Membran komposit polisulfon tersulfonasi–kitosan untuk aplikasi direct methanol fuel cell

MEMBRAN KOMPOSIT POLISULFON TERSULFONASIKITOSAN UNTUK APLIKASI DIRECT METHANOL
FUEL CELL

VALLIAN GHALI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Membran Komposit
Polisulfon Tersulfonasi-Kitosan untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Vallian Ghali
NIM G44100054

ABSTRAK
VALLIAN GHALI. Membran Komposit Polisulfon Tersulfonasi–Kitosan untuk
Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ARMI
WULANAWATI.
Krisis energi memicu suatu inovasi baru dalam upaya pemenuhan energi.
Sel bahan bakar metanol merupakan salah satu energi alternatif yang sedang
dikembangkan. Penelitian ini menyintesis dan mencirikan membran komposit
polisulfon tersulfonasi-kitosan (sPSf-Kitosan) serta mempelajari pengaruh
penambahan kitosan pada kinerja membran. Polisulfon disintesis dengan oleum
sebagai agen sulfonasi pada suhu 40 °C selama 60 menit. Membran komposit
dihasilkan dengan menambahkan polisulfon tersulfonasi dan kitosan dengan
konsentrasi 4% dan 5%. Keberhasilan proses sulfonasi ditunjukkan oleh nilai
derajat sulfonasi, yaitu 45%. Selain itu pada pencirian membran menggunakan

spektrofotometer inframerah transformasi fourier terdapat puncak yang
tertrisubstitusi 1,2,4- pada 1724 cm-1. Uji sem menunjukkan bahwa terlihat
interaksi fisik pada membran komposit. Membran komposit sPSf–kitosan 5%
memiliki konduktivitas proton dan beda potensial tertinggi sebesar 1.74 х 10-3
S/cm dan 427 mV dengan elektrode logam. Berdasarkan hasil, membran komposit
sPSf-kitosan dapat diaplikasikan dalam sistem direct methanol fuel cell.
Kata kunci: kitosan, membran komposit, polisulfon tersulfonasi, sel bahan bakar.

ABSTRACT
VALLIAN GHALI. Composite of Sulfonated Polysulfone–Chitosan Membrane
for Application on Direct Methanol Fuel Cell. Supervised by SRI MULIJANI and
ARMI WULANAWATI.
Energy crisis triggers a new innovation in fulfiling the energy demand.
Methanol fuel cell is one of the alternatives which is being developed. In this
experiment, composite membrane of sulfonated polysulfone-chitosan (sPSfChitosan) was synthesized and characterized, the effect of chitosan addition on the
membrane performance was also studied. Polysulfone was synthesized through
sulfonation at 40 °C for 60 minutes and oleum was used as a sulfonation agent.
Composite membrane was produced by adding the sulfonated polysulfone and
chitosan with the concentration of 4% and 5%. The degree of sulfonation through
sulfonation process was 45%. In addition, trisubtituted peak of 1,2,4- appeared in

Fourier transform infrared spectrophotometer spectrum in 1724 cm-1. Scanning
electron membrane analysis showed the physical interaction in composite
membrane. The composite membrane of 5% sPSf-chitosa showed the highest
proton conductivity and voltage of 1.74 х 10-3 S/cm and 427 mV, respectively
using metal electrode. This result indicated that the composite membrane of sPSfchitosan could be applied in direct methanol fuel cell system.
Key words: chitosan, composite membrane, fuel cell, sulfonated polysulfone.

MEMBRAN KOMPOSIT POLISULFON TERSULFONASIKITOSAN UNTUK APLIKASI DIRECT METHANOL
FUEL CELL

VALLIAN GHALI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Membran Komposit Polisulfon Tersulfonasi-Kitosan untuk
Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell
Nama
: Vallian Ghali
NIM
: G44100054

Disetujui oleh

Dr Sri Mulijani, MS
Pembimbing 1

Armi Wulanawati, MSi
Pembimbing 2

Diketahui oleh


Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen Kimia

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul “Membran Komposit Polisulfon Tersulfonasi-Kitosan Untuk
Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell”. Karya tulis ini disusun berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Departemen Kimia,
Institut Pertanian Bogor pada bulan Januari hingga Juni 2014.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang turut membantu
dalam penyusunan karya ilmiah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik
khususnya kepada Ibu Dr Sri Mulijani, MS selaku pembimbing utama, Ibu Armi
Wulanawati, MSi selaku pembimbing kedua atas bimbingan, arahan, dan ilmu
yang telah diberikan. Penulis juga berterima kasih kepada orang tua dan seluruh
keluarga atas doanya, kepada Ibu Ai, Bapak Mail, dan Umi atas bantuan serta
masukkan selama praktik berlangsung. Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada rekan kerja, yaitu Ahmad Hawari Assufi, Ginna Ramadhini
Putri, Dita Iryani, Eva NS, dan Suci Rahmadani untuk kebersamaan, dukungan,
dan semangat yang diberikan. Selain itu, terima kasih kepada Faisal, Nanda,
Hasna Tazkia Nikmawahda, Evi Ratnasari, Hamdani, Ali, Muhana, Indah,
Dewita, Asri, Adi Riswanto, dan teman-teman “Activator Chemist 47” yang
senantiasa memberikan masukan, dorongan, dan semangat kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Vallian Ghali

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Metode
Sintesis Polisulfon Tersulfonasi (sPSf)

Penentuan Derajat Sulfonasi
Preparasi Membran Polisulfon Tersulfonasi-Kitosan (sPSf-Kitosan)
Penentuan Bobot Jenis
Pengujian Water Uptake
Pencirian Membran
Pengukuran Konduktivitas Proton Membran
Pengukuran Permeabilitas Metanol
Uji Aplikasi Sistem DMFC (Direct Methanol Fuel Cell)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Polisulfon Tersulfonasi (sPSf)
Membran Komposit Polisulfon Tersulfonasi-Kitosan
Water Uptake dan Permeabilitas Metanol
Bobot Jenis Membran
Konduktivitas Proton Membran
Pencirian Membran
Analisis FTIR
Analisis SEM
Aplikasi Sistem DMFC (Direct Methanol Fuel Cell)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv
xiv
1
2
2
2
2
3
3
3
4
4
4
5
5
6

6
8
9
10
11
12
12
13
14
17
17
17
17
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Perubahan warna cairan sebelum dan sesudah proses sulfonasi
Reaksi polisulfon tersulfonasi
Membran sPSf dan sPSf-kitosan
Interaksi ionik antara polisulfon tersulfonasi dan kitosan
Proses perpindahan proton pada membran polisulfon tersulfonasi-kitosan
Nilai water uptake membran
Bobot jenis membran
Konduktivitas proton membran aktivasi dan nonaktivasi dengan elektrode
karbon dan logam

Persentase peningkatan konduktivitas proton membran
Spektrum inframerah membran PSf, sPSf, sPSf-kitosan 5%, dan kitosan
Morfologi membran PSf, sPSf, sPSf-kitosan 5%
Bejana pada sistem DMFC
Beda potensial membran teraktivasi dan pengukuran menggunakan
elektrode karbon serta logam
Nilai arus yang dihasilkan membran

6
7
8
9
9
10
11
11
12
13
14
15
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Diagram alir penelitian
Penentuan Derajat Sulfonasi (DS)
Penentuan water uptake
Penentuan bobot Jenis
Data hasil analisis FTIR
Penentuan konduktivitas proton
Data persentase peningkatan konduktivitas proton
Beda potensial yang dihasilkan setiap membran
Nilai arus yang dihasilkan membran

