsis lorentzii dan S. balansae; dan gambier dari daun dan ranting
pohon Uncaria gambier (Suparno et al., 2008).
Bahan penyamak nabati merupakan komponen dari senyawa fenol yang
memiliki bobot molekul 500-3000 Dalton. Bahan tersebut terdiri atas golongan
hidroksil dan karboksil yang cenderung membentuk ikatan-ikatan yang kuat
dengan protein-protein kulit (Kanth et al., 2009).
Mimosa, gambir, dan quebracho merupakan golongan pirokatekol yaitu
golongan kondensasi, pembentuk flobafen atau endapan. Ekstrak mimosa yang
digunakan sebagai bahan penyamak diperoleh dari kulit batang pohon black wattle
yang merupakan sejenis tanaman akasia. Tanaman black wattle banyak ditemukan
di daratan Astralia dan dibudidayakan di Afrika Selatan. Kulit batang dari
tanaman ini banyak mengandung tannin yang dapat dimanfaatkan untuk
penyamakan kulit. Menurut Jansen (2005), kadar tannin yang terkandung dalam
kulit batang tanaman black wattle kurang lebih 60-65%. Bentuk tanaman black
wattle dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambir merupakan bahan penyamak nabati yang dihasilkan dari daun dan
ranting pohom Uncaria gambier yang mengandung flavonoid, ketekin (51%),
tannin (22-50%) dan sejumlah alkaloid. Menurut Thorpe dan Whiteley (1921)
dalam Gumbira-Sa’id et al. (2009a), asam catechunnat atau tannin dalam gambir
terkandung sebanyak 22-55%. Gambir merupakan bahan penyamak nabati yang
besifat sangat lemah, menghasilkan kulit samak berwarna cokelat abu-abu yang
akan luntur jika terpapar sinar matahari. Gambir dalam peyamakan biasanya
dikombinasikan dengan bahan penyamak lain yang lebih astrigen untuk
meninggikan tegangan putus kulit samaknya. Bentuk tanaman gambir dapat
dilihat pada Gambar 5.
Quebracho merupakan bahan penyamak nabati yang dihasilkan dari kayu
Schinopsis lorentzii dan S. balansae yang mengandung tannin berkisar 30%
setelah melewati proses ekstraksi (Anonim 2013). Karakteristik utama dari ekstrak
quebracho adalah larut dengan air dingin, cepat dalam penetrasi ke dalam kulit
mentah, dan memiliki kandungan agen penyamakan tinggi. Quebracho memiliki
kadar asam rendah dan kandungan garam sedang, sehingga termasuk sebagai
bahan penyamak rendah. Bentuk tanaman quebracho dapat dilihat pada Gambar 5.

a
b
c
Gambar 5 (a) Gambir (Gumbira-Said et al., 2009a), (b) black wattle (Anonim
2013), (c) quebrach (Anonim 2013)

7
Reaksi Penyamakan Nabati
Reaksi utama yang terjadi pada penyamakan nabati adalah reaksi antara
tanin dengan protein pada kulit. Tanin dapat mengikat dan mengendapkan protein,
sehingga terbentuk suatu senyawa kompleks yang tidak larut. Terdapat dua gugus
penting pada kolagen kulit hewan yang berperan dalam proses penyamakan kulit,
yaitu gugus NH2 dan COOH. Gugus tersebut akan berubah menjadi gugus NH3+
dan COO- pada keadaan isoelektrik. Gugus amina (NH3+) yang berkaitan dengan
tanin yang terdapat pada bahan penyamak nabati (Radiman 1990).

Gambar 6 Reaksi hidrogen antara bahan penyamak nabati dan kolagen kulit
(Suparno 2005)

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Nopember 2013.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyamakan Kulit, Laboratorium
Bioindustri, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Laboratorium Fisik yang terdapat pada bagian Rekayasa dan Desain
Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan baku
utama dan bahan pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit tuna
pikel dan bahan penyamak nabati (mimosa, gambir, dan quebracho). Bahan
pembantu penyamakan adalah aquades, eusapon, sertan ND (dispersing agent),
natrium formiat, asam formiat, natrium karbonat, natrium bikarbonat, NaCl,
Relugan GT 50, dan fatliquoring agent (Lampiran 1).

