Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi - Natrium Alginat untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell

MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI –
NATRIUM ALGINAT UNTUK APLIKASI DIRECT
METHANOL FUEL CELL

YENY ANGGRAINI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Membran Komposit
Polistirena Tersulfonasi – Natrium Alginat untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel
Cell adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Yeny Anggraini
NIM G44090068

ABSTRAK
YENY ANGGRAINI. Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi – Natrium
Alginat untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell. Dibimbing oleh SRI
MULIJANI dan ARMI WULANAWATI.
Membran elektrolit untuk sel bahan bakar metanol langsung adalah Nafion
yang nilai permabilitas metanolnya tinggi sehingga diperlukan alternatif, yaitu
membran polistirena tersulfonasi (PSS) yang ditambah natrium alginat. Penelitian
ini mempelajari pengaruh penambahan natrium alginat pada kinerja PSS.
Keberhasilan proses sulfonasi ditunjukkan oleh nilai derajat sulfonasi (DS). DS
tertinggi sebesar 99.93% yang didapatkan menggunakan polistirena dengan
konsentrasi 15%. Membran komposit dibuat dengan ragam konsentrasi 3%, 5%,
dan 7%. Pencirian membran menggunakan spektrofotometer inframerah
transformasi Fourier menunjukkan serapan gugus p-SO3 pada 775.42 cm-1 dan
serapan gugus garam karboksilat pada 1594.23 cm-1. Mikroskop gaya atomik

menunjukkan membran komposit tidak kasar. Membran komposit PSS–natrium
alginat 3% memiliki konduktivitas proton dan beda potensial tertinggi sebesar
4.1825 × 10-6 S/cm dan 20 mV. Hal ini menunjukkan membran tersebut dapat
diaplikasikan dengan baik dalam sel bahan bakar metanol langsung.
Kata kunci: komposit, natrium alginat, polistirena tersulfonasi, sel bahan bakar
metanol.

ABSTRACT
YENY ANGGRAINI. Composite Sulfonated Polystyrene – Sodium Alginate
Membrane for Application on Direct Methanol Fuel Cell. Supervised by SRI
MULIJANI and ARMI WULANAWATI.
Electrolyte membranes for direct methanol fuel cell (DMFC) is Nafion
which has high methanol permeability so that it requires an alternative membranes,
i.e. sulfonated polystyrene (SPS) membranes added by sodium alginate. In this
experiment the effect of sodium alginate addition on performance of SPS
membranes was studied. The success of the sulfonation was indicated by
sulfonation degree (DS). The addition of 15% polystyrene gave the highest DS, i.e.
99.93 %. The composite membranes were made with various concentrations (3%,
5%, and 7%). The resulted membrane were characterized using fourier transform
infrared spectrophotometer that showed p-SO3 absorption at 775.42 cm-1 and

carboxylate salt absorption at 1594.23 cm-1. Atomic force microscopy showed that
the composite membrane was not rough. The composite membrane of PS–3%
sodium alginate had the highest proton conductivity of 4.1825 × 10-6 S/cm and the
highest potential difference of 20 mV. This indicates that the membranes can be
applied for direct methanol fuel cell.
Key words: composite membrane, direct methanol fuel cell, sodium alginate,
sulfonated polystyrene.

MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI –
NATRIUM ALGINAT UNTUK APLIKASI DIRECT
METHANOL FUEL CELL

YENY ANGGRAINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi - Natrium Alginat
untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell
Nama
: Yeny Anggraini
NIM
: G44090068

Disetujui oleh

Dr Sri Mulijani, MS

Armi Wulanawati, SSi, MSi

Pembimbing I


Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji beserta syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi – Natrium Alginat untuk
Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan
penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2013 hingga Juli 2013 di
Laboratorium Kimia Tingkat Persiapan Bersama, dan Laboratorium Kimia Fisik
Departemen Kimia IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Sri Mulijani, MS dan Ibu
Armi Wulanawati, SSi, MSi selaku pembimbing atas bimbingan dan dukungan

yang diberikan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada orang tua penulis atas doa, dukungan, dan pengertiannya serta pihak-pihak
di Laboratorium TPB, antara lain Pak Uci dan Pak Yani. Pak Mail dan Ibu Ai
selaku staf Laboratorium Kimia Fisik, Pak Syawal, Pak Caca, Pak Mul, Om eman,
Pak Erizal (BATAN Patir), serta Pak Amar (Universitas Syiah Kuala Aceh) atas
bantuannya selama melaksanakan penelitian. Terima kasih kepada ka yuriska
selaku teman seperjuangan penelitian yang selalu membantu dan memberi
semangat, Ka Tyas, Padjri, Denar, Anita, Yesi, Nola, Aji, Ida atas doa dan
semangat yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis maupun bagi pembaca.

Bogor, Desember 2013
Yeny Anggraini

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan

Metode
Pembuatan Membran Polistirena Tersulfonasi
Pembuatan Membran Komposit
Penentuan Derajat Sulfonasi
Penentuan Water Uptake
Penetuan Bobot Jenis
Pencirian Membran
Pengukuran Permeabilitas Metanol
Pengukuran Konduktivitas Proton
Uji Aplikasi Sistem DMFC
HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi – Natrium Alginat
Derajat Sulfonasi
Water Uptake
Penentuan Bobot Jenis
Pencirian Membran
FTIR
Kajian Topografi Membran
Permeabilitas Metanol
Konduktivitas Proton

Uji Aplikasi Sistem DMFC
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
1
2
2
2
2
2
2
3
3
3