19
20
20
21
22
23
24
24
24

1

PENDAHULUAN
Pertumbuhan jumlah penduduk disertai perkembangan teknologi secara
pesat mendorong peningkatan kebutuhan energi, sehingga mengakibatkan krisis
energi yang memicu upaya pemenuhan energi melalui suatu penemuan berupa
energi terbarukan. Penggunaan energi yang sering digunakan selama ini sebagian
besar berasal dari bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui. Penggunaan
bahan bakar fosil (fossil fuel) secara berkelanjutan ini menimbulkan dua ancaman
yang cukup serius. Pertama, faktor ekonomi yang berupa jaminan ketersediaan
bahan bakar fosil untuk beberapa dekade mendatang. Kedua, faktor kesehatan
yang diakibatkan polusi dari emisi pembakaran bahan bakar fosil tersebut ke
lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu inovasi energi alternatif yang dapat
diperbaharui dan ramah lingkungan (Dewi et al. 2008). Salah satu inovasi tersebut
adalah teknologi fuel cell (sel bahan bakar) dengan memanfaatkan bahan bakar
yang dapat diperbaharui.
Sel bahan bakar atau fuel cell merupakan salah satu alternatif dalam usaha
memperoleh energi listrik selain dari batu bara yang merupakan bahan baku utama
dalam produksi energi listrik dalam negeri. Sel bahan bakar terdiri atas anode dan
katode yang dipisahkan oleh sebuah membran polimer yang berfungsi sebagai
elektrolit. Polimer elektrolit telah banyak diaplikasikan dalam perangkat
elektronik, pelapis material, elektrolit pada baterai, serta dalam teknologi
membran. Jenis sel bahan bakar dikelompokkan berdasarkan jenis elektrolit yang
digunakan. Salah satu jenis sel bahan bakar yang menjadi pusat perhatian banyak
peneliti adalah polymer electrolyte membrane fuel cell (PEMFC) termasuk ke
dalamnya direct methanol fuel cell (DMFC), sebagai salah satu jenis bahan bakar
yang memanfaatkan membran polimer sebagai elektrolit.
Saat ini membran yang banyak digunakan untuk aplikasi PEMFC dan
DMFC adalah membran yang terbuat dari fluoro-polimer dengan menambahkan
rantai cabang yang mengandung gugus sulfonat. Fluoro-polimer tersebut dikenal
dengan nama dagang Nafion. Kemampuan Nafion untuk memisahkan reaktan dan
penghantar proton sudah cukup efisien dengan konduktivitas sekitar 0.086 S/cm
pada 25 °C (Smitha et al. 2008). Namun permasalahan utama dari Nafion untuk
pemakaian pada DMFC, yaitu adanya permeasi metanol melalui membran
(methanol crossover) yang sulit dihindari, selain itu termasuk dalam polimer yang
mahal dan kinerja membran Nafion menurun di atas 80 °C. Methanol crossover
tidak hanya menyebabkan hilangnya sebagian kecil bahan bakar metanol yang
digunakan tetapi juga menyebabkan katoda tergenang yang berakibat laju reaksi
di katoda menjadi lebih lambat, yang berarti menurunkan kinerja sel voltase
secara keseluruhan (Handayani 2008). Untuk mengatasi hal tersebut, terdapat dua
macam pendekatan yaitu modifikasi Nafion atau mencari pengganti Nafion.
Salah satu polimer pengganti Nafion yang dapat dikembangkan adalah yang
bersifat poliaromatik, yaitu polisulfon (PSf). Polisulfon adalah bahan polimer
bersifat hidrofobik yang tahan terhadap panas (termoplastik) sampai suhu 190 °C,
stabil antara pH 1.5-13, punya kekuatan tarik yang baik, tidak larut atau rusak
oleh asam-asam encer atau alkali (Juniarzadinata 2011).
Keberadaan gugus benzena dalam rantai polimer mengakibatkan polimer
tersebut dapat dimodifikasi. Salah satu proses modifikasi yang sering dilakukan

2
adalah sulfonasi, yaitu penambahan gugus sulfonat (-SO3H) pada rantai polimer
(Pramono et al. 2012). Adanya gugus sulfonat akan memengaruhi sifat termal
dari polimer. Beberapa penelitian sebelumnya, melaporkan bahwa proses
sulfonasi dapat menurunkan sifat termal dari polistirena tersulfonasi (PST),
demikian pula pada hasil sulfonasi polisulfon menghasilkan polisulfon
tersulfonasi yang memiliki stabilitas termal yang lebih rendah (Pramono et al.
2012). Untuk menangani hal tersebut maka dibutuhkan suatu komposit yang dapat
meningkatkan kinerja suatu membran polimer. Kitosan merupakan salah satu
bahan yang dapat dijadikan sebagai komposit. Kitosan memiliki gugus asam
amino dan gugus hidroksil yang menyebabkan kitosan memiliki reaktifitas kimia
yang tinggi sehingga menyebabkan sifat polielektrolit kation dan dapat berperan
sebagai penukar ion dalam membran elektrolit. Penambahan komposit ini
diharapkan dapat meningkatkan kinerja membran elektrolit dalam sistem fuel cell.
Berdasarkan uraian tersebut maka pada penelitian ini dilakukan sintesis dan
karakterisasi membran komposit polisulfon tersulfonasi-kitosan untuk aplikasi
DMFC pada suhu sulfonasi sebesar 40 °C, serta mempelajari pengaruh
penambahan variasi konsentrasi komposit pada kinerja membran polisulfon
tersulfonasi.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah polisulfon (Sigma-Aldrich), kitosan,
asam sulfat berasap yang mengandung 65% SO3 (oleum), kloroform, gas nitrogen,
kloroform teknis, diklorometana, metanol, NaOH, HCl, larutan K3Fe(CN)6,
larutan Na2HPO4, fenolftalein, dan air deionisasi. Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah peralatan gelas, oven, labu leher tiga, piknometer, neraca
analitik, SEM JEOL JSM 836 OLA, FTIR BRUCKER TENSOR 27, dan
impedance analyzer.
Metode
Sintesis Polisulfon Tersulfonasi (sPSf) (Modifikasi Xing et al. 2004)
Polisulfon sebanyak 10 g dilarutkan ke dalam kloroform sehingga
diperoleh larutan PSf dengan konsentrasi 10% (b/v). Oleum sebanyak 20 mL
diteteskan secara bertahap dalam corong pisah yang dihubungkan dengan labu
leher tiga dengan dialiri gas nitrogen. Gas SO3 didorong oleh gas nitrogen menuju
larutan PSf. Larutan PSf tersebut dipanaskan pada suhu 40 °C lalu diaduk
menggunakan pengaduk mekanik. Sintesis sPSf dilakukan selama 60 menit di
ruang asam.

3
Penentuan Derajat Sulfonasi (Martins et al. 2007)
Tingkat keberhasilan proses sulfonasi dari polisulfon ditentukan dengan
cara titrasi. Polisulfon tersulfonasi (sPSf) yang telah dinetralkan ditimbang
sebanyak 0.1 g dan direndam selama 3 hari dalam 10 mL NaOH 1 N. Sisa NaOH
kemudian dititrasi dengan HCl 1 N dan digunakan indikator fenolftalein sebanyak
3 tetes untuk melihat titik akhir proses titrasi. Titrasi dilakukan hingga terjadi
perubahan warna dari merah muda hingga tidak berwarna (Dhuhita dan Kusuma
2010). Derajat sulfonasi didapatkan melalui persamaan 1:

DS =

× 100%

(1)

Keterangan:
Vawal = Volume HCl blangko (mL)
Vakhir = Volume HCl sampel (mL)
N = Normalitas HCl (N)
BE = Bobot ekuivalen (g/ek)

Preparasi Membran Polisulfon Tersulfonasi-Kitosan (sPSf-Kitosan)
(Handayani & Dewi 2007)
Kitosan sebanyak 4% dan 5% dari bobot polisulfon ditambahkan ke dalam
polisufon tersulfonasi (sPSf) yang telah kering dengan dilarutkan dalam
diklorometana. Selanjutnya, campuran diaduk hingga homogen, kemudian
didiamkan sampai tidak ada gelembung. Larutan sPSf-kitosan dituangkan ke
dalam pelat kaca yang telah dilapisi selotip pada bagian tepi (1 lapis) dan
membran siap dicetak.

