Sintesis dan Pencirian Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi-Zeolit untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell

SINTESIS DAN PENCIRIAN MEMBRAN KOMPOSIT
POLISTIRENA TERSULFONASI-ZEOLIT UNTUK APLIKASI
DIRECT METHANOL FUEL CELL

YURISKA SEKAR RANI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis dan Pencirian
Membran Polistirena Tersulfonasi-Zeolit untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel
Cell adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Yuriska Sekar Rani
NIM G44104032

ABSTRAK
YURISKA SEKAR RANI. Sintesis dan Pencirian Membran Komposit Polistirena
Tersulfonasi-Zeolit untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell. Dibimbing oleh
SRI MULIJANI dan ARMI WULANAWATI.
Penelitian ini memfokuskan pada sintesis dan pencirian membran komposit
polistirena tersulfonasi (PSS)-zeolit sebagai membran penukar proton untuk
aplikasi direct methanol fuel cell (DMFC). Sulfonasi polistirena dilakukan dengan
gas SO3 dari oleum pada suhu 60 C. Membran komposit lalu disintesis dengan
variasi komposisi zeolit 3%, 5%, dan 7%. Keberhasilan proses sulfonasi
ditunjukkan oleh nilai derajat sulfonasi tertinggi pada membran PSS dengan
konsentrasi polistirena 15%, yaitu sebesar 99.93%. Spektrum inframerah
transformasi Fourier membran komposit menunjukkan gugus sulfonat (-SO3)
pada 910.44 cm-1 dan O-Si-O pada 1091 cm-1. Kajian topografi dengan mikroskop
gaya atom menunjukkan bahwa gugus sulfonat pada PSS tertutupi oleh zeolit.

Water uptake, nilai konduktivitas, dan beda potensial terbesar ditunjukkan oleh
membran komposit dengan 5% zeolit, berturut-turut sebesar 10.17%, 2.0339 106
S/cm, dan 15 mV, sehingga membran komposit dapat diaplikasikan dalam sistem
DMFC.
Kata kunci: DMFC, komposit, polistirena, sulfonasi, zeolit

ABSTRACT
YURISKA SEKAR RANI. Synthesis and Characterization of Sulfonated
Polystyrene-Zeolite Composite Membrane for Direct Methanol Fuel Cell
Application. Supervised by SRI MULIJANI and ARMI WULANAWATI.
This study focused on synthesis and characterization of sulfonated
polystyrene (SPS)-zeolit composite membrane as a proton exchange membrane
for direct methanol fuel cell (DMFC). Sulfonation of polistyrene was done by
using SO3 gas from oleum at 60 oC. The composite membrane was then
synthesized with zeolite composition variation of 3%, 5%, and 7%. The success of
the sulfonation process was indicated by the highest degree of sulfonation of PSS
membrane with 15% concentration of polystyrene, that was 99.93%. The PSS
Fourier transform infrared spectra of the composite membranes showed sulfonate
group (-SO3) at 910.44 cm-1 and O-Si-O at 1091 cm-1. Topography study by using
atomatic force microscope showed that the sulfonate groups of PSS were covered

by the zeolite. The highest water uptake, proton conductivity, and potential
difference were showed by the composite membrane with 5% of zeolite, that were
10.17%, 2.0339 10-6 S/cm, dan 15 mV respectively, showing that the PSS
membrane can be applied in DMFC system.
Key words: composite, DMFC, polystyrene, sulfonation, zeolite

SINTESIS DAN PENCIRIAN MEMBRAN KOMPOSIT
POLISTIRENA TERSULFONASI-ZEOLIT UNTUK APLIKASI
DIRECT METHANOL FUEL CELL

YURISKA SEKAR RANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Sintesis dan Pencirian Membran Komposit Polistirena
Tersulfonasi-Zeolit untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell
Nama
: Yuriska Sekar Rani
NIM
: G44104032

Disetujui oleh

Dr Sri Mulijani, MS
Pembimbing I

Armi Wulanawati, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

v

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian
yang dilakukan sejak bulan Maret hingga September 2013 adalah fuel cell (sel
bahan bakar), dengan judul Sintesis dan Pencirian Membran Komposit
Polistirena Tersulfonasi-Zeolit untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell.
Penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Ibu Dr
Sri Mulijani, MS dan Ibu Armi Wulanawati, SSi, MSi selaku pembimbing yang
telah memberikan saran, kritik, ilmu, dan bimbingannya kepada penulis selama
penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Di samping itu, penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada staf laboratorium, yaitu Pak Uci, Pak Yani, Pak
Ismail, Pak Eman, Pak Sawal, Pak Caca, Pak Sobur, Ibu Ai, Pak Jajang

(Departemen Fisika), dan Pak Erizal (BATAN Patir) atas segala fasilitas dan
kemudahan yang telah diberikan.
Ungkapan terima kasih takterhingga kepada orang-orang tersayang: Bapak,
Ibu, Mas Bahtiar, Bagas, Sufi, dan Irul atas nasihat, semangat, dan doa-doa yang
telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Yeny dan Kak
Tyas selaku rekan penelitian, rekan-rekan Kimia Fisik dan semua pihak yang telah
membantu atas kerja sama, doa, kebersamaan, diskusi, dan semangat yang
berguna dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi
penulis dan pembaca umumnya.
Bogor, November 2013
Yuriska Sekar Rani

vi

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan
Sulfonasi Polistirena
Preparasi Membran Komposit
Penentuan Derajat Sulfonasi
Pencirian Membran
Uji Kinerja Membran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi-Zeolit
Derajat Sulfonasi
Ciri-ciri Membran
Kinerja Membran
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
1