8
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat untuk proses
penyamakan dan proses analisis yaitu ember plastik, pisau, telenan, molen (drum
putar), shaker, toggle dryer, pH meter, baumemeter, thickness gauge, tensile
strength tester (Instron), pengukur suhu kerut, dan alat uji tarik dengan merk
“Zwick/Roell” (Lampiran 1).
Prosedur Penelitian
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan yang dilakukan merupakan tahapan awal persiapan
bahan yaitu pengujian kadar tanin bahan penyamak nabati, proses prapenyamakan (beam house operation) dan proses penyamakan dengan
menggunakan dua jenis bahan penyamak dengan masing-masing satu jenis
konsentrasi. Proses pra-penyamakan yang dilakukan diantaranya proses liming,
deliming, bathing, dan pickling. Proses lanjutan adalah proses penyamakan
(tanning) dengan menggunakan Relugan GT 50 (3%) dan mimosa (15%) sebagai
bahan penyamaknya.
Penelitian Utama
a. Penyamakan Aldehida
Prosedur penyamakan awal merujuk pada prosedur di dalam jurnal yang
dilaporkan oleh Suparno et al. (2009a). Penyamakan awal dilakukan dengan
mencuci terlebih dahulu kulit tuna yang telah di-pickling. Sebelum dicuci, kulit
ditimbang untuk menentukan jumlah bahan pencuci yang akan digunakan sesuai
dengan persentase yang sudah ditetapkan. Persentase bahan pencuci yang
digunakan berbasis bobot total bahan (kulit pikel). Setelah itu, ditambahkan air
200% dan NaCl 8% dengan mengukur derajat baume (6-10 ºBe). Setelah itu,
sebelum ditambahkan bahan penyamak aldehid (glutaraldehida) sebanyak 3%,
dilakukan pengecekan pH 8. Jika masih kurang,
ditambahkan natrium karbonat. Selanjutnya, larutan dikeluarkan dari jar dan kulit
didiamkan selama semalam. Setelah itu, kulit dilanjukan dengan penyamakan
lanjutan dengan menggunakan bahan penyamak nabati (Lampiran 2).

9
b. Penyamakan Nabati
Prosedur penyamakan lanjutan merujuk pada prosedur di dalam jurnal yang
dilaporkan oleh Suparno et al. (2008) yang telah dimodifikasi. Penyamakan nabati
dilakukan setelah kulit selesai disamak dengan menggunakan glutaraldehida.
Bahan penyamak yang digunakan pada penyamakan lanjutan adalah bahan
penyamak nabati (mimosa, gambir, dan quebracho). Konsentarasi masing-masing
bahan penyamak nabati yang digunakan sama, yaitu 10%, 15%, dan 20%.
Sebelum bahan penyamak nabati di masukkan, terlebih dahulu kulit dicuci dengan
air 200% dan ditambahkan sertan ND (dispersing agent) 2% dan dilakukan
pengecekan pH 4.5. Selanjutnya bahan penyamak dimasukkan dan di-shaker
selama 120 menit. Setelah itu, ditambahkan asam formiat 0.25 % dan dilakukan
pengecekan pH 3.5. Kemudian ditambahkan natrium bikarbonat 1% dan dilakukan
pengecekan pH 4.5-5.5. setelah itu, larutan dikeluarkan dari jar. Selanjutnya
ditambahkan air 200% yang telah dipanaskan pada suhu 40ºC, dan kemudian
ditambahkan fatliquoring agent (minyak ikan 3% dan bahan penyamak sintetik
sebanyak 7%) yang kemudian di-shaker selama 90 menit. Setelah di-shaker,
larutan dikeluarkan dari jar dan selanjutnya ditambahkan 300% air untuk mencuci
kulit dari sisa bahan penyamak. Setelah larutan dicuci, kulit kemudian
dibentangkan selama semalam dan dikeringkan selama 1-2 hari pada toggle dryer
(Lampiran 2).

Prosedur Pengujian
Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini mengenai sifat-sifat fisik kulit
samak yaitu kuat tarik dan perpanjangan putus diuji dengan prosedur SLP 6, suhu
kerut (Ts) dengan prosedur SLP 18, ketebalan dengan prosedur SLP 4, kuat sobek
dengan prosedur SLP 7 (SLTC 1996) dan sifat organoleptik kulit berupa warna
dan feel/handle yang diuji oleh dua orang panelis. Prosedur pengujian terhadap
sifat fisik kulit dapat dilihat pada Lampiran 3 dan prosedur pengujian sifat
organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 4.