4
4
4
5
5
6
7
8
9
9
10
10
11
12
13
13
13
13
15
20


DAFTAR GAMBAR
1 Uji aplikasi DMFC
2 Perubahan warna sebelum dan setelah proses sulfonasi
3 Reaksi polistirena tersulfonasi pada posisi para
4 Membran PSS dan PSS – natrium alginat
5 Derajat sulfonasi pada membran PSS
6 Water uptake pada jenis membran
7 Bobot jenis dengan jenis membran
8 Spektrum inframerah membran
9 Topografi AFM pada PS, PSS, dan PSS – natrium alginat 7%
10 Kekasaran PS, PSS, dan PSS – natrium alginat 7%
11 Konduktivitas proton pada jenis membran
12 Prinsip kerja DMFC
13 Beda potensial pada jenis membran yang telah diaktivasi

4
5
6
6

7
8
8
9
10
10
11
12
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Diagram alir penelitian
Penentuan derajat sulfonasi
Penentuan water uptake
Penentuan bobot jenis
Penentuan konduktivitas proton
Penentuan beda potensial dalam sistem DMFC

15
16
17
18
19
19

1

PENDAHULUAN
Masalah besar yang dihadapi dalam kehidupan ini salah satunya adalah
cadangan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan kebutuhan akan
energi terus mengalami peningkatan sehingga perlu dilakukan pengembangan
sumber energi alternatif yang ramah terhadap lingkungan, seperti sel bahan bakar.
Sel bahan bakar dapat mengubah energi kimia menjadi energi listrik dengan
menghasilkan listrik, tanpa adanya pembakaran sehingga dapat mengurangi
adanya polusi dan timbulnya ledakan (Li et al. 2003). Keuntungan utama dari sel
bahan bakar, antara lain tidak menimbulkan emisi rumah kaca, dan getaran saat
beroperasi.
Sel bahan bakar yang dikembangkan untuk aplikasi yang berbeda ada
beberapa tipe, salah satunya untuk aplikasi skala kecil dan transportasi dengan
menggunakan metanol sebagai bahan bakar yaitu Direct Methanol Fuel Cell
(DMFC). Komponen utama dari DMFC adalah membran elektrolit dan elektrode.
Membran elektrolit berfungsi sebagai sarana transportasi ion H+ dari reaksi
oksidasi di anoda dan sebagai pembatas antar elektrode (Suka et al. 2010).
Kriteria utama pada DMFC adalah konduktivitas protonnya tinggi namun
permeabilitas metanolnya rendah (Dhuhita dan Arti 2010). Konduktivitas yang
tinggi diharapkan dapat memindahkan proton secara maksimal dan kinerjanya
menjadi lebih tinggi.
Membran
elektrolit
yang
digunakan
untuk
DMFC
adalah
politetrafluoroetilena (PTFE) atau dengan nama dagang Nafion yang memiliki
nilai konduktivitas proton yang cukup tinggi sebesar 0.086 S/cm pada suhu 30 –
32 ºC (Smitha et al. 2005). Namun, membran ini memiliki beberapa kekurangan
antara lain, permeabilitas metanol yang cukup besar akibat adanya daya serap
metanol melalui membran (methanol crossover) dapat menyebabkan hilangnya
sebagian kecil bahan bakar yang digunakan dan mengakibatkan laju reaksi di
katode menjadi lambat yang berarti menurunkan kinerja voltase sel secara
keseluruhan (Handayani dan Dewi 2009) serta mahal sehingga penggunaan bahan
ini menjadi kendala untuk DMFC. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
untuk mendapatkan membran elektrolit alternatif. Salah satu membran yang
dikembangkan sebagai pengganti Nafion adalah membran elektrolit berbasis
stirena yaitu polistirena yang memanfaatkan limbah styrofoam melalui proses
sulfonasi dengan menambahkan gugus sulfonat yang dapat meningkatkan kinerja
membran seperti konduktivitas proton dan mengurangi permeabilitas metanol.
Susiyanti (2012) melakukan penelitian polistirena tersulfonasi dengan
menggunakan oleum pada suhu 30 ºC selama 30 menit menghasilkan
konduktivitas proton sebesar 1.5511 × 10-6 S/cm. Berdasarkan penelitian tersebut
polistirena tersulfonasi memiliki kemampuan untuk menghantarkan proton tetapi
nilai tersebut masih terlalu rendah dibandingkan Nafion.
Untuk meningkatkan sifat – sifat membran elektrolit, seperti konduktivitas
proton serta mengurangi permeabilitas metanol. Anto (2013) melakukan
penambahan zat aditif anorganik dengan penambahan natrium alginat pada
membran kitosan pada suhu 30 ºC selama 30 menit. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa penambahan natrium alginat dapat meminimalisasi methanol
crossover dan meningkatkan nilai konduktivitas proton.

2

Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan modifikasi polistirena tersulfonasi
yang ditambahkan natrium alginat sebagai pengisi dalam membran. Tujuan
penelitian ini adalah mempelajari pengaruh penambahan natrium alginat terhadap
kinerja dari membran polistirena tersulfonasi.

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain peralatan gelas, oven, piknometer, neraca
analitik, AFM Nanosurf Easyscan 2, FTIR Shimadzu Prestige – 21, dan LCR –
meter HIOKI 3532 – 50. Bahan yang digunakan adalah styrofoam, diklorometana,
natrium alginat, oleum, H2SO4, H2O2, kloroform, metanol, NaOH, HCl, larutan
K3Fe(CN)6, larutan K2HPO4, dan air deionisasi.