2
2
2
2
2
3
3
4
4
6
6
8
12
12
12
12
20

vii


DAFTAR GAMBAR
1 Reaksi sulfonasi polistirena pada posisi orto
2 Warna sebelum dan sesudah proses sulfonasi
3 Struktur klinoptilolit pada zeolit
4 Membran PSS dan PSS-Z
5 Spektrum inframerah membran polistirena, PSS, PSS-Z 7% dan
zeolit
6 Topografi membran polistirena, PSS, dan PSS-Z 7%
7 Kekasaran membran polistirena, PSS, dan PSS-Z 7%
8 Bobot jenis membran
9 Water uptake membran
10 Konduktivitas membran sebelum dan sesudah aktivasi
11 Sistem DMFC
12 Beda potensial pada berbagai jenis membran yang telah diaktivasi

5
5
6
6
7

8
8
9
10
10
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Bagan alir penelitian
Penentuan derajat sulfonasi
Penentuan bobot jenis
Penentuan water uptake

Penentuan konduktivitas proton
Uji aplikasi sistem DMFC

15
16
17
18
19
20

1

PENDAHULUAN
Krisis energi merupakan salah satu masalah yang ditimbulkan oleh semakin
menipisnya minyak bumi sebagai sumber energi fosil yang diperkirakan akan
habis dalam 18 tahun (Suka et al. 2008). Ketersediaan bahan bakar fosil yang
semakin sedikit memicu penelitian sumber-sumber energi alternatif yang ramah
lingkungan (Hendrana et al. 2007; Akhadi 2009). Salah satu solusi yang
dikembangkan di negara maju ialah teknologi fuel cell (sel bahan bakar) dengan
memanfaatkan bahan bakar yang terbarukan (Suhada 2001). Teknologi ini lebih
efisien serta tidak menimbulkan polusi (Hasan 2007; Pramono et al. 2012).
Salah satu sel bahan bakar yang saat ini sedang dikembangkan adalah direct
methanol fuel cell (DMFC) yang menggunakan polimer sebagai membran
elektrolit dan bekerja pada suhu kamar dengan kerapatan daya cukup tinggi
(Suhada 2001; Kundu et al. 2007). Membran elektrolit harus memiliki
permeabilitas metanol rendah, konduktivitas proton tinggi, dan dapat digunakan
pada suhu tinggi agar arus listrik yang dihasilkan cukup besar (Agoumba 2004).
Membran elektrolit yang banyak digunakan adalah Nafion yang terbuat dari
politetrafluoroetilena (PFTE) dengan menambahkan rantai cabang gugus sulfonat
(Kundu et al. 2007; Liu et al. 2010). Kelebihan Nafion adalah konduktivitas
protonnya tinggi, sebesar 0.086 S/cm pada 30 32 C (Smitha et al. 2005), karena
memiliki gugus sulfonat yang mampu menghantarkan proton, serta memiliki
ketahanan mekanik termal yang baik pada suhu kamar (Indriyati et al. 2004).
Kekurangan membran tersebut selain mahal, juga memiliki permeabilitas metanol
yang tinggi, sehingga menurun kinerjanya di atas 80 oC akibat terjadinya
methanol cross-over pada katode (Handayani dan Dewi 2007).
Polistirena (PS) dapat dikembangkan sebagai pengganti Nafion karena
sifatnya yang tahan terhadap senyawa kimia dan permeabel bagi proton (Suka et
al. 2009). PS banyak ditemukan pada styrofoam yang mengandung 90 95% PS
serta 5 10% gas n-butana dan n-pentana (BPOM 2008). Namun, struktur PS
rapuh pada 100 120 °C sehingga perlu dimodifikasi dengan proses sulfonasi
(Pramono et al. 2012). Dalam penelitian sebelumnya Susiyanti (2012)
mendapatkan bahwa dengan menggunakan polistirena tersulfonasi (PSS) dari
bahan styrofoam pada 30 oC, nilai konduktivitas proton naik dari 0.0114 10-6
10-6 S/cm. Salah satu membran komposit yang
S/cm menjadi 1.5511
memberikan konduktivitas proton, permeabilitas, dan kekuatan mekanik yang
tinggi ialah membran akrilonitril-butadiena-stirena (ABS)-zeolit pada suhu
sulfonasi 60 C. Nilai konduktivitas proton yang dihasilkan mendekati Nafion,
yaitu 0.058 S/cm (Handayani dan Dewi 2007). Putro (2013) yang menambahkan
zeolit Lampung pada membran kitosan juga melaporkan nilai konduktivitas
proton yang baik. Berdasarkan hal ini, penambahan zeolit dan suhu sulfonasi 60
C akan menghasilkan kinerja membran komposit yang lebih baik.
Pada penelitian ini dilakukan sintesis dan pencirian membran komposit
PSS-zeolit untuk aplikasi DMFC dengan memanfaatkan limbah styrofoam, pada
suhu sulfonasi 60 oC. Membran komposit yang dihasilkan diharapkan memiliki
sifat fisik yang kuat, biodegradabel, konduktivitas yang tinggi, serta ketahanan
termal yang lebih baik.

2

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain peralatan kaca, oven, piknometer, neraca
analitik, spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) Prestige-21
(Shimadzu), mikroskop gaya atom (AFM) Nanosurf Easyscan 2, dan LCR-meter
HIOKI 3532-50. Bahan yang digunakan adalah limbah styrofoam sebagai sumber
polistirena, zeolit (Lampung, aktivasi HCl 3 M, 250 mesh), diklorometana teknis,
oleum (asam sulfat berasap), H2SO4, H2O2, kloroform teknis, metanol teknis 3 M,
NaOH teknis, HCl teknis, larutan K3Fe(CN)6 50 mM, larutan K2HPO4 100 mM,
dan air deionisasi.