Prosedur Analisis Data
Proses pengolahan data penelitian ini dilakukan dengan Microsoft Excel
2010 dan SAS 9.1.3, yaitu didasarkan pada percobaan faktorial dalam rancangan
acak lengkap (RAL) dengan dua faktor perlakuan, yaitu faktor A adalah jenis
bahan penyamak nabati (mimosa, gambir, dan quebracho) dan faktor B adalah
konsentrasi jenis bahan penyamak nabati (10%, 15%, dan 20%) dengan ulangan
sebanyak dua kali.
Model linear aditif dari rancangan percobaan faktorial acak lengkap yaitu:
Yijk
= µ + Ai + Bj + ABij + εijk
dengan:
Yijk
= nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j
dan ulangan ke k
µ
= rata-rata yang sebenarnya
Ai
= pengaruh jenis bahan penyamak nabati pada taraf ke-i

10
Bj
ABij
Εijk

= pengaruh konsentrasi bahan penyamak pada taraf ke-j
= pengaruh interaksi antara faktor jenis dan faktor konsentrasi
= kesalahan karena ulangan ke-k dari faktor ke-i dan faktor ke-j

Apabila pengaruh faktor utama dan interaksi antar faktor utama berpengaruh
nyata pada tingkat kepercayaan 95%, pengolahan dan analisis data dilanjutkan
dengan menggunakan uji Duncan. Uji tersebut bertujuan untuk melihat perbedaan
pengaruh tiap faktor maupun kombinasi antarfaktor.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketebalan Kulit
Ketebalan kulit samak ikan tuna pada penelitian ini mengalami peningkatan
setelah dilakukan proses penyamakan. Ketebalan kulit mengalami peningkatan
seiring dengan bertambahnya konsentrasi bahan penyamak (Gambar 7). Hasil
analisis ragam pada α = 0.05 menunjukkan bahwa konsentrasi tidak berpengaruh
yang signifikan, sedangkan jenis bahan penyamak berpengaruh signifikan
terhadap penambahan ketebalan kulit (Lampiran 7). Uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa gambir berbeda nyata dengan mimosa dan quebracho
(Lampiran 8).
Ketebalan rata-rata kulit samak pada setiap setiap bahan penyamak berbedabeda. Mimosa menghasilkan ketebalan kulit samak berkisar antara 1.33-1.81 mm,
gambir berkisar antara 1.17-1.42 mm, dan quebracho berkisar antara 1.26-1.46
mm. Mimosa dengan konsentrasi 20% dapat meningkatkan ketebalan kulit samak
terbesar sebesar 20.83% dan yang terkecil adalah gambir dengan konsentrasi 10%
sebesar 11.3%.
Perbedaan penambahan ketebalan kulit samak yang dihasilkan dipengaruhi
oleh kandungan tanin pada setiap jenis bahan penyamak yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil pengujian kadar tanin yang dilakukan, diperoleh kadar tanin
mimosa (25.26%), gambir (17.24%), dan quebracho (22.98%) (Lampiran 5).
Disamping itu, perbedaan ini juga dipengaruhi oleh proses shaving dan buffing,
yang pada penelitian ini tidak dilakukan proses tersebut. Menurut Suparno et al.
(2011), proses shaving bertujuan untuk menghilangkan butiran kasar dan lapisan
kasar (grain), dan daging pada kulit, sedangkan proses buffing bertujuan untuk
menghaluskan permukaan kulit sehingga ketebalan kulit dapat diatur dari kedua
proses tersebut. Hubungan antara jenis bahan penyamak nabati dan konsentrasinya
terhadap ketebalan kulit dapat dilihat pada Gambar 7.

11

Peningkatan ketebalan (%)

30
25
20
15

Konsentrasi :
10

10%
15%
20%

5
0

Mimosa
Gambir
Quebracho
Quebracho
Jenis bahan penyamak nabati
Gambar 7 Hubungan antara jenis bahan penyamak nabati dan konsentrasinya
terhadap ketebalan kulit