Metode
Pembuatan Membran Polistirena Tersulfonasi (Modifikasi Susiyanti 2012)
Polistirena (PS) dilarutkan ke dalam kloroform dengan variasi komposisi
(%b/v), yaitu 5%, 10%, dan 15% PS dalam 50 mL kloroform. Sebanyak 10 mL
oleum dimasukkan ke dalam kondensor yang dihubungkan dengan labu leher 3,
kemudian diteteskan secara bertahap dan gas SO3 didorong oleh gas nitrogen
menuju larutan PS. Proses sulfonasi dilakukan pada suhu 60 °C selama 45 menit
di lemari asam. Selanjutnya larutan polistirena tersulfonasi (PSS) dikeringkan
pada suhu ruang selama 24 jam.
Pembuatan Membran Komposit (Dewi dan Handayani 2007)
Sebanyak 7.5 gram PSS dilarutkan ke dalam diklorometana dan
ditambahkan natrium alginat 3%, 5%, 7% dari berat PSS. Selanjutkan diaduk
hingga homogen lalu dituangkan ke dalam pelat kaca dan siap di cetak.
Penentuan Derajat Sulfonasi, DS (Apriliana 2012)
Sebanyak 0.1 gram PSS (5%, 10%, dan 15%) direndam dengan 10 mL
NaOH 1 N selama 3 hari. Selanjutnya dititrasi dengan HCl 1 N dan digunakan
indikator fenolftalin sebanyak 3 tetes. Titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan
warna dari merah muda hingga tak berwarna. Volume HCl yang digunakan untuk
titrasi NaOH tanpa sampel sebagai volume awal sedangkan volume HCl yang
digunakan untuk titrasi NaOH dengan sampel sebagai volume akhir. Penentuan
derajat sulfonasi melalui persamaan 1:

3

(1)
Keterangan:

Vawal = volume HCl blangko (mL)
Vakhir = volume HCl sampel (mL)
N
= normalitas HCl (N)
BE
= bobot ekuivalen (g/ek)

Penentuan Water Uptake
Membran PSS – Natrium alginat digunting sebesar 1 × 1 cm2, kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 120 ºC selama 24 jam lalu ditimbang sebagai
Wkering (Shin et al. 2005). Setelah kering, membran direndam dalam air deionisasi
pada suhu kamar selama 48 jam (Liu et al. 2010). Kemudian membran
dikeluarkan lalu ditimbang sebagai Wbasah. Penentuan kadar air dalam membran
dihitung menggunakan persamaan 2:


(2)

Penetuan Bobot Jenis
Membran dipotong dengan ukuran yang seragam, kemudian dimasukkan ke
dalam piknometer yang telah diketahui bobot kosongnya (W0). Bobot piknometer
dan sampel dicatat sebagai (W1). Kemudian piknometer yang berisi potongan
sampel ditambahkan akuades hingga tidak terdapat gelembung udara dan
ditimbang bobotnya (W2). Bobot piknometer berisi air juga ditimbang dan
bobotnya dicatat sebagai (W3). Bobot jenis sampel dihitung menggunakan
persamaan 3:
(3)
Keterangan:
D
: bobot jenis sampel (g/mL)
D1
: bobot jenis air (g/mL)
Da
: bobot jenis udara (g/mL)
Pencirian Membran
Analisis dengan menggunakan spektrofotometer inframerah transformasi
fourier (FTIR)
Sampel membran PS, PSS, PSS – natrium alginat dalam bentuk lapisan
tipis, dan natrium alginat dalam bentuk serbuk ditempatkan dalam cell holder ,
kemudian diukur spektrumnya.
Analisis dengan menggunakan mikroskop gaya atomik (AFM)
Sampel membran dianalisis dengan menggunakan AFM NANOS Scan
Panel bertempat di Universitas Syiah Kuala Lumpur.

4

Pengukuran Permeabilitas Metanol
Permeabilitas metanol diuji secara kualitatif untuk melihat metanol yang
lewat melalui membran. Kompartemen A diisi dengan 50 mL metanol 3 M
kemudian posisi sistem dibalik agar metanol berada diatas membran selama 30
menit, kemudian bagian bawah membran dilap dengan tisu untuk melihat metanol
yang terdifusi melalui membran.
Pengukuran Konduktivitas Proton
Konduktans PS, PSS, PSS – natrium alginat 3%, PSS – natrium alginat 5%,
dan PSS – natrium alginat 7% diukur menggunakan alat impedance analyzer LCR
– meter HIOKI 3532 – 50. Elektrode karbon dari baterai dibersihkan dan dibuat
pipih pada salah satu sisinya. Selanjutnya, aktivasi elektrode dengan merendam ke
dalam larutan HCl 1 N selama 1 hari, kemudian perendaman dengan NaOH 1 N
selama 1 hari. Elektrode aktif dicuci dengan air deionisasi sebanyak 3 kali dan
direndam hingga akan digunakan.
Setiap membran diaktivasi dengan cara direndam dalam air deionisasi
selama 1 jam. Selanjutnya membran direndam dalam H2O2 selama 1 jam dan
direndam kembali dalam H2SO4 selama 1 jam, kemudian membran dibilas dengan
air deionisasi sebanyak 3 kali. Membran yang telah diaktivasi dan yang tidak di
aktivasi diukur luasnya sesuai dengan luas elektrode dan diukur ketebalannya,
kemudian dijepit di antara kedua karbon. Selanjutnya nilai konduktans di ukur
dengan alat impedance analyzer. Nilai konduktivitas proton ditentukan
berdasarkan persamaan 4:
(4)
Keterangan:

σ = konduktivitas proton (S.cm-1)
d = tebal membran (cm)
G = konduktans (S)
A = luas elektrode (cm2)
Uji Aplikasi Sistem DMFC

Sistem DMFC memiliki 2 sisi, yaitu sisi katode dan anode. Sisi anode berisi
100 mL metanol 3 N, sedangkan sisi katode berisi 50 mL K3Fe(CN)6 dan 50 mL
K2HPO4. Membran diletakan diantara kedua sisi anode dan katode, kemudian
kedua sisi dihubungkan elektrode karbon yang telah diaktivasi. Konduktivitas
proton ditentukan menggunakan impedance analyzer LCR – meter HIOKI 3532 –
50 (Gambar 1).
Elektrode

Membran
50 mL K3Fe(CN)6
50 mL K2HPO4

100 mL metanol 3 N
N
Gambar 1 Uji aplikasi DMFC

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi – Natrium Alginat
Teknik pembuatan membran polistirena tersulfonasi menggunakan teknik
inversi fase, yaitu suatu proses pengubahan bentuk membran fase cair menjadi
fase padat. Styrofoam dilarutkan dalam kloroform karena styrofoam larut dalam
pelarut organik. Polistirena tersulfonasi disintesis menggunakan oleum dengan
bantuan gas nitrogen yang mendorong gas SO3 ke dalam larutan polistirena pada
suhu 60 ºC selama 45 menit yang ditandai dengan perubahan warna dari tidak
berwarna (Gambar 2a) menjadi kuning kecoklatan (Gambar 2b).