Sulfonasi Polistirena (Xing et al. 2004)
Styrofoam yang telah dipotong kecil-kecil dilarutkan dengan konsentrasi
5%, 10%, dan 15% dalam kloroform hingga volume larutan 50 mL. Larutan
diaduk dengan pengaduk mekanik pada kecepatan skala 1 hingga homogen.
Oleum sebanyak 10 mL kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah yang
dihubungkan dengan labu leher tiga kosong, lalu diteteskan perlahan dan gas SO3
didorong oleh gas nitrogen menuju larutan tersebut. Sintesis dilakukan selama 45
menit di dalam ruang asam. Selanjutnya larutan polistirena tersulfonasi (PSS)
dikering-udarakan selama 24 jam.

Preparasi Membran Komposit (Dewi dan Handayani 2007)
PSS kering-udara dilarutkan dalam diklorometana, lalu ditambahkan zeolit
(0%, 3%, dan 5% dari bobot PSS). Larutan PSS-zeolit (PSS-Z) diaduk dengan
pengaduk mekanik hingga homogen, kemudian dituang di atas pelat kaca yang
telah diberi selotip pada keempat sisinya dengan ketebalan yang sama. Membran
lalu dicetak dan dikering-udarakan selama 1 hari.

Penentuan Derajat Sulfonasi
Derajat sulfonasi (DS) ditentukan berdasarkan metode yang digunakan oleh
Apriliana (2012). Sebanyak 0.1000 g PSS direndam dengan 10 mL NaOH 0.1000
N selama 3 hari, selanjutnya dititrasi dengan HCl 0.1000 N menggunakan
indikator fenolftalein (PP) sebanyak 3 tetes. Titrasi dilakukan hingga warna
berubah dari merah muda ke takberwarna. Volume HCl yang digunakan untuk
titrasi NaOH tanpa sampel merupakan volume blangko, sedangkan volume HCl
yang digunakan untuk titrasi NaOH dengan sampel merupakan volume sampel.
Derajat sulfonasi ditentukan dengan persamaan 1:
DS =

........................................(1)

3

Keterangan: N = normalitas HCl (N)
BE = bobot ekuivalen (g/ek)

Pencirian Membran
Analisis dengan Mikroskop Gaya Atom
AFM dapat memberikan gambar dengan resolusi tinggi dan keterulangan
yang baik hingga skala subselular pada membran. Membran (PS, PSS, dan PSS-Z)
dengan ukuran 1 cm2 dianalisis menggunakan AFM NANOS Scan Panel. Modus
tanpa-kontak (non contact mode) digunakan dengan tip tidak menyentuh
membran.
Analisis dengan Spektrofotometer Inframerah Transformasi Fourier
Analisis gugus fungsi dilakukan berdasarkan spektrum inframerah
membran, yang diperoleh dengan menggunakan spektrofotometer FTIR.

Uji Kinerja Membran
Penentuan Water Uptake
Membran (PS, PSS, dan PSS-Z) masing-masing dipotong dengan ukuran 1
cm2 kemudian dipanaskan dalam oven bersuhu 120 °C selama 24 jam untuk
menentukan bobot keringnya. Selanjutnya membran kering direndam dalam air
deionisasi pada suhu kamar selama 48 jam dan ditimbang kembali bobot basahnya
(Liu et al. 2010). Water uptake membran diperoleh dari persamaan 2:
Water uptake (%)=

............................... (2)

Penentuan Bobot Jenis
Membran dipotong dengan ukuran yang seragam. Bobot kosong piknometer
ditimbang (W0), kemudian dimasukkan sepotong sampel dan ditimbang kembali
(W1). Akuades diisi penuh ke dalam piknometer berisi potongan sampel tersebut
hingga tidak terdapat gelembung udara, kemudian ditimbang bobotnya (W2).
Bobot piknometer berisi akuades juga ditimbang (W3). Densitas air (DI) dan
densitas udara (Da) dicatat untuk menentukan faktor koreksi suhu. Bobot jenis
komposit PSS-zeolit diperoleh dari persamaan 3:
..........................................................(3)

Pengukuran Permeabilitas Metanol (Modifikasi Shin et al. 2005)
Permeabilitas metanol diukur dengan menggunakan sel difusi yang terdiri
atas 2 bejana. Membran dijepit di antara 2 bejana tersebut. Larutan metanol 3 M
sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam salah satu bejana kemudian posisi sel
diatur agar metanol berada di atas membran selama 30 menit. Bagian bawah
membran kemudian diseka dengan tisu untuk menentukan secara kualitatif apakah
metanol berdifusi melalui membran dan masuk ke dalam bejana kedua.