Suhu Kerut
Suhu kerut atau shrinkage temperature (Ts) adalah salah satu parameter
yang sangat penting dalam karakterisasi stabilitas suhu kulit. Suhu kerut
merupakan suhu dimana kulit mulai mengerut di dalam air atau media panas
lainnya (Yahua et al., 2011).
Suhu kerut kulit tuna pikel adalah 52oC. Setelah kulit tuna pikel tersebut
disamak, nilai suhu kerutnya meningkat menjadi 79-82oC. Hal ini berarti kulit
setelah disamak dengan glutaraldehida akan lebih tahan terhadap peningkatan
suhu. Suparno et al. (2011) menyatakan bahwa hal ini berkaitan dengan
penggunaan glutaraldehida selama proses penyamakan awal mampu membentuk
ikatan silang dengan gugus amina pada kulit, sehingga struktur kulit yang awalnya
terpisah menjadi bergabung bersama menjadi struktur yang lebih kuat.
Hasil pengujian suhu kerut kulit samak tuna menunjukkan hasil rata-rata
83.4°C. Jika dibandingkan dengan suhu kerut hasil penyamakan dengan
glutaraldehida nilai suhu kerut semakin meningkat dengan melakukan kombinasi
penyamakan dengan bahan penyamak nabati. Peningkatan suhu kerut ini dapat
disebabkan oleh kandungan tanin pada bahan penyamak nabati yang mengisi
rongga pada jaringan serat kulit, sehingga struktur serat kulit semakin padat yang
dapat meningkatkan suhu kerut kulit.
Hasil pengujian suhu kerut kulit samak kombinasi menghasilkan nilai yang
berbeda-beda. Mimosa dapat meningkatkan suhu kerut kulit samak berkisar antara
86.3-88.8°C, gambir 80.0-80.7°C, dan quebracho 81.8-83.0°C. Peningkatan suhu
kerut kulit tertinggi dihasilkan oleh kombinasi dengan mimosa (20%) hingga
mencapai 88.8°C, sedangkan gambir (15%) meningkatkan suhu kerut kulit terkecil
sebesar 79°C (Gambar 8).
Gambar 8 secara umum menunjukkan bahwa suhu kerut kulit akan semakin
meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi pada setiap jenis bahan

12
penyamak nabati. Akan tetapi, hasil analisis ragam pada α = 0.05 menunjukkan
bahwa konsentrasi pada setiap bahan penyamak tidak berpengaruh nyata terhadap
peningkatan suhu kerut, sedangkan jenis bahan berpengaruh nyata pada α = 0.05
(Lampiran 10).
Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa mimosa berbeda nyata dari bahan
penyamak nabati lainnya yaitu gambir dan quebracho (Lampiran 11). Perbedaan
peningkatan suhu kerut ini dipengaruhi oleh kandungan tanin pada ketiga jenis
bahan penyamak nabati tersebut yang berbeda-beda. Hasil pengujian kadar tanin
menghasilkan jumlah kadar tanin mimosa (25.26%), gambir (17.24%), dan
quebracho (22.98%) (Lampiran 5). Menurut Suparno et al. (2008), jumlah tanin
dari mimosa yang dapat terikat pada kolagen kulit adalah sebesar 57%, 55% dari
quebracho, dan 54% dari gambir.
Suhu kerut kulit (°C)

90
70

Konsentrasi :

50

10%
15%
20%

30
10

Mimosa

Gambir

Quebracho
Quebracho

Jenis bahan penyamak nabati
Gambar 8 Hubungan jenis bahan penyamak nabati dan konsentrasinya terhadap
peningkatan suhu kerut kulit samak

Kuat Sobek
Kuat sobek menunjukkan seberapa besar gaya yang dibutuhkan untuk dapat
merobek kulit tiap mm ketebalan kulit. Berdasarkan hasil pengujian kuat sobek
kulit samak ikan tuna (Gambar 9) menunjukkan bahwa adanya perbedaan nilai
kuat sobek pada setiap jenis bahan penyamak nabati dan konsentrasinya. Nilai
kuat sobek kulit samak tuna pada jenis penyamak mimosa, gambir, dan quebracho
meningkat seiring dengan penambahan konsentrasinya. Akan tetapi, hasil analisis
ragam pada α = 0.05 menunjukkan bahwa konsentrasi pada setiap bahan
penyamak tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan nilai kuat sobek kulit
samak, sedangkan jenis bahan penyamak berpengaruh yang nyata pada pada
α = 0.05 (Lampiran 13).
Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa mimosa berbeda nyata dari jenis
bahan penyamak nabati lainnya (Lampiran 14). Hal ini dapat dilihat dari nilai
rata-rata kuat sobek yang dihasilkan dari ketiga konsentrasi secara berurutan yaitu
quebracho sebesar 65.61 N/mm, gambir sebesar 67.23 N/mm, dan mimosa sebesar
53.68 N/mm. Perbedaan nilai kuat sobek yang dihasilkan dari ketiga jenis bahan