(a)
(b)
Gambar 2 Perubahan warna sebelum (a) dan setelah (b) proses sulfonasi
Reaksi sulfonasi merupakan reaksi substitusi elektrofilik untuk
mensubstitusi atom H dengan gugus –SO3H pada molekul organik melalui ikatan
kimia pada atom karbonnya. Pereaksi sulfonasi selain menggunakan asam sulfat
berasap (oleum) dapat juga menggunakan asam sulfat pekat (Dewi dan Handayani
2007). Proses sulfonasi menggunakan oleum lebih menguntungkan dibandingkan
dengan menggunakan pereaksi lain, karena waktu reaksi yang dihasilkan lebih
cepat, pereaksi lebih sedikit, dan relatif lebih efisien. Proses ini berlangsung
heterogen karena dilakukan pada fase yang berbeda antara larutan polistirena dan
gas SO3 dari oleum. Adanya gugus sulfonat menyebabkan polimer bersifat
hidrofilik sehingga kemampuan menyerap air menjadi lebih besar yang berfungsi
sebagai media perpindahan proton yang dapat meningkatkan nilai konduktivitas
proton. Reaksi sulfonasi dapat terjadi pada posisi orto, meta, dan para.
Berdasarkan hasil yang diperoleh menempelnya gugus sulfonat pada membran
PSS terjadi pada posisi orto dan para yang didukung dengan pencirian gugus
fungsi. Posisi para menunjukkan tidak adanya halangan sterik antara gugus stirena
dengan gugus sulfonat sedangkan posisi orto menunjukkan adanya halangan sterik
antara gugus stirena dengan gugus sulfonat. Reaksi sulfonasi pada posisi para
dapat dilihat pada Gambar 3.

6

Gambar 3 Reaksi polistirena tersulfonasi pada posisi para
Membran komposit dihasilkan dengan mencampurkan padatan PSS dengan
natrium alginat dalam berbagai variasi konsentrasi (3%, 5%, dan 7%) yang
dilarutkan dalam diklorometana dan dicetak. Membran dari ketiga konsentrasi
menunjukkan warna agak kekuningan. Perbedaan penambahan natrium alginat
pada PSS menunjukkan perbedaan intensitas warna. Semakin tinggi konsentrasi
yang ditambahkan maka semakin pekat warna pada membran komposit. PSS –
natrium alginat 7% menghasilkan warna kekuningan (Gambar 4b), sedangkan
membran PSS berwarna putih (Gambar 4a). Natrium alginat diduga hanya
berinteraksi secara fisik dengan membran PSS. Hal ini didukung dengan pencirian
gugus fungsi yang tidak muncul gugus baru pada membran komposit.

(a)

(b)

Gambar 4 Membran PSS (a) dan PSS – natrium alginat (b)
Derajat Sulfonasi
Derajat sulfonasi ditentukan dengan metode titrasi asam basa. Pengujian
derajat sulfonasi untuk melihat banyaknya gugus sulfonat yang menempel pada
polistirena. Semakin besar nilai derajat sulfonasi maka semakin banyak gugus

7

sulfonat yang terbentuk pada polistirena. Peningkatan derajat sulfonasi akan
meningkatkan sifat hidrofiliknya dan semakin banyak menyerap air yang menjadi
media perpindahan proton. Proses sulfonasi dilakukan pada suhu 60 ºC selama 45
menit. Berdasarkan Lampiran 2 derajat sulfonasi dengan penambahan konsentrasi
PS 5%, 10%, dan 15% berturut-turut sebesar 93.94%, 99.46%, dan 99.93%.
Semakin tinggi konsentrasi PS maka akan semakin besar nilai derajat sulfonasi
yang dihasilkan. Akan tetapi, PS 10% menghasilkan nilai derajat sulfonasi yang
hampir sama dengan PS 15% dengan kenaikan sebesar 0.47% (Gambar 5). Hal ini
menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut gugus sulfonat yang terbentuk
sudah maksimal sehingga penambahan PS dengan konsentrasi yang lebih tinggi
akan menghasilkan nilai DS yang tidak signifikan. Konsentrasi PS yang memiliki
nilai DS tertinggi digunakan untuk tahap pembuatan membran komposit.
99.46

99.93

10

15

100

DS (%)

98
96

93.94

94
92
90
5

Konsentrasi PS (%)

Gambar 5 Derajat sulfonasi pada membran PSS
Water Uptake
Pengujian water uptake untuk melihat kemampuan membran dalam
menyerap air karena air pada membran berfungsi sebagai media transport proton
H+ yang erat kaitannya dengan konduktivitas proton. Water uptake dilakukan pada
PSS 15% dengan penambahan natrium alginat 3%, 5%, dan 7%. Lampiran 3
memperlihatkan terjadi peningkatan bobot membran setelah perendaman yang
dinyatakan sebagai bobot basah. Hal ini menunjukkan bahwa membran
mempunyai kemampuan untuk mengikat air bebas meskipun penambahan
bobotnya tidak signifikan. Gambar 6 menunjukkan nilai water uptake yang
dihasilkan pada membran PS lebih kecil dibandingkan dengan PSS. Hal ini
disebabkan terjadinya perubahan sifat membran dari hidrofobik menjadi hidrofilik,
sehingga semakin banyak kandungan air yang terserap di dalam membran dan
semakin baik pula membran untuk swelling yang akan memengaruhi perpindahan
proton. Membran komposit PSS – natrium alginat 3% memiliki nilai water uptake
tertinggi sebesar 14.63%. Akan tetapi, membran komposit dengan natrium alginat
5% dan 7% nilai water uptake menurun karena semakin tinggi penambahan
natrium alginat maka semakin rapat pori – porinya sehingga air yang terserap ke