Penentuan Bobot Jenis
Membran sPSf-kitosan yang telah dicetak dipotong dengan ukuran yang
seragam, kemudian dimasukkan ke dalam piknometer yang telah diketahui bobot
kosongnya (W0). Bobot piknometer dan sampel ditimbang dan dicatat (W1).
Kemudian piknometer yang berisi potongan sampel ditambahkan akuades hingga
tidak terdapat gelembung udara dan ditimbang bobotnya (W2). Bobot piknometer
berisi air juga ditimbang dan bobotnya dicatat (W3). Bobot jenis sampel dihitung
menggunakan persamaan 2:

4
D= (

Keterangan:
D : bobot jenis sampel (g/mL)
Dl : bobot jenis air (g/mL)
Da : bobot jenis udara (g/mL)

-

)-

-

[ l-

a]

a

(2)

Pengujian Water Uptake
Membran sPSf-kitosan berukuran 1x1 cm2 dikeringkan dalam oven pada
suhu 120 °C selama 24 jam lalu ditimbang sebagai Wkering. Setelah kering,
membran direndam dalam air deionisasi pada suhu ruang selama 24 jam.
Selanjutnya, membran dikeluarkan dan dibersihkan dengan tisu lalu ditimbang
sebagai Wbasah. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui selisih bobot membran
pada saat basah dan kering melalui persamaan 3:
Water uptake (%) =

-

(3)

Pencirian Membran
Analisis Gugus Fungsi
Membran diuji menggunakan spektrofotometer FTIR, dengan resolusi 4 dan
payar 32. Pengujian dengan FTIR dilakukan untuk sampel PSf, sPSf, sPSf-kitosan
5% dalam bentuk lapis tipis, dan kitosan dalam bentuk serbuk.
SEM
Pengukuran morfologi membran yang terbentuk diuji menggunakan SEM
berdasarkan penampang lintang dan bagian muka membran. Membran PSf, sPSf,
dan sPSf-kitosan dibekukan dengan nitrogen cair selama 10 menit kemudian
dipatahkan dan ditempelkan pada cell holder. Membran dilapisi dengan emas lalu
dimasukkan ke dalam chamber, dan dipotret permukaan dan penampang lintang
membran.

Pengukuran Konduktivitas Proton Membran
Pengukuran konduktivitas dilakukan menggunakan alat LCR meter
(Laboratorium Biofisika Membran, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, IPB). Membran dipotong sesuai ukuran elektrode.
Membran diaktivasi dengan merendam setiap membran dalam H2O2 selama 1 jam
lalu direndam kembali dalam H2SO4 selama 1 jam, setelah itu membran dibilas
dengan air deionisasi. Elektrode yang digunakan ialah karbon dan logam
(tembaga-besi). Elektrode juga diaktivasi dengan cara merendam ke dalam larutan
HCl 1 N selama 1 hari, kemudian dengan NaOH 1 N selama 1 hari, setelah itu

5
elektrode aktif dicuci dengan air deionisasi dan direndam hingga akan digunakan
(Wisojodharmo dan Dewi 2008).
Membran yang telah diaktivasi maupun tidak diaktivasi diukur pula luasnya
sesuai ukuran elektrode (A) dan ketebalannya menggunakan mikrometer digital
karena tebal membran sebanding dengan jarak antara kedua elektrode karbon (l).
Nilai konduktans diukur dengan cara membran-membran tersebut diapit di antara
dua elektrode, kemudian kedua elektrode tersebut dihubungkan dengan kutub
positif dan negatif pada alat, sehingga muncul nilai konduktansi membrannya.
Nilai konduktansi (G) yang diperoleh, dikonversi menjadi nilai
konduktivitas per satuan jarak yang disebut dengan nilai konduktivitas proton (σ)
melalui persamaan 4:
σ=G

l
A

(4)

Keterangan :
σ : konduktivitas proton (S/cm)
A : luas permukaan (cm2)
l : jarak antar kedua elektrode (cm)
G : nilai konduktansi (S)

Pengukuran Permeabilitas Metanol (Shin et al. 2005)
Permeabilitas metanol diuji secara kualitatif untuk melihat metanol yang
lewat melalui membran. Sebuah bejana yang terdiri atas 2 kompartemen yang
mengapit membran. Kompartemen A diisi dengan 160 mL metanol 0.3 M. Sitem
dibiarkan selama 30 menit untuk melihat metanol yang terdifusi melalui membran
yang masuk ke kompartemen B.

Uji Aplikasi Sistem DMFC
Konduktivitas dalam sistem sel bahan bakar diukur menggunakan 2 sistem
bejana, yaitu sistem anode dan katode. Bejana pertama sebagai sistem anode diisi
dengan 160 mL larutan metanol 0.3 M, sedangkan bejana kedua sebagai sistem
katode diisi dengan 80 mL larutan K3Fe(CN)6 1 mM dan 80 mL larutan Na2HPO4.
Membran direkatkan pada bagian tengah kedua bejana tersebut. Elektrode
dimasukkan ke dalam kedua larutan, kemudian dihubungkan dengan kutub positif
dan negatif. Beda potensial diukur dengan voltmeter.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Polisulfon Tersulfonasi (sPSf)
Polisulfon cenderung bersifat hidrofobik sehingga akan menurunkan
penyerapan air yang berhubungan dalam media perpindahan proton. Salah satu
cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan sifat hidrofilisitasnya ialah
dengan proses sulfonasi. Polisulfon dilarutkan dengan kloroform karena
polisulfon larut dalam pelarut organik yang tidak bereaksi dengan polimer
maupun dengan agen sulfonasi.
Polisulfon disintesis dengan menambahkan gugus sulfonat (-SO3H) dari
agen sulfonasi, yaitu oleum dengan bantuan gas nitrogen sebagai pendorong
gugus –SO3H. Sintesis dilakukan pada suhu 40 °C selama 60 menit dalam ruang
asam. Penambahan oleum ini dilakukan secara perlahan agar proses sulfonasi
berjalan sempurna. Pemilihan oleum sebagai agen sulfonasi karena waktu reaksi
yang dihasilkan lebih cepat dan pemakaiannya relatif lebih efisien. Selain oleum,
bahan lain yang dapat dijadikan sebagai agen sulfonasi adalah asam sulfat 98%
dan asetil sulfat (Priyadi 2012) serta trimetil silil klorosulfonat (Lufrano et al.
2008). Hasil sulfonasi polisulfon ditandai dengan perubahan warna larutan dari
tidak berwarna (Gambar 1a) menjadi kuning kecokelatan (Gambar 1b).