13
penyamak nabati tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan ketebalan kulit setelah
disamak.
Menurut Suparno dan Wahyudi (2012) kuat sobek sangat dipengaruhi oleh
ketebalan, arah serat kolagen, dan sudut serat kolagen terhadap lapisan grain.
Faktor lain yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi nilai kuat sobek adalah
proses prapenyamakan, khususnya proses liming dan bating.
Proses pengapuran (liming) bertujuan untuk melepaskan epidermis dan bulu
kulit. Selain itu, proses liming juga dapat membuka tenunan kulit yang akan
menentukan tingkat kelemasan, kelembutan kulit, serta kemampuan penetrasi
bahan penyamak. Tenunan kulit juga akan lebih sempurna terbuka pada proses
pelumatan (bating) dengan menggunakan enzim sebagai agen pelumat. Proses
liming dan bating yang berlebihan akan membuat tenunan kulit terlalu terbuka
atau terurai, sehingga kekuatan kulit berkurang. Sebaliknya, jika proses liming dan
bating kurang sempurna akan berakibat tenunan kulit kurang terbuka. Tenunan
kulit yang kurang terbuka berpengaruh terhadap berkurangnya daya penetrasi
bahan penyamak, sehingga kulit yang dihasilkan kurang tersamak dengan baik
(Judiamidjojo 1982).
80

Kuat sobel (N/mm)

70
60
50

Konsentrasi :

40
30

10%
15%
20%

20
10
0

Mimosa

Gambir
Quebracho
Quebracho
Jenis bahan penyamak nabati
Gambar 9 Hubungan antara jenis bahan penyamak nabati dan konsentrasinya
terhadap kuat sobek kulit samak tuna.

Kuat Tarik
Kuat tarik menunjukkan besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menarik kulit
hingga putus. Kuat tarik merupakan parameter yang sangat penting dalam
menentukan mutu kulit samak yang dihasilkan. Besarnya kuat tarik kulit samak
menggambarkan kekuatan ikatan yang terjadi antara bahan penyamak dan struktur
jaringan serat kulit.
Berdasarkan hasil pengujian kuat tarik kulit samak ikan tuna (Gambar 10)
menunjukkan bahwa adanya perbedaan nilai kuat tarik pada setiap jenis bahan
penyamak nabati dan konsentrasinya. Nilai kuat tarik kulit samak tuna pada jenis
penyamak mimosa, gambir, dan quebracho meningkat seiring dengan penambahan
konsentrasinya. Hasil analisis ragam pada α = 0.05 menunjukkan bahwa jenis dan

14
konsentrasi bahan penyamak tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan nilai
kuat sobek kulit samak (Lampiran 16). Hal ini dapat dilihat dari nilai kuat tarik
yang dihasilkan tidak berbeda jauh pada ketiga jenis bahan penyamak nabati.

Kuat tarik (N/mm2)

25
20
15
Konsentrasi :

10

10%
15%
20%

5
0
Mimosa

Gambir

Quebracho
Quebracho

Jenis bahan penyamak nabati
Gambar 10 Hubungan antara jenis bahan penyamak nabati dan konsentrasinya
terhadap peningkatan kuat tarik kulit samak tuna
Kuat tarik kulit samak dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya
jenis bahan penyamak, ketebalan kulit, arah serat (sejajar dan tegak lurus), dan
peminyakan kulit, serta proses penyamakannya. Menurut Suparno et al. (2011),
kuat tarik kulit dipengaruhi oleh arah serat, ketebalan kulit, dan lokasi
pengambilan sampel. Menurut Kanagy (1977) dalam Amwaliya (2011), tingginya
nilai kuat tarik kulit dipengaruhi oleh tingginya komposisi protein serat di dalam
kulit. Faktor lain yang mempengaruhi kuat tarik kulit adalah proses peminyakan.
Penambahan minyak (minyak ikan, minyak biji karet, dan lainnya) akan
memberikan sifat yang elastis dan fleksibel pada kulit samak yang dihasilkan,
sehingga dapat berpengaruh terhadap kuat tarik kulit. Fahidin dan Muslich (1999)
menyatakan bahwa semakin besar molekul zat penyamak semakin besar daya
absorpsi serat kulit terhadap zat penyamak. Bahan penyamak nabati akan bereaksi
dengan struktur kolagen kulit sehingga dapat menghasilkan struktur jaringan serat
kulit yang padat.

Elongasi Putus
Perpanjangan putus (elongation at break) merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam menentukan mutu kulit samak karena dapat
mengindikasikan keelastisan kulit. Nilai perpanjangan putus yang tinggi
menunjukkan bahwa kulit samak bermutu baik, tidak mudah rusak, tidak kaku,
dan memiliki keealastisan yang baik.
Berdasarkan hasil pengujian, nilai perpanjangan putus yang dihasilkan
cenderung mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya konsentrasi yang
digunakan pada ketiga jenis bahan penyamak nabati (Gambar 11). Hal ini dapat
disebabkan oleh adanya penambahan ketebalan pada kulit samak seiring dengan

15
bertambahnya konsentrasi bahan penyamak sehingga kulit samak menjadi kaku
yang menyebabkan nilai kemuluran putus akan semakin berkurang. Pada hasil
pengujian ketebalan kulit samak tuna menunjukkan bahwa penambahan
konsentrasi dapat meningkatkan ketebalan kulit samak.