4

Pengukuran Konduktivitas Proton (Xing et al. 2004)
Konduktivitas proton dari membran yang melintang diukur menggunakan
impedance analyzer LCR-meter. Pertama-tama, elektrode karbon dari baterai
dibersihkan dan dibuat pipih pada salah satu sisinya. Elektrode kemudian
diaktivasi dengan cara direndam dalam HCl 1 N selama 1 hari, dilanjutkan dalam
NaOH 1 N selama 1 hari. Elektrode aktif dicuci dengan air deionisasi sebanyak 3
kali, dan direndam dalam air deionisasi hingga akan digunakan.
Membran diaktivasi dengan cara direndam berturut-turut dalam air
deionisasi, dalam H2O2, dan dalam H2SO4, masing-masing selama 1 jam,
kemudian dibilas dengan air deionisasi 3 kali. Membran sebelum dan setelah
diaktivasi diukur luasnya sesuai dengan luas elektrode, kemudian diukur
ketebalannya dan dijepit di antara 2 elektrode karbon yang telah dihubungkan
dengan impedance analyzer LCR-meter. Konduktans membran diukur dan nilai
konduktivitas proton ditentukan berdasarkan persamaan 4:
σ=
..................................................................................................... (4)
Keterangan:
σ = konduktivitas proton (S.cm-1)
d = tebal membran (cm)
G = konduktans (S)
A = luas permukaan membran (cm2)
Uji Aplikasi DMFC
Konduktivitas dalam sistem sel bahan bakar diukur menggunakan 2 bejana.
Bejana pertama sebagai anode diisi dengan 100 mL larutan metanol 3 M, bejana
kedua sebagai katode diisi dengan 50 mL larutan K3Fe(CN)6 50 mM dan 50 mL
larutan K2HPO4 100 mM. Membran direkatkan pada bagian tengah di antara
kedua bejana tersebut. Elektrode karbon dimasukkan ke dalam kedua larutan,
kemudian dihubungkan dengan kutub positif dan negatif. Beda potensial
ditentukan menggunakan impedance analyzer LCR-meter.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi-Zeolit
Membran polistirena tersulfonasi (PSS) dibuat dengan metode inversi fase.
Limbah styrofoam yang merupakan sumber polistirena terlebih dahulu dilarutkan
dengan kloroform (p.a), lalu disulfonasi untuk menambahkan gugus sulfonat (SO3H) pada cincin aromatiknya melalui mekanisme reaksi substitusi elektrofilik
(Gambar 1). Adanya gugus SO3H pada cincin aromatik polistirena menambah
gugus bermuatan sehingga membran PSS permeabel terhadap proton.

5

Gambar 1 Reaksi sulfonasi polistirena pada posisi orto
Pemilihan pereaksi berperan penting dalam reaksi sulfonasi. Dalam penelitian ini,
dialirkan asam sulfat berasap (oleum) menggunakan gas nitrogen pada suhu 60 C
selama 45 menit di ruang asam. Penggunaan oleum memiliki kelebihan, yaitu laju
reaksi yang lebih cepat dan produk samping yang lebih sedikit ( Indriyati et al.
2004). Selama reaksi, larutan berubah dari tidak berwarna (Gambar 2a) menjadi
kuning (Gambar 2b). Hasil sulfonasi dihilangkan pelarutnya pada suhu ruang
selama 1 hari, kemudian padatan PSS ditambahkan zeolit 3%, 5%, dan 7% (dari
bobot PSS), dilarutkan, dan diaduk perlahan dalam diklorometana hingga
membentuk pasta siap cetak. Proses pengadukan secara lambat berperan penting
dalam meminimumkan terbentuknya gelembung udara.

(a)
(b)
Gambar 2 Warna sebelum (a) dan sesudah (b) proses sulfonasi
Komposit membran dengan zeolit berfungsi sebagai bahan yang dapat
menyerap metanol. Pori pada zeolit diharapkan dapat menahan metanol pada
membran sehingga menurunkan permeabilitas metanol. Volume dan ukuran
diameter ruang kosong dalam kristal zeolit menjadi dasar penggunaannya sebagai
bahan penyaring (Gambar 3).

6

Gambar 3 Struktur klinoptilolit pada zeolit
(merah: Si dan putih: Al) (Valdes et al. 2006)
Molekul zat dengan ukuran yang lebih kecil daripada ukuran diameter pori zeolit
dapat melintas, sedangkan yang berukuran lebih besar akan tertahan atau ditolak
(Suka et al. 2008). Membran PSS berwarna putih (Gambar 4a), sementara
membran PSS-zeolit (PSS-Z) berwarna putih kekuningan (Gambar 4b).

(a)
(b)
Gambar 4 Membran PSS (a) dan PSS-Z (b)

Derajat Sulfonasi
Derajat sulfonasi (DS) ditentukan secara titrimetri untuk mengetahui tingkat
keberhasilan proses sulfonasi berdasarkan jumlah gugus sulfonat yang terbentuk.
Membran PSS (5%, 10% dan 15%) menghasilkan nilai DS berturut-turut sebesar
93.94%, 99.46%, dan 99.93% (Lampiran 2). Membran PSS 10% menghasilkan
nilai DS yang hampir sama dengan PSS 15%. Kenaikan nilai DS tidak terlalu
besar, hanya 0.47%, berarti pada konsentrasi 15% gugus sulfonat yang terbentuk
sudah maksimum sehingga penambahan PS dengan konsentrasi >15% akan tidak
terlalu berpengaruh pada nilai DS. PSS yang memiliki nilai DS paling tinggi
selanjutnya dipakai untuk pembuatan membran komposit. Hal ini disebabkan
semakin tinggi nilai DS, membran akan semakin bersifat hidrofilik sehingga
semakin besar perpindahan protonnya.
Ciri-ciri Membran
Gugus Fungsi
Spektrofotometer FTIR dapat digunakan untuk menentukan gugus fungsi
dalam suatu molekul dari vibrasi regangan dan tekukan yang dihasilkan pada

7

daerah serapan inframerah 4000−650 cm-1. Analisis ini bertujuan menentukan
interaksi yang terjadi pada proses pencampuran PSS dengan zeolit. Interaksi
secara kimia ditandai dengan munculnya gugus fungsi baru dalam spektrum,
sedangkan interaksi fisika ditandai dengan adanya gabungan gugus fungsi dari
komponen-komponen penyusunnya.
Analisis spektrum IR membran PSS 15% (Gambar 5b) menunjukkan
serapan gugus hidroksil (-OH) pada bilangan gelombang 3526.99 cm-1 ,berupa
pita lebar yang tidak ditemukan pada polistirena (Gambar 5a). Serapan gugus
sulfonat diperoleh di 994.35 cm-1 untuk vibrasi regang –SO3, dan 1195.92 cm-1
untuk S=O simetri (Gambar 5b). Gugus alkil pada cincin aromatik, yang berupa
rantai karbon polistirena merupakan gugus pengarah orto dan para. Serapan di
834.25 cm-1 lebih lemah, mengindikasikan bahwa hanya sedikit gugus sulfonat
terikat di posisi para, sedangkan Sebagian besar terikat di posisi orto dan
menghasilkan serapan di 681.87 cm-1 (Pavia et al. 2001).
Spektrum komposit PSS-Z 7% (Gambar 5c) menunjukkan serapan pada
1091 cm-1, sesuai dengan spektrum zeolit (Gambar 5d) yang menunjukkan
serapan khas pada 1062.82 cm-1 untuk gugus fungsi O-Si-O. Spektrum komposit
PSS-Z 7% tidak menunjukkan terbentuknya gugus baru, yang menandakan bahwa
pencampuran terjadi secara fisik.