(a)

(b)

Gambar 1 Perubahan warna larutan sebelum (a) dan sesudah (b) proses sulfonasi.
Indikator keberhasilan proses sulfonasi ditunjukkan dengan nilai derajat
sulfonasi (DS). Semakin besar nilai DS, semakin banyak gugus –SO3H yang
masuk dalam cincin aromatik. Nilai DS yang semakin besar akan meningkatkan
sifat hidrofilisitas membran yang berpengaruh pada proses penyerapan air sebagai
media perpindahan proton. Hasil yang diperoleh pada proses ini ialah 45%
(Lampiran 2). Berikut ini adalah reaksi yang terjadi pada proses sulfonasi
(Gambar 2):

7

Gambar 2 Reaksi polisulfon tersulfonasi.

8
Membran Komposit Polisulfon Tersulfonasi-Kitosan
Membran merupakan salah satu komponen penting yang berfungsi sebagai
sarana transportasi proton. Teknik pembuatan membran dilakukan menggunakan
teknik inversi fase. Membran komposit dibuat dengan mencampurkan sPSf dan
kitosan dengan berbagai variasi konsentrasi (4% dan 5%) serta diklorometana
sebagai pelarut. Campuran kemudian disebarkan secara merata di atas pelat kaca
sehingga membentuk lapisan tipis, kemudian pelarut dibiarkan menguap pada
suhu ruang melalui bagian yang terbuka.
Tekstur dan warna yang dihasilkan dari membran sPSf (Gambar 3a) dan
sPSf-kitosan (Gambar 3b) ini sedikit berbeda. Tekstur membran sPSf-kitosan
lebih kasar dan warnanya lebih kecokelatan dibanding membran sPSf. Hal ini
menandakan bahwa ada pengaruh dari penambahan komposit terhadap membran
sPSf tersebut. Interaksi yang terjadi antara komposit dan membran polimer adalah
interaksi ionik (Gambar 4). Interaksi ini memperkuat proses perpindahan proton
pada gugus –SO3- dan –NH3+ yang membentuk ikatan hidrogen ketika berikatan
dengan H+. Ikatan hidrogen lebih lemah dibanding interaksi ioniknya sehingga
proton yang berikatan hidrogen dengan –SO3- akan mudah lepas dan berpindah
membentuk ikatan hidrogen kembali dengan gugus –NH3+ yang kemudian
perpindahannya akan semakin cepat (Gambar 5).

(a)

(b)

Gambar 3 Membran sPSf (a) dan sPSf-kitosan (b).

9

.

Gambar 4 Interaksi ionik antara polisulfon tersulfonasi dan kitosan (Smitha et al.
2008).

Gambar 5

Proses perpindahan proton pada membran polisulfon tersulfonasikitosan (Bai et al.2014).

Water Uptake dan Permeabilitas Metanol
Water uptake atau biasa disebut daya serap membran terhadap air dilakukan
dengan cara menghitung selisih antara bobot basah dan bobot kering membran
(Lampiran 3). Nilai yang didapatkan merupakan banyaknya air yang terserap ke
dalam membran tersebut. Uji Water uptake dilakukan pada membran PSf, sPSf,
sPSf-kitosan 4%, dan sPSf-kitosan 5% (Gambar 6).

10
12

11.24

Water Uptake (%)

10
8
6.11
6
4
2

0.77

1.59

0
PSf

sPSf

sPSf-kitosan 4% sPSf-kitosan 5%

Jenis Membran

Gambar 6 Nilai water uptake membran.
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai water uptake polisulfon
tersulfonasi 2x lebih besar dibandingkan polisulfon tanpa sulfonasi. Proses
sulfonasi membuat membran menjadi lebih bersifat hidrofilik sehingga
meningkatkan kandungan air pada membran yang berfungsi sebagai media
transfer proton. Semakin banyak air yang terkandung maka transfer proton yang
terjadi akan semakin cepat dan konduktivitas proton yang dihasilkan akan
semakin tinggi. Penambahan kitosan dan tingkatan konsentrasinya lebih
meningkatkan daya serap terhadap air hingga 4x dan 7x dari membran polisulfon
tersulfonasi. Semakin tinggi konsentrasi komposit, semakin tinggi nilai water
uptake. Hal ini dikarenakan kitosan yang bersifat hidrofilik akan menambah sifat
hidrofilisitas membran sehingga menyebabkan daya serap airnya jauh lebih
banyak.
Namun tingginya nilai water uptake akan meningkatkan pula permeabilitas
metanol yang berpengaruh terhadap methanol cross-over. Banyaknya air yang
terkandung akan berikatan hidrogen dengan metanol sehingga memudahkan
proses transport metanol dalam membran. Marita (2011) menyatakan bahwa
methanol cross-over menyebabkan hilangnya sebagian kecil bahan bakar yang
digunakan dan menyebabkan laju reaksi di katoda menjadi lambat sehingga akan
menurunkan kinerja voltase sel secara keseluruhan. Namun, uji kualitatif
permeabilitas metanol menunjukkan bahwa tidak adanya metanol yang melewati
membran. Hal ini terlihat dari keringnya tisu pada bagian sisi permukaan
membran, sehingga membran tersebut baik digunakan untuk aplikasi DMFC.

Bobot Jenis Membran
Penentuan bobot jenis membran dilakukan untuk melihat pengaruh proses
sulfonasi dan pengaruh penambahan komposit terhadap keteraturan dan kerapatan
membran. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan bobot jenis
terhadap membran PSf (Gambar 7). Penambahan gugus sulfonat dan kitosan yang
berfungsi sebagai pengisi akan membuat struktur membran menjadi lebih rapat
dan teratur sehinga bobot jenisnya meningkat sebesar 1.55% dan 1.60%. Selain itu
peningkatan bobot jenis juga terjadi seiring dengan peningkatan konsentrasi

11

Densitas (g/mL)

kitosan yang ditambahkan ialah sebesar 0.90%. Hal ini disebabkan jumlah
komposit yang ditambahkan menjadi lebih banyak sehingga struktur membran
menjadi lebih rapat. Penentuan bobot jenis membran dapat dilihat pada Lampiran
4.
1.2600
1.2500
1.2400
1.2300
1.2200
1.2100
1.2000
1.1900
1.1800

1.2558
1.2448
1.2251
1.2064

PSf

sPSf

sPSf-kitosan 4% sPSf-kitosan 5%

Jenis Membran

Gambar 7 Bobot jenis membran.

Konduktivitas Proton Membran

Konduktivitas (x10-3 S/cm)

Syarat membran yang dapat digunakan sebagai elektrolit dalam sel bahan
bakar selain nilai water uptake yang besar dan membran tidak berpori adalah nilai
konduktivitas protonnya yang tinggi (Hendrana et al. 2007). Penentuan
konduktivitas proton dilakukan dengan menggunakan alat impedance analyzer
LCR-meter dengan elektrode yang digunakan, yaitu karbon dan logam. Penentuan
ini dilakukan pada membran PSf, sPSf, sPSf-kitosan 4%, dan sPSf-kitosan 5%
dengan membandingkan antara membran aktivasi dan nonaktivasi (Lampiran 6).
Proses aktivasi bertujuan meningkatkan nilai konduktivitas proton dengan cara
mengaktifkan gugus-gugus penghantar proton tersebut. Aktivasi dilakukan dengan
menggunakan oksidator kuat, yaitu H2O2 dan H2SO4. Hasil yang diperoleh
ditunjukkan pada Gambar 8.
1.8000
1.6000
1.4000
1.2000
1.0000
0.8000
0.6000
0.4000
0.2000
0.0000
aktivasi

nonaktivasi
karbon

Gambar 8 Konduktivitas proton membran PSf (
( ), dan sPSf-kitosan 5% ( ).

aktivasi

nonaktivasi
logam

), sPSf (

), sPSf-kitosan 4%

12

Peningkatan konduktivitas (%)

