Sintesis dan Karakterisasi Membran Penukar Proton Polistirena Tersulfonasi sebagai Bahan Perangkat Direct Methanol Fuel Cell

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN PENUKAR PROTON
POLISTIRENA TERSULFONASI SEBAGAI
BAHAN PERANGKAT DIRECT METHANOL FUEL CELL

HANY FITRI SUSIYANTI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN PENUKAR PROTON
POLISTIRENA TERSULFONASI SEBAGAI
BAHAN PERANGKAT DIRECT METHANOL FUEL CELL

HANY FITRI SUSIYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK
HANY FITRI SUSIYANTI. Sintesis dan Karakterisasi Membran Penukar
Proton Polistirena Tersulfonasi sebagai Bahan Perangkat Direct Methanol Fuel
Cell. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ARMI WULANAWATI.
Polistirena (PS) tersulfonasi dapat digunakan sebagai membran penukar
proton (PEM). Karakterisasi dan kinerja PEM dilakukan terhadap polistirena
tersulfonasi (PSS) menggunakan spektrofotometer fourier transform infrared,
mikroskopi elektron payaran, dan parameter derajat sulfonasi (DS). Keberhasilan
proses sulfonasi ditunjukkan oleh nilai DS membran PSS 3%, 5%, dan 10%
secara berturut-turut adalah 35.09%; 42.26%; dan 48.15%. Pada spektrum
inframerah terlihat bahwa sulfonasi telah terjadi pada membran PSS 10% dengan
adanya gugus sulfonat (-SO 3 ) pada bilangan gelombang 1029.39 dan 1178.03 cm1

. Morfologi permukaan membran PSS dikategorikan non-pori. Uji permeabilitas
metanol secara kualitatif menunjukkan bahwa membran PSS 3%, 5%, dan 10%
tidak ada resapan. Hasil pengukuran nilai konduktivitas (σ) yang diperoleh PS,
PSS 3%, PSS 5%, dan PSS 10% secara berturut-turut adalah (0.0114 ; 1.5511;
3.0919; dan 3.8949) × 10-6 S/cm. Sehingga membran PSS 3%, 5%, dan 10% dapat
dijadikan sebagai bahan perangkat pada direct methanol fuel cell.
Kata Kunci: polistirena tersulfonasi, membran penukar proton (PEM), Direct
Methanol Fuel Cell (DMFC)

ABSTRACT
HANY FITRI SUSIYANTI. Synthesis and Characterization of Proton Exhange
Membrane on Sulfonated Polystyrene for Direct Methanol Fuel Cell. Supervised
by SRI MULIJANI and ARMI WULANAWATI.
Sulfonated polystyrene can be used as proton exchange membrane (PEM).
Characterization and performance of PEM has been performed on sulfonated
polystyrene (PSS) using fourier transform infrared spectrophotometer, scanning
electrone microscope, and degree of sulfonation (DS) parameter. The success of
the process indicated by the DS of the membrane PSS 3%, 5%, and 10% were
35.09%; 42,26%; and 48.15%, respectively. The infrared spectrum shows that
sulfonation has been succesful in 10% PSS membranes as indicated by the

presence of sulfonate groups (-SO 3 ) at wavenumber 1029.39 and 1178.03 cm-1.
PSS membrane surface morphology is categorized non-porouse. Methanol
permeability with qualitative test showed that the membrane PSS 3%, 5%, and
10% have no infiltration. The results of measurements of the conductivity (σ)
obtained by PS, PSS 3%, PSS 5%, and PSS 10% were (0.0114; 1.5511; 3.0919;
and 3.8949) × 10-6 S/cm, respectively. So that the membrane PSS 3%, 5%, and
10% can be used as a device in direct methanol fuel cell.
Keyword: sulfonated polystyrene, Proton Exchange Membrane (PEM), Direct
Methanol Fuel Cell (DMFC)

Judul
Nama
NIM

: Sintesis dan Karakterisasi Membran Penukar Proton Polistirena
Tersulfonasi sebagai Bahan Perangkat Direct Methanol Fuel Cell
: Hany Fitri Susiyanti
: G44080082

Disetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Sri Mulijani, MS
NIP. 19630401 199103 2 001

Armi Wulanawati, S.Si, M.Si
NIP. 19690725 200003 2 001

Diketahui,
Ketua Departemen

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS.
NIP. 19501227 197603 2 002

Tanggal Lulus:

PRAKATA


Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul
“Sintesis dan Karakterisasi Membran Penukar Proton Polistirena Tersulfonasi
sebagai Bahan Perangkat Direct Methanol Fuel Cell ”. Penelitian ini dilaksanakan
dari tanggal 8 Februari 2012 sampai dengan 30 Mei 2012 di Laboratorium
Diploma IPB Cilibende dan Laboratorium Kimia Fisik IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Sri Mulijani, MS dan Ibu
Armi Wulanawati, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan karya tulis ini. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Ibu, Bapak, Yudha, Viyata, Mbah, dan Mas
Hendro atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis
ini. Terima kasih atas bantuan dan semangat yang diberikan, semoga mendapat
balasan pahala dari Allah SWT.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi
pembaca. Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bogor, Juni 2012


Hany Fitri Susiyanti

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 20 Mei 1990 dari Bapak Kapten
Infantri Ujang Sumisjana dan Ibu Sri Wuryanti. Penulis merupakan putri pertama
dari tiga bersaudara.
Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kuningan pada tahun 2008 dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Pada tahun 2011 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT Indofarma
(Persero) Tbk pada bulan Juli-Agustus. Pada tahun 2010 penulis melaksanakan go
field yang diadakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
(LPPM-IPB) di PT Perkebunan Nusantara VIII, kebun Gedeh, Kabupaten Cianjur
pada bulan Juli-Agustus. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif bergabung
dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama tahun 2008-2009,
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
2009-2010, Himpunan Profesi Ikatan Mahasiswa Kimia 2010-2011, dan Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pramuka sejak tahun 2008. Pada tahun 2010 penulis

lolos proposal yang didanai oleh Dikti dalam Program Kreatifitas Mahasiswa
(PKM) bidang pengabdian masyarakat, dan pada tahun 2011 juga lolos proposal
yang didanai oleh Dikti dalam Program Kreatifitas Mahasiswa bidang penelitian.
Pada tahun 2012 penulis lolos proposal pengembangan usaha dalam kegiatan
program mahasiswa wirausaha yang diadakan oleh Direktorat Pengembangan
Karir dan Hubungan Alumni (DPKHA) IPB. Selain itu, penulis menjadi asisten
mata kuliah Kimia Anorganik Layanan pada tahun 2012, Kimia Fisik pada tahun
2012, dan Kimia Fisik Layanan pada tahun 2012.
Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan
menyusun skripsi dengan judul “Sintesis dan Karakterisasi Membran Penukar
Proton Polistirena Tersulfonasi Sebagai Bahan Perangkat Direct Methanol Fuel
Cell”.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
BAHAN DAN METODE ........................................................................................1
Alat dan Bahan ...............................................................................................1

Metode Penelitian ...........................................................................................1
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................2
Sintesis Polistirena Tersulfonasi .....................................................................2
Karakterisasi PEM ..........................................................................................4
Uji Kinerja PEM .............................................................................................5
SIMPULAN DAN SARAN .....................................................................................6
Simpulan .........................................................................................................6
Saran ...............................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................6
LAMPIRAN .............................................................................................................8

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Reaksi sulfonasi polistirena pada posisi para ....................................................3