d

c

b

a

Gambar 5 Spektrum inframerah membran PS (a), PSS (b), PSS-Z 7% (c), dan
zeolit (d)

8

Kajian Topografi Membran
Kajian topografi membran PS, PSS, dan PSS-Z 7% dihasilkan dari
pengukuran dengan AFM (Gambar 6). Topografi tersebut merupakan tampilan 3
dimensi dari roughness analysis (Ra). Pada topografi PSS (Gambar 6b), terdapat
daerah gelap yang mengindikasikan adanya gugus sulfonat di daerah tertentu saja,
sedangkan topografi PSS-Z 7% (Gambar 6c) mengindikasikan bahwa gugus
sulfonat sudah tertutupi oleh zeolit.

(a)

(b)

(c)
Gambar 6 Topografi membran PS (a), PSS (b), dan PSS-Z 7% (c).
Analisis AFM dapat menunjukkan kekasaran permukaan membran (Lira et
al. 2007). Kekasaran tersebut dilihat dari puncak dan lembah yang curam
(Gambar 7). Terlihat bahwa membran PS lebih kasar dibandingkan dengan
membran PSS dan PSS-Z 7% (7c) sebagai akibat dari sifat hidrofobiknya. Adanya
gugus sulfonat pada membran PSS menjadikannya lebih hidrofilik dan dapat
menyerap air sehingga puncak dan lembah yang dihasilkan PSS semakin landai.
Penambahan zeolit pada PSS-Z 7% meningkatkan kekasaran, tetapi tidak sekasar
PS, yang menandakan bahwa membran PSS-Z 7% kurang cocok untuk
diaplikasikan sebagai DMFC.

(a)
(b)
(c)
Gambar 7 Kekasaran membran PS (a), PSS(b), dan PSS-Z 7% (c).

Kinerja Membran
Bobot Jenis
Bobot jenis dianalisis menggunakan piknometer dengan metode penentuan
bobot jenis padatan. Analisis tersebut dilakukan untuk melihat keteraturan

9

molekul dalam menempati ruang. Apabila suatu molekul mempunyai tingkat
keteraturan yang tinggi, maka bobot jenisnya akan semakin meningkat. Hal ini
dapat digunakan untuk memprediksi sifat mekanik polimer (Kemala et al. 2010).
Penambahan zeolit dengan konsentrasi PSS yang semakin besar didapati
meningkatkan kerapatan polimer sehingga bobot jenisnya semakin besar (Gambar
8). Penambahan komposit zeolit 7% menghasilkan bobot jenis terbesar, yaitu
1.4476 g/mL (Lampiran 3). Hal ini disebabkan zeolit yang berfungsi sebagai
pengisi rongga sudah berikatan secara fisik dengan PSS dan menembus jejaring
polimer. Jarak antarrantai polimer dan volume yang ditempati akan semakin kecil
sehingga keteraturan dan kerapatan molekul polimer meningkat.

bobot jenis (g/mL)

1,6
1,4
1,2
1
0,8
0,6
PS

PSS

PSS-Z 3% PSS-Z 5% PSS-Z 7%

Jenis Membran

Gambar 8 Bobot jenis membran
Water Uptake
Water uptake ditentukan untuk mengetahui banyaknya air yang dapat
diserap oleh membran (Suka et al. 2008). Kandungan air dalam membran cukup
penting ditentukan karena berhubungan dengan kemampuan konduktivitasnya
saat diaplikasikan sebagai sel bahan bakar. Nilai water uptake membran PS lebih
kecil dibandingkan dengan PSS (Gambar 9), karena sifat membran berubah dari
hidrofobik menjadi hidrofilik, sehingga semakin banyak air yang diserap.
Semakin baik membran menyerap air (mengalami swelling), akan semakin mudah
perpindahan proton dalam membran tersebut (Levin et al.2004). Di sisi lain,
semakin banyak penambahan zeolit pada membran PSS akan menurunkan nilai
water uptake. Nilai water uptake tertinggi dihasilkan oleh membran komposit
PSS-Z 5%, yaitu 10.0717 % (Lampiran 4).
Membran PSS-Z 5% memiliki nilai water uptake yang paling tinggi, artinya
proses swelling untuk menghantarkan proton juga semakin tinggi. Hal ini terbukti
dari nilai konduktivitas proton yang dihasilkan oleh membran tersebut. Namun,
penambahan zeolit pada PSS-Z 7% menurunkan nilai water uptake. Menurut Suka
et al. (2008), penambahan zeolit berlebih dapat menutupi gugus sulfonat sehingga
mengganggu proses ionisasi H+ yang dapat menurunkan daya serap air oleh
membran.