8

dalam membran juga sedikit. Suatu polimer akan mengembang ketika molekulmolekul pelarut menembus jaringannya (Stevens 2007).
14.63

16.00

Water uptake (%)

14.00
11.20

12.00

8.43

10.00
8.00
5.19

6.00
4.00
2.00

0.44

0.00
A

B

C

D

E

Jenis membran

Gambar 6 Water uptake pada jenis membran A (PS), B (PSS 15%), C, D, dan E
berturut-turut PSS – natrium alginat dengan konsentrasi 3%, 5%, dan 7%.
Penentuan Bobot Jenis

Bobot jenis (g/mL)

Penentuan nilai bobot jenis untuk melihat keteraturan molekul dalam
menempati ruang. Semakin tinggi nilai bobot jenis maka semakin tinggi tingkat
keteraturan molekul menempati ruang dalam membran (Kemala et al. 2011).
Pengukuran bobot jenis dengan menggunakan metode piknometri, yaitu contoh di
potong dengan ukuran yang sama kemudian di ukur dengan menggunakan
piknometer. Data bobot jenis dapat di lihat pada Lampiran 4. PSS memiliki nilai
bobot jenis yang lebih tinggi dibandingkan PS. Hal ini karena adanya gugus
sulfonat yang menyebabkan struktur dari PSS menjadi lebih rapat dibandingkan
PS. Gambar 7 memperlihatkan nilai bobot jenis yang semakin meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi natrium alginat. PSS – natrium alginat 7%
menghasilkan nilai bobot jenis tertinggi sebesar 1.5786 g/mL. Hal ini disebabkan
natrium alginat mampu mengisi rongga-rongga pada membran.
2
1.5
1
0.5
0
PS

PSS

PSS – Alg
3%

PSS – Alg
5%

PSS – Alg
7%

Jenis membran
Gambar 7 Bobot jenis dengan jenis membran. Keterangan: Alg = natrium alginat

9

Pencirian Membran
FTIR
Keberhasilan sulfonasi dan penambahan natrium alginat dianalisis
berdasarkan gugus fungsi pada sampel membran. Gambar 8 merupakan spektrum
FTIR dari PS dan PSS. Spektrum PS menunjukkan puncak serapan dengan adanya
ikatan C-H pada cincin aromatik pada bilangan gelombang 2924.21 cm-1.
Membran PSS menunjukkan serapan gugus sulfonat pada bilangan gelombang
834.25 cm-1 untuk vibrasi regang –SO3 dan 1195.92 cm-1 untuk vibrasi regang S=O. Serapan pada bilangan gelombang 834.25 cm-1 mencirikan gugus sulfonat
tersebut berikatan pada cincin aromatik di posisi para (Pavia et al. 2001). Serapan
gugus hidroksil pada bilangan gelombang 3526.99 cm-1 (Pavia et al. 2001). Hal
ini membuktikan adanya ikatan O-H pada gugus SO3H.

c
Garam
karboksilat

d

a
p-SO3

b

-S=O
-OH

Gambar 8 Spektrum inframerah membran PS (a), PSS (b), natrium alginat (c),
dan PSS – natrium alginat (d)
Spektrum FTIR natrium alginat (Gambar 8) menunjukkan puncak serapan
gugus garam karboksilat pada daerah bilangan gelombang 1613.52 cm-1 (Pavia et
al. 2001). Spektrum membran komposit PSS – natrium alginat menunjukkan
serapan gugus p-SO3 pada daerah bilangan gelombang 775.42 cm-1 dan gugus
garam karboksilat pada bilangan gelombang 1594.23 cm-1 (Pavia et al. 2001). Hal
ini menunjukkan adanya gugus sulfonat dan garam karboksilat pada membran
komposit.

10

Kajian Topografi Membran
Kajian topografi membran menggunakan AFM. Gambar 9 memperlihatkan
topografi PS, PSS 15%, dan PSS – natrium alginat 7%. Topografinya
menunjukkan PSS (Gambar 9b) terdapat daerah gelap yang menunjukkan adanya
gugus sulfonat. Namun setelah ditambahkan natrium alginat, topografi pada
membran PSS – natrium alginat (Gambar 9c) yang dihasilkan menunjukkan
daerah gelap gugus sulfonat telah diisi dengan natrium alginat sehingga
permukaan membran komposit menjadi halus dibandingkan PSS.

(a)

(b)

(c)

Gambar 9 Topografi AFM pada PS(a), PSS(b), dan PSS – natrium alginat 7%(c)
Analisis AFM dapat menunjukkan kekasaran dari permukaan sampel
membran. PS (Gambar 10a) lebih kasar dibandingkan PSS (Gambar 10b) dan PS
– natrium alginat 7% (Gambar 10c). Hal ini disebabkan adanya gugus sulfonat
pada PSS menjadi bersifat hidrofilik sehingga puncak dan lembah yang dihasilkan
lebih landai dibandingkan PS. Adanya penambahan natrium alginat membuat
membran lebih bersifat hidrofilik dan menjadi swelling sehingga permukaan lebih
halus seperti terlihat pada Gambar 10c. Kekasaran ini sejalan dengan nilai
konduktivitas proton dan beda potensial yang dihasilkan pada membran. Natrium
alginat dapat menaikkan nilai konduktivitas proton dan beda potensial (Lampiran
5 dan Lampiran 6).