Gambar 8 menunjukkan membran yang diaktivasi memiliki nilai
konduktivitas proton lebih besar dibandingkan nonaktivasi. Proses sulfonasi dan
penambahan kitosan juga meningkatkan nilai konduktivitas proton dengan
persentase peningkatan ditunjukkan pada Gambar 9. Hal ini dikarenakan gugus
sulfonat dan kitosan akan membuat membran menjadi lebih hidrofilik. Selain itu
hal tersebut juga didukung dengan nilai water uptake yang diperoleh semakin
besar sehingga keberadaan air pada membran semakin banyak dan membantu
proses transfer proton yang akan meningkatkan nilai konduktivitasnya.
Perhitungan persentase peningkatan konduktivitas tercantum pada Lampiran 7.
250

200.82

150

176.15

168.2

200

129.27
96.59

112.47

100
50

27.72
0

13.82
0

12.68
0

0 8.26

0
Aktivasi

Nonaktivasi

Aktivasi

Karbon

Gambar 9

129.98

129.52

Nonaktivasi
Logam

Persentase peningkatan konduktivitas membran PSf ( ) dengan
penambahan gugus sulfonat ( ), komposit kitosan ( ), dan tingkat
konsentrasi kitosan ( ).

Elektrode logam merupakan elektrode yang paling baik dalam
menghasilkan konduktivitas proton. Hal ini dikarenakan logam bersifat konduktor
yang dapat menghantarkan arus dengan baik dengan nilai resistivitas yang kecil,
sedangkan karbon bersifat semikonduktor dan nilai resistivitasnya lebih besar
dibanding logam sehingga konduktivitas proton yang dihasilkan pun akan lebih
kecil dari logam. Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka semakin besar
medan yang diperlukan untuk menyebabkan kerapatan arus yang diberikan
(Young et al. 2003). Adapun hasil yang diperoleh untuk membran sPSf-kitosan
5% dengan elektrode logam dan karbon, yaitu berturut-turut sebesar 1.74 х 10-3
dan 0.81 х -3 S/cm. Akan tetapi nilai konduktivitas yang diperoleh ini masih
lebih kecil dari konduktivitas membran nafion, yaitu sebesar 8.2 х 10-2 S/cm. Hal
ini dapat disebabkan konsentrasi polisulfon yang digunakan terlalu kecil, yaitu
hanya 10% sehingga berpengaruh terhadap konduktivitas protonnya.

Pencirian Membran
Analisis FTIR
Pengujian FTIR dilakukan pada membran PSf dan sPSf untuk melihat
adanya substitusi gugus –SO3H pada cincin aromatik polisulfon serta pada
membran sPSf-kitosan 5% untuk melihat adanya pengaruh dari kitosan sebagai
komposit. Pengujian dilakukan dengan melihat spektrum inframerah dari gugus
fungsi yang ada pada membran-membran tersebut (Lampiran 5). Gambar 9

13
menunjukkan adanya perbedaan antara spektrum membran PSf ( ) dan sPSf ( ),
yaitu munculnya pita serapan baru pada membran sPSf di bilangan gelombang
1724 cm-1. Hal ini mengindikasikan adanya gugus yang tertrisubstitusi 1,2,4- pada
struktur polisulfon (Pavia et al. 2009). Gugus tersebut diduga gugus –SO3H hasil
sintesis yang masuk cincin aromatik pada posisi orto dari C-O-C struktur
polisulfon. Keberhasilan sulfonasi juga ditunjukan dengan adanya pita serapan
gugus OH bebas dari –SO3H pada bilangan gelombang 3650-3600 cm-1 yang
semakin melebar.
Penambahan kitosan pada polisulfon ( ) tidak menunjukkan adanya
perbedaan spektrum dengan membran sPSf. Hal ini menandakan bahwa interaksi
yang terjadi antara sPSf dengan kitosan hanya interaksi fisik sehingga tidak
menyebabkan terbentuknya gugus baru.
Laboratory Test Result

90.0

80
70

60

-OH bebas

P SF
Trisubtitusi
1,2,4-

50

SP SF
K itosan

%T 40

SP SF-K itosan 5%

30

20

10

-2.0
4000.0

3000

2000

1500

1000

450.0

cm-1

Gambar 10 Spektrum Inframerah PSf ( ), sPSf ( ), sPSf-Kitosan 5% (
kitosan ( ).

), dan

Analisis SEM
Morfologi permukaan membran PSf, sPSf, dan sPSf-kitosan 5% dianalisis
dengan menggunakan scanning electron microscope dengan perbesaran 10000
kali. Hasil analisis morfologi membran dapat dilihat pada Gambar 10. Pada
permukaan atas membran menunjukan bahwa membran PSf (a) menghasilkan
morfologi yang lebih heterogen dibandingkan membran sPSf (b). Hal ini
dikarenakan gugus sulfonat yang masuk membuat struktur membran menjadi
lebih rapat dan ditambah dengan adanya proses pengadukan serta pelarutan
sehingga membran menjadi lebih homogen. Namun, penambahan kitosan 5%
yang mengisi dan terdistribusi dalam polimer menyebabkan permukaan membran
menjadi tidak homogen akibat kitosan tersebut yang belum larut sempurna. Hal
ini terbukti dengan adanya gumpalan besar pada permukaan. Selain itu,

14
permukaan yang kurang rata dapat pula disebabkan adanya gelembung udara yang
terbentuk di antara distribusi material penyusunnya (Wicaksono 2012).

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 11 Struktur permukaan atas membran PSf (a), sPSf (b), dan sPSf-kitosan
5% (c) serta penampang lintang membran PSf (d), sPSf (e), dan sPSfkitosan 5% (f) dengan perbesaran 10000х.
Jika dilihat dari penampang lintangnya, struktur membran PSf (d) terlihat
lebih kaku dibandingkan membran sPSf (e). Hal ini menunjukkan bahwa
membran PSf bersifat kristal. Proses sulfonasi membuat membran menjadi lebih
amorf dan mengembang dengan ditandai bentuk lelehan pada penampang
lintangnya yang menunjukkan adanya pengaruh dari gugus baru yang masuk
akibat proses sulfonasi tersebut, dan gugus ini diduga adalah gugus sulfonat.
Ketika ditambahkan kitosan 5% (f) maka gugus NH2 dari kitosan ini akan
berinteraksi dengan gugus sulfonat membentuk rongga-rongga yang akan
mempermudah proses transfer proton. Kedua gugus inilah yang akan menangkap
proton dengan cara berikatan hidrogen sehingga hal ini baik sebagai media
transfer proton pada aplikasi DMFC.

Aplikasi Sistem DMFC
Uji aplikasi dilakukan pada sebuah bejana yang terdiri atas 2 kompartemen.
Kompartemen A (anoda) berisi larutan metanol sebagai sumber bahan bakar,
sedangkan kompartemen B (katoda) berisi larutan kalium ferisianida dalam buffer
fosfat (Gambar 12). Bahan bakar yang digunakan pada uji aplikasi fuel cell
biasanya yang dapat dijadikan sebagai sumber hidrogen. Hidrogen banyak

15
tersedia dalam air dan senyawa organik dalam bentuk senyawa hidrokarbon,
seperti metanol (Hasan 2007). Ketersediaan air di alam jauh lebih banyak dan
mudah didapat daripada metanol. Namun, dari nilai potensial reduksi antara
keduanya, potensial reduksi metanol lebih kecil dibanding air, yaitu 0.76 V < 0.83
V sehingga metanol akan lebih mudah dioksidasi dan menghasilkan proton yang
jauh lebih banyak dibanding air itu sendiri.

Gambar 12 Bejana pada sistem DMFC.