Elongasi putus (%)

60
50
40
30
Konsentrasi :
20
10

10%
15%
20%

0
Quebracho
Mimosa
Gambir
Quebracho
Jenis bahan penyamak nabati
Gambar 11 Hubungan antara jenis bahan penyamak nabati dan konsentrasinya
terhadap peningkatan elongasi putus (%) kulit samak tuna
Hasil analisis ragam pada α = 0.05 menunjukkan bahwa konsentrasi pada
setiap bahan penyamak tidak berpengaruh yang nyata terhadap peningkatan nilai
perpanjangan putus kulit samak tuna, sedangkan jenis bahan penyamakan
berpengaruh yang nyata pada α = 0.05 (Lampiran 18). Nilai perpanjangan putus
terbesar dihasilkan oleh gambir (10%) sebesar 54.4% dan yang terkecil dihasilkan
oleh mimosa (10%) sebesar 41.4% (Gambar 9).
Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa mimosa berbeda nyata dari gambir
dan quebracho (Lampiran 19). Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian yang
menunjukkan bahwa mimosa menghasilkan nilai perpanjangan putus terkecil pada
konsentrasi 10% dan 20% dari gambir dan quebracho.
Perbedaan nilai perpanjangan putus dari ketiga bahan penyamak tersebut
dapat disebabkan oleh adanya perbedaan kadar tanin bahan penyamak dan
ketebalan kulit. Pada pegujian ketebalan kulit, mimosa dapat meningkatkan
ketebalan kulit terbesar yang menyebabkan kulit samak yang dihasilkan lebih
kaku sehingga menghasilkan nilai perpanjangan putus lebih kecil. Disamping itu,
dari hasil pengujian kelenturan (feel/handle), mimosa menghasilkan nilai terkecil
yaitu 5-6.
Kulit yang tersamak dengan baik akan memiliki nilai elastisitas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kulit yang kurang tersamak. Menurut Febrianti (2011),
perpanjangan putus kulit samak sangat dipengaruhi oleh susunan serat, ketebalan
kolagen dan ketebalan kulit. Disamping itu, proses peminyakan pada penyamakan
kulit juga sangat mempengaruhi nilai elongasi putus kulit samak, karena proses
peminyakan dapat meningkatkan kelenturan dan elastisitas kulit.

16
Sifat-Sifat Organoleptik
Sifat organoleptik merupakan parameter yang sangat penting dalam
penentuan mutu kulit samak yang dihasilkan. Sifat ini dapat disesuaikan dengan
pengamplikasiannya pada produk-produk dengan ketentuan dan kebutuhan yang
berbeda. Kulit samak dengan kelenturan (feel/handle) dan warna yang baik dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk indusri tekstil seperti dompet, sabuk atau
ikat pinggang, jaket, aksesoris, sofa, dan jok mobil atau motor. Kulit samak yang
kaku dan tebal dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan sandal dan
sepatu.
Pada penelitian ini, uji sifat organoleptik yang dilakukan terdiri atas dua
respon yaitu kelenturan dan warna pada kulit samak tuna yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, gambir adalah jenis bahan penyamak
nabati yang menghasilkan mutu kulit samak paling baik dibandingkan mimosa
dan quebracho dengan nilai uji yaitu 8-9. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh
kandungan tanin pada gambir yang paling kecil diantara mimosa dan quebraho.
Menurut Suparno et al. (2008), jumlah tanin dari mimosa yang dapat terikat
pada kolagen kulit adalah sebesar 57%, 55% dari quebracho, dan 54% dari gambir.
Perbedaan kandungan tanin pada setiap bahan penyamak akan memberikan
pengaruh pada penambahan ketebalan kulit setelah disamak. Hasil dari uji
ketebalan kulit menunjukkan bahwa gambir meningkatkan ketebalan kulit yang
paling kecil dari ketiga bahan penyamak tersebut. Hal ini memberikan pengaruh
terhadap kelenturan kulit samak yang dihasilkan. Hubungan antara jenis bahan
penyamak nabati dengan sifat organoleptik kulit samak dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Hubungan sifat organoleptik kulit samak tuna dengan bahan penyamak
nabati
Jenis Bahan Nabati

Konsentrasi
(%)
10
15
20

Kelenturan
(feel/handle)
7
7
6-7

Gambir

10
15
20

8-9
8
8

8
8
8-9

Quebracho

10
15
20

7-8
7
7

7
7
7-8

Mimosa

Keterangan : 1 = sangat kurang (poor)
10 = sempurna (excellent)