(a)
(b)
(c)
Gambar 10 Kekasaran PS (a), PSS (b), dan PSS – natrium alginat 7% (c)
Permeabilitas Metanol
Permeabilitas metanol di uji secara kualitatif untuk melihat adanya
methanol crossover dalam membran. Methanol crossover merupakan
ketidakmampuan membran untuk menahan metanol akibat proses difusi
molekular dari anode ke katode yang dapat menyebabkan hilangnya sebagian
kecil bahan bakar yang digunakan dan menyebabkan laju reaksi di katode menjadi
lambat yang berarti menurunkan kinerja voltase sel secara keseluruhan

11

(Handayani dan Dewi 2009). Berdasarkan hasil pengujian membran PS, PSS, PSS
– natrium alginat (3%, 5%, dan 7%) mampu menahan methanol crossover yang
ditunjukkan dengan keringnya tisu pada permukaan bawah membran, artinya
membran tersebut baik digunakan untuk aplikasi Direct Methanol Fuel Cell.
Konduktivitas Proton

Konduktivitas proton
σ (× 10⁻⁶ S/cm)

Konduktivitas proton diukur menggunakan impidance analyzer LCR meter dengan elektrode karbon. Pengukuran konduktivitas proton dengan 2
perlakuan antara membran yang diaktivasi dan membran yang tidak diaktivasi.
Membran yang diaktivasi menggunakan H2O2 dan H2SO4 yang memiliki nilai
konduktivitas proton yang lebih tinggi dibandingkan membran yang tidak
diaktivasi. Hal ini terjadi karena membran yang diaktivasi dengan berbagai
oksidator kuat tersebut memiliki gugus penghantar proton yang lebih aktif
sehingga konduktivitas protonnya akan semakin meningkat. Berdasarkan
Lampiran 5 PSS dengan penambahan zat aditif dapat meningkatkan nilai
konduktivitas proton. Akan tetapi, semakin tinggi konsentrasi natrium alginat baik
yang diaktivasi maupun yang tidak diaktivasi malah menurunkan nilai
konduktivitas proton. PSS – natrium alginat 3% yang diaktivasi sebesar 4.1825 ×
10-6 S/cm sedangkan penambahan natrium alginat 5% dan 7% menurun sebesar
58.88% dan 59.48%. PSS – natrium alginat 3% yang tidak diaktivasi sebesar
1.5990 × 10-6 S/cm sedangkan penambahan natrium alginat 5% dan 7% menurun
sebesar 7.87% dan 11.79%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan zat aditif
yang berlebih dapat menyebabkan tertutupnya gugus sulfonat sebagai penghantar
proton sehingga akan menurunkan nilai konduktivitas proton. Gambar 11
menunjukkan PSS – natrium alginat 3% memiliki konduktivitas proton tertinggi
dibandingkan membran yang lain. Selain itu, membran tersebut juga memiliki
nilai water uptake tertinggi. Hal ini menunjukkan keberadaan air dapat membantu
transfer proton sehingga meningkatkan nilai konduktivitas proton. Akan tetapi,
jika penambahan konsentrasi natrium alginat yang terlalu berlebih maka akan
menurukan nilai water uptake dan konduktivitas proton. Semakin besar
konduktivitas proton yang dihasilkan, maka membran tersebut semakin baik
digunakan dalam sistem sel bahan bakar.
5.0000
4.0000
3.0000
2.0000
1.0000
0.0000
A

B

C

D

E

Jenis membran
Nonaktivasi

Aktivasi

Gambar 11 Konduktivitas proton pada jenis membran A(PS), B (PSS 15%), C, D,
E berturut-turut PSS – natrium alginat dengan konsentrasi 3%, 5%, dan 7%

12

Uji Aplikasi Sistem DMFC
Sistem DMFC menggunakan metanol di anode dan larutan kalium
ferisianida dalam bufer fosfat di katode serta menggunakan elektrode karbon.
Pada katode, Fe(III) akan tereduksi menjadi Fe(II) oleh aliran elektron dari anode.
Proses reduksi yang terjadi ditandai dengan timbulnya warna kuning kehijauan
pada larutan di katode. Oksidasi metanol terjadi di anode menghasilkan proton,
elektron, dan CO2. CO2 dikeluarkan dari sistem anode sementara proton bergerak
menyebrangi membran menuju katode yang kemudian bereaksi dengan oksigen
menghasilkan air. Tumpukan elektron di anode menghasilkan beda potensial yang
memaksa elektron mengalir dalam sirkuit arus yang dipakai sebagai arus searah
oleh peralatan elektronik, kemudian sampai di katode sehingga menyempurnakan
reaksi pembentukan molekul air.

Gambar 12 Prinsip kerja DMFC (Marita 2011)
Metanol secara langsung diubah menjadi energi listrik melalui proses kimia
dengan menggunakan membran sebagai penghalang selektif sehingga efisiensinya
menjadi tinggi yang dapat menghemat metanol sebagai bahan bakar akibatnya
CO2 yang dihasilkan dari reaksi dalam jumlah yang kecil. Reaksi yang terjadi
dalam DMFC sebagai berikut.
Reaksi di anode
: CH3OH + H2O → CO2 + 6 H+ + 6eReaksi di katode
: 3/2 O2 + 6 H+ + 6e- → 3H2O
Reaksi total
: CH3OH + 3/2 O2 → CO2 + 2 H2O
Gambar 13 menunjukkan membran PSS – natrium alginat 3 %
menghasilkan nilai beda potensial tertinggi dalam sistem DMFC sebesar 20 mV.
Nilai tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan
Anto (2013) dengan membran kitosan – natrium alginat yang bernilai 11 mV.
Penambahan natrium alginat meningkatkan nilai beda potensial dibandingkan
tanpa penambahan natrium alginat. Akan tetapi, jika konsentrasinya ditingkatkan
lagi maka terjadi penurunan kembali. Hal Ini berbanding lurus dengan nilai
konduktivitas proton.