10

Water Uptake (%)

12
10
8
6
4
2
0
PS

PSS

PSS-Z 3% PSS-Z 5%
Jenis membran

PSS-Z 7%

Gambar 9 Water uptake membran
Permeabilitas Metanol
Permeabilitas metanol diuji secara kualitatif untuk mengamati adanya
methanol crossover pada membran. Methanol crossover dapat menurunkan
kinerja tegangan sel secara keseluruhan akibat hilangnya sebagian kecil bahan
bakar yang digunakan dan laju reaksi di katode menjadi lambat (Handayani dan
Dewi 2009). Hasil uji menunjukkan bahwa membran mampu menahan methanol
crossover yang dibuktikan dengan keringnya tisu ketika diseka pada permukaan
bawah membran. Berdasarkan hasil ini, semua membran yang dihasilkan
memiliki permeabilitas metanol yang baik.

Konduktivitas Proton
( 10-6 S/cm)

Konduktivitas Proton
Konduktivitas proton membran menunjukkan kemampuan proton bergerak
dari anode ke katode (Handayani et al. 2007). Semakin besar nilai
konduktivitasnya, membran tersebut semakin baik untuk digunakan dalam sistem
sel bahan bakar (Hendrana et al. 2007). Pengukuran sebelum dan sesudah aktivasi
menunjukan perbedaan konduktivitas membran. Aktivasi dengan menggunakan
larutan H2O2 dan H2SO4 meningkatkan nilai konduktivitas membran, dengan nilai
konduktivitas proton tertinggi ditunjukkan oleh PSS-Z 5% (Gambar 10). Hasil ini
sejalan dengan water uptake, yang menunjukkan bahwa adanya air di dalam
membran dapat membantu transfer proton sehingga membran semakin baik untuk
diaplikasikan pada sel bahan bakar.
2,5

Non-aktivasi
Aktivasi

2
1,5
1
0,5
PS

PSS

PSS-Z 3%
Jenis membran

PSS-Z 5%

PSS-Z 7%

Gambar 10 Konduktivitas membran sebelum dan sesudah aktivasi

11

Membran yang telah diaktivasi akan memiliki gugus penghantar proton
yang lebih aktif sehingga konduktivitas protonnya akan semakin meningkat. Nilai
konduktivitas proton cenderung meningkat dengan semakin banyaknya zeolit
yang ditambahkan, tetapi menurun pada membran PSS-Z 7%. Pada membran nonaktivasi terjadi penurunan sebesar 11.02% dan pada membran aktivasi sebesar
25.69% (Lampiran 5).
Aplikasi DMFC
DMFC adalah tipe utama sistem elektrokimia yang mengambil H+ secara
langsung dari metanol. Membran PSS dan komposit PSS-Z diukur
kemampuannya sebagai membran elektrolit pada sistem sel bahan bakar. Metanol
digunakan sebagai anode dan larutan K3[Fe(CN)6] dalam larutan bufer K2HPO4
sebagai katode (Gambar 11). Penelitian ini memanfaatkan elektrode batang
karbon dari baterai yang tidak terpakai lagi. Kelebihan elektrode karbon ini ialah
harganya relatif murah dan stabil dalam keadaan anaerob (Liu et al. 2010).
Larutan K3[Fe(CN)6] (katode) berfungsi sebagai bahan pengoksidasi. Fe(III) yang
terkandung dalam larutan K3[Fe(CN)6] akan tereduksi menjadi Fe(II) oleh
elektron yang dialirkan dari anode (Sidharta et al. 2007).

Gambar 11 Sistem DMFC
Metanol sebagai bahan bakar secara langsung diubah menjadi energi listrik
melalui proses kimia, dengan menggunakan membran sebagai pembatas yang
berfungsi mengalirkan proton dari kompartemen anode ke katode. Proton akan
melewati membran menuju ke katode, sedangkan elektron yang dihasilkan akan
bergerak melalui rangkaian luar dan menuju ke katode pula, untuk
melangsungkan proses reduksi (Levin et al. 2004). Aliran elektron dari anode
menuju katode ini akan terukur nilai beda potensialnya melalui rangkaian alat
LCR-meter.
Reaksi total yang terjadi pada sistem bahan bakar ialah sebagai berikut:
Anode : CH3OH + H2O
 CO2 + 6H++ 6e
+
Katode : 6 H + 6 e + 3/2 O2  3 H2O
Redoks : CH3OH + 3/2 O2  CO2 + 2 H2O

12

Beda potensia (mV)

Nilai beda potensial terbesar diperoleh pada membran PSS-Z 5%, yaitu 15
mV (Lampiran 6). Penambahan zeolit pada PSS-Z 3% menjadi 5% dapat
meningkatkan nilai beda potensial, tetapi tidak terlalu besar, peningkatannya
sebesar 13.33% (Gambar 12). Besarnya nilai beda potensial akan berbanding lurus
dengan nilai konduktivitas membran.
16
14
12
10
8
6
4
2
0
PS

PSS

PSS-Z 3% PSS-Z 5%
Jenis Membran

PSS-Z 7%

Gambar 12 Beda potensial pada berbagai jenis membran yang telah diaktivasi

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Membran komposit polistirena tersulfonasi-zeolit telah berhasil dibuat, yang
ditunjukkan oleh spektrum FTIR dan topografi AFM. Proses sulfonasi dengan gas
SO3 dari oleum pada suhu 60 oC dan penambahan komposit zeolit menghasilkan
nilai konduktivitas proton yang lebih baik. Membran PSS-Z 5% menghasilkan
nilai konduktivitas dan beda potensial tertinggi, berturut-turut sebesar 2.0339
10-6 S/cm dan 15 mV serta mampu menahan methanol crossover sehingga dapat
diaplikasikan untuk sel bahan bakar.
Saran
Membran PSS-zeolit perlu dicirikan lebih lanjut seperti dengan kalorimeter
pemayaran diferensial untuk mengukur sifat termoplastik polimer, dan dengan uji
kuantitatif permeabilitas metanol. Penggunaan elektrode platinum juga diperlukan
untuk meningkatkan proses oksidasi, selain variasi komposit dengan zat aditif
yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA
Agoumba D. 2004. Reduction of methanol crossover in direct methanol fuel cell
(DMFC) [tesis]. Alabama (US): University of Alabama.