2

Ikatan silang pada polistirena tersulfonasi posisi para ......................................3


3

Perbedaan warna larutan (a) sebelum dan (b) setelah sulfonasi .......................3

4

Membran PSS 10% ..........................................................................................3

5

Hasil FTIR uji membran polistirena (–) dan polistirena tersulfonasi (–) ..........4

6

Hasil uji SEM pada permukaan membran (a) PS dan (b) PSS dengan
perbesaran 20000× ............................................................................................5

7


Hasil uji SEM pada penampang lintang membran (a) PS dan (b) PSS
dengan perbesaran 20000×................................................................................5

8

Skema dari DMFC ............................................................................................6

9

Direct Methanol Fuel Cell menggunakan bahan perangkat membran PSS
10% ...................................................................................................................6

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Diagram alir penelitian......................................................................................8

2


Data hasil penentuan bobot molekul Polistirena tersulfonasi ...........................9

3

Penentuan Derajat Sulfonasi (DS) ..................................................................10

4

Hasil pengukuran water uptake ......................................................................11

5

Konduktivitas membran ..................................................................................12

1

PENDAHULUAN
Permintaan dan penawaran energi yang
tidak seimbang disertai laju pertumbuhan
penduduk
yang
tinggi
menyebabkan
tersedotnya cadangan energi terutama bahan
bakar fosil yang merupakan sumber energi
utama dunia. Salah satu teknologi pengadaan
energi alternatif yang ramah lingkungan
adalah fuel cell (sel bahan bakar) yang
mengkonversi energi kimia dari bahan bakar
dan oksidan menjadi energi listrik secara
langsung. Teknologi fuel cell ini dipandang
lebih efisien dan tidak menimbulkan polusi
(Sopiana 2005; Lu 2005; Byungchan 2005;
Albert 2003). Fuel cell yang menggunakan
bahan bakar metanol dikenal sebagai Direct
Methanol Fuel Cell (DMFC).
Pada umumnya PEM yang digunakan
untuk DMFC yaitu politetrafluoroetilena
(PTFE) dengan cabang gugus asam sulfonat
(Nafion) (Parra 2004; Cho 2005). Hal ini
dikarenakan nafion yang merupakan polimer
tersulfonasi memiliki konduktivitas ionik
yang tinggi (0.1 S/cm pada 25 °C) serta
kestabilan mekanik, termal, dan kimia yang
baik (Hendrana et al 2007). Selain itu,
membran nafion tidak memiliki pori dengan
penampang lintang isotropik dan ketebalan
50-500 µm. Karakterisasi PEM yang baik
dalam penggunaan sel bahan bakar yaitu
memiliki konduktivitas proton yang tinggi,
pemisah untuk bahan bakar dan oksigen,
rendah tingkat pemindahan bahan bakarnya,
tinggi kekuatan mekaniknnya, suhunya stabil,
resistensinya tinggi terhadap oksidasi, reduksi
dan hidrolisis (Dhuhita dan Kusuma 2010).
Peixiang (2008) menggunakan poli
(eter eter keton), PEEK tersulfonasi sebagai
alternatif
membran
penukar
proton.
Konduktivitas ionik yang diperoleh adalah 0.1
S/cm pada 90 °C. PEEK ini merupakan
polimer
termoplastik
yang
memiliki
ketahanan kimia yang sangat baik, termooksidatif dengan stabilitas yang tinggi, dan
sifat mekanik yang baik.
Styrofoam merupakan polistirena (PS)
yang
tergolong
polimer
termoplastik.
Styrofoam adalah limbah yang tidak dapat
diuraikan oleh alam sehingga berakibat buruk
bagi kesehatan (BPOM 2008). Polistirena
dapat disulfonasi untuk meningkatkan
konduktivitas proton dengan menangkap
gugus sulfonat sehingga dapat digunakan
sebagai PEM. Dengan demikian, pada
penelitian ini akan dilakukan sintesis
polistirena dari styrofoam yang termasuk

limbah berbahaya menjadi polistirena
tersulfonasi (PSS) sebagai PEM pada DMFC.
Selanjutnya dilakukan karakterisasi meliputi:
penentuan bobot molekul, pengujian struktur
menggunakan
spektrofotometer
FTIR,
pencirian morfologi dengan mikroskopi
elektron
payaran
(SEM),
pengukuran
permeabilitas metanol, dan pengukuran
konduktivitas proton. Manfaat dari penelitian
ini adalah dapat mengurangi limbah
stryrofoam yang tidak dapat diuraikan oleh
alam dan memberikan alternatif sumber energi
yang ramah lingkungan.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah pengaduk
mekanik, labu leher 3, spektrofotometer
Fourier transform infrared (FTIR) Bruker
Tensor 27, Scanning Electrone Microscope
(SEM) JEOL JSM-836OLA dan impedansi
spektroskopi LCR-meter (HIOKI 3532-50).
Bahan yang digunakan adalah styrofoam,
asam sulfat berasap 65% SO 3 (oleum),
metanol, kloroform, diklorometana, gas
nitrogen, dan air deionisasi.
Metode Penelitian
Pembuatan membran penukar proton
(PEM) menggunakan polistirena tersulfonasi.
Polistirena tersulfonasi ini diperoleh dari hasil
sintesis gabus polistirena. Membran yang
diperoleh, dikarakterisasi dengan 6 pengujian
(Lampiran 1), yaitu: penentuan bobot
molekul, pengujian struktur menggunakan
spektrofotometri FTIR, pencirian morfologi
dengan mikroskopi elektron payaran (SEM),
pengukuran permeabilitas metanol, dan
pengukuran konduktivitas proton.
Sintesis Polistirena Tersulfonasi (PSS)
(Peixiang et al 2004)
Styrofoam dilarutkan ke dalam
kloroform sehingga diperoleh larutan PS
dengan konsentrasi 3%, 5%, dan 10%.
Larutan oleum diteteskan secara bertahap ke
dalam labu leher 3 dan gas SO 3 yang
terbentuk didorong oleh gas nitrogen menuju
larutan PS. Larutan PS ini diaduk
menggunakan pengaduk mekanik hingga
homogen. Sintesis PS ini dilakukan selama 30
menit di ruang asam.

2

Sintesis Membran (Peixiang et al 2004)
Bubuk PSS kering dilarutkan dalam
diklorometana kemudian diaduk hingga
homogen. Larutan dituangkan ke dalam piring
kaca, kemudian dikeringkan pada kondisi
ambien selama 1 hari.
Pengukuran Bobot Molekul
Bobot
molekul
PSS
dihitung
menggunakan viskometer untuk mengukur
waktu alir. PSS dilarutkan dalam kloroform
hingga diperoleh konsentrasi 1.015%;
1.539%; 2.120%; 2.527%; dan 3.061%.
Pengukuran
viskositas
menggunakan
viskometer Ostwald pada suhu 30 °C (suhu
konstan menggunakan penangas air) dengan
cara menghitung waktu alir kloroform sebagai
pelarutnya dan waktu alir larutan PSS pada
berbagai konsentrasi. Viskositas relatif
ditentukan dengan membandingkan waktu alir
PSS dengan waktu alir larutan pelarut (t/t 0 ).
Viskositas intrinsik ditentukan dengan cara
memplotkan viskositas spesifik/konsentrasi
PSS sebagai sumbu Y dan konsentrasi PSS
sebagai sumbu X.
Bobot molekul (Mv) ditentukan
berdasarkan persamaan Mark-Houwink:
[η] = k (Mv)a
k dan a merupakan tetapan yang
bergantung pada pelarut, polimer, dan suhu.
Nilai k dan a secara berturut turut 11×10-5 dan
0.725.