Beda potensial (mV)

13

25
20
15
10
5
0
PS

PSS

PSS – Alg
3%

PSS – Alg
5%

PSS – Alg
7%

Jenis membran

Gambar 13 Beda potensial pada jenis membran yang telah diaktivasi.
Keterangan: Alg = natrium alginat

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Membran komposit polistirena tersulfonasi – natrium alginat telah berhasil
dibuat dengan proses sulfonasi pada suhu 60 ºC selama 45 menit yang
menghasilkan konduktivitas proton dan beda potensial tertinggi sebesar 4.1825 ×
10-6 S/cm dan 20 mV pada konsentrasi natrium alginat 3%. Membran komposit
PSS – natrium alginat (3%, 5%, dan 7%) mampu menahan methanol crossover
sehingga membran tersebut baik digunakan untuk aplikasi Direct Methanol Fuel
Cell.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pembuatan membran komposit
dengan menggunakan bahan lain seperti polisulfon dengan natrium alginat pada
waktu reaksi optimum sehingga menghasilkan nilai konduktivitas proton yang
tinggi, dan analisis uji termal (DSC). Pengukuran permeabilitas metanol secara
kuantitatif untuk mengetahui keberadaan metanol secara pasti dalam sistem dan
penggunaan elektrode lain seperti platinum.

DAFTAR PUSTAKA
Anto R. 2013. Membran komposit kitosan-natrium alginat untuk aplikasi direct
methanol fuel cell [skripsi]. Bogor: IPB.
Apriliana SD. 2012. Membran polistirena tersulfonasi untuk aplikasi pada
microbial fuel cell[skripsi]. Bogor: IPB.

14

Dewi EL dan Handayani S. 2007. Karakterisasi komposit hidrokarbon polimer
tersulfonasi (sABS-Z) sebagai alternatif polielektrolit untuk fuel cell. J
Sains Materi Indonesia: 1-4.
Dhuhita A, Arti DK. 2010. Karekterisasi dan uji kinerja SPEEK, cSMM, dan
Nafion untuk aplikasi direct methanol fuel cell (DMFC) [skripsi].
Semarang: Universitas Diponegoro.
Handayani S dan Dewi EL. 2009. Blending Akrilonitril Butadiena Stiren Dengan
Polietereterketon Tersulfonasi Untuk Sel Bahan Bakar Metanol Langsung.
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI. ISBN 978-979-98300-12.
Kemala T, Sjahriza A, Fclani N. 2011. Sifat mekanis polipaduan polistirena pati
menggunakan zat pemlastis epoksida minyak jarak pagar. Di dalam Delvira
N, editor. Prosiding Seminar Himpunan Kimia Indonesia. Pekanbaru, 18-19
Juli 2011. Pekanbaru Dewan Riset Nasional ISSN: 2086-4310.
Li L, Zhang J, Wang Y. 2003. Sulfonated poly(ether ketone) membrane for direct
methanol fuel cell. J of Membrane Science 226: 159-167.
Lira M, Santos L, Azeredo J, Pimentel EY, Elisabete M. 2007. Comparative study
of silicone – hydrogel contact lenses surfaces before and after wear using
atomic force microscopy. J of Biomed Materialis. Part B: appl biomaterials.
DOI: 10.1002/jbm.b.30954.
Liu Q, Song L, Zhang Z, Liu X. 2010. Preparation and characterization of the
PVDF-based composite membrane for direct methanol fuel cell. J of Energy
and Environment 1:643-656.
Marita Im. 2011. Pembuatan dan karakterisasi komposit membran PEEK
silika/clay untuk aplikasi direct methanol fuel cell (DMFC) [tesis].
Semarang: Universitas Diponegoro.
Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS. 2001. Introduction to Spectroscopy.
Washington (US): Thomson Learning, Inc.
Shin JP, Chang BJ, Kim JH, Le SB, Suh DH. 2005. Sulfonated polystyrene/ PTFE
composite membrane. J of membrane Science 251: 247-254
Smitha B, Sridhar S, Khan AA. 2005. Solid polymer electrolyte membranes for
fuel cell applications. J of Membrane Science 259: 10–26.
Steven M. 2007. Kimia Polimer. Sopyan I, penerjemah. Jakarta (ID): Pradnya
Pramita. Terjemahan dari: Polymer Chemistry: An Introduction.
Suka IG, Wasinton S, Eniya LD. 2010. Pembuatan membran polimer elektrolit
berbasis polistiren akrilonitril (SAN) untuk aplikasi direct methanol fuel
cell. J Natur Indonesia 13(1): 1-6.
Susiyanti HF. 2012. Sintesis dan Karakterisasi Membran Penukar Proton
Polistirena Tersulfonasi sebagai Bahan Bakar Perangkat Direct Methanol
Fuel Cell [skripsi]. Bogor: IPB.

15

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Polistirena
Penambahan oleum pada suhu
60 ºC selama 45 menit
Polistirena
tersulfonasi (PSS)

Penambahan natrium alginat
Membran PSS –
natrium alginat

Kinerja Membran

Kualitatif

Permeabilitas
metanol

Kuantitatif

Derajat sulfonasi
Water uptake
Bobot jenis
Konduktivitas proton
Uji aplikasi DMFC

Pencirian membran

FTIR
AFM

16

Lampiran 2 Penentuan derajat sulfonasi
Larutan

Bobot
membran
(g)

Volume

Volume HCl (mL)

NaOH 1 N (mL)

awal

akhir

terpakai

Derajat
Sulfonasi
(%)

PSS 5 %

0.1036

10

0.10

5.80

5.70

93.94

PSS 10 %

0.1060

10

23.10

28.70

5.60

99.46

PSS 15 %

0.1055

10

28.70

34.30

5.60

99.93

Contoh perhitungan:
PSS 5%
Diketahui:
V awal = V HCl blanko = 6.90 mL
Vakhir = V HCl terpakai = 5.70 mL
BE SO3 = 80.06 g/ek
Standardisasi HCl
V NaOH × N NaOH = V HCl ×V HCl
10 mL × 0.6990 N = 6.90 mL × N HCl
N HCl = 1.0130 N