Warna
7
7
7-8

17
Pemilihan Perlakuan Terbaik
Berdasarkan penelitian ini, kombinasi penyamakan dengan glutaraldehida
(3%) dan mimosa (20%) memberikan hasil terbaik. Pemilihan ini didasarkan pada
pengujian sifat fisik dan organoleptik yang diperlukan oleh kulit samak sebagai
bahan baku untuk memproduksi dompet, sabuk atau ikat pinggang, dan aksesoris
yakni yang memerlukan sifat-sifat fisik dan organoleptik kulit samak seperti
penambahan ketebalan yang tinggi (20.83%), suhu kerut yang tinggi (88.8°C),
kuat tarik yang tinggi (17.8 N/mm2), perpanjangan putus (41.4%), dan kuat sobek
(54.59 N/mm²), serta kelenturan (fell/handle) yang tidak terlalu tinggi (6-7) dan
warna 7-8.

Peningkatan Nilai Tambah Limbah Kulit Ikan Tuna
PT Kelola Mina Laut (KML), Gresik, Jawa Timur, mengolah sebanyak 7 ton
ikan tuna per hari. Proses pengolahan tersebut menghasilkan limbah berupa kulit
sebesar 238 kg per harinya. Proses penanganan limbah kulit yang dilakukan oleh
PT Kelola Mina Laut adalah dengan menjual limbah kulit tersebut dengan harga
Rp 500 per Kg. Limbah kulit tersebut dapat dimanfaatkan dengan lebih baik
dengan meningkatkan nilai tambahnya agar dapat menghasilkan berbagai jenis
produk dengan nilai jual yang lebih tinggi melalui proses penyamakan.
Penjualan kulit samak dilakukan dalam satuan luas (ft2). Nilai jual kulit
samak ikan tuna dengan kualitas baik dengan ukuran (30 cm x 15 cm) atau 0.5 ft2
adalah Rp 25000. Proses pengolahan limbah kulit ikan tuna per Kg dapat
menghasilkan 2 ft2/kg kulit samak tuna. Melalui proses perhitungan peningkatan
nilai tambah yang mengacu pada Hayami (1987) (Lampiran 20), menghasilkan
nilai tambah limbah kulit ikan tuna sebesar Rp 47400 per Kg dengan rasio nilai
tambah 47.4% (Tabel 2). Melalui hasil perhitungan nilai tambah pada Tabel 2,
menjelaskan bahwa pemanfaatan limbah kulit ikan tuna melalui proses
penyamakan sangat potensial untuk dikembangkan dalam skala industri.
Perhitungan nilai tambah limbah kulit ikan tuna dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perhitungan nilai tambah pengolahan limbah kulit ikan tuna per Kg
No
1.

Uraian
Input, Output, Harga
a. Output (ft2/Kg/proses produksi)
b. Input bahan baku (Kg/proses produksi)
c. Input bahan penyamak (% Kg bahan baku)
d. Input bahan kimia (% Kg bahan baku)

e. Input bahan proses finishing (% Kg bahan baku)

f. Input tenaga kerja (HOK/orang/proses produksi)
g. Faktor konversi (a/b)

Kulit Samak Ikan Tuna
40
20
Glutaraldehida (3%) dan
Mimosa (20%)
Ca(OH)2 (5%), Na2S
(3%), Za (5%),H2SO4
(2%), HCOOH, dsb
Proses Fatliquoring,
Dyeing, Buffing, Stacking,
Drying, dsb
6 (4 orang tenaga kerja)
40 ft2

18
h. Koefisien tenaga kerja (HOK/kg bahan baku) (f/b)
i. Harga Output (Rp/ft2)
j. Upah tenaga kerja (Rp/HOK)
2. Pendapatan dan Keuntungan
k. Harga input bahan baku (Rp/Kg)
l. Harga input bahan penyamak
(Rp/% Kg bahan baku)
m.Harga input bahan kimia (Rp/% Kg bahan baku)
(Keseluruhan)
n. Harga input bahan proses finishing
(Rp/% Kg bahan baku) (Keseluruhan)
o. Sumbangan input lain (Rp/Proses produksi)
p. HPP (Rp/Kg proses produksi) (k+l+m+n+o+p)
q. Nilai Output (Rp/ft2) (g*i)
r. Nilai Tambah (Rp/Kg proses produksi) (q-p)
s. Rasio nilai tambah (%) (q/p*100%)
t. Pendapatan tenaga kerja (Rp/Kg proses produksi )
((h*j)x20 Kg))
u. Bagian tenaga kerja (%) (t/r*100%)
v. Keuntungan (Rp/Kg proses produksi) (r-t)
w. Bagian Keuntungan (%) (v/q*100%)
3. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
x. Margin (Rp/Kg) (q-k)
y. Pendapatan tenaga kerja (%) (t/x*100%)
z. Harga pokok produksi (%) (p/x*100%)
aa. Keuntungan (%) (v/x*100%)