dibekukan dengan nitrogen cair selama 10
menit sehingga membran menjadi beku.
Membran beku kemudian dipatahkan dan
ditempelkan pada cell holder. Membran
dilapisi dengan emas lalu dimasukkan ke
dalam chamber. Selanjutnya dilakukan
pemotretan membran terhadap permukaan dan
penampang lintang membran.
Pengukuran Permeabilitas Metanol
Pengukuran permeabilitas metanol
dilakukan secara kualitatif. Membran PSS 3%,
5%, dan 10% dijepit diantara 2 chamber
(chamber A dan chamber B). Sebanyak 50
mL larutan metanol 3 M dimasukkan kedalam
chamber A. Pengukuran dilakukan selama 1
jam untuk mengetahui permeabilitas metanol
dari membran tersebut.
Pengukuran Konduktivitas Proton
Konduktivitas proton yang melintang
dari membran PSS diukur menggunakan
impedansi spektroskopi. Membran dengan
ukuran panjang 5,6 cm dan lebar 0,8 cm
dijepit diantara 2 stell elektroda karbon.
Kemudian nilai konduktans membran terbaca.
Membran PSS yang diperoleh diaplikasikan
sebagai Direct Methanol Fuel Cell, kemudian
dihubungkan dengan alat voltmeter untuk
mengetahui nilai voltase pada masing-masing
membran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis Polistirena Tersulfonasi

Penentuan Derajat Sulfonasi
Derajat Sulfonasi (DS) ditentukan
dengan metode titrasi. Sampel membran
sekitar 0.1 gram direndam dalam larutan
NaOH 1 N selama 3 hari. Selanjutnya dititrasi
dengan larutan HCl.
Pengujian Struktur
Pengujian struktur PS dan PSS 10%
dilakukan menggunakan FTIR dengan
resolusi 4 dan payar 32. Pengujian ini
dilakukan untuk melihat gugus fungsi dari
membran PS dan PSS.
Analisis Morfologi Membran (SEM)
Analisis morfologi membran dilakukan
pada PS dan PSS 10%. Membran PS dan PSS

Sintesis
polistirena
tersulfonasi
dilakukan dengan mengalirkan oleum pada
larutan polistirena menggunakan gas nitrogen
sebagai gas pembawa. Polistirena tahan
terhadap asam, basa, dan zat pengarat lainnya,
tetapi mudah larut dalam hidrokarbon
aromatik dan berklor (Cowd 1991). Larutan
polistirena merupakan polistirena yang
dilarutkan dalam kloroform. Reaksi sulfonasi
merupakan suatu reaksi substitusi yang
bertujuan untuk mensubstitusi atom H dengan
gugus ~SO 3 pada molekul organik melalui
ikatan kimia (Gambar 1). Reaksi sulfonasi
yang dapat terjadi pada posisi orto dan para
dilakukan selama 30 menit pada suhu 30 °C di
ruang asam.

3

Gambar 1 Reaksi sulfonasi polistirena pada posisi para.
Polistirena yang digunakan berasal dari
gabus styrofoam. Menurut BPOM (2008)
Styrofoam atau gabus polistirena mengandung
90-95% polistirena dan 5-10% gas seperti nbutana dan n-pentana. Polistirena merupakan
polimer termoplastik yang aromatik, dapat
meleleh jika dipanaskan dan kembali menjadi
padatan jika didinginkan (Steven 2007).
Polistirena tersulfonasi akan memberi
kekuatan
antifouling
dan
suasana
hidrodinamis pada membran yang merupakan
mekanisme yang sangat penting dalam
perpindahan proton.
Pada umumnya
polistirena tersulfonasi (PSS) memiliki gugus
~SO 3 pada posisi para dan ikatan silang yang
berguna untuk penukar ion dan membran
penukar proton serta bersifat higroskopis
(Gambar 2).

Proses sulfonasi mengubah warna larutan
awal yang tidak berwarna menjadi kuning
bening (Gambar 3). Warna kuning ini secara
fisik menunjukkan adanya gugus sulfonat
pada larutan.

(a)

(b)

Gambar 3 Perbedaan warna larutan (a)
sebelum dan (b) setelah sulfonasi.
Hasil sulfonasi yang telah diperoleh
ini, dikeringudarakan selama 1 hari untuk
menghilangkan kloroform sebagai pelarutnya.
Selanjutnya, padatan PSS dilarutkan dalam 10
mL diklorometana agar menjadi pasta. Pasta
PSS ini segera dicetak pada plat kaca dengan
ketebalan 30-100 µm (Gambar 4). Ketebalan
membran
yang
dihasilkan
akan
mempengaruhi nilai konduktivitas membran.

Gambar 4 Membran PSS 10%.
Gambar 2 Ikatan silang pada polistirena
tersulfonasi posisi para.

Membran polistirena tersulfonasi yang
telah diperoleh ditentukan bobot molekul

4

relatifnya. Bobot molekul relatif (Mv) PSS
ditentukan dengan mengukur waktu alir
menghasilkan Mv sebesar 9.1 × 104 g mol-1
(Lampiran 2). Pelarut kloroform digunakan
pada pengukuran bobot molekul PSS karena
bersifat non polar dan tidak higroskopis
sehingga mudah melarutkan PSS dan tidak
mengubah konsentrasi larutan.
Keberhasilan
proses
sulfonasi
ditunjukkan oleh nilai Derajat Sulfonasi.
Derajat Sulfonasi adalah jumlah rerata atom H
pada benzena yang diubah menjadi gugus
sulfonat. Derajat Sulfonasi membran PSS 3%,
5%, dan 10% secara berturut-turut adalah
35.09%, 42.26%, dan 48.15% (Lampiran 3).
Semakin meningkat Derajat Sulfonasi, maka
semakin besar transport proton dalam
membran.
Pengujian water uptake dilakukan
untuk mengetahui jumlah air yang diserap
oleh membran karena air pada permukaan
membran merupakan media transport proton.
Nilai water uptake pada membran PS, PSS
3%, PSS 5%, dan PSS 10% secara berturutturut adalah 0.52; 5.72; 0.05; dan 4 .29%
(Lampiran 4). Nilai water uptake
ini
menunjukkan kemampuan membran dalam
transport proton. Semakin kecil nilai water
uptake,
maka
semakin
kecil
nilai
konduktivitas proton.
Karakterisasi PEM
Struktur membran elektrolit dapat
dianalisis secara kualitatif menggunakan
spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra
Red). Spektrum FTIR diukur pada daerah
bilangan gelombang 400-4000 cm-1. Serapan
khas membran polistirena ditunjukkan dengan

bilangan gelombang 3081.97; 3060.16;
3025.24; 2924.19 cm-1 yang menunjukkan
adanya ikatan C-H pada cincin aromatik.
Selain itu juga terdapat regang C=C aromatik
pada bilangan gelombang 1601.30 cm-1. Hasil
analisis
FTIR
membran
polistirena
tersulfonasi (PSS) berbeda dengan membran
polistirena (PS). Gambar 5 menunjukkan
perbedaan hasil uji FTIR membran PS dan
PSS.
Pada spektrum FTIR terlihat bahwa
sulfonasi telah terjadi pada membran PSS
yang ditunjukkan dengan adanya gugus
sulfonat (-SO 3 ) pada bilangan gelombang
1029.39 cm-1 dan 1178.03 cm-1. Bilangan
gelombang 1029.39 cm-1 merupakan vibrasi
regang –SO 3 simetrik dan 1178.03 cm-1
merupakan vibrasi regang S=O. Adanya
gugus sulfonat diperkuat dengan adanya
serapan hidroksil pada bilangan gelombang
3435.02 cm-1.
Reaksi
sulfonasi
yang
terjadi
dipengaruhi oleh substituen alkil yang
terdapat pada cincin aromatik. Substituen alkil
ini merupakan salah satu gugus penyumbang
elektron sehingga dapat meningkatkan rapatan
elektron pada cincin. Oleh karena itu, reaksi
sulfonasi dapat terjadi pada posisi orto dan
para. Gugus sulfonat yang terikat pada
benzena tersubstitusi 1.4 (posisi para) dilihat
dari bilangan gelombang 838.66 cm-1,
sedangkan posisi orto ditunjukkan oleh
bilangan gelombang 757.70 cm-1. Puncak
serapan posisi orto lebih besar dari pada posisi
para, sehingga gugus -SO 3 lebih cenderung
terikat pada posisi orto.