=

(

-

×

⁄ ×



17

Lampiran 3 Penentuan water uptake
Membran
PS

PSS

PSS – Alg 3 %

PSS – Alg 5 %

PSS – Alg 7 %

Ulangan

Bobot membran (g)

Water uptake

Rerata water
uptake

kering

basah

(%)

(%)

1

0.0344

0.0347

0.87

0.44

2

0.0433

0.0434

0.23

3

0.0438

0.0439

0.23

1

0.0283

0.0298

5.30

2

0.0307

0.0322

4.89

3

0.0278

0.0293

5.40

1

0.0431

0.0486

12.76

2

0.0402

0.0468

16.42

3

0.0428

0.0491

14.72

1

0.0365

0.0407

11.51

2

0.0405

0.0457

12.84

3

0.0378

0.0413

9.26

1

0.0343

0.0373

8.75

2

0.0313

0.0337

7.67

3

0.0361

0.0393

8.86

Contoh perhitungan:
PSS – Na alginat 3 % ulangan 1



Water uptake = 12.76 %

= 14.63 %

5.19

14.63

11.20

8.43

18

Lampiran 4 Penentuan bobot jenis
Membran

PS

Ulangan

1
2
3

PSS

1
2
3

PSS –
Alg 3 %

1
2
3

PSS –
Alg 5 %

PSS –
Alg 7 %

D

rerata
D

0.00125

1.0205

1.0204

40.0301

0.99623

0.00125

1.0217

39.9814

0.99623

0.00125

1.0188

39.9902

0.99623

0.00125

1.0460

40.0105

0.99623

0.00125

1.0769

0.99623

0.00125

1.0531

0.99623

0.00125

39.9260

0.99623

0.00125

1.1002

0.99623

0.00125

1.1143

0.99623

0.00125

W0

W1

W2

W3

(g)

(g)

(g)

(g)

15.0033

15.0075

39.9691

39.9690

0.99623

15.0033
15.0033
15.0033
15.0033

15.0073
15.0078
15.0075
15.0073

40.0302
39.9815
39.9904
40.0108

15.0033

15.0070

40.0043

40.0041

15.0029

15.0102

39.9454

39.9445

15.0029

15.0103

39.9267

Da

1.1361

15.0029

15.0095

39.9543

39.9536

15.0034

15.0099

39.9720

39.9703

2

15.0034

15.0094

39.9226

39.9210

0.99623

0.00125

1.3580

3

15.0034

15.0095

39.9553

39.9537

0.99623

0.00125

1.3500

15.0033

15.0083

39.9539

39.9520

0.99623

0.00125

2

15.0033

15.0083

39.9834

39.9816

0.99623

0.00125

1.5559

3

15.0033

15.0082

39.9843

39.9825

0.99623

0.00125

1.5740

1

1

Contoh perhitungan untuk PS:

=

D1

(

–(

D = 1.0205 g/mL

= 1.0204 g/mL

×

1.3486

1.6061

1.0587

1.1169

1.3522

1.5786

19

Lampiran 5 Penentuan konduktivitas proton
Perlakuan

Konduktans

Tebal
membran

G ( × 10-6 S)

L (cm)

Konduktivitas
σ ( × -6
S/cm)

PS

209.59

0.023

0.9641

PSS

226.64

0.023

1.0425

PSS – Alg 3 %

347.60

0.023

1.5990

PSS – Alg 5 %

320.23

0.023

1.4731

PSS – Alg 7 %

306.60

0.023

1.4104

PS

283.86

0.023

1.3058

PSS

300.16

0.023

1.3807

PSS – Alg 3 %

909.23

0.023

4.1825

PSS –Alg 5 %

373.91

0.023

1.7200

PSS – Alg 7 %

368.37

0.023

1.6945

Konsentrasi

Nonaktivasi

Aktivasi

Contoh perhitungan untuk PS nonaktivasi:
σ=

×

σ=

×

σ=

4 ×

×
-6

S/cm

Lampiran 6 Penentuan beda potensial dalam sistem DMFC
Membran

Beda potensial (mV)

PS

6

PSS

8

PSS – Alg 3 %

20

PSS – Alg 5 %

12

PSS – Alg 7 %

10

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Sukabumi, 13 Mei 1992. Penulis merupakan anak kedua
dari pasangan Yayan Jayani dan Siti Nurhayati. Pada tahun 2009, penulis lulus
dari SMA Muhammadiyah 4 Jakarta dan melanjutkan studi di Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Selama masa kuliah, penulis
aktif dalam berbagai kegiatan, antara lain organisasi dan kegiatan program
kreativitas mahasiswa. Organisasi yang pernah diikuti selama kuliah, yaitu
anggota GENTRA KAHEMAN, anggota Departemen Pengembangan Usaha
Kimia, Imasika (2010-2011), Ketua Departemen Pengembangan Usaha Kimia,
Imasika (2012). Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum, antara lain
Kimia Anorganik (2011 dan 2013), Kimia Fisik (2013), Petrokimia dan Kimia
Polimer (2013), dan Mikrobiologi (2013) di lingkungan D3 Analisis Kimia IPB.
Tahun 2012, penulis memperoleh dana hibah dikti untuk program
kreativitas mahasiswa (PKM) yang berjudul Aplikasi Teknologi Membran
Ultrafiltrasi dari Limbah Bonggol Nanas yang Mampu Menyerap Logam Berat
untuk Pengolahan Virgin Coconut Oil (VCO) yang Kaya Kandungan Asam Laurat
(Laurat Acid). Penulis juga pernah melakukan praktik lapangan di Laboratorium
Quality Control PT Pradja Pharin (Prafa) dengan judul laporan Validasi Metode
Disolusi Zat Aktif Fenilpropanolamina HCl dan Klorfeniramina Maleat dalam
Tablet Paratusin Menggunakan KCKT.
.