0.3 x 4 = 1.2
25000
35000
0 (Tanpa pembelian)
150000
153000
131000
115000
549000
2000000
1451000
72.25
840000
57.89
611000
30.55
2000000
42
27.45
30.55

Keterangan:
1. Harga input bahan penyamak
a. 1 Kg mimosa = Rp 30000
Biaya penggunaan mimosa
(20% x 20 Kg)/1 Kg x Rp 30000
= Rp 120000
b. 1 L Relugan GT 50 = Rp 50000
Biaya penggunaan Relugan GT 50
(3% x 20 Kg)/1 L x Rp 50000
= Rp 30000
2. Harga input bahan kimia
a. 1 L H2SO4 = Rp 20000
Biaya penggunaan H2SO4
(2% x 20 Kg)/1 L x Rp 30000 = Rp 8000
b. 1 L HCOOH = Rp 20000
Biaya penggunaan HCOOH
(2% x 20 Kg)/1 L x Rp 30000 = Rp 8000
c. 1 Kg Na2S = Rp 50000
Biaya penggunaan Na2S
(3% x 20 Kg)/1 Kg x Rp 50000 = Rp 30000
d. 1 Kg Ca(OH)2 = Rp 50000
Biaya penggunaan Ca(OH)2
(5% x 20 Kg)/1 Kg x Rp 50000
= Rp 50000
e. 1 Kg Za = Rp 6500
Biaya penggunaan Za
(2.5% x 20 Kg)/1 Kg x Rp 6500 = Rp 3500

19
f. 1 L Rindill RNN = Rp 16500
Biaya penggunaan Rindill RNN
(0.15% x 20 Kg)/1 L x Rp 16500
= Rp 3500
g. 1 Kg Sodium Bisulfit = Rp 11000
Biaya penggunaan Sodium Bisulfit
(0.2% x 20 Kg)/1 Kg x Rp 16500
= Rp 450
h. 1 Kg Natrium Formiat = Rp 6600
Biaya penggunaan Natrium Formiat
(0.5% x 20 Kg)/1 Kg x Rp 6600
= Rp 700
i. 1 L Degreser 606 = Rp 30000
Biaya penggunaan Degreser 606
(0.1% x 20 Kg)/1 L x Rp 30000
= Rp 450
j. 1 Kg NaCl = Rp 8000
Biaya penggunaan NaCl
(20% x 20 Kg)/1 Kg x Rp 8000 = Rp 32000
k. 1 L Palgrosol LP = Rp 37000
Biaya penggunaan Palgrosol LP
(0.2% x 20 Kg)/1 L x Rp 37000
= Rp 1500
l. 1 Kg Natrium Karbonat = Rp 8000
Biaya penggunaan Natrium Karbonat
(2% x 20 Kg)/1 Kg x Rp 8000
= Rp 3200
m. 1 Kg Natrium Bikarbonat = Rp 6500
Biaya penggunaan Natrium bikarbonat
(1% x 20 Kg)/1 Kg x Rp 6500
= Rp 1300
n. 1 Kg Sertan ND = Rp
Biaya penggunaan Sertan ND
(2% x 20 Kg)/1 Kg x Rp 25725
= Rp 10290
3. Harga input sumbangan lain
a. Biaya penggunaan listrik/proses produksi dengan motor 1 pk = Rp 100000
b. Biaya penggunaan air/proses produksi = 3 m3/1m3 x Rp 5000 = Rp 15000
4. Harga input proses finishing
a. Biaya fatliquoring agent
(8% x 20 Kg)/1 L x Rp 31850 = Rp 51000
b. Biaya proses dyeing
(3% x 20 Kg)/1 Kg x Rp 83300 = Rp 50000
c. Biaya proses buffing
(1500 x 20 Kg = Rp 30000

20

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil pengujian kulit samak tuna menunjukkan bahwa jenis bahan
penyamak nabati memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan suhu kerut,
kuat sobek, dan elongasi putus kulit samak. Konsentrasi bahan penyamak tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan ketebalan, suhu kerut, kuat
sobek, kuat t