p-SO3

S=O
-OH

-SO3

o-SO3

Gambar 5 Hasil FTIR uji membran polistirena (–) dan polistirena tersulfonasi 10% (–).

5

Analisis morfologi membran dilakukan
dengan menggunakan peralatan Scanning
Electron Microscopy (SEM).
SEM digunakan untuk menentukan ukuran
pori-pori di permukaan membran dan
penampang lintang membran polistirena (PS)
dan polistirena tersulfonasi (PSS). Analisis
SEM menunjukkan pori pada permukaan
membran sangat rapat, sehingga ukuran pori
tidak
dapat
ditentukan.
Gambar
6
menunjukkan hasil uji SEM pada permukaan
membran PS dan PSS.

PSS cukup baik untuk diaplikasikan sebagai
Direct Methanol Fuel Cell (DMFC).
(2)

(1)

(a)
(2)

(1)

(a)

(b)
Gambar 7 Hasil uji SEM pada penampang
lintang membran (a) PS dan (b)
PSS dengan perbesaran 20000×.
Ket: 1 (toplayer); 2 (sublayer)
Uji Kinerja PEM

(b)
Gambar 6 Hasil uji SEM pada permukaan
membran (a) PS dan (b) PSS 10%
dengan perbesaran 20000× .
Mulder (1996) mengatakan bahwa
membran dapat diklasifikasikan menjadi tiga
jenis berdasarkan struktur dan prinsip
pemisahannya, yaitu membran berpori, non
pori, dan pembawa (carier). Berdasarkan
penampang lintang PS yang tidak berpori,
membran PS dikategorikan membran non
pori. Sementara itu, penampang lintang PSS
tampak adanya lapisan berpori pada bagian
sublayer membran, sedangkan pada bagian
toplayer membran cenderung tidak berpori.
Dengan
demikian
membran
PSS
dikategorikan pula membran non pori
(Gambar 7). Hal ini membuktikan membran

Kriteria utama untuk memilih Proton
Exchange Membrane pada DMFC adalah
konduktivitas protonnya tinggi sedangkan
permeabilitas
metanolnya
rendah.
Permeabilitas adalah kemampuan membran
untuk
melewatkan
senyawa
spesifik.
Pengukuran
permeabilitas
metanol
memberikan informasi mengenai mekanisme
transport dan pengaruh dari struktur PEM.
Difusi metanol disebabkan oleh gradien
konsentrasi PEM. Pengukuran permeabilitas
metanol dilakukan secara kualitatif dari
membran PSS 3%, PSS 5%, dan PSS 10%.
Setelah 1 jam pengujian tidak terlihat adanya
adanya resapan metanol dari membranmembran tersebut.
Hasil pengukuran nilai konduktivitas
(σ) yang diperoleh PS, PSS 3%, PSS 5%, dan
PSS 10% secara berturut-turut adalah (0.0114
; 1.5511; 3.0919; dan 3.8949) × 10-6 S/cm
(Lampiran 5). Nilai konduktivitas yang
diperoleh ini 105 lebih kecil dari nilai

6

konduktivitas nafion. Direct Methanol Fuel
Cell merupakan salah satu jenis Fuel cell yang
dapat menghasilkan energi listrik, air dan
panas, dengan cara mengoksidasi bahan bakar
secara elekrokimia (Smith et al 2001). Prinsip
kerja fuel cell merupakan kebalikan dari
elektrolisis, hidrogen direaksikan dengan
oksigen dan menghantarkan listrik (Larminie
2000). Komponen dasar sel bahan bakar
DMFC (Gambar 8) terdiri dari dua buah
elektroda (katoda dan anoda) yang dipisahkan
oleh sebuah membran. Katoda langsung
bertindak sebagai katalis (elektrokatalis) yang
mempercepat terjadinya reaksi perubahan
metanol di anoda.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Polistirena tersulfonasi (PSS) telah
berhasil disintesis dari limbah styrofoam. Hal
ini dibuktikan dengan analisis FTIR, yaitu
adanya gugus sulfonat (-SO 3 ) pada bilangan
gelombang 1029.39 cm-1 dan 1178.03 cm-1
serta adanya serapan hidroksil pada bilangan
gelombang 3435.02 cm-1. Nilai Derajat
Sulfonasi membran polistirena tersulfonasi
10% adalah 48.15% dengan bobot molekul
relatif sebesar 91693,42 g mol-1. Membran
PSS ini dapat digunakan sebagai bahan
perangkat Direct Methanol Fuel Cell dan
digolongkan membran non pori dengan
ketebalan membran 5.5-7.5 mm.
Saran

Gambar 8 Skema dari DMFC.
Berdasarkan adanya peningkatan nilai
konduktivitas membran PSS 10% sebesar
341× dari membran PS, maka membran yang
diperoleh relatif baik apabila dijadikan
sebagai bahan perangkat Direct Methanol
Fuel Cell. Konduktivitas proton yang tinggi
diharapkan dapat memindahkan proton secara
maksimal dan memungkinkan perpindahannya
dari anoda ke katoda agar dapat mempertinggi
kinerjanya (Agoumba 2004). Dengan adanya
konduktivitas proton tersebut, membran PSS
3%, 5%, dan 10% dapat dijadikan sebagai
bahan perangkat pada DMFC (Gambar 9) dan
menghasilkan nilai voltase secara berturutturut adalah 9.0; 13.5; dan 14.0 volt pada arus
1 ampere.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
sintesis Proton Exchange Membrane (PEM)
polistirena tersulfonasi dalam penentuan
kondisi suhu terbaik reaksi sehingga
menghasilkan nilai konduktivitas membran
yang tinggi. Selain itu perlu adanya
pengukuran secara kuantitatif mengenai
permeabilitas metanol, analisis termal
menggunakan DSC dan TGA, dan derajat
kristalinitas membran menggunakan XRD.
DAFTAR PUSTAKA
Albert Giulio et al. 2003. Preparation of
Nano-Structured Polymeric Proton
Conducting Membranes for Use in
Fuel cells. Annals of the New York
Academy of Sciences 984: 208-225.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia. 2008. Kemasan
Polistirena Foam (Styrofoam). Vol 9
no 5. ISSN 1829-9334.
Byungchan Bae. 2005. Nafion®-graftpolystyrene sulfonic acid membranes
for Direct Methanol Fuel Cells. J:
Membrane Science. 276(1-2): 51-58.
Cho et al. 2005. Surface modified Nafion®
membrane
by
ion
beam
bombardment
for
fuel
cell
applications. J: Power Sources.
155(2): 286-290.