Beda potensial (mV)

Hasil yang diperoleh pada uji aplikasi ini menunjukkan bahwa beda
potensial yang paling tinggi yaitu sebesar 427 mV untuk membran sPSf-kitosan
5% dengan elektrode logam. Hal ini dapat disimpulkan bahwa penambahan
kitosan akan meningkatkan beda potensialnya dikarenakan adanya interaksi gugus
sulfonat dengan amina yang akan mempercepat proses transfer proton. Proses
oksidasi metanol menghasilkan elektron, proton, dan gas CO2. CO2 dikeluarkan
dari sistem dan proton akan menyebrang melewati membran kemudian bereaksi
dengan O2 di katode menghasilkan air, sedangkan tumpukan elektron dianode
akan mengalir ke katode dengan menghasilkan beda potensial. Fe3+ dari larutan
K3Fe(CN)6 akan tereduksi menjadi Fe2+ oleh aliran elektron dari anode tersebut
dengan ditandai timbulnya warna kuning kehijauan pada larutan.
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

427

406
335

305

130

PSf

154

140

sPSf

163

sPSf-kitosan 4% sPSf-kitosan 5%

Jenis membran
Gambar 13 Beda potensial membran teraktivasi dan pengukuran menggunakan
elektrode karbon ( ) serta logam ( ).
Peranan elektrode sangat penting pada proses pengubahan fluks difusi
proton menjadi energi listrik. Beda potensial yang dihasilkan dari elektrode

16
karbon masih di bawah elektrode logam (Gambar 13). Pada dasarnya elektrode
karbon bersifat inert sehingga tidak ada energi tambahan dari elektrode tersebut
dan beda potensial yang didapatkan berasal dari proses reaksi reduksi oksidasi
larutan saja. Diketahui Potensial sel Fe3+/Fe2+ ialah sebesar 0.77 V. Namun, ketika
menggunakan elektrode logam, ada energi tambahan dari elektrode besi di katode
yang mengalami oksidasi dari Fe menjadi Fe2+ dengan potensial sel sebesar 0.44
V yang ditandai dengan timbulnya endapan hijau kekuningan yang menempel
pada elektrode besi sehingga beda potensial yang dihasilkan akan semakin tinggi.
Berikut reaksi yang terjadi dalam sistem.
Reaksi 1:
Anoda : CH3OH (l) + H2O (l)  CO2 (g) + 6H+ + 6eKatoda : 3/2 O2 (g) + 6H+ + 6e-  3H2O (l)
Reaksi keseluruhan : CH3OH (l) + 3/2 O2 (g)  CO2 (g) + 2H2O (l)
(Marita 2011)
Reaksi 2:
Reduksi : Fe3+ + e-  Fe2+
Oksidasi : Fe  Fe2+ + 2e-

E° = 0.77 V
E° = 0.44 V

Nilai besaran arus yang dialirkan dari sistem dapat diperoleh dengan cara
konversi terhadap nilai beda potensialnya (Lampiran 9). Gambar 14 menunjukkan
nilai peningkatan arus ketika membran polisulfon ditambahkan gugus sulfonat
dan kitosan dengan tingkatan konsentrasinya. Nilai arus berbanding lurus dengan
beda potensial sehingga hasil yang diperoleh, yaitu terjadinya peningkatan nilai
arus yang menunjukkan banyaknya muatan listrik akibat pergerakan elektronelektron yang dihasilkan dari sistem DMFC.
0.3500

0.3192

Arus (Ampere)

0.3000

0.2547

0.2500
0.1831

0.2000
0.1500
0.1000
0.0500

0.0925
0.0230

0.0527

0.0451

0.0640

0.0000
PSf

sPSf

sPSf-kitosan 4% sPSf-kitosan 5%

Jenis membran

Gambar 14 Nilai arus yang dihasilkan membran dengan elektrode karbon ( ) dan
logam ( ).

17

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sintesis membran polisulfon tersulfonasi-kitosan telah berhasil dilakukan
pada suhu 40 °C. Hal ini dibuktikan dengan hasil substitusi sulfonat yang masuk
cincin aromatik dengan nilai derajat sulfonasi sebesar 45%. Selain itu dari hasil
FTIR juga ditunjukkan adanya gugus tertrisubstitusi 1,2,4- pada serapan 1724 cm1
. Keberadaan komposit dengan konsentrasi tertinggi (5%) pada membran
meningkatkan nilai konduktivitas dan beda potensial yang dihasilkan, yaitu
sebesar 1.74 х 10-3 S/cm dan 427 mV dengan elektrode logam. Uji kualitatif
kemampuan membran menahan metanol pun baik dengan keringnya bagian sisi
permukaan membran sehingga hal ini dapat diaplikasikan pada sistem DMFC.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sintesis polisulfon tersulfonasikitosan dengan konsentrasi polisulfon yang lebih besar, penentuan konsentrasi
optimum dari kitosan yang digunakan untuk melihat pengaruh beda nyata dari
penambahan kitosan, serta uji analisis DSC untuk mengetahui ketahanan termal
dari membran. Selain itu perlu dilakukan teknik pelarutan khusus antara sampel
dengan komposit agar lebih homogen, seperti menambahkan surfaktan, serta
dilakukan variasi suhu sistem DMFC untuk mengetahui sifat elektrokimia sistem
sel bahan bakar terhadap pengaruh kinetikanya. Lebih baik lagi jika dibuat
membrane electrode assembly (MEA) dari membran polisulfon tersulfonasikitosan agar menghasilkan nilai konduktivitas proton yang lebih besar.

DAFTAR PUSTAKA
Bai Huijuan, Haoqin Zhang, Yakun He, Jindun Liu, Bing Zhang, Jingtao Wang.
2014. Enhanced proton conduction of chitosan membrane enabled by
halloysite nanotubes bearing sulfonate polyelectrolyte brushes. J Membrane
Sci 454: 220-232.
Dewi EL, Ismujanto T, Chandrasa GT. 2008. Pengembangan dan aplikasi fuel
cell. Di dalam Tjutjuk Ismujanto, editor. Prosiding Seminar Nasional
Teknoin Bidang Teknik Mesin. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi,
Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID):51-54.
Dhuhita A, Kusuma DA. 2010. Karakterisasi dan uji kinerja SPEEK, cSMM, dan
Nafion untuk aplikasi direct methanol fuel cell (DMFC) [skripsi]. Semarang
(ID): Universitas Diponegoro.
Handayani S, Dewi EL. 2007. Pengaruh suhu operasi terhadap karakteristik
membran elektrolit polieter eter keton tersulfonasi. J Mater Sci+ 8(2)
ISSN:1411-1098.