13

khadi M. 2009. Ekologi Energi. Mengenali Dampak Lingkungan dalam
Pemanfaatan Sumber-sumber Energi. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Aprilliana SD. 2012. Membran polistirena tersulfonasi untuk aplikasi pada
microbial fuel cell [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2008. Kemasan Polistirena Foam
(Styrofoam). Jakarta (ID): BPOM.
Handayani S, Dewi EL. 2007. Karakterisasi komposit hidrokarbon polimer
tersulfonasi (SABS-Z) sebagai alternatif polielektrolit untuk fuel cell.
Indones J Mat Sci. 8(2):1-4.
Handayani S, Widodo WP, Dewi EL, Roekmitjati W. 2007. Sintesis dan
karakterisasi membran elektrolit polieter-eter keton tersulfonasi, Indones J
Mat Sci. 10:79-89.
Hasan A. 2007. Aplikasi fuel cell sebagai energi ramah lingkungan di sektor
transportasi dan pembangkit. J Tek Ling. 8(3):277-286.
Hendrana S. Pujiastuti S, Sudirman, Rahayu I, Rustam YH. 2007. Pengaruh suhu
dan tekanan proses pembuatan terhadap konduktivitas ionic membran
PEMFC berbasis polistirena tersulfonasi. Indones J Mat Sci. 8:187-191.
Indriyati, Hendrana S, Pujiastuti. 2004. Karakterisasi membran polistirena
tersulfonasi. Di dalam: Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Bahan; Serpong, Indonesia. Serpong (ID): LIPI. hlm 92-96.
Kemala T. Fahmi MS, Achmadi SS. 2010. Pembuatan dan pencirian polipaduan
polistirena pati. Indones J Mat Sci. 12(1):30-35.
Kundu PP, Kim BT, Ahn JE, Han HS, Shul YG. 2007. Formation and evaluation
of semi-IPN of Nafion 117 membrane for direct methanol fuel cell. J Power
Sources. 17(1):86-91.
Levin DB, Pitt L, Love M. 2004. Biohydrogen production: prospects and
limitations to practical application. Int J Hydrogen Energy. 29(2):173-185.
Lira, Santoz L, Azeredo J, Pimentel EY, Elisabete M, Oliveira R. 2007.
Comparative study of silicone-hydrogel contact lenses surfaces before and
after wear using atomic force microscopy. J Biomed Mat. Part B: Appl
Biomaterials. 85:361-367. doi: 10.1002/jbm.b.30954.
Liu Q, Song L, Zhang Z, Liu X. 2010. Preparation and characterization of the
PVDF-based composite membrane for direct methanal fuel cell. Int J
Energy & Environ. 1:643-656.
Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS. 2001. Introduction to Spectroscopy. Ed ke-3.
Washington (US): Thomson Learning.
Pramono E, Wicaksono A, Priyadi, Wulansari J. 2012. Pengaruh derajat sulfonasi
terhadap degradasi termal polistirena tersulfonasi. Indones J Appl Phys.
2(2):157-160.
Putro AS. 2013. Membran komposit kitosan-zeolit untuk aplikasi direct methanol
fuel cell. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Shin JP, Chang BJ, Kim JH, Le SB, Suh DH. 2005. Sulfonated polystyrene/PTFE
composite membrane. J Membrane Sci. 251:247-254.
Sidharta ML, Jamilah, Karamita D, Brianno W, Hamid A. 2007. Pemanfaatan
limbah cair sebagai sumber energi listrik pada microbial fuel cell [karya
ilmiah]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung bekerja sama dengan PT
Rekayasa Industri.

14

Smitha B, Sridhar , Khan AA. 2005. Solid polymer electrolyte membranes for fuel
cell applications—a review. J Membran Sci. 259:10–26.
Suhada H. 2001. Fuel cell sebagai penghasil energi abad 21. J Teknik Mesin.
3(2):92-100.
Suka IG, Simanjuntak W, Dewi El. 2008. Pembuatan membran polimer elektrolit
berbasis polistiren akrilonitril (san) untuk aplikasi direct methanol fuel cell.
J Sains MIPA. 10:97-103.
Suka IG, Rifán M, Pandiangan KD, Simanjuntak W, Dewi EL. 2009. Sulfonasi
membran poliakrilonitril butadiena stirena (ABS) sebagai membran polimer
elektrolit direct methanol fuel cell. J Sains MIPA. 15(1):28-34.
Susiyanti HF. 2012. Sintesis dan karakterisasi membran penukar proton
polistirena tersulfonasi sebagai bahan perangkat direct methanol fuel cell
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Valdes MG, Perez-Cordoves AI, Dıaz-Garcıa ME. 2006. Zeolites and zeolitebased materials in analytical chemistry. J Trends Anal Chem. 25:24-30.
Xing P, Gilles P, Guiver MD, Mikhailenko SD, Keping W, Kaliaguine S. 2004.
Synthesis and characterization of sulfonated poly(ether ether ketone) for
proton exchange membranes. J Membrane Sci. 229:95-106.