Gambar 9 Direct Methanol Fuel Cell
menggunakan bahan perangkat
membran PSS 10%.

Dhuhita Anindyati dan Kusuma Dewa Arti.
2010. Karakterisasi dan Uji Kinerja
SPEEK, cSMM, dan Nafion untuk
Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell
(DMFC)
[Skripsi].
Semarang:

7

Universitas
Kimia.

Diponegoro,

Teknik

Hendrana Sunit, Pujiastuti Sri, Sudirman,
Rahayu Imam, dan Rustam H.
Yandhitra. 2007. Pengaruh Suhu dan
Tekanan Proses Pembuatan Terhadap
Konduktivitas
Ionik
Membran
PEMFC
Berbasis
Polistirena
Tersulfonasi. J: Indonesian Journal
of Materials Science. Vol 8 No 3 hal
187-191.
Larminie J dan Dicks A. 2000. Fuel cell
Systems Explained. John Wiley and
Sons.

Immobilized Fenton Catalysis. J:
American Chemical Society 20: 5621
-5629.
Peixiang Xing et al. 2004. Synthesis and
characterization
of
sulfonated
poly(ether ether ketone) for Proton
Exchange Membranes. J: Membrane
Science 229: 95-106.
Smith JM, Van Ness HC, Abbott MM. 2001.
Chemical
Engineering
Thermodynamics 6 th. New York:
McGraw-Hill Book Company.

Mulder M. 1996. Basic Principles of
Membrane Technology. Dordrecht:
Kluwer.

Sopiana dan Wan RamLi Wan Daud. 2005.
Challenges and future developments
in Proton Exchange Membrane fuel
cells. renewable energi 31(5): 719727.

Parra et al. 2004. Synthesis, Testing, and
Characterization of a Novel Nafion
Membrane
with
Superior
Performance
in
Photoassisted

Steven. 2007. Kimia Polimer. Sopyan I,
penerjemah.
Jakarta:
Erlangga.
Terjemahan
dari:
Polymer
Chemistry: An Introduction.

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Derajat Sulfonasi
Uji
Karakterisasi

Membran PS

FTIR

SEM

Polistirena
(Styrofoam)

Permeabilitas
metanol

Membran PSS
Uji Kinerja

Konduktivitas
proton

Pengukuran
bobot

Aplikasi

8

9

Lampiran 2 Data hasil penentuan bobot molekul Polistirena tersulfonasi
Waktu alir, t (detik)
[PSS]

Sampel

η

Ulangan

(%b/v)

rerata

1

2

3

Relatif

Spesifik

Reduktif

1

0

32.67

32.77

32.07

32.5033

2

1.015

52.76

52.87

52.98

52.8700

1.6266

0.6266

0.6173

3

1.539

65.6

65.87

66.03

65.8333

2.0254

1.0254

0.6663

4

2.12

84.11

84.83

84.78

84.5733

2.6020

1.6020

0.7557

5

2.527

100.11

100.37

100.67

100.3833

3.0884

2.0884

0.8264

6

3.061

125.87

126.45

126.32

126.2133

3.8831

2.8831

0.9419

Contoh perhitungan: Sampel 6
η spesifik = η relatif – 1

η relatif =

η reduktif =

= 3.8831 – 1
η spesifik = 2.8831

.

=

=

.

η relatif = 3.8831

η
.

[ SS]
.

η reduktif = 0.9419

Keterangan: t pelarut = t sampel 1

Hubungan [PSS] terhadap viskositas reduktif
1.0000
0.9000

ηreduktif

0.8000
0.7000
0.6000

y = 0,1588x + 0,4356
R² = 0,9789

0.5000
0.4000
0.3000
0.2000
0.1000
0.0000
0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

[PSS] (%b/v)
Penentuan bobot molekul

[η] = k (Mv)a

Persamaan garis: y = 0.1588x + 0.4356

0.4356 = 11 × 10-5 × (Mv)a

ηred = k intrinsik . C + [η]
Viskositan intrinsik PSS = [η] = 0.4356

log Mv = (log 0.4356 - log 11 × 10-5)/ 0.725
= 4.9623
Mv = 91693.42 g mol-1

10

Lampiran 3 Penentuan Derajat Sulfonasi (DS)
Bobot
membran (g)
0.1037
0.1033
0.1058

Larutan
Blangko
PSS 3%
PSS 5%
PSS 10%

Volume
NaOH 1 N (mL)
10
10
10
10

Volume HCl (mL)
Awal
Akhir Terpakai
0.00
11.00
11.00
27.70
38.20
10.50
17.30
27.70
10.40
7.00
17.30
10.30

Derajat Sulfonasi,
DS (%)
35.09
42.26
48.15

Contoh pehitungan: PSS 10%
V HCl terpakai

= Vakhir – Vawal
= 11.00 mL – 0.00 mL

V HCl terpakai

= 11.00 mL

V NaOH × N NaOH = V HCl × N HCl
10 mL × 1 N = 11 mL × N HCl
N HCl = 0.9090 N

DS =

(
=

)× HCl ×BE S

(V w − V
.



DS = 48.15%

.

)

L× .
.

× 100%
�L ×

.



×

L

L

× 100%

11

Lampiran 4 Hasil pengukuran water uptake.
Bobot membran (g)
Sebelum
Setelah
1
0.0519
0.0522
PS
2
0.0404
0.0408
3
0.0524
0.0524
1
0.0178
0.0194
PSS 3%
2
0.0116
0.0122
3
0.0165
0.0170
1
0.0171
0.0171
PSS 5%
2
0.0170
0.0170
3
0.0197
0.0200
1
0.0231
0.0251
PSS 10%
2
0.0204
0.0210
3
0.0233
0.0236
Keterangan: Xi = nilai water uptake ulangan ke�� = nilai water uptake rerata
Membran

Ulangan

Water uptake (%)
Xi
��
0.57
0.99
0.52
0.00
8.98
5.17
5.72
3.03
0.00
0.00
0.05
0.15
8.65
2.94
4.29
1.28

Contoh perhitungan:


Membran PSS 3% ulangan 1
%water uptake =
=



bobot membran sebelum
.

%water uptake = 8.98%

.

− .

× 100%

× 100%

12

Lampiran 5 Konduktivitas membran
Membran
PS
PSS 3%
PSS 5%
PSS 10%

Konduktans, G
(µs)
0.51321
12.635
18.469
26.845

Contoh perhitungan:


Membran PSS 3%
σ=G





= 12.635 µs

.
.