18
Handayani S. 2008. Membran elektrolit berbasis polieter-eter keton tersulfonasi
untuk direct methanol fuel cell suhu tinggi [disertasi]. Jakarta (ID): UI.
Hasan A. 2007. Aplikasi sistem fuel cell sebagai energi ramah lingkungan di
sektor transportasi dan pembangkit. J Environt Sci Technol 8(3):277-286.
Hendrana S, Pujiastuti S, Sudirman, Rahayu I, Rustam YH. 2007. Pengaruh suhu
dan tekanan proses pembuatan terhadap konduktivitas ionic membran
PEMFC berbasis polstirena tesulfonasi. J Mater Sci+ 8:187-191.
Juniarzadinata R. 2011. Kajian struktur dan uji fluks membran polisulfon dengan
metode inversi fasa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lufrano F, Baglio V, Staiti P, Arico AS, Antonucci V. 2008. Polymer electrolytes
based on sulfonated polysulfone for direct methanol fuel cells. J Power
Sourc 179:34–41.
Marita IM. 2011. Pembuatan dan karakterisasi komposit membran PEEK
silika/clay untuk aplikasi direct methanol fuel cell [tesis]. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro.
Martins CR, Hallwass F, Almeida YMB, Paoli MA. 2007. Solid-state 13C NMR
analysis of sulfonated polystyrene. Ann Magn Reson 6:46-55.
Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS, Vyvyan JR 2009. Introduction to
Spectroscopy 4th Ed. Washington (US): Thomson Learning, Inc.
Pramono E, Wicaksono A, Priyadi, Wulansari J. 2012. Pengaruh derajat sulfonasi
terhadap degradasi termal polistirena tersulfonasi. J Physics 2(2):157.
Priyadi. 2012. Membran komposit polistirena tersulfonasi (PST) berpengisi
lempung sebagai membran polimer elektrolit untuk aplikasi sel bahan bakar
(Fuell Cell) [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.
Shin JP, Chang BJ, Kim JH, Le SB, Suh DH. 2005. Sulfonated polystyrene/PTFE
composite membrane. J Membrane Sci 251:247-254.
Smitha B, Anjali Devi D, Sridhar S. 2008. Proton-conducting composite
membranes of chitosan and sulfonated polysulfone for fuel cell application.
J Energ Fuel 33:4138–4146.
Wicaksono A. 2012. Sintesis dan karakterisasi membran komposit polistirena
tersulfonasi dengan zeolit untuk aplikasi membran polimer elektrolit
[skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.
Wisojodharmo LA, Dewi LE. 2008. Pembuatan membrane electrode assembly
(MEA) dengan katalis platina karbon pada PEMFC. Prosiding Seminar
Teknoin Bidang Teknik Mesin. Yogyakarta, 22 November 2008.
Yogyakarta (ID): BPPT. Hlm 105-108.
Xing P, Gilles PR, Michael DG, Serguei DM, Keping W, Serge K. 2004.
Synthesis and characterization of sulfonated poly(ether ether ketone) for
Proton Exchange Membranes. J Membrane Sci. 229:95-106.
Young HD, Roger AF, Sandin TR, Lewis FA. 2003. Fisika Universitas. Silaban
P, penerjemah; Safitri A, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
Terjemahan dari: Sears and Zemansky’s University Physics. Ed ke-10.

19

LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Polisulfon (PSf)
Penambahan oleum pada suhu
40 °C selama 60 menit.
Sintesis Polisulfon
Tersulfonasi (sPSf)
Penentuan
Derajat Sulfonasi

Penambahan kitosan
Membran Polisulfon
Tersulfonasi-Kitosan
(sPSf-Kitosan)

Pencirian

1.
2.

FTIR
SEM

Kinerja Membran

1.
2.
3.
4.

Aplikasi pada
DMFC

Pengukuran Bobot Jenis
Pengujian Water Uptake
Pengukuran Konduktivitas Membran
Pengukuran Permeabilitas Metanol

20
Lampiran 2 Penentuan derajat sulfonasi (DS)
VNaOH
(mL)
1
10.00
2
10.00
3
10.00
Rerata
Contoh perhitungan (ulangan 1):
Diketahui:
Vawal = VHCl blanko = 9.70 mL
Vakhir = VHCl terpakai = 9.20 mL
NHCl = 1.0046 N
BE SO3 = 80.06 g/ek
Ulangan

DS =

Bobot
sampel (g)
0.1000
0.1019
0.1012

( awal - akhir )
Cl
obot sampel

( .7 - . ) m

=

.

VHCl (mL)
akhir
terpakai
9.20
9.20
18.30
9.10
27.40
9.10

Derajat
Sulfonasi (%)
40.21
47.36
47.68
45.09

x 100%

4

.

awal
0.00
9.20
18.30

.

g ek

g

x 100%

DS = 40.21%

Lampiran 3 Data penentuan water uptake
Membran

Bobot membran
(g)

Ulangan

Kering
Basah
1
0.0291 0.0293
PSf
2
0.0382 0.0385
3
0.0475 0.0479
1
0.0291 0.0295
sPSf
2
0.0234 0.0238
3
0.0239 0.0243
1
0.0290 0.0307
sPSf-kitosan
2
0.0242 0.0256
4%
3
0.0284 0.0303
1
0.0165 0.0183
sPSf-kitosan
2
0.0150 0.0167
5%
3
0.0183 0.0204
Contoh perhitungan (membran PSf ulangan 1):
basah

Water uptake (%) =
=

-

kering

kering

.

g- .
.

g
g

= 0.69%
.

Rerata Water Uptake (%) =
=0.77%

.7

. 4

Water
Uptake
(%)
0.69
0.79
0.84
1.37
1.71
1.67
5.86
5.79
6.69
10.91
11.33
11.48

Rerata
Water
Uptake
(%)
0.77

1.59

6.11

11.24

Lampiran 4 Data penentuan bobot jenis
Jenis membran

W (g)

Ulangan

D (g/mL)

0
1
2
1
20.2273 20.2307 44.4992
PSf
2
20.2273 20.2314 44.4993
3
20.2273 20.2308 44.4992
1
20.2271 20.2292 44.5022
sPSf
2
20.2271 20.2287 44.5021
3
20.2271 20.2299 44.5023
1
20.2266 20.2297 44.4630
sPSf-kitosan 4%
2
20.2266 20.2276 44.4626
3
20.2266 20.2296 44.4630
1
20.2254 20.2301 44.4525
sPSf-kitosan 5%
2
20.2254 20.2315 44.4527
3
20.2254 20.2332 44.4531
Contoh perhitungan (Membran sPSf-kitosan 5% ulangan 1):
D=(

-

= (44.4

)-

-

.
.

- .

[ l-

4) - 44.4

D =1.2683g/mL

4

-

a]
.

3
44.4986
44.4986
44.4986
44.5018
44.5018
44.5018
44.4624
44.4624
44.4624
44.4515
44.4515
44.4515

l
0.99805
0.99805
0.99805
0.99805
0.99805
0.99805
0.99875
0.99875
0.99875
0.99875
0.99875
0.99875

a
0.00125
0.00125
0.00125
0.00125
0.00125
0.00125
0.00125
0.00125
0.00125
0.00125
0.00125
0.00125

D
(g/mL)
1.2116
1.2033
1.2043
1.2326
1.2281
1.2147
1.2381
1.2481
1.2481
1.2683
1.2430
1.2562

Rerata D (g/mL)
1.2064

1.2251

1.2448

1.2558

a

[ .

7 - .

]

.