15

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Preparasi
membran
polistirena
(5%, 10%, dan 15 %

Sulfonasi
(60 cC, 45 menit)
menit)
Polistirena tersulfonasi

Penambahan zeolit (3%, 5%,
dan 7% dari bobot polistirena)

Membran komposit polistirena tersulfonasi-zeolit

Pencirian:
Analisis morfologi
(AFM)
Analisis gugus fungsi
(FTIR)

Uji Kinerja Membran:
Derajat sulfonosi
Bobot jenis
Water uptake
Permeabilitas metanol
Konduktivitas proton
Uji kinerja DMFC

16

Lampiran 2 Penentuan derajat sulfonasi
Larutan
PSS 5%
PSS 10%
PSS 15%

Bobot
Membran
(g)
0.1036
0.1060
0.1055

Volume
NaOH 1 N
(mL)
10
10
10

Contoh perhitungan untuk DS 5%
Diketahui:
Vawal

= VHCl blangko = 6.90 mL

Vakhir

= VHCl terpakai = 5.70 mL

BE SO3 = 80.06 g/ek
Standardisasi HCl
V NaOH × N NaOH = V HCl × N HCl
10 mL × 0.6990 N = 6.90 mL × N HCl
N HCl = 1.0130 N

Volume HCl (mL)
Awal

Akhir Terpakai

0.10
23.10
28.70

5.80
28.70
34.30

5.70
5.60
5.60

Derajat
Sulfonasi
(%)
93.94
99.46
99.93

17

Lampiran 3 Penentuan bobot jenis
Membran
PS

PSS

PSS-Z 3%

PSS-Z 5%

PSS-Z 7%

Ulangan
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3

W0
15.0371
15.0371
15.0371
15.0415
15.0415
15.0415
15.0371
15.0371
15.0371
15.0526
15.0526
15.0526
15.0526
15.0526
15.0526

Bobot Piknometer (g)
W1
W2
15.4041 40.2427
15.4018 40.2556
15.4011 40.2348
15.4049 40.2888
15.4049 40.2275
15.4004 40.2528
15.4024 40.2156
154026
40.2247
15.4018 40.3390
15.5073 40.2816
15.5057 40.4263
15.5078 40.3338
15.5037 40.4526
15.5034 40.2825
15.5019 40.3581

Keterangan:
W0 = Piknometer kosong (g)
W1 = Piknometer + sampel (g)
W2 = Piknometer + sampel + akuades (g)
W3 = Piknometer +akuades (g)
D = Bobot jenis (g/mL)
Suhu pada percobaan 28 oC
DI = 0.99623 g/mL
Da = 0.00125 g/mL
Contoh perhitungan PS ulangan ke-1 :

W3
40.2395
40.2395
40.2395
40.2395
40.2395
40.2395
40.2395
40.2395
40.2395
40.3095
40.3095
40.3095
40.2395
40.2395
40.2395

D
(g/mL)
1.0050
1.4220
0.9835
1.1526
0.9644
1.0346
0.9351
0.9575
1.3700
0.9386
1.3422
1.0524
1.8882
1.1013
1.3535

Rerata
1.0103

1.0505

1.0875

1.1111

1.4477

18

Lampiran 4 Penentuan water uptake
Membran
PSS-Z 3%

PSS-Z 5%

PSS-Z 7%

PSS

PS

Ulangan
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3

Bobot kering
(g)
0.0386
0.0424
0.0404
0.0353
0.0396
0.0381
0.0338
0.0301
0.0323
0.0309
0.0283
0.0278
0.0344
0.0433
0.0438

Contoh perhitungan:
Water uptake PSS-Z 5% (%) =
=
= 10.07%

Bobot basah Water uptake
Rerata
(g)
(%)
0.0415
7.51
0.0459
8.25
8.06
0.0438
8.42
0.0395
11.89
0.0428
8.08
10.07
0.0420
10.24
0.0356
5.33
0.0317
5.36
5.41
0.0341
5.57
0.0322
4.21
0.0298
5.30
4.97
0.0293
5.39
0.0347
0.87
0.44
0.0434
0.23
0.0439
0.23

19

Lampiran 5 Penentuan konduktivitas proton

Perlakuan

Nonaktivasi

Aktivasi

Jenis
Membran

Konduktans,
G (µS)

Tebal
membran, L
(cm)

PS
PSS
PSS-Z 3%
PSS-Z 5%
PSS-Z 7%
PS
PSS
PSS-Z 3%
PSS-Z 5%
PSS-Z 7%

209.590
226.640
240.550
258.750
230.220
283.860
300.160
368.410
462.240
328.475

0.023
0.023
0.022
0.022
0.022
0.023
0.023
0.022
0.022
0.022

Konduktivitas,
σ ( 10 6
S/cm)
0.9641
1.0425
1.0584
1.1385
1.0130
1.3058
1.3810
1.6210
2.0339
1.5113

Contoh perhitungan:
Penentuan konduktivitas untuk membran PS (non-aktivasi)
σ

Keterangan:
Luas permukaan membran (A) = 1.00 cm x 5.00 cm = 5.00 cm2

Lampiran 6 Uji aplikasi sistem DMFC
Jenis Membran
PS
PSS
PSS-Z 3%
PSS-Z 5%
PSS-Z 7%

Beda Potensial
(mV)
6
8
13
15
9

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 21 November 1989 dari
pasangan Heryanto Prabowo SH dan Dra Eki Widiyati. Penulis merupakan putri
pertama dari 4 bersaudara.
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Slawi dan melanjutkan
pendidikannya melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Program
Keahlian Analisis Kimia Diploma IPB. Pada tahun yang sama, penulis
melanjutkan ke Program Alih Jenis Kimia, Departemen Kimia, IPB.
Selama perkuliahan, penulis pernah bekerja di Laboratorium Plant Analysis
and Chromatography, Departemen Agronomi dan Holtikultura, Fakultas
Pertanian, IPB pada periode Maret–Juni 2011. Selain itu, penulis juga aktif
menjadi asisten praktikum Kimia Fisik (2012), Analisis Komponen dan Uji
Aktivitas (2012) , Keselamatan Kerja dan Pengenalan Bahan (2012 sekarang) dan
Petrokimia (2013 sekarang) di D3 Analisis Kimia IPB.