σ = 1.5511 × 10 S/cm
-6

Tebal membran, d
(cm)
0.10
0.55
0.75
0.65

Luas elektroda, A
(cm2)
4.48
4.48
4.48
4.48

Konduktivitas, σ
(S/cm)
0.0114 × 10-6
1.5511 × 10-6
3.0919 × 10-6
3.8949 × 10-6

ABSTRAK
HANY FITRI SUSIYANTI. Sintesis dan Karakterisasi Membran Penukar
Proton Polistirena Tersulfonasi sebagai Bahan Perangkat Direct Methanol Fuel
Cell. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ARMI WULANAWATI.
Polistirena (PS) tersulfonasi dapat digunakan sebagai membran penukar
proton (PEM). Karakterisasi dan kinerja PEM dilakukan terhadap polistirena
tersulfonasi (PSS) menggunakan spektrofotometer fourier transform infrared,
mikroskopi elektron payaran, dan parameter derajat sulfonasi (DS). Keberhasilan
proses sulfonasi ditunjukkan oleh nilai DS membran PSS 3%, 5%, dan 10%
secara berturut-turut adalah 35.09%; 42.26%; dan 48.15%. Pada spektrum
inframerah terlihat bahwa sulfonasi telah terjadi pada membran PSS 10% dengan
adanya gugus sulfonat (-SO 3 ) pada bilangan gelombang 1029.39 dan 1178.03 cm1
. Morfologi permukaan membran PSS dikategorikan non-pori. Uji permeabilitas
metanol secara kualitatif menunjukkan bahwa membran PSS 3%, 5%, dan 10%
tidak ada resapan. Hasil pengukuran nilai konduktivitas (σ) yang diperoleh PS,
PSS 3%, PSS 5%, dan PSS 10% secara berturut-turut adalah (0.0114 ; 1.5511;
3.0919; dan 3.8949) × 10-6 S/cm. Sehingga membran PSS 3%, 5%, dan 10% dapat
dijadikan sebagai bahan perangkat pada direct methanol fuel cell.
Kata Kunci: polistirena tersulfonasi, membran penukar proton (PEM), Direct
Methanol Fuel Cell (DMFC)

ABSTRACT
HANY FITRI SUSIYANTI. Synthesis and Characterization of Proton Exhange
Membrane on Sulfonated Polystyrene for Direct Methanol Fuel Cell. Supervised
by SRI MULIJANI and ARMI WULANAWATI.
Sulfonated polystyrene can be used as proton exchange membrane (PEM).
Characterization and performance of PEM has been performed on sulfonated
polystyrene (PSS) using fourier transform infrared spectrophotometer, scanning
electrone microscope, and degree of sulfonation (DS) parameter. The success of
the process indicated by the DS of the membrane PSS 3%, 5%, and 10% were
35.09%; 42,26%; and 48.15%, respectively. The infrared spectrum shows that
sulfonation has been succesful in 10% PSS membranes as indicated by the
presence of sulfonate groups (-SO 3 ) at wavenumber 1029.39 and 1178.03 cm-1.
PSS membrane surface morphology is categorized non-porouse. Methanol
permeability with qualitative test showed that the membrane PSS 3%, 5%, and
10% have no infiltration. The results of measurements of the conductivity (σ)
obtained by PS, PSS 3%, PSS 5%, and PSS 10% were (0.0114; 1.5511; 3.0919;
and 3.8949) × 10-6 S/cm, respectively. So that the membrane PSS 3%, 5%, and
10% can be used as a device in direct methanol fuel cell.
Keyword: sulfonated polystyrene, Proton Exchange Membrane (PEM), Direct
Methanol Fuel Cell (DMFC)

1

PENDAHULUAN
Permintaan dan penawaran energi yang
tidak seimbang disertai laju pertumbuhan
penduduk
yang
tinggi
menyebabkan
tersedotnya cadangan energi terutama bahan
bakar fosil yang merupakan sumber energi
utama dunia. Salah satu teknologi pengadaan
energi alternatif yang ramah lingkungan
adalah fuel cell (sel bahan bakar) yang
mengkonversi energi kimia dari bahan bakar
dan oksidan menjadi energi listrik secara
langsung. Teknologi fuel cell ini dipandang
lebih efisien dan tidak menimbulkan polusi
(Sopiana 2005; Lu 2005; Byungchan 2005;
Albert 2003). Fuel cell yang menggunakan
bahan bakar metanol dikenal sebagai Direct
Methanol Fuel Cell (DMFC).
Pada umumnya PEM yang digunakan
untuk DMFC yaitu politetrafluoroetilena
(PTFE) dengan cabang gugus asam sulfonat
(Nafion) (Parra 2004; Cho 2005). Hal ini
dikarenakan nafion yang merupakan polimer
tersulfonasi memiliki konduktivitas ionik
yang tinggi (0.1 S/cm pada 25 °C) serta
kestabilan mekanik, termal, dan kimia yang
baik (Hendrana et al 2007). Selain itu,
membran nafion tidak memiliki pori dengan
penampang lintang isotropik dan ketebalan
50-500 µm. Karakterisasi PEM yang baik
dalam penggunaan sel bahan bakar yaitu
memiliki konduktivitas proton yang tinggi,
pemisah untuk bahan bakar dan oksigen,
rendah tingkat pemindahan bahan bakarnya,
tinggi kekuatan mekaniknnya, suhunya stabil,
resistensinya tinggi terhadap oksidasi, reduksi
dan hidrolisis (Dhuhita dan Kusuma 2010).
Peixiang (2008) menggunakan poli
(eter eter keton), PEEK tersulfonasi sebagai
alternatif
membran
penukar
proton.
Konduktivitas ionik yang diperoleh adalah 0.1
S/cm pada 90 °C. PEEK ini merupakan
polimer
termoplastik
yang
memiliki
ketahanan kimia yang sangat baik, termooksidatif dengan stabilitas yang tinggi, dan
sifat mekanik yang baik.
Styrofoam merupakan polistirena (PS)
yang
tergolong
polimer
termoplastik.
Styrofoam adalah limbah yang tidak dapat
diuraikan oleh alam sehingga berakibat buruk
bagi kesehatan (BPOM 2008). Polistirena
dapat disulfonasi untuk meningkatkan
konduktivitas proton dengan menangkap
gugus sulfonat sehingga dapat digunakan
sebagai PEM. Dengan demikian, pada
penelitian ini akan dilakukan sintesis
polistirena dari styrofoam yang termasuk

limbah berbahaya menjadi polistirena
tersulfonasi (PSS) sebagai PEM pada DMFC.
Selanjutnya dilakukan karakterisasi meliputi:
penentuan bobot molekul, pengujian struktur
menggunakan
spektrofotometer
FTIR,
pencirian morfologi dengan mikroskopi
elektron
payaran
(SEM),
pengukuran
permeabilitas metanol, dan pengukuran
konduktivitas proton. Manfaat dari penelitian
ini adalah dapat mengurangi limbah
stryrofoam yang tidak dapat diuraikan oleh
alam dan memberikan alternatif sumber energi
yang ramah lingkungan.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah pengaduk
mekanik, labu leher 3, spektrofotometer
Fourier transform infrared (FTIR) Bruker
Tensor 27, Scanning Electrone Microscope
(SEM) JEOL JSM-836OLA dan impedansi
spektroskopi LCR-meter (HIOKI 3532-50).
Bahan yang digunakan adalah styrofoam,
asam sulfat berasap 65% SO 3 (oleum),
metanol, kloroform, diklorometana, gas
nitrogen, dan air deionisasi.
Metode Penelitian
Pembuatan membran penukar proton
(PEM) menggunakan polistirena tersulfonasi.
Polistirena tersulfonasi ini diperoleh dari hasil
sintesis gabus polistirena. Membran yang
diperoleh, dikarakterisasi dengan 6 pengujian
(Lampiran 1), yaitu: penentuan bobot
molekul, pengujian struktur menggunakan
spektrofotometri FTIR, pencirian morfologi
dengan mikroskopi elektron payaran (SEM),
pengukuran permeabilitas metanol, dan
pengukuran konduktivitas proton.
Sintesis Polistirena Tersulfonasi (PSS)
(Peixiang et al 2004)
Styrofoam dilarutkan ke dalam
kloroform sehingga diperoleh larutan PS
dengan konsentrasi 3%, 5%, dan 10%.
Larutan oleum diteteskan secara bertahap ke
dalam labu leher 3 dan gas SO 3 yang
terbentuk didorong oleh gas nitrogen menuju
larutan PS. Larutan PS ini diaduk
menggunakan pengaduk mekanik hingga
homogen. Sintesis PS ini dilakukan selama 30
menit di ruang asam.