Ket: W0,1,2,3 berturut-turut= bobot pikno kosong, bobot pikno+sampel, bobot pikno+sampe+akuades, bobot pikno+akuades
Dl, Da, D berturut-turut= Densitas air, densitas udara, densitas sampel

21

22
Lampiran 5 Data hasil analisis FTIR
Bilangan gelombang membran (cm-1)

Gugus fungsi
PSf

sPSf

sPSf-kitosan 5%

Ikatan C=C pada cincin aromatik

1586.40-1488.71

1586.64-1488.57

1586.71-1491.96

Ikatan C-H pada cincin aromatik

3093.51-3067.57

3094.73-3067.58

3094.57-3067,61

Ikatan Hidrogen O-H

-

3628.77

3653.36

Ikatan C-O pada eter
Cincin aromatik tertrisubstitusi 1,2,4-

1250.01
-

1249.18
1724.29

1252.60
1725.04

Ikatan S=O asimetrik

1323.58

1323.53

1323.27

Ikatan S=O simetrik

1153.34

1151.66

1153.96

Lab orato ry Test Resu l t

7 7.0
70
1747.21

60

3711.27
3593.80
3541.57
3551.64

50

918.45

2080.08
2653.13
2410.65

3163.95

2041.37

2449.23
2595.75

3643.94

945.35
962.07

1774.87

621.25
795.48

1904.24

3652.03

756.38

1363.94

2873.29
3067.57
2934.21

%T 3 0

665.17

1386.53

3093.51
3036.78

40

461.46

PSf

635.89
740.58

1410.56

20

715.86

1206.33
2968.45

1080.87
1014.14

10

693.05
853.74

0

1323.58

1586.40
1488.71

-12 .0

1504.27

4 00 0.0

3 00 0

2 00 0

1107.12 873.84
1294.77 1153.34
834.92
1169.72
1250.01

1 50 0

559.53

1 00 0

4 50 .0

cm-1

Lab orato ry Test Resu l t

8 8.0
80

3902.75

3628.77
3547.15

60

963.08
945.21
917.66

2221.30
1775.99
2594.49
2078.57
2447.42
2041.30
2411.09
1902.82
1724.29

70
3164.20

3094.73
3067.58
3036.72
2934.38
2872.96

50
40

465.03

795.64
1386.59
1364.00

664.95
635.86
740.30

%T
1410.70

30

sPSf
715.90
1206.17
1080.84
692.98
1488.57
1169.81
1151.66
853.80
1014.21
1323.53
873.90
1586.64
1294.73 1107.37
835.14
559.23
1503.96
1249.18

20
2968.27

10
0
-10
-14 .0
4 00 0.0

3 00 0

2 00 0

1 50 0

1 00 0

4 50 .0

cm-1
Lab orato ry Test Resu l t

7 6.3
70
2651.08
3901.06

60

3166.72
3557.58

2178.18
2220.93
2280.44
2041.00

2692.22
2731.34
2592.57

50
2409.68

3653.36
3094.57

40

918.60

1774.30

945.85

2080.21

621.26

1904.26

2450.30

795.53

1725.04

664.77

3036.59
2872.92

%T 3 0

1386.53

3067.61

635.88

1363.97
2933.60

738.95
1410.67

20

sPSf-kitosan 5%
10

463.97

961.88

715.77
1206.22

2968.06

1014.20
853.87
1586.73

-12 .0
4 00 0.0

692.97

1080.82

0

1491.96

3 00 0

2 00 0

1 50 0
cm-1

1323.27 1153.96
1107.59
1294.87
1169.80
1252.60

873.93

560.03

835.15

1 00 0

4 50 .0

23
Lampiran 6 Data penentuan konduktivitas proton
Elektrode karbon-karbon
Jenis membran

Konduktans (x10-3 S)

Konduktivitas (x10-3 S/cm)

Tebal
(cm)

Luas
(cm2)

aktivasi

nonaktivasi

aktivasi

nonaktivasi

PSf

0.008

5.31

176.95

155.77

0.2666

0.2347

sPSf

0.005

5.31

322.24

318.32

0.3034

0.2997

sPSf-kitosan 4%

0.010

5.31

342.33

312.89

0.6447

0.5892

sPSf-kitosan 5%

0.011

5.31

392.84

331.74

0.8138

0.6872

Elektrode tembaga-besi
Jenis membran

Tebal
(cm)

Luas
(cm2)

Konduktans (x10-3 S)

Konduktivitas (x10-3 S/cm)

aktivasi

nonaktivasi

aktivasi

nonaktivasi

PSf

0.008

4.72

303.25

297.73

0.5140

0.5046

sPSf

0.005

4.72

546.71

515.73

0.5791

0.5463

sPSf-kitosan 4%

0.010

4.72

627.40

593.04

1.3292

1.2564

sPSf-kitosan 5%

0.011

4.72

747.56

647.37

1.7422

1.5087

Contoh perhitungan (membran sPSf aktivasi, elektrode karbon):
l
σ=Gх
A
Keterangan :
.
cm
= 322.24 S х
. cm
σ : konduktivitas proton (S/cm)
σ = 0.3034 S/cm
A : luas permukaan (cm2)
l : jarak antar kedua elektrode
G : nilai konduktansi (S)
Parameter:
Frekuensi
: 100.00 kHz
CC
: 1.00 mA
V-lim
: 10 mV
Range
: Auto 10 Ω
Open
: Off
Short
: Off

24
Lampiran 7 Data persentase peningkatan konduktivitas proton
Elektrode

Karbon

Logam

Jenis membran
PSf
sPSf
sPSf-kitosan 4%
sPSf-kitosan 5%
PSf
sPSf
sPSf-kitosan 4%
sPSf-kitosan 5%

Konduktivitas (mS/cm)
Aktivasi
0.2666
0.3034
0.6447
0.8138
0.5140
0.5791
1.3292
1.7422

Nonaktivasi
0.2347
0.2997
0.5892
0.6872
0.5046
0.5463
1.2564
1.5087

Peningkatan (%)
Aktivasi Nonaktivasi
0
13.82
112.47
26.23
0
12.68
129.52
31.07

0
27.72
96.59
16.63
0
8.26
129.98
20.08

Contoh perhitungan peningkatan konduktivitas akibat penambahan gugus sulfonat
(elektrode logam, membran aktivasi):
Peningkatan (%) =
= 12.68%

Peningkatan (%) =

Lampiran 8 Beda potensial yang dihasilkan pada setiap membran
Beda potensial (mV)
Jenis membran
Karbon
Logam
PSf
130
305
sPSf
140
335
sPSf-kitosan 4%
154
406
sPSf-kitosan 5%
163
427
Lampiran 9 Nilai arus yang dihasilkan pada setiap membran
Membran
PSf
sPSf
sPSf-kitosan 4%
sPSf-kitosan 5%

G (S)
Karbon
0.1770
0.3222
0.3423
0.3928

Logam
0.3033
0.5467
0.6274
0.7476

V (Volt)
Logam
Karbon
0.130
0.140
0.154
0.163

0.305
0.335
0.406
0.427

I (Ampere)
Karbon Logam
0.0230
0.0451
0.0527
0.0640

Contoh perhitungan (membran sPSf-kitosan 5%, elektrode logam):
I=VхG
= 0.427 V х 0.7476 S
I = 0.3192 Ampere

0.0925
0.1831
0.2547
0.3192

25

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis, 18 April 1992. Penulis merupakan putra
pertama dari 2 bersaudara, pasangan Uus Kusmana dan Imas Rohimah. Tahun
2010 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pangandaran dan
melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dengan jurusan Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur undangan seleksi
masuk IPB (USMI). Selama masa perkuliahan, penulis mendapatkan bantuan
berupa beasiswa dari pemerintah, yaitu program Bidik Misi.
Kegiatan akademik yang dijalani penulis selain perkuliahan adalah menjadi
asisten Praktikum Kimia Lingkungan (2013) dan Kimia Fisik (2014) untuk
mahasiswa Departemen Kimia dan Ilmu Teknologi Pangan. Selain itu, penulis
juga aktif di kegiatan non-akademik, seperti menjadi anggota (2012) dan ketua
(2013) departemen Peningkatan Kualitas dan Keprofesian Mahasiswa (PK2M)
dalam himpunan profesi Ikatan Mahasiswa Kimia (IMASIKA) dengan berbagai
macam program kerja.
Tahun 2013, penulis melaksanakan Praktik Lapangan (PL) di Balai
Penelitian Ternak, Ciawi dari bulan Juli hingga Agustus dengan judul laporan
Pengaruh Ukuran Partikel dari Buah Lerak (Sapindus rarak DC) Terhadap
Penentuan Kandungan Saponin.