2

Sintesis Membran (Peixiang et al 2004)
Bubuk PSS kering dilarutkan dalam
diklorometana kemudian diaduk hingga
homogen. Larutan dituangkan ke dalam piring
kaca, kemudian dikeringkan pada kondisi
ambien selama 1 hari.
Pengukuran Bobot Molekul
Bobot
molekul
PSS
dihitung
menggunakan viskometer untuk mengukur
waktu alir. PSS dilarutkan dalam kloroform
hingga diperoleh konsentrasi 1.015%;
1.539%; 2.120%; 2.527%; dan 3.061%.
Pengukuran
viskositas
menggunakan
viskometer Ostwald pada suhu 30 °C (suhu
konstan menggunakan penangas air) dengan
cara menghitung waktu alir kloroform sebagai
pelarutnya dan waktu alir larutan PSS pada
berbagai konsentrasi. Viskositas relatif
ditentukan dengan membandingkan waktu alir
PSS dengan waktu alir larutan pelarut (t/t 0 ).
Viskositas intrinsik ditentukan dengan cara
memplotkan viskositas spesifik/konsentrasi
PSS sebagai sumbu Y dan konsentrasi PSS
sebagai sumbu X.
Bobot molekul (Mv) ditentukan
berdasarkan persamaan Mark-Houwink:
[η] = k (Mv)a
k dan a merupakan tetapan yang
bergantung pada pelarut, polimer, dan suhu.
Nilai k dan a secara berturut turut 11×10-5 dan
0.725.

dibekukan dengan nitrogen cair selama 10
menit sehingga membran menjadi beku.
Membran beku kemudian dipatahkan dan
ditempelkan pada cell holder. Membran
dilapisi dengan emas lalu dimasukkan ke
dalam chamber. Selanjutnya dilakukan
pemotretan membran terhadap permukaan dan
penampang lintang membran.
Pengukuran Permeabilitas Metanol
Pengukuran permeabilitas metanol
dilakukan secara kualitatif. Membran PSS 3%,
5%, dan 10% dijepit diantara 2 chamber
(chamber A dan chamber B). Sebanyak 50
mL larutan metanol 3 M dimasukkan kedalam
chamber A. Pengukuran dilakukan selama 1
jam untuk mengetahui permeabilitas metanol
dari membran tersebut.
Pengukuran Konduktivitas Proton
Konduktivitas proton yang melintang
dari membran PSS diukur menggunakan
impedansi spektroskopi. Membran dengan
ukuran panjang 5,6 cm dan lebar 0,8 cm
dijepit diantara 2 stell elektroda karbon.
Kemudian nilai konduktans membran terbaca.
Membran PSS yang diperoleh diaplikasikan
sebagai Direct Methanol Fuel Cell, kemudian
dihubungkan dengan alat voltmeter untuk
mengetahui nilai voltase pada masing-masing
membran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis Polistirena Tersulfonasi

Penentuan Derajat Sulfonasi
Derajat Sulfonasi (DS) ditentukan
dengan metode titrasi. Sampel membran
sekitar 0.1 gram direndam dalam larutan
NaOH 1 N selama 3 hari. Selanjutnya dititrasi
dengan larutan HCl.
Pengujian Struktur
Pengujian struktur PS dan PSS 10%
dilakukan menggunakan FTIR dengan
resolusi 4 dan payar 32. Pengujian ini
dilakukan untuk melihat gugus fungsi dari
membran PS dan PSS.
Analisis Morfologi Membran (SEM)
Analisis morfologi membran dilakukan
pada PS dan PSS 10%. Membran PS dan PSS

Sintesis
polistirena
tersulfonasi
dilakukan dengan mengalirkan oleum pada
larutan polistirena menggunakan gas nitrogen
sebagai gas pembawa. Polistirena tahan
terhadap asam, basa, dan zat pengarat lainnya,
tetapi mudah larut dalam hidrokarbon
aromatik dan berklor (Cowd 1991). Larutan
polistirena merupakan polistirena yang
dilarutkan dalam kloroform. Reaksi sulfonasi
merupakan suatu reaksi substitusi yang
bertujuan untuk mensubstitusi atom H dengan
gugus ~SO 3 pada molekul organik melalui
ikatan kimia (Gambar 1). Reaksi sulfonasi
yang dapat terjadi pada posisi orto dan para
dilakukan selama 30 menit pada suhu 30 °C di
ruang asam.

2

Sintesis Membran (Peixiang et al 2004)
Bubuk PSS kering dilarutkan dalam
diklorometana kemudian diaduk hingga
homogen. Larutan dituangkan ke dalam piring
kaca, kemudian dikeringkan pada kondisi
ambien selama 1 hari.
Pengukuran Bobot Molekul
Bobot
molekul
PSS
dihitung
menggunakan viskometer untuk mengukur
waktu alir. PSS dilarutkan dalam kloroform
hingga diperoleh konsentrasi 1.015%;
1.539%; 2.120%; 2.527%; dan 3.061%.
Pengukuran
viskositas
menggunakan
viskometer Ostwald pada suhu 30 °C (suhu
konstan menggunakan penangas air) dengan
cara menghitung waktu alir kloroform sebagai
pelarutnya dan waktu alir larutan PSS pada
berbagai konsentrasi. Viskositas relatif
ditentukan dengan membandingkan waktu alir
PSS dengan waktu alir larutan pelarut (t/t 0 ).
Viskositas intrinsik ditentukan dengan cara
memplotkan viskositas spesifik/konsentrasi
PSS sebagai sumbu Y dan konsentrasi PSS
sebagai sumbu X.
Bobot molekul (Mv) ditentukan
berdasarkan persamaan Mark-Houwink:
[η] = k (Mv)a
k dan a merupakan tetapan yang
bergantung pada pelarut, polimer, dan suhu.
Nilai k dan a secara berturut turut 11×10-5 dan
0.725.

dibekukan dengan nitrogen cair selama 10
menit sehingga membran menjadi beku.
Membran beku kemudian dipatahkan dan
ditempelkan pada cell holder. Membran
dilapisi dengan emas lalu dimasukkan ke
dalam chamber. Selanjutnya dilakukan
pemotretan membran terhadap permukaan dan
penampang lintang membran.
Pengukuran Permeabilitas Metanol
Pengukuran permeabilitas metanol
dilakukan secara kualitatif. Membran PSS 3%,
5%, dan 10% dijepit diantara 2 chamber
(chamber A dan chamber B). Sebanyak 50
mL larutan metanol 3 M dimasukkan kedalam
chamber A. Pengukuran dilakukan selama 1
jam untuk mengetahui permeabilitas metanol
dari membran tersebut.
Pengukuran Konduktivitas Proton
Konduktivitas proton yang melintang
dari membran PSS diukur menggunakan
impedansi spektroskopi. Membran dengan
ukuran panjang 5,6 cm dan lebar 0,8 cm
dijepit diantara 2 stell elektroda karbon.
Kemudian nilai konduktans membran terbaca.
Membran PSS yang diperoleh diaplikasikan
sebagai Direct Methanol Fuel Cell, kemudian
dihubungkan dengan alat voltmeter untuk
mengetahui nilai voltase pada masing-masing
membran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis Polistirena Tersulfonasi

Penentuan Derajat Sulfonasi
Derajat Sulfonasi (DS) ditentukan
dengan metode titrasi. Sampel membran
sekitar 0.1 gram direndam dalam larutan
NaOH 1 N selama 3 hari. Selanjutnya dititrasi
dengan larutan HCl.
Pengujian Struktur
Pengujian struktur PS dan PSS 10%
dilakukan menggunakan FTIR dengan
resolusi 4 dan payar 32. Pengujian ini
dilakukan untuk melihat gugus fungsi dari
membran PS dan PSS.
Analisis Morfologi Membran (SEM)
Analisis morfologi membran dilakukan
pada PS dan PSS 10%. Membran PS dan PSS

Sintesis
polistirena
tersulfonasi
dilakukan dengan mengalirkan oleum pada
larutan polistirena menggunakan gas nitrogen
sebagai gas pembawa. Polistirena tahan
terhadap asam, basa, dan zat pengarat lainnya,
tetapi mudah larut dalam hidrokarbon
aromatik dan berklor (Cowd 1991). Larutan
polistirena merupakan polistirena yang
dilarutkan dalam kloroform. Reaksi sulfonasi
merupakan suatu reaksi substitusi yang
bertujuan untuk mensubstitusi atom H dengan
gugus ~SO 3 pada molekul organik melalui
ikatan kimia (Gambar 1). Reaksi sulfonasi
yang dapat terjadi pada posisi orto dan para
dilakukan selama 30 menit pada suhu 30 °C di
ruang asam.

3

Gambar 1 Reaksi sulfonasi polistirena pada posisi para.
Polistirena yang digunakan berasal dari
gabus styrofoam. Menurut BPOM (2008)
Styrofoam atau gabus polistirena mengandung
90-95% polistirena dan 5-10% gas seperti nbutana dan n-pentana. Polistirena merupakan
polimer termoplastik yang aromatik, dapat
meleleh jika dipanaskan dan kembali menjadi
padatan jika didinginkan (Steven 2007).
Polistirena tersulfonasi akan memberi
kekuatan
antifouling
dan
suasana
hidrodinamis pada membran yang merupakan
mekanisme yang sangat penting dalam
perpindahan proton.
Pada umumnya
polistirena tersulfonasi (PSS) memiliki gugus
~SO 3 pada posisi para dan ikatan silang yang
berguna untuk penukar ion dan membran
penukar proton serta bersifat higroskopis
(Gambar 2).

Proses sulfonasi mengubah warna larutan
awal yang tidak berwarna menjadi kuning
bening (Gambar 3). Warna kuning ini secara
fisik menunjukkan adanya gugus sulfonat
pada larutan.

(a)

(b)

Gambar 3 Perbedaan warna larutan (a)
sebelum dan (b) setelah sulfonasi.
Hasil sulfonasi yang telah diperoleh
ini, dikeringudarakan selama 1 hari untuk
menghilangkan kloroform sebagai pelarutnya.
Selanjutnya, padatan PSS dilarutkan dalam 10
mL diklorometana agar menjadi pasta. Pasta
PSS ini segera dicetak pada plat kaca dengan
ketebalan 30-100 µm (Gambar 4). Ketebalan
membran
yang
dihasilkan
akan
mempengaruhi nilai konduktivitas membran.

Gambar 4 Membran PSS 10%.
Gambar 2 Ikatan silang pada polistirena
tersulfonasi posisi para.

Membran polistirena tersulfonasi yang
telah diperoleh ditentukan bobot molekul

4

relatifnya. Bobot molekul relatif (Mv) PSS
ditentukan dengan mengukur waktu alir
menghasilkan Mv sebesar 9.1 × 104 g mol-1
(Lampiran 2). Pelarut kloroform digunakan
pada pengukuran bobot molekul PSS karena
bersifat non polar dan tidak higroskopis
sehingga mudah melarutkan PSS dan tidak
mengubah konsentrasi larutan.
Keberhasilan
proses
sulfonasi
ditunjukkan oleh nilai Derajat Sulfonasi.
Derajat Sulfonasi adalah jumlah rerata atom H
pada benzena yang diubah menjadi gugus
sulfonat. Derajat Sulfonasi membran PSS 3%,
5%, dan 10% secara berturut-turut adalah
35.09%, 42.26%, dan 48.15% (Lampiran 3).
Semakin meningkat Derajat Sulfonasi, maka
semakin besar transport proton dalam
membran.
Pengujian water uptake dilakukan
untuk mengetahui jumlah air yang diserap
oleh membran karena air pada permukaan
membran merupakan media transport proton.
Nilai water uptake pada membran PS, PSS
3%, PSS 5%, dan PSS 10% secara berturutturut adalah 0.52; 5.72; 0.05; dan 4 .29%
(Lampiran 4). Nilai water uptake
ini
menunjukkan kemampuan membran dalam
transport proton. Semakin kecil nilai water
uptake,
maka
semakin
kecil
nilai
konduktivitas proton.
Karakterisasi PEM
Struktur membran elektrolit dapat
dianalisis secara kualitatif menggunakan
spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra
Red). Spektrum FTIR diukur pada daerah
bilangan gelombang 400-4000 cm-1. Serapan
khas membran polistirena ditunjukkan dengan

bilangan gelombang 3081.97; 3060.16;
3025.24; 2924.19 cm-1 yang menunjukkan
adanya ikatan C-H pada cincin aromatik.
Selain itu juga terdapat regang C=C aromatik
pada bilangan gelombang 1601.30 cm-1. Hasil
analisis
FTIR
membran
polistirena
tersulfonasi (PSS) berbeda dengan membran
polistirena (PS). Gambar 5 menunjukkan
perbedaan hasil uji FTIR membran PS dan
PSS.
Pada spektrum FTIR terlihat bahwa
sulfonasi telah terjadi pada membran PSS
yang ditunjukkan dengan adanya gugus
sulfonat (-SO 3 ) pada bilangan gelombang
1029.39 cm-1 dan 1178.03 cm-1. Bilangan
gelombang 1029.39 cm-1 merupakan vibrasi
regang –SO 3 simetrik dan 1178.03 cm-1
merupakan vibrasi regang S=O. Adanya
gugus sulfonat diperkuat dengan adanya
serapan hidroksil pada bilangan gelombang
3435.02 cm-1.
Reaksi
sulfonasi
yang
terjadi
dipengaruhi oleh substituen alkil yang
terdapat pada cincin aromatik. Substituen alkil
ini merupakan salah satu gugus penyumbang
elektron sehingga dapat meningkatkan rapatan
elektron pada cincin. Oleh karena itu, reaksi
sulfonasi dapat terjadi pada posisi orto dan
para. Gugus sulfonat yang terikat pada
benzena tersubstitusi 1.4 (posisi para) dilihat
dari bilangan gelombang 838.66 cm-1,
sedangkan posisi orto ditunjukkan oleh
bilangan gelombang 757.70 cm-1. Puncak
serapan posisi orto lebih besar dari pada posisi
para, sehingga gugus -SO 3 lebih cenderung
terikat pada posisi orto.

p-SO3

S=O
-OH

-SO3

o-SO3

Gambar 5 Hasil FTIR uji membran polistirena (–) dan polistirena tersulfonasi 10% (–).

5

Analisis morfologi membran dilakukan
dengan menggunakan peralatan Scanning
Electron Microscopy (SEM).
SEM digunakan untuk menentukan ukuran
pori-pori di per